Persediaan Print

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

MATERI VI.

MANAJEMEN PERSEDIAAN

Perusahaan didalam operasionalisasinya adalah menjual produk. Produk yang dijual


oleh perusahaan bisa berupa produk yang nyata (barang) dan juga bisa produk yang bersifat
abstrak (jasa). Pembahasan dalam bab ini akan berkenaan dengan manajemen persediaan
untuk produk yang nyata.

Oleh karenanya produk merupakan komponen utama bagi perusahaan, yang


memerlukan banyak dana untuk pengadaannya. Dana untuk pengadaan barang merupakan
modal kerja bagi perusahaan yang terus-menerus berputar selama hidupnya perusahaan.

Investasi dalam persediaan harus di-manage dengan seksama jangan sampai terlalu
besar atau terlalu kecil. Terlalu besar atau terlalu kecil sama-sama tidak menguntungkan bagi
perusahaan. Persediaan yang terlalu besar menyebabkan beban bunga terlalu besar yang
ditanggung oleh perusahaan dan dapat menyebabkan kerugian karena menggerogoti laba
perusahaan, sedangkan persediaan yang terlalu kecil berpotensi untuk menyebabkan kerugian
kehilangan pelanggan selamanya dan hal ini juga bisa menyebabkan perusahaan bangkrut.

TINGKAT PERPUTARAN BARANG (MERCHANDISE TURNOVER)

Dengan mengetahui “turnover merchandise” dapat diketahui “berapa rata-rata hari penjualan
barang perusahaan” atau ”berapa hari rata-rata barang disimpan di gudang” yaitu dengan
membagi jumlah hari dalam satu tahun dengan persediaan rata-rata.

Contoh, turnover (perputaran persediaan) perusahaan dagang

Persediaan barang 1/1xx Rp 20.000


Pembelian barang selama 1 tahun Rp 380.000 +

Rp 400.000
Persediaan barang 31/12 xx Rp 40.000-

Harga Pokok Penjualan (Cost of Goods Sold) Rp 360.000

Dari data di atas, turnover merchandise dapat dihitung sebagai berikut :

20.000+40.000
Average Merchandise Inventory = = 30.000
2
360.000
Merchandise turnover = = 12 x
30.000
Hal ini berarti bahwa rata-rata barang disimpan di gudang adalah,

360 hari
= 30 hari
12

Sedangkan berapa lama barang rata-rata terjual, dapat dihitung sebagai berikut :

360 x average inventory 360 x 30.000


= = 30 hari
cost of goods sold 360.000

Pada perusahaan industri umumnya mempunyai 3 macam persediaan, yaitu :


1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory)
2. Persediaan barang dalam proses/barang setengah jadi (work in process).
3. Persediaan barang jadi (finished goods inventory)

Masing-masing jenis inventory tersebut perputaran persediaannya dapat dihitung sebagai


berikut :

1. Perputaran Bahan Mentah

cost of raw material used


Raw Material Turnover =
average raw material inventory

Cost of material used (biaya bahan mentah yang digunakan dalam proses produksi)
dapat diketahui dengan cara sebagai berikut,
 Persediaan bahan mentah permulaan tahun
 Ditambah jumlah bahan mentah yang dibeli selama setahun setelah dikurangi
dengan “return & allowances”.
 Dikurangi persediaan bahan mentah akhir tahun

2. Perputaran Barang Dalam Proses

cost of goods manufactured


Goods in process =
average work ∈ process inventory

Cost of goods manufactured dapat diketahui dengan cara sebagai berikut,


 Persediaan work in process (WIP) permulaan tahun
 Ditambah dengan cost of raw materials used, direct labor, dan manufacturing
overhead
 Dikurangi persediaan akhir WIP (work in process).
3. Perputaran Barang Jadi

cost of goods sold


Finished goods turnover =
average finished goods inventory

Cost of goods sold dapat diketahui dengan cara sebagai berikut,


 Persediaan finished goods permulaan tahun
 Ditambah cost of goods sold yang diproduksi
 Dikurangi persediaan finished goods akhir tahun

Raw Material Inventory

Persediaan 1/1 ………. Rp. 30.000,- Cost of raw material used


Persediaan selama (ke. W.I.P) Rp.120.000,-
setahun Rp. 100.000,- Persediaan 31/12 Rp. 10.000,-
Rp. 130.000,- Rp.130.000,-

120.000
= 6x
Raw material turnover = (30. 000+10. 000 ) : 2

Work in Process (W.I.P.) Inventory


Persediaan 1/1 ……….. Rp. 50.000,- Cost of goods manufactured
Raw materials used ….. Rp. 120.000,- (ke. Finished Goods) Rp.200.000,-
Direct labor ………….. Rp. 100.000,- Persediaan 31/12 ….. Rp.150.000,-
Manufacturing
Overhead Rp. 80.000,-
Rp. 350.000,- Rp.350.000,-

200 .000
= 2x
W.I.P. turnover = (50.000+150.000) : 2

Finished Goods Inventory

Persediaan 1/1 ………. Rp. 200.000,- C.G.S. ……………… Rp.300.000,-


W.I.P. Rp. 200.000,- Persediaan 31/12…… Rp.100.000,-
Rp. 400.000,- Rp.400.000,-

300.000
=2x
Finished goods turnover = (200.000+100.000) : 2
Tinggi rendahnya perputaran barang akan berdampak pada besar kecilnya modal kerja yang
dibutuhkan. Semakin tinggi perputaran barang berarti makin cepat barang laku sehingga
makin pendek waktu terikatnya modal dalam persediaan. Begitupula sebaliknya semakin
rendah perputaran barang berarti semakin lama waktu terikatnya modal dalam persediaan.
Apabila modal yang digunakan untuk membelanjai persediaan tersebut adalah modal asing
maka kenaikan perputaran persediaan akan memperkecil beban bunga yang ditanggung
perusahaan sedangkan semakin melambatnya perputaran persediaan akan memperbesar
beban bunga yang ditanggung oleh perusahaan.

E O Q (Economical Order Quantity)


EOQ adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan biaya yang minimal atau
disebut jumlah pembelian optimal.

Dalam menentukan EOQ yang diperhatikan adalah biaya variabel saja.

Biaya Variabel yang diperhitungkan adalah,


1. Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan atau disebut procurement
cost atau set up cost.
2. Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya average inventory atau yang
disebut storage atau carrying cost.

Procurement Cost atau Set-up Cost


Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan yang terdiri dari,
1. Biaya selama proses persiapan pemesanan barang
2. Biaya pengiriman pesanan
3. Biaya penerimaan barang yang dipesan
4. Biaya proses pembayaran
Procurement cost atau Set-up cost akan semakin besar apabila order quantity makin kecil.

Storage Cost atau Carrying Cost


Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya inventory. Penentuan besarnya carrying
cost didasarkan pada “average inventory” dan biaya ini dinyatakan dalam % dari nilai dalam
rupiah dari average inventory.

Biaya yang termasuk dalam Carrying Cost adalah,


1. Biaya sewa gudang
2. Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusaknya barang
3. Biaya asuransi
4. Biaya absolences
5. Biaya modal yang tertanam dalam persediaan
6. Pajak dari persediaan yang disimpan di gudang

Carrying Cost akan semakin kecil apabila jumlah material yang dipesan semakin kecil.

Cara menghitung EOQ

2 RS
EOQ =
√ PI

R = jumlah (dalam unit) yang dibutuhkan selama satu periode tertentu


S = biaya pemesanan barang setiap kali pesan
P = harga pembelian barang per unit
I = biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang, dinyatakan dalam prosentase (%) dari
nilai rata-rata dalam rupiah dari persediaan

EOQ dapat dilaksanakan apabila syarat-syarat dipenuhi, yaitu :


1. Harga pembelian barang per unit konstan
2. Setiap saat kita membutuhkan, bahan di pasar selalu tersedia
3. Jumlah produksi yang menggunakan bahan mentah tersebut stabil atau relatip stabil
sepanjang tahun

Contoh :
Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang (carrying cost) adalah 40% dari nilai
average inventory. Biaya pemesanan barang (procurement cost) adalah Rp 15,- setiap kali
pesan.
Jumlah material yang dibutuhkan selama setahun sebanyak 1200 unit dengan harga Rp 1,- per
unitnya.

Cara menghitung EOQ nya sebagai berikut :

2 x 1. 200 x 15 36 . 000
E .O .Q . =
√ 1 x 0 , 40
=
√ 40
100
= √90 . 000

= 300 unit
Ini berarti bahwa pembelian yang paling ekonomis ialah sebanyak 300 unit setiap kali pesan.
Dengan demikian kebutuhan material sebanyak 1200 unit selama 1 tahun akan dipenuhi
dengan 4 x pemesanan yang masing-masing pesanan sebanyak 300 unit. Pada jumlah inilah
tercapai biaya pembelian yang minimal. Hal ini dapat dibuktikan dengan tabel perkiraan
biaya pemesanan pada berbagai tingkat.

Hubungan antara biaya pemesanan, biaya penyimpanan barang di gudang serta jumlah biaya
selama suatu periode dapat digambarkan dengan grafik berikut.
EOQ (Economical Order Quantity) juga dapat dihitung berdasarkan besarnya biaya
penyimpanan per unit, yaitu dengan menggunakan rumus berikut,

2xRxS
E .O .Q . =
√ C
C = besarnya biaya penyimpanan per unit

Contoh:
Jumlah material yang dibutuhkan selama setahun adalah 1600 unit. Biaya pemesanan sebesar
Rp 100,- setiap kali pesan. Biaya penyimpanan per unit sebesar Rp 0,50.

Dengan demikian besarnya EOQ dapat dihitung sebagai berikut :

2 x 1.600 x 100
√ 0,50
= √ 640.000 = 800 unit

Reorder Point
Bahan baku produksi bisa dibeli dari daerah sekitar tempat usaha, atau dari luar kota atau bahkan
dari luar negeri. Walaupun bahan baku dibeli dari daerah sekitar kemungkinan keterlambatan
pengiriman itu tetap ada apalagi yang dipesan dari luar kota atau luar negeri perlu waktu beberapa
hari atau beberapa bulan, itupun biasanya jadwal pengiriman mengalami keterlambatan dari
perkiraan. Sedangkan proses produksi di perusahaan tidak mungkin dihentikan hanya untuk
menunggu pengiriman bahan baku datang, karenanya maka perlulah diadakan safety stock atau
persediaan pengaman.

Adapun dalam rangka supaya proses produksi tidak terganggu oleh jadwal pengiriman bahan baku
maka perusahaan perlu menghitung apa yang disebut dengan Reorder Point (Titik Pemesanan
Barang Kembali).
Dalam menetukan Reorder Point harus memperhatikan faktor-faktor berikut :
1. Penggunaan material selama tenggang waktu menunggu bahan baku datang
2. Besarnya safety stock
Cara menetapkan Reorder Point
Reorder Point dapat ditetapkan dengan berbagai cara antara lain dengan :
1. Menetapkan jumlah penggunaan bahan baku selama lead time ditambah dengan prosentase
tertentu.
Misal, ditetapkan safety stock sebesar 50% dari penggunaan selama lead time dan lead time
selama ini adalah 5 minggu.
Lead time adalah tenggang waktu semenjak barang dipesan sampai barang datang di gudang
perusahaan.
Sedangkan kebutuhan bahan baku setiap minggunya adalah 40 unit.
Atas dasar data di atas maka Reorder Point = (5 x 40 unit) + 50% (5 x 40 unit) = 200 unit +
100 unit = 300 unit
2. Dengan menetapkan penggunaan selama lead time dan ditambah dengan penggunaan
selama periode tertentu sebagai safety stock yang ditetapkan untuk kebutuhan 4 minggu
maka Reorder Point = (5 x 40 unit ) + (4 x 40 unit) = 360 unit.
 Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa Reorder Point-nya adalah pada jumlah 360
unit, yang berarti bahwa pemesanan harus dilakukan pada waktu jumlah persediaan
tinggal 360 unit.
 Apabila pemesanan baru dilakukan ketika persediaan bahan baku tinggal 300 unit
maka ini berarti bahwa pada saat bahan baku yang dipesan datang perusahaan
terpaksa akan menggunakan persediaan pengaman (safety stock) sebesar 60 unit.
Karena ketika bahan baku yang dipesan datang persediaan di gudang tinggal 100
unit yaitu (300 unit – 200 unit) padahal safety stock ditetapkan 160 unit sehingga
yang 60 unit menggunakan bahan bahu safety stock.
 Namun apabila pemesanan dilakukan ketika persediaan di gudang sebesar 360 unit
maka 5 minggu kemudian ketika bahan baku datang persediaan di gudang pas
sebesar 160 unit persis dengan kebijakan safety stock yang ditetapkan oleh
perusahaan dan ini berarti safety stock tidak dilanggar.

Hubungan antara Reorder Point, Safety Stock, dan Economical Order Quantity dapat
digambarkan sebagai berikut,
Latihan Soal :

CV. Bidadari memproduksi jilbab. Bahan baku jilbab adalah kain spandek yang dibeli dari
Bandung. Tingkat produksi per tahun sebanyak 100.000 buah. Harga kain spandek per m Rp
30.000. 1 m kain dapat dibuat 2 jilbab. Biaya pemesanan barang sekali pesan sebesar Rp
100.000. Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang sebesar 40% dari harga kain.

Ditetapkan besarnya Safety Stock sebesar 5 hari rata-rata produksi. Lead time (jangka waktu
pengiriman barang) 5 hari kerja.

Masa kerja pabrik ditentukan 300 hari.

Hitung :

1. EOQ
2. Frekuensi pemesanan barang
3. Berapa hari sekali harus dilakukan pemesanan barang (durasi pemesanan)
4. Besarnya biaya pemesanan
5. Besarnya biaya penyimpanan
6. Reorder Point

Jawaban Soal :
2 ( 50.000 m ) (100.000)
1. EOQ =
√ 30.000 x 0,4
= 913 m

50.000 m
2. Frekuensi pemesanan barang = = 55 x
913 m

300 hari
3. Durasi pemesanan = = 5 hari sekali
55 x

4. Biaya pemesanan = 55 x Rp 100.000 = Rp 5.500.000


913 m
5. Biaya penyimpanan = x {40% x Rp 30.000) = 456,5 x Rp 12.000
2

= Rp 5.478.000

100.000buah
6. Rata-rata produksi per hari = = 333 buah
300 harikerja

Safety Stock = 5 hari x 333 buah (166,5 m) = 832,5 m


Lead Time = 5 hari x 333 buah (166,5 m) = 832,5 m

Dengan demikian Reorder Point dilakukan ketika jumlah persediaan di gudang =


Safety Stock + Lead Time
= 832,5 m + 832, 5 m = 1.665 m
Apabila pesan pada tingkat jumlah persediaan 1.665 m, maka ketika barang datang,
persediaan di gudang pas sebesar 832,5 m kecuali ada keterlambatan pengiriman
maka Safety Stock akan terpakai.

Anda mungkin juga menyukai