Bab 4 Standar Kriteria Perencanaan Pengembangan Spam Halut

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

STANDAR/KRITERIA PERENCANAAN PENGEMBANGAN SPAM

4.1 Kriteria Perencanaan


Pertumbuhan dan perkembangan wilayah berdampak terhadap tumbuhnya
kegiatan ekonomi dan sosial penduduk di suatu daerah dan telah memberikan
berbagai akibat pada proses perubahan tata guna lahan, baik di pusat kota
maupun di sekitarnya. Proses perubahan ini tidak dapat diimbangi oleh kesetaraan
penyediaan dan pelayanan prasarana lingkungan seperti pelayanan air minum,
sistem sanitasi dan sistem penyediaan ruang terbuka hijau. Kecenderungan yang
terjadi adalah kegiatan penggalian sumber daya alam dan lingkungan yang
berlebihan serta adanya proses penurunan tingkat pelayanan prasarana
lingkungan hidup.
Guna mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di perkotaan,
pemerintah telah mencanangkan program penyediaan prasarana lingkungan yang
dilakukan secara bertahap, sehingga dari hasil tersebut terlihat bahwa upaya
pembangunan yang dilakukan (supply) tetap tidak cukup untuk mengejar demand
yang semakin besar. Saat ini masih terjadi in-efisiensi dalam memanfaatkan
kapasitas yang tersedia yang disebabkan oleh pengelolaan dan penyelenggaraan
pengoperasian dan pemeliharaan sarana dan prasarana air minum yang belum
sesuai standar.
Akibat proses penurunan tingkat pelayanan terutama pada pemukiman di
perkotaan adalah terganggunya produktifitas air minum karena semakin
terbatasnya sumber daya serta meningkatnya pencemaran sumber air. Dari segi
ekonomi, penurunan tingkat pendapatan masyarakat serta meningkatnya biaya
pengoperasian akan menjadi kendala yang lain. Untuk merencanakan SPAM suatu
perkotaan yang memenuhi syarat dari segi kuantitas, kualitas dan kontinuitas
dibutuhkan suatu standar dan kriteria perencanaan yang sesuai.

Bab IV| 1
Tabel 4. 1 Kriteria Perencanaan Sistem Air Minum

NO URAIAN KRITERIA
PERENCANAAN
1 Kapasitas Aliran:
a. Sumber Air Hari Maksimum (Maximum Day Demand)
b. Kapasitas Produksi Hari Maksimum (Maximum Day Demand)
c. Pemakaian Air (100-120) liter/orang/hari
d. Pompa
 Intake Hari Maksimum (Maximum Day Demand)
 Distribusi Jam Puncak (Peak Hour Demand)
e. Jaringan Perpipaan Hari Maksimum (Maximum Day Demand)
f. Transmisi Hari Rerata dan Peak Hour
 Distribusi
2 Faktor Pengaliran
a. Harian Maksimum (Max. (1,05 – 1,15)
Day Factor) (1,50 – 1,75)
b. Jam Puncak (Peak Hour
Factor)
3 Dimensi Pipa
a. Kecepatan Aliran (Velocity (0,3 – 2,0) meter/detik
Flow) >150 mm
b. Diameter pipa Induk/primer <150 mm
c. Diameter Pipa
Sekunder/tersier
4 Kualitas dan Tekanan Kerja di
Jaringan Stander PERMENKES RI No.416/1990
a. Kualitas (40-60) meter kolom air (mka)
b. Distribusi (10-20) mka
c. Minimum sisa tekanan
5 Jam Operasi 24 Jam
6 Kapasitas Reservoar (storage (10-15)% x Hari Rerata
capacity) (20-25)% x total Demand Consumption
Kehilangan Air (Uncounted for
water)
Sumber : SK-SNI Air Minum

Penyusunan kriteria perencanaan berpedoman pada kriteria yang umum


digunakan dan Petunjuk Teknis Perencanaan Rancangan Teknik Sistem
Penyediaan Air Minum, Kementerian Pekerjaan Umum dan disesuaikan dengan
kondisi daerah perencanaan.
Bagian yang menjadi dasar kriteria perencanaan sistem penyediaan air
minum adalah sebagai berikut :
 Unit Air Baku.
 Unit Transmisi.
 Unit Produksi.
 Unit Distribusi.

Bab IV| 2
 Unit Pelayanan.

4.1.1 Unit Air Baku


Unit air baku dapat berupa bangunan penampungan air, bangunan
pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, system
pengadaan dan/atau sarana pembawa serta perlengkapannya. Unit air baku
merupakan sarana pengambilan dan/atau penyedia air baku.
Ketentuan Teknis
1) Air Baku
Sumber air yang dapat digunakan sebagai sumber air baku meliputi mata
air, air tanah, air permukaan dan air hujan.
Untuk mengidentifikasi ketersediaan air baku disuatu wilayah bagi kebutuhan air
bersih diperlukan studi hidrologi dan studi hidrogeologi. Studi tersebut terutama
dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai :
 Jarak dan beda tinggi sumber-sumber air.
 Debit optimum (safe yield) sumber.
 Kualitas air dan pemakaian sumber saat ini (bila ada).
Pada umumya terdapat sejumlah alternatif sumber yang berbeda. Alternatif
sumber terpilih harus dipertimbangkan terhadap aspek ekonomi dan kehandalan
sumber. Tingkat kehandalan sumber merupakan suatu faktor yang sulit dinilai
secara ekonomi dan penilaian bobotnya tergantung pada besar kecilnya kota atau
kawasan yang dilayani. Untuk kota-kota yang lebih kecil bobot penilaiannya lebih
besar dari kota besar. Analisis pemilihan alternative sumber dilakukan terhadap
sumber-sumber yang telah diidentifikasi menurut jenis sumber air :
 Mata air.
 Air permukaan (sungai, saluran).
 Danau.
 Air tanah.
Dalam melakukan analisis pemilihan alternatif sumber air, faktor yang harus
dipertimbangkan seperti :
 Air sungai pada umumnya memerlukan pengolahan untuk menghasilkan air
bersih, sehingga sumber air yang berasal dari sungai baru dapat

Bab IV| 3
diperbandingkan dengan mata air, hanya apabila lokasi penyadapan (intake)
terletak dekat dengan daerah pelayanan.
 Danau atau rawa, pengisiannya (in-flow) umumnya berasal dari satu atau
beberapa sungai. Alternatif sumber danau dapat diperbandingkan dengan air
permukaan (sungai). Apabila volume air danau jauh lebih besar dari aliran
sungai-sungai yang bermuara kedalamnya, sehingga waktu tempuh yang lama
(long detention time) dari aliran sungai ke danau menghasilkan suatu proses
penjernihan alami atau self purification.
 Dalam hal air permukaan (sungai) telah terkontaminasi berat, pemilihan
alternatif sumber air tanah dalam dapat diajukan, mengingat kualitas air tanah
secara bakteriologis lebih aman daripada air permukaan.
 Pertimbangan lain yang berkaitan dengan kebijaksanaan Pemerintah Daerah
mengenai peruntukan sumber.

Secara kualitas, sumber air baku untuk penyediaan air minum harus
ditinjau berdasarkan standar air baku yang berlaku, yaitu berdasarkan
Permenkes No. 492/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum yang terdapat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Persyaratan Kualitas Air Minum

NO JENIS PARAMETER SATUAN KADAR


MAKSIMUM
1 Parameter yang berhubungan langsung YANG
dengan kesehatan DIPERBOLE
HKAN
a. Parameter Mikrobiologi
1) E. Coli Jumlah per 100 ml 0
sampel
2) Total Bakteri Koliform Jumlah per 100 ml 0
sampel
b. Kimia an-organik
1) Arsen mg/l 0,01
2) Fluorida mg/l 1,5
3) Total Kromium mg/l 0,05
4) Kadmium mg/l 0,003
5) Nitrit, (sebagai NO2) mg/l 3
6) Nitrat, (sebagai NO3) mg/l 50
7) Sianida mg/l 0,07
8) Selenium mg/l 0,01
2 Parameter yang berhubungan langsung
dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi

Bab IV| 4
NO JENIS PARAMETER SATUAN KADAR
MAKSIMUM
1) Bau YANG
Tidak berbau
DIPERBOLE
2) Warna TCU 15
HKAN
3) Total zat padat terlarut (TDS) mg/l 500
4) Kekeruhan NTU 5
5) Rasa Tidak berasa
6) Suhu oC Suhu udara ±3
b. Parameter Kimiawi
1) Aluminium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,2
3) Kesadahan mg/l 500
4) Khlorida mg/l 250
5) Mangan mg/l 0,4
6) pH mg/l 6,5-8,5
7) Seng mg/l 3
8) Sulfat mg/l 250
9) Tembaga mg/l 2
10) Amonia mg/l 1,5
Sumber : Permenkes No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas air Minum

Parameter Tambahan

KADAR MAKSIMUM YANG


NO JENIS PARAMETER SATUAN DIPERBOLEHKAN
1 KIMIAWI
a. Bahan Anorganik
Air Raksa mg/l 0,001
Antimon mg/l 0,02
Barium mg/l 0,7
Boron mg/l 0,5
Molybdenum mg/l 0,07
Nikel mg/l 0,07
Sodium mg/l 200
Timbal mg/l 0,01
Uranium mg/l 0,015
b. Bahan Organik
Zat Organik (KmnO4) mg/l 10
Deterjen mg/l 0,05
Chlorinated alkanes
Carbon tetracchloride mg/l 0,004
Dichloromethane mg/l 0,02
1,2-Dichloroethane mg/l 0,05
Chlorinated ethenes
1,2-Dichloroethane mg/l 0,05
Trichloroethene mg/l 0,02
Tetrachloroethente mg/l 0,04
Aromatic Hydrocarbons
Benzene mg/l 0,01
Toluene mg/l 0,7
Xylenes mg/l 0,5
Ethylbenzene mg/l 0,3
Styrene mg/l 0,02

Bab IV| 5
KADAR MAKSIMUM YANG
NO JENIS PARAMETER SATUAN DIPERBOLEHKAN
Chlorinated Benzenes
1,2-Dichlorobenzene (1,2-DCB) mg/l 1
1,4-Dichlorobenzene (1,4-DCB) mg/l 0,3
Lain-lain
Di(2-ethylhexyl)phthalate) mg/l 0,008
Acrylamide mg/l 0,0005
Epichlorohydrin mg/l 0,0004
Hexachlorobutadiene mg/l 0,0006
Ethylenediaminetetrascetic acid (EDTA) mg/l 0,6
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/l 0,2
c. Pestisida
Alachor mg/l 0,02
Aldicarb mg/l 0,01
Aldrin dan dieldrin mg/l 0,00003
Altrazine mg/l 0,02
Carbofuran mg/l 0,007
Chlordane mg/l 0,0002
Chlorotoluron mg/l 0,03
DDT mg/l 0,001
1,2-Dibromo-3-chloropropane (DBCP) mg/l 0,001
2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) mg/l 0,03
1,2-Dichloropropane mg/l 0,04
Isoproturon mg/l 0,009
Lindane mg/l 0,002
MCPA mg/l 0,002
Methoxychlor mg/l 0,02
Metolachlor mg/l 0,01
Molinate mg/l 0,006
Pendimethalin mg/l 0,02
Pentachlorophenol (PCP) mg/l 0,009
Permethrin mg/l 0,3
Simazine mg/l 0,002
Trifluralin mg/l 0,2
Chlorophenoxy herbicedes selain 2,4-D
dan MCPA
2,4-DB mg/l 0,090
Dichlorprop mg/l 0,10
Fenoprop mg/l 0,009
Mecoprop mg/l 0,001
2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid mg/l 0,009
d. Desinfektan dan Hasil Sampingannya

Desinfektan
Chlorine mg/l 5
Hasil Sampingan
Bromate mg/l 0,01
Chlorate mg/l 0,7
Chlorite mg/l 0,7
Chlorophenols
2,4,6- Trichlorophenol (2,4,6-TCP) mg/l 0,2
Bromoform mg/l 0,1
Dibromochloromethane (DBCM) mg/l 0,1
Bromodichloromethane (BDCM) mg/l 0,06
Chloroform mg/l 0,3
Chlorinated acetic acids

Bab IV| 6
KADAR MAKSIMUM YANG
NO JENIS PARAMETER SATUAN DIPERBOLEHKAN
Dichloroacetic acid mg/l 0,05
Trichloroacetic acid mg/l 0,02
Chloral Hydrate
Halogenated acetonitrilies
Dichloroacetonitrile mg/l 0,02
Dibromoacetonitrile mg/l 0,07
Cyanogen Chloride (sebagai CN) mg/l 0,07
2. RADIOAKTIFITAS
Gross alpha activity Bq/l 0,1
Gross beta activity Bq/l 1
Sumber : Permenkes No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas air

2) Dasar-Dasar Perencanaan Bangunan Pengambilan Air Baku :


a) Survey dan identifikasi sumber air baku, mengenai mata air, debit,
kualitas air, pemanfaatan.
b) Perhitungan debit sumber air baku.
 Pengukuran debit mata air, menggunakan
 Pengukuran debit dengan pelimpah.
Alat ukur pelimpah yang dapat digunakan. Alat ukur Thomson
berbentuk V dengan sudut celah 30˚, 45 ˚, 60 ˚, 90 ˚. Alat ukur
Thomson sudut celah 90 ˚ dengan rumus:
Q=1,417.H 3/2
dimana :
Q = debit aliran (m³/detik)
H = tinggi muka air dari ambang
1,417 = konstanta konversi waktu (per detik)
 Penampung dan pengukuran volume air dengan mengukur lamanya
(t) air mengisi penampungan air yang mempunyai volume tertentu:

Volume penampungan
Debit air Q  (L / det ik)
t

Dengan mengukur perubahan tinggi muka air (H) dalam


penampangan yang mempunyai luas tertentu (A) dalam jangka waktu
tertentu maka dapat dihitung :

HxA
Debit air Q  (L / detik)
t

Bab IV| 7
 Potensi Air Tanah
 Perkiraan potensi air tanah dangkal dapat diperoleh melalui survei
terhadap 10 buah sumur gali yang bisa mewakili kondisi air tanah
dangkal di desa tersebut.
 Perkiraan potensi sumur tanah dalam dapat diperoleh informasi data
dari instansi terkait, meliputi kedalaman sumur, kualitas air dan
kuantitas serta konstruksinya.
 Perhitungan debit air permukaan terdiri dari :
 Perhitungan debit air sungai pengukuran debit sungai dilakukan dengan
mengukur luas potongan melintang penampang basah sungai dan
kecepatan rata-rata alirannya, dengan rumus :
Q = A.V

dimana :
Q = debit (m³/detik)
A = luas penampang basah (m²)
R = jari-jari hidrolik (m)
S = kemiringan/slope
M = koefisien Bazin

Selain pengukuran perlu diperoleh data-data lain dan informasi yang


dapat diperoleh dari penduduk. Data-data yang diperlukan meliputi
debit aliran, pemanfaatan sungai, tinggi muka air minimum dan tinggi
muka air maksimum.
 Perhitungan debit air danau

Bab IV| 8
Perhitungan debit air danau dilakukan berdasarkan pengukuran
langsung. Cara ini dilakukan dengan pengamatan atau pencatatan
fluktuasi tinggi muka air selama minimal 1 tahun. Besarnya fluktuasi
debit dapat diketahui dengan mengalikan perbedaan tinggi air
maksimum dan minimum dengan luas muka air danau.
Pengukuran ini mempunyai tingkat ketelitian yang optimal bila
dilakukan dengan periode pengamatan yang cukup lama. Data-data di
atas dapat diperoleh dari penduduk setempat tentang fluktuasi yang
pernah terjadi (muka air terendah).
 Perhitungan debit embung
Pengukuran debit yang masuk ke dalam embung dapat dilakukan pada
saat musim penghujan, yaitu dengan mengukur luas penampang basah
sungai/parit yang bermuara di embung dan dikalikan dengan kecepatan
aliran.
Sedangkan volume tampungan dapat dihitung dengan melihat volume
cekungan untuk setiap ketinggian air. Volume cekungan dapat dibuat
pada saat musim kering (embung tidak terisi air), yaitu dari hasil
pemetaan topografi embung dapat dibuat lengkung debit (hubungan
antara tinggi air dan volume).

3) Persyaratan lokasi penempatan dan konstruksi bangunan


pengambilan :
 Penempatan bangunan penyadap (intake) harus aman terhadap polusi
yang disebabkan pengaruh luar (pencemaran oleh manusia dan mahluk
hidup lain);
 Penempatan bangunan pengambilan pada lokasi yang memudahkan
dalam pelaksanaan dan aman terhadap daya dukung alam (terhadap
longsor dan lain-lain);
 Konstruksi bangunan pengambilan harus aman terhadap banjir air sungai,
terhadap gaya guling, gaya geser, rembesan, gempa dan gaya angkat air
(up-lift);
 Penempatan bangunan pengambilan disusahakan dapat menggunakan
sistem gravitasi dalam pengoperasiannya;

Bab IV| 9
 Dimensi bangunan pengabilan harus mempertimbangkan kebutuhan
maksimum harian;
 Dimensi inlet dan outlet dan letaknya harus memperhitungkan fluktuasi
ketinggian muka air;
 Pemilihan lokasi bangunan pengambilan harus memperhatikan
karakteristik sumber air baku;
 Konstruksi bangunan pengambilan direncanakan dengan umur pakai
(lifetime) minimal 25 tahun;
 Bahan/material konstruksi yang digunakan diusahakan menggunakan
material lokal atau disesuaikan dengan kondisi daerah sekitar.
4) Tipe Bangunan Pengambilan Air Baku
a) Sumber air baku mata air
Bangunan Pengambilan air baku untuk mata air secara umum dibedakan
menjadi bangunan penangkap dan bangunan pengumpul atau sumuran :
 Bangunan penangkap
 Pertimbangan pemilihan bangunan penangkap adalah pemunculan
mata air cenderung arah horisontal dimana muka air semula tidak
berubah, mata air yang muncul dari kaki perbukitan, apabila keluaran
mata air melebar maka bangunan pengambilan perlu dilengkapi
dengan konstruksi sayap yang membentang di outlet mata air.
 Perlengkapan bangunan penangkap adalah outlet untuk konsumen air
bersih, outlet untuk konsumen lain (perikanan atau pertanian dan lain-
lain), peluap (overflow), penguras (drain), bangunan pengukur debit,
konstruksi penahan erosi, lubang periksa (manhole), saluran drainase
keliling, pipa ventilasi.
 Bangunan pengumpul atau sumuran
 Pertimbangan pemilihan bangunan pengumpul adalah pemunculan
mata air cenderung arah vertikal, mata air yang muncul pada daerah
datar dan membentuk tampungan, apabila outlet mata air pada suatu
tempat maka digunakan tipe sumuran, apabila outlet mata air pada
beberapa tempat dan tidak berjatuhan maka digunakan bangunan
pengumpul atau dinding keliling.

Bab I V | 10
 Perlengkapan bangunan penangkap adalah outlet untuk konsumen air
bersih, outlet untuk konsumen lain (perikanan atau pertanian, dan
lain-lain), peluap (overflow), penguras (drain), bangunan pengukur
debit, konstruksi penahan erosi, lubang periksaan (manhole), saluran
drainase keliling, pipa ventilasi.
b) Sumber Air Baku Air Tanah
Pemilihan bangunan pengambilan air tanah dibedakan menjadi sumur
dangkal dan sumur dalam.
 Sumur dangkal
 Pertimbangan pemilihan sumur dangkal adalah secara umum
kebutuhan air di daerah perencanaan kecil, potensi sumur dangkal
dapat mencukupi kebutuhan air bersih di daerah perencanaan
(dalam kondisi akhir musim kemarau/kondisi kritis).
 Perlengkapan bangunan sumur dangkal dengan sistem sumur gali,
meliputi : ring beton kedap air, penyekat kontaminasi dengan air
permukaan tiang beton, ember/pompa tangan. Sedangkan
perlengkapan sumur dangkal dengan sistem Sumur Pompa Tangan
(SPT) meliputi pipa tegak (pipa hisap), pipa selubung, saringan, sok
reducer.
 Sumur dalam
 Pertimbangan pemilihan sumur dalam adalah secara umum
kebutuhan air di daerah perencanaan cukup besar, di daerah
perencanaan potensi sumur dalam dapat mencukupi kebutuhan
air minum daerah perencanaan sedangkan kapasitas air dangkal
tidak memenuhi.
 Sumur dalam SPT dalam meliputi pipa tegak (pipa hisap), pipa
selubung, saringan, sok reducer. Sumur pompa benam
(submersible pump) meliputi pipa buta, pipa jambang, saringan,
pipa observasi, pascker socket/reducer, dop socket, tutup sumur,
batu kerikil.
 Sumber air baku air permukaan
Pemilihan bangunan pengambilan air permukaan dibedakan menjadi :

Bab I V | 11
 Bangunan penyadap (intake) bebas:
 Pertimbangan pemilihan bangunan penyadap (intake) bebas
adalah fluktuasi muka air tidak terlalu besar, ketebalan air
cukup untuk dapat masuk inlet.
 Kelengkapan bangunan pada bangunan penyadap (intake)
bebas adalah saringan sampah, inlet, bangunan pengendap,
bangunan sumur.
 Bangunan penyadap (intake) dengan bending:
 Pertimbangan pemilihan bangunan penyadap (intake) dengan
bendung adalah ketebalan air tidak cukup untuk intake bebas.
 Kelengkapan bangunan penyadap (intake) dengan bendung
adalah saringan sampah, inlet, bangunan sumur, bendung,
pintu bilas.
 Saluran resapan (Infiltration galleries):
 Pertimbangan pemilihan saluran resapan (Infiltration galleries)
adalah ketebalan air sangat tipis, sedimentasi dalam bentuk
lumpur sedikit, kondisi tanah dasar cukup poros (porous),
aliran air bawah tanah cukup untuk dimanfaatkan, muka air
tanah terletak maksimum 2 meter dari dasar sungai.
 Kelengkapan bangunan pada saluran resapan (Infiltration
galleries) media infiltrasi : pipa pengumpul berlubang,
sumuran.

4.1.2 Unit Transmisi


Sistem transmisi merupakan salah satu bagian dari Unit Produksi air
minum yang berguna untuk menghantarkan air baku ke Instalasi Pengolahan
Air (IPA). Dalam perencanaan sistem transmisi ini digunakan satu jalur pipa.
Kedalaman dari penempatan pipa transmisi adalah 0,8 m – 1,5 m dari muka
tanah, hal ini perlu diperhatikan untuk menjamin keamanan sistem dari
berbagai gangguan.
Kecepatan aliran air di dalam pipa adalah 0,6 m/detik – 3 m/detik. Untuk
menentukan dari sistem transmisi, maka perlu diperhatikan dengan baik jalur
pipa transmisi air baku guna menciptakan energi yang baik, ekonomis, mudah

Bab I V | 12
dirawat. Pada kondisi kemiringan tanah cukup besar sehingga untuk dapat
menghantarkan air dalam jumlah yang cukup maka pipa transmisi dilengkapi
dengan perlengkapan pembantu seperti valve, bak pelepas tekan, blow off dan
sebagainya. Perletakan pipa transmisi sebaiknya ditempatkan pada daerah yang
telah mempunyai jalur untuk mempermudah pengangkutan, pemasangan,
pemgawasan dan perawatan. Penentuan diameter dilakukan dengan
memperhitungkan jumlah air yang akan dialirkan, perbedaan tinggi yang
tersedia, kapasitas dari perlengkapan pipa maupun suku cadangnya dan
kehilangan tekanan maksimum yang mungkin terjadi.
Dalam perencanaan pipa transmisi ini ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan adalah faktor-faktor berikut ini :
1. Dari segi tinjauan hidrolis
Cara pengaliran diusahakan secara gravitasi dengan menggunakan tekanan
yang tersedia semaksimal mungkin dan diakhir transmisi disarankan
terdapat sisa tekan yang dapat mengalirkan air ke Unit IPA atau ke
reservoir distribusi sehingga proses dapat berjalan dengan sistem gravitasi
secara keseluruhan. Pada akhir transmisi diharapkan terdapat sisa tekan
minimal 5 mka.
2. Dari segi ekonomis
Jalur transmisi diusahakan pendek dan penggunaan diameter yang paling
sesuai serta menghindari penggunaan perlengkapan yang terlalu banyak
dan perlu memperhatikan pula umur dari pipa agar dapat diperhitungkan
berapa besar biaya yang diperlukan untuk memelihara sistem dan adanya
kemungkinan pengadaan jalur yang baru.
3. Dari segi teknis dan operasional
Menghindari penggalian dan penimbunan tanah yang terlalu banyak.
Penempatan pipa dipilih di daerah yang mudah pengerjaannya dan mudah
untuk melakukan pengawasannya.

Bab I V | 13
Perhitungan Pipa Transmisi
Dimensi pipa transmisi dapat ditentukan menggunakan rumus Hazen
William sebagai berikut :

Dimana :
D = Diameter pipa (m)
Q = Debit aliran (m3/ detik)
C = Koefisien kekerasan
S = Sloop (m/m)
Koefisien kekasaran pipa, bergantung pada jenis dan kondisinya.
Koefisien kekasaran pipa terdapat pada Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Nilai Koefisien Kekasaran Pipa Untuk Pipa Baru

No Material Hazen wiliams C


1 Cast Iron 130 – 140
2 Concrete or Concrete Line 140
3 Galvanized Iron 120
4 Plastic dan PVC 140 – 150
5 Steel dengan Cemen Lining 140 – 150
6 Vitrified Clay 110
Sumber : Teknik Sumber Daya Air, Jilid 1, Djoko Sasongko

4.1.3 Unit Produksi


Salah satu bagian dari Unit Produksi adalah IPA. Jenis IPA ada berbagai
macam, pemilihannya biasanya sesuai dengan kondisi kualitas air baku yang
akan digunakan. Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis IPA yang umum digunakan
di Indonesia, yaitu yang sesuai dengan kebutuhan kondisi kualitas air yang
umum dijumpai. Berikut beberapa metode untuk sistem pengolahan/produksi
sumber air baku :

1) Mata Air

Bab I V | 14
Berdasarkan kualitas mata air secara umum, sistem pengolahan untuk
sumber mata air cukup dengan Chlorinasi saja.
2) Air Permukaan
Secara umum setelah dibandingkan dengan standar baku mutu air minum,
secara fisik, kimia, maupun bakteriologis tidak memenuhi standar baku
mutu air minum. Maka, pengolahan yang diperlukan adalah pengolahan
lengkap (Complete Treatment).
3) Air Tanah
Air tanah yang digunakan adalah air tanah dangkal dan air tanah dalam.
Untuk air tanah dangkal, secara fisik air tanah dangkal sudah memenuhi
walaupun sebagian parameter ada yang tidak memenuhi standar baku
mutu seperti bau, kadar besi, secara bakteriologis untuk air tanah dangkal
tidak memenuhi standar baku mutu air minum. Untuk air tanah dalam
secara fisik maupun kimiawi sudah memenuhi standar baku mutu air
minum tetapi parameter bakteriologis belum tentu dapat dipertahankan
kualitasnya, karena air yang diambil tetap kontak dengan udara.

4.1.4 Unit Distribusi


Unit distribusi perpipaan adalah suatu sarana untuk melayani atau
menyalurkan air kepada konsumen yang membutuhkannya dengan syarat
memenuhi aspek kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Sistem ini adalah
merupakan salah satu komponen dari SPAM.
Pengaliran air bersih ke konsumen dilakukan dengan menggunakan sistem
jaringan perpipaan. Pengaliran air dalam pipa dapat dilakukan secara gravitasi
atau dengan pompa. Untuk memastikan apakah pengaliran air dilakukan secara
gravitasi atau pompa perlu terlebih dahulu diketahui perbedaan elevasi antara
unit produksidengan daerah pelayanan. Oleh karena itu diperlukan pengukuran
topografi sepanjang jalur pipa distribusi.
Jaringan pipa distribusi pelayanan air harus dapat mengalirkan air bersih
dengan debit sesuai kebutuhan jam puncak (peak demand) dan tekanan pada
setiap tapping pelayanan minimal 10 mka. Jenis pipa yang digunakan sebagai
pipa distribusi harus disesuaikan dengan kondisi daerah pelayanan dan kondisi
sepanjang jalur pipa.

Bab I V | 15
Jenis pipa yang dapat dipakai meliputi :
 Pipa plastik (PVC).
 Pipa besi (pipa Galvanise, pipa Steel dsb)
 Pipa HDPE.
Sepanjang jalur pipa distribusi dimungkinkan diperlukan kelengkapan-
kelengkapan seperti :
 Jembatan pipa.
 Siphon.
 Crossing jalan.
 Wash out.
 Air release valve.
Selain menggunakan sistem perpipaan, distribusi air minum dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem non perpipaan seperti pelayanan dengan
menggunakan sistem Mobile Service dengan menggunakan Truk Air ataupun
pelayanan setempat dengan menggunakan Kran Umum.
Terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam suatu
sistem distribusi, yaitu :
 Kualitas air minum yang sampai kepada konsumen harus memenuhi syarat
air minum.
 Menghindari terjadinya kebocoran sepanjang jaringan distribusi dengan
menggunakan pipa yang berkualitas baik yang dilengkapi dengan peralatan
dan perlengkapannya sehingga dapat berfungsi seefisien dan seefektif
mungkin.
 Kuantitas air yang disediakan mencukupi dalam arti dapat memenuh
kebutuhan konsumen setiap saat.
 Seluruh daerah pelayanan harus tercukupi kebutuhannya dengan system
distribusi yang dirancang, dengan memperhatikan tekanan dalam pengaliran
harus dapat menjangkau daerah pelayanan yang paling kritis.
 Besar aliran dan tekanan yang memadai adalah hal yang perlu diperhatikan,
agar air dapat sampai ke konsumen dengan memuaskan.
Jaringan perpipaan digunakan untuk mengalirkan air minum ke semua
blok-blok pelayanan suatu daerah pelayanan atau merupakan sarana fisik yang

Bab I V | 16
bertujuan untuk mentransportasikan air minum dari tempat penampungan
(reservoir) menuju konsumen di daerah pelayanan. Selain itu sistem distribusi
harus pula dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan lain agar dapat
berfungsi dengan baik.
1) Sistem Jaringan Distribusi Perpipaan
Sistem jaringan distribusi perpipaan merupakan suatu sarana fisik yang
bertujuan membawa atau memindahkan air minum dari reservoir menuju
konsumen di daerah pelayanan. Selain itu sistem distribusi harus pula
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan lain agar dapat berfungsi
dengan baik.
Klasifikasi Sistem Perpipaan
Tujuan dari pengklasifikasian jaringan perpipaan ini adalah :
 Memisahkan bagian jaringan menjadi suatu sistem hidrolis tersendiri
sehingga memberikan beberapa keuntungan seperti :
 Kemudahan dalam pengoperasian, sesuai dengan debit yang mengalir.
 Mempermudah perbaikan jika terjadi kerusakan.
 Meratakan sisa tekan dalam jaringan perpipaan, sehingga setiap
 daerah pelayanan mendapatkan sisa tekan relatif tidak jauh berbeda.
 Mempermudah pengembangan jaringan perpipaan, sehingga jika
dilakukan perluasan tidak perlu mengganti jaringan yang sudah ada,
dengan catatan masih memenuhi syarat kriteria hidrolis.
2) Perencanaan Jalur Perpipaan
Penyampaian air secara baik dan optimum kepada konsumen perlu
memperhatikan perencanaan jalur perpipaan yang akurat, seperti :
Pemakaian energi untuk operasi diusahakan seminimal mungkin.
 Jaringan sedapat mungkin mengikuti jalur yang ada, untuk memudahkan
pemasangan, pengoperasian dan pemeliharaan.
 Jaringan memenuhi syarat-syarat teknis, yaitu air dapat sampai ke
konsumen sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan.
 Jaringan direncanakan dengan biaya yang paling ekonomis, yaitu mencari
jalur yang terpendek dan diameter kecil.

Bab I V | 17
Sedangkan kriteria teknis yang perlu dipenuhi dalam perencanaan jalur pipa
induk adalah :
 Jalur pipa menghindari medan yang sulit.
 Jalur pipa sedapat mungkin dipilih di atas tanah milik pemerintah atau
sepanjang jalan umum.
 Jalur pipa harus menghindari belokan tajam baik horizontal maupun vertical
dan harus menghindari siphon yang aliran airnya di atas garis hidrolis.
 Jalur pipa sedikit mungkin melintasi jalan raya, sungai, jalan kereta api, jalan
kurang stabil, sebagai dasar pipa dan daerah yang dapat menjadi sumber
kontaminan.
3) Pola Jaringan Perpipaan
Pola jaringan perpipaan sistem distribusi air bersih umumnya dapat
diklasifikasikan menjadi sistem jaringan melingkar (loop system), system jaringan
bercabang (branch system) dan sistem kombinasi dari keduanya. Bentuk sistem
jaringan perpipaan tersebut tergantung pada pola jalan, topografi, tingkat dan
tipe perkembangan daerah pelayanan serta lokasi instalasi pengolahan.

Gambar 4. 1 Pola Jaringan Distribusi Air Bersih.

Untuk lebih jelasnya berikut ini diterangkan mengenai ketiga sistem


tersebut.

a) Sistem Jaringan Perpipaan Bercabang

Sistem jaringan bercabang terdiri dari pipa induk utama (main feeder)
disambungkan dengan pipa sekunder, lalu disambungkan lagi dengan pipa
cabang lainya sampai akhirnya pada pipa yang menuju konsumen.

Bab I V | 18
Dari segi ekonomis sistem bercabang ini sangat menguntungkan, karena
jalur pipa lebih pendek dan diameter yang kecil, namun dari segi operasional
mempunyai keterbatasan diantaranya :
 Jika terjadi kerusakan, akan terdapat daerah pelayanan yang tidak akan
mendapatkan air karena tidak adanya sirkulasi air.
 Jika terjadi kebakaran, suplai air pada fire hidran lebih sedikit karena aliranya
satu arah.
Sistem jaringan perpipaan bercabang digunakan untuk daerah pelayanan
dengan karakteristik sebagai berikut :
 Bentuk dan arah perluasan memanjang dan terpisah.
 Jalur jalannya tidak berhubungan satu sama lainnya.
 Elevasi permukaan tanahnya mempunyai perbedaan tinggi.
 Luas daerah pelayanan relatif kecil.
b) Sistem Perpipaan Lingkaran
Sistem jaringan perpipaan melingkar terdiri dari pipa induk dan cabang
yang saling berhubungan satu sama lainnya dan membentuk suatu loop
(jaringan yang melingkar), sehingga terjadi sirkulasi air ke seluruh jaringan
distribusi.
Dari pipa induk dilakukan penyadapan oleh pipa cabang dan selanjutnya
dari pipa cabang dilakukan pendistribusian untuk konsumen. Dari segi ekonomis,
sistem ini kurang menguntungkan karena diperlukan katup dan diameter pipa
yang bervariasi, sedangkan dari segi hidrolis (pengaliran), sistem ini lebih baik
karena jika terjadi kerusakan pada
sebagian sistem, selama perbaikan daerah layanan masih dapat disuplai
melalui loop lainnya.
Sistem jaringan perpipaan melingkar digunakan untuk daerah pelayanan
dengan karakteristik sebagai berikut :
 Bentuk dan perluasannya menyebar ke seluruh arah.
 Jaringan jalannya berhubungan satu dengan yang lainya.
 Elevasi tanahnya relatif datar.
c) Sistem Jaringan Perpipaan Kombinasi

Bab I V | 19
Sistem jaringan perpipaan kombinasi merupakan gabungan dari system
jaringan perpipaan bercabang dan jaringan perpipaan melingkar. Sistem ini
diterapkan untuk daerah pelayanan dengan karakteristik sebagai berikut :
 Kota yang sedang berkembang.
 Bentuk perluasan kota yang tidak diatur, demikian pula jaringa jalannya tidak
berhubungan satu sama lain pada bagian tertentu.
 Terdapat daerah pelayanan yang terpencil.
 Elevasi muka tanah yang bervariasi.
4) Hidrolika Jaringan Perpipaan
a) Sisa Tekan
Sisa tekan yang tersedia besarnya bervariasi menurut klasifikasi jaringan
perpipaan dan daerah pelayanan, serta jenis pipanya. Kriteria sisa tekan
menurut Draft Guidelines for Design and Construction of Publik Water Supply
System in Indonesia, 1980 sisa tekan minimum yang harus disediakan adalah
:
 Untuk pipa distribusi utama, sisa tekan minimum pada daerah kritis sekitar
15 mka.
 Untuk pipa pelayanan ditentukan menurut daerah layanannya terendah,
yaitu 10 mka.
b) Kecepatan Aliran
Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa distribusi menurut Al-Layla dalam
bukunya Water Supply Engineering Design, 1980 adalah sampai 0,1 – 1,5
m/detik.

5) Jenis Perlengkapan Pipa


 Jenis Pipa
Pemilihan jenis pipa dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut
yaitu ketentuan dan daya tahan terhadap tekanan yang terdiri dari :
 Tekanan dari dalam yaitu tekanan statik dan water hammer.
 Tekanan dari luar pipa yaitu tekanan tanah dan air tanah serta beba lalu
lintas.
 Diameter yang tersedia dipasaran.
 Daya tahan terhadap korosi dari luar.

Bab I V | 20
 Kemudahan pengadaan, pengangkutan dan pemasangan di daerah yang
bersangkutan.
 Pipa Distribusi Utama
Jenis pipa yang umum dipakai untuk pipa induk adalah ACP (Asbestos
Cement Pipe), DCIP (Ductile Cast Iron Pipe), GIP (Galvanized Iron Pipe),
Steel Pipe dan pipa HDPE. Pipa CIP terbuat dari besi tuang. Pipa jenis ini
sangat kuat, berat dan tahan lama tetapi mudah terkena korosi terutama
pada bagian permukaan dan sambungannya, oleh karena itu ada jenis pipa
CIP yang diberi lapisan anti korosi yaitu DCIP.
Pipa GIP terbuat dari baja atau besi. Umumnya tidak tahan terhadap korosi,
tahan terhadap kesadahan tinggi, harganya mahal, pengangkutan dan
pemasangan mudah tetapi tidak tahan terhadap tekanan dari luar. Steel
Pipe merupakan pipa yang terbuat dari baja. Umumnya tahan terhadap
benturan ringan, pembuatanya mudah tetapi tidak tahan terhadap korosi
dan membutuhkan banyak waktu untuk penyambungan serta mahal
harganya.
Pipa PVC (Poly Vinyl Chlorida) merupakan pipa yang terbuat dari palstik
Poly Vinyl Chlorida. Umumnya tahan terhadap korosi, ringan, pemasangan
dan pengangkutannya mudah. Pipa HDPE adalah jenis pipa plastik yang
sekarang direkomendasikan untuk mendukung pada drinking water atau air
siap minum
 Pipa Pelayanan
Jenis pipa yang umum dipakai adalah GIP, Steel Pipe dan pipa PVC. Dengan
melihat jalur distribusi saat ini dan mudah ditemukan dipasaran, maka
untuk pipa pelayanan memakai pipa PVC. Dengan berkembangnya
teknologi dan bergesernya kearah pelayanan air minum maka dari aspek
standar kualitas yang mendukung adalah pipa PE.
6) Sistem Pengaliran
Sistem pengaliran dalam sistem distribusi air bersih dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a) Sistem Gravitasi

Bab I V | 21
Sistem pengaliran dengan gravitasi dilakukan dengan memanfaatkan
beda tinggi muka tanah, dalam hal ini jika daerah pelayanan terletak
lebih rendah dari sumber air (reservoir). Untuk daerah pelayanan yang
mempunyai beda tinggi yang besar, sistem gravitasi sangat baik
digunakan, karena menghemat energi (pemompaan). Bila digabungkan
dengan pola jaringan bercabang akan membentuk sistem yang optimal,
baik dari segi ekonomis maupun dari segi teknis.
b) Sistem Pemompaan
Sistem pengaliran dengan pemompaan digunakan di daerah yang tidak
mempunyai beda tinggi yang besar dan relatif datar. Perlu
diperhitungkan besarnya tekanan pada sistem untuk mendapatkan
sistem pemompaan yang optimal, sehingga tidak terjadi kekurangan
tekanan yang dapat mengganggu sistem pengaliran, atau kelebihan
tekanan yang dapat mengakibatkan pemborosan energi dan kerusakan
pipa.
c) Sistem Kombinasi
Sistem ini merupakan sistem gabungan dari sistem gravitasi dan system
pemompaan. Pada sistem kombinasi ini, air yang didistribusikan
dikumpulkan terlebih dahulu dalam reservoir pada saat permintaan air
minimum. Jika permintaan air meningkat maka air akan dialirkan
melalui sistem gravitasi maupun sistem pemompaan.
7) Hidrolis Jaringan Perpipaan
a) Sisa tekan yang tersedia besarnya bervariasi menurut klasifikasi
jaringan perpipaan dan daerah pelayanan serta jenis pipanya. Kriteria
sisa tekan minimum yang harus disediakan adalah :
 Untuk pipa induk, sisa tekan minimum pada daerah krisis sekitar 15
mka.
 Untuk pipa pelayanan ditentukan menurut daerah layanannya, yaitu
10 mka jika daerah tersebut mayoritas bangunan tidak bertingkat
dan 12 meter jika mayoritas bangunan di daerah tersebut
bertingkat.
b) Kecepatan Aliran

Bab I V | 22
Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa distribusi menurut Al-Layla dalam
bukunya Water Supply Engineering Design, 1980 adalah sampai 0,6 – 3
m/detik.
8) Struktur Khusus Jalur Pipa
a) Perlintasan Sungai/Badan Air
Ada 3 (tiga) metoda untuk perlintasan sungai dan atau badan air, yang
dapat digunakan, yaitu :
 Melalui badan sungai/badan air.
 Melalui/mengikuti jembatan yang ada.
 Membuat jembatan penyembrangan pipa.
Pemilihan perlintasan ini dilakukan berdasarkan pedoman standar IKK
atau BNA, yaitu berdasarkan diameter pipa dan besarnya bentang. Pipa
yang diletakkan pada bawah badan air sebaiknya dibungkus dengan
massa beton dengan tebal 10 mm. penutup pipa dari dasar sungai
sampai dengan bagian atas beton diusahakan 1 (satu) meter.
Sedangkan untuk perlintasan yang tidak sesuai dengan standar, perlu
dibuat desain khusus yang sesuai dengan kondisi lapangan.
Pada setiap jembatan pipa minimum dipasang 1 (satu) buah air valve
dan 2 (dua) buah wash-out dan minimum 1 (satu) buah wash out dan 2
(dua) buah air valve untuk pipa yang diletakkan melintas dibawah
sungai/badan air.
9) Thrust Blocks
Tekanan pada bagian dalam pipa akan dapat berkembang menjadi besar
apabila terjadi kesalahan penempatan lokasi jalur pipa (ketidak seimbangan
gaya penahan). Blok penahan pipa ini dipasang pada :
 Akhir/ujung setiap jalur pipa (cap ands).
 Setiap perubahan arah (bend) atau diameter (taper).
 Setiap cabang pipa
Terjadinya ketidak seimbangan gaya pada jalur penyambungan pipa
tersebut dapat dilawan dengan blok beton yang diserap oleh material
pondasi. Dimensi dari blok beton tersebut diperhitungkan berdasarkan
prinsip mekanika tanah. Sebagai penahan gaya geser pada dasar blok

Bab I V | 23
beton dilakukan oleh gaya literal pada gaya luar dari permukaan pipa dan
blok. Dalam desain ini dipergunakan juga standar desain sesuai bentuk dari
blok penahan tersebut. Sebagaimana telah diuraikan dalam lingkup
pekerjaan pada bab terdahulu, maka DED yang di buat untuk menyusun
pekerjaan IPA dengan kapasitas 50 l/detik, telah disepakati bahwa unit
pengolahan yang akan digunakan (dibangun) terdiri dari unit pengolahan
lengkap. Dimana desain konstruksi dan struktur bangunan IPA
menggunakan metode dengan penelitian kondisi site plan yang ada serta
fasilitas yang telah tersedia dalam site plan tersebut.

4.1.5 Unit Pelayanan


Pelayanan air bersih ke konsumen dapat dilakukan secara individu
atau kelompok. Secara individu artinya setiap rumah mendapat pelayanan air
langsung dengan sambungan rumah yang dilengkapi dengan meter air. Jenis
pelayanan seperti ini diterapkan untuk kota dengan tingkat kepadatan
bangunan relatif tinggi, sedangkan untuk daerah pelayanan dengan tingkat
kepadatan bangunan relative rendah dimana daerah kosong (blank areas)
banyak maka pelayanan yang dipakai berupa pelayanan secara kelompok
yaitu dengan Hidran Umum (HU) atau Kran Umum (KU). Penempatan HU atau
KU didasarkan hasil survey lapangan dan survey sosial ekonomi, sehingga
penempatan HU/KU optimal sesuai kebutuhan dan dapat menjangkau
konsumen.
Selain itu pelayanan air bersih kepada konsumen dapat didasarkan
kepada hasil analisa sosial ekonomi. Untuk masyarakat yang memiliki
kemauan dan kemampuan membayar air Perusahaan Air Minum (PAM) akan
dilayani dengan Sambungan Rumah (SR), sedang untuk masyarakat yang
kemampuan membayarnya rendah akan diberikan pelayanan sambungan
dengan HU atau pelayanan dengan mobil tangki air.

4.2 Standar Kebutuhan Air


4.2.1 Kebutuhan Domestik
Merupakan kebutuhan air yang berasal dari rumah tangga dan sosial.
Standar konsumsi pemakaian domestik ditentukan berdasarkan rata-rata

Bab I V | 24
pemakaian air per hari yang diperlukan oleh setiap orang. Standar konsumsi
pemakaian air domestic terdapat pada Tabel 4.4, namun demikian untuk
perhitungan Rencana Induk Pengembangan SPAM Kabupaten Sabu Raijua
standar konsumsi masih mengacu pada Kota Kecil dan Kota Sedang dengan
tingkat awal pemakaian air (Thn. 2014) adalah 130 l/o/h.Namun jika terdapat
data pemakaian air per bulan untuk kelompok pelanggan domestik dan non
domestik maka data real tersebut yang akan digunakan.

Tabel 4. 4 Tingkat Konsumsi/Pemakaian Air Rumah Tangga Sesuai Kategori Kota.

No Kategori kota Jumlah penduduk Sistem Tingkat


pemakaian air
1 Kota >1.000.000 Non 190
Metropolitan Standar
2 Kota Besar 500.000 – Non 170
1.000.000 Standar
3 Kota Sedang 100.000 – Non 150
500.000 Standar
4 Kota Kecil 20.000 – 100.000 Standar 130
BNA
5 Kota <20.000 Standar 100
kecamatan IKK
6 Kota Pusat <3.000 Standar 60
Pertumbuhan DPP
Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah tahun 2003 dan SNI tahun 2002

Kebutuhan air untuk rumah tangga (domestik) dihitung


berdasarkan jumlah penduduk tahun perencanaan. Kebutuhan air minum
untuk daerah domestik ini dilayani dengan SR dan HU. Kebutuhan air
minum untuk daerah domestik ini dapat dihitung berdasarkan persamaan
berikut :
Kebutuhan air = % pelayanan x a x b
Dimana :
a = jumlah pemakaian air (liter/orang/hari)
b = jumlah penduduk daerah pelayanan (jiwa)
Kebutuhan air untuk domestik (rumah tangga) yaitu pemakaian air
di lingkungan rumah tangga dihitung berdasarkan :
 Jumlah penduduk.
 Persentase jumlah penduduk yang akan dilayani.

Bab I V | 25
 Pelayanan air.
 Konsumsi pemakaian air (liter/orang/hari).
Pola penggunaan air di Wilayah Studi akan menentukan berapa
standar konsumsi air yang akan menjadi dasar untuk menghitung
perkiraan kebutuhan air sampai dengan akhir tahun perencanaan.

4.2.2 Kebutuhan Non Domestik


Kegiatan non domestik adalah kegiatan penunjang kota terdiri dari
kegiatan komersil berupa industri, perkantoran, perniagaan dan kegiatan
sosial seperti sekolah, rumah sakit dan tempat ibadah. Penentuan kebutuhan
air non domestic didasarkan pada faktor jumlah penduduk pendukung dan
jumlah unit fasilitas yang dimaksud. Fasilitas perkotaan tersebut antara lain
adalah fasilitas umum, industry dan komersil. Perhitungan kebutuhan air non
domestik di Kabupaten Sabu Raijua diasumsikan sebesar 15-20%.
Total kebutuhan non domestik dihitung berdasarkan kebutuhan
domestik, yaitu (15% dari kebutuhan domestik). Non domestik diantaranya
komersial, perkotaan, fasilitas umum, industri, pelabuhan, dan lain-lain.
Perhitungannya dihitung berdasarkan persentase kebutuhan non domestik
terhadap domestik.
Tabel 4. 5 Tingkat Pemakaian Air Non Rumah Tangga

No Kategori Kota Jumlah Penduduk

1 Sekolah 10 liter/hari
2 Rumah Sakit 200 liter/hari
3 Puskesmas 3
(0,5 – 1) m /unit/hari
4 Peribadatan 3
(0,5 – 2) m /unit/hari
5 Kantor 3
(1 – 2) m /unit/hari
6 Toko 3
(1 – 2) m /unit/hari
7 Rumah Makan 3
1 m /unit/hari
8 Hotel/Losmen 3
(100 – 150) m /unit/hari
9 Pasar 3
(6 – 12) m /unit/hari
10 Industri 3
(0,5 – 2) m /unit/hari
11 Pelabuhan/Terminal 3
(10 – 20) m /unit/hari
12 SPBU 3
(5 – 20) m /unit/hari
13 Pertamanan 3
25 m /unit/hari
Sumber : SK-SNI Air Minum.

Bab I V | 26
4.3 Periode Perencanaan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/2007 tentang Penyelenggaraan
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, Periode Perencanaan Rencana
Induk Pengembangan SPAM adalah antara 15-20 tahun. Kemudian Rencana Induk
Pengembangan SPAM sebagaimana dimaksud harus dikaji ulang setiap 5 tahun
atau dapat dirubah bila ada hal-hal khusus dengan memperhatikan perkembangan
penataan ruang wilayah nasional, provinsi dan/ atau kabupaten atau kota.

4.4 Kriteria Daerah Perencanaan


Berdasarkan kriteria teknis Pedoman Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, sasaran pelayanan pada tahap awal
prioritas harus ditujukan pada daerah yang belum mendapat pelayanan air minum
dan berkepadatan tinggi serta kawasan strategis. Setelah itu prioritas pelayanan
diarahkan pada daerah pengembangan sesuai dengan arahan dalam perencanaan
induk kota.
Pada dasarnya sasaran wilayah pelayanan suatu daerah tergantung pada
fungsi strategis kota atau kawasan, tingkat kepadatan penduduk dan ketersediaan
air. Wilayah pelayanan tidak terbatas pada wilayah administrasi yang
bersangkutan sesuai hasil kesepakatan dan koordinasi dengan pihak-pihak yang
terkait dalam rangka menunjang pembangunan SPAM.
Kondisi wilayah pelayanan yang menjadi sasaran pelayanan mengacu pada
pertimbangan teknis dalam standar spesifikasi teknis berikut. Pertimbangan teknis
dalam menentukan wilayah pelayanan antara lain namun tidak dibatasi oleh :
 Kepadatan penduduk.
 Tingkat kesulitan dalam memperoleh air.
 Kualitas sumber air yang ada.
 Tata ruang kota.
 Tingkat perkembangan daerah.
 Dana investasi, dan
 Kelayakan operasi.
 Komponen wilayah pelayanan adalah :
 Kawasan permukiman.

Bab I V | 27
 Kawasan perdagangan.
 Kawasan pemerintahan dan pendidikan.
 Kawasan industri.
 Kawasan pariwisata.
 Kawasan khusus seperti pelabuhan, rumah susun

Bab I V | 28

Anda mungkin juga menyukai