CKD
CKD
CKD
OLEH :
RONNY ANDRIAN GUPTA
P07120319061
PRODI NERS SEMESTER I
3) ETIOLOGI
Dibawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price, dan Wilson (2006)
diantaranya adalah tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit vaskuler
hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari golongan
penyakit tersebut adalah :
- Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronik dan refluks
nefropati.
- Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
- Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
- Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
dan seklerosis sistemik progresif.
- Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan asidosis
tubulus ginjal.
- Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme, serta
amiloidosis.
- Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
- Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang terdiri
dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinaria
dan uretra.
4) PATHOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer, dan Bare (2001) proses terjadinya CKD adalah akibat dari
penurunan fungsi renal, produk akhir metabolisme protein yang normalnya
diekresikan kedalam urin tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia yang
mempengarui sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka setiap
gejala semakin meningkat. Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak
masalah pada ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi,
sehingga menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatinin. Menurunya filtrasi
glomelurus atau akibat tidak berfungsinya glomeluri klirens kreatinin. Sehingga kadar
kreatinin serum akan meningkat selain itu, kadar nitrogen urea darah (NUD) biasanya
meningkat. Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. NUD tidak hanya
dipengarui oleh penyakit renal tahap akhir, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme dan medikasi seperti steroid.
Penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) juga berpengaruh pada retensi cairan
dan natrium. Retensi cairan dan natrium tidak terkontol dikarenakan ginjal tidak
mampu untuk mengonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit seharihari tidak terjadi. Natrium dan cairan sering tertahan dalam
tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya oedema, gagal jantung kongesti, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.
Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan
resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan
air dan natrium, yang semakin memperburuk status uremik. Asidosis metabolik terjadi
akibat ketidakmampuan ginjal mensekresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mensekresi
amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan sekresi
fosfat dan asam organik lain juga terjadi.
Kerusakan ginjal pada CKD juga menyebabkan produksi eritropoetin menurun
dan anemia terjadi disertai sesak napas, angina dan keletian. Eritropoetin yang tidak
adekuat dapat memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan karena setatus pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal sehingga terjadi anemia berat atau sedang. Eritropoitin sendiri
adalah subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal untuk menstimulasi sum-sum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah.
Abnormalitas utama yang lain pada CKD menurut Smeltzer, dan Bare (2001)
adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat tubuh yang memiliki hubungan
saling timbal balik, jika salah satunya meningkat yang lain menurun. Penurunan LFG
menyebabkan peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum
menyebabkan penurunan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun pada
CKD, tubuh tidak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon,
dan akibatnya kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan
menyebabkan penyakit tulang, selain itu metabolik aktif vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat didalam ginjal menurun, seiring
dengan berkembangnya CKD terjadi penyakit tulang uremik dan sering disebut
Osteodistrofienal. Osteodistrofienal terjadi dari perubahan komplek kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal juga berkaitan dengan
gangguan yang mendasari ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan
tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka yang tidak
mengalimi kondisi ini.
5) PATHWAY KEPERAWATAN
Suplai O2 ke otak
turun
RISIKO KESEIMBANGAN CAIRAN
Kehilangan
kesadaran GGN PERTUKARAN
Karena pada CKD setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien
akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala tergantung
pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, dan kondisi lain yang mendasari.
Manifestasi yang terjadi pada CKD antara lain terjadi pada sistem kardio vaskuler,
dermatologi, gastro intestinal, neurologis, pulmoner, muskuloskletal dan psiko-sosial
menurut Smeltzer, dan Bare (2001) diantaranya adalah :
a. Kardiovaskuler :
Hipertensi, yang diakibatkan oleh retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron.
Gagal jantung kongestif.
Edema pulmoner, akibat dari cairan yang berlebih.
b. Dermatologi seperti Pruritis, yaitu penumpukan urea pada lapisan kulit.
c. Gastrointestinal seperti anoreksia atau kehilangan nafsu makan, mual sampai
dengan terjadinya muntah.
d. Neuromuskuler seperti terjadinya perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi, kedutan otot sampai kejang.
e. Pulmoner seperti adanya seputum kental dan liat, pernapasan dangkal, kusmol,
sampai terjadinya edema pulmonal.
f. Muskuloskletal seperti terjadinya fraktur karena kekurangan kalsium dan
pengeroposan tulang akibat terganggunya hormon dihidroksi kolekalsi feron.
g. Psiko sosial seperti terjadinya penurunan tingkat kepercayaan diri sampai pada
harga diri rendah (HDR), ansietas pada penyakit dan kematian.
7) KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra
(2006) antara lain adalah :
a. Hiper kalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,dan
masukan diit berlebih.
b. Prikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan kadar
alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebian.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
8) PENATALAKSANAAN
Penderita CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum. Menurut
Suwitra (2006), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat dalam tabel
berikut :
Tabel 1
Derajat CKD
Sumber : Suwitra 2006.
DERAJAT LFG PERENCANAAN PENATALAKSANAAN
(ml/mnt/1,873 TERAPI
m2)
1 > 90 Dilakukan terapi pada penyakit dasarnya,
kondisi komorbid, evaluasi pemburukan
(progresion) fungsi ginjal, memperkecil
resiko kardiovaskuler.
2 60-89 Menghambat pemburukan (progresion)
fungsiginjal.
3 30-59 Mengevaluasi dan melakukan terapi pada
komplikasi.
4 15-29 Persiapan untuk pengganti ginjal (dialisis).
5 5 < 15 Dialysis dan mempersiapkan terapi
penggantian ginjal (transplantasi ginjal).
Menurut Suwitra (2006) penatalaksanaan untuk CKD secara umum antara lain adalah
sebagai berikut :
1) Waktu yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit dasar CKD adalah sebelum
terjadinya penurunan LFG, sehingga peningkatan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasono grafi, biopsi serta pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya bila LFG sudah menurun sampai 20–30 % dari normal terapi dari
penyakit dasar sudah tidak bermanfaat.
2) Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada
pasien penyakit CKD, hal tersebut untuk mengetahui kondisi komorbid yang
dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain,
gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obatobat nefrotoksik, bahan radio kontras,
atau peningkatan aktifitas penyakit dasarnya. Pembatasan cairan dan elektrolit
pada penyakit CKD sangat diperlukan. Hal tersebut diperlukan untuk mencegah
terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskuler. Asupan cairan diatur seimbang
antara masukan dan pengeluaran urin serta Insesible Water Loss (IWL). Dengan
asumsi antara 500-800 ml/hari yang sesuai dengan luas tubuh. Elektrolit yang
harus diawasi dalam asupannya adalah natrium dan kalium. Pembatasan kalium
dilakukan karena hiperkalemi dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal.
Oleh karena itu pembatasan obat dan makanan yang mengandung kalium (sayuran
dan buah) harus dibatasi dalam jumlah 3,5- 5,5 mEg/lt. sedangkan pada natrium
dibatasi untuk menghindari terjadinya hipertensi dan edema. Jumlah garam
disetarakan dengan tekanan darah dan adanya edema.
3) Menghambat perburukan fungsi ginjal. Penyebab turunnya fungsi ginjal adalah
hiperventilasi glomerulus yaitu :
1. Batasan asupan protein, mulai dilakukan pada LFG < 60 ml/mnt, sedangkan
diatas batasan tersebut tidak dianjurkan pembatasan protein. Protein yang
dibatasi antara 0,6-0,8/kg BB/hr, yang 0,35-0,50 gr diantaranya protein nilai
biologis tinggi. Kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/ kg BB/hr dalam
pemberian diit. Protein perlu dilakukan pembatasan dengan ketat, karena
protein akan dipecah dan diencerkan melalui ginjal, tidak seperti karbohidrat.
Namun saat terjadi malnutrisi masukan protein dapat ditingkatkan sedikit,
selain itu makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, fosfor,
sulfur, dan ion anorganik lain yang diekresikan melalui ginjal. Selain itu
pembatasan protein bertujuan untuk membatasi asupan fosfat karena fosfat
dan protein berasal dari sumber yang sama, agar tidak terjadi hiperfosfatemia.
2. Terapi farmakologi untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian
obat anti hipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
komplikasi pada kardiovaskuler juga penting untuk memperlambat perburukan
kerusakan nefron dengan cara mengurangi hipertensi intraglomerulus dan
hipertrofi glomerulus. Selain itu pemakaian obat hipertensi seperti
penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzim /
ACE inhibitor) dapat memperlambat perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi
akibat mekanisme kerjanya sebagai anti hipertensi dan anti proteinuri.
4) Pencegahan dan terapi penyakit kardio faskuler merupakan hal yang penting,
karena 40-45 % kematian pada penderita CKD disebabkan oleh penyakit
komplikasinya pada kardiovaskuler. Hal-hal yang termasuk pencegahan dan terapi
penyakit vaskuler adalah pengendalian hipertensi, DM, dislipidemia, anemia,
hiperfosvatemia, dan terapi pada kelebian cairan dan elektrolit. Semua ini terkait
dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi CKD secara keseluruhan.
5) CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan
derajat penurunan LFG. Seperti anemia dilakukan penambahan / tranfusi
eritropoitin. Pemberian kalsitrol untuk mengatasi osteodistrasi renal. Namun
dalam pemakaiannya harus dipertimbangkan karena dapat meningkatkan absorsi
fosfat.
6) Terapi dialisis dan transplantasi dapat dilakukan pada tahap CKD derajat 4-5.
Terapi ini biasanya disebut dengan terapi pengganti ginjal.
9) PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urin
a. Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria), atau urine tidak ada
(anuria).
b. Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh pus /
nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor, warna
kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
c. Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
amrasio urine / ureum sering 1:1.
2) Kliren kreatinin mungkin agak menurun.
3) Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium.
4) Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3-4+ ), secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila sel darah merah (SDM) dan fregmen juga ada.
5) Darah
a. Kreatinin : Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin10 mg/dL
diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
b. Hitung darah lengkap : Hematokrit menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/dL.
c. SDM (Sel Darah Merah) : Waktu hidup menurun pada defisiensi
eritropoetin seperti pada azotemia.
d. GDA (Gas Darah Analisa) : pH, penurunan asidosis metabolik (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi
hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat
menurun PCO2 menurun.
e. Natrium serum : Mungkin rendah, bila ginjal kehabisan natrium atau
normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
f. Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis), atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM). Pada tahap akhir , perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai
kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
g. Magnesium terjadi peningkatan fosfat, kalsium menurun.
h. Protein (khuusnya albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial.
Osmolalitas serum lebih besar dari 285 mosm/kg, sering sama dengan
urine.
b. Pemeriksaan Radiologi
1. Ultrasono grafi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2. Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa.
5. KUB foto digunakan untuk menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
6. Arteriogram ginjal adalah mengkaji sirkulasi ginjal dan megidentifikasi
ekstravaskuler, massa.
7. Pielogram retrograd untuk menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
8. Sistouretrogram adalah berkemih untuk menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluk kedalam ureter, dan retensi.
9. Pada pasien CKD pasien mendapat batasan diit yang sangat ketat dengan diit
tinggi kalori dan rendah karbohidrat. Serta dilakukan pembatasan yang sangat
ketat pula pada asupan cairan yaitu antara 500-800 ml/hari.
10. Pada terapi medis untuk tingkat awal dapat diberikan terapi obat anti
hipertensi, obat diuretik, dan atrapit yang berguna sebagai pengontol pada
penyakit DM, sampai selanjutnya nanti akan dilakukan dialisis dan
transplantasi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan oedema paru ditandai dengan
sesak nafas.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan air ditandai dengan
oedema
3) PK. Anemia
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan uremia dan pengeluaran cairan
dan elektrolit berlebih ditandai dengan gatal-gatal dan turgor kulit menurun.
5) Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan retensi Na berlebih ditandai
dengan sedikit kencing
6) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa
mulut.
7) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan anemia dan penurunan suplai oksigen
ke otak ditandai dengan syncope.
8) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun
DAFTAR PUSTAKA