Academia.eduAcademia.edu

Pola Asuh Keluarga Jama’Ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah

2021

Pola asuh atau pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam bersikap dan berperilaku tidak terlepas dari pengamatan anak. Meniru kebiasaan orang tua adalah suatu hal yang sering anak lakukan, karena memang pada masa perkembangannya, anak selalu ingin menuruti apa-apa yang orang tua lakukan. Dakwah bi al-hal biasa dilakukan oleh jamaah tablig di dunia, mereka keluar dari rumah-rumah mereka dan kemudian mendakwahkan Islam dengan konsep al-khuruj. Konsep pencariaan jati diri melalui khuruj tersebut ternyata digunakan pula dalam membentuk keluarga sakinah. Pola asuh yang diterapkan orang tua dalam keluarga ...

Al-Muaddib :Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman issn online : 2549-0427 | issn cetak : 2528-2492 | Vol. 6 No.1 (2021) | 109-125 DOI: http://dx.doi.org/10.31604/muaddib.v5i1.109-125 POLA ASUH KELUARGA JAMA’AH TABLIGH DALAM MEMBINA KELUARGA SAKINAH Dedi Yuisman IAI Yasni Bungo Jambi [email protected] ABSTRAK Pola asuh atau pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapatkan pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam bersikap dan berperilaku tidak terlepas dari pengamatan anak. Meniru kebiasaan orang tua adalah suatu hal yang sering anak lakukan, karena memang pada masa perkembangannya, anak selalu ingin menuruti apa-apa yang orang tua lakukan. Dakwah bi al-hal biasa dilakukan oleh jamaah tablig di dunia, mereka keluar dari rumah-rumah mereka dan kemudian mendakwahkan Islam dengan konsep al-khuruj. Konsep pencariaan jati diri melalui khuruj tersebut ternyata digunakan pula dalam membentuk keluarga sakinah. Pola asuh yang diterapkan orang tua dalam keluarga Jama‘ah Tabligh adalah keteladanan, ta’lim rumah, mengajak anak-anak keluar (khuruj), menyekolahkan anak di pondok pesantren, dan melakukan usaha batin (Infirodi). Pola asuh ini sangat berdampak bagi pendidikan agama anak. Faktor keberhasilan pendidikan agama anak adalah keimanan, ekonomi, kesungguhan, latar belakang pendidikan orang tua, dan lingkungan. Key Words: Pola Asuh, Jama’ah Tabligh, Keluarga Sakinah Pendahuluan Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Kualitas dan intensitas pola asuh orang tua bervariasi dalam mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Bervariasinya kualitas dan intensitas pola asuh itu dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan orang tua, mata pencaharian hidup, keadaan sosial ekonomi, adat istiadat, suku bangsa, dan sebagainya. Setiap suku bangsa memiliki pola asuh dalam mendidik anak. Adat istiadat suatu suku bangsa memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola asuh yang diterapkan oleh orang tua suatu suku bangsa. Pengetahuan, gagasan dan konsep yang dianut sebagian besar suatu bangsa yang disebut adat-istiadat akan mempengaruhi pola asuh orang tua dalam mendidik anak. Selain itu, faktor kelompok atau golongan yang menjadi tempat bernaungnya kedua orang tua dapat juga mempengaruhi pola asuh orang tua, termasuk dalam agama Islam yang memiliki beberapa golongan, kelompok, sekte maupun organisasi. Salah satu golongan atau kelompok tersebut adalah Jama‘ah Tabligh. 109 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Jama‘ah Tabligh merupakan sebuah Jama‘ah Islamiyyah yang dakwahnya berpijak pada penyampaian (tabligh) tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada setiap orang yang dapat dijangkau. Jama‘ah ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan sebagian waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah dengan menjauhi bentuk-bentuk kepartaian dan masalah-masalah politik.1 Jama‘ah ini didirikan oleh Syeikh Muhammad Ilyas Kandahlawi (1303-1364), beliau lahir di Kandahlah, sebuah desa di Saharnapur, India. Mula-mula beliau menuntut ilmu di desanya, kemudian pindah ke Delhi sampai berhasil menyelesaikan pelajarannya di sekolah Deoband. Sekolah ini merupakan sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak benua India yang didirikan pada tahun 1283 H/1867 M.2 Jama‘ah Tabligh lahir karena adanya “kerusakan” mental umat Islam dan banyaknya masjid-masjid yang kosong. Ibadah-ibadah wajib sudah banyak ditinggalkan oleh umat Islam. Banyak orang mengaku beragama Islam, tetapi sebenarnya mereka telah terjatuh ke lembah kemusyrikan. Syeikh Muhammad Ilyas berpendapat, tidak ada jalan untuk memperbaikinya kecuali dengan kembali kepada ajaran Rasulullah saw.3 Dalam berdakwah, kelompok Jama‘ah Tabligh bersikap santun dan ramah, jika berdebat tetap bersikap lemah lembut dengan kemahiran retorika. Kejujuran, ketulusan dan kerendahan hati selalu dijunjung tinggi, berlomba-lomba dalam berinfaq diterapkan kepada para anggota. Namun demikian, kelompok Jama‘ah Tabligh juga mendapatkan respon negatif oleh sebagian masyarakat, karena dakwah yang dikembangkan dianggap parsial, anti politik, tidak seimbang antara kepentingan dunia dan akherat, dan dalam misi dakwahnya kelompok Jama‘ah Tabligh dianggap meninggalkan keluarga sehingga kebutuhan ekonomi keluarga kurang diperhatikan.4 Dalam pandangan keluarga Jama‘ah Tabligh, anak adalah modal yang diberikan oleh Allah Swt. Barang siapa pandai menggunakannya dengan benar, maka akan mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Barang siapa salah dalam menggunakannya, maka akan mendapat kerugian yang besar pula. Selain itu, anak merupakan amanah dari Allah Swt yang akan menjadi jaminan untuk masuk surga atau neraka. Anak-anak yag dilahirkan adalah seperti kain putih, bersih. Ibu dan bapaknyalah yang membentuk anak tersebut apakah ia akan menjadi seorang yang mentaati perintah Allah Swt ataukah sebaliknya. Setiap orang tua harus bercita-cita untuk menjadikan anaknya shalih dan shalihah. Oleh karena itu, mendidik anak dengan agama harus dimulai sejak anak itu masih dalam kandungan hingga akhir hayatnya dan dimulai dari dalam keluarga. Mendidik anak pada hakekatnya adalah mendidik seorang umat Rasulullah Saw, beserta keturunannya. Merusak anak berarti merusak seluruh umat nabi Muhammad Saw. oleh sebab itu, mendidik anak harus Lembaga Pengkajian dan Penelitian WAMY, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, Cet. 6, 2006), hal. 74. 2 Ibid. 3 Abdul Aziz Dahlan (ed), Suplemen Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. 9, 2003), hal. 266. 4 Ibid., hal. 187. 1 110 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman berdasarkan cara-cara yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw, agar Islam dapat hidup secara sempurna dari generasi ke generasi hingga hari kiamat.5 Konsep Keluarga Sakinah Keluarga sebagai institusi atau lembaga pendidikan informal ditunjukkan oleh hadits Nabi Saw. yang menyatakan bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan anak paling awal dan yang memberikan warna dominan kepada anak. Sejak anak dilahirkan, ia menerima bimbingan kebaikan dari keluarga yang memungkinkannya berjalan di jalan keutamaan sekaligus bisa berprilaku di jalan kejelekan sebagai akibat dari pendidikan keluarga yang salah. Kedua orang tuanyalah yang memiliki peran besar untuk mendidiknya agar tetap dalam jalan yang sehat dan benar.6 Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. menegaskan bahwa hitam putih seorang anak, beriman atau tidaknya seorang anak sangat tergantung kepada kedua orang tuanya. ُّ ‫ع ْن‬ َّ ‫ي‬ ُ‫ع ْنه‬ َّ ‫ع ْب ِد‬ ٍ ْ‫َحدَّّ ثَنَا آدَ ُم َحدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ِذئ‬ َ ‫الرحْ َم ِن‬ َ ‫سلَ َمةَ ب ِْن‬ َ ِ ‫الز ْه ِري‬ ِ ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ َر‬ َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ب‬ َ ‫ع ْن أَبِي‬ َ ‫ض‬ ْ ‫علَى ْال ِف‬ َّ ‫صلَّى‬ ‫سانِ ِه َك َمثَ ِل‬ َ ُ‫سلَّ َم ُك ُّل َم ْولُو ٍد يُولَد‬ َ ُ‫َّللا‬ ِ ‫ط َرةِ فَأ َ َب َواهُ يُ َه ِودَانِ ِه أَ ْو يُن‬ َ ‫َص َرانِ ِه أَ ْو يُ َم ِج‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫قَا َل قَا َل النَّ ِب‬ 7 .‫عا َء‬ َ ‫ْالبَ ِهي َم ِة ت ُ ْنتَ ُج ْالبَ ِهي َمةَ ه َْل ت ََرى فِي َها َج ْد‬ Artinya: Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dza'by dari Az Zuhriy dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tunyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya? (HR. Bukhori, hadits no. 1385).8 Proses dalam melakukan pendidikan dalam keluarga perlu dasar yang bersifat Universal dan urgen. Dalam hal ini dasar pendidikan yang harus dilakukan dalam keluarga telah banyak disebutkan dalam al-Qur’an, hadis maupun ijma’ ulama. Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an: َٰٓ ‫ ََّّل‬ٞ‫ظ ِش َداد‬ٞ ‫علَ ۡي َها َملَ ِئ َكةٌ ِغ ََل‬ َ ُ ‫ارة‬ ُ ‫س ُك ۡم َوأ َ ۡه ِلي ُك ۡم ن َٗارا َوقُو ُدهَا ٱل َّن‬ َ ُ‫ََٰٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ قُ َٰٓواْ أَنف‬ َ ‫اس َو ۡٱل ِح َج‬ َ‫ٱَّلل َما َٰٓ أ َ َم َره ُۡم َو َي ۡفعَلُونَ َما ي ُۡؤ َم ُرون‬ ُ ۡ‫َيع‬ َ َّ َ‫صون‬ Wariatno (50 Tahun), Aktivis Jama‘ah Tabligh, Wawancara tanggal 9 Mei 2016. Pemahaman tersebut diperkuat oleh pendapat para ulama yang berafiliasi kepada kelompok Jama‘ah Tabligh dan sudah ditulis dalam bentuk buku atau kitab, diantaranya: Keutamaan Masturah: Usaha Da’wah di Kalangan Wanita Menurut Petunjuk Sunnah karya Maulana Muhammad Ubaidillah, terbitan Pustaka Ramadhan, tahun 2010, dan buku Mudzakarah Masturat karya Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny, terbitan Pustaka Nabawi tahun 2009. 6 M. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat (Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2009), Cet. I, hal. 123. 7 Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Isma’l al-Bukhori, Al-Jami’ Ash-Shahih (al-Qahirah: Mathba’ah Salafiah, 1400 H), Juz 1, hal. 424. 8 Makna hadits dinukil dari software sembilan kitab hadits - Lidwa Pustaka. 5 111 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. ( Q.S. At-Tahrim/66: 6) Adapun dalil konsep keluarga sakinah bagi komunitas jamaah tablig tidak berbeda dengan pemahaman umum umat Islam, yakni: ‫ت ِلقَ ۡو ٖم‬ ٖ َ‫َو ِم ۡن َءايَتِ ِهۦَٰٓ أَ ۡن َخلَقَ لَ ُكم ِم ۡن أَنفُ ِس ُك ۡم أَ ۡز َوجٗ ا ِلت َۡس ُكنُ َٰٓواْ إِلَ ۡي َها َو َج َع َل بَ ۡي َن ُكم َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم ًۚة إِ َّن فِي َذلِكَ ََلَٰٓي‬ َ‫يَتَفَ َّك ُرون‬ Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasa an-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tente ram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesung guhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. ar-Ruum : 21). Dalam ayat di atas, kalimat mawadah warohmah dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mencapai tujuan suatu keluarga yang sakinah.sebab Allah SWT sudah menjadikan adanya hubungan kewajiban yang kuat diantara anggota keluarga, bahkan melebihi mereka dengan orang yang paling dekat yaitu orang tua. Indikatornya adalah hujjah-hujjah dan dalil–dalil yang menunjukkan tentang adanya Allah, ilmu, dan rahmat-Nya, yang mengharuskan manusia itu menyembah serta mengEsakan-Nya dalam beribadah. begitu juga dalil-dalil yang menunjukkan kekuasaan-Nya dalam membangkitkan dan membalas amal perbuatan manusia. Dia yang menjadikan hamba-Nya berpasang-pasangan (suami–istri), agar merasa tenteram karena ada persamaan jenis. Dan Allah pula yang menjadikan antara suami istri kasih yaitu cinta dan rahmat yakni rasa sayang. Dan semua itu mengharuskan manusia untuk menegaskan, mencintai, serta menaati-Nya, yang artinya mengerjakan apa-apa yang diridai Allah Serta menjauhkan segara yang dilarang. Ayat lain yaitu Surat Al-A’raf : 189. َّ َ‫۞ه َُو ٱلَّذِي َخلَقَ ُكم ِمن نَّ ۡف ٖس َو ِح َد ٖة َو َجعَ َل ِم ۡن َها زَ ۡو َج َها ِليَ ۡس ُكنَ إِلَ ۡي َه ۖا فَلَ َّما تَغ‬ ‫شى َها َح َملَ ۡت َحمۡ َل َخ ِف ٗيفا فَ َم َّر ۡت‬ َّ ‫صلِحٗ ا لَّنَ ُكون ََّن ِمنَ ٱل‬ َ‫ش ِك ِرين‬ َ ‫ِب ِهۦۖ فَلَ َّما َٰٓ أَ ۡثقَلَت َّد‬ َ ‫ٱَّلل َربَّ ُه َما لَ ِئ ۡن َءات َۡيتَنَا‬ َ َّ ‫ع َوا‬ Jika suatu pasangan suami istri tidak memilki komitmen untuk membangun keluarga dengan baik, maka mereka sudah terjerumus kekeliruan besar sejak awal, saling balas dendam, bahkan mulai berputus asa yang akhirnya nanti berakibat perceraian dalam rumah tangga dan ketidak mampuan menghadapi maslah didalamnya. Hal seperti ini masih sering terjadi meskipun bentuk masalah yang dihadapi tidak harus sama. Akhirnya anaklah yang harus menjadi korban di dalam perceraian karena keegoisan orang tuanya. Maka dari itu begitu sangat pentingnya bagi pasangan suami istri akan berfondasikan agama yang kuat. Ayat tersebut menjadi dalil utama pembentukan keluarga sakinah, di mana pemahaman yang diambil oleh mereka adalah dengan jalan tekstualitas nass, bukan memahami pada sisi konteks dan substansi atas ayat-ayat tersebut. Bagi mereka, ayat tersebut ditunjukkan kepada laki-laki sebagai calon kepala keluarga di mana melalui dirinya akan dihadirkan oleh Allah pasangan yang mampu untuk menemaninya (litaskunu), sehingga menghadirkan rasa cinta (mawaddah) terhadap pasangannya dan dicurahi rahmat (rahmah) Allah Swt. kepada pasangan tersebut. 112 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Islam sebagai agama yang tujuan utamanya adalah kebahagiaan di dunia dan diakhirat. Islam sangat mementingkan pembinaan pribadi dan keluarga. Pribadi yang baik akan melahirkan keluarga yang baik, sebaliknya pribadi yang rusak akan melahirkankeluarga yang rusak. Demikian juga seterusnya, apabila keluarga baik, maka akan melahirkan negara yang baik. Manusia diberi mandat atau amanah oleh Allah sebagai mandataris-Nya. Manusia ditantang untuk menemukan, memahami dan menguasai hukum alam yang sudah digariskanNya, sehingga dengan usahanya itu ia dapat mengeksploitasinya untuk tujuan-tujuan yang baik. Dengan kata lain, ia harus mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu pula melestarikan alam ini. Karena alam yang diciptakan Allah ini bukanlah alam yang siap pakai, tetapi ia harus diolah dan dibangun oleh manusia menjadi suatu alam yang baik. Adanya anggapan alam ini sebagai suatu tempat yang siap pakai, merupakan suatu kekeliruan. Anggapan yang menyesatkan ini bertentangan dengan tugas manusia di bumi sebagai mandataris-Nya. Justru itu amat wajar Islam mengutamakan pembinaan terhadap individu dan keluarga.9 Keluarga adalah ummat kecil yang memiliki pimpinan dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masingmasing anggotanya. Keluarga adalah sekolah tempat putra-putri bangsa belajar. Dari sana mereka mempelajari sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasihsayang, ghirah (kecemburuan positif) dan sebagainya. Kebahagiaan akan muncul dalam rumah tangga jika didasari ketakwaan, hubungan yang dibangun berdasarkan percakapan dan saling memahami, urusan yang dijalankan dengan bermusyawarah antara suami, istri, dan anak-anak. Semua anggota keluarga merasa nyaman karena pemecahan masalah dengan mengedepankan perasaan dan akal yang terbuka. Apabila terjadi perselisihan dalam hal apa saja, tempat kembalinya berdasarkan kesepakatan dan agama 22 , karena syariat dalam hal ini bertindak sebagai pemisah. Allah berfirman dalam QS. AnNisa:59 yaitu: َٰٓ ِ‫ٱَّلل‬ َّ ‫سو َل َوأ ُ ْو ِلي ۡٱَلَمۡ ِر ِمن ُك ۡ ۖم فَإِن تَنَزَ ۡعت ُ ۡم فِي ش َۡي ٖء فَ ُردُّوهُ ِإلَى‬ ُ ‫ٱلر‬ َّ ْ‫ٱَّلل َوأَ ِطيعُوا‬ َ َّ ْ‫يَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ َٰٓواْ أَ ِطيعُوا‬ ‫سنُ ت َۡأ ِويَل‬ َّ ِ‫سو ِل إِن ُكنت ُ ۡم ت ُ ۡؤ ِمنُونَ ب‬ ُ ‫ٱلر‬ َّ ‫َو‬ َ ‫ر َوأَ ۡح‬ٞ ‫ٱَّللِ َو ۡٱليَ ۡو ِم ۡٱَلَٰٓ ِخ ًۚ ِر َذلِكَ خ َۡي‬ 59. O you who have believed, obey Allah and obey the Messenger and those in authority among you. And if you disagree over anything, refer it to Allah and the Messenger, if you should believe in Allah and the Last Day. That is the best [way] and best in result. Pada sisi ini, pemikiran jamaah tablig bersifat tradisional melalui transmisi keilmuan yang diraih di dalam komunitas itu sendiri. Ulama bagi mereka adalah segala-galanya, akan tetapi yang dimaksud dengan ulama di sini adalah mereka yang betul-betul menyibukkan diri di dalam dakwah atau tablig. Artinya, ulama yang berada di luar komunitas tersebut tidak tercantum di dalam daftar rujukan ulama bagi mereka. Kecuali hanya sebagai bahan sekunder atau bahkan bahan tersier.10 A.M. Ismatullah, Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah Dalam Al-Qur’an ( Perspekif Penafsiran Kitab AlQur’an dan Tafsirnya), Mazahib; Jurnal Pemikiran Hukum Islam, hal.66. 9 10 Fristia Berdian Tamza dan Ahmad Rajafi, JURNAL AQLAM -- Journal of Islam and Plurality -- Volume 2, Nomor 2, Desember 2017, hal. 98, https://media.neliti.com/media/publications/240914-dakwah-jamaah-tabligdalam-membentuk-kel-3a46f01b.pdf 113 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Sakinah dalam keluarga adalah sebagai metode/ jalan menuju tujuan perkawinan yang sesuai dengan syariat yaitu mawaddah wa rahmah. Sakinah itu penting karena tanpa ketenangan dan keamanan hati, banyak masalah yang tidak dapat diselesaikan. Pentingnya sakinah dalam sebuah keluarga membuat penulis ingin meneliti kehidupan ataupun rumah tangga pada jamaah tablig. Apakah sakinah yang dimiliki sesuai dengan konsep ajaran islam maupun undang- undang yang berlaku.11 Pola Asuh Keluarga Pengasuhan (parenting) berasal dari bahasa Latin yaitu “parere” yang artinya membangun/mendidik. Pengasuhan (child rearing) diartikan sebagai pengalaman, keterampilan, kualitas, dan tanggungjawab sebagai orang tua dalam mendidik, merawat, dan mengasuh anak. Jerome Kagan, seorang psikolog perkembangan mengartikan pengasuhan sebagai penerapan serangkaian keputusan tentang sosialisasi mengenai apa yang seharusnya dilakukan orang tua untuk menghasilkan anak yang bertanggung jawab, anak yang dapat berkontirbusi dalam masyarakat, serta bagaimana orang tua memberi respon ketika anak menangis, berbohong, marah, dan tidak berprestasi di sekolah.12 Pola asuh orang tua terdiri dari dua kata dan satu suku kata, yaitu kata pola yang berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Ketika pola diberi arti bentuk/struktur yang tetap, maka hal itu semakna dengan istilah ‘kebiasaan’, dan kata asuh yang berarti mengasuh, satu bentuk kata kerja yang bermakna (1) menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil; (2) membimbing (membantu, melatih) supaya dapat berdiri sendiri; (3) memimpin (mengepalai, menyelenggarakan) suatu badan kelembagaan. Ketika mendapat awalan dan akhiran, kata asuh memiliki makna yang berbeda. Kata asuh mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. Sedangkan orang tua merupakan suku kata berarti ayah ibu kandung (orang tua-tua); orang yang dianggap tua (cerdik pandai, ahli, dan sebagainya); orang-orang yang dihormati (disegani) di kampung. Dalam konteks keluarga, yang dimaksud orang tua adalah ayah dan atau ibu kandung dengan tugas dan tanggung jawab mendidik anak dalam keluarga.13 Pola asuh orang tua dalam keluarga berarti kebiasaan orang tua, ayah dan atau ibu, dalam memimpin, mengasuh dan membimbing anak dalam keluarga. Mengasuh dalam arti menjaga dengan cara merawat dan mendidiknya. Membimbing dengan cara membantu, melatih, dan sebagainya. Keluarga adalah sebuah institusi keluarga batih yang disebut nuclear family.14 11 Rachmad, Pembentukan Keluarga Sakinah Pada Keluarga Jama¶ah Tablig Di Kota Palangka Raya, Jurnal Studi Agama dan Masyarakat Volume 11, Nomor 2, Desember 2015, hal. 211 12 Elmanora, dkk, “Gaya Pengasuhan dan Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Kayu Manis”, dalam Jurnal Ilmu, Keluarga dan Konseling, Vol. 5, No. 2, Agustus 2012, hal. 128. 13 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Asuh Orang Tua dan Komunikasi dalam Keluarga (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2014), hal. 50-51. 14 Ibid., hal. 51. 114 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Dalam perspekif Islam, pengasuhan anak merupakan usaha nyata dari orang tua dalam mensyukuri karunia Allah Swt, serta mengemban amanah-Nya sehingga anak menjadi manusia yang mandiri. Usaha nyata orang tua dimaksud adalah mengembangkan totalitas potensi yang ada pada diri anak, baik potensi rohaniah maupun jasmaniah. Potensi rohaniah meliputi potensi pikir, rasa dan karsa, sedangkan potensi jasmaniah meliputi potensi kerja dan sehat. 15 Adapun tujuan pengasuhan orang tua terhadap anaknya menurut Alquran adalah untuk mendidik dan mengajarkan kepada anak agar menjaga hubungan vertikal dengan Allah Swt sebagai pencipta manusia dan kemudian memperbaiki dan menjaga hubungan horizontal dengan orang tua dan sesama manusia.16 Agama islam pun sangat memperhatikan tentang keluarga. Karena di dalamnya lah akan tumbuh masyarakat yang baik. Serta memperhatikan pendidikan karakter anak-anak sesuai yang diharapkan oleh masyarakat, juga halhal untuk menunjang tercapainya masyarakat yang baik. Disini, ibu merupakan faktor utama dalam mengasuh seorang anak. Suatu ketika, ada seorang ibu yang menghadap kepada Nabi Muhammad SAW lalu ia berkata: “Wahai Rosulullah SAW, ini adalah anakku, perutku adalah wadah untuk mengandungnya, nafasku adalah nafasnya, dan susuku adalah minuman baginya, namun ayahnya telah menceraikanku dan ia hendak memisahkannya dariku. Maka Rosulullah SAW : Engkau lebih berhak dengan anak itu selama engkau belum menikah. A. Model-Model Pola Asuh Orang Tua Dalam psikologi, terdapat teori induk yang sering dijadikan referensi untuk pola asuh, seperti yang dipaparkan oleh AN. Ubaedy dalam bukunya Cerdas Mengasuh Anak: Panduan Mengasuh Anak Selama Periode “Golden Age”. Empat model pola asuh tersebut adalah otoritatif, otoritarian, permisif, dan pengabaian.17 Berikut penjelasan dari masing-masing model pola asuh tersebut: 1. Pola Asuh Otoritatif (Memandirikan) Pola asuh otoritatif adalah orang tua memberikan arahan yang kuat pada seluruh aktivitas anak, namun tetap memberikan wilayah yang bebas ditentukan si anak. Mekanisme kontrol yang dipakai tidak kaku, tidak mengancam dengan hukuman, dan menghilangkan batasan-batasan yang tidak terlalu penting. Pola asuh ini dipandang sebagai yang terbaik dari yang lainnya.18 2. Pola Asuh Otoritarian (Menguasai) Pola asuh otoritarian berusaha membentuk anak, mengontrol seluruh aktivitas anak berdasar nilai tradisional yang berlaku dalam keluarga, dan memberikan standar prilaku yang baku. Orang tua lebih sering memberikan tekanan, kewajiban, dan memberikan ancaman. Orang tua melihat anaknya sebagai makhluk yang ia miliki sepenuhnya dan Iin Tri Rahayu, “Pola Pengasuhan Islami Sebagai Awal Pendidikan Kecerdasan Emosional”, artikel dipublikasikan dalam http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content /uploads/2014/03/Pola-Pengasuhan-IslamiSebagai-Awal-Pendidikan-Kecerdasan-Emosi onal.pdf, hal. 164. 16 M. Thalib, “Pola Asuh Orang Tua: Perspektif Konseling dan Alquran”, dalam Jurnal Hunafa, Vol. 4, No. 4, Desember 2007, hal. 331. 17 AN. Ubaedy, Cerdas Mengasuh Anak: Panduan Mengasuh Anak Selama Periode “Golden Age” (Jakarta: KinzaBooks, 2009), hal. 45. 18 Ibid., hal. 46. 15 115 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman ingin dibentuk sesuai dengan keinginannya. Pola asuh seperti ini kerap menimbulkan ketegangan.19 3. Pola Asuh Permisif (Membolehkan) Pola asuh permisif cenderung mencari aman, menghindari hal-hal yang sulit, menerima atau mengikuti apa kemauan si anak secara utuh. Orang tua permisif membolehkan apa yang diinginkan anak. Anak diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengontrol tindakannya. Pola asuh seperti ini seringkali kebablasan.20 4. Pola Asuh Neglectful (Mengabaikan) Pola asuh neglectful memiliki derajat lebih dari permisif. Dalam pola asuh permisif masih terdapat keterlibatan interaksi, namun dalam pola asuh neglectful ini, orang tua sama sekali tidak terlibat kecuali sebatas memberikan kebutuhan fisik lahiriyah kepada si anak, seperti makan, minum, pakaian, atau obat-obatan. Gaya neglectful ini sangat mudah diterapkan oleh orang tua yang bercerai atau yang sudah tidak harmonis lagi.21 Baumrind mengkategorikan gaya pengasuhan menjadi gaya pengasuhan tidak terikat (unengaged), serba membolehkan (permissive), otoriter (authoritative). Berbeda dengan Baumrind, Rohner mengkategorikan gaya pengasuhan menjadi gaya pengasuhan menerima dan gaya pengasuhan menolak berdasarkan teori penolakan dan penerimaan orang tua (parental acceptance rejection theory). Gaya pengasuhan lainnya dikemukakan oleh Gottman dan DeClaire mengkategorikan gaya pengasuhan ke dalam empat kategori yaitu gaya pengasuhan pengabai emosi (dismissing), gaya pengasuhan tidak menyetujui (disapproving), gaya pengasuhan laissez faire, dan pelatih emosi (emotional coaching).22 Orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak sering sekali tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang bagaimana mendidik anak yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Akibat kurangnya pengetahuan tersebut, mereka lupa akan tanggung jawab sebagai orang tua dan mendidik pun dengan pola yang tidak dibenarkan dalam Islam. Fenomana kesalahan mengenai pola asuh anak saat ini sering sekali terjadi, seperti dengan kekerasan fisik dan mental, terlalu bebas, dan sebagainya. Perlu diketahui oleh orang tua bahwa pola asuh mereka sangat mempengaruhi perubahan perilaku atau kepribadian anaknya. Jika diasuh dengan memperhatikan pola asupan makanan dan mendidik yang benar maka akan mempengaruhi kepribadian anak menjadi anak yang soleh. Begitu juga sebaliknya, apabila dididik dengan kekerasan maka anaknya menjadi anak yang krisis kepercayaan, kurang dalam intelegensinya dan sebagainya. Anak sholeh merupakan harapan semua orang tua. Anak sholeh terbentuk karena adanya perhatian orang tua terhadap asupan makanan dan pola asuh yang benar dalam Islam. 19 Ibid. Ibid., hal. 47. 21 Ibid. 22 Elmanora, Op.Cit, hal. 129. 20 116 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Jama’ah Tabligh Pada hakekatnya, Jama‘ah Tabligh adalah Jama‘ah yang memfokuskan diri dalam masalah-masalah iman dan amal shalih, yaitu dengan cara bergerak mengajak dan menyampaikan kepada manusia mengenai kepentingan iman dan amal shalih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syaikh Muhammad Ilyas ra. sendiri sebagai orang yang memulai kembali menghidupkan usaha ini. Beliau berkata, “pergerakan kami ini sebenarnya adalah pergerakan semata-mata untuk memperbaharui dan menyempurnakan iman”.23 Beliau juga mengatakan, “Kerja tabligh ini adalah kerja untuk melahirkan orang-orang yang taat beragama”.24 Jama’ah Tabligh ("Kelompok Penyampai") (Bahasa Arab: ‫ جماعةة التبليةة‬, juga disebut Tabliq) adalah gerakan dakwah Islam dengan tujuan kembali ke ajaran Islam yang kaffah. Aktivitas mereka tidak hanya terbatas pada satu golongan Islam saja. Tujuan utama dari gerakan ini adalah membangkitkan jiwa spiritual diri dan kehidupan setiap muslim. Jama’ah Tabligh merupakan salah satu pergerakan non-politik terbesar di seluruh dunia.1 Sesuai dengan ajaran yang dikembangkan oleh pendirinya, Syaikh Muhammad Ilyas, aspek-aspek yang sangat ditekankan dalam doktrin ajarannya adalah meliputi: (1 )pentingnya dzikir, (2) menegakkan shalat, (3) kesungguhan membaca Al-Qur’an, (4) keharusan bertabligh, dan (5) meniru sifatsifat para Nabi di samping meniru Rasul.2 Namun yang menjadi ciri khas gerakan JT yaitu Keluar di jalan Allah (khuruj fi sabilillah) yang berarti tabligh. Dalam tulisan ini akan banyak mengungkapkan hal tersebut.25 Jama‘ah Tabligh juga memfokuskan diri untuk mengajak kepada kebaikan (amar ma’ruf), tanpa kritik pada kemungkaran, bid’ah, khurafat dan sejenisnya seperti yang dilakukan oleh Salafi. Sebab, mereka yakin, jika dakwah dilakukan dengan cara mendobrak kemungkaran, orang akan lari dan mengalami kendala. Jika pribadi-pribadi telah diperbaiki, secara otomatis kemungkaran akan hilang. Menurut Jama‘ah Tabligh, taqlid kepada mazhab tertentu adalah wajib, sedangkan ijtihad dilarang dengan alasan tidak ada ulama yang memenuhi syarat sebagai seorang mujtahid.26 Maulana Muhammad Ilyaz rahmatullah alaih ketika melulai kegiatan dakwah tabligh ini mengatakan “Aku tidak memberikan nama apa pun terhadap usaha ini. Tetapi, seandainya aku memberinya nama, tentu aku menamakannya, gerakan iman‟.” Beliau menyadari bahwa memberikan suatu nama khusus pada kegiatan ini berarti membuat pengelompokan baru pada ummat. Ada umat yang aggota dan yang bukan anggota.Sedangkan dakwah dan tabligh adalah suatu amal ibadah seperti shalat, puasa, dzikir, dan sebagainya.Sebagaimana dalam ibadahibadah lain tidak ada pengelompokan dan keanggotaan (misalnya kelompok ahli shalat, ahli puasa dan lain-lain) demikian pula halnya dengan dakwah tablgih.27 23 Abu, Op.Cit., hal. 8. Ibid, hal. 9. 25 Siti Zulaiha : Jamaah Tablgh dalam Perspektif Psikologis, Fokus : Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol.1, No. 02, 2016, hal. 103. 26 Ahmad Syafii Mufid, Op.Cit., hal. 25. 27 Muhamad Bisri Mustofa Hukum Nafkah Terhadap Keluarga Pada Gerakan Dakwah Jamaah Tabligh, NIZHAM, Vol. 07, No. 01Januri-Juni 2019] 24 117 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Metode dakwah Jama‘ah Tabligh dimulai dengan kesadaran sendiri untuk melakukan dakwah kepada penduduk sebagai sasaran. Hidup sederhana merupakan ciri khas anggota Jama‘ah Tabligh. Mereka keluar dari masjid menuju pasar, warung-warung, kampung sambil berzikir kepada Allah Swt. dan mengajak orang untuk mendengarkan ceramah (bayan).28 Selain melalui ajakan secara langsung, dalam menyampaikan dakwahnya, Jama‘ah Tabligh juga mengembangkan lembaga pendidikan yang lebih dikenal dengan pesantren. Paling tidak terdapat dua pesantren penting yang berafiliasi kepada kelompok Jama‘ah Tabligh, yaitu Pondok Pesantren Al-Fatah di Temboro, Jawa Timur dan Pesantren Sunanul Husna Al-Jaiyah di Tangerang Selatan (Banten).29 Dasar-dasar (mabaadi’u) dakwah yang diajarkan oleh Syeikh Muhammad Ilyas Kandahlawi melalui gerakan Jama‘ah Tabligh adalah: 1. Kalimah thoyyibah, dengan mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah; 2. Mendirikan shalat; 3. Ilmu dan zikir; 4. Menghormati setiap muslim; 5. Keikhlasan; dan 6. Keluar di jalan Allah Swt. 30 Adapun sasaran kegiatan Jama‘ah Tabligh ada lima macam, yaitu: 1. Musyawarah harian para anggota Jama‘ah tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka, termasuk pendidikan anak; 2. Jaulah pertama, yaitu melaksanakan silaturrahim dengan para penghuni rumahrumah di sekitar masjid, dilakukan sekurang-kurang 2,5 jam perhari; 3. Ta’lim atau pengajaran harian menyangkut keutamaan amal (fadhoilul a’mal); 4. Jaulah kedua, yaitu kunjungan silturrahmi mingguan ke masjid-masjid terdekat untuk memakmurkan masjid tersebut; dan 5. Khuruj, yaitu berdakwah keluar, setidak-tidaknya tiga hari setiap bulan.31 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh dalam Membina Keluarga Sakinah Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Para ahli pendidikan sepakat bahwa cinta kasih, kelembutandan kehangatan yang tulus merupakan dasar yang penting dalam mendidik anak. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggungjawab, perhatian, 28 Ibid. Eva F. Nisa, “Insight Into the Lives of Indonesian Female Tablighi Jama’at”, dalam Modern Asian Studies, Vol. 48, No. 2, 2014, hal. 474-476. 30 Taqiyuddin al-Hilaly al-Husainy, Assiraajul Muniir Fii Tanbiihi Jamaa’atit Tabliigh ‘Alaa Akhtoo’ihim (t.t.p: t.p, t.t), hal. 14. Dasar-dasar yang sama juga dapat dijumpai dalam al-Mausu’ah al-Muyassarah fii al-Adyaan wa al-Madzaahib wa al-Ahzaab al-Mu’aashirah yang diterbitkan oleh Daar an-Nadwah al-‘Aalamiyyah li asySabaab al-Islamy, hal. 319. 31 Ahmad Syafii Mufid, Op.Cit., hal. 24. 29 118 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman pemahaman, respek dan keinginan untuk menumbuhkembangkan anak maupun setiap anggota keluarga. Mewujudkan kasih sayang dalam keluarga dengan hormatmenghormati, sopan santun dan tanggung jawab (kewajiban) antara suami kepada istri juga sebaliknya istri kepada suami, antara orang tua dengan anak, anak dengan orang tua dan antara saudara kandung, adik dan kakak. Dengan terlaksananya kewajiban dan hak setiap anggota keluargadapat menciptakan suasana yang penuh kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Keduanya harus berhati-hati terhadap tanggung jawab. Sebagaimana firman Allah SWT: ْ‫سا َٰٓ ًٗۚء َوٱتَّقُوا‬ َّ َ‫اس ٱتَّقُواْ َربَّ ُك ُم ٱلَّذِي َخلَقَ ُكم ِمن نَّ ۡف ٖس َو ِح َد ٖة َو َخلَقَ ِم ۡن َها زَ ۡو َج َها َوب‬ ُ َّ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلن‬ َ ِ‫ث ِم ۡن ُه َما ِر َج ٗاَّل َكثِ ٗيرا َون‬ ‫علَ ۡي ُك ۡم َرقِيبٗ ا‬ َ َ‫ٱَّلل كَان‬ َ َ‫ٱَّلل ٱلَّذِي ت‬ َ َّ َ َّ ‫ام إِ َّن‬ َ ًۚ ‫سا َٰٓ َءلُونَ بِ ِهۦ َو ۡٱَل َ ۡر َح‬ Daya cipta suami dan istri dalam menciptakan cinta kasih sayang dengan segala aspeknya, Cinta kasih dengan dasar yang kuat dan yang mampu mengatasi hubungan yang semata-mata hanya menitikberatkan kepuasan badani saja, Cinta kasih yang mempersatukan dan saling mengisi antara kedua pribadi yang berbeda. Sebagai bagian dari Islam, Jama‘ah Tabligh tidak melepaskan diri dari konsep-konsep Islam yang universal, begitu juga dengan konsep pola asuh anak. Anak-anak yag dilahirkan adalah seperti kain putih, bersih. Ibu bapaknyalah yang memebentuk anak tersebut apakah ia akan menjadi seorang yang mentaati perintah Allah Swt ataukah sebaliknya. Setiap orang tua harus bercita-cita untuk menjadikan anaknya shalih dan shalihah. Oleh karena itu, mendidik anak dengan agama harus dimulai sejak anak itu masih dalam kandungan.32 Pendidikan anak harus dilakukan secara sunnah dengan tujuan agar Islam secara sempurna dapat hidup dari generasi ke generasi.33 Adapun pentingnya mendidik anak secara sunnah adalah sebagai berikut: 1. Anak adalah modal yang diberikan Allah Swt. barang siapa pandai menggunakannya dengan benar; maka akan mendapat keuntungan yang sangat besar. Barang siapa yang salah dalam menggunakannya, maka akan mendapat kerugian yang besar. 2. Anak adalah amanah Allah Swt, yang akan memberi jaminan untuk masuk surga atau neraka. Mendidik anak pada hakekatnya adalah mendidik seorang umat Rasulullah Saw, beserta keturunan mereka nanti. Merusak anak berert merusak seluruh ummat Muhammad Saw. 3. Setiap orang akan ditanya atas tanggungannya, dan anak adalah tanggung jawab orang tua yang akan ditanya Allah pada hari kiamat kelak. 4. Mendidik anak secara sunnah akan mengantar anak ke pintu surga. 5. Mendidik sunnah kepada anak sejak sedini mungkin, ibarat menukir di atas batu.34 Mendidik dan mengasuh anak bukanlah perkara yang mudah, apalagi mendidik mereka berdasarkan petunjuk Rasulullah Saw. di antara adab-adab dalam mendidik anak adalah: Maulana Muhammad Ubaidillah, Keutamaan Masturah: Usaha Da’wah di Kalangan Wanita Menurut Petunjuk Sunnah (Bandung: Pustaka Ramadhan, 2010), hal. 106. 33 Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny, Mudzakarah Masturat (Cirebon: Pustaka Nabawi, 2009), hal. 48. 34 Ibid., hal 48-48. 32 119 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mendidik anak bermula dari sejak melakukan hubungan intim suami istri. kemudian berlanjut pada masa hamil, melahirkan, menyusui dan tahapan-tahapan selanjutnya. Ketika seorang ibu sedang mengandung, ia harus banyak membaca Alquran, terutama surat-surat yang dianjurkan, seperti surat Yusuf, surat Luqman dan surat Maryam. Apabilda sang ibu akan menyusui, hendaknya berwudhu, membaca shalawat dan berzikir selama menyusui. Sejak kecil tanamkan kecintaan pada Allah Swt, Rasul-Nya, dan Alquran, serta kisahkisah para sahabat. Terapkan disiplin shalat dan memeri hukuman ketika melanggar. Ajarkan cara hidup berdasarkan sunnah dan didiklah mereka untuk membenci cara non-sunnah. Memberi teladan dan contoh yang baik. Waspadai pergaulan anak dan orang tua berkewajiban memilih teman-teman yang shalih bagi anaknya. Hal ini karena anak-anak sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya, baik mempengaruhi pertumbuhan maupun fikirannya. Memisahkan tempat tidur antara laki-laki dan perempuan. Sempatkan bercanda dan bermain-main dengan anak. Aspek-aspek tarbiyah yang harus ditanamkan kepada anak antara lain: a. Aqidah yang lurus; b. Ibadah yang benar; c. Fisik yang sehat; d. Akhlak yang mulia; e. Pemikiran yang matang; f. Urusan yang tertib dan rapi; dan g. Kerakusan atas kebaikan.35 Beberapa konsep dasar pendidikan dan pola asuh anak pada keluarga Jamaah Tabligh adalah sebagai berikut: 1) Anak-anak yang dilahirkan bagaikan kain putih bersih, ibu dan bapaknyalah yang akan membentuk anak itu, apakah ia menjadi taat kepada perintah Allah Swt. atau sebaliknya 2) Pendidikan agama anak harus dimulai sejak masih berada dalam kandungan, terlebih lagi sejak ia dilahirkan terutama pada tahun-tahun pertama. 3) Apabila anak mulai berbicara, maka ajarkanlah pertama kali padanya mengucapkan kalimat thoyyibah atau lafaz Allah Swt. 4) Mengajarkan adab-adab sunnah dalam kehidupan sehari-hari kepada anak-anak dan menjadi contoh atau teladan bagi mereka sehingga ketika dewasa akan mudah untuk mengamalkan sunnah. 5) Mengajarkan kepada anak-anak kecintaan dan ketaatan kepada Allah Swt, dan rasul-Nya, serta kecintaan kepada surga. 6) Mengajarkan anak untuk berpakaian secara Islami, menutup aurat terutama anak perempuan. 7) Tidak membiasakan anak setelah berumur lima tahun menemui tamu yang bukan mahramnya, terutama anak perempuan. 35 Ibid. 120 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) Menunjukkan perhatian dan rasa kasih sayang pada anak karena ini sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya. Pendidikan dan pembiasaan shalat dimulai ketika anak berumur tujuh tahun, dan memukul mereka dengan rotan jika setelah berumur sepuluh tahun mereka belum mau mengerjakan shalat. Anak laki-laki dididik untuk shalat berjamaah di masjid dan tanamkan perasaan cinta kepada masjid ke dalam hati mereka. Membiasakan anak perempuan untuk memakai hijab ketika keluar rumah, karena mereka sudah menimbulkan daya tarik seksual. Memisahkan kamar anak laki-laki dan perempuan meskipun mereka saudara kandung. Mengadakan majelis ta’lim dan musyawarah harian di rumah. Menceritakan kisahkisah para nabi dan para sahabat. Memberitahu mereka tentang usaha dakwah, tanggungjawab terhadap dakwah dan pentingnya khuruj fii sabilillah, sehingga mereka paham dan bersedia ditinggal oleh orang tuanya untuk berdakwah. Orang tua harus teliti dalam memilih lingkungan untuk anak dan perhatikanlah teman-teman sepermainannya karena anak-anak mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar yang akan mempengaruhi pertumbuhan pikirannya. Semua perbuatan atau percakapan kita dengan anak-anak, dan semua yang ada di dalam atau di luar hendaknya dihubungkan dengan kebesaran Allah Swt.. Empat cara untuk meningkatkan keimanan anak-anak, yaitu: dengan melihat, mendengar, berbicara, dan berpikir. Karena anak-anak mempunyai sifat ingin tahu, maka beritahu mereka ganjaranganjaran yang mereka terima bila melaksanakan perintah Allah Swt. dan beritahukan juga suasana kehidupan di alam akherat. Orang tua hendaknya mengamalkan terlebih dahulu semua ajaran yang telah mereka berikan kepada anak-anaknya, karena anak-anak selalu mengikuti perbuatan orang tuanya. Setelah berumur dua belas tahun, anak harus dikenalkan kepada hukum-hukum pergaulan antara laki-laki dan perempuan serta tekankan penggunaan hijab pada anak perempuan. Boleh mengajak anak laki-laki berusia lima belas tahun untuk khuruj tiga hari dan empat puluh hari bila telah berusia delapan belas tahun. Bagi anak perempuan yang berusia delapan belas tahun, boleh diajak keluar masturah tiga hari disertai mahramnya. Jika anak telah dewasa dan layak untuk menikah, maka carikan mereka jodoh yang baik, terutama bagi anak perempuan. Jangan biarkan mereka bergaul dengan bukan mahram. Karena bila mereka berbuat dosa, maka orang tua juaga ikut menanggungnya. Tanggung jawab pendidikan anak baru selesai jika mereka telah berumah tangga dan mandiri. Bagi anak perempuan ia telah menjadi tanggung jawab suaminya. Hendaklah memberi perhatian lebih khusus kepada anak perempuan daripada anak laki-laki, karena anak perempuan mempunyai keistimewaan khusus yang diberikan 121 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Allah Swt, dan Allah Swt. menjamin surga bagi orang tua yang memuliakan anak perempuan. 36 Adapun konsep pendidikan adab dan akhlak bagi anak dalam keluarga Jama‘ah Tabligh adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) Anak-anak harus diajari agar tidak memasuki kamar orang tuanya tanpa izin, terutama pada tiga waktu aurat, yaitu: sebelum waktu subuh, ketika waktu istirahat antara zuhur dan asar, dan setelah shalat Isya. Hendaknya anak diajari untuk mengucapkan salam ketika masuk rumah sendiri dan rumah orang lain. Begitu juga ketika bertemu dan berpisah dengan seseorang. Biasakan anak untuk memberi, karena dengan cara ini ia akan menjadi dermawan. Orang tua hendaknya mengajari anak dengan bijaksana agar tidak suka meminta kepada orang lain, karena ini merupakan kebiasaan buruk dan menyebabkan ia menjadi tamak dan iri. Orang tua hendaklah bersikap tegas kepada anak dan jangan menyerah pada keinginan anak. Orang tua tidak boleh selalu memenuhi apa yang diminta oleh anak karena ini adalah kebiasaan buruk dan dapat menyebabkan anak tidak hormat kepada orang tua. Hendaklah orang tua jangan membiarkan anak-anak pergi ke rumah orang lain pada saat makan, karena akan merepotkan tuan rumah. Tanamkan kebiasaan pada anak untuk makan berjamaah dan menerima apapun pemberian orang tua kepadanya (sifat qonaah). Tanamkan dalam diri anak untuk membenci perkataan dusta. Tanamkan kepada diri anak untuk berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada seseorang yang telah ia sakiti. Tanamkan kepada anak agar tidak melakukan sesuatu dengan sembunyisembunyi karena biasanya anak hanya akan melakukan hal tersebut bila ia menganggap bila sesuatu perbuatan yang tidak baik. Hendaknya orang tua jangan berbicara di depan anak dengan kata-kata dan bahasa yang kasar, tapi menggunakan kata-kata dan bahasa yang baik sehingga anak akan belajar menggunakan bahasa yang baik. Orang tua hendaknya tidak membiarkan anak senang melihat hiburan-hiburan, seperti TV, videogame, play station, dan sebagainya, serta mencegah anak menggunakan uangnya untuk hal-hal tersebut. Ajarkan anak agar ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya sendiri, jangan biarkan mereka pasif dan malas, seperti menyiapkan dan membereskan tempat tidurnya sendiri. Hendaklah selalu memberi semangat kepada anak-anak, jangan menunjukkan rasa kecewa di depan mereka saat orang tua membetulkan dan memperbaiki sikap dan perbuatan mereka. 36 Ida dan Ah. Bambang, Masturah: Usaha Dakwah di Kalangan Wanita Muslimah (buku tidak diterbitkan, 2010), hal. 96-97. 122 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman 16) 17) 18) 19) 20) 21) 22) 23) 24) Hendaklah mengajarkan anak perempuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti menyapu, membersihkan perabotan, mencuci piring dan sebagainya. Hendaklah orang tua tidak memihak secara tidak adil jika terjadi pertengkaran antara anak-anak tetapi selidikilah dengan teliti siapa yang salah. Hendaknya orang tua tidak menghukum anak-anak dalam keadaan marah. Tunggu sampai marah reda dan berpikirlah tiga kali sebelum memberikan hukuman. Setelah menghukum anak karena suatu kesalahan, hendaknya orang tua tidak segera mengajak anak bermain-main dan menampakkan rasa kasihan kepadanya karena itu akan menyebabkan anak kehilangan rasa takut pada orang tuanya. Orang tua hendaknya jangan bertengkar di hadapan anak-anaknya dan melibatkan mereka, karena itu merupakan tindakan yang bodoh. Hendaknya semua perselisihan dan perbedaan dibicarakan secara rahasia di kamar tidur. Orang tua hendaknya tidak mengikuti dan mengajarkan adat jahiliyah kepada anak-anaknya, seperti menanamkan kebencian dalam hati anak terhadap musuhnya dan lain-lain. Orang tua hendaknya mengajarkan anak agar senantiasa menyambung silaturrahim walaupun terhadap orang yang memutuskan silaturrahim dengan dirinya. Ajarkan anak-anak akhlak Rasulullah dan para sahabat. 37 Kesimpulan Pola asuh orang tua merupakan cara orang tua dalam mendidik, membimbing dan membina anak-anaknya dalam keluarga agar menjadi pribadi-pribadi yang berdaya guna pada masa dewasanya. Pola asuh orang tua yang benar akan melahirkan individu yang benar, sedangkan pola asuh yang salah akan melahirkan individu yang salah pula. Pemilihan pola asuh yang benar adalah sesuatu yang mutlak bagi terwujudnya generasi yang baik pada masa yang akan datang. Pola asuh yang telah diterapkan dalam keluarga Jama‘ah Tabligh memiliki implikasi yang luas dan baik bagi terwujudnya generasi Islam yang diharapkan, khususnya dalam pengamalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa beragamnya pola asuh orang tua, akan melahirkan hasil yang beragam pula. Hasil penelitian ini memberikan gambaran kepada pembaca bahwa keluarga merupakan institusi penting dalam melahirkan individu yang berkarakter dan berkualitas bagi kepentingan agama dan bangsa. 37 Ibid., hal. 97-98. 123 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Daftar Pustaka Alquran dan Terjemahan. Surabaya: PT. Al-Hidayah. t.t. Abdul Aziz Dahlan (ed). Suplemen Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, Cet. 9. 2003. Abdullah Naashih ’Ulwan. Tarbiyatul Aulaad Fil Islaam. t.t.p: Darussalam li ath-thibaa’ah wa anNasyr wa at-Tauzi’, t.t, Juz. I - II. Abdurrahman Ahmad as-Sirbuny. Mudzakarah Masturat. Cirebon: Pustaka Nabawi, 2009. Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Isma’l al-Bukhori. Al-Jami’ Ash-Shahih. al-Qahirah: Mathba’ah Salafiah, Juz 1, 1400 H. Abu Muhammad Ahmad Abduh. Kupas Tuntas Jamaah Tabligh 1. Bandung: Khoiru Ummat, Cet. I, 2008. Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia, Cet. II, 2012. Ahmad Syafii Mufid. “Faham Islam Transnasional dan Proses Demokratisasi di Indonesia”. Harmoni: Jurnal Multikultural & Multireligius, Vol. III, No. 31, April-Juni 2009. al-Imam al-Hafiz Muhammad ibn Isa ibn Saurah at-Tirmizi. Sunan at-Tirmizi. Riyad: Maktabah al-Ma’arif li an-Nasyr wa at-Tauzi’, cet. I, t.t. AN. Ubaedy. Cerdas Mengasuh Anak: Panduan Mengasuh Anak Selama Periode “Golden Age”. Jakarta: KinzaBooks, 2009. Ani Siti Anisah. “Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya Terhadap Terhadap Pembentukan Karakter Anak”. Jurnal Pendidikan Universitas Garut, Vol. 5, No. 1, 2011. An-Naddhr M. Ishaq Shahab. Khuruj Fi Sabilillah: Sarana Tarbiyah Ummat Untuk Membentuk Sifat Imaniyyah. Bandung: Al-Ishlah Press, t,t. Anonim. Direktori Kasus-Kasus Aliran, Pemikiran, Paham, dan Gerakan Keagamaan di Indonesia. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2010. Aunu Rofiq Djalani. ”Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kualitatif”. Majalah Ilmiah Pawiyatan, Vol. XX, No. 1, Maret 2013. Basidin Mizal. “Pendidikan dalam Keluarga”. Jurnal Ilmiah Peuradeun, Vol. 2, No. 3, September 2014. Bety Bea Septiari. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta: Nuha Medika, 2012. Binti Qoni’ah. “Pendidikan Anak dalam Perspektif Hadis”. Disertasi, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidyatulllah Jakarta, 2007. Budimansyah. “Gerakan Jama’ah Tabligh Dalam Tinjauan Maqashid Al-Din”. Al-‘Adalah, Vol. X, No. 3 Januari 2012. Daar an-Nadwah al-‘Aalamiyah li asy-Sabaab al-Islamy. al-Mausu’ah al-Muyassarah fii al-Adyaan wa al-Madzaahib wa al-Ahzaab al-Mu’aashirah. Ar-Riyaadh: Daar an-Nadwah al‘Aalamiyyah li ath-Thibaa’ah, 1420 H / 1998 M. Didi Junaidi. “Memahami Teks, Melahirkan Konteks: Menelisik Interpretasi Ideologis Jamaah Tabligh”, Journal of Qur’an and Hadits Studies, Vol. 2, No. 1, 2013. Dindin Jamaluddin. Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013. Djam’an Satori dan Aan Komariah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2011. Elmanora, dkk. “Gaya Pengasuhan dan Perkembangan Sosial Emosi Anak Usia Sekolah pada Keluarga Petani Kayu Manis”, dalam Jurnal Ilmu, Keluarga dan Konseling, Vol. 5, No. 2, Agustus 2012. 124 Pola Asuh Keluarga Jama’ah Tabligh Dalam Membina Keluarga Sakinah……………………………………………..(Hal 109-125) Dedi Yuisman Eva F Nisa. “Insight Into the Lives of Indonesian Female Tablighi Jama’at”. Modern Asian Studies, Vol. 48, No. 2, 2014, Farish A Noor. Islam on the Move: The Tablighi Jama’at in Southeast Asia. Amsterdam: Amsterdam University Press, 2012. Muhamad Bisri Mustofa Hukum Nafkah Terhadap Keluarga Pada Gerakan Dakwah Jamaah Tabligh, NIZHAM, Vol. 07, No. 01Januri-Juni 2019. Siti Zulaiha : Jamaah Tablgh dalam Perspektif Psikologis, Fokus : Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan, Vol.1, No. 02, 2016, hal. 103. A.M. Ismatullah, Konsep Sakinah, Mawaddah dan Rahmah Dalam Al-Qur’an ( Perspekif Penafsiran Kitab Al-Qur’an dan Tafsirnya), Mazahib; Jurnal Pemikiran Hukum Islam, hal.66. 125