Askep Pada Pasien Fraktur Dan Luka Bakar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 125

KEPERAWATAN KRITIS

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA SYSTEM MUSKULUSKELETAL (FRAKTUR) DAN SYSTEM INTEGUMEN
(LUKA BAKAR)

OLEH:

1. KADEK MEGA ASRINI (27)


2. I GEDE JUMENEK ARTA YASA (28)
3. PIA PERMATASARI (29)
4. PUTU PEBY DEWA YANTHI (30)
5. I GUSTI AYU NGURAH VIOLA UTAMI DEWI (31)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI NERS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Ida sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Hyang Maha
Esa yang selalu melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Tugas yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada System
Muskuluskeletal (Fraktur) Dan System Integumen (Luka Bakar)”. Penyusunan tugas ini
adalah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk memenuhi
persyaratan di dalam mencapai nilai yang bagus pada matrikulasi profesi ners, mata kuliah
Keperawatan Kritis Politeknik Kesehatan Denpasar.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa tugas ini masih banyak kekurangannya. Meskipun
demikian kami berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Hyang Maha Esa melimpahkan rahmat-
Nya kepada kita semua.

Denpasar, 02 Juli 2021

Penulis
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Muskuloskeletal (Open Fraktur Os. Femur 1/3 Distal Dextra)

A. Konsep Dasar Fraktur


1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas atau kesenambungan tulang dan sendi, baik
sebagian atau seluruh tulang termasuk tulang rawan. Luka dan fraktur dapat menyebabkan
perdarahan . Perdarahan adalah keluarnya darah dari ruang vaskuler (BTCLS-GADAR
Medik Indonesia, 2013).
Fraktur adalah Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim, meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot
dan sendi, rupture tendo, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ yubuh
dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen
tulang ( Smeltzer and bare, 2002).

2. Klasifikasi Fraktur
a. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi
2 antara lain:
1) Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (opened)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
a) Derajat I
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
- Kontaminasi minimal
b) Derajat II
- Laserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
- IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
- IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan
periosteum, fraktur kontinuitif
- IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal
dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
b. Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang
lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price dan
Wilson ( 2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
c. Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
1) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang kearah permukaan lain.
5) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
d. Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
1) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama (Mansjoer: 2000).

3. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis
dapat terjadi karena kerusakan saraf.
h. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
i. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
j. Deformitas / Perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.

4. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya diakibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Menurut
Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas
mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru
mulai latihan lari.

5. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Selsel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah
( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain
: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat
terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan
prawatan diri. Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. (Price dan Wilson: 1995).

6. Pathway
7.
Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar Pelepasan histamin

Merangsang nosiseptor
Pergeseran fragmen Spasme otot (reseptor nyeri)
tulang

Deformitas Nyeri Akut


Peningkatan tekanan
kapiler

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin

Gangguan mobilitas fisik Protein plasma hilang

Edema
Laserasi kulit

Risiko perfusi perifer tidak


Penekanan pembuluh darah
efektif

Mengenai jaringan kutis dan Gangguan integritas


sub kutis kulit/jaringan

Perdarahan
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. CT scan
dilakukan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks, memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Venogram / Arteriogram
dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler dan menggambarkan arus
vascularisasi.
b. Laboratorium
Lekosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb dan hematokrit cenderung
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan, Ca meningkat di dalam darah, trauma otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal sehingga sering meningkat. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan
foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses
pembuatan foto. Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum
pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan
fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak
oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat
kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,
atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus
dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka
ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih
dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang
yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas. Pada bagian
gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut,
pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin
harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
b. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi musculoskeletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi
stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan
peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan
yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan
ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
1) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
2) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku
dan pin logam
3) Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang
berpenyakit.
4) Amputasi : penghilangan bagian tubuh
5) Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka
6) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
7) Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis
8) Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan
logam atau sintetis
9) Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
10) Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia (Ramadhan: 2008)
c. Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
1) Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
2) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
4) Bedrest, Fisioterapi (Ramadhan: 2008)
d. Prinsip 4 R pada Fraktur
Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1) Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan
diskontinuitas integritas rangka. fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak.
2) Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3) Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat
yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian
proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan
digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang
femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
4) Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi (Mansjoer, 2000).

9. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak
ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome
kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat), pulsesness (tidak ada nadi),
parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan sekitar lokasi terjadinya
syndrome kompartemen)
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang
kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala
dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai
darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting.
Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten
atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi, luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka
yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih
besar
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang.
2) Non Union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang – kadang
dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak,
pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas,
angulasi atau pergeseran.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN OPEN FRAKTUR


1. Pengkajian Keperawatan
Merupakan salah satu dari komponen proses keperawatan yang dilakukan oleh
perawat dalam menggali permasalahan klien meliputi:
a. Anamnesa
Anamnesa merupakan tekhnik memperoleh suatu informasi atau data tentang
kesehatan pasien melalui wawancara antara perawat dengan petugas kesehatan dengan
pasien atau orang lain yang mengetahui kondisi pasien. Dalam anamnesa, informasi
yang perlu didapatkan adalah:
1) Biodata pasien
Biodata pasien yang perlu dikaji dalam anamnesa meliputi nama pasien, umur
pasien, jenis kelamin, usia, alamat lengkap, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, agama, suku bangsa.
2) Keluhan Utama
Dalam membuat riwayat keperawatan yang berhubungan dengan gangguan sistem
muskuloskeletal, integumen, sensori, penting untuk mengetahui tanda serta
gejalanya. Termasuk dalam keluhan utama pada gangguan sistem muskuloskeletal,
integumen, sensoriyaitu pada umumnya seseorang datang kerumah sakit dengan
gejala khas berupa polifagia, poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun.
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan sangat mengganggu kondisi pasien
yang mendorong pasien untuk datang menemui layanan kesehatan.
3) Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian riwayat penyakit saat ini pada sistem muskuloskeletal, integumen,
sensori seperti menanyakan tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan
sehingga klien meminta pertolongan. Data ini terdiri dari 4 komponen, antara lain:
kronologi penyakit, gambaran dan deskripsi keluhan utama, keluhan penyerta dan
usaha berobat.
4) Riwayat allergi
Perawat menanyakan kemungkinan adanya allergi pada obat ataupun makanan
5) Riwayat pengobatan
Perawat menanyakan kepada pasien mengenai obat yang pernah dikonsumsi.
6) Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya.
Misalnya apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah
pernah mengalami sakit yang berat, dan sebagainya.
7) Riwayat penyakit keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan sistem muskuloskeletal,
integumen, sensori meupakan hal yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari
riwayat keluarga yang dapat memberikan predisposisi.
8) Riwayat pekerjaan dan gaya hidup
Perawat juga harus menanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan
sosial, kebiasaan dalam pola hidup misalnya menanyakan tentang kebiasaan
merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari dan jenis rokok, minum alcohol,
atau obat tertentu.
b. Pengkajian Keperawatan Kritis :
1) B1 (Breathing)
Pada Pengkajian Breathing bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
- Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.
- Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.
- Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya atelektasis,
pnemotorak atau fibrosis pada pleura.
- Kaji adanya sumbatan jalan napas. Terjadi karena adanya penurunan
kesadaran/koma sebagai akibat dari gangguan transport oksigne ke otak.
- Klien biasanya kekurangan oksigen dan napas tersengal-sengal, sianosis
- Rales merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di
dalam trakeobronkial dan alveoli.
- Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan peningkatan
usaha napas)
- Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP) menunjukan adanya
COPD
- Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.
- Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru,
obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan
endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat
- Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot
interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi
abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal
tidak mampu menggerakan dinding dada.
- Sputum
- Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid
sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang
purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut;
sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,
dan kanker paru.
- Selang oksigen
- Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang
berada di luar.
- Parameter pada ventilator
- Volume Tidal
- Normal : 10 – 15 cc/kg BB.
- Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status ventilasi
penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya penurunan
ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume
tidal secara mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang
akan menurunkan PCO2.
- Kapasitas Vital : Normal 50 – 60 cc / kg BB
- Minute Ventilasi
- Forced expiratory volume
- Peak inspiratory pressure
2) B2 (Blood)
Pada Pengkajian Blood bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
- Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irregular
- Misalnya takikardia, penurunan TD, aritmia jantung
- Distensi Vena Jugularis
- Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator
- Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
- S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat penutupan
katup mitral dan trikuspid.
- S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan katup
pulmonal dan katup aorta.
- S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi ventrikel.
- Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar pada
pasien gangguan katup.
- Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
- Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi
akibat adanya hipoksia miokardial.
- PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima
kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran
ventrikel pasien hipoksemia kronis.
- Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.
a) Inspeksi
 Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Posisi parut dapat
memberikan petunujuk mengenai lesi katup yang telah dioperasi
 Denyut apeks : posisinya yang normal adalah pada interkostal kiri ke – 5
berjarak 1 cm medial dari garis midklavikula.
b) Palpasi
Tujuannya adalah mendeteksi kelainan yang tampak saat inspeksi. Teknik yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
 Palpasi dilakukan dengan menggunakan telapak tangan, kemudian
dilanjutkan dengan tekanan yang sedikit keras.
 Pemeriksa berdiri di kanan klien, minta klien duduk kemudian berbaring
telentang. Pemeriksa meletakkan tangan di prekordium, samping sternum dan
lakukan palpasi denyut apeks.
 Berikan tekanan yang lebih keras pada telapak tangan. Kemudian tangan
ditekan lebih keras untuk menilai kekuatan denyut apeks.
 Lanjutkan dengan melakukan palpasi denyut apeks menggunakan ujung jari
telunjuk dan tengah. Palpasi daerah prekordial di samping sternum.
 Kaji denyut nadi arteri, tarikan dan getaran denyutan.
Palpasi denyut apeks :
 Normal pada interkosta ke – 5 (2 – 3 cm medial garis midklavikula). Dapat
tidak teraba bila klien gemuk, dinding toraks tebal, emfisema dan lain – lain.
 Meningkat bila curah jantung besar misalnya pada insufisiensi aorta/mitral.
 Impuls Parasternal dapat teraba bila pangkal telapak tangan diletakkan tepat
pada bagian kiri dari sternum dengan jari – jari agak terangkat sedikit dari
dada.
Thrill
Aliran darah yang turbulen menimbulkan murmur jantung saat auskultasi,
terkadang dapat teraba. Murmmur yang teraba ini disebut thrill. Prekordium
harus dipalpasi menggunakan telapak tangan secara sistematik untuk menentukan
adanya thrill.
Palpasi arteri karotis :
Arteri karotis mudah dipalpasi pada otot – otot sternomastoideus. Hasil
pemeriksaan ini dapat memberikan banyak informasi mengenai bentuk
gelombang denyut aorta yang dipengaruhi oleh berbagai kelainan jantung.
Tekanan vena jugularis
Teknik pengukuran tekanan vena jugularis adalah sebagai berikut :
 Minta klien berbaring telentang, dengan kepala ditinggikan pada tempat tidur
atau meja pemeriksaan
 Kepala klien harus sedikit diplangkan menjauhi sisi leher yang akan diperiksa
 Carilah vena jugularis eksterna
 Palpasi denyutan vena jugularis interna (bedakan denyutan ini dengan
denyutan arteri karotis interna yang berada di sebelah vena jugularis interna)
 Tentukan titik tertinggi denyutan vena jugularis interna yang masih terlihat
 Dengan menggunakan penggaris cm, ukurlah jarak vertikal antara titik ini
dengan sudut sternal
 Catatlah jarak dalam cm dan tentukan sudut kemiringan klien berbaring
 Pengukuran yang lebih dari 3 -4 cm di atas sudut sternal dianggap suatu
peningkatan.
c) Perkusi
Pemeriksaan perkusi pada jantung biasanya jarang dilakukan jika
pemeriksaan foto rontgen toraks telah dilakukan. Tetapi pemeriksaan perkusi ini
tetap bermanfaat untuk menentukan adanya kardiomegali, efusi perikardium, dan
aneurisma aorta. Foto rontgen toraks akan menunjukkan daerah redup sebagai
petunjuk bahwa jantung melebar. Daerah redup jantung akan mengecil pada
emfisema.
d) Auskultasi
a. Katup Pulmonal
Terdengar lebih jelas pada interkosta ke – 2 dan ke – 3 kiri sternum
b. Katup aorta
Terdengar lebih jelas pada sternum, lebih rendah dan lebih medial daripada
katup pulmonal
c. Katup mitral
Terdengar lebih jelas pada sternum, dekat batas atas sendi antara interkosta
ke – 4 dan sternum
d. Katup trikuspidalis
Terdengar lebih jelas pada sternum, sesuai garis penghubung proyeksi katup
mitral dengan sendi antara sternum dengan interkosta ke – 5 kanan.
e. Auskultasi jantung
3) B3 (Brain)
Pada Pengkajian Brain bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
- Tingkat kesadaran
- Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat
penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan
menurunkan sirkulasi cerebral.
- Biasanya terjadi peningkatan sistem saraf simpatis.
- Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang
disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS memungkinkan untuk menilai
secara obyektif respon pasien terhadap lingkungan.Komponen yang dinilai
adalah : Respon terbaik buka mata, respon motorik, dan Respon verbal. Nilai
kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari ketiga komponen tersebut.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal.
 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen
karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam
rongga tulang kepala. Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya
hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan
tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas
(kecacatan) dan mortalitas (kematian). Jadi sangat penting dalam mengukur
status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah
satu bagian dari vital sign.
- GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai
respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
- Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata, bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score)
dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.
Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : tidak ada respon
Verbal (respon verbal) :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
Dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Motor (respon motorik) :
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…
M…
Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu
E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.
Refleks pupil
Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)
Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)
Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan
atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan
respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral. Kontraksi pupil dapat
disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik, heroin.
a) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan kepala sebagai bagian difokuskan untuk mengkaji bibir dan
cuping telinga untuk mengetahui adanya sianosis perifer.
b) Pemeriksaan raut muka
1. Bentuk muka : bulat, lonjong dan sebagainya
2. Ekspresi wajah tampak sesak, gelisah, kesakitan
3. Tes saraf dengan menyeringai, mengerutkan dahi untuk memeriksa fungsi
saraf VII
c) Pemeriksaan bibir
1. Biru (sianosis) pada penyakit jantung bawaan dan lainnya
2. Pucat (anemia)
d) Pemeriksaan mata
1. Konjungtiva
Pucat (anemia)
Ptekie (perdarahan di bawah kulit atau selaput lendir) pada endokarditis
bakterial
2. Sklera
Kuning (ikterus) pada gagal jantung kanan, penyakit hati dan lainnya
3. Kornea
Arkus senilis (garis melingkar putih atau abu – abu di tepi kornea)
berhubungan dengan peningkatan kolesterol atau penyakit jantung
koroner.
4. Funduskopi
Yaitu pemeriksaan fundus mata menggunakan opthalmoskop untuk
menilai kondisi pembuluh darah retina khususnya pada klien hipertensi.
e) Pemeriksaan neurosensori
Ditujukan terhadap adanya keluhan pusing, berdenyut selama tidur,
bangun, duduk atau istirahat dan nyeri dada yang timbulnya mendadak.
Pengkajian meliputi wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis,
merintih, meregang, menggeliat, menarik diri dan kehilangan kontak mata.
4) B4 (Bladder)
Pada Pengkajian Bladder bisa dilakukan pengkajian di bawah ini:
a. Kateter urin
b. Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.
c. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat
menurunnya perfusi pada ginjal.
d. Distesi kandung kemih
Output urine merupakan indiktor fungsi jantung yang penting. Penurunan
haluaran urine merupakan temuan signifikan yang harus dikaji lebih lanjut untuk
menentukan apakah penurunan tersebut merupakan penurunan produksi urine (yang
terjadi bila perfusi ginjal menurun) atau karena ketidakmampuan klien untuk buang
air kecil. Daerah suprapubik harus diperiksa terhadap adanya massa oval dan
diperkusi terhadap adanya pekak yang menunjukkan kandungkemih yang penuh
(distensi kandung kemih).
5) B5 (Bowel)
Kaji adanya anorexia, mual muntah, perubahan nutrisi sebelum atau pada masuk
rumah sakit dan yang terpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit. Kaji
penurunan turgor kulit, kulit kering atau berkeringat, muntah dan perubahan berat
badanRefluks hepatojuguler.
a. Rongga mulut
Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada
lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.
b. Bising usus
Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan
palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.
Lakukan observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat
terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan
nasotrakeal.
c. Distensi abdomen
Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan
memeriksa adanya gelombang air pada abdomen.
d. Nyeri
e. Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal
f. Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya
g. Mual dan muntah.
6) B6 (Bone)
Pengkajian yang mungkin dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Keluhan lemah dan lemah pada daerah ekstremitas, cepat lelah, pusing, dada rasa
berdenyut dan berdebar
b. Keluhan sulit tidur (karena adanya ortopnea, dispnea nokturnal paroksimal,
nokturia dan keringat pada malam hari)
c. Istirahat tidur : kaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam klien tisur
dalam 24 jam dan apakah klien mengalami sulit tidur dan bagaimana
perubahannya setelah klien mengalami gangguan pada sistem kardiovaskuler.
Perlu diketahui, klien dengan IMA sering terbangun dan susah tidur karena nyeri
dada dan sesak napas
d. Aktivitas : kaji aktivitas klien di rumah atau di rumah sakit. Apakah ada
kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktivitas. Aktivitas klien biasanya
berubah karena klien merasa sesak napas saat beraktivitas.
e. Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.
f. Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat
pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan
ventilator dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada
pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah
portal akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.
g. Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas
terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi.
Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan
pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.
h. Integritas kulit
i. Perlu dikaji adanya lesi, dan decubitus
c. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi
d. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2. Diagnosis Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau
vena ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit
pucat.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai
dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis.
trauma) ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, program
pembatasan gerak, nyeri ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan  Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif keperawatan selama 3 x 24 jam,  Observasi
maka perfusi perifer  Periksa sirkulasi perifer
meningkat dengan kriteria (mis. nadi perifer, edema,
hasil : pengisian kapiler, warna,
 Warna kulit pucat menurun suhu, ankle-brachial
(5) index)
 Edema perifer menurun (5)  Identifikasi faktor risiko
 Nyeri ekstremitas menurun gangguan sirkulasi (mis.
(5) diabetes, perokok, orang
 Kelemahan otot menurun tua, hipertensi dan kadar
(5) kolesterol tinggi)
 Pengisian kapiler membaik  Monitor panas,
kemerahan, nyeri atau
(5) bengkak pada ekstremitas
 Akral membaik (5)  Terapeutik
 Trugor kulit membaik (5)  Hindari pemasangan infus
 Tekanan darah sistolik atau pengambilan darah di
membaik (5) area keterbatasan perfusi
 Tekanan darah diastolik  Hindari pengukuran
mebaik (5) tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
 Lakukan pencegahan
infeksi
 Lakukan perawatan kaki
dan kuku
 Lakukan hidrasi
 Edukasi
 Anjurkan berhenti
merokok
 Anjurkan berolahraga
rutin
 Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menggunakan
obat penurunan tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan
kulitkering pada kaki)
 Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
 Anjurkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
 Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
 Manajemen Sensasi
Perifer
 Observasi
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan
alat pengikat, prostesis,
sepatu dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
 Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas
atau dingin)
 Edukasi
 Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji
suhu air
 Anjurkan penggunaan
sarung tangan termal saat
memasak
 Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit
rendah
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Perawatan Integritas


Integritas Jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, Kulit
maka integritas kulit dan  Observasi
jaringan membaik dengan  Identifikasi penyebab
Kriteria hasil : gangguan integritas kulit
 Nyeri menurun (5) (mis. perubahan sirkulasi,
 Perdarahan menurun (5) perubahan status nutrisi,
 Kemerahan menurun (5) penurunan kelembaban,
 Hematoma menurun (5) suhu lingkurgan ekstrem,
 Pigmentasi abnormal penurunan mobilitas)
menurun (5)  Terapeutik
 Tidak ada Nekrosis  Ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring
 Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang,
jika perlu
 Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama
selama periode diare
 Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak
pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
 Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
 Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
 Aniurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada di luar
rumah –
 Arjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
 Perawatan Luka
 Observasi
 Monitor tanda-tanda
infeksi - Manitor
karakterstik luka (mis.
drainase, wama, ukuran,
bau)
 Terapeutik
 Lepaskan balutan dan
plester secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika pertu
 Bersihkan dengan cairan
Nacl atau pembersih
nontoksik, sesuai
kebutuhan
 Bersihkan jaringan
nekrotik
 Berikan salep yang sesuai
ke kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai
jenis luka
 Pertahankan teknik steril
saat melakukan perawatan
luka
 Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
 Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien .
 Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin
A, vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
 Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutanecus), jika perlu
 Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka secara
mandiri
 Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik), jika
perlu - Kolaborasi
pemberian antibiotik, jika
perlu
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 24 jam,  Observasi
maka tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,
menurundengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
 Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas ,
(5) intensitas nyeri
 Meringis menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
 Gelisah menurun (5)  Identifikasi respons nyeri
 Diaforesis menurun (5) non verbal
 Frekuensi nadi membaik  Identifikasi faktor yang
(5) memperberat nyeri dan
 Tekanan darah membaik memperingan nyeri
(5)  Identifikasi pengetahuan
Setelah dilakukan tindakan dan keyakinan tentang
keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri
maka kontrol nyeri meningkat  Identifikasi pengaruh
dengan kriteria hasil: budaya terhadap respon
 Melaporkan nyeri nyeri
terkontrol meningkat (5)  Identifikasi pengaruh
 Kemampuan mengenali nyeri pada kualitas hidup
onset nyeri meningkat  Monitor keberhasilan
(5) terapi komplementer yan
 Kemampuan sudah diberikan
menggunakan teknik  Monitor efek samping
non-farmakologis penggunaan analgetik
meningkat (5)  Terapeutik
 Keluhan nyeri menurun  Berikan teknik
(5) nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
 Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
 Pemberian Analgesik
 Observasi
 Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi
obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
 Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
 Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Dukungan Ambulasi


Mobilitas Fisik keperawatan selama 3 x 24 jam,  Observasi
maka diharpkan:  Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas Fisik atau keluhan fisik lainnya
meningkat,dengan kriteria  Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan ambulasi
□ Peningkatan ekstremitas  Monitor frekuensi jantung
meningkat (5) dan tekanan darah
□ Kekuatan otot meningkat sebelum memulai
(5) ambulasi
□ Rentang gerak (ROM)
 Monitor kondisi umum
meningkat (5)
selama melakukan
ambulasi
 Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
 Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. berjalan
dari temapt tidur ke kursi
roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi)

 Dukungan Mobilasi
 Observasi
 Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah
sebelum memulai
mobilisasi
 Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
 Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat
tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
 Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di sis
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan
diagnosis yang tepat , diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Potter dan Perry, 2010).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan kontak dengan
klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subyektif dan obyektif dari
klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau
ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan,
dan hasil yang diharapkan. (Potter dan Perry, 2010).
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
Alamat : Jalan Pulau Moyo No. 33, Pedungan Denpasar
Telp/Faksimile : (0361) 725273/724563
Laman (website) :www.poltekkes-denpasar.ac.id

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS


Tgl/ Jam : 02 Juli 2021 Tanggal MRS : 01 Juli 2021
Ruangan : ICU RSUD Wangaya Diagnosis Medis : Open fraktur femur dextra 1/3 distal
Nama/Inisial : Tn. P No.RM : 80876453
Jenis Kelamin : Laki - laki Suku/ Bangsa : Bali/Indonesia
IDENTITAS

Umur : 42 tahun Status Perkawinan : Kawin


Agama : Hindu Penanggung jawab : Ny. C
Pendidikan : SMA Hubungan : Istri
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Jl. Pulau Moyo 33A Densel Alamat : Jl. Pulau Moyo
Keluhan utama saat MRS :
RIWAYAT KESEHATAN

Nyeri
Keluhan utama saat pengkajian :
Nyeri karena adanya luka pada paha kanan
Riwayat penyakit saat ini :
Pasien mengeluh paha sebelah kanan sakit terutama pada saat digerakan dan disertai keluaran darah.
Hasil wawancara diperoleh pasien tersebut mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 01 Juli
2021 pukul 18.30 WITA. Motor yang dikendarainya menabrak pembatas jalan sehingga terjatuh dan
menimpa bagian kaki kanan. Hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran komposmentis GCS 15,
tekanan darah 90/60mmHg, nadi 125x/menit, frekuensi nafas 28x/ menit. Pada paha yang sebelah
kanan tampak bengkak (mengalami perubahan bentuk) disertai luka terbuka dan mengeluarkan
darah.
Riwayat Allergi :
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan, minuman atau obat – obatan.

Riwayat Pengobatan
Ceftriaxone 2 gr IV
Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga:
Sebelumnya klien belum pernah dirawat di rumah sakit. Di dalam anggota keluarga klien tidak ada
yang mempunyai penyakit yang berhubungan dengan tulang seperti osteoporosis maupun asam urat.
Jalan Nafas : Paten
Nafas : Spontan
Obstruksi : Tidak Ada
Gerakan dinding dada: Simetris
RR : 22 x/mnt
Irama Nafas : Normal
Pola Nafas : Teratur
Sesak Nafas : Tidak Ada
BREATHING

Pernafasan Cuping hidung : Tidak Ada


Retraksi otot bantu nafas : Tidak Ada
Deviasi Trakea : Tidak Ada
Pernafasan : Pernafasan Dada
Batuk : Tidak ada
Sputum: Tidak
Emfisema S/C : Tidak Ada
Suara Nafas : Vesikuler
Alat bantu nafas: Tidak ada
Penggunaan selang dada : Tidak Ada
Masalah Keperawatan: -
Nadi : Teraba lemah N: 80x/mnt
Irama Jantung : Teratur
Tekanan Darah : 80/60mmHg
Pucat : Ya
Sianosis : Tidak
CRT : > 2 detik
BLOOD

Akral : Dingin S: 36 C
Pendarahan : Ya, Lokasi: Femur dextra
Turgor : Elastis
Diaphoresis: Ya
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: -
Suara jantung: S1 S2 reguler
IVFD : Ya Jenis cairan: Ringer Lactat
Masalah Keperawatan:
- Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau vena
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat.
- Risiko Hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif
Kesadaran: Composmentis
GCS : Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya: Ada (+/+)
Refleks Muntah: Ada
Refleks fisiologis: Patela (+/-)
Refleks patologis : Babinzky (-/-) Kernig (-/-)
BRAIN

Bicara : Lancar
Tidur malam : 7 jam Tidur siang : 4 jam
Ansietas : Ada
Nyeri : Ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis. trauma)
ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
Nyeri pinggang: Tidak
BAK : Lancar
Nyeri BAK : Tidak ada
BLADDER

Frekuensi BAK : Warna: kuning jernih Darah : Tidak ada


Kateter : Ada Urine output: 800cc
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:-
Keluhan : Tidak ada
TB : 170 cm BB : 60 kg
Nafsu makan : Baik
Makan : Frekuensi 3x/hr Jumlah : 1 piring porsi
Minum : Frekuensi 2 gls /hr Jumlah : 500 cc/hr
NGT: Tidak terpasang NGT
BOWEL

Abdomen : Abdomen datar tidak ada lesi


Bising usus: 6 kali per menit
BAB : Tidak teratur
Frekuensi BAB : Pasien mengatakan selama MRS hingga dilakukan pengkajian belum BAB
Stoma: Tidak ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan: -
Deformitas : Ya Lokasi Femur 1/3 distal dextra
Contusio : Tidak
Abrasi : Tidak
Penetrasi : Tidak
Laserasi : Ya Lokasi : di paha kanan
Edema : Tidak
Luka Bakar : Tidak
BONE

Jika ada luka/ vulnus, kaji:


Luas Luka : luka terbuka dengan luas 25x10cm warna merah, berbau, tidak terdapat pus
Warna dasar luka: Merah
Kedalaman : 0,5-2 cm
Aktivitas dan latihan :3 Keterangan:
0; Mandiri
Makan/minum :0 1; Alat bantu
Mandi :2 2; Dibantu orang lain
3; Dibantu orang lain
Toileting :2 dan alat
4; Tergantung total
Berpakaian :2
Mobilisasi di tempat tidur :2
Berpindah :2
Ambulasi :2
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
- Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai dengan
kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan.
- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, program
pembatasan gerak, nyeri ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
kulos
(Mus

menurun, gerakan terbatas


(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
a. Rambut : Hitam, agak ikal, tebal, agak kotor
b. Mata : Bereaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri), konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik, tidak memakai alat bantu penglihatan dan tidak ada sekret pada mata.
c. Hidung : Bersih, tidak ada sputum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada
epistaksis, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak menggunakan oksigen
d. Telinga : Mampu mendengar dengan jelas pada jarak yang normal, tidak ada
nyeri, tidak ada sekret telinga, tidak ada pembengkakan, tidak menggunakan alat bantu
e. Mulut : Selaput mukosa lembab dan berwarna merah muda, bersih, gigi utuh,
agak kuning, dan bersih, gusi tidak bengkak, tidak ada bau mulut, bibir lembab dan berwarna
merah kehitaman

Leher :
Leher dan Tenggorokan : Posisi trakea simetris, tidak ada benjolan pada leher, tidak ada alat yang
terpasang, tidak ada nyeri waktu menelan, tidak ada pembesaran tonsil, vena jugularis tidak
menonjol, tidak ada obstruksi jalan nafas
Dada :
HEAD TO TOE

1. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri, tidak ada
luka, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
a. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada luka, tidak ada jejas, nafas
teratur
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus kanan dan
kiri simetris
3) Perkusi : Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding jantung
4) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal, tidak ada
bunyi jantung tambahan.

Abdomen dan Pinggang :


Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
2) Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik usus 6x/menit
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba massa
4) Perkusi: Terdengar bunyi timpani
Pelvis dan Perineum : Tidak terdapat cedera pada pelvis
Ekstremitas :
Inspeksi : Terdapat luka terbuka di paha kanan bagian atas dengan luas 25x10 cm warna merah,
berbau, tidak terdapat pus. 0,5-2 cm
a. Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
b. Capillary Refill : >2detik
c. Akral : Dingin
d. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstremitas

Kekuatan otot : 4444 4444


2222 4444

Masalah Keperawatan:
1. Pola pikir dan persepsi
a. Alat bantu yang digunakan :
[ - ] kaca mata [ -] alat bantu pendengaran
b. Kesulitan yang dialami :
[ - ] sering pusing, mudah lelah
[ - ] menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin
[ - ] membaca/menulis
2. Persepsi diri
Hal yang dipikirkan saat ini : keluarga pasien mengatakan ingin pasien cepat sembuh dan ingin
pasien agar segera bisa kembali pulang ke rumah
Harapan setelah menjalani perawatan : Keluarga pasien mengatakan ingin pasien dapat kembali
PsikoSosialKultural

normal seperti sebelumnya.


Perubahan yang dirasakan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tampak lebih
lemas dari sebelum sakit
Suasana hati : Baik, tenang dan tidak gelisah
 pembuatan keputusan dalam keluarga : Keluarga
 pola komunikasi : Terbuka, musyawarah
 keuangan : [√ ] memadai[ ] kurang
3. Hubungan/komunikasi : verbal dan non verbal
a. Bicara
[-] jelas bahasa utama : Bahasa Indonesia
[ -] relevan bahasa daerah : -
[-] mampu mengekspresikan
[ -] mampu mengerti orang lain
b. Tempat tinggal
[ ] sendiri
[ √ ] bersama orang lain, yaitu anak, menantu
c. Kehidupan keluarga
 adat istiadat yang dianut : Bali
 pembuatan keputusan dalam keluarga : Keluarga
 pola komunikasi : Terbuka, musyawarah
 keuangan : [√ ] memadai [ ] kurang
d. Kesulitan dalam keluarga
[ - ] hubungan dengan orang tua
[ - ] hubungan dengan sanak keluarga
[ - ] hubungan dengan suami/istri
4. Kebiasaan Sosial
a. Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi sebagai berikut :
[ - ] fertilitas [ - ] menstruasi [ - ] libido
[ - ] kehamilan [ - ] ereksi [ - ] alat kontrasepsi
b. Pemahaman terhadap fungsi seksual : Pasien mengatakan mengetahui dan mengerti fungsi
organ reproduksi
5. Pertahanan koping
a. Pengambilan keputusan
[ ] sendiri [√ ] dibantu orang lain; sebutkan :keluarga
b. Yang disukai tentang diri sendiri : Tidak ada
c. Yang ingin dirubah dari kehidupan : keluarga pasien mengatakan ingin lebih menjaga
kesehatan pasien dan anggota keluarga lainnya.
d. Yang dilakukan jika sedang stress :
[ √ ] pemecahan masalah [ ] cari pertolongan
[ ] makan [ ] makan obat
[ ] tidur
[√] lain-lain (misalnya marah, diam dll) sebutkan keluarga pasien mengatakan jika sedang
stress pasien lebih sering pergi sendiri
6. Sistem nilai – kepercayaan
a. Siapa atau apa yang menjadi sumber kekuatan : Tuhan dan Keluarga
b. Apakah Tuhan, Agama, Kepercayaan penting untuk anda :keluarga pasien mengatakan
sangat penting, karena percaya akan adanya Tuhan merupakan sumber kekuatan.
[ √ ] ya [ ] tidak
e. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi)
Keluarga pasien mengatakan sembahyang 1 kali sehari
f. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan berdoa hanya di tempat tidur saja.

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (01 Juli 2020)

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan
Dewasa
Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,0 g/dL 11,4-15,1
(HGB) Eritrosit 0 106/µL 4,0-5,0
(RBC) Leukosit 4,16 103/µL 4,7-11,3
(WBC) 16,0 % 38-42
Hematokrit 5 103/µL 142-424
Trombosit 34,4 0 492
KIMIA
KLINIK
FAAL HATI
Albumin 2,77 g/dL 3,5-5,5
METABOLISME
KARBOHIDRAT
Glukosa Darah Sewaktu 100 mg/dL <200
IMUNOSEROLOGI 0,07 ng/mL <0,5 Resiko
Procalcitonin rendah untuk
terjadinya
sepsis berat
atau syok
septik
>2 Resiko
tinggi untuk
terjadinya
sepsis berat
atau syok
septik
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
ELEKTROLIT SERUM
Natrium (Na) 125 mmol/ 136-145
Kalium (K) 3,22 Lmmol/L 3,5-5,0
Klorida (Cl) 96 mmol/L 98-106

Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik


1. Pada hasil kultur pus pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan acinetobacter
baumannii yang sensitif terhadap antibiotik chloramphenicol 30ug. Pada hasil kultur pus
pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan pseudomonas aeruginosa MDR (Multi
Drug Resistant) yang sensitif terhadap antibiotikmeropenem.
2. Pada hasil kultur pus pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan Staphylococcus
negatif, tidak ada saran pemberian antibiotik tertentu namun jika pasien menunjukkan
tanda-tanda sepsis perlu dilakukan pemeriksaan kultur pusulang.
3. Pada hasil kultur pus pada luka pasien tanggal 01 Juli 2021 ditemukan Enterobacter
Cloacae (isolat I) yang sensitif terhadap antibiotik Amixacin dan Staphylococcus
Aureous (isolat II) yang sensitif terhadap antibiotik Amoxclav, Erythromycin, dan
Sulfamethoxazole.

Terapi
Terapi yang diberikan ceftriaxone 2 gr IV
Toradol 3x1 ampul IV
Ranitidine 2x1 ampul IV
Infuse line Ringers Lactated 30 tetes per menit

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS : Trauma langsung Perfusi perifer tidak
Pasien mengeluh nyeri di paha efektif
kanan atas diarea luka terbuka Fraktur
DO :
Pasien tampak pucat Terapi Konservatif
CRT >3 detik
Akral teraba dingin
TTV:
Traksi
TD : 80/60 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36
Perfusi perifer tidak efektif
DS : Trauma langsung Gangguan integritas
Pasien mengeluh merasakan nyeri jaringan
di paha kanan atas diarea luka Fraktur
terbuka
DO : Luka terbuka
Terdapat luka terbuka di paha
kanan atas pasien, luas luka
25x10cm dengan kedalaman luka
Kerusakan integritas kulit
±0,5 sampai 2cm.
Terjadi perubahan bentuk di area
paha
DS : Trauma langsung Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri
P : Nyeri dirasakan saat pasien Fraktur
menggerakkan kaki kanannya
Q : Nyeri yang dirasakan seperti Cedera sel
tertusuk – tusuk
R : Nyeri dirasakan di paha kanan Degranulasi sel mast
atas di area luka
S : Nyeri dirasakan dalam skala 6 Pelepasan mediator kimia
(0-10)
T : Nyeri hilang timbul Nyeri akut
DO :
Pasien tampak meringis menahan
nyeri
Pasien tampak mengalami
diaphoresis
DS : Trauma langsung Gangguan mobilitas
Pasien mengatakan tidak berani fisik
menggerakan kaki pasien Fraktur
DO :
Rentang gerakan pasien terbatas Cedera sel
karena adanya open fraktur
Kekuatan otot pasien menurun di Spasme otot
ektremitas bawah bagian kanan
dengan nilai 2 Gangguan mobilitas fisik
MASALAH KEPERAWATAN
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau vena
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai
dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis.
trauma) ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, program
pembatasan gerak, nyeri ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas.
INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka perfusi perifer  Periksa sirkulasi perifer (mis.
meningkat dengan kriteria nadi perifer, edema,
hasil : pengisian kapiler, warna,
 Warna kulit pucat menurun suhu, ankle-brachial index)
(5)  Identifikasi faktor risiko
 Edema perifer menurun (5) gangguan sirkulasi (mis.
 Nyeri ekstremitas menurun diabetes, perokok, orang tua,
(5) hipertensi dan kadar
 Kelemahan otot menurun kolesterol tinggi)
(5)  Monitor panas, kemerahan,
 Pengisian kapiler membaik nyeri atau bengkak pada
(5) ekstremitas

 Akral membaik (5) Terapeutik

 Trugor kulit membaik (5)  Hindari pemasangan infus


atau pengambilan darah di
 Tekanan darah sistolik
area keterbatasan perfusi
membaik (5)
 Hindari pengukuran tekanan
 Tekanan darah diastolik
darah pada ekstremitas
mebaik (5)
dengan keterbatasan perfusi
 Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area yang cedera
 Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan
kuku
 Lakukan hidrasi
Edukasi
 Anjurkan berhenti merokok
 Anjurkan berolahraga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi
untuk menghindari kulit
terbakar
 Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
 Anjurkan menggunakan obat
penurunan tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
 Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
 Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(mis. melembabkan
kulitkering pada kaki)
 Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
 Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis.
rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
 Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan
(mis. rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
Manajemen Sensasi Perifer
Observasi
 Identifikasi penyebab
perubahan sensasi
 Identifikasi penggunaan alat
pengikat, prostesis, sepatu
dan pakaian
 Periksa perbedaan sensasi
tajam atau tumpul
 Periksa perbedaan sensasi
panas atau dingin
 Periksa kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan
tekstur benda
 Monitor terjadinya
parestesia, jika perlu
 Monitor perubahan kulit
 Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Terapeutik
 Hindari pemakaian benda-
benda yang berlebihan
suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
 Anjurkan penggunaan
termometer untuk menguji
suhu air
 Anjurkan penggunaan sarung
tangan termal saat memasak
 Anjurkan memakai sepatu
lembut dan bertumit rendah
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
kortikosteroid, jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit


Integritas Jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka integritas kulit dan  Identifikasi penyebab
jaringan membaik dengan gangguan integritas kulit
Kriteria hasil : (mis. perubahan sirkulasi,
 Nyeri menurun (5) perubahan status nutrisi,
 Perdarahan menurun (5) penurunan kelembaban, suhu
 Kemerahan menurun (5) lingkurgan ekstrem,
 Hematoma menurun (5) penurunan mobilitas)
 Pigmentasi abnormal Terapeutik
menurun (5) □ Ubah posisi tiap 2 jam jika
 Tidak ada Nekrosis tirah baring
□ Lakukan pemijatan pada
area penonjolan tulang, jika
perlu
□ Bersihkan perineal dengan
air hangat, terutama selama
periode diare
□ Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada
kulit kering
□ Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
□ Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
□ Aniurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada di luar rumah –
□ Arjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
Perawatan Luka
Observasi
 Monitor tanda-tanda infeksi -
Manitor karakterstik luka
(mis. drainase, wama,
ukuran, bau)
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester
secara perlahan
 Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika pertu
 Bersihkan dengan cairan
Nacl atau pembersih
nontoksik, sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi, jika perlu
 Pasang balutan sesuai jenis
luka
 Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
 Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien .
□ Berikan diet dengan kalori
30-35 kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin
dan mineral (mis vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam
amino), sesuai indikasi
□ Berikan terapi TENS
(stimulasi saraf
transkutanecus), jika perlu
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
 Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement (mis. enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu - Kolaborasi
pemberian antibiotik, jika
perlu
3. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,
menurundengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
 Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas ,
(5) intensitas nyeri
 Meringis menurun (5)  Identifikasi skala nyeri
 Gelisah menurun (5)  Identifikasi respons nyeri

 Diaforesis menurun (5) non verbal

 Frekuensi nadi membaik  Identifikasi faktor yang

(5) memperberat nyeri dan


memperingan nyeri
 Tekanan darah membaik
(5)  Identifikasi pengetahuan

Setelah dilakukan tindakan dan keyakinan tentang

keperawatan selama 3 x 24 jam, nyeri

maka kontrol nyeri meningkat  Identifikasi pengaruh

dengan kriteria hasil: budaya terhadap respon

 Melaporkan nyeri nyeri

terkontrol meningkat (5)  Identifikasi pengaruh

 Kemampuan mengenali nyeri pada kualitas hidup

onset nyeri meningkat  Monitor keberhasilan

(5) terapi komplementer yan

 Kemampuan sudah diberikan

menggunakan teknik  Monitor efek samping

non-farmakologis penggunaan analgetik

meningkat (5) Terapeutik

 Keluhan nyeri menurun  Berikan teknik

(5) nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Pemberian Analgesik
Observasi
 Identifikasi karakteristik
nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi,
intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi
obat
 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesic (mis.
Narkotika, non narkotika,
atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas
analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesic
yang disukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
 Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
 Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Ambulasi


Mobilitas Fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka diharpkan:  Identifikasi adanya nyeri
Mobilitas Fisik atau keluhan fisik lainnya
meningkat,dengan kriteria  Identifikasi toleransi fisik
hasil : melakukan ambulasi
□ Peningkatan ekstremitas  Monitor frekuensi jantung
meningkat (5) dan tekanan darah sebelum
□ Kekuatan otot meningkat memulai ambulasi
(5)  Monitor kondisi umum
□ Rentang gerak (ROM) selama melakukan ambulasi
meningkat (5) Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan melakukan
ambulasi dini
 Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
berjalan dari temapt tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)

Dukungan Mobilasi
Observasi
 Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
 Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar
tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, duduk
di sis tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
IMPLEMENTASI
Hari,
No. Tanggal, No DX Implementasi Hasil TTD
Waktu
1 Jumat, 02 1,2,3,4 Melakukan pemeriksaan DS :
Juli 2021 TTV Pasien mengatakan sakit pada
Pukul paha kanan setelah mengalami
14.00 kecelakaan kemarin, pasien
WITA sulit menggerakan kakinya

DO :
- GCS : 15
- TD : 90/60 mmHg
- Nadi :125x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Terdapat luka terbuka
dengan luas 25x10x2cm
- CRT > 2 detik, warna kulit
pucat, akral dingin
2 Pukul 3 Melakukan pengkajian DS :
14.15 nyeri secara Pasien mengeluh nyeri
WITA komprehensif - P : Nyeri dirasakan saat
pasien menggerakkan kaki
kanannya
- Q : Nyeri yang dirasakan
seperti tertusuk–tusuk
- R : Nyeri dirasakan di
paha kanan atas di area
luka
- S : Nyeri dirasakan dalam
skala 6 (0-10)
- T : Nyeri hilang timbul
DO :
- Pasien tampak meringis
menahan nyeri
- Pasien tampak mengalami
diaphoresis
3 Pukul 3 Melakukan perawatan DS :
14.20 luka Pasien mengatakan nyeri di
WITA paha kanan

DO :
Terdapat luka jahitan di paha
kanan
4 Pukul 1,3 Melakukan pemasangan DS :
14.30 infus RL 30 tpm dan -
WITA kolaborasi pemberian DO :
toradol 1 ampul (IV), Terpasang infus RL di tangan
ranitidine 1 ampul (IV) kanan, tidak ada reaksi alergi
obat
5 Pukul 1,4 Melakukan pemasangan DS : -
14.45 traksi Pasien mengatakan sedikit
WITA nyeri

DO :
Pasien kooperatif
6 Pukul 3 Kolaborasi pemberian DS :
15.10 ceftriaxone 2 gr (IV) Dokter mengatakan pasien
WITA diteruskan diberikan dextrose
10% 20 tpm

DO :
Perawat meneruskan intruksi
dokter hasil kolaborasi
7 Pukul 4 Mengajarkan teknik DS :
15.35 ROM pada telapak kaki Pasien mengatakan susah
WITA kanan serta jari kaki menggerakkan kaki
kanan
DO :
Telapak kaki kanan serta jari
kaki kanan bisa digerakkan
sedikit demi sedikit
8 Pukul 1 Mengkaji sirkulasi DS :
15.40 perifer secara Pasien mnegatakan terkadang
WITA komprehensif kakinya kesemutan

DO :
Kulit perifer teraba dingin,
tampak pucat dan bengkak,
CRT > 2 detik
9 Pukul 2 Mengkaji keluhan pasien DS :
16.00 dan pemeriksaan TTV Pasien mengatakan kakinya
WITA pasien masih terasa kesemutan

DO :
- GCS : 15
- TD : 100/60 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Kaki kanan teraba dingin
dan pucat
EVALUASI
No Hari/Tanggal/Jam Evaluasi Nama
Dx perawat
1 Jumat/02 Juli 2021 S : Pasien mengeluh merasakan kaki kanan
16.30 WITA terasa dingin dan pasien mengeluh
kesemutan dikaki
O : Pasien tampak pucat,. Pasien hanya
bisa menggerakkan telapak kaki kanan dan
jari kaki kanannya sedikit demi sedikit.
Akral pasien teraba dingin
TD : 100/60 mmHg
CRT > 2detik
A : Tujuan belum tercapai
Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
- Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
2 Jumat/02 Juli 2021 S :Pasien mengeluh merasakan kaki kanan
16.30 WITA terasa dingin dan pasien mengeluh
kesemutan dikaki.
O : Pasien tampak terpasang traksi
tidak terdapat perdarahan aktif.
A : Tujuan tercapai sebagian
Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Monitor karakteristik luka
- Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
- Berikan suplemen vitamin dan
mineral, sesuai indikasi
3 Jumat/02 Juli 2021 S : Pasien mengatakan nyeri yang
16.30 WITA dirasakan berkurang
P : Nyeri saat menggerakkan kaki
Q : Nyeri seperti tertusuk – tusuk
R : Nyeri di area luka yakni di paha
kanan atas
S : Nyeri dalam skala 4 (0-10)
T : Nyeri dirasa sekitar 5 menit
O : Pasien tampak tenang, tidak
mengalami diaphoresis
TD : 100/60mmHg
N : 90x/menit
A : Tujuan tercapai
Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Kolaborasi pemberian analgesic
bila diperlukan
4 Jumat/02 Juli 2021 S : Pasien mengatakan kaki kanannya
16.30 WITA merasa kesemutan, pasien mengatakan
telapak kaki dan jarinya sudah bisa
digerakkan sedikit demi sedikit
O : Pasien tampak bisa menggerakkan
telapak kakinya dan jari kaki kanan
pasien.
A : Tujuan tercapai sebagian
Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Hudak, Gallo. 1996. Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV.
EGC : Jakarta
Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan
ProsesKeperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni
pendidikan Keperawatan Padjadjaran.YPKAI:Bandung

Mansjoer,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga jilid 2.Media


Aesculapis : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia
Price A.S. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan.
Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.
Smeltzer,S.C & Bare B.G. 2006. Buku ajar keperawatan medical bedah , Edisi 8.
EGC : Jakarta
Sartono, dkk. 2013. Basic Trauma Cardiac Life Suport- BTCLS. GADAR
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Integumen
(Luka Bakar Grade II 11%)

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas
pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi electromagnet (Brunner &
Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan
sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Moenajar, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio aktif
(Wong, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat
dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan
kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat
reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman
kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan
yang terjadi (Moenadjat, 2003).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit dengan luka bakar akan
mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung faktor
penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar
akan mempengaruhi kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api
atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga (Sjamsuidajat, 2004)
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak faktor,
yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan
kimia seperti asam atau basa kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan
petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008).
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa
diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan
medis yang intensif (PRECISE, 2011).
Ada empat tujan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk menyelamatkan jiwa pasien – pasien luka bakar yang
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penanganan dini , spesialistik serta
individual
Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekontruksi dan program
rehabilitasi (brunner & suddarth vol 3:1912).
2. Klasifikasi Luka Bakar
1. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan dibagi atas:
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering hiperemik, berupa
eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005).
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan nyeri
karena ujung –ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat.
Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2003).
1) Derajat II Dangkal (Superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih
utuh.
c) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar pada
mulanya tampak seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai
derajat II superficial setelah 12-24 jam.
d) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda dan basah.
e) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
f) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan kurang dari 3
minggu (Brunicardi et al., 2005).
2) Derajat II dalam (Deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang tersisa.
d) Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tanpak berwarna merah
muda dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplay darah dermis
(daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau tidak
ada sama sekali, daerah yang berwarna merah muda mengindikasikan masih ada
beberapa aliran darah) (Moenadjat, 2003)
e) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9 minggu (Brunicardi et
al., 2005).
c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam, tidak
dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat.
Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensasi, oleh karena ujung–ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau
kematian. Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari
dasar luka (Moenadjat, 2003).
2. Berdasarkan luas luka bakar
Luka bakar secara umum digunakan ‘rule of nine’ untuk orang dewasa yaitu luas kepala
dan leher, dada, punggung, bokong, ekstremitas atas kanan kiri, paha kanan kiri, tungkai
dan kaki kanan kiri, masing-masing 9% sisanya 1% adalah genetalia.
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
3. Tanda dan Gejala

Kedalaman dan Bagian Gejala Penampilan Perjalanan


Penyebab Luka Kulit Yang Luka Kesembuhan
Bakar terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemuta Memerah;menjadi Kesembuhan
Tersengat Hiperestesia putih jika ditekan lengkap dalam
matahari (super sensitive) Minimal atau waktu satu minggu
Terkena Api Rasa nyeri tanpa edema Pengelupasan kulit
dengan intensitas mereda jika
rendah didinginkan
Derajat Dua Epidermis Nyeri Melepuh, dasar Kesembuhan luka
Tersiram air dan Bagian Hiperestesia luka berbintik – dalam waktu 2 – 3
mendidih Dermis Sensitif bintik minggu
Terbakar oleh terhadap udara merah,epidermis Pembentukan
nyala api yang dingin retak, permukaan parutdan
luka basah depigmentasi
Edema Infeksi dapat
mengubahnya
menjadi derajat tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering ;luka Pembentukan eskar
Terbakar nyala Keseluruhan nyeri bakarberwarna Diperlukan
api Dermis dan Syok putih seperti pencangkokan
Terkena cairan kadang – Hematuri dan badan kulit atau Pembentukan parut
mendidihdalam kadang kemungkinan berwarna gosong. dan hilangnya
waktu yang lama jaringan hemolisis Kulit retak kountur serta fungsi
Tersengat arus subkutan Kemungkin dengan bagian kulit.
listrik terdapat luka kulit yang tampak Hilangnya jari
masuk dan Edema tangan atau
keluar (pada ekstermitas dapat
luka bakar terjadi
listrik)a
4. Patofisiologi Luka Bakar (pathway)

Bahan Kimia Api Radiasi Listrik / Petir

Luka Bakar

Pada Wajah Kerusakan Kulit

Kerusakan Mukosa
Gangguan Integritas Jaringan Traumatik Kerusakan Pertahan
Kulit Primer

Oedema Tulang Pembentukan


Kerusakan Persepsi Oedema Pertahanan Primer
Sensori Tidak Adekuat
Obstruksi Jalan
Nafas Penurunan Ambang
Gangguan Batas Nyeri
Integritas Kulit Risiko Infeksi
Sulit Nafas

Nyeri Akut
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
Penguapan Meningkat

Pembuluh Darah
Kapiler Meningkat

Ekstravasasi Cairan
(H2O, Elektrolit dan
Protein

Cairan Intavaskuler
Menurun

Hipovolemik dan
Hipovolemia Hemokonsentasi
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium pembuluh darah.
b. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respons
inflamasi terhadap cedera.
c. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaCh/peningkatan PaCO2
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan
dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
d. COHbg (karboksi hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida/cedera
inhalasi.
e. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan/kerusakan SDM
dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat terjadi bila mulai diuresis; magnesium
mungkin menurun. Natrium pada awal mungkin menurun pada kehilangan air;
hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal.
f. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan; kurang dari 10
mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.
g. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa
natrium.
h. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respons stres.
i. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan protein
pada edema cairan.
j. BUN atau kreatinin
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun kreatinin dapat
meningkat karena cedera jaringan.
k. Urine
Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar listrik serius). Warna hitam,
kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. Kultur luka:mungkin diambil untuk
data dasar dan diulang secara periodik.
l. Foto ronsen dada
Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan cedera inhalasi; namun
cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif tanpa foto dada (SDPD).
m. Bronkoskopi serat optic
Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi edema, perdarahan,
dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas.
n. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera inhalasi.
o. Skan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
p. EKG
Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
q. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya (Doenges, 2000).
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban luka bakar
adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut mengalami luka bakar.
Langkah kerja:
1) Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan menyelimuti dan
menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen bagi api yang
menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling
dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang terbakar. Kontak dengan bahan yang
panas juga harus cepat diakhiri missal dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau
menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika
sumber luka bakarnya adalah arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.
2) Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus
setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini
pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang terbakar selama lima belas
menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga
kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian luka yang sebenarnya
menuju derajat II dapat dihentikan pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III
dihentikan pada tingkat I atau II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan
air apa saja yang dingin sekurang-kurangnya 15 menit.
3) Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan, pakaian lain dan
semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan penilaian serta
mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema yang timbul dengan cepat.
4) Menutup luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil kemungkinan
kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar tidak
mengenai permukaan kulit yang terbakar.
b. Mengirigasi Luka bakar kimia
Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air mengalir. Jika
mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.
ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal pasca-luka bakar, yaitu:
a. Airway (saluran napas)
b. Breathing (pernapasan)
c. Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine immobilization/fiksasi vertebra
cervikalis jika diperlukan).
Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika oksigen dengan konsentrasi
yang tinggi itu tidak dapat disediakan dalam kondisi emerjensi, pemberian oksigen lewat
masker atau kanula hidung merupakan tindakan pertama yang harus dikerjakan. Apabila
tersedia petugas serta peralatan yang memenuhi syarat dan bilamana korbannya menderita
gangguan pernapasan yang berat atau edema saluran napas, penolong dapat memasang
pipa endotrakeal dan memulai ventilasi manual.
Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut apikal dan tekanan darah
dimonitor dengan sering. Takikardia (frekuensi jantung yang abnormal cepat) dan
hipotensi ringan diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani segera sesudah
terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama, survei sekunder dari kepala hingga ujung jari
kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya yang berpotensi menimbulkan kematian
harus dilaksanakan.
Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan memperbaiki prognosis
secara mengesankan. Karena itu, pemberian infus cairan dan elektrolit harus segera
dimulai.
c. Penatalaksanaan Medis Darurat
Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway, breathingdan circulation).
Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dari pasien didorong
supaya batuk sehingga sekret saluran napas bisa dikeluarkan dengan pengisapan. Untuk
situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret dengan pengisapan bronkus dan
pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika terjadi edema pada jalan napas,
intubasi endotrakeal mungkin merupakan indikasi. Continuous positive airway pressure
dan ventilasi mekanis mungkin pula diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang
adekuat.
Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat, perhatian harus
diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan yang dikenakan
pasien dilepas. Pembilasan luka bakar kimia dengan air diteruskan.
Kateter urin indwelling dipasang untuk memungkinkan pemantauan haluaran urin
dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai dasar untuk tinggi dan berat badan, gas darah
arteri, hematokrit, elektrolit, golongan darah serta hasil pencocokan-silang (cross-
matching), urinalisis, dan foto rontgen toraks harus didapat. Jika pasien menderita luka
bakar listrik, pemeriksaan elektiokardiogram dasar harus dilakukan. Karena luka bakar
merupakan luka yang terkontaminasi, tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika
status imunisasi pasien tidak jelas.
Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa stabilisasi fisik,
perawat harus memperhatikan pula kebutuhan psikologis pasien dan keluarganya.
d. Pemindahan ke Unit Luka Bakar
Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam menentukan apakah
pasien harus dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar. Jika pasien akan
dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar, tindakan berikut ini harus
dilakukan sebelum pemindahan pasien: selang infus harus terpasang dengan kecepatan
tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan haluaran urin sedikitnya 30 ml per jam;
saluran napas yang paten (lapang) dipastikan; terapi yang adekuat untuk meredakan nyeri
dilakukan; dari sirkulasi perifer yang memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang
terbatas. Luka ditutup dengan balutan steril yang kering, dan kenyamanan serta
kehangatan tubuh pasien harus dijaga. Penilaian serta penanganan pasien dicatat, dan
informasi ini harus disampaikan kepada petugas unit luka bakar.
e. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok
Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak adalah
mencegah terjadinya syok ireversibel dengan menggantikan cairan dan elektrolit yang
hilang. Selang infus dan kateter urin harus sudah terpasang pada tempatnya sebelum
resusitasi cairan dimulai. Hasil pengukuran berat badan dan tes laboratorium juga dicatat.
Semua parameter ini harus dipantau dengan ketat dalam periode segera sesudah
terjadinya luka bakar (periode resusitssi).
Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka
Bakar:
1. Rumus Konsensus

Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml X kg BB X % luas
luka bakar.
Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya.
2. Rumus Evans
a. Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (saline): 1ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
selanjutnya.
Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya,
seluruh penggantian cairan insensible.
Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas
permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
3. Rumus Brooke Army
a. Koloid: 0,5ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
selanjutnya.
Hari 2: Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian cairan
insensible.
Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung
berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
4. Rumus Parkland/Baxter
Larutan ringer laktat: 4ml X kg BB X luas luka baker
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
selanjutnya.
Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid
Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq natrium
perLiter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume
keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infuse selama 8 jam
pertama pasca luka baker. Kadar natrium serum harus dipantau dengan ketat. Tujuan:
meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan
mencegah komplikasi paru.
5. Obat-obatan
Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas.
Bila ada infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan
kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stress dan antipiretik diberikan
bila suhu tinggi.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negative pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-
3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan
melalui pipa lambung atau ditambah parenteral.
Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapai untuk memperlancar
peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi.
Penderita luka baker harus dipantau terus-menerus, keberhasilan pemberian
cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1ml/kgBB/jam.
Yang penting juga apakah sirkulasi normal/tidak.
f. Debridemen
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini memiliki
dua tujuan:
a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing,
sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri
b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan bagi graft
dan kesembuhan luka
Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang terdapat pada
antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel yang ada di bawahnya secara
bersng-sur-angsur. akan mencairkan serabut-serabut kolagen yang menahan eskar
pada tempatnya selama minggu pertama atau kedua pasca-luka bakar.
Macam-macam debridemen:
a. Debridemen Alami. Pada peristiwa debridemen alami, jaringan mati akan
memisahkan diri secara spontan dari jaringan viabel yang ada di bawahnya. Namun,
pemakaian preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan
eskar yang alami ini.
b. Debridemen Mekanis. Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting bedah dan
forsep untuk memisahkan dan mengangkat eskar.
c. Debridemen Bedah. Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai fasia (eksisi tangensiai) atau
dengan mengupas lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai
jaringan yang masih viabel dan berdarah.
g. Graft
Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas, reepitelialisasi spontan tidak
mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft (pencakokan) kulit dari pasien sendiri
(autograft). Daerah-daerah utama graft kulit mencakup daerah wajah dengan alasan
kosmetik dan psikologik; tangan dan bagian fungsional lainnya seperti kaki; dan daerah-
daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan pencapaian kemampuan
fungsional yang lebih dini dan akan mengurangi kontraktur. Kalau luka bakarnya sangat
luas, daerah dada dan abdomen dapat dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas
luka bakar.
Selama proses kesembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jaringan ini akan
mengisi ruangan yang ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri
dan berfungsi sebagai dasar (bed) untuk pertumbuhan sel epitel.
h. Autograft
Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa berupa split-
thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur. Full-thickness dan
pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan rekonstruksi, dan dilaksanakan
beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya cedera pertama.
Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap eksprimen pada
beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara mendasar, prosedur ini meliputi biopsi
kulit pasien di daerah yang tidak terbakar. Kemudian keratinosit diisolasi dan sel-sel
epitel dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang asli dapat mengadakan
multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali ukuran sampel semula dalam tempo
30 hari. Sel-sel ini kemudian ditempelkan pada luka bakar. Prosedur ini telah dilaporkan
dengan berbagai derajat keberhasilan tetapi hasil-hasil tersebut cukup menggembirakan
(Wong & Munster, 1993).
i. Kelainan pada Penyembuhan Luka
Kelainan-penyembuhan luka pada pasien luka bakar terjadi akibat proses
penyembuhan yang secara abnormal berlebihan atau akibat pembentukan jaringan baru
yang tidak memadai Pembentukan parut yang hipertrofik dan keloid terjadi akibat
kesembuhan yang abnormal dan berlebihan.
a. Parut.
Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktur luka lebih besar kemungkinannya untuk
terjadi jika luka bakar yang primer melampaui tingkat lapisan dermis yang dalam.
Kesembuhan luka bakar yang dalam ini terjadi akibat penggantian integumen yang
normal dengan jaringan yang secara metabolik sangat aktif sehingga kurang
mengandung arsitektur kulit yang normal. Dalam lapisan kolagen di bawah epilelium
terdapat banyak sel fibroblast yang mengalami proliferasi secara bertahap. Sel-sel
miofibroblast yang memiliki kemampuan untuk berkontraksi juga terdapat dalam luka
yang immatur. Ketika unsur-unstir ini berkontraksi, serabut kolagen yang normalnya
terletak dalam berkas yang datar cenderung untuk membentuk corak yang
bergelombang. Akhirnya berkas kolagen tersebut menghasilkan penampakan super-
koil dan terbentuk nodul-nodul kolagen. Jaringan parut berwarna sangat merah
(karena sifat hipervaskularitas-nya), menonjol dan keras. Penanganan parut terutama
dilaksanakan dalam fase rehabilitasi sesudah luka bakarnya menutup. Parut yang
hipertrofik dapat menyebabkan kontraktur yang hebat pada persendian yang terkena.
Namun demikian, parut ini hanya terbatas pada daerah luka bakar dan secara
berangsur-angsur akan mengalami regresi dengan berlalunya waktu.
b. Keloid
Pada sebagian pasien yang lain, massa jaringan parut yang besar dan bertumpuk akan
terjadi dan dapat meluas sampai di luar permukaan luka. Massa ini dinamakan koloid.
Keloid cenderung ditemukan pada orang yang kulitnya berpigmen (berwarna gelap),
tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar kemungkinannya untuk timbul kembali
sesudah dilakukan eksisi.
c. Kegagalan untuk Sembuh
Kegagalan luka untuk sembuh dapat disebabkan oleh banyak faktor yang mencakup
infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kadar albumin serum di bawah 2 gm/dl
biasanya menjadi salah satu faktor yang mengganggu kesembuhan pada pasien luka
bakar.
d. Kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika luka bakarnya
sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan memendek karena gaya yang ditimbulkan
oleh sel-sel fibroblast dan fleksi otot dalam proses kesembuhan luka yang alami. Gaya
lawan yang ditimbulkan oleh bidai, traksi dan pengaturan posisi serta latihan gerak
yang bertujuan harus digunakan untuk melawan deformitas pada luka bakar yang
mengenai persendian.
7. Komplikasi Luka Bakar
Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a) Kedalaman luka bakar
b) Sifat kulit
c) Usia klien
d) Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna awal
merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan parut terus berlangsung
dan warna berubah merah, merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan
menekan timbulnya hipertrofi scar (Brunner & Suddarth, 2002).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian KeperawatanCombustio/ Luka Bakar
a. Data Umum
Berisi mengenai identitas pasien yang meliputi nama, umur, No.RM, jenis
kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, jam datang,
jam diperiksa, tipe kedatangan dan informasi data
b. Keadaan Umum
Keadaan umum pada pasien luka bakar dengan gawat darurat yang berisi tentang
observasi umum mengenai penghentian proses luka bakar dan pemeriksaan status
ABC (Airway, Breathing dan Circulation) (Pamela, 2011).
c. Pengkajian Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengindentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
a) Airway maintenance dengan cervical spine protection
b) Breathing danoxygenation
c) Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d) Disability- pemeriksaan neurologis singkat
e) Exposure dengan kontrol lingkungan
1) Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara
lain :
a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan
b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan
c) Control perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian
penekanan secara langsung
d) Palpasi nadi radial jika diperlukan :
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
e) Kaji kulit melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill)
f) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
2) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas
pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
sumbatan jalan napas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka
jalan napas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar
mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher
harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada
kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan napas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
a) Kaji kepatenan jalan napas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernapas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan pernapasan
apakah terdapat cilia pada saluran pernapasan mengalami kerusakan yang
disebabkan oleh asap atau inhalasi.
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan napas pada pasien antara lain :
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Pengggunaan otot bantu pernapasan/ paradoxical chest movement
 Sianosis

c) Look dan listen bukti adanya masalah pasa saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
d) Jika terjadi obstruksi jalan napas, maka pastikan jalan napas pasien terbuka
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang
f) gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan napas pasien sesuai
indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
 Lakukan intubasi
3) Pengkajian Breathing (Pernapasan)
Pengkajian pada pernapasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan napas
dan keadekuatan pernapasan pada pasien. Jika pernapasan pada pasien tidak
memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah :
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/hemathorax, close of open
chest injury dan ventilasi buatan .( Wilkinson & Skinner, 2000)
Yang perlu perhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a) Look, listen, dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
b) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : sianosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernapasan yang disebabkan karena
trauma inhalasi
c) Palpasi untuk adanya : pergerakan trakea, fraktur tulang iga, subcutaneous
emphysema.
d) Perkusi berguna untuk untuk diagnosis haemorathorax dan pneumotoraks
e) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada. Buka dada pasien
observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu. Tentukan laju dan
tingkat kedalaman napas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan
kualitas pernapasan pasien. Penilaian kembali status mental pasien
f) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan.
g) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi :
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan :defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
h) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan
4) Pengkajian Level of Conciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
 V – Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
 P – Responds to Pain Only, (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan unuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U – Unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
5) Expose, Examine, dan Evaluate
Menanggalkan pakaian dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memikili luka bakar yang mempunyai derajat luka yang tinggi, imobilisasi in-
line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan
pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi klien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan :
a) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
b) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien
luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak
stabil atau kritis

d. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif
(menjelang klien pulang)
b. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol
2. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan
luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)

i. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan
Browder”
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka
bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti
telah diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan
jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan
sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan
jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas
(airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation)
sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat
menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan
menurunnya tajam penglihatan.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas (kanan


18% 18% 18 %
dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah (kanan


27% 31% 30%
dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%

2. Diagnosa Keperawatan Combustio/ Luka Bakar


a. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, TD menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urin
menurun, hematocrit meningkat, pengisian vena menurun, status mental berubah,
suhu tubuh meningkat, konsentrasi urin meningkat, BB turun tiba tiba.
b. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka
bakar) ditandai dengan kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri,
perdarahan, kemerahan, hematoma
c. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pecendera fisik (terbakar) ditandai dengan
pasien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, posisi menghindari nyeri, TD meningkat, pola napas berubah, nafsu makan
berubah, berkeringat.
d. Risiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahan tubuh primer :
kerusakan integritas kulit
e. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih, mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering, dyspnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
. Keperawatan
1 Hypovolemia b.d Setelah dilakukan asuhan
SIKI
kehilangan cairan keperawatan selama ...x... jam
Manajemen cairan
aktif ditandai diharapkan pasien mampu - Monitor status hidrasi
dengan frekuensi memenuhi kriteria hasil sebagai (kelembaban membran
nadi meningkat, berikut : mukosa, frekuensi nadi,
nadi teraba lemah, SLKI: kekuatan nadi, akral, pengisian
TD menurun, a. Keseimbangan Cairan kapiler, turgor kulit, tekanan
tekanan nadi b. Penyembuhan Luka darah
menyempit, turgor c. Status Cairan - Monitor berat badan harian
kulit menurun, Kriteria Hasil : - Monitor berat badan sebelum
membrane mukosa - Asupan cairan meningkat dan sesudah dialisis
kering, volume - Haluaran urin dan - Monitor hasil pemeriksaan
urin menurun, kelembapan membran laboratorium (hematokrit, Na,
hematocrit mukosa meningkat K, Cl, berat jenis urine, BUN)
meningkat, - Tekanan darah, nadi, - Monitor status hemodinamik
pengisian vena suhu tubuh dalam batas (MAP, CVP, PAP, PCWP jika
menurun, status normal tersedia)
mental berubah, - Edema pada sisi luka dan - Catat intake-output dan hitung
suhu tubuh dehidrasi menurun balance cairan 24 jam
meningkat, - Turgor kulit dan - Berikan asupan cairan, sesuai
konsentrasi urin membran mukosa kebutuhan
meningkat, BB membaik - Berikan cairan intravena, jka
turun tiba tiba. - Nyeri dan peradangan perlu
luka menurun - Kolaborasi pemberian diuretik,
jika perlu
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan SIKI
kulit berhubungan keperawatan selama ...x… jam Perawatan Integritas Kulit
dengan cedera diharapkan pasien mampu - Identifikasi penyebab
kimiawi kulit (luka memenuhi kriteria hasil sebagai gangguan integritas kulit (mis.
bakar) ditandai berikut : Perubahan sirkulasi, perubahan
dengan kerusakan SLKI: status nutrisi, penurunan
jaringan dan/atau a. Integritas Kulit dan kelembapan suhu lingkungan
lapisan kulit, nyeri, Jaringan ekstrem, penurunan mobilitas
perdarahan, b. Penyembuhan Luka - Ubah posisi tiap 2 jam jika
kemerahan, Kriteria Hasil: tirah baring
hematoma - Integritas kulit yang baik - Lakukan pemijatan pada area
bisa dipertahankan penonjolan tulang, jika perlu
(sensasi, elastisitas, - Bersihkan perineal dengan air
temperatur, hidrasi, hangat, terutama selama
pigmentasi) periode diare
- Gunakan produk berbahan
- Tidak ada luka/lesi pada
petroleum atau minyak pada
kulit
kulit kering
- Perfusi jaringan baik - Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik
- Menunjukkan
pada kulit sensitive
pemahaman dalam proses
- Hindari produk berbahan
perbaikan kulit dan
dasar alcohol pada kulit
mencegah terjadinya
kering
sedera berulang
- Anjurkan minum air yang
- Mampu melindungi kulit cukup
dan mempertahankan - Anjurkan meningkatkan
kelembaban kulit dan asupan nutrisi
perawatan alami Perawatan Luka Bakar
- Identifikasi penyebab luka
- Menunjukkan terjadinya
bakar
proses penyembuhan
- Identifikasi durasi terkena
luka
luka bakar dan riwayat
penanganan luka bakar
sebelumnya
- Monitor kondisi luka (mis.
Persentasi ukuran luka,
derajat luka, perdarahan,
warna dasar luka, infeksi,
eksudat, bau luka, kondisi tepi
luka)
- Gunakan teknik aseptic
selama merawat luka
- Lepaskan balutan lama
dengan menghindari nyeri dan
perdarahan
- Rendam dengan air steril jika
balutan lengket pada luka
- Bersihkan luka dengan cairan
steril (mis. NaCl 0.9%, cairan
antiseptic
- Lakukan terapi relaksasi
untuk mengurangi nyeri
- Jadwalkan frekuensi
perawatan luka berdasarkan
ada atau tidaknya infeksi,
jumlah eksudat, dan jenis
balutan yang digunakan
- Gunakan modern dressing
sesuai dengan kondisi luka
(mis. Hyrocolloid, polymer,
crystalline cellulose)
- Berikan diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis. Vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino)
sesuai indikasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Anjurkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
- Kolaborasi prosedur
debridement (mis. Enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
- Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
3 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan SIKI
berhubungan keperawatan selama ...x… jam Manajemen Nyeri
dengan agen diharapkan pasien mampu - Identifikasi lokasi,
pecendera fisik memenuhi kriteria hasil sebagai karakteristik, durasi,
(terbakar) ditandai berikut : frekuensi, kualitas, dan
dengan pasien SLKI intensitas nyeri
mengeluh nyeri, a. Kontrol Nyeri - Identifikasi skala nyeri
tampak meringis,
Kriteria Hasil: - Identifikasi respon nyeri
gelisah, frekuensi - Mengenali nyeri (skala, nonverbal
nadi meningkat, intensitas, frekuensi dan - Identifikasi factor yang
sulit tidur, posisi tanda nyeri) meningkat memperberat dan
menghindari nyeri, - Kemampuan memperingan nyeri
TD meningkat, menggunakan teknik - Identifikasi pengetahuan dan
pola napas non-farmakologi keyakinan tentang nyeri
berubah, nafsu meningkat - Identifikasi pengaruh budaya
makan berubah, - Dapat mengenali terhadap respon nyeri
berkeringat. penyebab nyeri - Identifikasi pengaruh nyeri
- Keluhan nyeri menurun pada kualitas hidup
- Melaporkan nyeri - Monitor efek samping
terkontrol penggunaan analgetik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4 Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan
SIKI
dibuktikan dengan keperawatan selama ....x… jam
Pencegahan Infeksi
ketidakadekuatan diharapkan pasien mampu - Monitor tanda dan gejala
pertahan tubuh memenuhi kriteria hasil sebagai infeksi lokal dan sistemik
primer : kerusakan berikut : - batasi jumlah pengunjung
integritas kulit SLKI: - berikan perawatan kulit pada
a. Tingkat Infeksi area edema
b. Status Imun - Cuci tangan sebelum dan
c. Kontrol Risiko sesudah kontah dengan pasien
dan lingkungan pasien
Kriteria Hasil: - Pertahankan teknik aseptic
o Klien bebas dari tanda pada pasien berisiko tinggi
dan gejala infeksi - Jelaskan tanda dan gejala
o Mendeskripsikan proses infeksi
penularan penyakit, - Ajarkan cara mencuci tangan
faktor yang dengan benar
mempengaruhi penularan - Ajarkan cara memeriksa
serta pelaksanaannya kondisi luka atau luka operasi
o Kemampuan untuk - Anjurkan meningkatkan
mencegah timbulnya asupan nutrisi
infeksi meningkat - Anjurkan meningkatkan
o Kadar sel darah putih asupan cairan

membaik - Kolaborasi pemberian

o Menunjukkan perilaku imunisasi, jika pelu

hidup sehat
Perawatan Tirah Baring
- Monitor kondisi kulit
- Monitor komplikasi tirah
baring (mis. Kehilangan
massa otot, sakit punggung,
konstipasi, stress, depresi,
kebingungan, perubahan
irama tidur, infeksi saluran
kemih, sulit buang air kecil,
pneumonia)
- Tempatkan pada kasur
terapeutik, jika tersedia
- Posisikan senyaman mungkin
- Pertahan seprei tetap kering,
bersih dan tidak kusut
- Pasang sideralis, jika perlu
- Posisikan tempat tidur dekat
dengan nurse station, jika
perlu
- Dekatkan posisi meja tempat
tidur
- Berikan latihan gerak aktif
atau pasif
- Pertahankan kebersihan
pasien
- Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
- Berikan stocking
antiembolisme, jika perlu
- Ubah posisi setiap 2 jam
- Jelaskan tujuan tirah baring
5 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan asuhan SIKI :
tidak efektif keperawatan … x…. jam Penghisapan Jalan Napas
berhubungan diharapkan masalah - Identifikasi kebutuhan
denganobstruksi ketidakefektifan bersihan jalan dilakukan penghisapan
jalan napas napas dapat teratasi dengan - Auskultasi suara napas
ditandai dengan SLKI: sebelum dan setelah dilakukan
batuk tidak efektif, a. Bersihan Jalan Napas pengisapan
sputum berlebih, b. Pertukaran Gas - Monitor status oksigenasi
mengi, wheezing (sao2 dan svo2), status
Kriteria Hasil:
dan/atau ronkhi neurologis (status mental,
- Frekuensi napas dan pola
kering, dyspnea, tekanan intracranial, tekanan
napas membaik
sulit bicara, perfusi serebral), dan status
- Sulit bicara menurun
ortopnea, gelisah, hemodinamik (MAP dan
- Dispnea dan napas cuping
sianosis, bunyi hidung menurun irama jantung) sebelum,
napas menurun, selama dan setelah tindakan
frekuensi napas - Monitor dan catat warna,
berubah, pola jumlah dan konsistensi secret
napas berubah. - Gunakan teknik aseptic (mis.
Gunakan sarung tangan, kaca
mata atau masker, jika perlu)
- Gunakan procedural steril dan
disposibel
- Gunakan teknik penghisapan
tertutup, sesuai indikasi
- Pilih ukuran kateter suction
yang menutupi tidak lebih
dari setengah diameter ett,
lakukan penghisapan mulut,
nasofaring, trakea dan/atau
endotracheal tube (ett)
- Berikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi (100%)
paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
- Lakukan penghisapan lebih
dari 15 detik
- Lakukan penghisapan ett
dengna tekanan rendah (80-
120 mmhg)
- Lakukan penghisapan hanya
di sepanjang ETT untuk
meminilkan invasive
- Hentikan penghisapan dan
berikan terapi oksigen jika
mengalami kondisi seperti
bradikardi, penurunan saturasi
- Lakukan kultur dan uji
sensitifitas secret, jika perlu
- Anjurkan melakukan teknik
napas dalam, sebelum
melakukan penghisapan di
nasothacheal
- Anjurkan bernapas dalam dan
pelan selama insersi kateter
suction

4. Implementasi Keperawatan
Dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi Formatif : Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan
Evaluasi Sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu ( Poer, 2012 ).

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) ” Patofisiologi Luka Bakar”, Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
Alamat : Jalan Pulau Moyo No. 33, Pedungan Denpasar
Telp/Faksimile : (0361) 725273/724563
Laman (website) :www.poltekkes-denpasar.ac.id

Penyakit”,Jakarta : EGC.
SDKI. 2016 . Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPPPPNI
Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS


Tgl/ Jam : 06 Juli 2021 Tanggal MRS : 05 Juli 2021
Ruangan : ICU RSUD Wangaya Diagnosis Medis : Combustio Grade II 11%
Nama/Inisial : Ny.AR No.RM : 3456723
Jenis Kelamin : Perempuan Suku/ Bangsa : Bali/Indonesia
Umur : 42 tahun Status Perkawinan : Kawin
IDENTITAS

Agama : Hindu Penanggung jawab : Tn.W


Pendidikan : SMA Hubungan : Suami
Pekerjaan : Pedagang Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Monang-Maning Alamat : Monang-Maning
Keluhan utama saat MRS :
RIWAYAT KESEHATAN

Nyeri pada daerah luka bakar


Keluhan utama saat pengkajian :
Nyeri pada daerah luka bakar terus menerus
Riwayat penyakit saat ini :
Pasien mengeluh bagian tubuh yang terkena luka bakar perih dan nyeri terasa seperti teriris-iris dan
terus menerus. Pasien mengatakan dua jam SMRS (05/07/21), pasien sedang melayani pembeli di
warungnya. Tiba-tiba kompor minyak tanah dari dalam warung meledak dan menyambar bensin
yang juga dijual di warung tersebut. Pada saat api mulai menyambar warung, pasien berusaha keluar
warung sambil berlari. Namun pasien tetap tersambar api walaupun sangat sebentar. Terkurung
dalam ruangan (-), menghirup asap (-), sesak nafas (-), terbentur di kepala (-), pingsan (-), pusing
(-), mual (-), muntah (-). Hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran komposmentis GCS 15, tekanan
darah 100/80mmHg, nadi 112x/menit, frekuensi nafas 20x/ menit.
Riwayat Allergi :
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan, minuman atau obat – obatan.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan tidak ada mengonsumsi obat-obatan.
Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga:
Sebelumnya klien belum pernah dirawat di rumah sakit.
Jalan Nafas : Paten
Nafas : Spontan
Obstruksi : Tidak Ada
Gerakan dinding dada: Simetris
RR : 20 x/mnt
Irama Nafas : Normal
Pola Nafas : Teratur
Sesak Nafas : Tidak Ada
Pernafasan Cuping hidung : Tidak Ada
BREATHING

Retraksi otot bantu nafas : Tidak Ada


Deviasi Trakea : Tidak Ada
Pernafasan : Pernafasan Dada
Batuk : Tidak ada
Sputum: Tidak
Emfisema S/C : Tidak Ada
Suara Nafas : Vesikuler
Alat bantu nafas: Tidak ada
Penggunaan selang dada : Tidak Ada
Bulu hidung tidak terbakar
Masalah Keperawatan: -
Nadi : Teraba lemah N: 112x/mnt
Irama Jantung : Teratur
Tekanan Darah : 100/80mmHg
Pucat : Tidak
Sianosis : Tidak
CRT : < 2 detik
BLOOD

Akral : Hangat S: 36 C
Pendarahan : -
Diaphoresis: Ya
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: -
Suara jantung: S1 S2 reguler
IVFD : Ya Jenis cairan: Ringer Lactat
Masalah Keperawatan: -
Kesadaran: Composmentis
GCS : Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya: Ada (+/+)
Refleks Muntah: Ada
Refleks fisiologis: (+/ +)
Refleks patologis : Babinzky (-/-) Kernig (-/-)
BRAIN

Bicara : Lancar
Tidur malam : 7 jam Tidur siang : 4 jam
Ansietas : Ada
Nyeri : Ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
- Nyeri akut berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka bakar).

Nyeri pinggang: Tidak


BAK : Lancar
Nyeri BAK : Tidak ada
BLADDER

Frekuensi BAK : Warna: kuning jernih Darah : Tidak ada


Kateter : -
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:-
Keluhan : Tidak ada
TB : 165 cm BB : 62 kg
Nafsu makan : Baik
Makan : Frekuensi 3x/hr Jumlah : 1 piring porsi
Minum : Frekuensi 2 gls /hr Jumlah : 500 cc/hr
NGT: Tidak terpasang NGT
BOWEL

Abdomen : Abdomen datar tidak ada lesi


Bising usus: 6 kali per menit
BAB : Teratur
Frekuensi BAB : Pasien mengatakan selama MRS hingga dilakukan pengkajian belum BAB
Stoma: Tidak ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan: -
Deformitas : Tidak
Contusio : Tidak
Abrasi : Tidak
Penetrasi : Tidak
Laserasi : Ya Lokasi : di paha kanan
Edema : Tidak
Luka Bakar : Ada
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka :
Status lokalis
Kepala dan leher :4%
BONE

Trunkus anterior :0%


Trunkus posterior :0%
Esktremitas atas kanan :2%
Ekstremitas atas kiri :3%
Ekstremitas bawah kanan :0%
Ekstremitas bawah kiri :2%
Genitalia :0%
Total : 11 %
Warna dasar luka: merah
Kedalaman : dangkal
Aktivitas dan latihan :2
Makan/minum :2
Mandi :2
Toileting :2
Keterangan:
0;Mandiri
1;Alat bantu
2;Dibantu orang lain
Masalah Keperawatan:
- Gangguan integritas kulit berhubungan dengan trauma dan kerusakan permukaan kulit
(Muskuloskletal & Integumen)
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
f. Rambut : Hitam, lurus, tebal, agak kotor
g. Mata : Kelopak atas mata kiri edema (+) dan tidak dapat dibuka,
konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
h. Hidung : Bersih, tidak ada sputum deviasi, tidak ada sekret, tidak ada
epistaksis, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak menggunakan oksigen, bulu
hidung tidak terbakar.
i. Telinga : Mampu mendengar dengan jelas pada jarak yang normal, tidak ada
nyeri, tidak ada sekret telinga, tidak ada pembengkakan, tidak menggunakan alat bantu
j. Mulut : Selaput mukosa lembab dan berwarna merah muda, bersih, gigi utuh,
agak kuning, dan bersih, gusi tidak bengkak, tidak ada bau mulut, bibir lembab dan berwarna
merah kehitaman
k. Terdapat luka bakar pada kepala

Leher :
Leher dan Tenggorokan : Tidak Ada Kaku Kuduk, Perdarahan (-), Lesi(-), pembesaran KGB
(-), terdapat luka bakar
HEAD TO TOE

Dada :
2. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri, tidak ada
luka, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
b. Paru-Paru
5) Inspeksi : Dada imetris, RR : 20 x/menit dengan irama reguler.
6) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus kanan dan
kiri simetris
7) Perkusi : Suara paru sonor
8) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal, tidak ada
bunyi jantung tambahan.

Abdomen dan Pinggang :


Abdomen
5) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
6) Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik usus 6x/menit
7) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba massa
8) Perkusi: Terdengar bunyi timpani
Pelvis dan Perineum : Tidak terdapat cedera pada pelvis
Ekstremitas :
Inspeksi : Terdapat luka bakar pada ekstremitas atas kanan, atas kiri dan bawah kiri
e. Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
f. Capillary Refill : > 2detik
g. Akral : Hangat
h. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstremitas

Kekuatan otot : 5555 5555


5555 5555

Masalah Keperawatan:
7. Pola pikir dan persepsi
a. Alat bantu yang digunakan :
[ - ] kaca mata [ -] alat bantu pendengaran
b. Kesulitan yang dialami :
[ - ] sering pusing, mudah lelah
[ - ] menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin
[ - ] membaca/menulis
8. Persepsi diri
Hal yang dipikirkan saat ini : keluarga pasien mengatakan ingin pasien cepat sembuh dan ingin
pasien agar segera bisa kembali pulang ke rumah
Harapan setelah menjalani perawatan : Keluarga pasien mengatakan ingin pasien dapat kembali
PsikoSosialKultural

normal seperti sebelumnya.


Perubahan yang dirasakan setelah sakit : Keluarga pasien mengatakan pasien tampak lebih
lemas dari sebelum sakit
Suasana hati : Gelisah
 pembuatan keputusan dalam keluarga : Keluarga
 pola komunikasi : Terbuka, musyawarah
 keuangan : [√ ] memadai[ ] kurang
9. Hubungan/komunikasi : verbal dan non verbal
a. Bicara
[-] jelas bahasa utama : Bahasa Indonesia
[ -] relevan bahasa daerah : -
[-] mampu mengekspresikan
[ -] mampu mengerti orang lain
b. Tempat tinggal
[ ] sendiri
[ √ ] bersama orang lain, yaitu anak dan suami
c. Kehidupan keluarga
 adat istiadat yang dianut : Bali
 pembuatan keputusan dalam keluarga : Keluarga
 pola komunikasi : Terbuka, musyawarah
 keuangan : [√ ] memadai [ ] kurang
d. Kesulitan dalam keluarga
[ - ] hubungan dengan orang tua
[ - ] hubungan dengan sanak keluarga
[ - ] hubungan dengan suami/istri
10. Kebiasaan Sosial
a. Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi sebagai berikut :
[ - ] fertilitas [ - ] menstruasi [ - ] libido
[ - ] kehamilan [ - ] ereksi [ - ] alat kontrasepsi
b. Pemahaman terhadap fungsi seksual : Pasien mengatakan mengetahui dan mengerti fungsi
organ reproduksi
11. Pertahanan koping
g. Pengambilan keputusan
[ ] sendiri [√ ] dibantu orang lain; sebutkan :keluarga
h. Yang disukai tentang diri sendiri : Tidak ada
i. Yang ingin dirubah dari kehidupan : keluarga pasien mengatakan ingin lebih menjaga
kesehatan pasien dan anggota keluarga lainnya.
j. Yang dilakukan jika sedang stress :
[ √ ] pemecahan masalah [ ] cari pertolongan
[ ] makan [ ] makan obat
[ ] tidur
[√] lain-lain (misalnya marah, diam dll) sebutkan keluarga pasien mengatakan jika sedang stress
pasien lebih sering pergi sendiri
12. Sistem nilai – kepercayaan
a. Siapa atau apa yang menjadi sumber kekuatan : Tuhan dan Keluarga
b. Apakah Tuhan, Agama, Kepercayaan penting untuk anda :keluarga pasien mengatakan
sangat penting, karena percaya akan adanya Tuhan merupakan sumber kekuatan.
[ √ ] ya [ ] tidak
k. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang dilakukan (macam dan frekuensi)
Keluarga pasien mengatakan sembahyang 1 kali sehari
l. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang ingin dilakukan selama di rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan berdoa hanya di tempat tidur saja.

Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Laboratorium (05 Juli 2020)


RUTIN Darah/Hb :+
Hemoglobin : 13,3 g/dL Bilirubin :-
Hematokrit : 40 % Urobilinogen : 0,2
Leukosit : 16700/L Nitrit :-
Trombosit : 343.000/L Esterase leukosit :-
MCV : 79 fl
MCH : 27 pg KIMIA DARAH
MCHC : 34 g/dL Ureum : 23 mg/dL
Lactate : 2,7 mmol/L Creatinin : 0,8 mg/dL
PT : 10,8 detik SGOT : 21 U/L
PT kontrol : 12 detik SGPT : 17 U/L
APTT : 30,8 detik Albumin : 3,6 gr/dL
APTT kontrol : 33,5 detik
GDS : 105 mg/dL
URINALISIS Na : 144 meq/L
Sedimen K : 4,3 meq/L
Sel epitel : + Cl : 108 meq/L
Leukosit : 1-2
Eritrosit : 10-11 ANALISA GAS DARAH
Silinder : - pH : 7,35
Kristal :- pCO2 : 35,2 mmHg
Bakteri :- pO2 : 103,8 mmHg
Berat jenis : 1.015 SO2% : 97
pH :5 BE ect : -6,1 mmol/L
Protein :- Beb : -4,6
Glukosa :- SBC : 20,6
Keton :+ HCO3 : 19,7 mmol/L
TCO2 : 20,7 mmol/L

TERAPI DOKTER
- RL 20 tpm.
- Ibu profen 1x400mg.
- Cefotaxim 2x1gr (IV)
- Perawatan Luka Bakar
- Pemberian Salep (burnazin) Untuk Luka Bakar

ANALISA DATA
NO DATA FOKUS ANALISA MASALAH

1 DS : Nyeri akut
P: Tersambar api
Pasien mengatakan nyeri ketika luka
bakarnya disentuh. Terkena Kulit, Dan Kulit
Terkelupas
Q:
Pasien mengatakan nyerinya seperti
Kerusakan Kulit
teriris-iris.
R:
Kerusakan Syaraf Perifer
Pasien mengatakan nyerinya terjadi
pada daerah luka bakarnya, yaitu
Pengeluaran Zat
pada wajah bagian kiri, kedua lengan
Neurotransmitter
dan kaki kiri.
S:
Korteks Serebri
skala nyerinya 8 dari 0-10
T:
Medula Spinalis
Pasien mengatakan nyeri terus
menerus.
SSP
DO :
1. Derajat nyeri 8 dengan 10
Nyeri akut
paling tinggi
2. Luka bakar derajat 2 dangkal
dengan luas sekitar 11%
3. TD : 100/80 mmHg
4. RR : 20 x/menit
5. N : 112 x/menit
6. T : 36,3 oC
2. DS : Gangguan Luka bakar

 Klien mengatakan sakit pada Integritas


Terpapar pada kulit klien
daerah yang mengalami luka kulit

DO : Kerusakan Kulit

 Luka klien terbuka.


Perubahan temperature kulit
 Terdapat luka bakar berwarna
pada daerah yang terpapar
merah kehitaman di wajah

bagian kiri dan kedua lengan dan


Gangguan Integritas kulit
kaki kiri dan melepuh.

MASALAH KEPERAWATAN
5. Nyeri akut berhubungan dengancedera kimiawi kulit (luka bakar).

6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan trauma dan kerusakan permukaan kulit

INTERVENSI
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan SIKI
berhubungan keperawatan selama 1 jam Manajemen Nyeri
dengan cedera diharapkan pasien mampu - Identifikasi lokasi, karakteristik,
kimiawi kulit memenuhi kriteria hasil sebagai durasi, frekuensi, kualitas, dan
(luka bakar) berikut : intensitas nyeri
SLKI - Identifikasi skala nyeri
b. Kontrol Nyeri - Identifikasi respon nyeri
Kriteria Hasil: nonverbal
- Mengenali nyeri (skala, - Identifikasi factor yang
intensitas, frekuensi dan memperberat dan memperingan
tanda nyeri) meningkat nyeri
- Kemampuan - Identifikasi pengetahuan dan
menggunakan teknik keyakinan tentang nyeri
non-farmakologi - Identifikasi pengaruh budaya
meningkat terhadap respon nyeri
- Dapat mengenali - Identifikasi pengaruh nyeri pada
penyebab nyeri kualitas hidup
- Keluhan nyeri menurun - Monitor efek samping
- Melaporkan nyeri penggunaan analgetik
terkontrol - Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan SIKI
integritas kulit keperawatan selama 1 jam Perawatan Integritas Kulit
berhubungan diharapkan pasien mampu - Identifikasi penyebab gangguan
dengan trauma memenuhi kriteria hasil sebagai integritas kulit (mis. Perubahan
dan kerusakan berikut : sirkulasi, perubahan status
permukaan SLKI: nutrisi, penurunan kelembapan
kulit a. Integritas Kulit dan suhu lingkungan ekstrem,
Jaringan penurunan mobilitas
b. Penyembuhan Luka - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
Kriteria Hasil: baring
- Integritas kulit yang baik - Lakukan pemijatan pada area
bisa dipertahankan penonjolan tulang, jika perlu
(sensasi, elastisitas, - Bersihkan perineal dengan air
temperatur, hidrasi, hangat, terutama selama periode
pigmentasi) diare
- Gunakan produk berbahan
- Tidak ada luka/lesi pada
kulit petroleum atau minyak pada
kulit kering
- Perfusi jaringan baik
- Gunakan produk berbahan
- Menunjukkan ringan/alami dan hipoalergik
pemahaman dalam pada kulit sensitive
proses perbaikan kulit - Hindari produk berbahan dasar
dan mencegah terjadinya alcohol pada kulit kering
sedera berulang - Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
- Mampu melindungi kulit
nutrisi
dan mempertahankan
Perawatan Luka Bakar
kelembaban kulit dan
- Identifikasi penyebab luka bakar
perawatan alami
- Identifikasi durasi terkena luka
- Menunjukkan terjadinya bakar dan riwayat penanganan
proses penyembuhan luka bakar sebelumnya
luka - Monitor kondisi luka (mis.
Persentasi ukuran luka, derajat
luka, perdarahan, warna dasar
luka, infeksi, eksudat, bau luka,
kondisi tepi luka)
- Gunakan teknik aseptic selama
merawat luka
- Lepaskan balutan lama dengan
menghindari nyeri dan
perdarahan
- Rendam dengan air steril jika
balutan lengket pada luka
- Bersihkan luka dengan cairan
steril (mis. NaCl 0.9%, cairan
antiseptic
- Lakukan terapi relaksasi untuk
mengurangi nyeri
- Jadwalkan frekuensi perawatan
luka berdasarkan ada atau
tidaknya infeksi, jumlah
eksudat, dan jenis balutan yang
digunakan
- Gunakan modern dressing
sesuai dengan kondisi luka (mis.
Hyrocolloid, polymer,
crystalline cellulose)
- Berikan diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis. Vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino)
sesuai indikasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Anjurkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
- Kolaborasi prosedur
debridement (mis. Enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
- Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu

IMPLEMENTASI
Tanggal, Jam Implementasi Respon Paraf
06 Juli 2021 1. Mengobservasi TTV klien. 1. TTV klien :
Pukul 08.00
- TD : 100/80 mmHg
WITA
- RR : 20 x/menit
- N : 112 x/menit

- T : 36,3 oC
2. Melakukan pembersihan
Pukul 08.30 2. Luka klien bersih, setelah
WITA luka dengan prinsip aseptik.
dibersihkan dengan NaCl.
3. Mengkaji/mencatat ukuran,
3. Luas luka bakar 11% luka
warna, kedalaman luka,
di area wajah bagian kiri,
perhatikan jaringan nekrotik
kedua lengan dan kaki
dan kondisi sekitar luka
kiri
4. Melakukan pengkajian nyeri
4. Klien mengatakan nyeri
secara komprehensif
pada wajah, kedua lengan

dan kaki kiri, nyeri

dirasakan sepert teriris-

iris, nyeri dirasakan terus

menerus. Skala 8 dari 0-

10 skala yang diberikan


5. Memberikan perawatan luka
5. Klien tampak tenang saat
bakar (oles burnazin)
dilakukan perawatan luka.
Pukul 09.30 6. Mengecek riwayat alergi
6. Klien mengatakan tidak
WITA klien
memiliki riwayat alergi

terhadap obat
7. Memberikan
7. Klien kooperatif, terapi
Injeksi Cefotaxime1A x1 gram
obat masuk dan tidak ada
(IV)
tanda-tanda alergi

Pukul 10.30 8. Mengajarkan klien teknik


8. Klien bisa memanfaatkan
WITA
relaksasi. teknik relaksasi.

9. Memberikan kenyamanan 9. Klien nyaman dengan

pada klien. posisi terlentang.

10. Mengobservasi ulang derajat 10. Setelah di lakukan

nyeri klien. perawatan, derajat nyeri

klien berkurang, yaitu 4-5

dengan 10 paling tinggi.

EVALUASI
No
Tgl/Jam Catatan Perkembangan Paraf
Dx.
1 06 Juli 2021 S: klien menyatakan nyeri berkurang
14.00 WITAO: skala nyeri 4, Wajah klien lebih rileks dan tenang
A: Tujuan tercapai sebagian, masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

1. Mengobservasi ulang derajat nyeri klien.

2. Mengajarkan klien teknik relaksasi.

3. Memberikan kenyamanan pada klien.


2 06 Juli 2021 S: -
14.00 WITA O: klien tampak tenang dan nyaman saat diberikan
perawatan luka. Luka klien yang melepuh tampak sudah
ada perbaikan
A: Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai