Askep GGK - Chorirulis Silvi N

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

MASALAH SISTEM PERKEMIHAN; GAGAL GINJAL KRONIS (GGK)


DI RUANG GERANIUM RSUD LAWANG

DISUSUN OLEH:

CHORIRULIS SILVI NARULITA

(P17220173011)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI DIII KEPERAWATAN LAWANG

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Definisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis adalah proses kerusakan ginjal selama rentan waktu

tiga bulan. Gagal ginjal konis dapat menimbulkan simtoma, yaitu laju filtrasi

glomerular berada di bawah 60 ml/men/1.73 m², atau di atas nilai tersebut

yang disertai dengan kelainan sendimen urine. Selain itu, adanya batu ginjal

juga dapat menjadi indikasi gagal ginjal kronis pada penderita bawaan seperti

hioeroksaluria dan sistinuria (Muhammad A. 2012)

Penyakit ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang terjadi lebih

dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi kelainan

patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal termasuk kelainan dalam

komposisi darah atau urin atau kelainan dalam tes pencitraan.(Husna &

Maulina, 2015)

II. Etiologi

a. Gangguan pembuluh darah ginjal : berbagai jenis resivaskular dapat

menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal. Lesi yang paling

sering adalah arterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan kontriksi

skleratik pogresif pada pembuluh darah. Hiperplasia fibromuskular pada satu

atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.

Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang

tidak diobati, dikarakteristikan oleh penebalan, hilangnnya elastisitas sistem,

1
perubahan darah ginajal menyebabkan penurunan aliran darah dan akhirnya

gagal ginjal.

b. Gangguan imunologis : seperti glomerulonefritis dan SLE

c. Infeksi : dapat disebabkan oleh beberaba jenis bakteri terutama E. coli yang

berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinaius bakteri. Bakteri ini

mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascending

dari traktus urinarius bagi. Bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat

menyebabkan kerusakan ireversibel ginjal yang disebut plenlonefristis.

d. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak

meningkat sehingga menjadi penebalan membran kapiler di ginjal dan dilanjut

dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang

disebabkan oleh endapan zat zat proteinemia abnormal pada dinding

pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.

e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam

berat

f. Obstruksi urunalius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat dan konstruksi

urethra.

g. Kelainan kongingetal dan herediter : penyakit polikistik yaitu kondisi

keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan

di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak ada jar. Ginjal yang bersifat

kongingetal (hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.(Wijaya dan Putri,2013)

2
III. Patofisiologi

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal, sebagian nefron (termasuk

glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa

nefron utuh). Nefron – nefron yang utuh hipertropi dan memproduksi volume

filtasi yang meningkat disertai aborbsi walaupun dalam keadaan penurunan

GFR atau daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk

berfungsi sampai ¾ dari nefron – nefron rusak. Beban bahan yang harus

dilarut menjadi lebih besar daripada yang direabsorbsi berakibat deuresis

osmotik disertai poliuri dan rasa haus. Selanjutnya, oleh karena jumlah nefron

rusak bertambah banyak, oliguri timbul disertai retensi produksi sisa. Titik

dimana terjadinya gejala – gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul

gejala – gejala khas kegagalan ginjal bila kira – kira fungsi ginjal telah hilang

80 – 90 %. Pada tingkat ini, fungsi renal yang demikian nilai kreatinin

clearence turun sampai 15 ml per menit atau lebih rendah itu.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang

normalnya diekresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia

dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk

sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia setelah dialisis

3
IV. Pathway

Zat toksik Vaskular Infeksi Obstruksi saluran kemih

Reaksi antigen Arterio skerosis Tertimbun ginjal Retensi urine Batu besar & kasar

antibodi
Suplay darah ginjal turun Menekan saraf perifer Iritasi/ cedera jarngan

Nyeri pinggang Hematuria


GFR turun

Anemia
GGK

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoitis turun

Total CES naik Produksi Hb turun


Sindrom uremia

Gg keseimbangan asam basa Urokrom tertimbun Perpospatenia Tek. Kapiler naik Suplay nutrisi dalam
di kulit Darah turun
Produksi asam lambung Pruritis Vol. interstisial

Perubahan warna kulit Gangguan nutrisi


Edema (kelebihan
Kerusakan
vol. cairan) Oksihemoglobin
Neusea, vomitus Iritasi lambung integritas kulit
turun

Pre load naik


Resiko infeksi Resiko pendarahan
Suplai O2 kasar
Beban jantung naik turun

Intoleransi
aktivitas

4
V. Manifestasi klinis

1. Gangguan kardiovaskuler

Hipertrensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardiac

dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan

edema.

2. Gangguan pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.

3. Gangguan gastrointestinal

Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein

dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan

mulut, nafas bau ammonia.

4. Gangguan muskuluskeletal

Resiles leg syndrome (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan), burning

feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di telapak kaki), tremor,

miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot ekstremitas).

5. Gangguan integumen

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan

urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

6. Gangguan endokrin

Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi

dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak, dan

vitamin D.

5
7. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa

Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan

dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.

8. Sistem hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga

rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis akibat

berkurangnya massa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga

terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni. (Wijaya dan Putri, 2013)

VI. Komplikasi

Komplikasi gagal ginjal kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam

perawatan, mencakup :

a. Hiperkalemia, akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan

masukan diit berlebih.

b. Perikarditis, efusi pericardial dan tenponade jantung akibat retensi produk

sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

c. Hipertensi, akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin,

angiotensin, aldosteron.

d. Anemia, akibat penurunan eritopoeitin, penurunan rentang usia sel darah merah,

perdarahan gastrointestinal akibat iritasi.

e. Penyakit tulang, akibat retensi fosfor, kadar kalium serum yang rendah

metabolisme vitamin D, abnormal dan peningkatan kadar aluminium. (Haryono

R.2013)

6
VII. Pemeriksaan Penunjang

a) Urine

Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria)/anuria

Warna : secara abnormal urin keruh, mungkin disebabkan oleh pus, bakteri,

lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sendimen kotor, kecoklatan menunjukkan

darah, Hb, mioglobulin, forfirin.

Berat jenis : < 1,051 ( menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal

berat)

Osmolalitas : <350 Mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular dan rasio

urine/sering 1 : 1.

Kliren kreatinin : mungkin agak menurun.

Natrium : >40 ME o/% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.

Protein : derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara bulat, menunjukkan kerusakan

glomerulus jika SDM dan fragmen juga ada. pH, kekeruhan, glukosa, SDP dan

SDM.

b) Darah

BUN : urea adalah produksi akhir dari metabolisme protein, peningkatan BUN

dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan parenal atau gagal ginjal.

Kreatinin : Produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan

kreatinin fosfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kreatinin meningkat.

Elektrolit : Natrium, Kalium, kalsium, dan Phosfat.

Hematologi : Hb, trombosit, dan leukosit.

7
c) Pielografi intravena

Menunjukkan abnormalitas pelvis gagal ginjal dan ureter.

Pielografi retrograd

Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel

Arteiogram ginjal

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstavaskular, massa.

d) Sistouretrogram ginjal

Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi.

e) Ultrasonografi ginjal

Menunjukka ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista, obstruksi pada

saluran perkemihan bagian atas.

f) Biopsi ginjal

Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menuentukan sel jaringan untuk

diagnostik histologis

g) Endoskopi ginjal nefroskopi

Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal; keluar batu, hematuria dan

pengangkatan tumor selektif.

h) EKG

Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,

aritma, hipertrofi, ventrikel dan tanda – tanda perikarditis. (Wijaya dan Putri,

2013).

8
VIII. Penatalaksanaan

1. Obat – obatan

Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsiu,

furosemid (membantu berkemih), tranfusi darah.

2. Intake cairan dan makanan

a. Minum yang cukup

b. Pengaturan diet rendah protein (0,4 – 0,8 gram/kg BB) bisa memperlambat

perkembangan gagal ginjal kronis

c. Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema

(penimbuman ciran di dalam jaringan) atau hipertensi

d. Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet ketat atau

menjalani dialisis.

e. Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigeliserida dalam darah

tinggi. Hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi, seperti sroke

dan serangan jantung. Untuk menurunkan kadar trigliserida, diberikan

gemfibrosil.

f. Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya kadar garam

( natrium) dalam darah.

g. Makanan kaya kalium harus dihindari. Hiperkalemia (tinggingya kadal kalium

dalam daran) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko terjadinya

gangguan irama jantung dan cardiac arrest.

9
h. Jika kadar kalium terlalu tinggi terlalu tinggi maka diberikan natrium

polisteren sulfonat untuk mengikat kalium sehingga kaliu dapat dibuang

bersama tinja.

i. Kadar fosdat dalam darah dikendalikan dengan membatasi asupan

makanan kaya fosfat (misalnya produk olahan susu, hati, polong, kacang

– kacangan dan minuman ringan). (Haryono R.2013)

10
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian

a) Aktivitas/istirahat

Gejala : kelelahan ekstrim, kelemahan, malaise. Gangguan tidur

(insomnia/gelisah atau somnolen)

Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

b) Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi, nyeri dada (angina)

Tanda : Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan – jaringan dan pitting pada kaki,

telapak tangan, disritma jantung. Nadi lemah haslus, hipotensi ortostatik

menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada [enyakit tahap akhir. Pucat, kulit

coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan perdarahan.

c) Integritas Ego

Gejala : faktor stress, contoh; finansial, hubungan, perasaan tidak berdaya, tidak

ada kekuatan.

Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah tersinggung, perubahan

kepribadian.

d) Eliminasi

Gejala : penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut),

abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda : perubahan warna urin, contoh; kuning pekat, merah, coklat berawan,

oliguria, dapat menjadi anuria.

11
e) Makanan/cairan

Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan

(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tidak sedap di mulut

(pernafasan ammonia).

Tanda : Distensi abdomen, pembesaran hati, perubahan turgor kulit, edema,

ulserasi gusi, perdarahan gusi/lida, penurunan lemak sub kutan, penampilan

tidak bertenaga.

f) Neurosensori

Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang sindrom “kaki

gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki.

Tanda : Gangguan status mental, contoh; penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat

kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.

g) Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaku (memburuk saat

malam hari).

Tanda : Perilaku berhati – hati, distraksi, gelisah.

h) Pernafasan

Gejala : Nafas pendek, dyspepsia, noctural, paroksimal, batuk dengan atau

tanpa sputum kental dan banyak.

Tanda : takipnea, dispnea, peningkatan prekuensi/ke dalam (pernafasan

kusmaul), batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru).

12
i) Keamanan

Gejala : Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), normotemia dapat secara aktual

terjadi peningkatan pada pasien mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal

(efek GGK/depresi respons imun), ptekie, area ekimosis pada kulit.

j) Seksualitas

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas

k) Interaksi sosial

Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh; tidak mampu bekerja,

mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

l) Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Riwayat Dm keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit

polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, Riwayat terpajan pada

toksin, cotoh; obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat

ini/berulang.

II. Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan haluaran urine, diet berlebih

dan retensi cairan serta natrium

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

anoreksia, mual , muntah, pembatasan diet.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia, retensi, produk sampah

13
III. Intervensi Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan

a. Definisi : Peningkatan retensi cairan

b. Batasan Karakteristik : bunyi nafas adventisius, gangguan elektrolit, anasarka,

ansietas, azotemia, perubahan tekanan darah, perubahan status mental,

penurunan hematokrit, penurunan hemoglobin, dispnea, edema, peningkatan

tekanan vena sentral, asupan melebihi haluaran, distensi vena jugularis,

oliguria, ortopnea, efusi pleura, refleksi hepato jugular positif, gelisah,

perubahan berat jenis urine, bunyi jantung s3 dan penambahan berat badan.

c. Faktor – faktor yang berhubungan : gangguan mekanisme regulasi, kelebihan

asupan cairan dan kelebihan asupan natrium

d. NOC

1) Keseimbangan elektrolit asam dan basa

2) Fluid balance

Kriteria Hasil : Terbebas dari edema, efusi anasarka, bunyi nafas bersih, tidak

ada disneu/ortopneu, terbebas dari nea jugularis, reflek hepatojugular (+) dan

memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output janting dan

vital sign dalam batas normal serta terbebas dari kelelahan, kecemasan dan

kebingungan.

e. NIC

Fluid Management :

1) Timbang popok/ pembalut jika diperlukan

2) Pertahankan catatan intake output yang akurat

14
3) Pasang urin kateter jika diperlukan

4) Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas

urin)

5) Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP, PCWP

6) Monitor vital sign

7) Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan (cracles, CVP, edema, distensi vena

leher, asites)

8) Kaji lokasi dan luas edema

9) Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori

10) Monitor status nitrisi

11) Kolaborasi pemberian diuretik sesuai intruksi

12) Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremi dilusi dengan serum Na<

130 mEq/l

13) Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring

1) Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi

2) Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan

(Hipertermia, terapi diuretik, kelainan renal, gagal jantung, diaporesis,

disfungsi hati, dll)

3) Monitor berat badan

4) Monitor serum elektrolit urin

5) Monitor serum dan osmolalitas urine

15
6) Monitor BP, HR, dan RR

7) Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama jantung

8) Monitor parameter hemodinamik infasif

9) Catat akurat intake dan output

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

a. Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

b. Batasan karakteristik : kram abdomen, nyeri abdomen, menghindari makan,

berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal, diare, bising usus

hiperaktif, kurang makan, kurang iinformasi, kurang minat pada makanan,

membran mukosa pucat, tonus otot menurun, kelemahan otot pengunyah,

kelemahan ototn untuk menelan.

c. Faktor – faktor yang berhubungan : faktor biologis, faktor ekonomi,

ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, ketidakmampuan mencerna makanan,

ketidakmampuan menealan makanan, faktor psikologis.

d. NOC

1) Status nutrisi : makan dan masukan cairan

2) Status nutrisi : masukan nutrisi

3) Pengontrolan berat badan

e. NIC

Nutrition Management

Kaji adanya alergi makanan, kolaborasi dengan tim gizi untuk menentukan

jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, anjurkan pasien

menungkatkan intake Fe, protein dan Vitamin C, ajarkan pasien bagaimana

16
membuat catatan makanan harian, berikan informasi tentang kebutuhan

nutrisi, kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

Nutrition monitoring

Berat badan pasien dalam batas normal, monitor adanya penurunan berat

badan, monitor tipe dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan, monitor turgor

kulit, monitor mual dan muntah, monitor kalori dan dan intake nutrisi, catat

adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

3. Intoleransi aktivitas

Definisi : ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan

atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang harus atau ingin

dilakukan.

Batasan Karakteristik:

Respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas, Respon frekuensi jantung

abnormal terhadap aktivitas, Perubahan EKG yang mencerminkan aritma,

Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia, Ketidaknyamanan setelah

beraktivitas, Dispnea setelah aktivitas, Menyatakan merasa letih, Menyatakan

merasa lemah.

Faktor Yang Berhubungan :

Tirah baring atau imobilisasi, Kelemahan umum, Ketidakseimbangan atara

suplai dan kebutuhan oksigen, Imobilitas, Gaya hidup monoton.

NIC

17
a) Energy conservation

b) Toleransi aktivitas

c) Aktivitas sehari – hari

Kriteria Hasil

Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah,

nadi, dan RR, Mampu melakukan kegiatan sehari – hari (ADL) secara

mandiri, Tanda vital normal, Energy psikomotor, Mampu berpindah :

dengan/tanpa bantuan alat, Sirkulasi status normal, Status respirasi :

pertukaran gas dan ventilasi adekuat

NOC

Terapi Aktivitas

Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan

program terapi yang tepat, Bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu

dilakukan, Bantu untuk melakukan aktivitas konsisten yang sesuai dengan

kemampuan fisik, psikologi dan sosial, Bantu untuk mengidentifikasi dan

mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan, Bantu

untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda atau kruk, Bantu

untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai, Bantu klien membuat jadwal

latihan diwaktu luang, Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi

kekurangan dalam beraktivitas, Sediakan penguatan bagi yang aktif

beraktivitas, Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan

penguatan, Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual.

18
NIC

Preassure Management

Anjurkan pasien menggunakan pakaian longgar, Hindari kerutan pada

tempat tidur, Jaga kebersihan adar tetap bersih dan kering, Mobilitas

pasien (ubah posisi pasien), Monitor kulit adanya kemerahan, Oleskan

lotion atau minyal/baby oil pada daerah yang tertekan, Monitor

aktivitas dan mobilitas pasien, Monitor status nutrisi pasien,

Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.

Insision Site Care

Membersihkan, memantau dan meningkatkan prosses penyembuhan

pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples, Monitor

kesembuhan area insisi, Monitor tanda dan gejala infeksi area insisi,

Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas

steril, Ganti balitan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka

tetap terbuka sesuai program.(Nurarif A H. Kusuma H. 2015)

19
DAFTAR PUSTAKA

Aisara S, Azmi S, Y. M. (2015). Artikel Penelitian Gambaran Klinis Penderita


Penyakit Ginjal Kronik Yang, 7(1), 42–50.

Baradero, M., Wilfrid, M., Siswadi,Y. (2009). Klien Gangguan Ginjal.Jakarta:ECG

Haryono, R.(2013). Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.


Yogyakarta:Rapha Publishing

Huda, A., Kusuma, H.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Dan Nanda (Nort American Nursing Diagnosis Association) NIC –
NOC Jilid 2.Jogjakarta:Mediaction

Muhammad, A. (2012). Serba Serbi Gagal Ginjal.Jogjakarta:Diva Press

Rosdahl, C., Kowalski, M. (2017).Buku Ajar Keperawatan Dasar: Gangguan


Kulit.Jakarta:ECG

Wijaya, S., Putri, M.(2013). Keperawatan Medikal Bedah 1.Bengkulu: Numed

Wilkinson, J., Ahern, N. (2012).Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis


Nanda Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC.Jakarta:ECG

20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

Anda mungkin juga menyukai