TBR Yahdiyani Razanah

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

TEXT BOOK READING

The impact of arthritis on pain and quality of life: an australian survey

Pembimbing:
dr. Tutik Ermawati, Sp. S

Disusun Oleh :

Yahdiyani Razanah G4A015042

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2016
LEMBAR PENGESAHAN
TEXT BOOK READING
The impact of arthritis on pain and quality of life: an australian survey

Disusun Oleh :

Yahdiyani Razanah G4A015042

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti kepaniteraan klinik di bagian


Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui,
Pada tanggal : Februari 2016

Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Tutik Ermawati, Sp.S


I. PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degeneratif sendi yang bersifat

kronik, berjalan progresif lambat, ditandai dengan deteriorasi, abrasi rawan

sendi serta pembentukan tulang baru pada permukaan sendi (Carter, 2006).

Osteoartritis termasuk ke dalam golongan penyakit artritis yang paling sering

menimbulkan gangguan sendi dan menduduki urutan pertama baik di

Indonesia maupun di dunia (National Clinical Guideline Center, 2014).

World Health Organzation (WHO) pada tahun 2004 memperkirakan

terdapat 400 per seribu populasi dunia yang berusia diatas 70tahunsedang

menderita OA. Sedangkan di Indonesia, penduduk yang mengalami

gangguanakibat OA mencapai 8,1% dari total jumlah penduduk (Ranitya dan

Isbagio, 2005). Provinsi Jawa Tengah,memiliki tingkat kejadian OA sebesar

5,1% dari semua penduduk (Kongres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia,

2014). Angka kunjungan pasien OA di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

setiap tahunnya memiliki kecenderungan untuk terus meningkat. Kasus rawat

inap pasien OA pada tahun 2013 adalah 57 kasus, meningkat dari tahun

sebelumnya yang hanya36 kasus. Sedangkan untuk kasus rawat jalan pasien

OA bulan Januari Oktober tahun 2014 terdapat 2765 kasus.

Angka kejadian OA yang tinggi menuntut praktisi kesehatan untuk

melakukan menajemen pasien OA dengan lebih baik. Diperlukan

pengetahuan mengenai penyakit dan manajemen nyeri serta pendekatan

berbasis pasien.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Osteoartritis
Osteoartritis adalah penyakit sendi degeneratif yang
mengakibatkan kerusakan sendi diartrodial (Brand, 2012). Hal tersebut
berasal dari kerusakan tulang rawan sendi artikular yang dipicu oleh
genetik, metabolik, dan faktor biokimia. Proses kerusakan meliputi
interaksi antara degradasi dengan perbaikan kartilago, tulang, dan sinovial.
(Sumariyono dan Linda, 2009).

B. Epidemiologi
Osteoartritis adalah penyakit sendi yang paling sering ditemukan
pada manusia. Jenis OA lutut merupakan penyebab utama dalam
disabilitas kronik di negara-negara berkembang. Sekitar 100.000 orang di
Amerika Serikat tidak dapat berjalan tanpa bantuan dari tempat tidur ke
kamar mandi karena OA lutut atau panggul. Distribusi OA pada usia 35
tahun kebawah pada pria dan wanita ditemukan sama, namun pada usia
yang lebih tua, OA panggul,antar falang, dan pangkal jempol ditemukan
lebih sering pada laki-laki. Kejadian OA lutut lebih sering terjadi pada
perempuan (Brand, 2012).

C. Faktor Risiko Osteoartritis


Osteoartritis memiliki dua garis besar faktor risiko yaitu faktor
predisposisi dan faktor biomekanis. Faktor predisposisi merupakan faktor
yang memudahkan seseorang untuk terkena OA sedangkan faktor
biomekanis adalah faktor mekanik/gerak tubuh yang memberikan tekanan
pada sendi lutut sebagai alat gerak tubuh, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya OA lutut (Maharani, 2007).
1. Faktor Predisposisi
a) Faktor Demografi
1) Usia
Proses penuaan diperkirakan mengakibatkan peningkatan
kelemahan di sekitar sendi, penurunan kelenturan sendi,
kalsifikasi tulang rawan dan menurunkan fungsi
kondrosit.Sebuah studi oleh Pai et al., (1997) mengenai
kelenturan OA telah menemukan bahwa terjadi penurunan
kelenturan pada pasien usia tua dengan OA lutut (Maharani,
2007)
2) Jenis Kelamin
Hormon estrogen yang berkurang secara signifikan pada
perempuan usia 50-80 tahun mengakibatkan prevalensi OA pada
kelompok tersebut lebih tinggi dari pada kelompok laki-laki
pada kelompok usia yang sama. (Felson dan Zhang, 1998).
3) Ras/Etnis
Suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika-
Amerika memiliki risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar
dibandingkan ras Kaukasia. Penduduk Asia juga memiliki risiko
menderita OA lutut lebih tinggi dibandingkan dengan ras
Kaukasia(Maharani, 2007).
b) Faktor Hormonal
Wanita yang mengkonsumsi estrogen memiliki prevalensi
dan insidensi yang lebih rendah dalam penampakan radiologi OA.
Diduga estrogen memberikan efek protektif terhadap OA(Felson,
2002).
c) Faktor Genetik
Mutasi dalam gen prokolagen atau gen struktural lain untuk
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan
dalam tumbulanya kecenderungan pada osteoartritis (Wahyuningsih,
2009) . Risiko genetik lainnyaseperti polimorfisme reseptor vitamin
D dan Procollagen Gen Type II (COL2A1) (Dicesare dan Abramson,
2005) .
d) Faktor Nutrisi
Kondrosit merupakan sumber utama dari Reactive Oxygen
Species(ROS), yang mampu merusak kolagen kartilago, hialuronat
dan makromolekul didalam cairan sinovial. Vitamin D dalam kadar
rendah mampu mengurangi mekanisme oksidatif pada penderita OA
(Felson,2002).
e) Faktor Gaya Hidup
1) Kebiasaan Merokok
Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah
sehingga suplai oksigen dalam tubuh berkurang dan dapat
mematikan atau merusak jaringan termasuk jaringan tulang
rawan. Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi
sel tulang rawan sendi, dan meningkatkan tekanan oksidan yang
mempengaruhi hilangnya tulang rawan(Amin et al., 2006).
f) Faktor Metabolik
1) Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat
dimodifikasi. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan
beban sendi lutut saat berjalan.Kehilangan berat badan sebesar 5
kg akan mengurangi risiko OA lutut secara simptomatik pada
wanita sebesar 50% (Felson, 2002).Seseorang dengan IMT
berada di quintile tertinggi pada pemeriksaan dasar, risiko relatif
mengalami OA lutut dalam 36 tahun mendatang adalah 1,5
untuk laki-laki dan 2,1 untuk perempuan (Brand, 2012).
2) Histerektomi
Prevalensi OA pada wanita yang mengalami pengangkatan
rahim lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak
mengalami pengangkatan rahim. Hal ini diduga berkaitan
dengan pengurangan produksi hormon estrogen setelah
dilakukan pengkatan rahim(Klippel et al, 1994).
2. Faktor Biomekanis
a) Riwayat Trauma
Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada ligamentum
krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko timbulnya OA
lutut. Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat
trauma lutut memiliki risiko 5-6 kali lipat lebih tinggi untuk
menderita OA lutut. Individu yang mengalami fraktur trimaleolus
juga hampir selalu akan mengalami OA pergelangan kaki(Felson
et al., 1995; Setiyohadi, 2003;Brand, 2012).
b) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik yang berat seperti berdiri lama (2 jam atau
lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap
harinya), mengangkat barang berat (10 50 kg selama 10 kali atau
lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat ( 10- 50 kg
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap
hari merupakan faktor risiko OA lutut (Klippel, 1994; Setiyohadi,
2003).Keterlibatan kejadian OA juga turut berkaitan dengan
pekerjaan. Penari balet sering terkena OA pergelangan kaki dan
petinju sering terkena OA sendi metakarpofalang.(Brand, 2012).

4. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis OA ditegakkan berdasarakan riwayat nyeri sendi yang
semakin memburuk akibat gerakan yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
Sendi yang paling sering terkena adalah sendi tangan, lutut dan, panggul.
Tanda dan gejala yang khas pada masing-masing jenis OA pada dilihat
pada Tabel 1. (Sinusas, 2012).
a. Tanda dan Gejala
1) Nyeri Sendi
Nyeri pada OA dapat diakibatkan oleh mikrofaktur daerah
subkondral dan osteofit yang merenggangkan ujung saraf bebas di
periosteum sehingga menimbulkan nyeri saat digerakkan.
Inflamasi pada sinovial dan kapsul sendi mampu memberikan rasa
nyeri pada saat istirahat (Chan dan Ricky, 2012). Nyeri pada OA
juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati seperti pada
OA servikal dan lumbal(Soeroso et al., 2009).
2) Hambatan Gerakan Sendi
Hambatan gerakan sendi yang biasanya semakin parah
sesuai dengan semakin bertambahnya nyeri sendi pada
pasien(Soeroso et al., 2009). Hambatan ini merupakan faktor
proteksi dari penderita yang berusahan mengurangi gerakan yang
menyebabkan nyeri. Hambatan gerakan sendi ini dapat
menurunkan kekuatan sendi dan mengakibatkan gangguan
fungsional(Sinusas, 2012).
3) Kaku Pagi
Kekakuan pada sendi dapat timbul setelah imobilitas dalam
waktu yang cukup lama, seperti setelah duduk dikursi atau mobil
dan saat bangun tidur. Kaku pagi dirasakan seperti rasa kencang
tertarik, sulit bergerak, dan bergeser sehingga dikenal dengan
gelling phenomenon (Chan dan Ricky, 2012). Kaku pagi akan
bertahan hingga 30 menit, tidak seperti Rheumatoid Artritis(RA)
yang mampu bertahan 45 menit lebih (Soeroso et al., 2009).

4) Krepitasi
Rasa gemeretak pada sendi yang sakit saat gerakan aktif
maupun pasif akibat irregularitas permukaan sendi yang saling
bertemu (Sinusas, 2012). Derajat krepitasi berhubungan dengan
progesitivitas penyakit (Chan dan Ricky, 2012).
5) Pembesaran sendi
Keluhan pasien merasa salah satu sendinya yang nyeri
terlihat membesar secara perlahan (Sinusas, 2012). Penampakan
pembesaran sendi dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1. Gejala dan Tanda Jenis-Jenis Osteoartritis
Jenis Osteoartritis Gejala dan Tanda
Osteoartritis Tangan Nyeri sendi saat digerakkan
Hipertrofi pada sendi interfalang distal dan proksimal (Nodi Heberden
dan Nodi Bouchard)
Kelunakan sendi karpometakarpal ibu jari
Osteoartritis Bahu Nyeri sendi saat digerakkan
Hambatan gerak sendi, terutama pada eksorotasi
Krepitasi saat menggerakkan sendi
Osteoartritis Lutut Nyeri sendi saat digerakkan
Efusi pada sendi
Krepitasi saat menggerakan sendi
Terdapat kista politeal (Kista Baker)
Ketidakstablian sisi samping
Deformitas valgus (deformitas tulang yang melengkung mendekati garis
tengah tubuh) dan valrus (deformitas tulang yang melengkung menjauhi
garis tengah tubuh)
Osteoartritis Panggul Nyeri sendi saat digerakkan
Nyeri pada pantat
Keterbatasan gerak sendi terutama pada rotasi dalam
OsteoartritisKaki Nyeri saat ambulasi, terutama pada sendi metatarsofalang pertama
Keterbatasan jangkauan gerak pada sendi metatarsofalang pertama, dan
ada kekakuan hallux
Perubahan bentuk berupa valgus pada hallux
Osteoartritis Tulang Nyeri sendi saat digerakkan
Keterbatasan jangkauan gerak
Punggung
Kehilangan/penurunan sensori ekstrimitas bawah, Kehilangan/penurunan
refleks, kelemahan morotik akibat penekanan akar saraf
Pesudoklaudikasi diakibatkan stenosis spinal
Sumber: Sinusas, 2012

b. Pemeriksaan Radiografis
Radiografis dapat membantu menegakkan diagnosis,
memantau keparahan, dan menilai progesifitas penyakit. Foto polos x-
ray akan menampakkan osteofit, penyempitan celah sendi, sklerosis,
kista, dan disformasi subkondral. Penampakan radiologis tidak selalu
selaras dengan gejala yang muncul. Pasien dengan penampakan
radiologi yang abnormal dapat asimptomatik (Sinusas, 2012).
Gambaran pasien radiologis OA dapat dilihat pada Gambar 3.
A B
a

C D
Gambar 1. Gambaran Klinis dan Radiografi Pasien Osteoartrtitis
(Malaysian Society of Rheumatology, 2004).
Keterangan: (A) Tangan Pasien Osteoartritis. (1)Nodi Heberden. (2)Nodi Bouchard.
(B) Radiografi Tangan Pasien Osteoartritis (1) Penyempitan celah sendi, (2)Osteofit,
dan (3)Destruksi sendi, (4)Perubahan Sendi Karpometakarpal (C)Radiografi
Osteoartritis Panggul. (1)penyempitan celah sendi dan (2)pembentukan osteofit (D)
Radiografi Osteoartritis Lutut (A) anteroposterior dan (B) lateral menampakkan (1)
c. Pemeriksaan
penyempitan Laboratorium
celah sendi dan (2) pembentukan osteofit
Pemeriksaan laboratorium darah jarang digunakan untuk
menegakkan diagnosis karena bersifat tidak spesifik. Marker inflamasi
pada darah seperti sedimentasi eritrosit dan C-reactive protein level
(CRP)sering normal atau naik sedikit. Tes immunologi seperi
antinuklear antibodi dan faktor rematoid tidak diperlukan kecuali
didapatkan inflamasi atau sinovitis untuk mnyingkirkan diagnosis
penyakit artritis autoimun(Sinusas, 2012). Hasil aspirasi cairan
sinovial pada penderita OA dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Aspirasi Cairan Sendi Sinovial
Pengamatan Interpretasi
Warna Jernih
Kekentalan Tinggi
wcc/m3 200 10.000
Polimorf < 50 %
Kristal Negatif
Sumber: Malaysian Society of Rheumatology, 2004
III. PEMBAHASAN

A. Pendahuluan
Diperkirakan satu dari lima warga Australia menderita artritis.
Diperkirakan bahwa angka penderita artritis akan meningkat dua kali lipat
pada tahun 2020 disebabkan oleh prevalensi obesitas yang meningkat dan
generasi baby-boomer yang mengalami penuaan. Penelitian internasional
sebelumnya menyebutkan bahwa nyeri sendi dan disabilitas fungsional
terkait dengan proses penyakit adalah perhatian utama dari sebagian besar
pasien. Beberapa hal lain perlu dipertimbangkan saat merencanakan
penanganan menyeluruh atau intervensi. Pasien sering melaporkan
kurangnya informasi dan komunikasi dari dokter membuat pasien tidak
dapat terlibat dalam proses pengobatan, padahal terdapat bukti yang
menyatakan bahwa intervensi dari diri sendiri seperti penurunan berat
badan dan latihan dapat memberi manfaat.
Beberapa hal yang belum diketahui adalah bagaimana gerakan
pelayanan berbasis pasien dapat diimplentasikan. Karena sedikit data
yang tersedia tentang pengalaman pasien menghadapi sakitnya, hubungan
pasien dengan dokter, dan pemahaman mengenai pilihan terapi. Survey ini
bertujuan untuk memenuhi gap pengatahuan pada sumber terdahulu, dan
mengumpulkan informasi dari pasien yang menderita artritis terkait
penyakit dan proses terapi, untuk mengidentifikasi cara implementasi
manajemen artritis berbasis pasien yang lebih baik.

B. Desain studi
Survey cross sectional dari panel akses penelitian disediakan oleh
Research Now diadakan oleh Hall & Partners Open Mind pada bulan
desember 2011. Survey keseluruhan ditujukan kepada 1039 pasien yang
melaporkan nyeri atau kehilangan mobilitas sebagai akibat dari artritis.

C. Format survey
Penelitian diadakan dengan survey online 15 menit terdiri dari
pertanyaan tunggal dan pilihan ganda, diawal survey, responden diberi
pertanyaan untuk melihat kesesuaian dengan kriteria inklusi dan kemudian
diberi pertanyaan penelitian secara penuh. Survey ini mencakup detail
mengenai kondisi, deskripsi nyeri, efek nyeri pada kehidupan sehari-hari,
informasi berkaitan dengan manajemen nyeri dan pengobatan, Measure of
Intermitten and Constant Osteoarhtritis Pain (ICOAP), EQ-5D
(instrument terstandarisasi untuk mengukur status kesehatan) dan
informasi demografi.

D. Hasil
Mayoritas responden yang masuk dalam penelitian sebagian besar wanita
(64 %) dan berusia lebih dari 55 tahun (69 %). Osteoartritis adalah bentuk
paling banyak dari artritis, 69 % responden didiagnosis OA, 23 %
responden didiagnosis RA dan 10 % gout.
1. Nyeri
Skor rata-rata ICOAP adalah 55,8 dan rata-rata skor EQ-5D
adalah 56,4. Daerah yang sering dilaporkan nyeri adalah punggung (65
%), lutut (64 %), dan jari-jari (61 %). Nyeri lutut menyebabkan
kehilangan mobilitas terbesar, sebesar 51 % responden mengalami
kehilangan mobilitas dikarenakan nyeri lutut. Sebesar 87 % responden
melaporkan bahwa nyeri yang mereka rasakan cenderung berubah
intensitasnya menjadi meningkatkan dengan latihan dan adanya udara
dingin.
Gambar 2. Persentase Laporan Pasien Mengenai Nyeri di Regio
Tertentu

Gambar 3. Laporan Pasien Mengenai Keadaan Tertentu saat


Merasakan Nyeri Sedang-Berat.

Responsivitas terhadap stimuli eksternal meningkat seiring usia,


seperti halnya persentase pasien nyeri sendi multipel. Sebanyak 54 %
responden merasa bahwa intensitas nyeri memburuk sejak diagnosis
penyakit mereka ditegakkan, meskipun responden usia lebih muda
melaporkan perbaikan kondisi mereka. Sebesar 32 % partisipan tidak
dapat mengingat kapan terakhir kali mereka terbebas dari rasa nyeri.

2. Efek penyakit
Kira-kira setengah (47 %) pasien melaporkan bahwa efek paling buruk
dari artritis adalah pada kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-
hari. Sebesar 84 % pasien menghindari olahraga, 81 % menghindari
berkebun, 72 % menghindari nnaik tangga, 71 % memerlukan bantuan
untuk bersih-bersih, dan 45 % memerlukan bantuan dalam berpakaian.
Responden dengan rentang usia yang lebih muda 18-29 tahun lebih
mengeluhkan ketidakmampuan mereka untuk bergabung dalam
olahraga sebagai perhatian utama.

Tabel 3. Persentase Pasien dalam Rentang Usia Berbeda Tentang Efek Artritis
pada Aktivitas Tertentu yang Member Efek Nyeri Paling Buruk

3. Manajemen
Sebagian besar pasien (71 %) menyatakan bahwa program manajemen
mereka memiliki efektivitas medium, sebanyak 17 % menyatakan
tidak efektif. Pasien melakukan istirahat (51 %), latihan (47 %), terapi
hangat (43 %), dan fisioterapi (23 %), sebagai langkah manajemen
nyeri yang paling sering dilakukan. Obat-obatan yang diambil untuk
nyeri artritis biasanya diperoleh melalui resep (60 %), namun
suplemen dan obat yang dapat dibeli tanpa resep digunakan pula oleh
sejumlah besar responden (57 % dan 45 %). Masalah kepatuhan
ditemukan pada sebesar 31 % pasien, dimana pasien tersebut mendapat
resep namun tidak mengambil obat yang telah diresepkan karena
mewaspadai efek samping.
Gambar
4.
Persentase responden melaporkan beragam strategi manajemen

E. Diskusi
Sejalan dengan pustaka sebelumnya yang menyatakan bahwa OA
adalah jenis artritis yang paling sering dan pembatasan mobilitas paling
sering diakibatkan karena lutut yang terkena peradangan. Skor ICOAP
sebesar 55,8 % dalam survey ini sejalan dengan referensi yang ada.
Analisis lebih lanjut dari skor ICOAP terbatas pada fakta bahwa survey ini
tidak membedakan antara lokasi nyeri, nyeri intermiten atau nyeri konstan.
Kedua jenis nyeri tersebut memberikan memberikan efek dan cara
penanganan yang berbeda.
Kualitas hidup pasien artritis diukur dengan EQ-5D berbeda jauh
dengan penyakit lain seperti kanker payudara (71,5), diabetes melitus tipe
II (68,8), gangguan kecemasan (63,8), dan sakit jantung parah (60,8).
Namun apabila dibandingkan dengan masyarakat secara umum, pasien
artritis memiliki penurunan pada keadaan kesehatan secara umum,
diabndingkan dengan masyarakat New Zealand (81,5), Kanada (80,5), dan
Inggris (83,4).
Distribusi regional sendi artritis berbeda dengan referensi secara
umum. Dalam survey ini nyeri lutut dan nyeri tangan dilaporkan memiliki
persentase yang hampir sama (64 % dan 61 %), sedangkan data dari
Fallon Community Health Plan menyatakan bahwa nyeri lutut memiliki
insidensi sebesar 2,5 kali lebih besar daripada nyeri tangan (240/100.000
vs 100/100.000). Perbedaan ini dapat terjadi karena survey ini tidak
membedakan antara OA dan RA, dimana pada RA peradangan lebih
banyak terjadi pada sendi tangan. Hal lain yang diduga menjadi penyebab
tingginya nyeri pada sendi tangan adalah karena tingginya penggunaan
tangan pada aktivitas sehari-hari sehingga lebih cenderung dilaporkan.
Penelitian ini menyebutkan bahwa hampir setengah responden
menyatakan bahwa ketidakmampuan mereka melakukan aktivitas sehari-
hari sebagai akibat terburuk dari artritis yang diderita. Saran pada
penelitian ini adalah stratifikasi usia penderita karena responden dengan
usia muda menyebutkan akibat terburuk dari nyeri yang diderita adalah
ketidak mampuan untuk melakukan olahraga dan akan mengurangi secara
keseluruhan permasalahan terkait aktivitas sehari-hari.
Survey ini menemukan bahwa tingkat nyeri dan disabilitas
fungsional meningkat seiring waktu semenjak diagnosis ditegakkan,
menunjukkan progresifitas natural dari penyakit. Laporan mengenai emosi
negatif, depresi dan pandangan negatif mengenai masa depan disebutkan
meningkat mengikuti ditegakkannya diagnosis. Hal ini dapat mengarahkan
pada elemen psikologis yang meningkatkan laporan nyeri. Penelitian oleh
Veale et al, menyebutkan bahwa pasien yang didiagnosis OA melaporkan
pengurangan kualitas hidup secara signifikan dibandingkan dengan orang
yang memenuhi diagnosis OA namun belum diberitahu mengenai
diagnosis mereka. Dapat dilihat bahwa faktor psikologis memainkan peran
utama pada nyeri dan disabilitas terkait artritis, serta menyoroti pentingnya
kesehatan psikologis pada program manajemen efektif berbasis pasien.
Tingkat konsumsi suplemen dan obat-obatan tanpa resep yang
digunakan pasien lebih tinggi daripada hasil di penelitian lain.
Kemungkinan diakibatkan oleh tingginya prevalensi diagnosis sendiri oleh
pasien (self diagnosed) sehingga meningkatkan konsumsi suplemen dan
obat tanpa resep.
Perhatian mengenai efek samping obat berkaitan dengan resep non-
steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) banyak terjadi, menyebabkan
angka ketidakpatuhan yang tinggi dan berpotensi berpindah mengonsumsi
suplemen dan obat tanpa resep yang menurut masyarakat lebih aman.
Fakta bahwa lebih banyak pasien menggunakan suplemen daripada
melakukan intervensi berbasis pasien seperti penurunan berat badan dan
latihan menunjukkan perlunya peningkatan edukasi dan informasi ke
pasien.
Orang dengan artritis di Australia telah diketahui memiliki masalah
pada kualitas hidup ditandai dengan kesulitan pada berbagai aspek
kehidupan sehari-hari. Terlepas dari masalah nyeri dan kualitas hidup,
banyak orang belum membicarakan nyeri yang mereka rasakan dengan
dokter dan banyak diantaranya tidak mengambil obat sesuai yang
diresepkan dengan alasan efek samping obat. Penelitian ini
memungkinkan peningkatan kewaspadaan mengenai penyakit dan
meningkatkan pengetahuan mengenai potensi pengembangan manajemen.
DAFTAR PUSTAKA

Amin., Jingbo, N., dan David, H. 2006.Smoking Worsens KneeOsteoarthritis.


News Center Oklahoma City2006 : 1 4
Brand, K.D. 2012. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4.
EGC. Jakarta.
Carter M.A. 2006. Osteoartritis. Konsep klinis proses-proses penyakit . Edisi ke-
6. EGC. Jakarta.
Chan, K.W dan Ricky W.K.W., 2012. Symptoms, Signs and Quality of Life (QoL)
in Osteoarthritis (OA). The Hong Kong Institute of Musculoskeletal
Medicine (HKIMM).
Dicesare, P.E. dan Abramson, S.B. 2005. Pathogenesis ofosteoarthritits.
Textbookof Rheumatology, vol II 7th edition. Pp 1493-1513.
Felson D.T. 2002. Osteoarthritis New Insights. Part 1 : The Disease and ItsRisk
Factors. National Institute of Health Ann Intern Med. 133 : 637 639
Felson D.T., Zhang, Y.,dan Hannan, M.T. 1995. The Incidence and Natural
History of Knee Oateoarthritis in Eldery : The Framingham Osteoarthritis
Study. Arhtritis Rheumatology38 : 1500-1505.
Felson, D.T., dan Zhang, Y. 1998. An Update on The Epidemiology of Knee and
Hip Osteoarthritis with A View to Prevention Arhtritis Rheumatology
41(8):13431355.
Klippel J.H., Paul A.D., dan Peter, B.1994.Osteoarthritis in Rheumatology. United
Kingdom : Mosby Year Book Europe Limited2.1 10.6.
Maharani, E.P. 2007. Faktor -Faktor yang Beresiko pada Osteoartritis. Tesis.
Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro Semarang.
Malaysian Society of Rheumatology. Clinical Practice Guidelines on the
Management of Osteoarthritis. 2004. Academy of Medicine of Malaysia.
NationalClinical Guideline Center. 2014. Osteoarthritis : Care and management in
adults : Clinical GuidelineCG177 Methods, evidence and Recomendations.
National Institute for Helath and Care Excellence.
Pai Y.C., Rymer W.Z., Chang R.W., dan Sharma L. 1997. Effect of age and
osteoarthritis on knee proprioception.Arhtritis Rheumatology 40(12):2260
2265
Ranitya, R. dan Isbagio, H., 2005. Epidemiologi dan Faktor Risiko Osteoartritis
Kursus Osteoartritis, hal. 9-13. Bandung.
Setiyohadi, B. 2003. Osteoartritis Selayang Pandang. TemuIlmiah Reumatologi
Jakarta27 31.
Sinusas, K. 2012. Osteoathritis : Diagnosis and Treatment. American Family
Physician 1:85 (1): 49-56.
Soeroso, J., H. Isbagio., H. Kalim., R. Broto., dan R. Pramudiyo. 2009.
Osteoartritis: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Interna Publishing.
Jakarta
Sumariyono, W., Linda, K. 2009. Osteoartritis :Buku Ajar Ilmu Penyakit Jilid III.
Interna Publishing. Jakarta
Wahyuningsih, N.A.S. 2009. Hubungan Obesitas dengan Osteoartritis Lutut pada
Lansia di Kelurahan Puncangsawit Kecamatan Jebres Surakarta. Skripsi.
Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta

Anda mungkin juga menyukai