Askep Pada Pasien Fraktur Dan Luka Bakar
Askep Pada Pasien Fraktur Dan Luka Bakar
Askep Pada Pasien Fraktur Dan Luka Bakar
OLEH:
Puji syukur kami haturkan kehadirat Ida sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Hyang Maha
Esa yang selalu melimpahkan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Tugas yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada System
Muskuluskeletal (Fraktur) Dan System Integumen (Luka Bakar)”. Penyusunan tugas ini
adalah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap mahasiswa untuk memenuhi
persyaratan di dalam mencapai nilai yang bagus pada matrikulasi profesi ners, mata kuliah
Keperawatan Kritis Politeknik Kesehatan Denpasar.
Kami menyadari sepenuhnya, bahwa tugas ini masih banyak kekurangannya. Meskipun
demikian kami berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Hyang Maha Esa melimpahkan rahmat-
Nya kepada kita semua.
Penulis
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Muskuloskeletal (Open Fraktur Os. Femur 1/3 Distal Dextra)
2. Klasifikasi Fraktur
a. Menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar di bagi menjadi
2 antara lain:
1) Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (opened)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
a) Derajat I
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif ringan
- Kontaminasi minimal
b) Derajat II
- Laserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan
neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
- IIIA: Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
- IIIB: Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat pelepasan lapisan
periosteum, fraktur kontinuitif
- IIIC: Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian distal
dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
b. Menurut derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara oatahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang
lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut Price dan
Wilson ( 2006) kekuatan dan sudut dari tenaga fisik,keadaan tulang, dan jaringan
lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
c. Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5 yaitu:
1) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang kearah permukaan lain.
5) Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
d. Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:
1) Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama (Mansjoer: 2000).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Brunner dan Suddarth (2002), manifestasi klinik dari faktur yaitu:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya, atau sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya, atau akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Pemendekan tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, dan terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang frkatur, nyeri atau spasme otot. paralysis
dapat terjadi karena kerusakan saraf.
h. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
i. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang digerakkan.
j. Deformitas / Perubahan bentuk
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
4. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang
yang biasanya diakibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan
dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Menurut
Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur
demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas
mereka, seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru
mulai latihan lari.
5. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu
tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Selsel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah
( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain
: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat
terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan
prawatan diri. Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi. (Price dan Wilson: 1995).
6. Pathway
7.
Trauma langsung Trauma tdk langsung Kondisi patologis
Fraktur
Merangsang nosiseptor
Pergeseran fragmen Spasme otot (reseptor nyeri)
tulang
Edema
Laserasi kulit
Perdarahan
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
X-ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera. CT scan
dilakukan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks, memperlihatkan fraktur
lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Venogram / Arteriogram
dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler dan menggambarkan arus
vascularisasi.
b. Laboratorium
Lekosit turun/meningkat, eritrosit dan albumin turun, Hb dan hematokrit cenderung
rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan, Ca meningkat di dalam darah, trauma otot
meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal sehingga sering meningkat. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan sirkulasi
(circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah
lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat
golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan
foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses
pembuatan foto. Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum
pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari
kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan
fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak dan
perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.
Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak
oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai
sementara dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat
kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada,
atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus
dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka
ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih
dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang
yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas. Pada bagian
gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut,
pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin
harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan
untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
b. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi musculoskeletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi meliputi
stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau nekrosis, gangguan
peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor. Prpsedur pembedahan
yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat
ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan
ortoped dan indikasinya yang lazim dilakukan :
1) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang patah
2) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat, paku
dan pin logam
3) Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang
berpenyakit.
4) Amputasi : penghilangan bagian tubuh
5) Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau
melalui pembedahan sendi terbuka
6) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
7) Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau sintetis
8) Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi dengan
logam atau sintetis
9) Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
10) Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau
mengurangi kontraktur fasia (Ramadhan: 2008)
c. Terapi Medis
Pengobatan dan Terapi Medis
1) Pemberian anti obat antiinflamasi seperti ibuprofen atau prednisone
2) Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut
3) Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot
4) Bedrest, Fisioterapi (Ramadhan: 2008)
d. Prinsip 4 R pada Fraktur
Menurut Price (1995) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu
menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.
1) Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri
sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan
diskontinuitas integritas rangka. fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan
bengkak.
2) Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya untuk
memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.
Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.
Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak
kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
3) Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang brperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat
yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan
memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian
proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan
digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang
femur, humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
4) Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi (Mansjoer, 2000).
9. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Sindrom kompartemen berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak
ditangani segera. Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat
perfusi jaringan dalam otor kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Biasanya pasien akan merasa nyeri pada saat bergerak. Ada 5 tanda syndrome
kompartemen, yaitu : pain (nyeri), pallor (pucat), pulsesness (tidak ada nadi),
parestesia (rasa kesemutan), dan paralysi (kelemahan sekitar lokasi terjadinya
syndrome kompartemen)
3) Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal ini
terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain
dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang
kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala
dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai
darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari
rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting.
Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten
atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
7) Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang dapat
berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi, luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka
yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih
besar
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai
darah ke tulang.
2) Non Union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh jaringan fibrosa. Kadang – kadang
dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan lunak,
pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
3) Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan deformitas,
angulasi atau pergeseran.
Dukungan Mobilasi
Observasi
Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah
sebelum memulai
mobilisasi
Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar tempat
tidur)
Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, duduk di sis
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan
diagnosis yang tepat , diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk
mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien (Potter dan Perry, 2010).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan kontak dengan
klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subyektif dan obyektif dari
klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Selain itu, evaluasi juga dapat meninjau
ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan,
dan hasil yang diharapkan. (Potter dan Perry, 2010).
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
Alamat : Jalan Pulau Moyo No. 33, Pedungan Denpasar
Telp/Faksimile : (0361) 725273/724563
Laman (website) :www.poltekkes-denpasar.ac.id
Nyeri
Keluhan utama saat pengkajian :
Nyeri karena adanya luka pada paha kanan
Riwayat penyakit saat ini :
Pasien mengeluh paha sebelah kanan sakit terutama pada saat digerakan dan disertai keluaran darah.
Hasil wawancara diperoleh pasien tersebut mengalami kecelakaan lalu lintas pada tanggal 01 Juli
2021 pukul 18.30 WITA. Motor yang dikendarainya menabrak pembatas jalan sehingga terjatuh dan
menimpa bagian kaki kanan. Hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran komposmentis GCS 15,
tekanan darah 90/60mmHg, nadi 125x/menit, frekuensi nafas 28x/ menit. Pada paha yang sebelah
kanan tampak bengkak (mengalami perubahan bentuk) disertai luka terbuka dan mengeluarkan
darah.
Riwayat Allergi :
Pasien mengatakan tidak memiliki alergi pada makanan, minuman atau obat – obatan.
Riwayat Pengobatan
Ceftriaxone 2 gr IV
Riwayat penyakit sebelumnya dan Riwayat penyakit keluarga:
Sebelumnya klien belum pernah dirawat di rumah sakit. Di dalam anggota keluarga klien tidak ada
yang mempunyai penyakit yang berhubungan dengan tulang seperti osteoporosis maupun asam urat.
Jalan Nafas : Paten
Nafas : Spontan
Obstruksi : Tidak Ada
Gerakan dinding dada: Simetris
RR : 22 x/mnt
Irama Nafas : Normal
Pola Nafas : Teratur
Sesak Nafas : Tidak Ada
BREATHING
Akral : Dingin S: 36 C
Pendarahan : Ya, Lokasi: Femur dextra
Turgor : Elastis
Diaphoresis: Ya
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: -
Suara jantung: S1 S2 reguler
IVFD : Ya Jenis cairan: Ringer Lactat
Masalah Keperawatan:
- Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau vena
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat.
- Risiko Hipovolemia dibuktikan dengan kehilangan cairan secara aktif
Kesadaran: Composmentis
GCS : Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya: Ada (+/+)
Refleks Muntah: Ada
Refleks fisiologis: Patela (+/-)
Refleks patologis : Babinzky (-/-) Kernig (-/-)
BRAIN
Bicara : Lancar
Tidur malam : 7 jam Tidur siang : 4 jam
Ansietas : Ada
Nyeri : Ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis. trauma)
ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
Nyeri pinggang: Tidak
BAK : Lancar
Nyeri BAK : Tidak ada
BLADDER
Leher :
Leher dan Tenggorokan : Posisi trakea simetris, tidak ada benjolan pada leher, tidak ada alat yang
terpasang, tidak ada nyeri waktu menelan, tidak ada pembesaran tonsil, vena jugularis tidak
menonjol, tidak ada obstruksi jalan nafas
Dada :
HEAD TO TOE
1. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri, tidak ada
luka, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
a. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada luka, tidak ada jejas, nafas
teratur
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus kanan dan
kiri simetris
3) Perkusi : Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding jantung
4) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal, tidak ada
bunyi jantung tambahan.
Masalah Keperawatan:
1. Pola pikir dan persepsi
a. Alat bantu yang digunakan :
[ - ] kaca mata [ -] alat bantu pendengaran
b. Kesulitan yang dialami :
[ - ] sering pusing, mudah lelah
[ - ] menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin
[ - ] membaca/menulis
2. Persepsi diri
Hal yang dipikirkan saat ini : keluarga pasien mengatakan ingin pasien cepat sembuh dan ingin
pasien agar segera bisa kembali pulang ke rumah
Harapan setelah menjalani perawatan : Keluarga pasien mengatakan ingin pasien dapat kembali
PsikoSosialKultural
Pemeriksaan Penunjang
Terapi
Terapi yang diberikan ceftriaxone 2 gr IV
Toradol 3x1 ampul IV
Ranitidine 2x1 ampul IV
Infuse line Ringers Lactated 30 tetes per menit
ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah
DS : Trauma langsung Perfusi perifer tidak
Pasien mengeluh nyeri di paha efektif
kanan atas diarea luka terbuka Fraktur
DO :
Pasien tampak pucat Terapi Konservatif
CRT >3 detik
Akral teraba dingin
TTV:
Traksi
TD : 80/60 mmHg
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36
Perfusi perifer tidak efektif
DS : Trauma langsung Gangguan integritas
Pasien mengeluh merasakan nyeri jaringan
di paha kanan atas diarea luka Fraktur
terbuka
DO : Luka terbuka
Terdapat luka terbuka di paha
kanan atas pasien, luas luka
25x10cm dengan kedalaman luka
Kerusakan integritas kulit
±0,5 sampai 2cm.
Terjadi perubahan bentuk di area
paha
DS : Trauma langsung Nyeri akut
Pasien mengeluh nyeri
P : Nyeri dirasakan saat pasien Fraktur
menggerakkan kaki kanannya
Q : Nyeri yang dirasakan seperti Cedera sel
tertusuk – tusuk
R : Nyeri dirasakan di paha kanan Degranulasi sel mast
atas di area luka
S : Nyeri dirasakan dalam skala 6 Pelepasan mediator kimia
(0-10)
T : Nyeri hilang timbul Nyeri akut
DO :
Pasien tampak meringis menahan
nyeri
Pasien tampak mengalami
diaphoresis
DS : Trauma langsung Gangguan mobilitas
Pasien mengatakan tidak berani fisik
menggerakan kaki pasien Fraktur
DO :
Rentang gerakan pasien terbatas Cedera sel
karena adanya open fraktur
Kekuatan otot pasien menurun di Spasme otot
ektremitas bawah bagian kanan
dengan nilai 2 Gangguan mobilitas fisik
MASALAH KEPERAWATAN
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan atau vena
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik, akral teraba dingin, warna kulit pucat.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas ditandai
dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit, nyeri, perdarahan
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik berhubungan dengan (mis.
trauma) ditandai dengan adanya keluhan nyeri, tampak meringis, diaforesis.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal, program
pembatasan gerak, nyeri ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentang gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas.
INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan
Keperawatan Hasil
1. Perfusi Perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
Tidak Efektif keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi
maka perfusi perifer Periksa sirkulasi perifer (mis.
meningkat dengan kriteria nadi perifer, edema,
hasil : pengisian kapiler, warna,
Warna kulit pucat menurun suhu, ankle-brachial index)
(5) Identifikasi faktor risiko
Edema perifer menurun (5) gangguan sirkulasi (mis.
Nyeri ekstremitas menurun diabetes, perokok, orang tua,
(5) hipertensi dan kadar
Kelemahan otot menurun kolesterol tinggi)
(5) Monitor panas, kemerahan,
Pengisian kapiler membaik nyeri atau bengkak pada
(5) ekstremitas
Dukungan Mobilasi
Observasi
Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
Monitor kondisi umum
selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas mobilisasi
dengan alat bantu (mis. pagar
tempat tidur)
Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
mobilisasi
Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
duduk di tempat tidur, duduk
di sis tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
IMPLEMENTASI
Hari,
No. Tanggal, No DX Implementasi Hasil TTD
Waktu
1 Jumat, 02 1,2,3,4 Melakukan pemeriksaan DS :
Juli 2021 TTV Pasien mengatakan sakit pada
Pukul paha kanan setelah mengalami
14.00 kecelakaan kemarin, pasien
WITA sulit menggerakan kakinya
DO :
- GCS : 15
- TD : 90/60 mmHg
- Nadi :125x/menit
- Pernapasan : 22x/menit
- Terdapat luka terbuka
dengan luas 25x10x2cm
- CRT > 2 detik, warna kulit
pucat, akral dingin
2 Pukul 3 Melakukan pengkajian DS :
14.15 nyeri secara Pasien mengeluh nyeri
WITA komprehensif - P : Nyeri dirasakan saat
pasien menggerakkan kaki
kanannya
- Q : Nyeri yang dirasakan
seperti tertusuk–tusuk
- R : Nyeri dirasakan di
paha kanan atas di area
luka
- S : Nyeri dirasakan dalam
skala 6 (0-10)
- T : Nyeri hilang timbul
DO :
- Pasien tampak meringis
menahan nyeri
- Pasien tampak mengalami
diaphoresis
3 Pukul 3 Melakukan perawatan DS :
14.20 luka Pasien mengatakan nyeri di
WITA paha kanan
DO :
Terdapat luka jahitan di paha
kanan
4 Pukul 1,3 Melakukan pemasangan DS :
14.30 infus RL 30 tpm dan -
WITA kolaborasi pemberian DO :
toradol 1 ampul (IV), Terpasang infus RL di tangan
ranitidine 1 ampul (IV) kanan, tidak ada reaksi alergi
obat
5 Pukul 1,4 Melakukan pemasangan DS : -
14.45 traksi Pasien mengatakan sedikit
WITA nyeri
DO :
Pasien kooperatif
6 Pukul 3 Kolaborasi pemberian DS :
15.10 ceftriaxone 2 gr (IV) Dokter mengatakan pasien
WITA diteruskan diberikan dextrose
10% 20 tpm
DO :
Perawat meneruskan intruksi
dokter hasil kolaborasi
7 Pukul 4 Mengajarkan teknik DS :
15.35 ROM pada telapak kaki Pasien mengatakan susah
WITA kanan serta jari kaki menggerakkan kaki
kanan
DO :
Telapak kaki kanan serta jari
kaki kanan bisa digerakkan
sedikit demi sedikit
8 Pukul 1 Mengkaji sirkulasi DS :
15.40 perifer secara Pasien mnegatakan terkadang
WITA komprehensif kakinya kesemutan
DO :
Kulit perifer teraba dingin,
tampak pucat dan bengkak,
CRT > 2 detik
9 Pukul 2 Mengkaji keluhan pasien DS :
16.00 dan pemeriksaan TTV Pasien mengatakan kakinya
WITA pasien masih terasa kesemutan
DO :
- GCS : 15
- TD : 100/60 mmHg
- Nadi : 90x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Kaki kanan teraba dingin
dan pucat
EVALUASI
No Hari/Tanggal/Jam Evaluasi Nama
Dx perawat
1 Jumat/02 Juli 2021 S : Pasien mengeluh merasakan kaki kanan
16.30 WITA terasa dingin dan pasien mengeluh
kesemutan dikaki
O : Pasien tampak pucat,. Pasien hanya
bisa menggerakkan telapak kaki kanan dan
jari kaki kanannya sedikit demi sedikit.
Akral pasien teraba dingin
TD : 100/60 mmHg
CRT > 2detik
A : Tujuan belum tercapai
Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
- Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
2 Jumat/02 Juli 2021 S :Pasien mengeluh merasakan kaki kanan
16.30 WITA terasa dingin dan pasien mengeluh
kesemutan dikaki.
O : Pasien tampak terpasang traksi
tidak terdapat perdarahan aktif.
A : Tujuan tercapai sebagian
Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Monitor karakteristik luka
- Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
- Berikan suplemen vitamin dan
mineral, sesuai indikasi
3 Jumat/02 Juli 2021 S : Pasien mengatakan nyeri yang
16.30 WITA dirasakan berkurang
P : Nyeri saat menggerakkan kaki
Q : Nyeri seperti tertusuk – tusuk
R : Nyeri di area luka yakni di paha
kanan atas
S : Nyeri dalam skala 4 (0-10)
T : Nyeri dirasa sekitar 5 menit
O : Pasien tampak tenang, tidak
mengalami diaphoresis
TD : 100/60mmHg
N : 90x/menit
A : Tujuan tercapai
Masalah teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Kolaborasi pemberian analgesic
bila diperlukan
4 Jumat/02 Juli 2021 S : Pasien mengatakan kaki kanannya
16.30 WITA merasa kesemutan, pasien mengatakan
telapak kaki dan jarinya sudah bisa
digerakkan sedikit demi sedikit
O : Pasien tampak bisa menggerakkan
telapak kakinya dan jari kaki kanan
pasien.
A : Tujuan tercapai sebagian
Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
DAFTAR PUSTAKA
Doenges M.E. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd
ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.
Hudak, Gallo. 1996. Keperawatan kritis , pendekatan holistik, edisi IV.
EGC : Jakarta
Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan
ProsesKeperawatan. Alih Bahasa, Yayasan Ikatan Alumni
pendidikan Keperawatan Padjadjaran.YPKAI:Bandung
Luka Bakar
Kerusakan Mukosa
Gangguan Integritas Jaringan Traumatik Kerusakan Pertahan
Kulit Primer
Nyeri Akut
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
Penguapan Meningkat
Pembuluh Darah
Kapiler Meningkat
Ekstravasasi Cairan
(H2O, Elektrolit dan
Protein
Cairan Intavaskuler
Menurun
Hipovolemik dan
Hipovolemia Hemokonsentasi
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium pembuluh darah.
b. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respons
inflamasi terhadap cedera.
c. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaCh/peningkatan PaCO2
mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan
dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
d. COHbg (karboksi hemoglobin)
Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida/cedera
inhalasi.
e. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan/kerusakan SDM
dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat terjadi bila mulai diuresis; magnesium
mungkin menurun. Natrium pada awal mungkin menurun pada kehilangan air;
hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal.
f. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan; kurang dari 10
mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi cairan.
g. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa
natrium.
h. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respons stres.
i. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan protein
pada edema cairan.
j. BUN atau kreatinin
Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun kreatinin dapat
meningkat karena cedera jaringan.
k. Urine
Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar listrik serius). Warna hitam,
kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. Kultur luka:mungkin diambil untuk
data dasar dan diulang secara periodik.
l. Foto ronsen dada
Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan cedera inhalasi; namun
cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif tanpa foto dada (SDPD).
m. Bronkoskopi serat optic
Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi edema, perdarahan,
dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas.
n. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera inhalasi.
o. Skan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
p. EKG
Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
q. Fotografi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya (Doenges, 2000).
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban luka bakar
adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut mengalami luka bakar.
Langkah kerja:
1) Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan menyelimuti dan
menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen bagi api yang
menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling
dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang terbakar. Kontak dengan bahan yang
panas juga harus cepat diakhiri missal dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau
menceburkan diri ke air dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika
sumber luka bakarnya adalah arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.
2) Mendinginkan luka bakar
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus
setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini
pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang terbakar selama lima belas
menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan suhu jaringan sehingga
kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Dengan demikian luka yang sebenarnya
menuju derajat II dapat dihentikan pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III
dihentikan pada tingkat I atau II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan
air apa saja yang dingin sekurang-kurangnya 15 menit.
3) Melepaskan benda penghalang
Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan, pakaian lain dan
semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan penilaian serta
mencegah terjadinya kontriksi sekunder akibat edema yang timbul dengan cepat.
4) Menutup luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil kemungkinan
kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar tidak
mengenai permukaan kulit yang terbakar.
b. Mengirigasi Luka bakar kimia
Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air mengalir. Jika
mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.
ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal pasca-luka bakar, yaitu:
a. Airway (saluran napas)
b. Breathing (pernapasan)
c. Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine immobilization/fiksasi vertebra
cervikalis jika diperlukan).
Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika oksigen dengan konsentrasi
yang tinggi itu tidak dapat disediakan dalam kondisi emerjensi, pemberian oksigen lewat
masker atau kanula hidung merupakan tindakan pertama yang harus dikerjakan. Apabila
tersedia petugas serta peralatan yang memenuhi syarat dan bilamana korbannya menderita
gangguan pernapasan yang berat atau edema saluran napas, penolong dapat memasang
pipa endotrakeal dan memulai ventilasi manual.
Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut apikal dan tekanan darah
dimonitor dengan sering. Takikardia (frekuensi jantung yang abnormal cepat) dan
hipotensi ringan diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani segera sesudah
terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama, survei sekunder dari kepala hingga ujung jari
kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya yang berpotensi menimbulkan kematian
harus dilaksanakan.
Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan memperbaiki prognosis
secara mengesankan. Karena itu, pemberian infus cairan dan elektrolit harus segera
dimulai.
c. Penatalaksanaan Medis Darurat
Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway, breathingdan circulation).
Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dari pasien didorong
supaya batuk sehingga sekret saluran napas bisa dikeluarkan dengan pengisapan. Untuk
situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret dengan pengisapan bronkus dan
pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika terjadi edema pada jalan napas,
intubasi endotrakeal mungkin merupakan indikasi. Continuous positive airway pressure
dan ventilasi mekanis mungkin pula diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang
adekuat.
Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat, perhatian harus
diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan yang dikenakan
pasien dilepas. Pembilasan luka bakar kimia dengan air diteruskan.
Kateter urin indwelling dipasang untuk memungkinkan pemantauan haluaran urin
dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai dasar untuk tinggi dan berat badan, gas darah
arteri, hematokrit, elektrolit, golongan darah serta hasil pencocokan-silang (cross-
matching), urinalisis, dan foto rontgen toraks harus didapat. Jika pasien menderita luka
bakar listrik, pemeriksaan elektiokardiogram dasar harus dilakukan. Karena luka bakar
merupakan luka yang terkontaminasi, tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika
status imunisasi pasien tidak jelas.
Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa stabilisasi fisik,
perawat harus memperhatikan pula kebutuhan psikologis pasien dan keluarganya.
d. Pemindahan ke Unit Luka Bakar
Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam menentukan apakah
pasien harus dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar. Jika pasien akan
dipindahkan ke unit atau rumah sakit khusus luka bakar, tindakan berikut ini harus
dilakukan sebelum pemindahan pasien: selang infus harus terpasang dengan kecepatan
tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan haluaran urin sedikitnya 30 ml per jam;
saluran napas yang paten (lapang) dipastikan; terapi yang adekuat untuk meredakan nyeri
dilakukan; dari sirkulasi perifer yang memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang
terbatas. Luka ditutup dengan balutan steril yang kering, dan kenyamanan serta
kehangatan tubuh pasien harus dijaga. Penilaian serta penanganan pasien dicatat, dan
informasi ini harus disampaikan kepada petugas unit luka bakar.
e. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok
Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak adalah
mencegah terjadinya syok ireversibel dengan menggantikan cairan dan elektrolit yang
hilang. Selang infus dan kateter urin harus sudah terpasang pada tempatnya sebelum
resusitasi cairan dimulai. Hasil pengukuran berat badan dan tes laboratorium juga dicatat.
Semua parameter ini harus dipantau dengan ketat dalam periode segera sesudah
terjadinya luka bakar (periode resusitssi).
Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka
Bakar:
1. Rumus Konsensus
Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml X kg BB X % luas
luka bakar.
Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam selanjutnya.
2. Rumus Evans
a. Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (saline): 1ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
selanjutnya.
Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya,
seluruh penggantian cairan insensible.
Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas
permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
3. Rumus Brooke Army
a. Koloid: 0,5ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
selanjutnya.
Hari 2: Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh penggantian cairan
insensible.
Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung
berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.
4. Rumus Parkland/Baxter
Larutan ringer laktat: 4ml X kg BB X luas luka baker
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16 jam
selanjutnya.
Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid
Larutan Salin Hipertonik
Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq natrium
perLiter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan volume
keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infuse selama 8 jam
pertama pasca luka baker. Kadar natrium serum harus dipantau dengan ketat. Tujuan:
meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema dan
mencegah komplikasi paru.
5. Obat-obatan
Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas.
Bila ada infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji kepekaan
kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stress dan antipiretik diberikan
bila suhu tinggi.
Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negative pada fase katabolisme, yaitu sebanyak 2500-
3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan
melalui pipa lambung atau ditambah parenteral.
Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapai untuk memperlancar
peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi.
Penderita luka baker harus dipantau terus-menerus, keberhasilan pemberian
cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1ml/kgBB/jam.
Yang penting juga apakah sirkulasi normal/tidak.
f. Debridemen
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini memiliki
dua tujuan:
a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda asing,
sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri
b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar dalam persiapan bagi graft
dan kesembuhan luka
Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang terdapat pada
antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel yang ada di bawahnya secara
bersng-sur-angsur. akan mencairkan serabut-serabut kolagen yang menahan eskar
pada tempatnya selama minggu pertama atau kedua pasca-luka bakar.
Macam-macam debridemen:
a. Debridemen Alami. Pada peristiwa debridemen alami, jaringan mati akan
memisahkan diri secara spontan dari jaringan viabel yang ada di bawahnya. Namun,
pemakaian preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan
eskar yang alami ini.
b. Debridemen Mekanis. Debridemen mekanis meliputi penggunaan gunting bedah dan
forsep untuk memisahkan dan mengangkat eskar.
c. Debridemen Bedah. Debridemen bedah merupakan tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai fasia (eksisi tangensiai) atau
dengan mengupas lapisan kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai
jaringan yang masih viabel dan berdarah.
g. Graft
Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas, reepitelialisasi spontan tidak
mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft (pencakokan) kulit dari pasien sendiri
(autograft). Daerah-daerah utama graft kulit mencakup daerah wajah dengan alasan
kosmetik dan psikologik; tangan dan bagian fungsional lainnya seperti kaki; dan daerah-
daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan pencapaian kemampuan
fungsional yang lebih dini dan akan mengurangi kontraktur. Kalau luka bakarnya sangat
luas, daerah dada dan abdomen dapat dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas
luka bakar.
Selama proses kesembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi. Jaringan ini akan
mengisi ruangan yang ditimbulkan oleh luka, membentuk barier yang merintangi bakteri
dan berfungsi sebagai dasar (bed) untuk pertumbuhan sel epitel.
h. Autograft
Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa berupa split-
thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur. Full-thickness dan
pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan rekonstruksi, dan dilaksanakan
beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya cedera pertama.
Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap eksprimen pada
beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara mendasar, prosedur ini meliputi biopsi
kulit pasien di daerah yang tidak terbakar. Kemudian keratinosit diisolasi dan sel-sel
epitel dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang asli dapat mengadakan
multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali ukuran sampel semula dalam tempo
30 hari. Sel-sel ini kemudian ditempelkan pada luka bakar. Prosedur ini telah dilaporkan
dengan berbagai derajat keberhasilan tetapi hasil-hasil tersebut cukup menggembirakan
(Wong & Munster, 1993).
i. Kelainan pada Penyembuhan Luka
Kelainan-penyembuhan luka pada pasien luka bakar terjadi akibat proses
penyembuhan yang secara abnormal berlebihan atau akibat pembentukan jaringan baru
yang tidak memadai Pembentukan parut yang hipertrofik dan keloid terjadi akibat
kesembuhan yang abnormal dan berlebihan.
a. Parut.
Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktur luka lebih besar kemungkinannya untuk
terjadi jika luka bakar yang primer melampaui tingkat lapisan dermis yang dalam.
Kesembuhan luka bakar yang dalam ini terjadi akibat penggantian integumen yang
normal dengan jaringan yang secara metabolik sangat aktif sehingga kurang
mengandung arsitektur kulit yang normal. Dalam lapisan kolagen di bawah epilelium
terdapat banyak sel fibroblast yang mengalami proliferasi secara bertahap. Sel-sel
miofibroblast yang memiliki kemampuan untuk berkontraksi juga terdapat dalam luka
yang immatur. Ketika unsur-unstir ini berkontraksi, serabut kolagen yang normalnya
terletak dalam berkas yang datar cenderung untuk membentuk corak yang
bergelombang. Akhirnya berkas kolagen tersebut menghasilkan penampakan super-
koil dan terbentuk nodul-nodul kolagen. Jaringan parut berwarna sangat merah
(karena sifat hipervaskularitas-nya), menonjol dan keras. Penanganan parut terutama
dilaksanakan dalam fase rehabilitasi sesudah luka bakarnya menutup. Parut yang
hipertrofik dapat menyebabkan kontraktur yang hebat pada persendian yang terkena.
Namun demikian, parut ini hanya terbatas pada daerah luka bakar dan secara
berangsur-angsur akan mengalami regresi dengan berlalunya waktu.
b. Keloid
Pada sebagian pasien yang lain, massa jaringan parut yang besar dan bertumpuk akan
terjadi dan dapat meluas sampai di luar permukaan luka. Massa ini dinamakan koloid.
Keloid cenderung ditemukan pada orang yang kulitnya berpigmen (berwarna gelap),
tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar kemungkinannya untuk timbul kembali
sesudah dilakukan eksisi.
c. Kegagalan untuk Sembuh
Kegagalan luka untuk sembuh dapat disebabkan oleh banyak faktor yang mencakup
infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kadar albumin serum di bawah 2 gm/dl
biasanya menjadi salah satu faktor yang mengganggu kesembuhan pada pasien luka
bakar.
d. Kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika luka bakarnya
sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan memendek karena gaya yang ditimbulkan
oleh sel-sel fibroblast dan fleksi otot dalam proses kesembuhan luka yang alami. Gaya
lawan yang ditimbulkan oleh bidai, traksi dan pengaturan posisi serta latihan gerak
yang bertujuan harus digunakan untuk melawan deformitas pada luka bakar yang
mengenai persendian.
7. Komplikasi Luka Bakar
Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:
1. Hipertrofi jaringan parut
Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:
a) Kedalaman luka bakar
b) Sifat kulit
c) Usia klien
d) Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna awal
merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan parut terus berlangsung
dan warna berubah merah, merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:
a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang bertujuan
menekan timbulnya hipertrofi scar (Brunner & Suddarth, 2002).
c) Look dan listen bukti adanya masalah pasa saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
d) Jika terjadi obstruksi jalan napas, maka pastikan jalan napas pasien terbuka
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang
f) gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan napas pasien sesuai
indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
3) Pengkajian Breathing (Pernapasan)
Pengkajian pada pernapasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan napas
dan keadekuatan pernapasan pada pasien. Jika pernapasan pada pasien tidak
memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah :
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/hemathorax, close of open
chest injury dan ventilasi buatan .( Wilkinson & Skinner, 2000)
Yang perlu perhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
a) Look, listen, dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
b) Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : sianosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernapasan yang disebabkan karena
trauma inhalasi
c) Palpasi untuk adanya : pergerakan trakea, fraktur tulang iga, subcutaneous
emphysema.
d) Perkusi berguna untuk untuk diagnosis haemorathorax dan pneumotoraks
e) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada. Buka dada pasien
observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu. Tentukan laju dan
tingkat kedalaman napas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter dan
kualitas pernapasan pasien. Penilaian kembali status mental pasien
f) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan.
g) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi :
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang
benar), jika diindikasikan
Catatan :defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
h) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan
terapi sesuai kebutuhan
4) Pengkajian Level of Conciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah
yang diberikan
V – Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti
P – Responds to Pain Only, (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan unuk mengkaji gagal untuk merespon)
U – Unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.
5) Expose, Examine, dan Evaluate
Menanggalkan pakaian dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memikili luka bakar yang mempunyai derajat luka yang tinggi, imobilisasi in-
line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan
pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi klien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam
jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan :
a) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
b) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien
luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak
stabil atau kritis
d. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif
(menjelang klien pulang)
b. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol
2. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan
gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka
bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga
tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan
luas luka bakar
2) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
4) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
5) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan
dan serumen
6) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri
pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada
muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri
yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
1) Luas luka bakar
Untuk menentukan luas luka bakar dapat digunakan salah satu metode
yang ada, yaitu metode “rule of nine” atau metode “Lund dan
Browder”
2) Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan menjadi 4 macam, yaitu luka
bakar derajat I, derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri seperti
telah diuraikan dimuka.
3) Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat tertentu memerlukan
perhatian khusus, oleh karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar mengenai derah wajah,
leher dan dada dapat mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada
yang diantaranya disebabkan karena edema pada laring . Sedangkan
jika mengenai ekstremitas maka dapat menyebabkan penurunan
sirkulasi ke daerah ekstremitas karena terbentuknya edema dan
jaringan scar. Oleh karena itu pengkajian terhadap jalan nafas
(airway) dan pernafasan (breathing) serta sirkulasi (circulation)
sangat diperlukan. Luka bakar yang mengenai mata dapat
menyebabkan terjadinya laserasi kornea, kerusakan retina dan
menurunnya tajam penglihatan.
Genetalia 1% 1% 1%
hidup sehat
Perawatan Tirah Baring
- Monitor kondisi kulit
- Monitor komplikasi tirah
baring (mis. Kehilangan
massa otot, sakit punggung,
konstipasi, stress, depresi,
kebingungan, perubahan
irama tidur, infeksi saluran
kemih, sulit buang air kecil,
pneumonia)
- Tempatkan pada kasur
terapeutik, jika tersedia
- Posisikan senyaman mungkin
- Pertahan seprei tetap kering,
bersih dan tidak kusut
- Pasang sideralis, jika perlu
- Posisikan tempat tidur dekat
dengan nurse station, jika
perlu
- Dekatkan posisi meja tempat
tidur
- Berikan latihan gerak aktif
atau pasif
- Pertahankan kebersihan
pasien
- Fasilitasi pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
- Berikan stocking
antiembolisme, jika perlu
- Ubah posisi setiap 2 jam
- Jelaskan tujuan tirah baring
5 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan asuhan SIKI :
tidak efektif keperawatan … x…. jam Penghisapan Jalan Napas
berhubungan diharapkan masalah - Identifikasi kebutuhan
denganobstruksi ketidakefektifan bersihan jalan dilakukan penghisapan
jalan napas napas dapat teratasi dengan - Auskultasi suara napas
ditandai dengan SLKI: sebelum dan setelah dilakukan
batuk tidak efektif, a. Bersihan Jalan Napas pengisapan
sputum berlebih, b. Pertukaran Gas - Monitor status oksigenasi
mengi, wheezing (sao2 dan svo2), status
Kriteria Hasil:
dan/atau ronkhi neurologis (status mental,
- Frekuensi napas dan pola
kering, dyspnea, tekanan intracranial, tekanan
napas membaik
sulit bicara, perfusi serebral), dan status
- Sulit bicara menurun
ortopnea, gelisah, hemodinamik (MAP dan
- Dispnea dan napas cuping
sianosis, bunyi hidung menurun irama jantung) sebelum,
napas menurun, selama dan setelah tindakan
frekuensi napas - Monitor dan catat warna,
berubah, pola jumlah dan konsistensi secret
napas berubah. - Gunakan teknik aseptic (mis.
Gunakan sarung tangan, kaca
mata atau masker, jika perlu)
- Gunakan procedural steril dan
disposibel
- Gunakan teknik penghisapan
tertutup, sesuai indikasi
- Pilih ukuran kateter suction
yang menutupi tidak lebih
dari setengah diameter ett,
lakukan penghisapan mulut,
nasofaring, trakea dan/atau
endotracheal tube (ett)
- Berikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi (100%)
paling sedikit 30 detik
sebelum dan setelah tindakan
- Lakukan penghisapan lebih
dari 15 detik
- Lakukan penghisapan ett
dengna tekanan rendah (80-
120 mmhg)
- Lakukan penghisapan hanya
di sepanjang ETT untuk
meminilkan invasive
- Hentikan penghisapan dan
berikan terapi oksigen jika
mengalami kondisi seperti
bradikardi, penurunan saturasi
- Lakukan kultur dan uji
sensitifitas secret, jika perlu
- Anjurkan melakukan teknik
napas dalam, sebelum
melakukan penghisapan di
nasothacheal
- Anjurkan bernapas dalam dan
pelan selama insersi kateter
suction
4. Implementasi Keperawatan
Dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi Formatif : Merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan
Evaluasi Sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan analisis mengenai
status kesehatan klien terhadap waktu ( Poer, 2012 ).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta : AGC.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Hudak & Gallo (1997) ” Patofisiologi Luka Bakar”, Jakarta: EGC.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
Alamat : Jalan Pulau Moyo No. 33, Pedungan Denpasar
Telp/Faksimile : (0361) 725273/724563
Laman (website) :www.poltekkes-denpasar.ac.id
Penyakit”,Jakarta : EGC.
SDKI. 2016 . Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPPPPNI
Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.
Akral : Hangat S: 36 C
Pendarahan : -
Diaphoresis: Ya
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan: -
Suara jantung: S1 S2 reguler
IVFD : Ya Jenis cairan: Ringer Lactat
Masalah Keperawatan: -
Kesadaran: Composmentis
GCS : Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Pupil : Isokor
Refleks Cahaya: Ada (+/+)
Refleks Muntah: Ada
Refleks fisiologis: (+/ +)
Refleks patologis : Babinzky (-/-) Kernig (-/-)
BRAIN
Bicara : Lancar
Tidur malam : 7 jam Tidur siang : 4 jam
Ansietas : Ada
Nyeri : Ada
Lain-lain: … …
Masalah Keperawatan:
- Nyeri akut berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka bakar).
Leher :
Leher dan Tenggorokan : Tidak Ada Kaku Kuduk, Perdarahan (-), Lesi(-), pembesaran KGB
(-), terdapat luka bakar
HEAD TO TOE
Dada :
2. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri, tidak ada
luka, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
b. Paru-Paru
5) Inspeksi : Dada imetris, RR : 20 x/menit dengan irama reguler.
6) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus kanan dan
kiri simetris
7) Perkusi : Suara paru sonor
8) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal, tidak ada
bunyi jantung tambahan.
Masalah Keperawatan:
7. Pola pikir dan persepsi
a. Alat bantu yang digunakan :
[ - ] kaca mata [ -] alat bantu pendengaran
b. Kesulitan yang dialami :
[ - ] sering pusing, mudah lelah
[ - ] menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin
[ - ] membaca/menulis
8. Persepsi diri
Hal yang dipikirkan saat ini : keluarga pasien mengatakan ingin pasien cepat sembuh dan ingin
pasien agar segera bisa kembali pulang ke rumah
Harapan setelah menjalani perawatan : Keluarga pasien mengatakan ingin pasien dapat kembali
PsikoSosialKultural
Pemeriksaan Penunjang
TERAPI DOKTER
- RL 20 tpm.
- Ibu profen 1x400mg.
- Cefotaxim 2x1gr (IV)
- Perawatan Luka Bakar
- Pemberian Salep (burnazin) Untuk Luka Bakar
ANALISA DATA
NO DATA FOKUS ANALISA MASALAH
1 DS : Nyeri akut
P: Tersambar api
Pasien mengatakan nyeri ketika luka
bakarnya disentuh. Terkena Kulit, Dan Kulit
Terkelupas
Q:
Pasien mengatakan nyerinya seperti
Kerusakan Kulit
teriris-iris.
R:
Kerusakan Syaraf Perifer
Pasien mengatakan nyerinya terjadi
pada daerah luka bakarnya, yaitu
Pengeluaran Zat
pada wajah bagian kiri, kedua lengan
Neurotransmitter
dan kaki kiri.
S:
Korteks Serebri
skala nyerinya 8 dari 0-10
T:
Medula Spinalis
Pasien mengatakan nyeri terus
menerus.
SSP
DO :
1. Derajat nyeri 8 dengan 10
Nyeri akut
paling tinggi
2. Luka bakar derajat 2 dangkal
dengan luas sekitar 11%
3. TD : 100/80 mmHg
4. RR : 20 x/menit
5. N : 112 x/menit
6. T : 36,3 oC
2. DS : Gangguan Luka bakar
DO : Kerusakan Kulit
MASALAH KEPERAWATAN
5. Nyeri akut berhubungan dengancedera kimiawi kulit (luka bakar).
6. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan trauma dan kerusakan permukaan kulit
INTERVENSI
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan SIKI
berhubungan keperawatan selama 1 jam Manajemen Nyeri
dengan cedera diharapkan pasien mampu - Identifikasi lokasi, karakteristik,
kimiawi kulit memenuhi kriteria hasil sebagai durasi, frekuensi, kualitas, dan
(luka bakar) berikut : intensitas nyeri
SLKI - Identifikasi skala nyeri
b. Kontrol Nyeri - Identifikasi respon nyeri
Kriteria Hasil: nonverbal
- Mengenali nyeri (skala, - Identifikasi factor yang
intensitas, frekuensi dan memperberat dan memperingan
tanda nyeri) meningkat nyeri
- Kemampuan - Identifikasi pengetahuan dan
menggunakan teknik keyakinan tentang nyeri
non-farmakologi - Identifikasi pengaruh budaya
meningkat terhadap respon nyeri
- Dapat mengenali - Identifikasi pengaruh nyeri pada
penyebab nyeri kualitas hidup
- Keluhan nyeri menurun - Monitor efek samping
- Melaporkan nyeri penggunaan analgetik
terkontrol - Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
- Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan tentang teknik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri
- Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan asuhan SIKI
integritas kulit keperawatan selama 1 jam Perawatan Integritas Kulit
berhubungan diharapkan pasien mampu - Identifikasi penyebab gangguan
dengan trauma memenuhi kriteria hasil sebagai integritas kulit (mis. Perubahan
dan kerusakan berikut : sirkulasi, perubahan status
permukaan SLKI: nutrisi, penurunan kelembapan
kulit a. Integritas Kulit dan suhu lingkungan ekstrem,
Jaringan penurunan mobilitas
b. Penyembuhan Luka - Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
Kriteria Hasil: baring
- Integritas kulit yang baik - Lakukan pemijatan pada area
bisa dipertahankan penonjolan tulang, jika perlu
(sensasi, elastisitas, - Bersihkan perineal dengan air
temperatur, hidrasi, hangat, terutama selama periode
pigmentasi) diare
- Gunakan produk berbahan
- Tidak ada luka/lesi pada
kulit petroleum atau minyak pada
kulit kering
- Perfusi jaringan baik
- Gunakan produk berbahan
- Menunjukkan ringan/alami dan hipoalergik
pemahaman dalam pada kulit sensitive
proses perbaikan kulit - Hindari produk berbahan dasar
dan mencegah terjadinya alcohol pada kulit kering
sedera berulang - Anjurkan minum air yang cukup
- Anjurkan meningkatkan asupan
- Mampu melindungi kulit
nutrisi
dan mempertahankan
Perawatan Luka Bakar
kelembaban kulit dan
- Identifikasi penyebab luka bakar
perawatan alami
- Identifikasi durasi terkena luka
- Menunjukkan terjadinya bakar dan riwayat penanganan
proses penyembuhan luka bakar sebelumnya
luka - Monitor kondisi luka (mis.
Persentasi ukuran luka, derajat
luka, perdarahan, warna dasar
luka, infeksi, eksudat, bau luka,
kondisi tepi luka)
- Gunakan teknik aseptic selama
merawat luka
- Lepaskan balutan lama dengan
menghindari nyeri dan
perdarahan
- Rendam dengan air steril jika
balutan lengket pada luka
- Bersihkan luka dengan cairan
steril (mis. NaCl 0.9%, cairan
antiseptic
- Lakukan terapi relaksasi untuk
mengurangi nyeri
- Jadwalkan frekuensi perawatan
luka berdasarkan ada atau
tidaknya infeksi, jumlah
eksudat, dan jenis balutan yang
digunakan
- Gunakan modern dressing
sesuai dengan kondisi luka (mis.
Hyrocolloid, polymer,
crystalline cellulose)
- Berikan diet dengan kalori 30-
35 kkal/kgBB/hari dan protein
1,25-1,5 g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis. Vitamin A,
vitamin C, Zinc, asam amino)
sesuai indikasi
- Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
- Anjurkan mengonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
- Kolaborasi prosedur
debridement (mis. Enzimatik,
biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
- Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
IMPLEMENTASI
Tanggal, Jam Implementasi Respon Paraf
06 Juli 2021 1. Mengobservasi TTV klien. 1. TTV klien :
Pukul 08.00
- TD : 100/80 mmHg
WITA
- RR : 20 x/menit
- N : 112 x/menit
- T : 36,3 oC
2. Melakukan pembersihan
Pukul 08.30 2. Luka klien bersih, setelah
WITA luka dengan prinsip aseptik.
dibersihkan dengan NaCl.
3. Mengkaji/mencatat ukuran,
3. Luas luka bakar 11% luka
warna, kedalaman luka,
di area wajah bagian kiri,
perhatikan jaringan nekrotik
kedua lengan dan kaki
dan kondisi sekitar luka
kiri
4. Melakukan pengkajian nyeri
4. Klien mengatakan nyeri
secara komprehensif
pada wajah, kedua lengan
terhadap obat
7. Memberikan
7. Klien kooperatif, terapi
Injeksi Cefotaxime1A x1 gram
obat masuk dan tidak ada
(IV)
tanda-tanda alergi
EVALUASI
No
Tgl/Jam Catatan Perkembangan Paraf
Dx.
1 06 Juli 2021 S: klien menyatakan nyeri berkurang
14.00 WITAO: skala nyeri 4, Wajah klien lebih rileks dan tenang
A: Tujuan tercapai sebagian, masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi