Bab I Makalah Oa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada seorang lansia kemungkinan terjadi masalah kesehatan sangatlah rentan
karena dengan bertambahnya usia maka terjadi penurunan fungsi struktur tubuh dan
juga daya tahan yang menyebabkan timbulnya gangguan penyakit. Salah satu jenis
penyakit degeneratif yang banyak menyerang yaitu osteoatritis lutut (Irfan & Gahara,
2006). Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi. Penyebab tersering pada penyebab disabilitas jangka
panjang pada pasien dengan usia lebih daripada 65 tahun (Adhiputra, 2017).
Osteoartritis, terutama osteoartritis lutut, adalah bentuk penyakit yang paling umum.
Ini sangat berdampak pada kesehatan lansia di seluruh dunia dalam membatasi aktivitas
dan fungsi fisik mereka (Murphy dan Helmick, 2012). Penyakit ini menyebabkan nyeri
dan disabilitas pada penderita sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi penyakit
sendi secara nasional sebesar 30,3% dan prevalensi berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan adalah 14%. Menurut provinsi, prevalensi penyakit sendi tertinggi dijumpai
di Provinsi Papua Barat (28,8%) dan terendah di Sulawesi Barat (7,5%). Cakupan
diagnosis penyakit sendi oleh tenaga kesehatan di setiap provinsi umumnya sekitar 50%
dari seluruh kasus yang ditemukan. Prevalensi penyakit sendi menurut jenis kelamin di
Indonesia cenderung lebih tinggi pada perempuan. Prevalensi osteoarthritis lutut di
Indonesia, mencapai 5% pada usia 61 tahun. Di Indonesia osteoartritis lutut
prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita (Dinkes, RI,
2007).
Salah satu faktor resiko dari osteoarthritis lutut adalah obesitas atau kegemukan
dan orang yang mengalami obesitas rentan terhadap terjadinya osteoarthritis lutut bila
terjadi cedera pada lutut akibat menopang berat badan yang berlebih. Obesitas adalah
dimana kondisi tubuh dalam keadaan gizi lebih dari zat-zat makronutrien (karbohidrat,
protein, dan lemak). Pola makan yang tidak teratur, serta di dukung dengan aktifitas
yang kurang membuat asupan makanan yang dimakan mengendap dalam tubuh tanpa
pembakaran penuh. Itu adalah salah satu penyebab terjadinya obesitas. Obesitas saat ini
disebut sebagai the New World Syndrome, angka kejadiannya terus meningkat dimana-
mana. Di seluruh dunia, kini dilaporkan ada lebih dari satu miliar orang dewasa dengan
berat badan lebih (gemuk), dan paling sedikit ada 300 juta orang yang masuk kategori
obesitas (BMI di atas 30), Banyak penyakit dapat dikaitkan dengan obesitas, misalnya
Diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung koroner, osteoarthritis, stroke, bahkan
beberapa penyakit kanker. Biasanya obesitas timbul karena jumlah kalori yang masuk
melalui makanan lebih banyak daripada kalori yang dibakar (WHO, 2008).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian osteoarthritis?
2. Apa saja anatomi osteoarthritis?
3. Apa saja etiologi osteoarthritis?
4. Apa saja patofisiologi osteoarthritis?
5. Apa saja tanda dan gejala osteoarthritis?
6. Apa saja faktor resiko osteoarthritis?
7. Apa saja diagnosis fisioterapi pada osteoarthritis?
8. Apa saja klasifikasi pada osteoarthritis?
9. Apa saja Pemeriksaan Khusus osteoarthritis?
10. Apa saja alat ukur untuk Osteoarthritis?
11. Bagaimana penatalaksanaan fisioterai pada kasus osteoarthritis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian osteoarthritis?
2. Untuk mengetahui anatomi osteoarthritis?
3. Untuk mengetahui etiologi osteoarthritis?
4. Untuk mengetahui patofisiologi osteoarthritis?
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala osteoarthritis?
6. Untuk mengetahui faktor resiko osteoarthritis?
7. Untuk mengetahui diagnosis fisioterapi pada osteoarthritis?
8. Untuk mengetahui klasifikasi pada osteoarthritis?
9. Untuk mengetahui Pemeriksaan Khusus osteoarthritis?
10. Untuk mengetahui alat ukur untuk Osteoarthritis?
11. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterai pada kasus osteoarthritis?

D. Manfaat
Untuk menambah pengetahuan terutama pada kasus musculoskeletal dan
menambah ilmu pengetahuan tentang penaganan terhadap kasus musculoskeletal
osteoarthritis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Osteoarthritits
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi (Adhiputra, 2017).
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyaline sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhano steofit pada tepian sendi, meregangnya kapsul asendi, timbulnya
peradangan, dan melemah nya otot–otot yang menghubungkan sendi (Kapoor. 2011).
Osteoartritis adalah masalah reumatologis kedua yang paling umum dan
merupakan penyakit sendi yang paling sering dengan prevalensi 22% hingga 39% di
India. OA lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria, tetapi prevalensi meningkat
secara dramatis seiring bertambahnya usia. Hampir 45% wanita di atas usia 65 tahun
memiliki gejala, sementara bukti radiologis ditemukan pada 70% dari mereka yang
berusia di atas 65 tahun. OA lutut adalah penyebab utama gangguan mobilitas, terutama
di kalangan wanita. OA diperkirakan menjadi penyebab ke 10 dari beban nonfatal.
(Chandra Prakash Pal. 2016).

B. Anatomi Lutut
Anatomi Sendi Lutut atau Articulatio genu merupakan Articulation bicondylaris
yang berfunsi sebagai sendi pivot-engsel dan memiliki dua sumbu gerak. Sumbu
transversa yang digunakan dalam gerakan ekstensi dan fleksi terbentang antara dua
Condylus femoris. Sumbu longitudinal yang digunakan dalam gerakan rotasi terletak
eksentrik dan tegak melalui Tuberculum intercondylare mediale (Paulsen & Waschke,
2010).
Bagian-bagian utama dari articulatio genu adalah tulang, ligamentum, tendon,
kartilago, dan kapsula sendiyang terbentuk dari kolagen. Kolagen adalah jaringan
fibrosus yang ada diseluruh tubuh kita. Semakin kita mertambah usia, jumlah kolagen
semakin menurun. Sendi pada lutut bisa diklasifikasikan dalam bentuk fungsional atau
struktural. Klasifikasi fungsional berdasarkan gerakan, dapat dikategorikan menjadi
sinartrosis (tidak dapat digerakkan), amfiartrosis (sedikit dapat digerakkan) dan
diartrosis (bebas digerakkan). Klasifikasi struktural dapat dikategorikan menjadi
sinovial, fibrosus dan kartilagineus. Sendi synovial yang normal memberikan jumlah
gerakan yang signifikan berhubungan dengan permukaannya yang sangat halus. Sendi-
sendi ini disusun dari kartilago artikular, tulang subkondral, membrane sinovial, cairan
sinovialdan kapsula sendi (Muscolino, 2017).

Pada ujung tulang yang meyentuh tulang lainnya dibungkus dengan kartilago
artikular. Kartilago ini berwarna putih, halus, jaringan pengikat fibrosus yang
membungkus ujung tulang untuk melindungi tulang dari gerakan sendi. Kartilago ini
juga membuat tulang bergerak lebih bebas terhadap satu samalain. Kartilago artikular
terdapat di ujung akhir dari os femur atau tulang paha, ujung atas os tibia atau tulang
kering dan di belakang os patella atau tempurung lutut. Diantara lutut terdapat
meniscus, bantalan berbentuk cakram yang bekerja sebagai penyerap goncangan
(Muscolino, 2015).

Beban pada tulang kita dilindungi oleh kartilago artikular, yang tipis, kuat,
fleksibel, permukaan licin yang dilumasi oleh cairan sinovial. Cairan ini kental dan
lengket yang berfungsi untuk melenturkan sendi dibawah tekanantanpa membuat
cedera. Cairan sinovial terbentuk dari ultrafiltrasi serum olehsel-sel yang membentuk
membran sinovial. Sel sinovial juga membuat asam hyaluronat (HA) yang merupakan
glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan merupakan komponen utama pada cairan
sinovial. Cairan sinovial memberikan nutrisi ke kartilago artikular dan juga memenuhi
kebutuhan viskositas untuk menyerap goncangan dari gerakan lambat, dan kebutuhan
elasisitas dari gerakan cepat (Muscolino, 2017).

C. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibagi menjadi dua, yaitu OA primer dan OA
sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yang mana penyebabnya tidak
diketahui dan tidak ada hubunganya dengan penyakit sistemik, inflamasi ataupun
perubahan lokal pada sendi, sedangkan OA sekunder merupakan OA yang ditengarai
oleh faktor-faktor seperti penggunaan sendi yang berlebihan dalam aktifitas kerja,
olahraga berat, adanya cedera sebelumnya, penyakit sistemik, inflamasi. OA primer
lebih banyak ditemukan dari pada OA sekunder (Davey, 2006).

D. Patofisiologi
Pada awalnya proses metabolisme sendi, sintesa kolagen dan jaringan lunak di
sekitar sendi berjalan normal. Namun perubahan pada kartilago sendi dapat terjadi
sejalan dengan penambahan usia antara lain gangguan mikro sirkulasi, penurunan
kandungan air, pengurangan kekuatan daya regang dan kekakuan kolagen,
pengurangan panjang rantai glikosa-minoglikans dan fragmentasi mata rantai
glikoprotein. Ada empat tahapan kerusakan rawan sendi yang saling tumpang tindih,
yaitu:
1. Tahap awal, terjadi penurunan kadar proteoglikan sedang kolagen masih normal.
Meskipun kadar proteoglikan berkurang, justru sintesa awal sel rawan meningkat.
Hal ini terlihat dari meningkatnya aktivitas dari mitosis sel rawan yang bertambah.
Hal ini membuktikan bahwa sel rawan berperan dalam menjaga keseimbangan
antara aktivitas produksi dengan aktivitas destruksi yang diperankan oleh enzim
tadi yang dalam keadaan normal aktivitasnya rendah, jadi proteoglikan yang
menururn tadi karena destrksinya melebihi produksi, penurunan ini menimbulkan
rawan sendi menjadi lunak secara lokal. Warna matrik menjadi kekuningan
kemudian timbul retakan dan terbentuknya celah (Irfan & Gahara, 2006).
2. Tahap ke dua, celah semakin dalam, tetapi belum sampai ke perbatasan daerah
subkondral, jumlah sel rawan ini mulai menurun begitu juga kadar kolagen (Irfan
& Gahara, 2006).
3. Tahap ke tiga, celah tadi akan semakin dalam sampai daerah subkondral, kista dapat
menjadi sangat besar dan pecah sehingga permukaan menjadi tidak teratur (Irfan &
Gahara, 2006).
4. Tahap ke empat, serpihan rawan sendi yang terapung dalam cairan sendi akan di
fagosit sel-sel membran synovial dan terjadilah reaksi radang. Selanjutnya
kondrosit mati, proteoglikans dan kolagen tidak di produksi lagi dan matrik
memucat (Irfan & Gahara, 2006).
Osteoathritis pada sendi lutut sering menimbulkan perubahan pada tulang rawan
sendi, bahkan seluruh jaringan sekitar sendi, sehingga sendi menjadi tebal, hiperplastis
dan hipertropi, secara klinis sendi mengalami deformitas. Tulang rawan hialin memiliki
fungsi sebagai shock-absorber dan kegagalan fungsinya dapat memperberat kerja
tulang rawan. Pada awal proses patolgi kemungkinan terjadi gangguan aktivitas
metabolisme dan pada proses lanjutan fungsi kondrosit mengalami kegagalan dan
aktivitasnya menurun. Keadaan ini menyebabkan kekurangan Proteoglikan, dimana
akan terjadi kekakuan yang mudah merobek tulang rawan hialin karena tekanan
mekanis. Permukaan kolagen menjadi kasar dan berpartikel, yang akan pulih setelah
diserap oleh jaringan sinovial. Dapat pula terjadi penimbunan kristal (calsium
pyrophospatte dan hydroxyapatite) diantara persendian. Kedua faktor diatas dapat
menimbulkan reaksi radang (Irfan & Gahara, 2006).
Tulang subkhondral aktivitasnya juga abnormal, dengan bertambahnya
kepadatan tulang dan timbulnya sejumlah sel baru. Maka bentuk tulang baru (osteofit)
pada tepian sendi dapat menghambat gerakan sendi. Menurut Dandy 1993,
“Microfraktur dapat terjadi di mana penyembuhannya dalam bentuk kalus yang
membuat tulang lebih keras, lebih padat dan kurang lentur. Cairan sendi dapat masuk
kedalam celah-celah tulang dan bisa membentuk kiste subkondral”. Bila penyakit
berlanjut sendi lebih tidak teratur dengan penyempitan permukaan sendi, adanya
osteofit, instabilitas dan deformitas (Irfan & Gahara, 2006).
Hubungan terbentuknya osteofit dengan proses degenerasi rawan sendi pada
osteoatritis tidak seluruhnya dapat di terangkan. Meskipun merupakan gambaran
radiologis klasik osteoatritis, tetapi bukan karakteristik, karena osteofit juga bisa di
temukan karena proses usia tanpa di sertai kerusakan rawan sendi. Proses terbentuknya
osteofit:
1. Osteofit terjadi sebagai akibat proliferasi pembuluh darah pada tempat di mana
rawan sendi berdegenerasi (Irfan & Gahara, 2006).
2. Osteofit tumbuh karena kongesti vena yang di sebabkan perubahan sinusoid
sumsum yang tetekan oleh krista subkondral (Irfan & Gahara, 2006).
3. Osteofit tumbuh karena rangsangan serpihan rawan sendi yang menimbulkan
sinofitis. Hal ini akan menimbulkan osteofit pada tepi sendi atau tempat perlekatan
tendon atau ligamen dengan tulang. Bila osteoathritis berjalan lambat, osteofit dapat
tumbuh sangat besar, sebaliknya bila osteoatritis berjalan cepat, osteofit yang
berbentuk kecil atau tidak berbentuk sama sekali (Irfan & Gahara, 2006).

E. Tanda dan gejala


Keluhan osteoartritis yang paling sering dirasakan yaitu nyeri sendi, terutama
saat sendi bergerak atau menanggung beban, dan akan berkurang saat istirahat.
Seringkali penderita merasakan nyeri pada sendi asimetris yang meningkat secara
bertahap selama beberapa tahun. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi
kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular. Pada tahap awal, nyeri hanya
terlokalisasi pada bagian tertentu, tetapi bila berlanjut, nyeri akan dirasakan pada
seluruh sendi yang terkena OA. Nyeri ini seringkali disertai bengkak, penurunan ruang
gerak sendi, dan abnormalitas mekanis.
Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan pembentukan osteofit,
permukaan sendi yang tidak rata akibat kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme
dan kontraktur otot periartikular.
Kekakuan sendi juga dapat ditemukan pada penderita OA setelah sendi tidak
digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan ini akan hilang setelah
sendi digerakkan. Kekakuan yang terjadi pada pagi hari biasanya berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Selain itu, juga didapatkan pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi
sendi, dan krepitasi. Pada OA lutut, gejala spesifik yang dapat timbul adalah keluhan
instabilitas pada waktu naik turun tangga.

F. Faktor Resiko
Penyebab pasti dari OA tidak diketahui namun berdasarkan sejumlah penelitian
diketahui penyebabnya multifaktorial. Faktor risiko utama pada OA ialah usia, jenis
kelamin perempuan, obesitas, aktivitas fisik, faktor genetik, ras, trauma sendi, dan
chondrocalcinosis. Kurang bergerak, obesitas dan penyakit metabolisme seperti
diabetes dapat memperparah OA. Osteoartritis juga lebih sering terjadi pada kelompok
perempuan usia peri-menopause yang memiliki kadar estrogen rendah, berat badan
berlebih, dan masih aktif bekerja (Soeryadi et al. 2017).

1. Diagnosis
Diagnosis OA pada lutut menggunakan kriteria klasifikasi dari American College
of Rheumatology yaitu sebagai berikut:
Klinis Klinis dan radiografi Laboratorium dan klinis

1. usia> 50 tahun 1. usia> 50 tahun; 1.usia> 50 tahun

2. kekakuan <30 mnt 2. kekakuan <30 mnt; 2. kaku pagi hari <30 mnt

3. crepitus 3. krepitus. 3. Crepitus

4. Nyeri tekan 4. nyeri tekan

5. pembesaran tulang 5. pembesaran tulang

6.Tidak panas pada 6. Tidak panas pada


perabaan perabaan

7. laju sedimentasi eritrosit


(ESR) <40 mm / jam;

8. faktor rheumatoid (RF)


<1: 40;

9. tanda-tanda cairan
sinovial OA.

Menurut Fadli (2017) mengatakan bahwa pada umumnya pasien OA mengatakan


bahwa keluhan–keluhannya sudah berlansung lama, tetapi berkurang secara perlahan-
lahan. berikut keluhan yang di jumpai pada pasien OA:
1. Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan kkeluhan utama.nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan berkurang dengan istirahat. pada penderita OA biasanya mengalami
nyeri pada gerakan tertentu dan dapat bertambah berat sampai sendi hanya bisa
goyangkan dan menjadi kontraktur, dan dapat membatasi kesegala arah gerakan
maupun salah satu gerakan. (Soeroso, 2009).
Penelitian dengan menggunakan MRI, dapat dilihat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis),efusi sendi (Felson,
2008). Osteofit juga merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovascular menembus bagian dasar tulang hingga ke
kartilago menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Hal ini dapat menimbulkan
nyeri (Felson. 2008)
2. Keterbatasan gerak sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya nyeri (Seoroso, 2009).
3. Kekakuan
Pada beberapa pasien, nyeri dan kaku dapat timbul setelah immobilitas, seperti
duduk dikursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun
tidur. seiring berjalannya waktu kekakuan ini akan terasa menetap dan progresif
(Seoroso, 2009).
4. Pembesaran sendi (Deformitas)
Terjadi deformitas karena adanya kontraktur kapsular atau instabilitas sendi. perlu
di ingatkan bahwa deformitas mungkin terjadi sebelum kondisi tersebut dan bahkan
yang menjadi faktor resiko untuk kejadian osteoarthritis pada pasien tertentu. pasien
biasanya menunjukan bahwa salah satu sendinya secara perlahan membesar
(Seoroso, 2009).
5. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA
pergelangan kaki, tumit, lutut, atau panggul berkembang menjaadi pincang.
gangguan berjalan dan gangguan fungsi yang lain merupakan ancaman yang besar
untuk kemandirian pasien OA yang lansia (Seoroso, 2009).
J. Pemeriksaan Khusus
a. Ballotement Test
Untuk mengetahui apakah ada cairan pada lutut. Ressesus patellaris
dikosongkan dengan menekan menggunakan dua tangan, sementara jari-jari tangan
lainnya menekan patella kebawah. Bila banyak cairan dalam lutut maka patella akan
terangkat.
b. Krepistasi Test
Bertujuan untuk mengetahui adanya keruskan pada tulang rawan. Krepitasi
ditandainya dengan adanya suara yang dihasilkan selama pergerakan lutut.
Krepitasi ini diakibatkan oleh gesekan yang dihasilkan oleh kedua permukaan
katrilago yang telah kasar akibat erosi selama gerakan sendi. Krepitasi dapat
diperiksa dengan meminta pasien untuk menggerakan tungkai bawah atau meminta
pasien untuk bangun dari tempat duduk dan duduk dari posisi berdiri dengan
pemeriksa melakukan palpasi di bagian lutut.
c. Apley’s Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memprovokasi nyeri akibat tear meniscus.
Test ini mempunyai dua jenis test yaitu 1) test rotas kompresi postif apabila nyeri
dengan atau apprehension ketka rotasi diaplikasikan dibawah kompresi. Dan yang
kedua test rotasi distraksi, positif apabila nyeri dirasakan berkurang saat distraksi
dilakukan (Djohan, Hasnia & Arisandy, 2014).
d. Anterior Drawer Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai integritas dari ligament cruciatum
anterior. Test positif apabila ekskursi anterior tibia bertambah disertai dengan
hilangnya resistensi normal dari ligament cruciatum anterior. Translasi os tibia ke
anterior normalnya kurang lebih 6 mm. Apabila ligament cruciatum anterior
mengalami tear maka translasi os tibia mencapai 15 mm atau lebih (Djohan, Hasnia
& Arisandy, 2014).
e. Knee Valgus Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai integritas dari ligament collateral
medial (LCM) knee dan mengindikasikan laksiti atau tear pada ligament collateral
medial. Test positif apabila terdapat nyeri pada bagian medial knee dan/atau terjadi
peningkatan valgus movement dibanding dengan knee yang satunya (Djohan,
Hasnia & Arisandy, 2014).
f. Knee Varus Test
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai ligament collateral lateral (LCL)
knee dan mengindikasikan laksiti atau tear pada ligament collateral lateral. Test
positif apabila nyeri dirasakan pada bagian laterak knee dan/atau terjadi
peningkatan varus movement disbanding dengan knee yag satunya (Djohan, Hasnia
& Arisandy, 2014).
K. Klasifikasi
Klasifikasi Menurut Kellgren dan Lawrence osteoartritis dalam pemeriksaan
radiologis diklasifikasikan sebagai berikut:
Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda OA pada radiologis.
Grade 1: Ragu-ragu, tanpa osteofit.
Grade 2: Ringan, osteofit yang pasti, tidak terdapat ruang antar sendi.
Grade 3: Sedang, osteofit sedang, terdapat ruang antar sendi yang cukup besar.
Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat ruang antar sendi yang lebar dengan
sklerosis pada tulang subkondral.

L. Alat ukur
a. Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis Index (WOMEC)
Womec digunakan untuk mengevaluasi efek pengobatan terhadap nyeri dan
kesulitas dalam beraktivitas sehari-hari. Pasien disuruh mengisi quisioner tentang status
selama 48 jam sebelumnya. skor untuk 0 tidak ada kesulitan, 1 seikit, 2sedang, 3 berat,4
sangat berat. kemudian skor di totalin dan di hitung (Huang et al. 2017).

Nyeri Berjalan 0 1 2 3 4

Naik dan turun tangga 0 1 2 3 4

Tidur pada malam hari 0 1 2 3 4

Duduk dan berbaring 0 1 2 3 4


Berdiri 0 1 2 3 4

Kekakuan Kekakuan saat bangun tidur 0 1 2 3 4

Kekakuan saat istirahat 0 1 2 3 4

Aktifitas 1. Menaiki tangga 0 1 2 3 4

2. Turun tangga 0 1 2 3 4

3. Berdiri dari duduk 0 1 2 3 4

4. Berdiri 0 1 2 3 4

5. Membungkuk ke depan 0 1 2 3 4

6. berjalan di tempat yang datar 0 1 2 3 4

7. masuk dan keluar mobil 0 1 2 3 4

8. Berbelanja 0 1 2 3 4

9. Memakai kaos kaki 0 1 2 3 4

10. bangun dari tempat tidur 0 1 2 3 4

11. melepas kaos kaki 0 1 2 3 4

12. berbaring di tempat tidur 0 1 2 3 4

13. masuk dan keluar dari kamar mandi 0 1 2 3 4

14. duduk 0 1 2 3 4

15. keluar dan masuk toilet 0 1 2 3 4

16. melakukan pekerjaan rumah yang berat 0 1 2 3 4

17. melakukan pekerjaan rumah yang 0 1 2 3 4


ringan
Hasil dari penilaian skala WOMAC dapat diinterpretasikan sesuai dengan
jumlah skor yang telah didapatkan, hasil inteprestasi skala WOMAC dapat dilihat pada
tabel berikut:
Jenis pemeriksaan Total skor Keterangan

Nyeri 0 Minimum

20 Maksimum

Kekakuan 0 Minimum

8 Maksimum

Fungsi fisik 0 Keterangan

68 Minimum

Total 96 Maksimum Skor

Total skor WOMAC Interprestasi

0 – 24 Ringan

24 – 48 Sedang

48 – 72 Berat

72 – 96 Sangat berat

b. Visual Analoc Scale


VAS adalah suatu instrumen yang digunakan untuk menilai intensitas nyeri
dengan menggunakan sebuah tabel garis 10 cm dengan pembacaan skala 0–100 mm
(Huang et al. 2017).

M. Penatalaksanaan Fisioterapi
a. Ultrasound
Terapi ultrasound untuk kasus osteoartritis knee joint mampu meningkatkan
perbaikan dari kartilago artikular dengan cara pembentukan kartilago hialin, dan
membantu meregenerasi jaringan di lokasi yang mengalami peradangan.
Gelombang ultrasonik juga mampu menghilangkan jaringan ikat fibrosa yang
terkondensasi dan menunda perkembangan osteoartritis dini lutut (Yegin, Altan &
Aksoy, 2017). Mumtaz dan Shah (2018) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
menerapkan ultrasound menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam
mengurangi nyeri pada lutut, penurunan pada kekakuan sendi dan meningkatkan
aktivitas fisik pasien.
b. TENS (Transcutaneous electrical nerve stimulation)
Menurut Felson dan Schaible (2009) mengatakan bahwa TENS menghasilkan
penghambatan presinaptik pada dorsal horn di spinal cord dari modulasi pelepasan
endorfin, enkephalins, dan dynorphins. Secara selektif mengaktifkan serat Aβ
berdiameter besar (terkait sentuhan) secara bersamaan mengaktifkan serat Aδ dan
C berdiameter kecil (terkait nyeri). Aktivitas aferen berdiameter besar yang
diinduksi TENS menghambat transmisi informasi nyeri yang sedang berlangsung
di sumsum tulang belakang. Penghilang rasa sakit ini dicapai selama stimulasi,
dengan membawa "terbatas" lebih ”effect). Sementara itu, TENS
diimplementasikan untuk melepaskan dinorphin, salah satu opioid endogen, dengan
efek analgesik dimediasi melalui reseptor opioid kappa. Secara umum, timbulnya
rasa sakit dimediasi melalui reseptor opioidmungkin lebih lambat daripada
mekanisme nyeri, karena butuh waktu untuk meningkatkan kadar opioid melalui
TENS. Namun, sekali tingkat opioid yang cukup telah dilepaskan, opioid akan terus
bekerja dengan kuat setidaknya selama 30-60 menit, bahkan setelah penghentian
stimulasi (Maeda, et al 2017).
BAB III

LAPORAN KASUS

LAPORAN STATUS KLINIS FISIOTERAPI

PRODI PROFESI FISIOTERAPI

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA

Nama Mahasiswa : Rullyana Rizky Ulfani

Nim : 1810306004

Lahan RS : RSUD Panembahan Senopati Bantul

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Tn. R
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Bantulan, Kauman RT. 06
II. Data Medis Rumah Sakit
Diagnosis : Osteoarthritis knee sinistra
Laboratorium : -
Catatan Klinis : -
III. SEGI FISIOTERAPI
A. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien mengeluhkan sakit didaerah lutut bagian kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mulai merasakan sakit didaerah lutut bagian kiri sejak setahun yang lalu.
Nyeri saat berjalan, dari posisi duduk keberdiri, posisi jongkok, dan naik turun
tangga. Nyeri muncul dipagi hari ketika menekuk lutut, dari pangkal paha
kebetis terasa kaku. Kemudian pasien berobat ke dokter ortopedi selama 2
bulan, setelah itu pasien dirujuk ke Fisioterapi dan sudah terapi selama 1 bulan,
sudah menjalani terapi sebanyak 9 kali dan mengalami penurunan nyeri
sebanyak 50 %.
Riwayat penyakit dahulu dan penyerta : Kolesterol

B. PEMERIKSAAN OBYETIF
Pemeriksaan vital sing : Kemampuan Fungsional :
1. TD: 130/80 mmHg 1. Tidur/bedrest :
2. HR : 80 x/menit 2.Jalan Sendiri
3. Suhu : - 3. Kursi Roda
4. RR : 18 x/menit 4. Alat Bantu :
5. Skor Nyeri: 5. Prothese :
6. Berat Badan : 59 kg 6. Deformitas :
7. Tinggi Badan : 166 cm 7. Resiko Jatuh:
8. Lain-lain : deker

1. PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Musculosceletal
Inspeksi :
- Statis: kondisi umum pasien tampak baik, tampak lutut kiri sedikit lebih besar
daripada sebelah kanan.
- Dinamic: pola jalan pasien terlihat normal
Palpasi: Suhu lokal teraba sama antara lutut kiri dan kanan, spasme pada m.
quadriceps kiri

Pemeriksaan Fungsi Gerak dasar:

- Aktif : Fleksi = nyeri, Full ROM


Esktensi = tidak Nyeri, Full ROM
- Pasif : Fleksi = nyeri, Full ROM
Ekstensi = tidak nyeri, Full ROM
- Isometrik Melawan Tahanan: pasien mampu melawan tahan dan timbul nyeri
Test Spesifik

- Ballotement test (+)


- Krepitasi (+)
- Anterior Drawer test (-)
- Posterior Drawer test (-)
- Vagus test (-)
- Varus test (-)

b. Kardiopuloman : tidak dilakukan


c. Neuromuscular : tidak dilakukan
d. Integument : tidak dilakukan

2. PENGUKURAN KHUSUS
a. Musculoskeletal
1. Pengukuran nyeri dengan VAS
Jenis nyeri Nilai VAS
Nyeri diam 0 cm
Nyeri tekan 3,1 cm
Nyeri gerak 3,5 cm

2. Pengukuran LGS dengan goniometer


a. Aktif
Knee joint sinistra Knee joint dextra
o o o
S = 0 -0 -135 S = 0o-0o-135o

b. Pasif
Knee joint sinistra Knee joint dextra
S = 0o-0o-140o S = 0o-0o-140o

3. Pengukuran Antropometri
Sinistra

4. MMT

5. Pengukuran kemampuan fungsional dengan skala jette


SKALA JETTE
No Aktivitas yang dinilai Nilai

1 Jongkok ke berdiri

a. Nyeri 3
b. Kesulitan
5
c. Ketergantungan
5

2 Jalan 15 meter

a. Nyeri 2
b. Kesulitan
2
c. Ketergantungan
1

3 Naik tangga tiga trap

a. Nyeri 3
b. Kesulitan
4
c. Ketergantungan
2

Keterangan :

a. Nyeri, skor nyeri saat beraktifitas terdiri atas :


1 : tidak nyeri

2 : nyeri ringan

3 : nyeri sedang

4 : sangat nyeri

b. Kesulitan, skor kesulitan dalam beraktifitas terdiri atas :


1. : sangat mudah
2. : agak mudah
3. : tidak mudah tetapi tidak juga sulit
4. : agak sulit
5. : sangat sulit
c. Ketergantungan, skor ketergantungan dalam beraktivitas terdiri dari :
1. : tanpa bantuan
2. : butuh bantuan alat
3. : butuh bantuan orang
4. : butuh bantuan alat dan orang
5. : tidak dapat melakukan aktifitas
d. Kardiopulmonal : Tidak dilakukan
e. Neuromuskuler : Tidak dilakukan
f. Integumen : Tidak dilakukan
C. UNDERLAYING PROCCES

overweight Degeneratif

varus
kerusakan rawan sendi

Erosi dan frakmantasi rawan sendi

Meningkatnya
ketebalan dan sklerosis
dari lempeng tulang

osteofit

peradangan

immobilisasi
Nyeri

Muscle Hypomobility
kekakuan sendi

tighness weakness Penurunan ADL

WOMEC - Koreksi postur


- Joint mobilisasi
- Isometric quadriceps
- Tens
- Ultrasound
-
D. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
1. Impairment (Body Structure & Body Function)
- Adanya nyeri akibat adanya inflamasi dan osteofit akibat osteoarthritis
- Adanya krepitasi akibat gesekan tulang rawan
- Adanya nyeri mengakibatkan spasme otot quadriceps.

2. Functional Limitation
- kesulitan untuk berdiri lama
- kesulitan untuk memulai beraktifitas
- kesulitan untuk berjalan jauh

3. Participation Restriction
- Pasien mengalami keterbatasan dalam melakukan aktifitas sehari-hari

E. PROGRAM FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Pendek
Mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot pasien dengan cara latiahan
Quadricep isometric, mengurangi spasme otot quadriceps
2. Tujuan Jangka Panjang
Meningkatkan kemampuan aktifitas sehari-hari
F. INTERVENSI FISIOTERAPI
1. Infra red
Tujuan : untuk mengurangi spasme otot dan nyeri.
Posisi px : tidur terlentang.
Posisi FT’s : berada di samping px.
Pelaksanaa : Siapkan alat, pastikan tidak ada kontra indikasi dari modalitas
IR. Bebaskan area yang akan di terapi dari pakaian. Aplikasikan IR tegak lurus
dengan otot yang mengalami spasme (m. quadriceps dan m. tensor fascia latae)
dengan jarak 45-60 cm dengan waktu 15 menit dan intensitas mild heating.
Setelah selesai, matikan dan rapikan alat.

2. TENS
Tujuan : untuk mengurangi nyeri.
Posisi px : tidur terlentang.
Posisi FT’s : berada di samping px
Pelaksanaa : Siapkan alat, tempatkan pad electrode pada pes anserinus dan
lateral traktus illiotibial. Atur alat, pilih TENS dengan frekuensi 100 Hz, dengan
waktu 15 menit. Kemudian atur intensitas sesuai toleransi px. Setelah selesai,
lepas pad electrode dan rapikan alat.
g. EVALUASI DAN EDUKASI
Edukasi
a. Pasien dianjurkan untuk menggunakan knee decker saat melakuan aktifitas yang
melibatkan sendi lutut yang bertujuan untuk stabilisasi lutut.
b. Pasien dianjurkan agar mengurangi aktifitas yang melibatkan pembebanan pada
lutut
c. Pasein dianjurkan untuk melakukan latihan yang telah di ajarkan fisioterapis,
Quadriceps isometric
d. Pasien dianjurkan untuk melakukan olahraga seperti berenang.
Evaluasi
Pengukuran Pengukuran Lingkup Gerak MMT
Nyeri VAS WOMEC Sendi

Diam : 0 Nyeri : 7 S: 00-00-1200 Flexi hip : 4

Tekan : 1 Kekakuan : 3 Extensi hip : 4

Gerak : 4 Fungsi Fisik : 27

Jumlah : 37 (sedang)

Jakarta, April 2019


Clinical Educator

NIP / NIK :
Catatan :
I Kt. Agus Indra Adhiputra. OSTEOARTRITIS. DALAM RANGKA MENJALANI
KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2017
Depkes RI. 2007. Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas). Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
WHO. World Health Organization. 2008. Obesity and Overweight.
http//www.who.int/mediante/fa ctsheet/f5311/en. 26 Agustus 2013 (15:31).

Chandra Prakash Pal, Pulkesh Singh, Sanjay Chaturvedi, Kaushal Kumar


Pruthi, and Ashok Vij. 2016. Epidemiology of knee osteoarthritis in India and
related factors. Indian Journal of Orthopeadic.
Kapoor, M. et al. (2011). Role of Pro-inflammatory Cytokines in Pathophysiology of
Osteoarthritis. Nat. Rev. Rheumatol. 7, 33–42

BEDA PENGARUH PENAMBAHAN LONG AXIS OSCILLATED TRACTION PADA


INTERVENSI MWD DAN TENS TERHADAP PENGURANGAN RASA NYERI PADA
CAPSULLAR PATTERN AKIBAT OSTEOATRITIS LUTUT M.Irfan, Rizka Gahara Fisioterapi
Universitas INDONUSA Esa Unggul, Jakarta.2006
Soeryadi et al. 2017. Gambaran Faktor Risiko Penderita Osteoartritis Lutut di Instalasi
Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari –Juni
2017. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 5, Nomor 2
Yegin T, Altan L, Aksoy MK. (2017). The Effect of Therapeutic Ultra-sound on Pain
and Physical Function in Patients with Knee Osteoarthritis. Ultrasound Med Biol.
Vol 43, No. 1 Hal: 187-194.

Tes Spesifik Musculoskeletal Disorder, Djohan Aras, Hasnia Ahmad, Andy Ahmad.
2014.

Huang et al. 2017. Effects of quadriceps functional exercise with isometric contraction
in the treatment of knee osteoarthritis. International Journal of Rheumatic
Diseases

Anda mungkin juga menyukai