2019 TA STL 082001400058 Bab-3 PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 37

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Umum
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Air
minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis,
kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter
tambahan (Permenkes 492 Tahun 2010).
Pengolahan air bersih atau air minum adalah usaha-usaha teknis yang
dilakukan untuk mengubah sifat-sifat air baku menjadi air bersih atau air minum
yang aman baik secara fisik, kimia, biologi maupun radiologi yang kualitasnya
memenuhi syarat atau standar yang berlaku (Reynolds dan Richards, 1977).
Proses pengolahan air yang akan diterapkan dalam memperbaiki kualitas air
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan proses
pengolahan fisik, kima, dan biologi. Pengolahan ini dibuat dalam suatu tahap dan
berupa bangunan yaitu Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM). IPAM merupakan
bangunan proses perbaikan kualitas air yang pada umumnya terdiri dari proses
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi untuk memenuhi standar
konsumsi air baku yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Republik Indonesia
(BPPSPAM, 2009)
Daya dukung lingkungan yang semakin berkurang dan terbebani oleh
pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, kualitas air baku atau air permukaan
semakin menurun merupakan masalah yang sering dihadapi, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan air bersih maupun air minum diperlukan upaya pengolahan
air.
Dalam melakukan pengolahan air bersih dan air minum, digunakan dasar-
dasar atau pedoman berupa peraturan sebagai berukut:
1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengedalian Pencemaran Air.

9
Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
10

2. Peraturan Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/ tahun 2010 tentang


Persyaratan Kualitas Air Minum.

Pengolahan air dilakukan dengan menggunakan beberapa unit dan unit


tersebut sangat bergantung kepada sumber dan karakteristik air baku yang akan
diolah.

3.2 Persyaratan Penyediaan Air Minum


Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem penyediaan
air minum, yaitu persyaratan kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Air minum secara
fisik harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Selain itu air
minum tidak boleh mengandung bahan kimia yang melebihi batas dan bakteri
pathogen yang dapat mengganggu kesehatan manusia (BPPSPAM, 2009)

3.2.1 Persyaratan Air Baku


Terdapat tiga persyaratan yang harus dipenuhi oleh air baku agar dapat
digunakan pada sitem pengolahan air minum, yaitu:
1) Syarat Kuantitas
Persyaratan kuantitas dipengaruhi oleh jumlah air baku yang tersedia,
sehingga dapat digunakan selama waktu yang dibutuhkan.
2) Syarat Kualitas
Air yang akan digunakan harus memenuhi syarat kualitas fisik, kimia, dan
biologi agar yang menjamin air tersebut aman dikonsumsi oleh masyarakat.
Air baku harus memenuhi kualitas air sesuai baku mutu Peraturan Pemerintah
Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
3) Syarat Kontinuitas
Air baku untuk air minum dapat diambil secara terus menerus dengan
fluktuasi yang relatif tetap (BPPSPAM, 2009).

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
11

3.2.2 Persyaratan Air Minum


Terdapat dua persyaratan yang harus dipenuhi oleh air minum agar dapat
dimanfaatkan atau dikonsumsi, yaitu:
1) Syarat Kualitas
Kualitas air yang telah melewati proses pengolahan harus memenuhi standar
kualitas air minum yang dibuat oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan dan pengawasan kualitas
air minum yang meliputi beberapa parameter yaitu dari segi persyaratan fisik,
kimia, biologi dan radioaktif.
a) Parameter fisik, dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu, bau, zat padat
terlarut, kekeruhan, rasa, warna, suhu dan daya hantar listrik.
b) Parameter kimia, terdiri dari:
- Bahan kimia anorganik yang berhubungan dan berdampak langsung
terhadap manusia.
- Bahan kimia yang tidak berdampak langsung terhadap manusia.
- Pestisida
- Desinfektan dan hasil sampingannya.
c) Parameter biologis, yaitu berupa mikroorganisme E. coli dan total bakteri
coliform.
d) Parameter radioaktif yaitu, Gross alpha (∝) activity dan Gross beta (")
activity.
Secara keseluruhan parameter kualitas air minum berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan No. 492/MENKES/PER/IV/2010 dapat dilihat pada Tabel 3.1.
2) Syarat kuantitas
Air minum yang sudah memenuhi standar kualitas air minum harus mampu
melayani daerah pelayanan. Air minum tersebut harus mampu memenuhi
kebutuhan penduduk yang ada pada suatu wilayah dan syarat kuantitas juga
dipengaruhi oleh jumlah air baku yang tersedia, serta kapasitas produksi
IPA. Pada umumnya debit air dari tiap sumber air baku akan mengalami
perubahan dari waktu ke waktu (BPPSPAM, 2009)

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
12

Tabel 3. 1 Parameter Persyaratan Kualitas Air Minum Berdasarkan


PERMENKES RI No. 492/MENKES/IV/2010
Kadar Maksimum
No. Jenis Parameter Satuan
Yang Diperbolehkan
Parameter Wajib
1. Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
Jumlah per 100 ml
1) E. Coli 0
sampel
Jumlah per 100 ml
2) Total Bakteri Koliform 0
sampel
b. Kimia an-organik
1) Arsen mg/l 0,01
2) Fluoride mg/l 1,5
3) Total Kromium mg/l 0,05
4) Kadmium mg/l 0,003
-
5) Nitrit (sebagai NO2 ) mg/l 3
6) Nitrat (sebagai NO3-) mg/l 50
7) Sianida mg/l 0,07
8) Selenium mg/l 0,1
2. Parameter yang tidak langsung berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter Fisik
1) Bau Tidak berbau
2) Warna TCU 15
3) Total Zat Padat Terlarut (TDS) mg/l 500
4) Kekeruhan NTU 5
5) Rasa Tidak berasa
O
6) Suhu C Suhu udara 3
b. Parameter Kimiawi
1) Aluminium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,3
3) Kesadahan mg/l 500
4) Klorida mg/l 250
5) Mangan mg/l 0,4
6) pH mg/l 6,5 – 8,5
7) Seng mg/l 3
8) Sulfat mg/l 250
9) Tembaga mg/l 2
10) Amonia mg/l 1,5
Sumber: Permenkes No. 492 Tahun 2010

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
13

3.3 Bangunan Pengolahan Air Minum


Instalasi Pengolahan Air minum merupakan suatu sistem yang terdiri proses
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi serta dilengkapi dengan
pengontrolan proses juga instrument pengukuran yang dibutuhkan. Instalasi ini
harus didesain untuk menghasilkan air yang layak dikonsumsi masyarakat dalam
segala kondisi baik cuaca maupun lingkungannya. Selain itu, sistem dan subsistem
dalam instalasi yang akan didesain harus sederhana, efektif, dapat diandalkan, tahan
lama, dan murah dalam pembiayaan (Kawamura, 1991).

3.3.1 Bangunan Sadap (Intake)


Bangunan intake merupakan konstruksi penangkap air yang dibangun pada
suatu lokasi sumber air seperti sungai, mata air, dan air tanah dengan segala
perlengkapannya dan dipergunakan sebagai tempat pengambilan air untuk
penyediaan air minum (SNI 7829:2012)
Bangunan intake memiliki beberapa fungsi, yaitu (Al-layla,1978):
1. Mengumpulkan air dari sumber untuk mejaga kuantitas debit air yang
dibutuhkan oleh instalasi.
2. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan barscreen.
3. Mengambil air baku sesuai debit yang diperlukan instalasi pengolahan yang
direncanakan demi manjaga kontinuitas penyediaan dan pengambilan air dari
sumbernya.

Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan dalam merencanakan


bangunan intake, yaitu:
1. Intake direncanakan dan ditempatkan pada tempat atau sumber air yang
memiliki aliran yang stabil dan tidak deras.
2. Bangunan harus kedap air.
3. Tanah di sekitar intake harus stabil dan tidak mudah terkena erosi.
4. Bangunan terletak berjauhan dengan sumber kontaminasi.
5. Intake diletakkan di hulu sungai suatu kota.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
14

6. Dilengkapi dengan saringan kasar yang selalu dibersihkan dan ujung pipa
yang berhubungan dengan pompa sebaiknya dilengkapi dengan saringan
(strainer).
7. Inlet sebaiknya terletak di bawah permukaan air agar untuk mencegah
masuknya benda-benda terapung.
8. Untuk muka air yang berfluktuasi, inlet yang berhubungan dengan sumur
pengumpul sebaiknya dibuat beberapa level.
9. Intake dapat dibuat dengan sungai jika permukaan badan air selalu konstan
dan tebing sungai terendam air.
Bangunan intake memiliki jenis yang bermacam-macam yaitu terdiri dari
direct intake dan indirect intake. Direct intake biasanya digunakan untuk sumber
air yang dalam seperti sungai atau danau dengan kedalaman yang cukup tinggi.
Intake jenis ini memungkinkan terjadinya erosi pada dinding dan pengendapan di
bagian dasar.
Terdapat beberapa macam indirect intake, yaitu:
1. River intake, yaitu intake yang memiliki penyadap dalam bentuk sumur
pengumpul. Pada umumnya jenis intake ini digunakan pada air sungai yang
mempunyai perbedaan level muka air pada musim hujan dan musim kemarau.
2. Canal intake, digunakan untuk air yang berasal dari kanal. Dinding chamber
terbuka sebagian ke arah kanal dan dilengkapi dengan pipa pengolahan untuk
ke unit selanjutnya.
3. Reservoir intake, digunakan untuk air yang berasal dari dam dan dengan
menggunakan menara intake. Menara intake dengan dam dibuat terpisah dan
diletakkan di bagian hulu dan inlet diletakkan pada menara dengan beberapa
level untuk mengatasi fluktuasi level muka air.
4. Spring intake, digunakan untuk mengambil air baku yang berasal dari yang
memiliki kedalaman air dalam level tertentu.
5. Gate intake, berfungsi sebagai screen dan merupakan pintu air pada
prasedimentasi.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
15

Bangunan intake tersusun dari beberapa komponen, yaitu:


1. Bangunan sadap yang berfungsi untuk mengefektifkan air yang masuk
menuju sumur pengumpul.
2. Saluran pembawa, merupakan saluran yang membawa atau mengalirkan air
menuju ke sumur pengumpul. Saluran pembawa dapat berupa saluran terbuka
atau saluran tertutup (pipa).
3. Sumur pengumpul (sump well) yang terletak minimal 1 m di bawah dasar
sungai atau tergantung pada kondisi geologis wilayah perencanaan.
Konstruksi sumur disesuaikan dengan kondisi sungai dan setidaknya terbuat
dari beton dengan ketebalan minimal 20 cm atau lebih. Waktu detensi yang
diperlukan yaitu minimal 20 menit.
4. Screen yang terdapat pada inlet sumur pengumpul berfungsi untuk menyaring
padatan yang terkandung dalam air baku. Penyaringan kasar dimaksudkan
untuk menyaring benda-benda kasar yang terapung atau melayang di air
sungai agar tidak terbawa ke dalam unit pengolahan. Contoh benda-benda
kasar seperti plastik, daun, kayu, pasir dan lain-lain. Screen memiliki
beberapa kriteria desain yang dapat dilihat pada Tabel 3.2
5. Pompa, berfungsi untuk memompa air dari sumur pengumpul keluar
melalui pipa.
1) Bell mouth strainer, yang memiliki kriteria desain sebagai berikut:
a. Kecepatan air melalui lubang strainer : 0,15 – 0,30 m/detik.
b. Bukaan lubang strainer : 6 mm – 12 mm.
c. Luas total strainer : 2 x area efektif.
2) Cylindrical strainer, yang memiliki kriteria desain sebagai berikut:
a. Kriteria desain sama dengan bell mouth strainer.
b. Biasanya digunakan jika head di atas strainer besar.
3) Pipa suction, berfungsi sebagai pembawa air dari sumur pengumpul yang
dipompakan.
4) Pipa discharge, berfungsi untuk menyalurkan air baku menuju ke unit
pengolahan selanjutnya.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
16

Tabel 3. 2 Kriteria Desain Barscreen


Metode Pembersihan
Parameter Satuan
Manual Mekanis
Ukuran batang:
- Lebar mm 5 – 15 5 – 15
- Tebal mm 25 – 38 25 – 38
Jarak antar batang mm 25 – 50 15 – 75
Kemiringan ° 30 – 45 0 – 30
Kecepatan aliran:
- Maksimum m/detik 0,3 – 0,6 0,6 – 1
- Minimum m/detik 0,3 – 05
Headloss yang
mm 150 150 – 600
diijinkan
Sumber: Al-layla and Anis, 1978

3.3.2 Prasedimentasi
Unit prasedimentasi merupakan unit yang di dalamnya terjadi proses
pengendapan partikel diskret secara gravitasi tanpa menggunakan koagulan.
Partikel diskret yang dimaksud adalah partikel yang tidak mengalami perubahan
bentuk, ukuran, maupun berat pada saat terjadi pengendapan. Bedasarkan SNI 19-
6774-2002 unit prasedimentasi digunakan apabila air baku memiliki kekeruhan
melebihi 600 NTU, sehingga air yang masuk ke unit pengolahan di IPA memiliki
kekeruhan < 600 NTU. Unit prasedimentasi diperlukan agar tidak membebani unit
selanjutnya yaitu unit koagulasi – flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
Terdapat beberapa macam bentuk bak prasedimentasi, yaitu:
1. Rectangular (Segi empat), biasanya didesain dengan kemiringan dasar 5 – 10
%. Pengurasan manual dilakukan selama enam bulan sekali sedangkan
pengurasan dengan menggunakan scrapper mekanis maka dasar bak didesain
dengan kemiringan 1 %. Bak prasedimentasi yang berbentuk segi empat dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
17

Gambar 3. 1 Prasedimentasi Berbentuk Segi Empat


Sumber: Reynolds, 1982

2. Circular (Lingkaran), bentuk bak prasedimentasi lingkaran dapat dilihat


pada Gambar 3.2.

Gambar 3. 2 Prasedimentasi Berbentuk Lingkaran


Sumber: Reynolds, 1982

Bak prasedimentasi terbagi menjadi empat zona, yaitu:


1. Zona inlet, di dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata.
2. Zona pengendapan, di dalam zona ini air mengalir pelan secara
horizontal ke arah outlet dan di dalam zona ini terjadi proses
pengendapan.
3. Zona lumpur, di dalam zona ini lumpur yang diendapkan terakumulasi.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
18

4. Zona outlet, air yang masuk dan partikelnya sudah diendapkan akan
dialirkan keluar bak dan masuk ke dalam unit pengolahan selanjutnya.
Bak prasedimentasi memiliki beberapa kriteria dalam pembangunannya,
yaitu dapat dilihat pada Tabel 3.3 .

Tabel 3.3 Kriteria Desain Bak Prasedimentasi


Sumber Komponen Kriteria satuan
Schultz and Surface loading 20 – 80 m3/m2 hari
Okun, 1984 Waktu detensi (td) 30 – 180 menit
P:L 4:1-6:1
P:H 5 : 1 - 20 : 1
Kedalaman dengan penghilangan pasir 1,5 - 2,5 m
V inlet 0,2 - 0,5 m/detik
Tinggi air di V notch 0,03 - 0,05 m
Weir loading 0,002 - 0,003 m3/m.detik
Kadar lumpur 5–8 %
Slope bak lumpur 1–2 %
Tinggi freeboard > 0,3 m
Kecepatan horizontal rata-rata 0,05 m/detik
Ukuran min partikel yang dihilangkan 0,1 mm
Kawamura, Surface loading 30 – 60 m3/m2 hari
2000 Kedalaman 3 – 4,5 m
Weir loading rate 216 – 312 m3/m/hari
Waktu detensi 90 – 240 menit
Jumlah tangki minimum 2
Kecepatan aliran 0,3 – 1,1 m/menit
Perbandingan P/L Min 4:1
Perbandingan hair/p Min 1:15
Kecepatan pengumpulan lumpur m/menit
0,3 – 0,9
(collection path)
Kecepatan pengumpulan lumpur (return m/menit
1,5 – 3
path)

3.3.3 Koagulasi
Proses koagulasi merupakan proses destabilisasi koloid dan partikel
tersuspensi yang ada di dalam air untuk membentuk flok-flok melalui proses
pengadukan cepat (rapid mixing) dengan menambahkan bahan kimia yang disebut
juga sebagai koagulan (Kawamura 2000).

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
19

Dalam merencanakan unit koagulasi terdapat beberapa hal yang harus


diperhatikan, yaitu (Reynolds and Richards 1996):
1. Kekeruhan air yang akan diolah
2. Kandungan zat padat tersuspensi
3. Temperatur air yang diolah
4. Derajat pH
5. Konsentrasi dan komposisi kation dan anion dalam air
6. Lama pengadukan
7. Dosis dan sifat dasar koagulan
Terdapat dua macam jenis pengadukan yaitu, pengadukan cepat dan
pengadukan lambat. Kecepatan pengadukan atau yang dapat dinyatakan dengan
gradien kecepatan merupakan parameter yang harus diperhatikan, Gradien
kecepatan merupakan fungsi dari tenaga yang akan disuplai pada proses
pengadukan. Nilai gradien kecepatan (G) dapat dinyatakan dengan persamaan
sebagai berikut:
&
# = (3.1)
'.)

Keterangan:
P = Suplai tenaga ke air (N.m/detik)
V = Volume air yang diaduk (m3)
* = Viskositas absolut air (N detik/m3)
Persamaan (3.1) dapat digunakan untuk semua jenis pengadukan. Perbedaan
parameter untuk setiap jenis pengadukan adalah besarnya tenaga yang disuplai (P)
yang dapat dihitung berdasarkan jenis koagulasi yang akan digunakan.

3.3.3.1 Jenis-Jenis Koagulasi


Pengadukan dan pencampuran koagulan dengan air baku dapat dilakukan
dengan beberapa cara atau dapat disebut dengan tipe koagulasi, yaitu secara
mekanis, hidrolis dan pneumatis.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
20

1. Koagulasi mekanis adalah pengadukan dengan menggunakan alat pengaduk


berupa impeller yang digerakkan menggunakan motor listrik. Mekanisme
pengadukan dengan menggunakan motor dan impeller pada Gambar 3.3.

Gambar 3. 3 Koagulasi Mekanis


Sumber: Reynolds, 1982

Impeller yang digunakan pada unit koagulasi mekanis terdiri dari tiga tipe,
yaitu paddle, turbine dan propelleri. Masing-masing impeller memiliki kriteria
yang berbeda dan dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Untuk menghitung besarnya tenaga yang disuplai pada koagulasi mekanis
dapat digunakan persamaan sebagai berikut:
Aliran turbulen (Nre > 200)

P = KT x n3 x Di5 x + (3. 2)

Keterangan:
P = daya listrik, ft-lb/sec (N-m/s)
KT = konstanta impeller aliran turbulen
n = kecepatan putar (rps)

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
21

Di = diameter impeller (ft atau m)


+ = Densitas air (kg/m3)
NRe = bilangan Reynolds, tidak berdimensi
Bilangan Reynold dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:

2 × 45 6 × + (3.3)
/01 =
*

Nilai KT merupakan konstanta untuk baffled tank dengan empat baffled lebar
10% diameter bak. Konstanta tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3. 4 Kriteria Impeller


Tipe Kecepatan
Dimensi Keterangan
impeller Putaran
d = 50%-80%
Paddle 20 – 150 rpm lebar bak
, ,
L= -
- ,. d paddle

d = 30%-50%
Turbine 10 – 150 rpm
lebar bak

d = max. 45 cm
Propeller 400 – 1750 rpm
jumlah pitch 1-2 buah

Sumber : Reynolds and Richards, 1996

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
22

Tabel 3. 5 Nilai Konstanta KT


Tipe Impeller KT
Propeller, pitch of 1, 3 blades 0,32
Propeller, pitch of 2, 3 blades 1
Turbine, 4 flat blades, vaned disc 5,31
Turbine, 6 flat blades, vaned disc 5,75
Turbine, 6 curved blades 4,8
Fan Turbine, 6 blades at 45o 1,65
Shrouded turbine, 6 curved blades 1,08
Shrouded turbine, with stator, no baffles 1,12
Flat paddles, 2 blades (single paddle), Di/Wi = 4 2,25
Flat paddles, 2 blades, Di/Wi = 6 1,7
Flat paddles, 2 blades, Di/Wi = 8 1,15
Tipe Impeller KT
Flat paddles, 4 blades, Di/Wi = 6 2,75
Flat paddles, 2 blades, Di/Wi = 8 3,82
Sumber: Reynolds and Richards, 1996

2. Koagulasi hidrolis adalah pengadukan dengan memanfaatkan gerakan air


sebagai pengadukan dan sistem pengadukan ini menggunakan energi hidrolik.
Energi hidrolik dapat berupa energi gesek, energi potensial (terjunan) atau
adanya lompatan hidrolik suatu aliran. Mekanisme koagulasi hidrolis dengan
menggunakan terjunan dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3. 4. Koagulasi Hidrolis dengan Menggunakan Terjunan

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
23

Untuk menghitung gradien pada koagulasi hidrolis dapat menggunakan


rumus pada persamaan (3.1).
Dalam merencanakan unit koagulasi harus terdapat beberapa kriteria desain
yang harus dipenuhi. Kriteria desain unit koagulasi mekanis dapat dilihat pada
Tabel 3.6 serta terdapat beberapa perbedaan pada jenis koagulasi yang dapat dilihat
pada Tabel 3.7.

Tabel 3. 6 Kriteria Desain Unit Koagulasi


No. Keterangan Unit (1) (2) (3) (4) (5) (6)
700 - 600- 100 –
1. G /dtk 3000 700 - 1000
1000 1000 1000
10 –
2. Td Dtk 10 - 30 30-60 20-60 20-40 10-60
100
350- 20000- 30000-
3. G x Td 104 – 105
1700 30000 60000
pH & Alum
4. 4 4,5-8 5-7,5
Optimum
Sumber : 1. Kawamura 2000; 2. Al-layla and Anis 1978; 3. T. D. Reynolds, 1982;
4. Darmasetiawan 2001; 5. Peavy, Rowe and Tchobanoglous 1985;
6. Qasim and Montley 2000

Tabel 3. 7 Perbedaan Jenis-Jenis Koagulasi


Keterangan Mechanical mixer In-line Static Mixer Hydraulic Jump
Efisiensi Efisiensi pengolahan Efisiensi pengolahan Efisiensi pengolahan
dapat mencapai 90% dapat mencapai 90% dapat mencapai 90%
Konstruksi Konstruksi mudah Konstruksi mudah Konstruksi mudah
tetapi menggunakan dilakukan dan dilakukan dan
material yang tidak Merupakan pengadukan material yang
mudah didapatkan jenis mekanis yang digunakan lebih
diam (statis). mudah didapatkan
Fleksibilitas terhadap Lebih fleksibel Tidak fleksibel terhadap Tidak fleksibel
kualitas air baku terhadap fluktuasi fluktuasi kualitas air terhadap fluktuasi air
kualitas air baku. baku baku.
Operasional dan Pengoperasian dan Pemeliharaan unit tidak Operasional dan
pemeliharaan pemeliharaan tidak semudah tipe hydraulic maintenance lebih
mudah untuk jump. mudah dilakukan.
dilakukan.
Kemungkinan Kemungkinan Kemungkinan Kemungkinan
kerusakan kerusakan lebih besar kerusakan lebih kecil. kerusakan lebih kecil.
Sumber: Kawamura, 2000

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
24

3.3.3.2 Jenis-Jenis Koagulan


Secara umum mekanisme koagulasi yaitu pembuatan koloid yang stabil
menjadi tidak stabil. Partikel yang terdapat di dalam air baku memiliki muatan ion
negatif sehingga partikel-partikel tersebut menimbulkan reaksi tolak menolak.
Reaksi tolak menolak tersebut dapat dinetralisir dengan menambahkan ion
bermuatan positif dan dapat menkoagulasi partikel tersebut. Ion-ion positif tersebut
yaitu koagulan.
Koagulan yang banyak digunakan dalam proses pengolahan air minum adalah
koagulan yang berupa alumunium seperti aluminium sulfat yaitu koagulan yang
umumnya digunakan pada proses pengolahan air minum, sodium aluminate, potash
alum, ammonia alum dan poly aluminium. Koagulan juga ada yang berupa garam-
garam besi seperti ferric sulfate, ferrous sulfate, chlorinated ferrous sulfate, dan
ferric chloride (Hammer and Jr, 1996). Masing-masing koagulan memiliki
karakteristik yang berbeda, dan dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3. 8. Karakteristik Koagulan


Berat pH
Nama Kimia Rumus Kimia Karakteristik
Molekul larutan
Al2(SO4)3.14,3H2O Putih terang, padat.
Aluminium 599,7 Sekitar
Sulfat Al2(SO4)3. 49,6H2O Putih atau terang, 3,5
1235,71 abu kekuningan,
cair.
Hitam, bubuk.
FeCl3 162,21
Ferri Kuning kecoklatan,
FeCl3.6 H2O 270,3 0,1 – 1,5
Klorida bongkahan.
FeCl3. 13,1H2O 398,21 Coklat kemerahan,
cair
Coklat kemerahan,
Fe2(SO4)3. 9 H2O 562,02 bubuk
Ferri Sulfat 0,1 – 1,5
Fe2(SO4)3. 36,9 H2O 1064,64 Coklat kemerahan,
cair
Ferro sulfat FeSO2. 7 H2O 278,02 Hijau, Bongkahan
kristal.
Sumber: Qasim and Montley, 2000

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
25

Selain koagulan yang ada pada Tabel 3.8, terdapat jenis koagulan yang
merupakan jenis koagulan lain yaitu poly aluminium chloride (PAC). Unsur dasar
PAC adalah alumunium yang berhubungan dengan unsur lain, seperti pada
persamaan 3.4.

2Al(OH)3 + nHCl → Al2(OH)6-nCln + nH2O (3.4)

Poly aluminium chloride (PAC) merupakan garam khusus pembuatan


aluminium klorida yang mampu memberikan daya yang lebih kuat untuk proses
koagulasi dan flokulasi daripada aluminium biasa dan garam-garam besi lainnya.
Hal itu disebabkan oleh ikatan rantai molekul PAC lebih panjang dan kompleks.
PAC memiliki keunggulan lain dibandingkan dengan alumunium biasa yaitu,
pembentukan flok dapat terjadi lebih cepat dan flok yang dihasilkan relatif lebih
besar, sehingga PAC dapat digunakan dalam jumlah sedikit. Penggunaan PAC yang
berlebihan tidak menambah kekeruhan pada air sedangkan koagulan utama seperti
alumunium akan menambah kekeruhan pada air apabila digunakan dalam dosis
yang berlebihan (Setyaningsih, 2002).
Dalam pemilihan koagulan dan dosisnya dapat ditentukan dengan studi
laboratorium dengan melakukan jar test. Jartest merupakan percobaan skala
laboratorium untuk melakukan simulasi proses koagulasi agar dapat menentukan
dosis optimum koagulan yang dapat digunakan. Percobaan jar test membutuhkan
konsentrasi bahan kimia atau koagulan yang dicampurkan ke dalam air baku yang
dimasukkan ke dalam beaker glass.

3.3.4 Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok yang lebih besar dengan
menggunakan pengadukan lambat. Flok-flok tersebut akan mengendap pada bak
sedimentasi karena terdapat perbedaan massa jenis antara air dan flok. Gradien
kecepatan yang merupakan fungsi dari tenaga yang disuplai pada flokulasi dapat
dihitung dengan menggunakan rumus pada persamaan (3.1).

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
26

Terdapat tiga tipe flokulasi yaitu flokulasi mekanis, hidrolis dan penumatis.
a) Flokulasi mekanis, merupakan jenis flokulasi yang metode pengadukannya
menggunakan peralatan mekanis yang terdiri dari motor, poros pengaduk, dan
alat pengaduk dan terdapat pada Gambar 3.5. Terdapat beberapa tipe
pengadukan mekanis, yaitu, turbin, paddle, dan propeller (Reynolds and
Richards 1996).

Gambar 3. 5 Flokulasi Mekanis


Sumber: Reynold aand Richard, 1996

Nilai untuk daya atau power (P) pengaduk dapat diperoleh dengan persamaan
(Reynolds and Richards 1996):

P = KL x n3 x Di5 x * (3.5)

Keterangan:
P = daya listrik, ft-lb/sec (N-m/s)
KL = konstanta impeller aliran laminer
n = kecepatan putar (rps)
Di = diameter impeller (ft atau m)
* = viskositas air (N-s/m2)
Nilai KL merupakan konstanta untuk baffled tank dengan empat baffled lebar
10% diameter bak. Konstanta tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.9.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
27

Tabel 3. 9 Nilai Konstanta KL


Tipe Impeller KL
Propeller, pitch of 1, 3 blades 41
Propeller, pitch of 2, 3 blades 43,5
Turbine, 4 flat blades, vaned disc 60
Turbine, 6 flat blades, vaned disc 65
Turbine, 6 curved blades 70
Fan Turbine, 6 blades at 45o 70
Shrouded turbine, 6 curved blades 97,5
Shrouded turbine, with stator, no baffles 172,5
Flat paddles, 2 blades (single paddle), Di/Wi = 4 43
Flat paddles, 2 blades, Di/Wi = 6 36,5
Flat paddles, 2 blades, Di/Wi = 8 33
Tipe Impeller KL
Flat paddles, 4 blades, Di/Wi = 6 49
Flat paddles, 2 blades, Di/Wi = 8 71
Sumber: Reynolds and Richards, 1996

b) Flokulasi hidrolis, merupakan jenis flokulasi yang metode pengadukannya


menggunakan baffle (Gambar 3.6), plat berlubang dan pulsator. Aliran air
dibuat relatif tenang agar tidak terjadi turbulensi yang dapat menyebabkan
flok yang terbentuk pecah (Qasim, dkk. 2000).
Pada pengadukan hidrolis, tenaga pengadukan, kecepatan gradient dan
baffled channel dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang ada pada Tabel
3.10:

Gambar 3. 6. Baffled Channel


Sumber: Reynolds and Richards 1996

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
28

Tabel 3. 10. Rumus Perhitungan Desain Unit Flokulasi Hidrolis


No. Komponen Rumus Keterangan
P = Q.+. 8.h P= Tenaga (N.m/detik)
Tenaga
1. Q= Debit (m3/detik)
Pengadukan (3.5)
+= Berat jenis (kg/m3)

: 8= Percepatan gravitasi (m/detik2)


Gradien # = h= tinggi jatuhan atau kehilangan 28nergy
2. *. ;
Kecepatan
(m)
(3.6) G= Gradien Kecepatan (/detik)
@/6
FGH <
n=
<'=
9= Viskositas kenimatis (m2/detik)
>(@,BBCD) I
Kanal aliran
3. td= Q/V = Waktu detensi (detik)
horizontal
n= Jumlah kanal
(3.7)
H= kedalaman air (m)
@/6
<'= KGH < L= Panjang bak flokulasi (m)
n= >(@,BBCD) I
Kanal aliran
4. *=Kekentalan dinamis (kg/m.detik)
vertikal f= Koefisien gerak sekat
(3.8)
W= Lebar bak (m)
Sumber: Fair, Geyer and Okun 1968

Dalam mendesain unit flokulasi terdapat beberapa kriteria desain secara


umum yang dapat dilihat pada Tabel 3.11. sedangkan untuk flokulasi jenis hidrolis
yaitu flokulasi dengan baffled channel memiliki kriteria desain yang dapat dilihat
pada Tabel 3.12.

Tabel 3. 11 Kriteria Desain Unit Flokulasi


No. Keterangan Satuan (1) (2)
1. G /dtk 30 10-100
2. Td menit 30 8 - 12
3. Kondisi aliran NRe > 10000
Sumber: 1. Qasim and Montley 2000; 2. Darmasetiawan 2001

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
29

Tabel 3. 12 Kriteria Desain Flokulasi Baffled Channel


No. Keterangan Satuan Nilai
1. G /dtk 10 - 100
2. Td menit 15 - 30
3. Gtd 104 - 105
4. v m/detik 0,1 – 0,4
5. Jarak antar baffle (l) m > 0,45
6. Koefisien gesekan (k) 2 – 3,5
7. Kehilangan tekan (hL) m 0,3 - 1
Sumber: Schultz and Okun 1984

Adapun kriteria desain unit flokulasi berdasarkan SNI 6774,2008, dapat


dilihat pada Tabel 3.13. Terdapat beberapa perbedaan perbedaan antara jenis-jenis
unit koagulasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.14.

Tabel 3. 13 Kriteria Desain Unit Flokulasi Berdasarkan SNI


Flokulator mekanis
Flokulator Sumbu Sumbu vertikal Flokulator
Kriteria Umum
Hidrolis horizontal dengan bilah clarifier
dengan pedal
G (/detik) 60 – 5 60 – 10 70 – 10 100 – 10
Waktu tinggal
30 – 45 30 – 40 20 – 40 20 – 100
(menit)
Tahap flokulasi 6 – 10 3–6 2–4 1
Pengendalian Bukaan pintu/ Kecepatan Kecepatan Kecepatan
energi sekat putaran putaran aliran air
Kecepatan aliran
0,9 0,9 1,8 – 2,7 1,5 – 0,5
(m/detik)
Luas bilah/pedal
banding luas bak - 5 – 20 0,1 – 0,2 -
(%)
Kecepatan
perputaran - 1–5 8 – 25 -
sumbu (rpm)
Tinggi (m) 2–4

Sumber: SNI 6774-2008 Tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi
Pengolahan Air

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
30

c) Flokulasi pneumatis adalah pengadukan menggunakan udara atau gas


berbentuk gelembung yang dimasukkan ke dalam air sehingga gelembung
tersebut menimbulkan gerakan pengadukan pada air. Udara yang diinjeksikan
ke dalam air dapat menyebabkan turbulensi yang diakibatkan oleh lepasnya
gelembung udara di permukaan air. Mekanisme pengadukan secara
pneumatis dapat dilihat pada Gambar 3.7.

Gambar 3. 7 Koagulasi Pneumatis


Sumber: Reynolds, 1982

Pada pengadukan pneumatis, tenaga yang dihasilkan merupakan fungsi dari


debit udara yang diinjeksikan, dan dapat dihitung menggunakan persamaan:
TC@U,B
P = 3904 P #Q P RS8 (3.9)
@U,B

Keterangan:
Ga = debit udara (m3/menit)
h = kedalaman diffuser (m)

Tabel 3. 14 Perbedaan Jenis Unit Flokulasi


Horizontal Shaft with Paddle Vertical Shaft with Turbine Hydraulic Flocculation
Dapat menghasilkan flok Dapat menghasilkan flok yang Dapat menghasilkan flok yang
yang besar besar lebih besar
Menggunakan motor Menggunakan motor Menggunakan tenaga hidrolis
pengaduk pengaduk dan tidak menggunakan motor
pengaduk
Tidak ada headloss Tidak ada headloss Terdapat headloss
Fleksibel terhadap fluktuasi Fleksibel terhadap fluktuasi Tidak fleksibel
kualitas air baku kualitas air baku
Sumber: Vigneswaran and Saravanamuthu, 1952

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
31

3.3.5 Sedimentasi
Sedimentasi adalah suatu operasi yang dirancang untuk menghilangkan
sebagian besar padatan yang mengendap secara gravitasi. Tujuan unit ini yaitu
untuk menghilangkan pasir atau kerikil halus, partikel, flok biologis, flok kimia
serta pemekatan padatan dalam tangki lumpur (Kawamura,2000). Selain itu pada
unit ini terjadi penyisihan BOD sebesar 40 – 70%, COD sebesar 50 – 80% (Fair,
Geyer and Okun 1968).
Proses sedimentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran partikel,
bentuk partikel, berat jenis partikel, viskositas cairan, konsentrasi partikel
tersuspensi, dan sifat-sifat partikel tersuspensi.
Terdapat dua macam desain unit sedimentasi yaitu, unit sedimentasi aliran
horizontal dan sedimentasi dengan aliran vertikal. Desain untuk jenis unit tersebut
meliputi beberapa faktor yaitu, bentuk, jumlah bak, dimensi, kecepatan, dan arah
aliran, waktu detensi (td), volume bak lumpur, susunan inlet dan outlet, serta
karakteristik air dan flok yang masuk (Schultz and Okun 1991).
a) Sedimentasi aliran horiontal
Sedimentasi aliran horizontal (Gambar 3.8) merupakan proses pemisahan
partikel tersuspensi dalam air secara gravitasi dengan bak pengendap yang
memiliki kondisi yang tenang sehingga partikel dengan spesific gravity yang
besar dapat mengendap.

Gambar 3. 8 Sketsa Unit Sedimentasi Aliran Horizontal


Sumber: Fair, dkk. 1986

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
32

b) Sedimentasi aliran vertikal


Unit sedimentasi aliran vertikal ke atas umumnya digunakan digunakan
pada kawasan industri dan perkotaan.

Gambar 3. 9 Sketsa Unit Upflow Clarifier


Sumber: Fair, dkk. 1986

Unit sedimentasi terdiri dari empat bagian atau zona, yaitu (Gambar 3.10) :

Gambar 3. 10 Bagian-bagian Bak Sedimentasi


Sumber: Reynolds and Richards 1996

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
33

1. Zona inlet atau struktur influen, mendistribuasikan aliran air secara


merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran dari
inlet. Jika fungsi dari bagian tersebut tercapai maka bak akan mendekati
kondisi ideal sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Desain
zona influen dibuat berbeda antara bak yang berbentuk retangular dan
circular. Dalam pengolahan air, bak sedimentasi retangular dibangun
menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding
memisahkan antara dua bak tersebut yang sekalian memilki fungsi
sebagai inlet sedimentasi.
2. Zona pengendapan, air mengalir pelan secara horizontal ke arah outlet.
Pada zona ini terjadi proses pengendapan. Zona pengendapan dapat
dilengkapi dengan multitrays berupa plate atau tube. Trays tersebut
digunakan untuk memperluas area pengendapan, sehingga walaupun
luas bak sedimentasi kecil tetapi tetap memiliki area pengendapan yang
besar (Reynolds, 1977).
3. Zona lumpur, di dalam zona ini lumpur terakumulasi.
4. Zona outlet atau struktur effluent, mempunyai pengaruh besar dalam
mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak
sedimentasi. Biasanya weir pelimpah dan bak penampung limpahan
digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi, dan pelimpah
yang digunakan yaitu pelimpah tipe V-notch atau orifice.

Dalam merancang unit sedimentasi dapat menggunakan persamaan sebagai


berikut:
1. Kecepatan horizontal (vh)
I
vh =
V
(3.9)
Keterangan:
vh = kecepatan aliran horizontal (m/menit)
Q = debit air (m3/detik)
A = luas bak (m2)

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
34

2. Kecepatan pada tube/plate


I
v = (3.10)
V WXY Z

Keterangan:
v = kecepatan pada tube/plate
Q = debit air (m3/detik)
A = luas bak (m2)
Sin [ = sudut kemiringan tube/plate

3. Bilangan Reynolds
\T ] ^
NRe = (3.11)
_
Keterangan:
NRe = bilangan Reynolds
vh = kecepatan aliran horizontal (m/detik)
R = jari-jari hidrolis (m)
9 = viskositas kinematik (m2/detik)

4. Bilangan Froude
\T `
NRe = (3.12)
a ] ^

Keterangan:
vh = kecepatan aliran horizontal (m/detik)
R = jari-jari hidrolis (m)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)

Dalam mendesain unit sedimentasi terdapat beberapa kriteria desain yang


harus dipenuhi, kriteria tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.14.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
35

Tabel 3. 15. Kriteria Desain Bak Sedimentasi


Aliran horizontal Aliran Horizontal Aliran Vertikal
Kriteria
konvensional* High rate** High rate*
Beban Permukaan
0,8 – 2,5 2,5 – 6,25 3,8 – 7,5
(m3/m2/jam)
Kedalaman (m) 3–6 3–6 3–6
Waktu retensi (jam) 1,5 – 3 0,1 – 0,42 0,07
L:P >1:5 4:1 -
Beban pelimpah
< 11 3,75 - 15 < 11
(m3/m/jam)
NRe < 2000 < 2000 < 2000
Kecepatan pada
- 0,3 – 1,1 Maks. 0,15
plate/tube (m/menit)

NFr > 10-5 > 10-5 > 10-5

Kecepatan vertikal
- - -
(cm/menit)
Sirkulasi lumpur - - -
Kemiringan dasar
45˚ - 60˚ 45˚ - 60˚ 45˚ - 60˚
bak tanpa scrapper
Periode antar
pengurasan lumpur 12 – 24 8 – 24 8 – 24
(jam)
Kemiringan
30˚/60˚ 30˚/60˚ 30˚/60˚
tube/plate
Sumber : *SNI DT – 91 – 0002 –Tata Cara Unit Instalasi Pengolahan Unit Paket IPA;
**Montgomery, 1985

3.3.6 Filtrasi
Filtrasi adalah proses penyaringan partikel atau bahan terlarut dan tidak
terlarut pada proses pengolahan air dengan menggunakan media berpori agar dapat
menghasilkan air minum dengan kualitas yang baik. Pada unit filtrasi, penyisihan
TSS sebesar 60% - 80%, BOD sebesar 20% - 60%, dan COD adalah 0% - 50%
(Hammer and Jr 1996).

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
36

Berdasarkan kontrol terhadap laju filtrasi, filter dibedakan menjadi dua


macam, yaitu:
1. Filter dengan aliran tetap Constant Rate Filter (CFR), merupakan saringan
dengan aliran tetap dan ketinggian permukaan air yang tidak konstan atau naik.
2. Filter dengan aliran menurun/Declining Rate Filter (DRF), merupakan
saringan dengan kapasitas yang menurun dan ketinggian muka air yang tidak
konstan, yaitu dengan ketinggian muka air yang meningkat.

Media filter yang digunakan dalam unit filtrasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga
macam, yaitu:
1. Single media filter, media yang digunakan sebagai filter dalam unit filtrasi
adalah hanya satu media yaitu yang biasa digunakan adalah pasir dengan
diameter berbeda (Qasim, 2000).
2. Dual media filters, media yang digunakan sebanyak dua jenis yang berbeda
seperti pasir dan antrasit. Antrasit memiliki butiran yang lebih besar tetapi
memiliki kecepatan pengendapan yang sama dengan butiran pasir berukuran
kecil, sehingga antrasit terletak paling atas untuk menyaring atau menangkap
partikel tersuspensi yang berukuran kecil (Qasim, 2000).
3. Multimedia filters, filtrasi dengan menggunakan tiga media yang berbeda dan
media filter yang biasa digunakan yaitu pasir, antrasit dan garnet.
Terdapat dua tipe filtrasi yaitu:
1. Saringan pasir cepat (rapid sand filter) (Gambar 3.11), merupakan jenis
filtrasi yang memiliki kecepatan penyaringan yang relatif lebih besar. Proses
penyaringan pasir cepat akan dapat berjalan dengan baik apabila tinggi media
penyaring minimal 70 cm, karena mikroorganisme beraktifitas pada lapisan 30
– 40 cm di bawah permukaan. Pencucian media menggunakan backwash atau
air yang dialirkan dari bawah media ke arah atas.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
37


Gambar 3. 11 Filtrasi Pasir Cepat
Sumber: Fair, dkk. 1986

Media filter yang digunakan untuk filtrasi pasir cepat dalam pengolahan air
minum memiliki kriteria yang harus dipenuhi, dapat dilihat pada Tabel 3.16.
2. Saringan pasir lambat (Gambar 3.12) adalah saringan pasir yang mengolah air
baku secara gravitasi melalui lapisan pasir sebagai media penyaringnya.
Kecepatan saringan berkisar antara 0,1 – 0,4 m3/jam.

Gambar 3. 12 Filtrasi Pasir Lambat


Sumber: Qasim. 2000

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
38

Berdasarkan SNI 3981:2008 saringan pasir lambat adalah bak saringan yang
menggunakan pasir sebagai media filter dengan ukuran butiran yang sangat kecil,
namun memiliki kandungan kuarsa yang cukup tinggi. Proses penyaringan
berlangsung membutuhkan waktu yang lebih lama dan secara gravitasi dan proses
penyaringan merupakan gabungan dari proses fisik dan biologis.
Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk merancang sebuah
unit filtrasi, yaitu:
1. Kecepatan filtrasi pada saringan pasir cepat yang efektif adalah berkisar 4 – 21
m3/m2 jam.
2. Sistem underdrain, diperlukan untuk mendistribusikan air yang sudah disaring
melalui media penyaring. Terdapat beberapa sistem underdrain yang
digunakan pada unit filtrasi yaitu nozzles dan orifice.
3. Pencucian filter (Backwash), dilakukan agar tidak terjadi penurunan kecepatan
filtrasi, kualitas efluen dan headloss yang besar. Pencucian filter bergantung
kepada kualitas air baku dan dilakukan 12 – 72 jam setelah filter beroperasi.
Laju backwash biasanya berkisar 30 – 60 m/jam selama 10 – 20 menit.
Terdapat beberapa metode dalam melakukan pencucian filter yaitu dengan
menggunakan pompa, elevated water tank, atau perbedaan head antara saluran
effluent dan bak filter. Pada saat pencucian filter akan terjadi ekspansi media
filter, ekspansi media yang diizinkan adalah 20-50% (Reynold, 1982)

Antara saringan pasir cepat dan saringan lambat memiliki perbedaan pada
kriteria desain yang dapat dilihat pada Tabel 3.17.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
39

Tabel 3. 16 Kriteria Desain Media Filter Filtrasi Pasir Cepat


Nilai
Karakteristik
Rentang Tipikal
1. Single media
Media Pasir
a. Kedalaman (mm) 610 – 760 685
b. ES (mm) 0,35 – 0,7 0,6
c. UC < 1,7 < 1,7
Media Antrasit
a. Kedalaman (mm) 610 – 760 685
b. ES (mm) 0,7 – 0,75 0,75
c. UC < 1,75 < 1,75
2. Dual Media
Media Pasir
a. Kedalaman (mm) 150 – 205 150
b. ES (mm) 0,45 – 0,55 0,5
c. UC 1,5 – 1,7 1,6
Media Antrasit
a. Kedalaman (mm) 460 – 610 610
b. ES (mm) 0,9 – 1,1 1
c. UC 1,6 – 1,8 1,7
3. Multi media
Media Pasir
a. Kedalaman (mm) 150 – 230 230
b. ES (mm) 0,45 – 0,55 0,5
c. UC 1,5 – 1,6 1,6
Media Antrasit
a. Kedalaman (mm) 430 – 530 460
b. ES (mm) 0,95 – 1 1
c. UC 1,55 – 1,75 < 1,75
Media Garnet
a. Kedalaman (mm) 75 – 115 75
b. ES (mm) 0,2 – 0,35 0,2
c. UC 1,6 – 2 < 1,6
Sumber: Reynolds dan Richards, 1996

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
40

Tabel 3. 17 Kriteria Desain Rapid dan Slow Sand Filter


Kriteria Filter Pasir Cepat Filter Pasir Lambat
Kecepatan filtrasi 4 – 21 m/jam 0,1 – 0.4 m/jam
2
Ukuran bed Kecil, 40 – 400 m Besar, 2000 m2
Kedalaman bed Kerikil 30 – 45 cm Kerikil 30 cm
Pasir 60 – 70 cm Pasir 90 – 110 cm,
(Tidak berkurang saat (berkurang 50 – 80 cm saat
pencucian) pencucian)
Ukuran pasir Effective Size : Effective Size:
>0,55 mm 0,25 – 0,3 mm
Uniformity Coefficient : <1.5 Uniformity Coefficient:
2-3
Distribusi ukuran Terstratifikasi Tidak terstratifikasi
media
System underdrain Pipa lateral berlubang Pipa lateral berlubang batu
mengalirkan ke pipa utama kasar dan beton berlubang
sebagai saluran utama
Kehilangan energi 30 cm saat awal hingga 275 6 cm saat awal hingga 120
cm saat akhir cm saat akhir
Filter run (jarak waktu 12 – 72 jam 20 – 60 hari
pencucian)
Metode pembersihan backwash Mengambil lapisan pasir di
permukaan dan
mencucinya
Jumlah air untuk 1 – 6 % dari air yang tersaring 0,2 - 0,6 % dari air
pembersihan tersaring
Sumber: Schultz and Okun, 1984

3.3.7 Desinfeksi
Desinfeksi adalah proses pembubuhan bahan kimia (desinfektan) yang
bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Desinfeksi merupakan
proses mematikan bakteri, protozoa, dan virus dan kuantitas yang digunakan sedikit
sehingga tidak membahayakan manusia (Al-Layla, 1978).

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
41

Desinfeksi dapat dilakukan dengan dua proses, yaitu:


1. Proses fisika, adalah proses desinfeksi bakteri patogen yang dilakukan secara
fisika melalui pemanasan pada suhu tertentu.
2. Proses kimiawi, adalah proses desinfeksi dengan membubuhkan senyawa kimia
tertentu seperti chlorine (Cl2), bromine (Br2), iodine (I2), potassium
permanganate, dan klorin dioksida (ClO2).

Terdapat beberapa metode dalam pembubuhan klorin, yaitu (Kawamura


2000):
1. Preklorinasi, merupakan proses pre-treatment yaitu dengan manambahkan
klorin langsung pada air baku sebelum masuk ke unit pengolahan air.
Preklorinasi juga dapat meningkatkan kerja proses koagulasi dan mengurangi
rasa, bau dan warna melalui oksidasi senyawa organik.
2. Post klorinasi, yaitu dengan pembubuhan desinfektan pada air yang sudah
melalui pongalahan atau unit filtrasi. Pembubuhan klorin dapat dilakukan pada
saluran outlet atau dengan menggunakan pompa.
3. Break point chlorination, dosis yang akan digunakan tergantung pada adanya
substansi senyawa organik dan anorganik. Jika dosis klorin yang digunakan
ditambah, maka residu gabungan juga akan meningkat dan akan berlanjut
sampai sisa klor mulai menurun pada suatu titik yang menunjukkan oksidasi dari
senyawa kloroamin dan senyawa kloro-organik lainnya. Saat proses oksidasi
selesai, akan terjadi kenaikan sisa klor dan klorin akan membentuk klor bebas.
Titik terjadinya nilai minimum sisa klor ini disebut dengan break point
chlorination (BPC). Pada titip BPC dan sesudahnya, bau dan rasa telah
menghilang dan pemusnahan bakteri pathogen sudah tercapai. Grafik BPC
terdapat pada Gambar 3.13.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
42

Gambar 3. 13 Kurva BPC


Sumber: Qasim,dkk. 2000

Terdapat beberapa kriteria desain atau persyaratan dalam perencanaan unit


desinfeksi menggunakan Ca(OCl)2, yaitu (Kawamura 2000):
1. Diameter pipa penguras : 0,5 cm s.d. 13 cm
2. Sisa klor di outlet reservoir : 0,2 mg/L s.d. 1 mg/L
3. Waktu kontak : 10 menit s.d. 15 menit (interaksi antara
chlor dengan bahan pereduksi chlor di dalam
air)
4. Kecepatan aliran : 2 – 4,5 m/menit

3.3.8 Reservoir
Reservoir adalah tempat menyimpan air untuk sementara sebelum
didistribusikan kepada konsumen jika diperlukan pada suatu waktu, dan berfungsi
juga sebagai bak kontak desinfektan. Biasanya bak reservoir dilengkapi dengan
baffle agar terjadi kontak antara air dan desinfektan. Sketsa unit bak reservoir dapat
dilihat pada Gambar 3.14.
Terdapat kriteria yang harus diperhatikan dalam mendesain bak reservoir,
yaitu (Tjokrokusumo, 1998):
1. Reservoir dibuat dari konstruksi beton bertulang baja
2. Bagian atap dan yang terendam tanah harus dilapisi dengan bahan kedap air

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
43

3. Reservoir dibuat 2 bak sebagai cadangan apabila salah satu bak mengalami
kerusakan atau sedang dicuci
4. Freeboard minimal 30 cm
5. Dasar bak minimal 15 cm dari muka air minum
6. Kemiringan pada dasar bak 0,5% - 1% kearah pipa penguras.

Gambar 3. 14 Sketsa Tampak Atas Bak Reservoir


3.4 Pemilihan Alternatif Pengoalahan
Pemilihan alternatif unit diperlukan untuk mengetahui unit yang tepat dan
efisien dalam menyisihkan beberapa parameter dengan tingkat efisiensi penyisihan
yang berbeda. Analisis pengaruh unit pengolahan terhadap parameter terdapat pada
Tabel 3.18.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
Tabel 3. 18 Pengaruh Proses Pengolahan Air Terhadap Parameter
Parameter Pra pengolahan Pengolahan Utama Pengolahan Khusus
Parameter Konsentrasi S PC PS A LS CS RSF SSF P SC AC SCT SWT
0 – 20 E
Coliform 20 – 100 O O O O E
MPN/100 ml 100 – 5000 E E E O E
Rata-rata bulanan
>5000 E O E E E O
0 -10 O
Turbidity NTU 10-200 O E
>200 O O E
Warna mg/L Pt- 20 - 70 E O O
Co >70 O E O
Rasa dan bau Terasa O O O O E
CaCO mg/L >2000 E E E E
<0,3 O O E
Fe & Mn mg/L 0,3 - 1 O E E O O
>10 E E E E O O
0 – 250 E E E E O O
Chloride mg/L 200 – 500 O
>500 E
Sumber: JICA 1990
Keterangan:
O = Optional A = Aerasi P = Post Chlorination
E = Esensial LS = Lime Softening SC = Super Chlorination
S = Screening CS = Coagulation – flocculation & Sedimentation AC = Activated Sludge
PC = Pre-chlorination AC = Activated Carbon SCT = Special Chemical Treatment
PS = Prasedimentasi RSF = Rapid Sand Filter SWT = Salt Water Treatment
SSF = Slow Sand Filter
44
Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019
45

Dalam menentukan unit yang tepat digunakan metode analisis multikriteria


dengan mempertimbangkan tiga aspek, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 18/PRT/M/2007, yaitu:
1. Aspek teknis, pertimbangan:
a) Efisiensi unit pengolahan terhadap parameter yang akan diturunkan
b) Fleksibilitas sistem pengolahan terhadap kualitas yang berfluktuasi
c) Prosedur operasional dan pemeliharaan
d) Kemudahan konstruksi
e) Kemungkinan kerusakan alat
f) Kemudahan material
2. Aspek ekonomis, pertimbangan:
a) Luas lahan yang dibutuhkan
b) Biaya operasional dan pemeliharaan
c) Biaya konstruksi
3. Aspek lingkungan, pertimbangan:
a) Keseimbangan ekologis
b) Daya dukung lingkungan
c) Penggunaan lahan.

Perencanaan Pengembangan Bangunan Pengolahan Air Minum (IPA) Bojong Renged, Kabupaten Tangerang
Rifa Adriany
2019

Anda mungkin juga menyukai