25 Juli 2021-Revisi 3 Epc Kelompok 8
25 Juli 2021-Revisi 3 Epc Kelompok 8
25 Juli 2021-Revisi 3 Epc Kelompok 8
LABORATORIUM INTRUKSIONAL
TEKNIK KIMIA II
PERCOBAAN III
EKSTRAKSI PADAT CAIR
Dosen Pengampu :
D r . Desi Heltina, ST., MT.
Asisten :
Muhammad Alfi Syahri
Catatan Tambahan :
Ekstraksi merupakan pemisahan suatu bahan dari suatu padatan atau cairan
dengan bantuan pelarut. Ekstraksi padat-cair yang biasa disebut leaching
merupakan operasi yang digunakan dalam proses pemisahan suatu komponen dari
campurannya dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solvent) sebagai
pemisah. Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan efisiensi untuk tahap
pemisahan dengan konfigurasi operasi co-current. Percobaan ini diawali dengan
mencampurkan Na2CO3 dan Ca(OH)2 dengan variasi perbandingan mol yaitu
0,2:0,4. Kedua campuran ini dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambahkan
akuades sebanyak 200 mL sebagai pelarut. Selanjutnya campuran diaduk selama 2
menit dan didiamkan selama 2 menit lalu dipisahkan. Kemudian filtrat yang
didapat berupa NaOH dititrasi menggunakan HCl 1 M dan indicator PP untuk
mengetahui konsentrasinya, sedangkan endapan berupa CaCO3 dioven hingga
diperoleh berat yang konstan. Dari hasil percobaan diperoleh konsentrasi dan
efisiensi tertinggi terdapat pada tahap terakhir yakni 0,22 M dan 96,25%.
Sedangkan efisiensi tertinggi terdapat pada stag pertama yakni 17,6%. Data hasil
percobaan menunjukkan terjadi kenaikan konsentrasi dan efisiensi pada setiap
tahapan proses dan penurunan volume ekstrak serta densitas NaOH.
Kata kunci: ekstrak, ekstraksi padat-cair, pelarut, pemisahan
iii
ABSTRACT
Extraction is the separation of a material from a solid or liquid with the help of a
solvent. Solid-liquid extraction, commonly called leaching, is an operation used in
the process of separating a component from a mixture by using the mass amount
of material as a separator. The purpose of this experiment is to determine the
efficiency for the separation step by configuring the joint operation. This
experiment was started by mixing Na2CO3 and Ca(OH)2 with a mole ratio
variation of 0.2:0.4. Both of these mixtures were put into a beaker and added as
much as 200 mL as a solvent. Then the mixture was stirred for 2 minutes and
allowed to stand for 2 minutes and then separated. The filtrate obtained in the
form of NaOH was titrated using 1 M HCl and PP indicator to determine its
concentration, while the deposit in the form of CaCO3 was heated in an oven until
a constant weight was obtained. From the experimental results, the highest
concentration and efficiency was found in the last stage, namely 0.22 M and
96,25%. An increase in concentration and efficiency at each stage of the process
and a decrease in the volume of the extract and the density of NaOH.
iv
DAFTAR ISI
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
2.1.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu
campuran berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak
saling bercampur. Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan
sejumlah gugus yang diinginkan dan mungkin menggunakan gugus pengganggu
dalam analisis secara keseluruhan. Kadang gugus pengganggu ini diekstraksi
secara selektif (Petrucci, 1987).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian
sebuah zat terlarut dua pelarut yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat
terlarut dari suatu pelarut ke pelarut lain. Seringkali campuran benda padat dan
cair misalnya bahan alami tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode
pemisahan termis yang telah dibicarakan. Misalnya saja karena komponennya
saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas dan beda sifat fisiknya
terlalu kecil (Khopkar, 1990).
Menurut McCabe et al. (1999), ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara
berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat.
2
3
2. Ekstraksi Cair-Cair
Merupakan metode pemisahan yang baik karena pemisahan ini dapat
dilakukan dalam tingkat makro dan mikro. Dan yang menjadi pokok pembahasan
dalam ekstraksi cair-cair ini adalah kedua fasa yang dipisahkan merupakan cairan
yang tidak saling tercampur. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat
terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling
bercampur seperti benzene dan kloroform. Ekstraksi cair-cair digunakan sebagai
cara untuk praperlakuan sampel atau clean-up sampel untuk memisahkan analit-
analit dari komponen-komponen matriks yang mungkin menganggu pada saat
kuantifikasi atau deteksi analit. Kebanyakan prosedur ekstraksi cair-cair
melibatkan ekstraksi analit dari fasa air kedalam pelarut organik yang bersifat
non-polar atau agak polar seperti n-heksana, metil benzene atau diklorometana.
Meskipun demikian, proses sebaliknya juga mungkin terjadi. Analit-analit yang
mudah tereksitasi dalam pelarut organik adalah molekul-molekul netral yang
berikatan secara kovalen dengan konstituen yang bersifat non-polar atau agak
polar.
3. Ekstraksi Fase Padat (Solid Phase Extraction)
Jika dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, SPE merupakan teknik yang
relative baru, akan tetapi SPE cepat berkembang sebagai alat yang utama untuk
praperlakuan sampel atau untuk clean-up sampel-sampel kotor, misalnya sampel-
sampel yang mempunyai kandungan matriks yang tinggi seperti garam-garam,
protein, polimer, resin dan lain-lain. Keunggulan SPE dibandingkan dengan
ekstraksi cair-cair adalah:
a. Proses ekstraksi lebih sempurna
b. Pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efesien
c. Mengurangi pelarut organik yang digunakan
d. Fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan
e. Mampu menghilangkan partikulat
f. Lebih mudah diatomatisasi
Sementara itu kerugian SPE adalah banyaknya jenis cartridge (berisi
penyerap tertentu) yang beredar dipasaran sehingga reprodusibilitas hasil
5
bervariasi jika menggunakan cartridge yang berbeda dan juga adanya adsorbs
yang bolak balik pada cartridge SPE.
4. Ekstraksi asam basa
Merupakan ekstraksi yang didasarkan pada sifat kelarutannya. Senyawa
asam atau basa direaksikan dengan pereaksi asam atau basa sehingga terbentuk
garam. Garam ini larut dalam air tetapi tidak larut dalam senyawa organik. Salah
satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik adalah titrasi, yaitu
penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang
konsentrasinya diketahui, kepada larutan kedua yang konsentrasinya belum
diketahui, yang akan mengakibatkan reaksi antara keduanya secara kuantitatif.
Selesainya reaksi yaitu pada titik akhir ditandai dengan semacam perubahan sifat
fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir dapat dideteksi dalam
campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat terlarut yang
dinamakan indikator, yang mengubah warna pada titik akhir.
sempurna dan umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Prosedur metode ini yaitu
bahan direndam dengan pelarut, kemudian pelarut baru dialirkan secara terus
menerus sampai warna pelarut tidak lagi berwarna atau tetap bening yang artinya
sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut.
dua fase yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow (rafinat/ampas)
(Mc.Cabe, 1985). Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah
mencampurkan seluruh bahan dengan pelarut, lalu memisahkan larutan tersebut
dengan padatan tidak terlarut (Brown, 1950).
Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut
dalam dari padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang
bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan
semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat
dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solvent pengekstraksi.
Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut
dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larut karena
efektivitasnya (Lucas dkk, 1949).
Ekstraksi padat cair atau leaching merupakan suatu proses pemisahan satu
atau beberapa komponen dari campurannya dalam padatan secara difusional
dengan bantuan pelarut. Saat pengontakan padatan dengan pelarut, terjadi
perpindahan sebagian solute kedalam fasa cair (pelarut) secara difusional yang
berlangsung hingga kesetimbangan tercapai. Cara pengontakan dapat dilakukan
dengan mengaduk suspensi padatan di dalam tangki (dispersi) atau dengan
menyusun padatan tersebut dalam suatu unggun tetap kemudian cairan pelarut
mengalir diantara butiran padatan (imersi) (Richardson et al., 2002). Perpindahan
massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa padat dan fasa cair. Pengecilan
ukuran padatan dilakukan untuk memperluas permukaan kontak dan memperkecil
lintasan kapiler dalam padatan yang harus dilewati pelarut saat berdifusi sehingga
mengurangi tahanan perpindahan massanya (Perry dan Green, 1997).
Gambar 2.6 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Silang (Treyball, 1984)
12
Gambar 2.7 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Berlawanan (Treyball, 1984)
4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran
berlawanan
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun berderet
atau dalam lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi (extraction
battery). Di dalam sistem ini, padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangki dan
dikontakkan dengan beberapa larutan yang konsentrasinya makin menurun.
Padatan yang hampir tidak mengandung solute meninggalkan rangkaian setelah
dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat sebelum keluar dari
rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru di dalam tangki yang
lain.
13
ekstrak yang maksimal antara bahan ekstraksi dan pelarut. Kerugiaanya adalah
pemakaian banyak energi karena pelarut harus diuapkan secara terus-menerus.
Pada ekstraksi bahan-bahan yang peka terhadap suhu terdapat sebuah bak
penampung sebagai pengganti ketel destilasi. dari bak tersebut larutan ekstrak
dialirkan kedalam alat penguap vakum (misalnya alat penguap pipa atau film).
Uap pelarut yang terbentuk kemudian dikondensasikan, pelarut didinginkan dan
dialirkan kembali kedalam ekstraktor dalam keadaan dingin.
2. Ekstraktor padat-cair kontinu
Cara kerja ekstraktor ini serupa dengan ekstraktor-ekstraktor yang dipasang
seri, tetapi pengisian, pengumpanan pelarut dan juga pengosongan berlangsung
secara otomatik penuh dan terjadi dalam sebuah alat yang sama. Oleh karena itu
dapat diperoleh output yang lebih besar dengan jumlah kerepotan yang lebih
sedikit. Tetapi karena biaya untuk peralatannya besar, ekstraktor semacam itu
kebanyakan hanya digunakan untuk bahan ekstraksi yang tersedia dalam kuantitas
besar (misalnya biji-bijian minyak, tumbuhan). Dari beraneka ragam konstruksi
alat ini, berikut akan di bahas ekstraktor keranjang (bucket-wheel extractor) dan
ekstraktor sabuk (belt extractor).
a. Ekstraktor keranjang
Pada ekstraktor keranjang (keranjang putar = rotary extractor), bahan
ekstraksi terus-menerus dimasukkan ke dalam sel-sel yang berbentuk jaring
(sektor) dari sebuah rotor yang berputar lambat mengelilingi poros vertikal,
Bagian bawah sel-sel ditutup oleh sebuah pelat ayak. Selama satu putaran, bahan
padat dibasahi dari arah berlawanan oleh pelarut atau larutan ekstrak yang
konsentrasinya meningkat, Pelarut atau larutan tersebut dipompa dari sel ke sel
dan disiramkan ke atas bahan padat. Akhirnya bahan dikeluarkan dan keseluruhan
proses ini berlangsung secara otomatik.
b. Ekstraktor sabuk
Pada ekstraktor ini, bahan ekstraksi diumpankan secara kontinu di atas sabuk
ayak yang melingkar. di sepanjang sabuk bahan dibasahi oleh pelarut atau larutan
ekstrak dengan konsentrasi yang meningkat dan arah aliran berlawanan. Setelah
itu bahan dikeluarkan dari ekstraktor.
16
atau eter digunakan untuk mengekstrak minyak dari kacang-kacangan, gula dari
umbi, kopi dari biji-bijian, dan lain-lain
Leaching juga dapat kita temukan pada proses logam, diantaranya sebagai
berikut:
1. Leaching emas
2. Leaching alumunium
3. Leaching tembaga
Pengambilan garam-garam logam dari pasir besi juga disebut proses
leaching. Proses ini merupakan ekstraksi yang digabungkan dengan reaksi kimia.
Dalam hal ini ekstrak, dengan bantuan suatu asam anorganik misalnya,
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam bentuk yang larut. Pada material biologi
biasanya solute berada dalam sel. Sehingga proses leaching menjadi lambat
karena terhalang oleh membran sel. Sehingga pada pemrosesan leaching material
biologi, bahan yang akan di leaching dipotong-potong tipis terlebih dahulu untuk
mempercepat proses leaching. Dapat kita lihat pada proses pengekstrakan gula
pada tebu, terlebih dahulu tebu tersebut dipotong-potong untuk mempermudah
proses leaching (Geankoplis, 2003).
2.4 Pengenceran
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi)
dengan cara menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar.
Jika suatu larutan senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah
panas dilepaskan. Hal ini terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat
pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan dengan aman, asam sulfat pekat yang
harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh sebaliknya. Jika air ditambahkan
ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar
yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan
asam sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam
sulfat ini merusak kulit (Brady, 1990). Rumus pengenceran yaitu :
M1V1 = M2V2 ................................................................................................................................. (2.1)
18
Keterangan:
M1 = molaritas awal larutan
M2 = molaritas akhir larutan
V1 = volume awal larutan
V2 = volume akhir larutan
2.5 Titrasi
Titrasi adalah proses pengujian kuantitatif secara analitik untuk menentukan
konsentrasi darireaktan yang sudah diketahui. Disebut juga volumetric analysis
karena pengukuran volume memegang peranan penting didalamnya. Sebuah
reagen, yang disebut titran dengan konsentrasi yang diketahui (larutan standar)
digunakan untuk menitrasi analit yang tidak diketahui konsentrasinya.
jingga yang menjadi merah dalam suasana asam dan kuning dalam suasana basa
dapat menjadi indikator yang baik (Syukri, 1999).
2.6 Pelarut
2.6.1 Pengertian Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau
gas, yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga umum digunakan adalah
bahan kimia organik (mengandung karbon) yang juga disebut pelarut organik.
Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih mudah menguap,
meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk membedakan antara
pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang
lebih besar.
2.6.2 Klasifikasi Pelarut
1. Pelarut aprotik
Pelarut ini tidak menerima maupun memberi proton dan dalam keadaan ini
bersifat netral, tidak bereaksi, tetapan dielektriknya rendah, tidak terurai menjadi
ion-ion dalam sistem pelarut, hingga ia tidak bereaksi baik dengan asam maupun
basa. Contohnya : kloroform, toluen, CCl4, hidrokarbon. Pelarut aprotik berguna
unutuk mempelajari reaksi asam dan basa yang bebas dari pengaruh pelarut.
2. Pelarut protofilik
Pelarut yang bersifat dapat menerima proton dari zat terlarut, disebut juga
pelarut basa , dengan reaksi sebagai berikut:
HB + pelarut –> pelarut H+ + B-
Contohnya : NH4OH, amine, ketone, aseton, dan eter.
Asam lemah bila dilarutkan dalam pelarut protofilik maka keasamannya akan
meningkat yang disebut efek “levelling”
3. Pelarut protogenik
Pelarut yang bersifat memberi proton (donor proton). Jika basa lemah
dilarutkan dalam pelarut protogenik maka kebasaannya akan meningkat.
Contohnya : HF, Asam Sulfat, asam acetat, asam format, dan HCl.
20
4. Pelarut amfiprotik
Pelarut ini bekerja sebagai penerima proton, dan pemberi proton. Contoh
untuk pelarut ini adalah golongan alkohol, air, asam acetat glasial.
Asam asetat bisa bersifat asam dengan reaksi :
CH3COOH –> CH3COO- + H+
Tetapi bila asam asetat dilarutkan dalam asam yang lebih kuat misalnya HCLO4,
asam asetat bersifat basa dengan reaksi :
CH3COOH + HClO4 –> CH3COOH2+ + ClO4-
Ion CH3COOH2+ dapat bereaksi dengan basa dengan cara memberikan proton.
Maka zat yang bersifat basa lemah akan berubah sifatnya menjadi basa yang lebih
kuat, sehingga titrasi antara basa lemah oleh HClO4 dapat dilangsungkan bila zat
tersebut dilarutkan dalam asam asetat glasial.
5. Larut dalam gliserol dan asam serta tidak larut dalam alkohol.
22
23
3. Pada langkah kedua, ditambahkan pelarut baru kedalam gelas piala 4 yang
masih berisi padatan sisa pada langkah pertama.
4. Setelah diaduk dan didiamkan, larutan dipisahkan dari padatannya dan
ditambahkan ke dalam gelas piala 3 yang telah diisi maupun larutan jenuh
soda abu Na2CO3 dan bubur Ca(OH)2.
5. Pada keluaran langkah ke-5 sampai dengan ke-8, NaOH dititrasi dengan
HCl 1 M dan dicatat volume HCl yang terpakai.
Padatan Na2CO3 +
Bubur Ca(OH)2 + H2O
Gelas Kimia
Padatan Larutan
4.1 Hasil
Telah dilakukan praktikum ekstraksi padat cair dengan metode counter
current untuk memisahkan NaOH dari padatan CaCO3 menggunakan pelarut H2O
dengan variabel kecepatan pengadukan 250 rpm serta rasio mol Na2CO3 dengan
Ca(OH)2. Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan pada lampiran maka
diperoleh data hasil sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Data Hasil Perhitungan
VHCl MNaOH ρ Vekstrak Ws Wm Efisiensi
Tahap
(mL) (M) (gr/mL) (mL) (gr) (gr) (%)
1 0,8 0,08 0,993 198 0,6336 39,6
2 1,0 0,10 0,993 196 0,784 49
3 1,2 0,12 1,013 188 0,9024 56,4
4 1,4 0,14 0,941 186 1,0416 65,1
1,6
5 1,5 0,15 0,940 185 1,11 69,375
6 1,7 0,17 0,943 182 1,2376 77,35
7 1,9 0,19 0,941 179 1,3604 85,025
8 2,2 0,22 0,946 175 1,54 96,25
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan ekstraksi padat cair (leaching) untuk
memisahkan NaOH dari reaksi kaustisasi Na2CO3 dan Ca(OH)2 dengan
menggunakan pelarut H2O. Reaksi pada proses ini adalah sebagai berikut:
Na2CO3(aq) + Ca(OH)2(aq)→CaCO3(s) + 2NaOH (aq) ............... (4.1)
25
26
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Tahap
0,95
0,9
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
Konsentrasi NaOH (M)
densitas. Data yang diperoleh tidak sesuai dengan teori dikarenakan terdapat
kesalahan pada saat melakukan praktikum. Oleh karena itu, pastikan alat-alat yang
akan digunakan sudah bersih dan teliti saat melakukan praktikum.
32
31
30 29,709
29
28
26,908
27
26
25
24
4 3 2 1
Reaktor
100
Efisiensi (%)
80
60
40
20
0
0 2 4 6 8
Tahap
5.2 Saran
Adapun saran dalam kesimpulan ini yaitu diharapkan lebih teliti dalam
pengambilan data, agar tidak terkadi kesalahan dalam pengolahan data dan selalu
berhati-hati dalam melakukan percobaan.
31
32
DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Brown, G. G. (1950). Unit Operations. John Wiley and Sons, Inc. New York.
Budhikarjono, K. (1996). Diktat Kuliah Alat Industri Kimia. Institut Sepuluh
Nopember, Surabaya.
Geankoplis, C. J. (2003). Transport Processes and Separation Process Principles
(includes Unit Operations). 4th ed. Prentice Hall, New Jersey.
Hanani, E. (2015). Analisa Fitokimia. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Indrasukma, P., Andri, C., Dyah, H., Nita, A. (2021). Analisis Pengaturan
Temperatur, Konsentrasi, dan Waktu Pengadukan pada Tekanan Atmosferik
untuk Meningkatkan Kepresisian Densitas Larutan Alginat. Institute of Food
and Remeddies Biomaterial, 42 (1), 29-34.
Irawan, B. (2010). Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan
Destilasi pada Berbagai Komposisi Pelarut. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia, Jakarta.
Khopkar, S. M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Kirk R. E. and Othmer P. F. (1979). Encyclopedia Of Chemical Technology. 2nd
edition. Wiley Interscience Publication. John Wiley and Sons Co. New
York.
Lucas, Howard J., and Pressman D. (1949). Principles and Practice In Organic
Chemistry. John Wiley and Sons, Inc. New York.
McCabe, W. I. and Smith, J. C. (1985). Unit Operation of Chemical Engineering.
4th edition. McGraw Hill Book Company, Singapore.
McCabe, W. L. and Smith, J. C. (1999). Operasi Teknik Kimia. Edisi ke-4.
Erlangga, Jakarta.
33
= 0,08 M
= 0,993 gram/mL
Ws = = = 1,267 gram
34
35
= 39,6%
Dengan menggunakan metode perhitungan yang sama seperti langkah-
langkah sebelumnya diperoleh data hasil perhitungan untuk setiap kondisi
operasi seperti yang terlihat pada Tabel A.1 berikut.
36
37