Laporan Pendahuluan Fraktur - Ni Wayan Ayu Eka Perantini
Laporan Pendahuluan Fraktur - Ni Wayan Ayu Eka Perantini
Laporan Pendahuluan Fraktur - Ni Wayan Ayu Eka Perantini
CLOSED FRAKTUR
OLEH :
2214901029
FAKULTAS KESEHATAN
2023
A. TINJAUAN KASUS
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk dan kontraksi otot ekstrem. Saat tulang patah, jaringan disekitar
akan terpengaruh, yang dapat mengakibatkan edema pada jaringan lunak,
dislokasi sendi, kerusakan saraf. Organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang
(Brunner & Suddart, 2013).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi
itu lengkap atau tidak lengkap (Nurarif, 2015). Fraktur femur adalah
diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma secara
langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya
lebih banyak dialami laki – laki dewasa (Desiartama,2017).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh
yang disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan
fraktur yang terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas
(tangan, lengan, siku, bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha,
kaki bagian bawah, pergelangan kaki). Fraktur dapat meimbulkan
pembengkakan, hilangnya fungsi normal, deformitas, kemerahan, krepitasi,
dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsun, gaya remuk, gerakan
mendadak, bahkan kontraksi otot eksterm. Umumnya fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Pada
orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur dari pada laki – laki
yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang dekait
dengan perubahan hormone pada menopause (Lukman & Ningsih, 2012).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010)
(dalam Andini,2018) dapat dibedakan menjadi:
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatic pada tulang disebabkan oleh:
a. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tilang patah secara spontan.
b. Cedera tidak langsug adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak.
2. Fraktur patologik
Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor
mengakibatkan:
a. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang terkendali.
b. Infeksi seperti osteomielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut.
c. Rakitis.
d. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus.
Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan kerja, kecelakaan lalu
lintas dan sebagainya. Tetap faktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti
proses degeneratif dan patologi (Noorisa dkk, 2017).
3. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi menjadi beberapa bagian,
diantaranya:
1) Fraktur traumatik
a) Grade 1
c) Grade III
1) Fraktur komplit
b) Buckle atau torus fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
1) Fraktur transversal
2) Fraktur oblik
3) Fraktur spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
1) Fraktur komunitif
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur multiple
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
4. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), trauma dan kondisi patologis
yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan
diskontinuitas jaringan tulang yang dapat membuat penderita mengalami
kerusakan mobilitas fisiknya.
Diskontinuitas jaringan tulang dapat mengenai 3 bagian yaitu jaringan
lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika mengenai
jaringan lunak makan akan terjadi spasme otot yang menekan ujung saraf dan
pembuluh darah dapat mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome
compartement.
Fraktur adalah semua kerusakan pada kontinuitas tulang, fraktur
beragam dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun
fraktur terjadi pada semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang
yang mengalami trauma yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur
dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan tabrakan, gerakan memutar
tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua
mekanisme dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau kekuatan tidak
langsung. Dengan kekuatan langsung, energi kinetik diberikan pada atau
dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan
kekuatan tidak langsung, energi kinetik di transmisikan dari titik dampak ke
tempat tulang yang lemah.
Fraktur terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah,
pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin di reabsorpsi dan selsel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh
darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang
tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pebekakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom compartment (Brunner dan
Suddarth, 2002).
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Muttaqin, (2008) prinsip penatalaksanaan fraktur 4 (R) adalah :
a. Recognition (diagnosis dan penilaian fraktur)
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan; lokalisasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan dan menghindari
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduction (restorasi fragmen fraktur sehingga posisi yang paling
optimal didapatkan)
Reduksi fraktur apabila perlu. Pada fraktur intra-artikular diperlukan
reduksi anatomis, sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal,
dan mencegah komplikasi, seperti kekakuan, deformitas, serta
perubahan osteoartritis di kemudian hari.
c. Retention (imobilisasi fraktur)
Secara umum, teknik penatalaksanaan yang digunakan adalah
mengistirahatkan tulang yang mengalami fraktur dengan tujuan
penyatuan yang lebih cepat antara kedua fragmen tulang yang
mengalami fraktur.
d. Rehabilitation (mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal
mungkin)
Program rehabilitasi dilakukan dengan mengoptimalkan seluruh
keadaan klien pada fungsinya agar aktivitas dapat dilakukan kembali.
Misalnya, pada klien pasca amputasi cruris, program rehabilitasi yang
dijalankan adalah bagaimana klien dapat melanjutkan hidup dan
melakukan aktivasi dengan memaksimalkan organ lain yang tidak
mengalami masalah.
Penatalaksanaan konservatif
a. Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi). Proteksi fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan mitela pada
anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai
eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan
gips atau dengan bermacam-macam bidai dari plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang
menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal. Reposisi yang dilakukan
melawan kekuatan terjadinya fraktur. Penggunaan gips untuk imobilisasi
merupakan alat utama pada teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi. Tindakan ini
mempunyai dua tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi
8. Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan pembedahan pada klien fraktur meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan
K-Wire. Setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang bersifat
tidak stabil, reduksi dapat dipertahankan dengan memasukkan K-Wire
perkutan (Muttaqin, 2008).
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi eksternal tulang, yaitu
ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Fiksasi interna yang
dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan ORIF adalah
tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga
pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa
dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang
(Sjamsuhidajat, 2010).
c. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal OREF (Open Reduction
External Fixation). Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati
fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Pemasangan OREF
akan memerlukan waktu yang lama dengan masa penyembuhan antara
6-8 bulan. Setelah dilakukan pembedahan dengan pemasangan OREF
sering didapatkan komplikasi baik yang bersifat segera maupun
komplikasi tahap lanjut (Muttaqin, 2008).
c. Post Operasi
1) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang(fraktur)
2) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur tindakan invasive
3) Hipotermia berhubungan dengan terpapar suhu lingkungan rendah
a. Rencana Keperawatan (SIKI, 2018)
1) PRE OPERASI
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri -Untuk mengetahui sejauh mana
berhubungan tindakan keperawatan 3 x Observasi : tingkat nyeri dan merupakan
dengan agen 24 jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi lokasi,
pencedera indiaktor secara dini untuk dapat
nyeri menurun dengan karakteristik, durasi,
fisik (Fraktur)
kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas memberikan tindakan selanjutnya
1. Frekuensi nadi nyeri -Agar mengetahui tingkat nyeri yang
membaik 2. Indentifikasi skala nyeri
dirasakan oleh klien
2. Pola nafas membaik 3. Indentifikasi respons nyeri
3. Keluhan nyeri non verbal -Agar mengetahui tingkat nyeri yang
menurun 4. Indentifikasi faktor yang sebenarnya dirasakan klien
4. Meringis menurun memperberat dan
-Agar dapat mengurangi faktor-faktor
5. Gelisah menurun memperingan nyeri
6. Kesulitan tidur Terapeutik : yang memperparah nyeri klien
menurun 1. Berikan teknik -Agar klien juga mengetahui
nonfarmakologi untuk kondisinya dan kemudahan
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang perawatan
memperberat rasa nyeri -Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
Edukasi :
menjadi lebih buruk
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri -Agar klien dapat menghindari
2. Jelaskan strategi meredakan penyebab nyeri yang dirasakan
nyeri
-Agar klien dapat mengatasi nyeri yang
3. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk dirasakan
mengurangi rasa nyeri -Agar klien dapat mengurangi rasa
Kolaborasi :
nyeri dengan teknik
1. Pemberian analgetik, jika
perlu nonfarmakologis yang telah
diajarkan
-Menurunkan atau mengontrol rasa
nyeri dengan memberikan obat
analgetik
2) INTRA OPERASI
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi Rasional
. Keperawatan Hasil
3) POST OPRASI
6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009). Evaluasi terbagi atas
dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif
berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan.
Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif
ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni
subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan),
analisis data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi,
2008).
WOC CLOSED FRAKTUR
Jatuh
Trauma Langsung
FAKTUR
Timbul respon stimulus nyeri Kurang terpapar Tindakan Pembedahan MK : Risiko Tindakan ORIF
informasi mengenai Infeksi
Pengeluaran histamin prosedur pembedahan Pemasangan traksi pen, Pemasangan platina/
kawat scrup, dan plat Fiksasi eksternal
Ancaman kematian
Reaksi nosiseptor Port de entry
kuman Perawatan
Krisis situsional Luka insisi
Respon reflek post op.
protektif pada tulang Kerusakan
MK : Ansietas MK: Kerusakan
pertahanan primer Gangguan
Integritas Jaringan
MK : Nyeri Akut fungsi tulang
MK : Nyeri MK : Gangguan
Akut Mobilitas Fisik
Intra Op. Post Op.
MK :
Pendarahan Hipotermia
Kehilangan
Volume Cairan
MK : Resiko
Pendarahan
DAFTAR PUSTAKA