Majalah IKORTI Desember 2015 PDF
Majalah IKORTI Desember 2015 PDF
Majalah IKORTI Desember 2015 PDF
MAJALAH ORTODONTIK
Edisi Kedua Desember 2015
Majalah Jakarta
Ortodontik
Vol. 15 Nomor 2 Hlm. 1-55
Desember 2015
ISSN 1411-7843
ISSN 1411-7843
MAJALAH ORTODONTIK
Edisi Kedua Desember 2015
DAFTAR ISI
1. The influence of malocclusion associated with caries among junior highschool adolescent 1-4
in Cimahi (Research)
Hillda, Sahla Firdaus
2. Comparison of gonial angle between cephalometry and panoramic radiography (Research) 5-7
Erni Magdalena, Ida Bagus Narmada, Thalca Hamid
3. Camouflage treatment of skeletal class III angle malocclusion with extraction of two lower premolars 8-11
(Case Report)
Almasyhur Bestari, Ida Bagus Narmada
4. Early mixed dentition treament with fixed reverse labial bow for class III malocclusion (Case Report) 12-15
Andres, Muslim Yusuf
5. Orthodontic treatment of unilateral posterior crossbite with skeletal asymmetry (Case Report) 16-20
Ariesty Dewi Sukarno, Jusuf Sjamsudin
6. Treatment of skeletal class III malocclusion in growth and development period patient using 21-24
modification of class III activator (Case Report)
Bunga AR, Amalia Oeripto
7. Management second premolar impaction with first premolar extraction (Case Report) 25-29
Teguh Aryo Nugroho, Erna Sulistyawati
8. Management of ectopic upper left canine with combination of roth straightwire technique 30-34
and passive laceback (Case Report)
Tri Ayu Hidayani, Wayan Ardhana, Christnawati
9. Treatment of unerupted upper lateral incisor caused by odontoma using edgewise technique 35-39
(Case Report)
Wuriastuti Kusumandari, Wayan Ardhana, Christnawati
10. Lower anterior facial height changes in the treatment of crowded and protruded class I malocclusion 40-42
with extraction of four first premolars (Research)
Luis Da Silva, Achmad Sjafei, I G.A. Wahju Ardani
11. Changes of transverse and sagittal dimension using Frankel 1b appliance (case report) 43-47
Zulfan Muttaqin, Amalia Oeripto
12 Joint treatment of orthodontic, implant placement and direct composite veneer to obtain 48-51
aesthetic smile (Case Report)
Veronica Vera Desyani Wiraja, RA Syanti Wahyu
ABSTRACT
Background: Malocclusion is an abnormal condition from the normal relation of the teeth to the other teeth in the same arch or the
opposite arch. Malocclusion can affect the presence of dental caries due to food impaction, and result difficulties in self cleansing the
teeth. The prevalence of malocclusion is quite high in adolescents. Objectives: The aim of this research was to determine the effect of
malocclusion to the presence of dental caries in adolescents of junior highschool in Cimahi with malocclusion according to Angle
classification in 2015. Materials and Methods: This study was an analytical study using cross sectional design. A total subjects were
98 adolescents (12-14 years old). The subjects were selected using cluster random sampling method. Results: The results showed that
the prevalence of malocclusion is 79.6%. The most common malocclusion was Angle’s class I malocclusion and from maloclussion
condition through all subjects reach the caries prevalence of 56,42%. Base on maloclussion condition itself, it was found that 27
subjects (48,05%) having dental caries in Angle’s class I of malocclusion, 12 subjects (75%) in class II and 5 subjects (100%) in
class III. Conclusions: The study concluded that malocclusion influence the presence of dental caries. The most severe of dental
caries condition found in Angle’s class III of malocclusion followed by Angle’s class II and Angle’s class I of malocclusion.
mengalami maloklusi kelas I cenderung mengalami karies dari jumlah subjek 67 siswa.12
proporsinya lebih sedikit dibandingkan yang tidak Penyebab munculnya karies tersebut
karies. dipengaruhi oleh perilaku menjaga kebersihan gigi dan
Maloklusi kelas II diketahui dari 16 orang mulut. Gigi yang berjejal menyulitkan pada saat menyikat
remaja ditemukan 12 orang yang mengalami karies (75%) gigi sehingga menyebabkan sisa makanan menumpuk
dan 4 orang tidak karies (25%), hal ini menunjukan tingkat disekitar gigi dan memicu terjadinya pembentukan plak
resiko seseorang yang mengalami maloklusi kelas II dan menimbulkan karies.6,8
cenderung mengalami karies proporsinya lebih banyak Tabel 3 menunjukkan hasil penelitian bahwa
dibandingkan yang tidak karies. Maloklusi kelas III persentase maloklusi dengan karies lebih tinggi
diketahui dari 5 orang remaja ditemukan seluruhnya dibandingkan persentase maloklsusi yang tidak karies.
yang mengalami karies (100%), dari hasil tersebut Penyebab karies seseorang yang disebabkan adanya
menunjukan tingkat resiko seseorang yang mengalami maloklusi, diketahui semakin berat maloklusi maka
maloklusi kelas III cenderung mengalami karies cenderung lebih banyak ditemukan karies gigi.
proporsinya lebih banyak dibandingkan yang tidak Hal ini juga terlihat pada penelitian Adhani dkk tahun
karies, untuk melihat pengaruh maloklusi terhadap karies 2014 dapat disimpulkan terdapat perbedaan indeks karies
tersebut dapat dilihat pada tabel 3. antara maloklusi ringan dan berat. Indeks karies
terbanyak pada maloklusi ringan termasuk dalam kategori
Tabel 3. Pengaruh Maloklusi Terhadap Karies Gigi sangat rendah, indeks karies terbanyak pada maloklusi
berat termasuk dalam kategori sangat tinggi.8
Salah satu faktor utama penyebab karies yaitu
keadaan gigi (host), dimana posisi gigi tidak sesuai
dengan lengkung rahang dan menyebabkan kesulitan
pembersihan. Kondisi gigi berjejal dapat meningkatkan
resiko terjadinya karies. Hal tersebut terjadi karena
kondisi gigi geligi yang berjejal mengakibatkan makanan
menempel diantara gigi dan sulit dibersihkan
PEMBAHASAN menyebabkan retensi plak yang memicu terjadinya
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa dari 98 remaja karies.6,13
SMP di Kota Cimahi yang diteliti didapatkan prevalensi
maloklusi sebesar 79,6% dan diketahui bahwa prevalensi SIMPULAN
maloklusi terbanyak adalah maloklusi kelas I. Hasil Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka
tersebut sesuai dengan penelitian Drupadi tahun 2013 dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Prevalensi
yang menunjukkan persentase terbesar pada maloklusi maloklusi pada remaja SMP di Kota Cimahi adalah
kelas I. Penelitian lain yang menujukkan hasil maloklusi sebesar 79,6% dibagi menjadi tiga kelas, yaitu kelas I
terbanyak maloklusi kelas I ialah penelitian Thilander 58,17%, kelas II 16,33%, dan kelas III 5.10%. Prevalensi
tahun 2011 pada anak usia 5-17 tahun dijumpai sebanyak karies gigi pada remaja SMP di Kota Cimahi yang memiliki
88% subjek penelitiannya mengalami maloklusi ringan maloklusi terjadi pada 44 remaja (56,42%). Terdapat
sampai berat, dan subjek dengan maloklusi kelas I pengaruh maloklusi terhadap karies kelas I sebanyak 27
memiliki jumlah yang paling banyak dari keseluruhan orang (48,05%), kelas II sebanyak 12 orang (75%), dan
populasi.4,9 kelas III sebanyak 5 orang (100%).
Penyebab terjadinya maloklusi kelas I
disebabkan oleh etiologi maloklusi, yaitu kelainan gigi DAFTAR PUSTAKA
(dental dysplasia). Kelainan pada gigi ini dapat 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI).
disebabkan oleh premature loss gigi sulung, persistensi Laporan riset kesehatan dasar. Depkes RI. Jakarta. 2013.
gigi sulung, kebiasaan buruk, pertumbuhan tulang 2. Laguhi VA, Anindita PS, Gunawan PN. Gambaran
rahang dan erupsi gigi tetap yang tidak harmonis, maloklusi dengan menggunakan Hmar pada pasien
kelainan gigi dalam hal ukuran, bentuk, dan jumlah. Salah di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi
satu dari kelainan tersebut ialah premature loss seperti Manado. JeG. 2014; 2: 2.
penelitian yang telah dilakukan oleh Utami tahun 2015 3. Salzman JA. Practice of orthodontics. 3rd ed. Philadelpia-
Montreal: J.B. Lippincott; 1957. p.106-22.
menyatakan terdapat hubungan antara premature loss
4. Drupadi HK. Prevalensi maloklusi menurut klasifikasi
dengan maloklusi.7,10,11 Angle pada remaja SMP di Kota Cimahi. Cimahi: Fakultas
Tabel 2 menunjukan bahwa hasil pemeriksaan Kedokteran Program Studi Kedokteran Gigi Universitas
remaja SMP di Kota Cimahi memiliki karies gigi yang Jenderal Achmad Yani. 2014.
berarti lebih tinggi resiko karies pada gigi yang 5. Balakrishnan P. Prevalensi maloklusi menurut klasifikasi
mengalami maloklusi. Hal ini juga terjadi pada penelitian Angle antara anak luar biasa di SLB Negeri Cicendo dan
yang dilakukan Malohing tahun 2013 yang menunjukan anak tidak luar biasa di SMP PGRI di Kota Bandung.
tingginya prevalensi karies pada gigi berjejal yaitu terjadi Sumedang: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
pada 49 siswa (74,6%) dan bebas karies 18 siswa (25,4%) Padjadjaran. 2010.
6. Hafez HS, Shaarawy SM, Al-Sakiti AA, Mostafa YA.
4 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 1-4
ABSTRACT
Background: The gonial angle is an important angle of the craniofacial complex. It is significant for the diagnosis of craniofacial
disorder. Cephalometry and panoramic can be used to determine this angle. Objective: To compare gonial angle measurement for two
(2) radiographic type, cephalometry and panoramic as well as finding the relation of ramus height and mandibula length with respect
to gonial angle width in cephalometry, and show that panoramic radiography can be an altenative to measure the gonial angle.
Material and Methods: The Experiment Sample taken from 29 panoramic and cephalometry radiography that show Class I skeletal
pattern; afterward a gonial angle measurement at cephalometry and panoramic as well as ramus height and mandibula length in
cephalometry are performed. Result: Paired t test showed that there is no gonial angle differences in cephalometry and panoramic.
Correlation test (Pearson) showed that there is no correlation between gonial angle with respect to ramus height and mandibula
length. Conclusion: There is no gonial angle different in cephalometry and panoramic. There is no correlation between gonial angle
with respect to ramus height and mandibula length. Panoramic can be used as one of the analysis methods in calculating gonial angle
on both sides.
PENDAHULUAN mandibula.
Foto panoramik penting digunakan untuk Proyeksi lateral dan anteroposterior sebagian
mengevaluasi kelainan skeletal dan dental, membuat besar diambil dengan menggunakan pengukuran
ukuran dimensi, mengukur angulasi gigi dan struktur sefalometri. Namun, gambar yang dihasilkan foto
lainnya.1 Selain itu foto panoramik telah digunakan sefalometri seringkali berhimpit, sehingga pengukuran
sebelumnya untuk menilai sudut gonial, ketinggian sudut gonial pada kedua sisi menjadi sangat sulit.
kondilar, ramus maupun asimetri, serta menunjukkan Kerugian ini tidak ditemui dalam foto panoramik yang
korelasi tinggi untuk sudut gonial, sudut antar rahang, digunakan untuk pemeriksaan rahang dan geligi,
dan tinggi muka anterior dan posterior.2 terutama untuk mengukur sudut gonial.6 Sudut gonial
Radiografi sefalometri memungkinkan pada kedua sisi dapat ditentukan lebih mudah dalam
ortodontis untuk mengukur perubahan posisi gigi dan foto panoramik daripada foto sefalometri, maka
rahang yang dihasilkan oleh pertumbuhan dan dilakukan pengukuran pada kedua jenis radiograf
perawatan, mulai digunakan secara luas setelah Perang tersebut untuk membandingkan keakuratan hasil
Dunia II. Sefalometri menjelaskan banyak maloklusi pengukuran.
kelas II dan kelas III disebabkan oleh hubungan rahang
yang salah, tidak hanya malposisi gigi. Penggunaan SASARAN DAN TUJUAN
sefalometri juga memungkinkan untuk melihat bahwa Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
pertumbuhan rahang bisa diubah oleh perawatan membandingkan pengukuran sudut gonial pada dua
ortodonti.3 Foto sefalometri menjadi sangat diperlukan (2) jenis radiografi, sefalometri dan panoramik.
bagi ortodontis dalam perawatan pasien, terutama
penting dalam analisis pertumbuhan, diagnosis, BAHAN DAN CARA KERJA
rencana perawatan, pengamatan terapi, dan evaluasi 29 foto sefalometri dan panoramik dengan pola
hasil perawatan.4 skeletal klas I kemudian dilakukan pengukuran sudut
Menurut Legrell dkk, sudut gonial gonial pada sefalometri dan panoramik, serta tinggi ra-
didefinisikan sebagai sudut eksternal mandibula mus dan panjang mandibula pada sefalometri.
diproyeksikan dalam sefalometri yang dibentuk oleh Kriteria sampel adalah:
garis singgung pada posterior ramus dan inferior 1. Pola skeletal klas I (Table 1)
6 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 5-7
Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2. Nilai rerata, standar deviasi, nilai p
1. Foto panoramik dan sefalometri yang telah tersedia
di Klinik Spesialis Ortodonsia FKG Unair tahun
2010-2012 dikumpulkan sesuai dengan kriteria sampel
penelitian, kemudian dilakukan penapakan ulang
dengan menggunakan alat dan bahan penelitian.
2. Menggambar anatomi Landmarks dan menentukan Tabel 3. Nilai rerata, standar deviasi, nilai p
titik Ar, Me, Go.
Gambar 2. Hasil tracing foto panoramik Tabel 5. Nilai rerata, standar deviasi, nilai p
sefalometri dengan panjang mandibula. untuk melihat hubungan tinggi ramus dan panjang
mandibula terhadap besarnya sudut gonial pada
PEMBAHASAN sefalometri.
Hasil perhitungan sudut gonial pada penelitian Hasil yang sama untuk perhitungan panjang
ini menunjukkan nilai mean sebesar 123.36210 dengan mandibula terhadap sudut gonial, nilai signifikansi
standar deviasi 1.245680 pada sefalometri, sedangkan sebesar (0.600) > α (5%), jadi dapat disimpulkan H0
umtuk panoramik nilai mean sebesar 123.60340 dengan diterima, yang artinya tidak ada hubungan antara sudut
standar deviasi 1.160200. Hasil nilai mean pada penelitian gonial sefalometri dengan panjang mandibula.
ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Shahabi, dimana nilai mean untuk sudut SIMPULAN
gonial pada sefalometri 124,710 dan panoramik 1250. Hal Dari hasil penelitian di atas tentang perbedaan
ini dikarenakan adanya persamaan dalam penentuan sudut gonial sefalometri dan panoramik, serta hubungan
kriteria sampel dan nilai variable. Mattila et al melaporkan antara sudut gonial sefalometri terhadap tinggi ramus
nilai mean sudut gonial pada sefalometri sebesar 128,60 dan panjang mandibula di dapatkan simpulan sebagai
dan panoramik sebesar 127,80. Hal ini dikarenakan berikut:
adanya perbedaan dalam penentuan kriteria sampel.7 · Tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
Hasil uji Paired t Test menunjukkan nilai pengukuran sudut gonial pada sefalometri dan
signifikansi sebesar 0,187 ) > α (5%), jadi dapat panoramik.
disimpulkan H0 diterima, yang artinya tidak ada · Tidak terdapat hubungan antara sudut gonial
perbedaan hasil pengukuran sudut gonial dengan sefalometri terhadap tinggi ramus.
sefalometri dan panoramik. Hal yang sama juga · Tidak terdapat hubungan antara sudut gonial
diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh sefalometri terhadap panjang mandibula.
Shahabi bahwa tidak terdapat perbedaan yang · Panoramik dapat digunakan sebagai salah satu analisa
signifikan antara hasil pengukuran sudut gonial pada dalam menghitung sudut gonial pada kedua sisi.
sefalometri dan panoramik
Fisher-Brandies et al menyimpulkan bahwa DAFTAR PUSTAKA
hasil pengukuran panoramik lebih kecil 2,20-3,60 daripada 1. Stramotas S., Geenty JP., Petocz P., Darendeliler MA.,
sefalometri. Hal ini tidak sama dengan hasil penelitian (2002): Accuracy of Linear and Angular Measurements
ini dimana hasil pengukuran panoramik lebih besar on Panoramic Radiographs Taken at Various Positions in
daripada sefalometri. 8 Adanya perbedaan dalam vitro. European Journal of Orthodontics, vol. 24, p. 43-
menentukan kriteria sampel seperti usia dan tipe 52.
2. Nohadani N., Ruf S., (2008): Assessment of Vertical Fa-
maloklusi yang mungkin mempengaruhi perbedaan
cial and Dentoalveolar Changes Using Panoramic Radiog-
hasil. Menurut hasil penelitian Al-Shamout, sudut raphy. European Journal of Orthodontics, vol. 30, p. 262-
gonial semakin besar dengan bertambahnya usia.9 268.
Nilai mean untuk perhitungan tinggi ramus 3. Proffit WR., Fields HW., Server DM., (2007): Contem-
sebesar 44,07mm dengan standar deviasi sebesar porary Orthodontics. Mosby Elsevier, Missouri, p. 1-5.
1,280mm. Menurut hasil pengukuran Jarabak tinggi 4. Jacobson A., Jacobson RL., (2006): Radiographic Cepha-
ramus 44mm dengan standar deviasi 5mm. Hal ini berbeda lometry. Quintessence Publishing Co. Inc, Canada, p. 46.
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh 5. Legrell PE., Nyquist., Isberg A., (2000): Validity of Iden-
Al-Shamout, dimana nilai mean untuk tinggi ramus tification of Gonion and Antegonion in Frontal
Cephalograms. Angle Orthodontist, vol. 70, p. 2
sebesar 51,12mm dengan standar deviasi sebesar
6. Shahabi M., Ramazanzadeh BA., Mokhber N., (2009):
5,55mm. Usia sangat berpengaruh terhadap tinggi ra- Comparison between the External Gonial Angle in Pan-
mus, semakin bertambahnya usia maka tinggi ramus oramic Radiographs and Lateral Cephalograms of Adult
semakin pendek.9 Patients with Class I Malocclusion. Journal of Oral Sci-
Hasil analisa data menunjukkan nilai mean ence, vol. 51, p. 425-429.
untuk panjang mandibula sebesar 73,69mm dengan 7. Matilla K., Altonen M., and Haavikko K., (1977): Deter-
standar deviasi 1,198mm. Hal ini tidak berbeda jauh mination of the Gonial Angle from the Orthopantomogram.
dengan hasil pengukuran Jarabak yaitu sebesar 71mm. Angle Orthodontist, vol. 47 n0 2, p. 107-110.
Kuramae berpendapat bahwa faktor ras/etnik 8. Fischer-Brandies H., Fischer-Brandies E., and Dielert E.,
(1984): The Mandibular Angle in the
berpengaruh terhadap tinggi ramus dan panjang
Orthopantomogram. Radiologe, vol. 24 no. 12, p. 547-
mandibula, sedangkan jenis kelamin tidak menunjukkan 549.
perbedaan hasil yang signifikan.10 9. Al-Shamout R dkk., (2012): Age and Gender Differences
Besarnya sudut gonial dan tinggi ramus, serta in Gonial Angle, Ramus Height and Bigonial Width in
panjang msndibula dipengaruhi oleh beberapa faktor, Dentate Subjects. Pakistal Oral & Dental Journal, vol 32,
salah satunya adalah usia. Al-Shamout berpendapat p.1.
bahwa semakin bertambahnya usia, sudut gonial 10. Kuramae M, dkk., (2007): Jarabak’s Cephalometric Analy-
semakin bertambah besar sedangkan tinggi ramus sis of Brazilian Black Patients. Braz Dent J, vol. 18 no. 3,
memendek. Tujuan khusus dalam penelitian ini ialah p. 258-262.
8
ABSTRACT
Background: Clinician sometimes must resolved to camouflage treatment to treat Class III Angle malocclusion with skeletal
discrepancies because many patient with malocclusion refused to undergo orthognatic surgery to correct the underlying skeletal
discrepancies. Objective: To explain the correction of anterior and posterior crossbite, and aligning maxillary and mandibulary teeth
to achieve Class I canine relation and good occlusal interdigitation. Case Management: Javanese female, 23 year old, was
diagnosed with Class III Angle skeletal malocclusion with anterior and posterior crossbite, maxilla and mandibular teeth crowding,
maxilla midline shift, and concave facial profile. The patient have already had her two first mandibular premolar extracted when she
first came. Maxillary posterior teeth was first expanded to correct the posterior crossbite. Followed by placing open coil spring
between maxillary canine and first incisive left and right to find space to correct the maxillary crowding and the anterior crossbite.
The mandible teeth was first leveled and aligned, and then the anterior mandible teeth retracted in order to achieve Class I Angle
canine relation and good overjet. Result: At finishing stage, posterior and anterior crossbite were corrected. Class I Angle canine
relation and good overjet were achieved but the concave facial profile still persisted. Conclusion: Good overbite, overjet, and
occlusal interdigitation can be achieved with camouflage treatment to treat skeletal Class III Angle malocclusion. But camouflage
treatment does not treat the underlying skeletal discrepancies, so it cannot change the facial profile of the patient.
Key words: Skeletal Class III malocclusion, camouflage treatment, lower premolars extraction.
retroklinasi anterior rahang bawah.3 Pada pemeriksaan intra oral, penderita memiliki
Laporan kasus ini akan membahas mengenai relasi molar mesioklusi, relasi kaninus kanan neutroklusi
perawatan pada pasien dengan maloklusi kelas III dan kaninus kiri mesioklusi, gigi berdesakan pada
dentoskeletal disertai gigitan silang anterior dan anterior rahang atas dan bawah. Terdapat juga gigitan
posterior, berdesakan anterior rahang atas dan rahang silang anterior dan posterior. Pergeseran garis median
bawah, dan pergeseran garis median rahang atas. gigi terhadap muka terjadi pada rahang atas 2mm ke
kanan (gambar 2).
LAPORAN KASUS
Riwayat Kasus
Pasien perempuan, usia 23 tahun, datang ke
Klinik pendidikan spesialis Ortodonti Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Airlangga dengan keluhan
gigi-giginya berdesakan serta gigi bawah lebih maju
daripada gigi depannya. Beberapa bulan sebelumnya,
pasien telah dirawat ortodonti oleh dokter gigi umum.
Tetapi karena merasa kurang puas, pasien berpindah ke
klinik Ortodonti FKG Universitas Airlangga. Saat dirawat
oleh dokter gigi sebelumnya, dilakukan pencabutan
34 dan 44. Pada pemeriksaan ekstra oral didapatkan tipe
profil cekung, tipe kepala dolikosefalik. (gambar 1).
DIAGNOSIS
Maloklusi kelas III Angle disertai gigitan silang
anterior dan posterior, berdesakan anterior rahang atas
dan rahang bawah, dan pergeseran garis median rahang
atas.
Analisis Sefalometri
Relasi maksila dan mandibula terhadap basis
kranii menunjukkan relasi skeletal kelas III, dengan
< SNA 79º, < SNB 84º, < ANB -5º, dan Wits Appraisal
-18 mm, dengan inklinasi insisif RA yang protrusive
(<I-NA 34º), inklinasi insisif RB yang cenderung retrusif
(<I-NB 21º).
Pada analisis sefalometri jaringan lunak dapat
dilihat bahwa berdasarkan Rickett’s Lip Analysis bibir
atas 7 mm di belakang garis E dan bibir bawah 1 mm di
depan garis E. Berdasarkan Steiner’s Lip Analysis bibir
atas terletak di belakang garis S dan bibir bawah terletak
di depan garis S. Hal ini menunjukkan tipe profil wajah
Gambar 1. Foto profil wajah sebelum perawatan yang cekung (gambar 4, tabel 1).
10 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 8-11
Etiologi
Kemungkinan etiologi maloklusi pada kasus
ini utamanya karena faktor keturunan. Berdasarkan
anamnesa, ayah dari pasien juga memiliki profil wajah
yang cekung. Selain itu lengkung rahang atas yang kecil,
sehingga menyebabkan gigi-gigi rahang atas berdesakan
dan gigi 12, 22 palatoversi.
Tujuan Perawatan
Tujuan perawatan pada pasien ini adalah untuk
mengoreksi gigitan silang anterior dan posterior,
mengoreksi berdesakan anterior RA dan RB, mengoreksi
jarak gigit dan tumpang gigit, mengoreksi pergeseran
garis median RA dan RB, serta mengusahakan agar
dapat tercapai relasi kaninus neutroklusi. Gambar 5. Foto profil pada saat finishing perawatan ortodonti.
Kemajuan Perawatan
Perawatan dimulai pada 4 Juli 2012. Awalnya
dilakukan ekspansi transversal dengan menggunakan
peranti lepasan dengan skrup ekspansi pada rahang
atas. Setelah gigitan silang posterior terkoreksi,
dilakukan pemasangan breket Pre-Adjusted dengan slot
0,018" pada rahang atas dan bawah serta pemasangan
molar band pada 16, 26, 36, 46, 37, dan 47.
Leveling dan aligning pada rahang atas
diawali dengan busur nickel titanium niti round 0,012",
dilanjutkan dengan niti round 0,014" dan niti round
0,016". Tahap selanjutnya, dilakukan pemasangan open
coil spring antara gigi 11 dan 13 serta antara 21 dan 23
untuk menyediakan tempat untuk koreksi 12 dan 22 yang
terletak palatoversi. Setelah terdapat tempat, 12 dan 22
dikoreksi sedikit demi sedikit ke lengkung yang benar
dengan menggunakan wire niti 0,012" yang tumpangkan
di atas wire niti 0,016". Ketika gigi-gigi rahang atas telah Gambar 6. Foto intra oral pada saat finishing perawatan
terletak dalam lengkuung yang benar, wire secara ortodonti
bertahap diganti dengan wire SS 0,016" x 0,016",
kemudian SS 0,016" x 0,022".
Pada rahang bawah dilakukan leveling dan
aligning dengan busur nickel titanium niti round 0,012",
dilanjutkan dengan niti round 0,014" dan niti round
0,016", SS 0,016"x0,016", kemudian SS 0,016"x0,022".
Setelah itu dilakukan retraksi kaninus dengan elastic
chain menggunakan busur SS 0,016" x 0,022", kemudian Gambar 7. Foto radiografi sefalometri pada saat finishing
dilakukan retraksi anterior rahang bawah menggunakan perawatan ortodonti
Almasyhur, dkk: Camouflage treatment of skeletel 11
PEMBAHASAN
Perawatan kamuflase non pembedahan pada
pasien dewasa dengan maloklusi kelas III memerlukan
pencabutan gigi premolar mandibula untuk memberikan
ruang untuk koreksi berdesakan serta retroklinasi insisif
rahang bawah. Ekspansi sagittal dan transversal gigi-
gigi rahang atas juga diperlukan untuk mengoreksi
berdesakan, gigitan silang anterior dan posterior, serta
untuk memperbaiki oklusi, memperoleh jarak gigit yang
normal, dan menyamarkan ketidaksesuaian skeletal.6
KESIMPULAN
Pada kasus maloklusi kelas III Angle dengan
diskrepansi skeletal, seperti kasus di atas, idealnya
dirawat dengan perawatan kombinasi bedah dan
ortodonti agar dapat tercapai profil wajah yang ideal,
serta hasil perawatan yang stabil. Akan tetapi, banyak
pasien yang menolak menjalani pembedahan ortognatik,
sehingga klinisi harus dapat semaksimal mungkin
mengoreksi maloklusi yang ada dengan cara kamuflase.
Pada akhir perawatan kasus ini dengan
kamuflase, gigitan silang anterior dan posterior dapat
terkoreksi, overjet dan overbite normal serta relasi
kaninus neutroklusi dapat tercapai. Tetapi dapat dilihat,
bahwa profil wajah pasien masih tetap cekung dan tidak
dapat terkoreksi karena kelainan skeletal yang ada tidak
diperbaiki.
DAFTAR PUSTAKA
1. Raharjo P. 2009. Ortodonti Dasar, Etiologi Maloklusi.
Cetakan pertama. Airlangga University Press. p.76-8.
2. Xiong X, Yu Y, Chen F. Orthodontic camouflage versus
orthognatic surgery: A comparative analysis of long-term
12
ABSTRACT
Background: Class III malocclusion is a common phenomenon which can caused by maxillary normal and mandibular prognation.
Class III malocclusion cases with mandibular prognation during growth is a condition that requires early treatment to prevent its
severity. Early treatment of Class III malocclusion with mandibular prognation in growing patient using maxillary fixed appliances is
able to inhibit the growth of the mandible, thus the patients don’t have to be cooperative. Objective: the objective of the case report was
to describe correction of class III maloclussion using fixed reverse labial bow in early mixed dentition Case management: A male
patient aged 7 years and 11 months came to Orthodontic Clinic Faculty of Dentistry USU with a chief complaint of aesthetic problems.
Diagnosis showed Class III malocclusion (ANB +0,50, SNB 79,5, Wits appraisal -4 mm) with overjet and overbite edge to edge,
Persistence of teeth 52 and 62, and Caries was found at teeth 55,and 65.In this case report, patient was treated with fixed reverse labial
bow appliance. Result: Skeletal problems corrected (ANB 2°, SNB 78°) and overjet 1 mm. Conclusion: Fixed reverse labial bow
appliance can be used as an early treatment in mandible prognation in Class III Malocclusion, especially for non cooperative children
that still growing.
Key words: Class III malocclusion, mandible prognation, fixed reverse labial bow
Pemeriksaan Lanjutan
Diagnosa sefalometri (Gambar 4; Tabel)
menunjukkan relasi rahang Kelas III dengan retrognati
mandibula (SNB 79,5° ANB 0,50, Wits appraisal -4 mm),
konveksitas wajah skeletal cenderung datar (Na-Pog 4),
pola pertumbuhan vertikal (NS-Gn 74 0), inklinasi
insisivus maksila proklinasi (U1-SN 107,50) dan inklinasi
insisivus mandibula retroklinasi (L1-MP 91°). Analisa
vertebra servikalis menunjukkan pasien berada pada
tahap initiation dengan proses pertumbuhan yang masih
dapat diharapkan 80%-100%.
Etiologi
Pasien dengan relasi skeletal kelas III dalam
masa pertumbuhan merupakan tahap inisial untuk
perawatan, pada pasien ini etiologi kelas III disebabkan
oleh relasi maksila dan mandibula yang tidak selaras
dimana mandibula mengalami pertumbuhan yang lebih
cepat.
Tujuan Perawatan
Pasien masih dalam usia pertumbuhan, maka perawatan
dilakukan dua tahap. Pada tahap pertama bertujuan
untuk mengoreksi hubungan skeletal dengan
menggunakan alat fixed reverse labial bow (Gambar 5).
Tahap kedua bertujuan untuk mengoreksi gigi geligi pada
maksila dan mandibula dengan fixed appliance. Alat ini
merupakan alat cekat yang berfungsi untuk memodifikasi
pertumbuhan mandibula dari pasien, pada pasien ini akan
dipasangkan molar band pada gigi m2 desidui sebagai
penjangkar untuk alat fixed reverse labial bow. Pasien
menggunakan alat ini karena pasien kurang kooperatif
terhadap perawatan sehingga pemakaian alat dapat
dipastikan selama 24 jam. Efek yang diharapkan dari alat
fixed reverse labial bow meliputi perubahan
pertumbuhan rahang, memacu pertumbuhan dan posisi
Gambar 2. Fotografi intraoral sebelum perawatan. maksila, dan menghambat pertumbuhan mandibula
dalam arah sagital.
14 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 12-15
Kemajuan Perawatan
Pasien diintruksikan untuk menjaga oral
hygiene karena gigi yang ditempatkan molar mudah
untuk terjadi infeksi makanan. Alat fix reverse labial
bow dipakai selama 24 jam tanpa adanya pelepasan. Pada
waktu kontrol extension arm dibagian palatal diaktifkan
untuk mendorong gigi anterior ke labial untuk memacu Gambar 6. foto intraoral setelah perawatan
mendorong gigi anterior ke labial dalam arah transversal
dan sagital, memacu pertumbuhan maksila dalam arah
transversal dan menghambat pertumbuhan mandibula
dalam arah sagital. Kontrol dilakukan 1 bulan sekali
dengan pengaktifan extension arm dilingual.
Setelah 4 bulan perwatan gambar (gambar 4),
tujuan perawatan tahap pertama telah tercapai. Dari
analisa sefalometri perawatan memperlihatkan
perubahan yang relative signifikan dari relasi skeletal
Kelas III menjadi Kelas I (SNB, ANB) (Tabel).
Superimposisi radiografi sefalometri sebelum dan
sesudah perawatan menunjukkan terjadi peningkatan
pertumbuhan maksila lebih besar daripada mandibula
(gambar 7B). Gambar 7. A. Radiografi sefalometri setelah perawatan, B .
Superimposisi sefalometri sebelum (garis hitam)
dan sesudah perawatan (garis merah).
PEMBAHASAN
Tujuan dari perawatan maloklusi Kelas III pada
masa gigi bercampur usia anak-anak untuk mendapatkan
incisal guidance dan interdigitasi yang harmonis.
Sebagian besar pasien Kelas III merupakan tahap awal
dari functional shifting mandibula. Alat Frankel III,
Bionator III, dan modifikasi dari Hawley untuk
perawatan Kelas III membutuhkan kekooperatifan dari
pasien. 6
Karakteristik dari alat fungsional yang digunakan
diadaptasi dari SW III adalah reverse labial bow, yang
mana alat ini berfungsi untuk mengontrol pergerakan
diskrepansi dalam arah sagittal dan mendapatkan
overlap dari insisif.
Hasil dari perawatan ini dapat diprediksi dan cepat,
Gambar 4. Foto alat dan pemasangan alat di dalam mulut biasanya akan terkoreksi dalam waktu 2-4 bulan. Dapat
dilihat dari kasus-kasus sebelumnya, sudut SNB, ANB
Profil wajah dan dukungan bibir atas meningkat, dan cenderung bertambah, inklinasi dari insisif rahang bawah
overjet bertambah dari edge to edge menjadi 1 mm. sedikit berkurang dan penambahan dari overbite dan
overjet.7
SIMPULAN
Pada pasien masa pertumbuhan perawatan dini Kelas
III skeletal dapat dilakukan dengan memodifikasi
pertumbuhan dan mengoptimalkan potensi pertumbuhan
untuk mengoreksi hubungan skeletalnya.
Penggunaan fixed reverse labial bow pada
maloklusi Kelas III skeletal dengan prognatik mandibula
terbukti memberikan hasil yang baik pada perubahan
skeletal dan dental pasien. Dalam perawatan dengan
Gambar 5. Foto profil setelah perawatan. pesawat fixed fungsional sangat bermanfaat dikarenakan
Andres, dkk: Early mixed dentition treatment 15
DAFTAR PUSTAKA
1. Angle EH. Classification of Malocclusion. The Dental
cosmos. 1899;41:248–264.
2. Rakosi T, Schilli W. Class III anomalies: a coordinated
approach to skeletal, dental, and soft tissue problems, J
Oral Surg 39:860-870, 1981.
3. Bishara SE. Text book of orthodontics. Toronto: WB
Saunders Co, 2001: 381.
4. Almeida MR, Henriques FC, Ursi W. Comparative study
of the Fränkel (FR-2) and bionator appliances in the treat-
ment of Class II malocclusion. Am J Orthod Dentofacial
Orthop 2002; 121: 458-66.
5. Bishara SE, Ziaja RR. Functional appliances: a review.
Am J Orthod Dentofacial Orthop 1989; 95: 250-8.
6. Wang F. Inverted labial bow appliance for Class III treat-
ment, J Clin Orthod 30:487-492. 1996.
7. Carano A, Bowman SJ, Valle M. A Fixed Reverse Labial
Bow for Moderate Class III Interceptive Treatment. Jour-
nal of Clinical Orthodontics. 2003;37(1):42–6.
16
ABSTRACT
Background: Posterior crossbite is commonly occurring type of malocclusion seen in orthodontic practice. Posterior crossbite can
be bilateral or unilateral. In some cases, unilateral posterior crossbite may caused by skeletal asymmetry.Objective: To explain
treatment of unilateral posterior crossbite with upper posterior crowding, midline shifting, and masticatory function. Case Management:
A 32 years old Chinese female patient who was is diagnosed with unilateral posterior crossbite with facial asymmetry. The patient
presented ortognatic mandibular, class III molar relationship, upper posterior crowding, mandibular 4 mm midline shifting to the
right and had a poor periodontal conditions in the right maxilla region. This patient has undergo orthodontic treatment before.
Treatment was initiated using self-ligating bracket without extracting, continued with unilateral posterior expansion, upper posterior
crowding correction, and the used of anterior crosselastic unilateral. Results: Class II canine dental relation (right), Class I canine
dental relation (left), class III molar relation with proper functioning and normal occlusion were achieved with better facial asymmetry
profile. Conclusion: Despite asymmetry skeletal problem uncorrected, good functioning were achieved.
dapat menyebabkan adanya asimetri pada wajah 8. kanan dan kiri rahang atas, gigitan silang anterior regio
Asimetri wajah merupakan ketidakseimbangan yang 13 dengan 43, gigitan silang posterior regio 14, 15, 25
terjadi pada bagian yang homolog pada wajah dalam hal dengan 44, 46, 35, serta adanya gigitan tonjol regio 16
ukuran, bentuk, dan posisi pada sisi kiri dan kanan9. dengan 46. Pergeseran median terhadap muka terjadi pada
Asimetri dental dan wajah secara struktural dapat rahang bawah 4 mm ke arah kanan akibat adanya
diklasifikasikan sebagai kelainan dental, skeletal, otot, dispalecement mandibula ke arah kanan.
dan fungsional. Diagnosis adanya asimetri pada dental
dan wajah dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis,
analisa model, foto profil pasien ataupun pemeriksaan
radiografik panoramik, sefalogram posterior-anterior dan
submental vertex radiografik untuk menganalisis
kelainan skeletalnya10
LAPORAN KASUS
Riwayat Kasus
Pasien seorang perempuan, usia 32 tahun, suku
Cina datang ke klinik pendidikan spesialis Ortodonti
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga ingin
agar dapat mengunyah makanan dengan baik serta
merapikan gigi-giginya agar tidak sering terselip
makanan. Pasien sudah pernah dilakukan perawatan
ortodonsia sebelumnya.
Pada pemeriksaan ekstraoral didapatkan tipe
profil cembung, tipe muka ovoid, tipe kepala mesosefalik.
Penderita memiliki bentuk muka tidak simetris dan bibir
yang kompeten (gambar 2). Gambar 3. Foto intraoral sebelum perawatan.
DIAGNOSIS
Maloklusi klas I Angle disertai gigitan silang
posterior unilateral, asimetri rahang skeletal, berdesakan
Gambar 2. Foto profil wajah sebelum perawatan. posterior RA, dan pergeseran garis median RB.
dan bibir bawah 4 mm di depan garis E. Analisis pada semua gigi rahang atas dan rahang bawah.
sefalometri Steiner’s Lip Analysis bibis atas dan bawah Leveling dan aligning diawali dengan busur
di depan garis S. nickel titanium (NiTi) round 0,012", dilanjutkan dengan
niti round 0,014", dan niti round 0,016" dan dengan
memasang open coil spring pada regio 14-16 dan 24-26
untuk unreveling gigi 15 dan 25. Derotasi gigi 15 dengan
memasang button pada palatal gigi 15 lalu menggunakan
elastic chain untuk mengkoreksi rotasi. Tahap
selanjutnya dilakukan ekspansi transversal rahang atas
regio kanan (13, 14, 15) dengan menggunakan wire bend-
ing toe out busur SS recta 0,016"x0,016" dengan stop
pada mesial molar pertama rahang atas. Pada rahang
bawah dilakukan uprighting gigi 35 yang distoversi
dengan menggunakan niti recta 0,016"x0,022". Kemudian
dilakukan juga enamel stripping serta konstriksi
lengkung pada regio kanan agar dapat membantu gigitan
Gambar 6. Foto radiografi sefalometri sebelum perawatan. silang terkoreksi bersamaan dengan pemasangan cross
elastik unilateral pada regio 23-43 sekaligus mengurangi
Etiologi displacement mandibula.
Etiologi maloklusi adanya gigitan silang pos- Setelah 2 tahun 2 bulan perawatan,
terior unilateral pada kasus ini disebabkan karena faktor terlihat gigitan silang posterior unilateral terkoreksi,
keturunan dari ayah penderita. Pada kasus ini berdesakan rahang atas terkoreksi, fungsi mengunyah
didapatkan asimetri rahang skeletal disebabkan karena menjadi normal, serta profil tetap cembung tetapi menjadi
terganggunya pertumbuhan mandibula regio kiri. Pada lebih baik. Relasi kaninus distoklusi (kanan) dan
pemeriksaan foto radiografik panoramik terlihat adanya neutroklusi (kiri). Jarak gigit 3 mm dan tumpang gigit 2
perbedaan bentuk dan ukuran head condyle yang mm.
merupakan pusat pertumbuhan dari mandibula. Hal ini
menyebabkan terjadinya abnormalitas bentuk dari an-
gulus mandibula kiri. Faktor lokal yang berpengaruh
diantaranya adanya kehilangan prematur 55, 65,
kelainan jumlah gigi akibat multiple impaction pada
gigi 18, 17, 28, 35, 38, 44, 47 sehingga dilakukan tindakan
odontektomi.
Tujuan Perawatan
Tujuan perawatan pada kasus ini adalah untuk
mengkoreksi gigitan silang posterior unilateral regio
kanan, mengkoreksi berdesakan rahang atas, dan
mengkoreksi pergeseran garis median rahang bawah.
Rencana perawatan tanpa melibatkan adanya
pencabutan. Diawali dengan leveling dan aligning pada
rahang atas dan rahang bawah. Selanjutnya dilakukan
ekspansi transversal regio kanan dengan busur SS
0,016"x0,016" pada rahang atas. Pada rahang bawah
dilakukan kontriksi lengkung rahang pada regio kanan
sekaligus pemakaian cross elastik unilateral.
Diharapkan akhir perawatan dapat tercapai oklusi yang
normal sehingga fungsi mastikasi dapat berfungsi
dengan baik.
Kemajuan Perawatan
Perawatan dimulai pada 11 Oktober 2012
dengan tanpa pencabutan. Dilakukan pemasangan mo-
lar band rahang atas dengan welding tube gigi 16, 26
beserta Trans Palatal Arch (TPA). Pada rahang bawah
dilakukan pemasangan molar band dengan welding
braket pada gigi 36, 46 dan molar band dengan welding
tube pada gigi 37, 47. Selanjutnya dilakukan pemasangan
braket Self ligating slot 0,018" (American Orthodontic) Gambar 7. Foto profil wajah sebelum dan setelah perawatan.
Ariesty, dkk: Orthodontic Treatment of unilateral 19
.
Tabel 1. Analisis sefalometri sebelum dan sesudah perawatan
ortodonti.
PEMBAHASAN
Variasi displasia skeletal pada gigitan silang
unilateral biasanya disebabkan oleh lengkung rahang
atas yang sedikit lebih sempit daripada lengkung rahang
bawah. Pada kondisi ini, seringkali terjadi penyimpangan
mandibula ke arah lateral pada saat menutup atau
kombinasi, sehingga terjadi pergeseran garis median
Gambar 9. Foto radiografi panoramik setelah perawatan. mandibula ke arah yang mengalami gigitan silang dan
dapat menyebabkan adanya asimetri pada wajah.
Pada kasus ini tidak dilakukan pencabutan
di rahang atas maupun bawah oleh karena telah
dilakukan odontektomi pada gigi 18, 17, 28, 35, 38, 44, 47
oleh karena impaksi. Selain itu, kekurangan ruangan
dapat diatasi dengan melakukan ekpansi transversal
unilateral rahang atas regio kanan yang memang juga
diperlukan untuk mengkoreksi adanya gigitan silang
posterior unilateral dengan menggunakan busur SS
recta 0,016"x0,016".
Penyesuaian oklusi dan interdigitasi
selanjutnya menggunakan cross elastik unilateral pada
regio 23 ke 43 untuk mengurangi displacement mandibula
ke arah kanan yang memperparah gigitan silang
Gambar 10. Foto radiografi sefalometri setelah perawatan.
posterior unilateral regio kanan dan terjadinya facial
asymmetry. Perawatan ortodontik selama 2 tahun 2 bulan
20 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 16-20
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Echols M. Orthodntic crossbites and palatal constriction
(Homepage of braceace) <http://www.braceface.com/
info2.htm#crossbite> 14 July 2004.
2. Foster TD. Buku ajar ortodonsi. Alih Bahasa. Lilian
Yuwono. Jakarta: EGC, 1993: 156-7
3. Johns Dental Laboratoris. Standar instructions for using
rapid palatal expander (Homepage of Johns Dental
Labortories) <http://www.johnsdental.cpm/articles/ortho/
fixed/rpeadj.htm> July 14, 2004.
4. Moyers RE. Handbooks of orthodontics for the students
and general practicioner. 3rd. Chicago: Year Book Medical
Publisher.1973: 243-44, 313, 532-33, 538-40.
5. Syahrul D. dkk. Perawatan gigitan silang posterior dengan
rapid maxillary expansion. Bagian Ortodonsia Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar.
6. Salzmann JA. Practice of orthodontics. 3rd. Philadelphia:
JB Lippincot Company, 1996: 585, 932.
7. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. Philadelphia: WB.
Saunders Company, 2001:83, 109-11, 160-1, 179, 226,
431, 435-37, 299-300.
8. Lewis PD. The deviated midline. American Journal of
Orthodontics. 1976;70(6):601–16.
9. Fisher B. Assymetries of the dentofacial complex. Angle
Orthod 1954; 24(4): 79-183.
10. Walianto S. Asimetri dental dan wajah. Bagian ortodonsia
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati
Denpasar.
21
Key words: Early treatment, Orthopedic, Class III malocclusion, Class III Activator.
Etiologi
Pasien didiagnosa dengan hubungan skeletal Klas III
dengan prognati mandibula, maksila normal, proklinasi
insisivus maksila dan retroklinasi mandibula. Etiologi
Klas III skeletal adalah herediter dari orang tua yaitu
ayah pasien, kekurangan ruang di maksila dan
pergeseran midline dental ke kanan karena agenesis dari
gigi 52 dan 12.
TUJUAN PERAWATAN
Perawatan untuk pasien usia pertumbuhan
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama untuk koreksi
hubungan rahang dengan menggunakan aktivator Klas
III. Gigitan kerja dalam pembuatan aktivator diperoleh
dengan cara memundurkan mandibula sampai
didapatkan hubungan anterior edge to edge. Aktivator
Gambar 1. Foto profil dan gambaran intraoral sebelum dimodifikasi dengan penambahan klamer Adams sebagai
perawatan retensi dan penambahan Lip bumper di maksila. Pasien
A diinstruksikan memakai Aktivator selama 12 jam dalam
Diagnosis sehari. Diharapkan dengan penggunaan pesawat ini
Analisis model menunjukkan adanya pertumbuhan mandibula dapat dihambat, dengan adanya
kekurangan ruang sebesar -8,16 mm pada regio empat peninggi gigitan berupa dataran penuntun (guiding
insisivus maksila yang disebabkan tidak adanya gigi 52 plane) maka posisi mandibula terhadap maksila akan
dan 12. Pada regio 13,14,15 dan 23,24,25 masing-masing terkoreksi.
kekurangan ruang sebesar -0,5 mm. Kekurangan ruang
juga terdapat di regio empat insisivus mandibula sebesar KEMAJUAN PERAWATAN
-1 mm. Regio 43,44,45 terdapat kelebihan ruang sebesar Aktivasi pesawat aktivator Klas III dilakukan
+1,8 mm dan regio 33, 34,35 kelebihan ruang sebesar sebulan sekali. Setelah 2 bulan perawatan relasi anterior
+2,3 mm. Dalam keadaan oklusi, analisis model rahang atas dan bawah pasien menunjukkan hubungan
menunjukkan terdapat crossbite anterior, hubungan edge to edge. Pada kontrol selanjutnya, bagian anterior
molar permanen Klas I dan pergeseran midline dental dari aktivator ditambahkan gutta percha dengan tujuan
maksila 2 mm ke kanan (Gambar 2). untuk memproklinasikan gigi anterior sehingga
didapatkan hubungan anterior yang baik dan
Pemeriksaan Lanjutan memperbaiki rotasi dari gigi insisivus sentralis. Namun
Analisis radiografi sefalometri dalam ternyata gutta percha sulit untuk mempertahankan
mengevaluasi maturasi cervical vertebra pasien menurut retensinya pada akrilik. Pada kontrol selanjutnya
Hassel dan Farman menunjukkan bahwa pasien berada dilakukan penggantian gutta percha dengan akrilik self
Bunga, dkk: Treatment of skeletal class III 23
Gambar 3. Foto Aktivator modifikasi dan pemasangan di Gambar 5. Superimposisi sefalometri sebelum perawatan
dalam rongga mulut (garis merah) dan sesudah perawatan (gaaris biru).
Evaluasi setelah 5 bulan perawatan Tabel 1. Data sefalometri sebelum dan sesudah 5 bulan
perawatan
menunjukkan perubahan pada skeletal pasien.
Sefalometri memperlihatkan SNB dari 87o menjadi 84o,
SNA tetap 80o, ANB -7o menjadi -3o, rotasi mandibula
dan pola pertumbuhan menjadi normal dan Witts
Apraisal dari -17,5 mm menjadi -9 mm (Tabel 1). Foto
profil dan foto intraoral dapat dilihat pada gambar 4.
Superimposisi sefalometri sebelum dan sesudah
perawatan dapat dilihat pada gambar 5.
PEMBAHASAN
Malokusi Klas III menurut etiologinya dapat
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu yang pertama maloklusi
Klas III skeletal atau yang disebut juga dengan True
Class III Malocclusion. Kelainan ini dikarakteristikkan
dengan adanya displasia skeletal yang melibatkan
hipertrofi dari mandibula, tinggi wajah yang pendek, atau
kombinasi dari keduanya. Tipe yang kedua yaitu Klas
III Pseudo, dimana akibat adanya traumatik oklusi pola
penutupan mandibula menjadi lebih ke depan dan juga
terjadinya crossbite dengan insisivus atas. Pola ini akan
memiliki efek pada maksila dan mandibula sebagai akibat
dari adaptasi otot-otot.6
Tipe ketiga yaitu berupa posisi satu atau
beberapa gigi dari maksila linguo versi dengan inklinasi
aksial yang abnormal dari gigi insisivus maksila, tetapi
bukan Klas III sebenarnya. Etiologi dari maloklusi
penting untuk diketahui untuk merencanakan
perawatan. Tidak hanya pola pertumbuhan, tetapi faktor
lingkungan fungsional juga sangat penting dalam
Gambar 4. Foto profil dan gambaran intraoral setelah perawatan maloklusi Klas III.6
perawatan Rencana perawatan maloklusi Klas III
24 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 21-24
tergantung pada tipe maloklusinya. Pada true Class III, sederhana yang dapat menyalurkan, mengubah dan
maka perawatan ditujukan untuk memperbaiki defisiensi mengarahkan gaya-gaya alami seperti aktivitas otot dan
skeletal seperti tinggi wajah tengah yang pendek, maka jaringan sekitarnya untuk diteruskan ke gigi, jaringan
diperlukan traksi secara ortopedi untuk meningkatkan pendukung dan rahang sewaktu di dalam mulut atau
pertumbuhan maksila, dan pada mandibula yang prognati sewaktu melaksanakan aktivitasnya seperti berbicara,
maka diperlukan alat ortopedi untuk memperbaiki dan menelan, dan lain-lain.10 Pada kasus ini, aktivator dipilih
menahan arah pertumbuhan mandibula ataupun karena merupakan pesawat fungsional yang sederhana,
kombinasi dari keduanya.7 pembuatan mudah, dan juga mudah untuk digunakan
Pada tahun 1981 Turpin merekomendasikan pasien sendiri.
waktu yang tepat untuk melakukan perawatan pada Aktivator pada pasien ini dimodifikasi dengan
maloklusi Klas III. Beliau menyarankan pasien yang lip bumper atau lip pads di maksila dimaksudkan untuk
termasuk dalam kategori positif sebaiknya dilakukan menghilangkan hambatan seperti tekanan otot bibir dan
perawatan dini, dan sebaliknya pada kategori negatif untuk memacu pertumbuhan anterior dengan
perawatan sebiknya ditunda sampai pertumbuhan peregangan otot labial seperti pada pesawat Frankel III.3,6
selesai. Beliau juga menyarankan bahwa pasien Pesawat aktivator modifikasi ini masih tetap harus dipakai
sebaiknya dihimbau akan kemungkinan diperlukan sampai dicapai overbite dan overjet anterior yang
pembedahan, walaupun perwatan dini berhasil.7 normal. Keberhasilan perawatan yang dapat dicapai
Faktor positif menurut Turpin yaitu, tipe wajah dalam waktu 5 bulan ini sangat didukung oleh kooperatif
konvergent, shifting fungsional antero-posterior, pasien dan orang tua pasien, dimana diketahui bahwa
pertumbuhan kondilus yang simetris, usia tumbuh aktivator digunakan lebih dari 12 jam dan motivasi pasien
kembang, disharmoni skeletal ringan, bukan kelainan dan orang tua dalam memperbaiki maloklusi juga tinggi.
herediter, dan estetik wajah yang baik. Sedangkan faktor
negatif yaitu, tipe wajah divergen, tidak ada shifting KESIMPULAN
antero-posterior, pertumbuhan kondilus asimetri, Perawatan maloklusi Klas III pada pasien usia
pertumbuhan telah selesai, tidak kooperatif, bersifat tumbuh kembang dengan menggunakan aktivator yang
herediter, estetis wajah yang buruk.7 dimodifikasi menunjukkan hasil perawatan yang cukup
Perawatan dini untuk maloklusi Klas III sampai memuaskan. Keberhasilan perawatan ini juga sangat
saat ini masih sangat kontroversi di antara ortodontis. didukung oleh kooperatif pasien dan orang tua.
Akan tetapi sebagian ortodontis berpendapat bahwa
melakukan perawatan dini dengan tujuan untuk DAFTAR PUSTAKA
menghambat serta memodifikasi abnormalitas skeletal, 1. Wattanasukchai K, Manosudprasit M. Early treatment of
muskular dan dentoalveolar yang sedang terjadi lebih Class III malocclusion. Khon Kaen University Dental
Journal. 2011;5(1):11–22.
baik daripada menunggu sampai pertumbuhan
2. Bishara SE, Justus S, Graber TM. Proceedings of the
selesai. 1,8 workshop discussions on early treatment. Am J Orthod
Tujuan perawatan dini pada maloklusi skeletal Dentofacial Orthop. 1998; 113:5-6
Klas III adalah untuk memperbaiki hubungan skeletal, 3. Bhalaji SI. 1997. Orthodontics : the art and science. 1st ed.
memberikan arah pertumbuhan yang lebih baik, waktu Arya (Medy) Publishing house: New Delhi. p. 413-4.
perawatan tahap dua yang lebih pendek, mencapai fungsi 4. Beltrao P. 2015. Emerging trends in oral health sciences
dan oklusi yang baik, stabilitas hasil perawatan serta and dentistry. 2nd ed. Intech : Croatia. p. 445-6.
memperbaiki estetika wajah sehingga meningkatkan rasa 5. Mamun MSA, Hyder MLA, Hossain MZ. Changes in
percaya diri dan juga kepuasan dari orang tua.9 Pada soft tissue profile during the treatment of Class III
malocclusion treated with Class III activator. Bangladesh
kasus ini diputuskan untuk melakukan perawatan dini
Journal of Orthodontics and Dentofacial Orthopedics.
karena pasien masih dalam usia pertumbuhan, dimana 2013;2(2):24–9.
dapat dilihat pada analisis cervical vertebra pasien masih 6. Moyers SE. 1988. Handbook of orthodontics. 4th ed. Year
berada pada tahap initial, kooperatif dari orang tua dan book medical,Chicago.p. 343-431.
pasien tinggi, dan diharapkan abnormalitas skeletal 7. Campbell PM. The Dilemma of Class III Treatment. Early
dapat diperbaiki dan dimodifikasi menuju arah or Late? The Angle Orthodontist. 1983;53(3):175–91.
pertumbuhan yang baik. 8. Kanno Z, Kim Y, Soma K. Early correction of a developing
Satravaha dan Taweesedt melaporkan efek dari skeletal Class III malocclusion. Angle Orthod. 2006;
hasil perawatan dengan pesawat ini adalah rotasi 77:549-56.
9. Khan MB, Karra A. Early treatment of class III
mandibulah searah jarum jam, tipping labial dari gigi
malocclusion: a boon or a burden?. International Journal
insisivus atas, tipping lingual dari gigi insisivus bawah, of Clinical Pediatric Dentistry. 2014; 7(2):130-6.
dan mendukung pertumbuhan maksila ke depan.1 Pada 10. Hossain MZ. Technique training of myofunctional
laporan kasus ini, juga didapatkan rotasi mandibula appliance: activators. Bangladesh Journal of Orthodontics
meningkat dari 28o menjadi 32,5o , dan tipping labial dari and Dentofacial Orthopedics. 2011; 2(1):34-46.
insisivus maksila 121o menjadi 122o, serta tipping lingual
dari insisivus mandibula yaitu, 85o menjadi 82,5o.
Aktivator merupakan pesawat ortopedi
25
ABSTRACT
Background: Impacted is cessation of tooth eruption caused by obstruction of eruption, or ectopic position of tooth germ. Mandibular
second premolar impaction is often due to premature loss of its deciduous predecessor causing permanent first molars tip mesially
and permanent first premolars tip distally so the space will be reduced. This resulted in blockage of successional tooth from erupting.
Objective: The purpose of this case report is to show one possible treatment for an impacted mandibular second premolar with apical
not yet complate. Case Management: Male patient, 11 years and 3 months old, came to the clinic with a chief complaint of teeth 13 and
23 were ectopic and teeth 45 was not erupted. Clinical examination revealed space about 1 mm between teeth 44 to 46. Panoramic
finding show impacted teeth 45 with apical not yet complete. Right permanent canine relation Class II, and left Class II½P. Permanent
first molar relationship Class I at right and Class II at left. Hipotonus upper lip with open lip relationship. Treatment plan include
extraction 14, 24 and 44 in order to facilitate 13, 23, and 45. Treatment has done with the edgewise system. Result: Two months after
the treatment start, 45 has erupted spontaneously and visible in the oral cavity, the bracket was installed to continue the treatment.
Conclusion: In some cases impacted teeth its necessary to do surgical and orthodontic traction, but in this case the first permanent
premolar tooth was extracted, followed by maintain the space to facilitate spontaneous eruption.
wajah pasien cembung, dengan tipe wajah mesocephaly, vertikal. Terlihat juga benih gigi 18, 28, 38 dan 48. Hasil
simetris, relasi bibir terbuka dan bibir atas hipotonus analisis sefalometri menunjukkan hubungan skeletal
(Gambar 1.) pasien Klas I (SNA : 76o, SNB : 74o. ANB : 2o), Rotasi
mandibula searah jarum jam (MP:SN : 50o), dan dengan
pola pertumbuhan vertikal (NSGn : 84o) (Gambar 4.).
Tujuan Perawatan
Tujuan perawatan adalah mengoreksi
malposisi gigi-gigi pada rahang atas dan bawah,
membawa gigi 45 yang impaksi kelengkungnya,
mendapatkan hubungan kaninus Klas I, dan
mendapatkan overbite dan overjet yang ideal. Alternatif
perawatannya adalah dengan melakukan ekstraksi gigi
45 yang impaksi dengan pembedahan.
Mengingat ujung apikal akar gigi 45 yang
impaksi belum tertutup sempurna, maka perawatan
direncanakan dilakukan dengan ekstraksi gigi 44, diikuti
Gambar 2. Foto intra oral sebelum perawatan. dengan menjaga ruang, sehingga gigi 45 dapat erupsi
spontan. Rencana perawatan yang dipilih termasuk
ekstraksi gigi 14, dan 24, untuk mengakomodasi gigi 13
dan 23 yang ektopik labial, serta untuk mendapatkan
hubungan kaninus Klas I. Perawatan akan dilakukan
dengan sistem edgewise.
stainless steel 0.016" dengan dilakukan ligasi gigi 36 pasien Klas I (SNA : 78o, SNB : 74o. ANB : 2o), Rotasi
sampai 43, untuk menjaga ruang untuk erupsi gigi 45. mandibula searah jarum jam (MP:SN : 51o), dan dengan
Dua bulan setelah perawatan dimulai gigi 45 pola pertumbuhan vertikal (NSGn : 85o) (Gambar 8.).
erupsi dan terlihat pada rongga mulut. Braket
dipasangkan pada gigi 45 untuk melanjutkan perawatan.
Enam bulan setelah perawatan gigi 13 dan 23 yang
ektopik labial sudah mulai level align, relasi kaninus
kanan sudah Klas I, sedangkan gigi 13 akan di distalisasi
dengan power chain untuk mendapatkan relasi kaninus
kiri Klas I. Median line rahang bawah sudah mulai
terkoreksi (Gambar 5 dan 6.).
SIMPULAN
Kunci keberhasilan kasus ini adalah diagnosis
yang tepat. Perawatan dini gigi impaksi memiliki
prognosis yang lebih baik. Perawatan dengan erupsi
spontan dapat dilakukan apabila pembentukan akar gigi
belum sempurna. Selain itu harus diperhatikan
ketersediaan ruang yang adekuat untuk premolar kedua
Gambar 9. Klasifikasi angulasi impaksi gigi. m: mesioangular, mandibula erupsi, dan tidak terdapat hambatan yang
h: horizontal, v: Vertikal, d: distoangular, menghalangi erupsi.
v: Vertikal, b: buko-lingual.7
DAFTAR PUSTAKA
Perawatan dini dengan perkembangan akar gigi 1. Becker A. 1998. The Orthodontic Treatment of Impacted
yang belum selesai akan memiliki prognosis yang baik. Teeth. Martin Duntiz, London : 157-65.
Terdapat hubungan erat antara waktu gigi erupsi dan 2. Jain U, Kallury A. Conservative management of
tahap pembentukan akar gigi.1,4 Ketika pembentukan akar mandibular second premolar impaction. People’s Journal
sudah ¾ sempurna, seharusnya gigi telah erupsi pada of Scientific Research. 2011; vol 4(1): 59-62.
rongga mulut, sedangkan pada kasus ini pembentukan 3. Collett AR. Conservative management of lower second
akar sudah ¾ namun gigi premolar kedua mandibula premolar impaction. Australian Dental Journal. 2000;
kanan belum terlihat pada rongga mulut. 45: 4: 279-81.
4. Suri L, Gagari E, Vastardis H. Delayed tooth eruption:
Kegagalan dalam mendeteksi dan menganalisa
Pathogenesis, diagnosis, and trearment. A literature
masalah akan mengakibatkan kehilangan ruang, ataupun review. Am j Orthod Dentofacial Orthop. 2004; 126:
lengkung gigi kolaps. Gejala dan tanda penting untuk 432-45.
diperhatikan ketika menegakkan diagnosa dini impaksi 5. Burch J, Ngan P, Al Hackman. Diagnosis and treatment
gigi premolar, antara lain :4,5 planning for unerupted premolars. Pediatr. Dent. 1994;
1. Adanya gigi premolar yang tidak erups sesuai 16: 89-95.
waktunya. 6. McNamara C, McNamara TG. Mandibular premolar im-
2. Ketersediaan ruang untuk erupsi gigi premolar terlihat paction: 2 case reports. JCDA. 2006; Vol 71 No 11:
Teguh, dkk: MAnagement second premolar impaction 29
859-63.
7. Ezirganli S, Kirtay M, Ozer K, UN EC, Kosger HH,
Kazanicioglu HO. The Prevalence of impacted premolars
in the Anatolian population. Bazmialem Science. 2013; 1:
28-32.
8. Sharma P, Goswami M, Setia S, Shaikh S, Nganba K.
Spontaneous eruption of permanent incisors after removal
of tuberculate supernumerary tooth: a case report. Inter-
national Journal of Scientific Study. 2015; 3(1): 198-200.
30
ABSTRACT
Background: Orthodontist frequently encountered cases of malocclusion with ectopic canine. Dental crowding with ectopic canine
may disrupt the facial aesthetic, reduce the self confidence and increase the risk of caries. Passive laceback often used in MBT
technique to prevent canine movement and anterior tipping during general alignment stage and prevent the proclination of lower
anterior teeth. Objective: Correcting the ectopic upper left canine and dental crowding using Roth straightwire technique combined
with passive laceback. Case Management: Eighteen years old female patient came to RSGM Prof. Soedomo with a chief complain of
dental crowding and ectopic canine that disrupt her appearance. The diagnose of this patient is Angle class I malocclusion, class II
skeletal, maxillary protrusion, mandibular retrusion, bidental protrusion and anterior crowding on both arch. Patient treated with
fixed orthodontic using NiTi archwire at the first stage of treatment and passive laceback engaged from the ectopic canine to second
premolar and first molar on both arch. The patient controlled in every 3 weeks to adjust and tighten the passive laceback about 1-2
mm. Result: Anterior crowding on upper arch and ectopic canine have been corrected after 1 year of treatment with 13 times of
control. There was no tipping of anterior canines and proclination of lower anterior teeth. The orthodontic treatment is ongoing.
Conclusions: Roth straigthwire technique with passive laceback effective for ectopic canine correction and prevent the canine to
tippping forward on Angle class I malocclusion case with class II skeletal, maxillary protrusion, mandibular retrusion, bidental
protrusion and anterior crowding.
Key words: Ectopic canine, MBT passive laceback, Roth straightwire technique.
LAPORAN KASUS
Riwayat Kasus Gambar 2. Fotogram Intra Oral Sebelum Perawatan.A.
Pasien wanita usia 18 tahun datang ke RSGM Tampak depan, B.Tampak samping kanan, C.
Prof. Soedomo, Yogyakarta dengan keluhan utama gigi Tampak samping kiri, D. Rahang atas, E. Rahang
bawah.
berjejal pada kedua rahang dan dirasa mengganggu
penampilan. Kesehatan umum pasien baik, tidak sedang
dalam perawatan dokter, tidak terdapat riwayat trauma
atau penyakit infeksi.
Diagnosis
Pemeriksaan intraoral tampak bentuk muka
leptoprosop dan asimetris. Profil wajah tampak samping
cembung (Gambar 1). Relasi molar menunjukkan kelas I
Angle, garis interincisivus atas dan bawah segaris
terhadap garis tengah rahang. Overjet 2,2 mm dan
Gambar 1. Fotogram profil wajah sebelum perawatan. A.
overbite 2 mm, terdapat open bite anterior, crossbite
Tampak depan pasien menutup bibir B. tampak
depan pasien tersenyum, C. Tampak samping
anterior dan posterior, ektopik gigi 23 dan malposisi pada
kanan pasien menutup bibir D.Tampak samping gigi anterior rahang atas dan bawah. Pemeriksaan
kanan pasien tersenyum. E. Tampak samping kiri fungsional tidak terdapat kelainan, temporo mandibular
pasien menutup bibir, F. Tampak samping kiri joint normal dan tidak terdapat clicking maupun rasa
pasien tersenyum nyeri.
32 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 30-34
Etiologi
Crowding dan ektopik pada rahang atas dan
bawah disebabkan karena karies pada periode gigi
desidui dan faktor skeletal didapat dari kedua orang
tua.
Tujuan Perawatan
Koreksi gigi kaninus ektopik kiri atas,
crowding rahang atas dan bawah menggunakan teknik
straightwire kombinasi dengan laceback pasif.
Kemajuan Perawatan
Pada kasus ini pencarian ruang untuk koreksi
malrelasi dan malposisi gigi individual dilakukan dengan
pencabutan empat gigi premolar pertama (14, 24, 34, 44).
Tahap awal perawatan yaitu pemasangan braket
straightwire roth slot 0.022" seluruh gigi rahang atas
dan bawah kecuali gigi 32. Archwire NiTi 0.012"
dipasang pada awal insersi untuk tahap initial leveling,
general alignment dan pemasangan laceback pasif
menggunakan kawat ligatur yang diikatkan dari gigi
kaninus ke gigi premolar kedua dan molar pertama Gambar 5. Foto profil pasien setelah 1 tahun perawatan. A.
Tampak depan pasien menutup bibir B. tampak
membentuk ikatan angka delapan. Laceback pasif
depan pasien tersenyum, C. Tampak samping
diaplikasikan pada gigi-gigi rahang atas dan bawah.
kanan pasien menutup bibir D.Tampak samping
Kontrol pasien dilakukan secara rutin 3 minggu sekali kanan pasien tersenyum. E. Tampak samping kiri
untuk penyesuaian ikatan laceback pasif, pengamatan pasien menutup bibir, F. Tampak samping kiri
malrelasi dan malposisi gigi individual. Dua bulan setelah pasien tersenyum
Tri, dkk: Management of ectopic upper left canine 33
PEMBAHASAN
Pada kasus profil pasien tampak cembung
dengan relasi skeletal kelas II dengan maksila protrusif,
mandibula retrusif (SNA 860 , SNB 790 dan ANB 70) dan
bidental protrusif. Pemilihan pencarian ruang untuk
koreksi malrelasi dan malposisi gigi individual yaitu
pencabutan empat gigi premolar (14, 24, 34, 44).
Chadwick, dkk menyebutkan pasien dengan profil
cembung pilihan perawatan dengan pencabutan empat
gigi premolar dinilai lebih baik karena dapat
Gambar 6. Fotogram intraoral setelah 1 tahun perawatan. menghasilkan estetik yang baik pada muka pasien dan
A. Tampak depan, B. Tampak samping kanan, hasil perawatan ortodontik yang lebih stabil.7
C. Tampak samping kiri, D. Rahang atas, E. Pada awal insersi pemasangan archwire NiTi
Rahang bawah. round 0.012" sebagai initial alignment. Pemilihan
archwire NiTi karena NiTi merupakan posses shape
memory yaitu jika terjadi distorsi atau tekukan pada
archwire maka dapat kembali ke bentuk semula.
Diameter archwire NiTi kecil memiliki kelenturan
sehingga mudah dikaitkan ke gigi yang malposisi,
kekuatan yang dikenakan ke gigi ringan dan tidak
menyebabkan rasa sakit yang berlebihan pada pasien
serta pergerakan gigi yang dihasilkan optimal.12
Pemasangan laceback pasif dilakukan pada tahap
leveling dan general alignment. Manfaat dari
pemasangan laceback menurut Nik, dkk adalah untuk
distalisasi gigi kaninus tanpa menyebabkan tipping,
kontrol anchorage selama leveling dan general
Gambar 7. Fotogram setelah 1 tahun perawatan. A. Fotogram
alignment, mencegah tipping gigi anterior bawah, dan
sefalometri lateral, B. Fotogram panoramik
melindunngi archwire diameter kecil dari tekanan
Tabel 1. Pengukuran sefalometri sebelum dan sesudah 1 tahun mastikasi (pada kasus pencabutan gigi premolar)9.Sueri
perawatan dan Turk mengatakan pergerakan gigi kaninus lebih
terkontrol dalam arah sagital,transversal dan vertikal
pada penggunaan laceback pasif.14
SIMPULAN
Kasus maloklusi klas I Angle dengan tipe
dentoskeletal klas II, disertai maksila protrusif,
mandibula retrusif, bidental protrusif dan crowding
pada rahang atas dan bawah dapat dikoreksi dengan
teknik straightwire Roth kombinasi laceback pasif.
Pemasangan laceback pasif terbukti efektif dapat
mengoreksi gigi kaninus ektopik dan mencegah tipping
ke anterior.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sachan, A and Chaturvedi, T.P. Orthodontic
Management of Buccally Erupted Ectopic Canine with
Two Case Reports. Contemp. Clin. Dent. 2012 ; 3(1):
123–128.
2. Fearne J, Lee RT. Favorable Spontaneous Eruption of
Severely Displaced Maxillary Canines with Associated
Follicular Disturbance. Br J Orthod. 1988;115:93–8
34 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 30-34
ABSTRACT
Background: Odontoma is the most common type of benign odontogenic tumor that often causes disturbances in the eruption of its
associated tooth and after removal odontoma, the impacted teeth do not always erupt spontaneously. Orthodontic treatment is needed
in order to make the teeth can erupt on the right position. Objective: The aim of this case report is to show the use button chain in the
treatment of unerupted upper lateral incisor caused by odontoma using Edgewise technique. Case Management: A 22 years old
female patient complained the crowd of her upper and lower anterior teeth and she often feel pain on the upper anterior side. Intra oral
examination found Angle Class I molar relation with prolonged retension of 22 and lower anterior teeth crowding. Panoramic
examination show 22 impacted and odontoma on the occlusal side of 22. Orthodontic treatment using Edgewise technique was started
by preparing space for 22 eruption. After removing odontoma, button chain was attached on crown surface of 22. Lower anterior
crowding was treated by extraction of 41. Result: The crown of 22 start partially appear on the palatal side of 23 after 9 mounth
treatment and the treatment was continued by aligning 22. Conclusion: The using of button chain on Edgewise technique for treating
malocclusion case with unerupted of upper lateral incisor caused by odontoma can show good result.
Key words: odontoma, unerupted upper lateral incisor, button chain, Edgewise technique
untuk menggerakkan gigi secara individual sesuai overjet 2 mm, overbite 2,5 mm, persistensi gigi 62, edge
dengan arah gerakan gigi yang dinginkan bila to edge bite gigi 23 dan 33, gigi 23 distolabiotorsiversi,
ditempatkan pada posisi yang tepat. gigi 33 labioversi, gigi 32 linguoversi, gigi 31
mesiolinguotorsiversi, gigi 41 mesiolinguotorsiversi, gigi
LAPORAN KASUS 42 linguoversi, gigi 43 mesiolabiotorsiversi dan gigi 44
Riwayat Kasus mesiolabiotorsiversi.
Pasien perempuan berusia 22 tahun datang ke
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Prof. Dr. Soedomo FKG Pemeriksaan Lanjutan
UGM dengan keluhan utama gigi depan rahang atas Hasil ronsen panoramik menunjukkan gigi 22
dan bawah berjejal dan pada bagian depan atas sering impaksi dengan gambaran odontoma pada sisi
terasa ngilu. Riwayat kesehatan pasien baik, tidak oklusalnya. Analisis sefalometri menunjukkan hubungan
menderita penyakit yang dapat menghambat jalannya skeletal klas II dengan dagu retrusi, retroklinasi gigi
perawatan ortodonti. anterior rahang atas dan proklinasi gigi anterior rahang
bawah (Gambar 3A). Analisis jaringan lunak
menunjukkan posisi bibir atas dan bawah pasien berada
di depan garis Steiner atau protrusi. Analisis shift sketch
menunjukkan letak gigi 22 berada pada sisi palatinal
(Gambar 3C). Analisis Huckaba menunjukkan perkiraan
ukuran gigi 22 adalah 7,6 mm
Etiologi
Persistensi gigi 62 disebabkan karena adanya
odontoma pada sisi oklusal gigi 22 yang terpendam
sehingga gigi tersebut mengalami hambatan erupsi.
Faktor etiologi odontoma tidak jelas, meskipun trauma
lokal, infeksi dan genetik sering dianggap sebagai faktor
penyebabnya terjadinya odontoma.3,8
Gambar 2. Fotogram intraoral pasien sebelum perawatan:
A.Tampak depan ; B. Tampak samping kanan ; Tujuan Perawatan
C.Tampak samping kiri ; D Rahang atas ; E.Rahang Tujuan perawatan pada kasus ini adalah
bawah
memperbaiki estetika pasien dengan melakukan tindakan
exposure gigi 22 dilanjutkan orthodontic traction dan
Diagnosis
alignment gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara
menggunakan alat cekat Edgewise standar dengan
menyeluruh, diagnosis yang ditetapkan adalah maloklusi
braket slot 0.022".
Angle kelas I dengan skeletal kelas II, retroklinasi gigi
Kemajuan Perawatan
rahang atas, proklinasi gigi rahang bawah, dagu retrusi,
Perawatan tahap 1 bertujuan ekspansi
Wuriastuti, dkk: Treatment of unerupted upper lateral 37
lengkung gigi rahang atas guna mendapatkan ruang adalah memasang busur kawat 0,014" SS, open coil
untuk erupsi gigi 22, menggunakan kawat busur bulat pasif diantara gigi 21-23, serta ligasi menggunakan liga-
0,014" SS, dilengkapi dengan vertical loop pada inter- ture wire pada rantai button chain dan busur kawat
dental gigi 15-14, 14-13, 13-12, 12-11, 11-21, 21-23, 23-24 untuk traksi gigi 22 (Gambar 6A). Tujuh bulan setelah
dan 24-25, cinch back pada distal buccal tube. Pada tindakan bedah, benih gigi 22 belum muncul dan untuk
rahang bawah juga dilakukan ekspansi lengkung gigi menambah kelentingan diperlukan tekukan pada kawat
untuk mengimbangi ekspansi pada rahang atas dan busur (Gambar 6B).
untuk alignment gigi anterior rahang bawah
menggunakan kawat busur bulat 0,014" SS, dilengkapi
dengan vertikal loop pada interdental gigi 35-34, 34-33,
33-32, 32-31, 31-41, 41-42, 42-43, 43-44, 44-45, cinch back
pada distal bucal tube (Gambar 4).
dengan menghitung jumlah rantai yang keluar dari tepi rary Orthodontics. 5th Ed. Mosby Co.p.361-362
gingiva. 8. Singh SJ, Prerna, Uditi. Compound odontome associated
with an unerupted permanent lateral incisor. Indian Jour-
Pada rahang bawah, untuk mendapatkan over-
nal of Dental Science. 2009;1(2):10.
jet yang cukup terjadi kekurangan ruang. sehingga
direncanakan pencabutan gigi 41. Pada pelaksanaannya
pencabutan gigi 41 tidak dilakukan di awal perawatan
karena akan menimbulkan masalah estetika yang lebih
besar terhadap penampilan pasien. Keputusan ini
dilakukan atas permintaan pasien, meskipun secara
keseluruhan akan memperpanjang waktu perawatan
ortodontinya.
Tepi insisal gigi 22 mulai muncul pada sisi pala-
tal gigi 23 setelah dilakukan orthodontic traction selama
9 bulan. Button chain masih dimanfaatkan untuk menarik
gigi 22 ke arah mesial dengan cara mengaitkan
powerchain pada rantai button chain menggunakan
ligature wire. Button chain pada permukaan gigi 22
dilepas dan digantikan dengan braket setelah mahkota
gigi 22 memungkinkan untuk penempelan braket. Align-
ment gigi 22 dilanjutkan menggunakan vertical loop pada
sisi mesial dan distal gigi 22.
SIMPULAN
Perawatan ortodonti pada kasus gigi incisivus
lateral yang tidak erupsi akibat adanya odontoma
membutuhkan tindakan bedah, sehingga memerlukan
kerjasama yang baik dengan bagian bedah mulut.
Tindakan bedah exposure yang telah dilakukan tidak
selalu dapat menyebabkan gigi impaksi akan erupsi
secara spontan. Tindakan orthodontic traction
dibutuhkan untuk mengarahkan gigi impaksi ke arah
lengkung giginya. Perawatan ortodonti dengan teknik
Edgewise standar dan button chain dapat dilakukan
dengan hasil yang baik. Setelah orthodontic traction
gigi 22 selesai dilakukan, perawatan ortodonti dilanjutkan
dengan alignment, koreksi mid line dan perbaikan
interdigitasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jamee and Ibricevic. Surgical and Orthodontic Treatment
of Impacted Upper Central Incisor: Case Report. Dental
News Pediatric Dentistry. 1998; 5(1):29-31
2. Krichen G, Hentati H, Hadhri R, Zakhama A, Selmi J.
Odontoma associated with supernumerary and impacted
teeth. International Dental Journal of Student’s Research.
2013;1(4):47
3. Das MU, Nagarathna, Arathi. Unerupted maxillary pri-
mary canine associated with compound composite odon-
toma : A Case Report. J. Indian Soc.Pedod.Prev.Dent.
2002;20 (3):98-101.
4. Ashkenazi M, Greeberg BP, Chodik G, Rakocz M. Post-
operative prognosis of unerupted teeth after removal of
supernumerary teeth or odontomas, Am.J.Orthop,
2007;131(5):614-618
5. Watted N, Hussein MA, Awadi O, Peter B.Titanium
button with chain by watted for orthodontic traction of
impacted maxillary canine. IOSR –JDMS. 2015;14(2):116-
127.
6. Bhalajh SI. 2003. Orthodontics The Art and Science. 3rd
ED.,Arya (MEDI) Publishing House hal 321
7. Proffit WR, Fields HW, Sarver DM, 2013. Contempo-
40
ABSTRACT
Background: Malocclusion is a deviation or malrelation of the dental arch that is outside the acceptable range of reasonableness.
Malocclusions can be caused by abnormalities of location, size, shape, number, and structure of teeth. Premolar extraction is accepted
as an alternative to overcome the shortage of space. Indications of premolar extraction usually are severe anterior tooth crowding and
protrusion. There is still much debate about the effect of the extraction of premolars at facial height changes. Objective: The purpose
of this study is to determine changes in the lower anterior facial height in the treatment of class I malocclusion with crowding and
protrusion treated with fixed orthodontic and four first premolars extraction. Materials and Methods: The sample was a set of 30
cephalometric radiographs with class I Angle malocclusion, with crowding and protrusion that was treated with four first premolars
extraction, before and after treatment. Samples were men and women at the age of 18 years at the beginning of treatment. Treatment
was done with Straight Wire Appliance without miniscrew. Results: Wilcoxon Signed Rank test showed significant change in the lower
anterior facial height; the total anterior facial height increased in the treatment while there were no significant changes on the posterior
facial height and the ratio of anterior-posterior facial height. Conclusion: There was an increase in the lower anterior facial height
after the treatment and no changes in the posterior facial height after the treatment.
Key words: class I malocclusion, lower anterior facial height, four first premolars extraction.
penelitian ini adalah 30 sampel foto sefalometri pada yang diperoleh hasil sbb:
perawatan maloklusi kelas I Angle berdesakan dan
protrusi dengan pencabutan 4 premolar pertama sebelum Tabel 2. Hasil analisis data dengan uji Wilcoxon Signed Ranks
dan sesudah perawatan ortodonti. Sampel dipilih pada Test
usia 18 tahun ke atas pria dan wanita saat mulai perawatan
ortodonti. Perawatan dilakukan peranti cekat dengan
Straight Wire Appliance tanpa menggunakan headgear
atau miniscrew. Uji statistika yang digunaka One-Sample
Kolmogorov-Smirnov Test, Independet-t dan Uji
Wilcoxon Signed Rank.
Identifikasi variabel penelitian, yang termasuk
dalam variabel tergantung adalah tinggi wajah anterior
bawah dan tinggi wajah posterior dan variabel bebas
adalah maloklusi kelas I Angle, berdesakan, protrusi dan
perawatan ortodonti cekat.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian diatas tentang perubahan
tinggi wajah anterior bawah pada perawatan maloklusi
kelas I Angle berdesakan dan protrusi dengan
pencabutan 4 premolar pertama dapat disimpulkan sbb:
terjadi perubahan tinggi wajah anterior bawah yang
bertambah pada perawatan maloklusi kelas I Angle
berdesakan dan protrusi dengan pencabutan 4 premolar
pertama pada rahang atas dan rahang bawah dan tidak
terjadi perubahan bertambah atau berkurang pada tinggi
wajah posterior pada perawatan maloklusi kelas I Angle
berdesakan dan protrusi dengan pencabutan 4 premolar
pertama pada rahang atas dan bawah.
43
ABSTRACT
Background: Class II division 1 malocclusion is very often encountered with discrepancies in the transverse and sagittal dimensions.
The transverse discrepancy is commonly first corrected in order to establish a proper base for the sagittal correction. Early
orthodontic treatment showed that the transverse dimension is possible corrected using a functional regulator such as Frankel 1b
appliance. Objective: The purpose of this case report showed transverse dental arch changed facilitated by the using of Frankle 1b
appliance during treatment. Case management: In this case report a 10 years old girl with a Class II malocclusion showed
mandibular retrognathic, mild crowding, normal maxillary, hipertonus of lower lips, incompetent lips, and a large overjet. Result:
After 11 months treatment showed the progress in reducing of anterior arch length and there was a significant development in the
transverse arch changed, and improvement of upper and lower incisors inclination. Conclusions: Frankel 1b appliance was very
effective to stimulate the growth of the arch in the transverse and sagittal direction in order to correct arch discrepancies. In this case,
before treatment patient has SNA 81o, SNB 74o, ANB +7o, overjet 8 mm, overbite 5 mm. After 11 months treatment SNA 80o, SNB 74o,
ANB +5o, overjet 6 mm, overbite 4.5 mm. However treatment must be continue to the second phase of fixed appliance therapy to
achieve an optimal results.
Key words : class II div 1 malocclusion, Frankel 1b appliance, transverse and sagittal discrepancy
karies dentin.
Setelah 11 bulan perawatan dilakukan evaluasi
ulang. Terlihat peningkatan estetik pada pemeriksaan
ekstraoral, profil terlihat normal, bibir atas dan bibir
bawah normal, dengan relasi bibir tertutup. Pada
pemeriksaan gigi geligi terjadi perubahan, overjet
berkurang dari 8 mm menjadi 6 mm, sedangkan malposisi
gigi masih ada (gambar 6 dan gambar 7). Analisa
sefalometri lateral pasca perawatan memperlihatkan SNA
berkurang dari 81o menjadi 80o, SNB tetap 74o , ANB dari
+7o menjadi +5o (gambar 8 dan Tabel 2)
Etiologi
Pada kasus ini maloklusi Klas II divisi 1
disebabkan oleh faktor herediter dari orang tua ditambah
dengan adanya bernafas melalui mulut dan kebiasaan
buruk menggigit bibir bawah.
Tujuan Perawatan
Usia pasien masih dalam tahap tumbuh
kembang, maka perawatan dilakukan dalam 2 tahap.
Tahap pertama bertujuan untuk mengoreksi hubungan
rahang dan diskrepansi dalam arah transversal maupun
sagital dengan menggunakan piranti Frankel 1b.
Operator memilih untuk menggunakan piranti
Frankel 1b karena pertimbangkan kenyamanan pasien
meskipun overjet pasien lebih dari 7 mm yaitu 8 mm.
Gigitan kerja dibuat seoptimal mungkin ±2 mm
dalam arah vertikal guna membatasi peningkatan pola
pertumbuhan vertikal pada pasien, dan mandibula
dimajukan sampai relasi kaninus Klas I. Frankel 1b
bertujuan untuk mengeliminasi tekanan otot bukal dan
labial sehingga terjadi perkembangan spontan tulang
alveolar, lengkung gigi dan dapat memacu pertumbuhan Gambar 6. Foto profil pasca-perawatan
rahang ke arah transversal maupun sagital. Pasien dilatih
menutup mulut yang berguna untuk koreksi relasi bibir
atas dan bawah dan juga sekaligus pasien akan terbiasa
untuk bernafas melalui hidung.
Setelah diskrepansi lengkung gigi terkoreksi
dalam hubungan transversal dan sagital, perawatan
kemudian tetap harus dilanjutkan pada tahap kedua yaitu
perawatan dengan piranti ortodonti cekat.
Kemajuan Perawatan
Setelah piranti Frankel 1b dipasangkan pada
pasien, Pasien diinstruksikan memakai piranti Frankel
1b, 2 – 4 jam selama 2 bulan pertama, kemudian 6 - 8 jam
dibulan berikutnya pada siang dan malam hari.
Setiap kontrol dilakukan, diperiksa seluruh
klamer yang ada pada piranti Frankel 1b serta buccal
shield dan lip pad sebagai pertimbangan perlu tidaknya
dilakukan aktifasi dan dilakukan penyesuaian. Kontrol
dilakukan setiap 3 minggu sekali. Latihan untuk
memperbaiki pola penutupan mulut terus diamati.
Penambalan dilakukan pada gigi 46 yang mengalami Gambar 7. Foto intra oral pasca-perawatan
46 Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 43-47
PEMBAHASAN
Piranti Frankel memiliki 2 efek utama. Pertama,
menyediakan pola bagi fungsi otot-otot kraniofasial.
Piranti ini menyediakan keseimbangan artifisial dari
lingkungan sehingga akan meningkatkan pola aktifitas
otot lebih normal.2
Salah satu filosofi Frankel adalah prinsip
Vestibular arena of operation, gigi geligi dipengaruhi
oleh fungsi otot perioral. Fungsi otot perioral yang
abnormal akan menciptakan hambatan bagi pertumbuhan
optimal kompleks dento-alveolar. Piranti Frankel dibuat
untuk menahan otot-otot (bukal dan labial) dari gigi
geligi, sehingga struktur dento-alveolar dapat
berkembang dengan bebas. Piranti Frankel bekerja
sebagai alat latihan atau alat oral gymnastic yang
Gambar 8. Superimposisi sefalometri lateral pra dan pasca membantu koreksi fungsi otot perioral yang abnormal.2
perawatan Gaya aksi piranti Frankel pada struktur
dento-alveolar salah satunya adalah meningkatkan
Tabel 2. Data analisis sefalometri pasien sebelum dan sesudah dimensi transversal dan sagital. Buccal shield dan lip
perawatan
pads memainkan peranan penting dalam mengeliminasi
gaya-gaya abnormal yang mempengaruhi struktur
dento-alveolar dari regio perioral dan pada waktu yang
sama gaya yang diinginkan bekerja dalam kavitas oral
(seperti gaya dari lidah). Buccal shield dan lip pads
memberikan tarikan konstan ke arah luar pada jaringan
lunak dan otot-otot yang berhubungan dengan tulang
di bawahnya melalui serat pada periosteum tulang.
Tarikan jaringan ini pada periosteum menyebabkan
pembentukan tulang dan juga membantu dalam
pergerakan lateral rangka dento-alveolar.2
Usia puncak pertumbuhan pasien sangat
mempengaruhi hasil perawatan pada pasien masa
tumbuh kembang. Dalam laporan kasus ini menunjukkan
usia kronologis pasien yaitu 10 tahun. Menurut Neetika
dan Prabu (2011), penggunaan piranti Frankel pada
pasien usia 15 tahun dapat meningkatkan ekspansi
transversal sebesar 2 mm, dan peningkatan dalam arah
sagital sebesar 5 mm. Zorana (2015) menyatakan bahwa
perubahan istimewa pada pemakaian piranti Frankel
adalah kesuksesannya dalam mencapai harmoni wajah
Hasil analisa sefalometri lateral menunjukkan secara keseluruhan.1,7
SNA berkurang menjadi 800 dan SNB bertambah menjadi Berdasarkan analisa Cervical Vertebrae (CV)
74.50. ANB berkurang menjadi 5.50. Inklinasi gigi dari Hassel dan Farman maturasi skeletal pasien berada
insisivus rahang atas menjadi tegak yaitu sebesar 1010 pada stage 2 pertumbuhan dengan harapan
(Tabel 2). pertumbuhan 65-85%. CV 2 dan CV 3 memiliki inferior
Perubahan paling signifikan terjadi pada border yang konkaf, dengan bentuk bodi mendekati
bentuk lengkung gigi, dari V shaped menjadi oval. rektangular. CV 4 memiliki inferior border yang flat.
Analisa Pont menunjukkan perubahan tersebut Maturasi skeletal menunjukan bahwa usia ini merupakan
(Tabel 3). waktu yang tepat dalam melakukan perawatan dengan
pesawat fungsional Frankel 1b untuk mengoreksi
lengkung gigi dalam arah transversal dan sagital.2
SIMPULAN
Maloklusi Klas II divisi 1 sangat umum dijumpai
dengan masalah bentuk lengkung V shaped dan sedikit
crowding. Pasien dalam masa tumbuh kembang sangat
dianjurkan untuk dirawat menggunakan piranti
Tabel 3. Analisa Pont pra dan pasca-perawatan fungsional Frankel karena dinilai efektif dalam merawat
Zulfan Muttaqin, dkk: Changes of transverse 47
DAFTAR PUSTAKA
1. Stamenkovic Z, Raijkovic V , Ristic V. Change in soft
tissue profile using functional appliances in the treatment
of skeletal class II malocclusion. Srp Arh Celok Lek.
2015;143(1-2):12-5.
2. Bhalajhi SI. 2003. Orthodontics the art and science. 3rd Ed.
Arya (Medi) publishing house. p.179-347.
3. Cozza P, Baccetti T, Franchi L. Mandibular changes pro-
duced by functional appliances in class II malocclusion: a
systematic review. Am J Orthod Dentofacial Orthop.
2006;129(599):1-12.
4. Tollaro I, Baccetti I, Ranchi L, Tanasescu CD. Role of
posterior transverse interarch discrepancy in class II divi-
sion 1 malocclusion during the mixed dentition phase. Am
J Orthod Dentofacial Orthop. 1996;4(110):417-22.
5. Sharma NS. Management of a growing Skeletal Class II
Patient: A Case Report. Int J Clin Pediatr Dent.
2013;6(1):48-54.
6. Chadwick SM, Aird JC, Taylor PJS. Functional regulator
treatment of class II division 1 malocclusions. Eur J
Orthod. 2001;23:495-505.
7. Prabhu NM, Prabhu. Interception of class II div 1 maloc-
clusion by phase I treatment with frankel appliance. Int J
Clin Pediatr Dent. 2011;2:59-62.
48
ABSTRACT
Today, aesthetic smile is one of important things to build self-confidence in daily life. A perfect smile consists of correct position and
shape of anterior teeth. In this case report, an Asian woman complained about her crowding teeth, imperfect size teeth (22) and
congenital missing teeth (12). She wanted to improve her smile and build her confidence. She had dental skeletal class I, molar
relation class I Angle type 1, mild crowding teeth, agenesis 22 and cone size of 12. First, she was treated by GAC Straight Wire Roth
Bracket Slot .18 to correct the crowding and create space for dental implant. After the space between 13 and 11 is gained, a Dentium
Slimline 2.5 x 10 mm implant with Empress all porcelain crown was placed to replace 12. Six months later a direct composite veneer
(Ivoclar Empress A2) was built to correct cone size of 22. Total treatment time was 20 months. As the result, a beautiful smile and
good occlusion were obtained. In conclusion, it was proven that the joint treatment of orthodontic, implant and direct composite
veneer can solve the patient’s smile problem.
Etiologi
Kehilangan gigi, bentuk gigi conus serta
susunan gigi yang berjejal diduga akibat genetik. Pasien
menyatakan belum pernah dilakukan pencabutan pada
gigi tetap anterior rahang atas dan tidak memiliki
Gambar 1. Foto ekstra oral pasien sebelum perawatan kebiasaan buruk.
Kemajuan Perawatan
Pasien dirawat dengan bracket Roth slot .18
merk GAC dengan menggunakan teknik Straight Wire.
Tahapan perawatan orthodonti diawali dengan
penggunaan kawat 0.14 sentaloy (Cu Ni Ti) juga merk
GAC. Dalam waktu 4 kali kunjungan, tahap leveling dan
alignment pada maxilla dan mandibula telah diperoleh.
Pada tahap ini dilakukan penggantian kawat 0.14
sentaloy menjadi kawat SS 0.16 maxilla dan mandibula.
Lalu dipasang open coil spring untuk memperoleh
ruangan untuk implant gigi 12. Setelah 2 kali kunjungan,
terdapat ruangan sebesar 4 mm pada regio 12. Setelah
open coil spring dilepas dan menunggu jadwal operasi,
pasien meminta untuk dibuatkan gigi tiruan lepasan
karena malu terlihat ompong. Selain itu gigi tiruan dapat
dimanfaatkan sebagai penjaga ruangan 12 sebelum
operasi (Gambar 4).
Gambar 2. Foto intra oral pasien sebelum perawatan Gambar 4. Intra oral sebelum pemasangan implant
Majalah Ortodontik Desember 2015, Edisi kedua 48-51
50
PEMBAHASAN
Gambar 6. Dental foto Implant dan crown Pada saat datang pertama kali, pasien tampak
kurang percaya diri dan ragu untuk tersenyum lebar
Setelah crown terpasang sempurna, mulailah karena susunan giginya yang tidak teratur, diastema dan
tahap pelepasan bracket dan pemasangan direct terdapat bentuk gigi tidak normal. Setelah perawatan,
composite veneer pada gigi 22 (digunakan composite pasien merasa lebih percaya diri karena susunan gigi
merk Ivoclar Empress A2) untuk memperbaiki bentuk telah rapi, keharmonisan dan kesimetrisan antara sisi
gigi 22. Setelah semua prosedur selesai, baru dilakukan kanan dan kiri juga telah diperoleh sehingga senyum
pemasangan fiber ortho retainer pada kedua rahang. pasien tampak lebih estetik dibanding sebelum
Total masa perawatan adalah 1 tahun. Pasien menolak perawatan (Gambar 7).
dilakukan radiografi pasca perawatan karena pasien saat Pengurangan tulang pada regio 11 juga
selesai perawatan sedang dalam keadaan mengandung. bermanfaat sebagai auto bone graft dan menambah
Veronica, dkk: Joint treatment of orthodontic 51
SIMPULAN
Perbaikan susunan gigi, pemasangan implant
dan direct composite veneer pada pasien ini terbukti
meningkatkan keharmonisan serta kesimetrisan senyum
pasien sehingga senyum pasien lebih estetik dan pasien
menjadi lebih percaya diri. Kerja sama yang baik antar
disiplin ilmu diperlukan dalam mentapkan rencana
perawatan dan tindakan yang tepat dalam merawat
pasien ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Beyer A, Taushe E, Boening K, Hazer W. Orthodontic
Space Opening in Patients with Congenitally Missing
Lateral Incisors: Timing of Orthodontic Treatment and
Implant Insertion. Angle Orthod. 2007; 77; 3:404-409
2. Havens D C, McNamara Jr JA, Singler LM, Baccetti T.
The Role of Posed Smile in Overall Facial Esthetics, Angle
Orthod. 2010; 80; 2:322-328
3. Proffit WR. 2013. Contemporary Orthodontics. 5th Ed.
Mosby Co, St.Louis:186. p. 168-175
4. Van der Geld P, Oosterveld P, Van Heck G, Kuijpers-
Jagtman A M. Smile Attractiveness. Angle Orthod. 2007;
77; 5:759-765
52 Majalah Ortodontik Juni 2015, Edisi kesatu 44-48
53
54