Bab I Makalah Oa
Bab I Makalah Oa
Bab I Makalah Oa
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada seorang lansia kemungkinan terjadi masalah kesehatan sangatlah rentan
karena dengan bertambahnya usia maka terjadi penurunan fungsi struktur tubuh dan
juga daya tahan yang menyebabkan timbulnya gangguan penyakit. Salah satu jenis
penyakit degeneratif yang banyak menyerang yaitu osteoatritis lutut (Irfan & Gahara,
2006). Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Penyebab tersering pada penyebab disabilitas jangka
panjang pada pasien dengan usia lebih daripada 65 tahun (Adhiputra, 2017).
Osteoartritis, terutama osteoartritis lutut, adalah bentuk penyakit yang paling umum.
Ini sangat berdampak pada kesehatan lansia di seluruh dunia dalam membatasi aktivitas
dan fungsi fisik mereka (Murphy dan Helmick, 2012). Penyakit ini menyebabkan nyeri
dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi penyakit
sendi secara nasional sebesar 30,3% dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan adalah 14%. Menurut provinsi, prevalensi penyakit sendi tertinggi dijumpai
di Provinsi Papua Barat (28,8%) dan terendah di Sulawesi Barat (7,5%). Cakupan
diagnosis penyakit sendi oleh tenaga kesehatan di setiap provinsi umumnya sekitar 50%
dari seluruh kasus yang ditemukan. Prevalensi penyakit sendi menurut jenis kelamin di
Indonesia cenderung lebih tinggi pada perempuan. Prevalensi osteoarthritis lutut di
Indonesia, mencapai 5% pada usia 61 tahun. Di Indonesia osteoartritis lutut
prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita (Dinkes, RI,
2007).
Salah satu faktor resiko dari osteoarthritis lutut adalah obesitas atau kegemukan
dan orang yang mengalami obesitas rentan terhadap terjadinya osteoarthritis lutut bila
terjadi cedera pada lutut akibat menopang berat badan yang berlebih. Obesitas adalah
dimana kondisi tubuh dalam keadaan gizi lebih dari zat-zat makronutrien (karbohidrat,
protein, dan lemak). Pola makan yang tidak teratur, serta di dukung dengan aktifitas
yang kurang membuat asupan makanan yang dimakan mengendap dalam tubuh tanpa
pembakaran penuh. Itu adalah salah satu penyebab terjadinya obesitas. Obesitas saat ini
disebut sebagai the New World Syndrome, angka kejadiannya terus meningkat dimana-
mana. Di seluruh dunia, kini dilaporkan ada lebih dari satu miliar orang dewasa dengan
berat badan lebih (gemuk), dan paling sedikit ada 300 juta orang yang masuk kategori
obesitas (BMI di atas 30), Banyak penyakit dapat dikaitkan dengan obesitas, misalnya
Diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, osteoarthritis, stroke, bahkan
beberapa penyakit kanker. Biasanya obesitas timbul karena jumlah kalori yang masuk
melalui makanan lebih banyak daripada kalori yang dibakar (WHO, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian osteoarthritis?
2. Apa saja anatomi osteoarthritis?
3. Apa saja etiologi osteoarthritis?
4. Apa saja patofisiologi osteoarthritis?
5. Apa saja tanda dan gejala osteoarthritis?
6. Apa saja faktor resiko osteoarthritis?
7. Apa saja diagnosis fisioterapi pada osteoarthritis?
8. Apa saja klasifikasi pada osteoarthritis?
9. Apa saja Pemeriksaan Khusus osteoarthritis?
10. Apa saja alat ukur untuk Osteoarthritis?
11. Bagaimana penatalaksanaan fisioterai pada kasus osteoarthritis?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian osteoarthritis?
2. Untuk mengetahui anatomi osteoarthritis?
3. Untuk mengetahui etiologi osteoarthritis?
4. Untuk mengetahui patofisiologi osteoarthritis?
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala osteoarthritis?
6. Untuk mengetahui faktor resiko osteoarthritis?
7. Untuk mengetahui diagnosis fisioterapi pada osteoarthritis?
8. Untuk mengetahui klasifikasi pada osteoarthritis?
9. Untuk mengetahui Pemeriksaan Khusus osteoarthritis?
10. Untuk mengetahui alat ukur untuk Osteoarthritis?
11. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterai pada kasus osteoarthritis?
D. Manfaat
Untuk menambah pengetahuan terutama pada kasus musculoskeletal dan
menambah ilmu pengetahuan tentang penaganan terhadap kasus musculoskeletal
osteoarthritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Osteoarthritits
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Adhiputra, 2017).
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyaline sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhano steofit pada tepian sendi, meregangnya kapsul asendi, timbulnya
peradangan, dan melemah nya otot–otot yang menghubungkan sendi (Kapoor. 2011).
Osteoartritis adalah masalah reumatologis kedua yang paling umum dan
merupakan penyakit sendi yang paling sering dengan prevalensi 22% hingga 39% di
India. OA lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria, tetapi prevalensi meningkat
secara dramatis seiring bertambahnya usia. Hampir 45% wanita di atas usia 65 tahun
memiliki gejala, sementara bukti radiologis ditemukan pada 70% dari mereka yang
berusia di atas 65 tahun. OA lutut adalah penyebab utama gangguan mobilitas, terutama
di kalangan wanita. OA diperkirakan menjadi penyebab ke 10 dari beban nonfatal.
(Chandra Prakash Pal. 2016).
B. Anatomi Lutut
Anatomi Sendi Lutut atau Articulatio genu merupakan Articulation bicondylaris
yang berfunsi sebagai sendi pivot-engsel dan memiliki dua sumbu gerak. Sumbu
transversa yang digunakan dalam gerakan ekstensi dan fleksi terbentang antara dua
Condylus femoris. Sumbu longitudinal yang digunakan dalam gerakan rotasi terletak
eksentrik dan tegak melalui Tuberculum intercondylare mediale (Paulsen & Waschke,
2010).
Bagian-bagian utama dari articulatio genu adalah tulang, ligamentum, tendon,
kartilago, dan kapsula sendiyang terbentuk dari kolagen. Kolagen adalah jaringan
fibrosus yang ada diseluruh tubuh kita. Semakin kita mertambah usia, jumlah kolagen
semakin menurun. Sendi pada lutut bisa diklasifikasikan dalam bentuk fungsional atau
struktural. Klasifikasi fungsional berdasarkan gerakan, dapat dikategorikan menjadi
sinartrosis (tidak dapat digerakkan), amfiartrosis (sedikit dapat digerakkan) dan
diartrosis (bebas digerakkan). Klasifikasi struktural dapat dikategorikan menjadi
sinovial, fibrosus dan kartilagineus. Sendi synovial yang normal memberikan jumlah
gerakan yang signifikan berhubungan dengan permukaannya yang sangat halus. Sendi-
sendi ini disusun dari kartilago artikular, tulang subkondral, membrane sinovial, cairan
sinovialdan kapsula sendi (Muscolino, 2017).
Pada ujung tulang yang meyentuh tulang lainnya dibungkus dengan kartilago
artikular. Kartilago ini berwarna putih, halus, jaringan pengikat fibrosus yang
membungkus ujung tulang untuk melindungi tulang dari gerakan sendi. Kartilago ini
juga membuat tulang bergerak lebih bebas terhadap satu samalain. Kartilago artikular
terdapat di ujung akhir dari os femur atau tulang paha, ujung atas os tibia atau tulang
kering dan di belakang os patella atau tempurung lutut. Diantara lutut terdapat
meniscus, bantalan berbentuk cakram yang bekerja sebagai penyerap goncangan
(Muscolino, 2015).
Beban pada tulang kita dilindungi oleh kartilago artikular, yang tipis, kuat,
fleksibel, permukaan licin yang dilumasi oleh cairan sinovial. Cairan ini kental dan
lengket yang berfungsi untuk melenturkan sendi dibawah tekanantanpa membuat
cedera. Cairan sinovial terbentuk dari ultrafiltrasi serum olehsel-sel yang membentuk
membran sinovial. Sel sinovial juga membuat asam hyaluronat (HA) yang merupakan
glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan merupakan komponen utama pada cairan
sinovial. Cairan sinovial memberikan nutrisi ke kartilago artikular dan juga memenuhi
kebutuhan viskositas untuk menyerap goncangan dari gerakan lambat, dan kebutuhan
elasisitas dari gerakan cepat (Muscolino, 2017).
C. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak
diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun
perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA yang ditengarai
oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja,
olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer
lebih banyak ditemukan dari pada OA sekunder (Davey, 2006).
D. Patofisiologi
Pada awalnya proses metabolisme sendi, sintesa kolagen dan jaringan lunak di
sekitar sendi berjalan normal. Namun perubahan pada kartilago sendi dapat terjadi
sejalan dengan penambahan usia antara lain gangguan mikro sirkulasi, penurunan
kandungan air, pengurangan kekuatan daya regang dan kekakuan kolagen,
pengurangan panjang rantai glikosa-minoglikans dan fragmentasi mata rantai
glikoprotein. Ada empat tahapan kerusakan rawan sendi yang saling tumpang tindih,
yaitu:
1. Tahap awal, terjadi penurunan kadar proteoglikan sedang kolagen masih normal.
Meskipun kadar proteoglikan berkurang, justru sintesa awal sel rawan meningkat.
Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas dari mitosis sel rawan yang bertambah.
Hal ini membuktikan bahwa sel rawan berperan dalam menjaga keseimbangan
antara aktivitas produksi dengan aktivitas destruksi yang diperankan oleh enzim
tadi yang dalam keadaan normal aktivitasnya rendah, jadi proteoglikan yang
menururn tadi karena destrksinya melebihi produksi, penurunan ini menimbulkan
rawan sendi menjadi lunak secara lokal. Warna matrik menjadi kekuningan
kemudian timbul retakan dan terbentuknya celah (Irfan & Gahara, 2006).
2. Tahap ke dua, celah semakin dalam, tetapi belum sampai ke perbatasan daerah
subkondral, jumlah sel rawan ini mulai menurun begitu juga kadar kolagen (Irfan
& Gahara, 2006).
3. Tahap ke tiga, celah tadi akan semakin dalam sampai daerah subkondral, kista dapat
menjadi sangat besar dan pecah sehingga permukaan menjadi tidak teratur (Irfan &
Gahara, 2006).
4. Tahap ke empat, serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan di
fagosit sel-sel membran synovial dan terjadilah reaksi radang. Selanjutnya
kondrosit mati, proteoglikans dan kolagen tidak di produksi lagi dan matrik
memucat (Irfan & Gahara, 2006).
Osteoathritis pada sendi lutut sering menimbulkan perubahan pada tulang rawan
sendi, bahkan seluruh jaringan sekitar sendi, sehingga sendi menjadi tebal, hiperplastis
dan hipertropi, secara klinis sendi mengalami deformitas. Tulang rawan hialin memiliki
fungsi sebagai shock-absorber dan kegagalan fungsinya dapat memperberat kerja
tulang rawan. Pada awal proses patolgi kemungkinan terjadi gangguan aktivitas
metabolisme dan pada proses lanjutan fungsi kondrosit mengalami kegagalan dan
aktivitasnya menurun. Keadaan ini menyebabkan kekurangan Proteoglikan, dimana
akan terjadi kekakuan yang mudah merobek tulang rawan hialin karena tekanan
mekanis. Permukaan kolagen menjadi kasar dan berpartikel, yang akan pulih setelah
diserap oleh jaringan sinovial. Dapat pula terjadi penimbunan kristal (calsium
pyrophospatte dan hydroxyapatite) diantara persendian. Kedua faktor diatas dapat
menimbulkan reaksi radang (Irfan & Gahara, 2006).
Tulang subkhondral aktivitasnya juga abnormal, dengan bertambahnya
kepadatan tulang dan timbulnya sejumlah sel baru. Maka bentuk tulang baru (osteofit)
pada tepian sendi dapat menghambat gerakan sendi. Menurut Dandy 1993,
“Microfraktur dapat terjadi di mana penyembuhannya dalam bentuk kalus yang
membuat tulang lebih keras, lebih padat dan kurang lentur. Cairan sendi dapat masuk
kedalam celah-celah tulang dan bisa membentuk kiste subkondral”. Bila penyakit
berlanjut sendi lebih tidak teratur dengan penyempitan permukaan sendi, adanya
osteofit, instabilitas dan deformitas (Irfan & Gahara, 2006).
Hubungan terbentuknya osteofit dengan proses degenerasi rawan sendi pada
osteoatritis tidak seluruhnya dapat di terangkan. Meskipun merupakan gambaran
radiologis klasik osteoatritis, tetapi bukan karakteristik, karena osteofit juga bisa di
temukan karena proses usia tanpa di sertai kerusakan rawan sendi. Proses terbentuknya
osteofit:
1. Osteofit terjadi sebagai akibat proliferasi pembuluh darah pada tempat di mana
rawan sendi berdegenerasi (Irfan & Gahara, 2006).
2. Osteofit tumbuh karena kongesti vena yang di sebabkan perubahan sinusoid
sumsum yang tetekan oleh krista subkondral (Irfan & Gahara, 2006).
3. Osteofit tumbuh karena rangsangan serpihan rawan sendi yang menimbulkan
sinofitis. Hal ini akan menimbulkan osteofit pada tepi sendi atau tempat perlekatan
tendon atau ligamen dengan tulang. Bila osteoathritis berjalan lambat, osteofit dapat
tumbuh sangat besar, sebaliknya bila osteoatritis berjalan cepat, osteofit yang
berbentuk kecil atau tidak berbentuk sama sekali (Irfan & Gahara, 2006).
F. Faktor Resiko
Penyebab pasti dari OA tidak diketahui namun berdasarkan sejumlah penelitian
diketahui penyebabnya multifaktorial. Faktor risiko utama pada OA ialah usia, jenis
kelamin perempuan, obesitas, aktivitas fisik, faktor genetik, ras, trauma sendi, dan
chondrocalcinosis. Kurang bergerak, obesitas dan penyakit metabolisme seperti
diabetes dapat memperparah OA. Osteoartritis juga lebih sering terjadi pada kelompok
perempuan usia peri-menopause yang memiliki kadar estrogen rendah, berat badan
berlebih, dan masih aktif bekerja (Soeryadi et al. 2017).
1. Diagnosis
Diagnosis OA pada lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College
of Rheumatology yaitu sebagai berikut:
Klinis Klinis dan radiografi Laboratorium dan klinis
2. kekakuan <30 mnt 2. kekakuan <30 mnt; 2. kaku pagi hari <30 mnt
9. tanda-tanda cairan
sinovial OA.
L. Alat ukur
a. Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMEC)
Womec digunakan untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap nyeri dan
kesulitas dalam beraktivitas sehari-hari. Pasien disuruh mengisi quisioner tentang status
selama 48 jam sebelumnya. skor untuk 0 tidak ada kesulitan, 1 seikit, 2sedang, 3 berat,4
sangat berat. kemudian skor di totalin dan di hitung (Huang et al. 2017).
Nyeri Berjalan 0 1 2 3 4
2. Turun tangga 0 1 2 3 4
4. Berdiri 0 1 2 3 4
5. Membungkuk ke depan 0 1 2 3 4
8. Berbelanja 0 1 2 3 4
14. duduk 0 1 2 3 4
Nyeri 0 Minimum
20 Maksimum
Kekakuan 0 Minimum
8 Maksimum
68 Minimum
0 – 24 Ringan
24 – 48 Sedang
48 – 72 Berat
72 – 96 Sangat berat
M. Penatalaksanaan Fisioterapi
a. Ultrasound
Terapi ultrasound untuk kasus osteoartritis knee joint mampu meningkatkan
perbaikan dari kartilago artikular dengan cara pembentukan kartilago hialin, dan
membantu meregenerasi jaringan di lokasi yang mengalami peradangan.
Gelombang ultrasonik juga mampu menghilangkan jaringan ikat fibrosa yang
terkondensasi dan menunda perkembangan osteoartritis dini lutut (Yegin, Altan &
Aksoy, 2017). Mumtaz dan Shah (2018) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
menerapkan ultrasound menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam
mengurangi nyeri pada lutut, penurunan pada kekakuan sendi dan meningkatkan
aktivitas fisik pasien.
b. TENS (Transcutaneous electrical nerve stimulation)
Menurut Felson dan Schaible (2009) mengatakan bahwa TENS menghasilkan
penghambatan presinaptik pada dorsal horn di spinal cord dari modulasi pelepasan
endorfin, enkephalins, dan dynorphins. Secara selektif mengaktifkan serat Aβ
berdiameter besar (terkait sentuhan) secara bersamaan mengaktifkan serat Aδ dan
C berdiameter kecil (terkait nyeri). Aktivitas aferen berdiameter besar yang
diinduksi TENS menghambat transmisi informasi nyeri yang sedang berlangsung
di sumsum tulang belakang. Penghilang rasa sakit ini dicapai selama stimulasi,
dengan membawa "terbatas" lebih ”effect). Sementara itu, TENS
diimplementasikan untuk melepaskan dinorphin, salah satu opioid endogen, dengan
efek analgesik dimediasi melalui reseptor opioid kappa. Secara umum, timbulnya
rasa sakit dimediasi melalui reseptor opioidmungkin lebih lambat daripada
mekanisme nyeri, karena butuh waktu untuk meningkatkan kadar opioid melalui
TENS. Namun, sekali tingkat opioid yang cukup telah dilepaskan, opioid akan terus
bekerja dengan kuat setidaknya selama 30-60 menit, bahkan setelah penghentian
stimulasi (Maeda, et al 2017).
BAB III
LAPORAN KASUS
Nim : 1810306004
B. PEMERIKSAAN OBYETIF
Pemeriksaan vital sing : Kemampuan Fungsional :
1. TD: 130/80 mmHg 1. Tidur/bedrest :
2. HR : 80 x/menit 2.Jalan Sendiri
3. Suhu : - 3. Kursi Roda
4. RR : 18 x/menit 4. Alat Bantu :
5. Skor Nyeri: 5. Prothese :
6. Berat Badan : 59 kg 6. Deformitas :
7. Tinggi Badan : 166 cm 7. Resiko Jatuh:
8. Lain-lain : deker
1. PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Musculosceletal
Inspeksi :
- Statis: kondisi umum pasien tampak baik, tampak lutut kiri sedikit lebih besar
daripada sebelah kanan.
- Dinamic: pola jalan pasien terlihat normal
Palpasi: Suhu lokal teraba sama antara lutut kiri dan kanan, spasme pada m.
quadriceps kiri
2. PENGUKURAN KHUSUS
a. Musculoskeletal
1. Pengukuran nyeri dengan VAS
Jenis nyeri Nilai VAS
Nyeri diam 0 cm
Nyeri tekan 3,1 cm
Nyeri gerak 3,5 cm
b. Pasif
Knee joint sinistra Knee joint dextra
S = 0o-0o-140o S = 0o-0o-140o
3. Pengukuran Antropometri
Sinistra
4. MMT
1 Jongkok ke berdiri
a. Nyeri 3
b. Kesulitan
5
c. Ketergantungan
5
2 Jalan 15 meter
a. Nyeri 2
b. Kesulitan
2
c. Ketergantungan
1
a. Nyeri 3
b. Kesulitan
4
c. Ketergantungan
2
Keterangan :
2 : nyeri ringan
3 : nyeri sedang
4 : sangat nyeri
overweight Degeneratif
varus
kerusakan rawan sendi
Meningkatnya
ketebalan dan sklerosis
dari lempeng tulang
osteofit
peradangan
immobilisasi
Nyeri
Muscle Hypomobility
kekakuan sendi
2. Functional Limitation
- kesulitan untuk berdiri lama
- kesulitan untuk memulai beraktifitas
- kesulitan untuk berjalan jauh
3. Participation Restriction
- Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari
E. PROGRAM FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot pasien dengan cara latiahan
Quadricep isometric, mengurangi spasme otot quadriceps
2. Tujuan Jangka Panjang
Meningkatkan kemampuan aktifitas sehari-hari
F. INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Infra red
Tujuan : untuk mengurangi spasme otot dan nyeri.
Posisi px : tidur terlentang.
Posisi FT’s : berada di samping px.
Pelaksanaa : Siapkan alat, pastikan tidak ada kontra indikasi dari modalitas
IR. Bebaskan area yang akan di terapi dari pakaian. Aplikasikan IR tegak lurus
dengan otot yang mengalami spasme (m. quadriceps dan m. tensor fascia latae)
dengan jarak 45-60 cm dengan waktu 15 menit dan intensitas mild heating.
Setelah selesai, matikan dan rapikan alat.
2. TENS
Tujuan : untuk mengurangi nyeri.
Posisi px : tidur terlentang.
Posisi FT’s : berada di samping px
Pelaksanaa : Siapkan alat, tempatkan pad electrode pada pes anserinus dan
lateral traktus illiotibial. Atur alat, pilih TENS dengan frekuensi 100 Hz, dengan
waktu 15 menit. Kemudian atur intensitas sesuai toleransi px. Setelah selesai,
lepas pad electrode dan rapikan alat.
g. EVALUASI DAN EDUKASI
Edukasi
a. Pasien dianjurkan untuk menggunakan knee decker saat melakuan aktifitas yang
melibatkan sendi lutut yang bertujuan untuk stabilisasi lutut.
b. Pasien dianjurkan agar mengurangi aktifitas yang melibatkan pembebanan pada
lutut
c. Pasein dianjurkan untuk melakukan latihan yang telah di ajarkan fisioterapis,
Quadriceps isometric
d. Pasien dianjurkan untuk melakukan olahraga seperti berenang.
Evaluasi
Pengukuran Pengukuran Lingkup Gerak MMT
Nyeri VAS WOMEC Sendi
Jumlah : 37 (sedang)
NIP / NIK :
Catatan :
I Kt. Agus Indra Adhiputra. OSTEOARTRITIS. DALAM RANGKA MENJALANI
KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
WHO. World Health Organization. 2008. Obesity and Overweight.
http//www.who.int/mediante/fa ctsheet/f5311/en. 26 Agustus 2013 (15:31).
Tes Spesifik Musculoskeletal Disorder, Djohan Aras, Hasnia Ahmad, Andy Ahmad.
2014.
Huang et al. 2017. Effects of quadriceps functional exercise with isometric contraction
in the treatment of knee osteoarthritis. International Journal of Rheumatic
Diseases