Makalah Osteoarthritis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling umum
dijumpai secara global. Diketahui bahwa OA diderita oleh 151 juta jiwa di seluruh dunia
dan mencapai 24 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2004). Data kunjungan di
poliklinik rematologi. Insidennya pada usia kurang dari 20 tahun hanya sekitar 10% dan
meningkat menjadi lebih dari 80% pada usia diatas 55 tahun (Isbagio, 2006).
Nyeri merupakan gejala utama pada osteoartritis yang dimediasi oleh berbagai faktor.
Terdapat tidaknya sinovitis merupakan prediktor independen dari rasa nyeri pada
osteoartritis. Nyeri merupakan hasil interaksi antara inflamasi dan berbagai faktor seperti
keparahan penyakit secara radiologis, persarafan artikular, sensitisasi perifer dan sentral
serta faktor psikologis. Kontribusi inflamasi terhadap nyeri pada osteoartritis bervariasi dari
waktu ke waktu dan antara pasien satu dengan pasien lainnya (Kertia, 2005b).
Penilaian derajat nyeri untuk pasien lansia dengan kemampuan kognitif yang masih
utuh dapat mempergunakan faces of pain scales yang memperlihatkan serial ekspresi wajah
sehingga memungkinkan pasien untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan derajat
nyeri yang sedang diderita. Cara lain yang juga baik adaah dengan menggunakan visual
alogue scale (Isbagio, 2003c).
Sampai saat ini masih belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan 0A hingga
runtas. Pengobatan yang diberikan dokter dalam penatalaksanaan OA umumnya ditujukan
terhadap dua haJ, yaitu mengatasi gejala dan memperbaiki aktivitas sehari-hari (symptom-
difying effect) serta pencegahan dan perbaikan kerusakan stur rawan sendi (structure-difing
effect).
Rekomendasi yang diberikan para ahli dalam penanganan OA meliputi terapi
farmakologis dan terapi non-farmakologis (seperti penurunan berat badan, olahraga,
edukasi). Obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan salah satu terapi farmakologis
yang paling sering digunakan untuk mengatasi nyeri dan peradangan yang terjadi pada
pasien OA. Namun, penggunaan obat-obatan tersebut sering kali memberikan efek samping
yang cukup serius, seperti perdarahan saluran cerna, erosi lambung, hingga kerusakan hati
dan ginjal. Beratnya efek samping yang ditimbulkan karena penggunaan jangka panjang
OAINS ini membuat para ahli terus mencari altematif terapi OA yang efektif dan aman.
Penggunaan obat bahan alam untuk mengobati penyakit sudah ribuan tahun diterapkan
oleh rnasyarakat luas, baik di Indonesia maupun di negara lain. Jamu atau obat tradisional

1
Indonesia merupakan warisan turun-temurun sehingga memiliki kekhasan tersendiri
dibanding obat tradisional asing yang lain.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, adapun rumusan masalah yang akan
diterapkan sebagai berikut :
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan Osteoarthritis?
1.2.2 Bagaimana patofisiologi dari Osteoarthritis?
1.2.3 Bagaimana formula obat tradisional sebagai pengobatan terhadap
Osteoarthritis?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, antara lain sebagai berikut :
1.3.1 Mengetahui formula jamu untuk osteoarthritis yang terbukti secara ilmiah
aman dan berkhasiat meringankan gejala klinis osteoarthritis genu yang dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat dan pelayanan kesehatan formal

1.4. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini, antara lain sebagai berikut:
1.4.1. Secara keilmuan dapat mengetahui kemampuan efektivitas jamu dala
mengurangi rasa nyeri sendi penderita osteoartritis.
1.4.2. Secara praktis dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan penyakit
osteoartritis di masyarakat dengan cara tradisional

2
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Osteoarthritis

2.1.1 Definisi
Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis
tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan (Koentjoro, 2010).
Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan
pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago)
adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan
dari sendi. Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain,
sehingga timbul gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi (Nur, 2009).
American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis sebagai
sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala sendi. Penyakit ini
ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru yang
irreguler pada permukaan persendian. Nyeri merupakan gejala khas pada sendi yang
mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri semakin berat bila melakukan aktivitas dengan
penggunaan sendi dan rasa nyeri diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan
penggunaan sendi dan rasa nyeri semakin ringan dengan istirahat (Sumual, 2012).
Kejadian osteoarthritis banyak pada orang yang berusia di atas 45 tahun. Laki-laki di
bawah umur 55 tahun lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita
pada umur yang sama. Namun, setelah umur 55 tahun prevalensi osteoarthritis lebih
banyak wanita dibandingkan pria. Hal ini diduga karena bentuk pinggul wanita yang lebar
dapat menyebabkan tekanan yang menahun pada sendi lutut. Osteoartritis juga sering
ditemukan pada orang yang kelebihan berat badan dan mereka yang pekerjaanya
mengakibatkan tekanan yang berlebihan pada sendi-sendi tubuh (Nur, 2009).

2.1.2 Klasifikasi Osteoarthritis


Pembagian osteoarthritis berdasarkan patogenesisnya dibagi menjadi osteoarthritis
primer yang disebut juga osteoarthritis idiopatik adalah osteoarthritis yang kasusnya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan
lokal pada sendi. Sedangkan osteoarthritis sekunder adalah osteoarthritis yang didasari
oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang

3
lama. osteoarthritis primer lebih sering ditemukan dari pada osteoarthritis sekunder
(Arissa, 2012).

2.1.3 Faktor Risiko Osteoarthritis


Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis lutut antara lain
usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras/etnis, genetik, kebiasaan merokok,
konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus, hipertensi, hiperurisemi,
histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut, kelainan anatomis, kebiasaan bekerja
dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan kebiasaan olahraga (Wahyuningsih, 2009).
Terjadi peningkatan dari angka kejadian osteoarthritis selama atau segera setelah
menopause karena faktor hormon seks (Sheikh, 2013).
Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi tahun
2012, terdapat beberapa faktor risiko yang terdiri dari:

a. Peningkatan usia.
Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata-rata laki yang mendapat
osteoartritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55-64
tahun, sedang wanita 65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65-74 tahun. Presentase
pasien dengan osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso menunjukan bahwa
pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49-54 tahun (16,06%), dan usia 55-60 tahun
meningkat (27,98%) (Arissa, 2012).
b. Obesitas
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja dengan
lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya osteoarthritis. Setiap kilogram
penambahan berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4
kilogram. Dan terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terjadinya
osteoarthritis atau memperparah keadaan steoarthritis lutut (Meisser, 2005)

2.1.4 Patofisiologi Osteoarthritis


Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks tulang rawan sehingga
fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama

4
terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis
dibagi menjadi 3 fase, yaitu sebagai berikut :
a. Fase Pertama
Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme kondrosit
menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang
kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat
protease yang mempengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada
penipisan kartilago.
b. Fase Kedua
Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya
pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
c. Fase Ketiga
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi pada
sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor
alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi balik pada kartilago dan secara langsung memberikan dampak adanya
destruksi pada kartilago. Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO)
juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan artikular
menjadi kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

2.2 Pengobatan Tradisional Osteoarthritis


Sekitar 70% dari jamu di Indonesia menggunakan bahan dasar yang diekstrak dari
rimpang kurkuma seperti kunyit dan temu lawak (Sampuo, 2004). Kunyit (Curcuma
dmestica Val.) adalah tumbuhan asli Asia yang utamanya digunakan untuk mengurangi
peradangan. Di dalam rimpang kunyit terkandung antara lain kurkuminoid sebanyak 3-4%
(terdiri dari kurkumin, desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksi kurkumin), minyak atiri
sebanyak 2-5% (terdiri dari seskuiterpen dan tan fenilpropana), arabinosa, fruktosa, glukosa,
pati, tanin serta mineral yaitu magnesium, mangan, besi, tembaga, kalsium, natrium, kalium,
timbal, seng, kobal, aluminium dan bismut (Sudarsono et a., 1996).
Pada penelitian terdahulu selama 2 tahun (tahun 1998-2000) dengan melakukan analisis
klinis serta pemeriksaan darah dan cairan sinovia penderita osteoartritis, didapatkan bahwa
kombinasi 15 mg kurkuminoid ekstrak rimpang kunyit dan 100 mg minyak atsiri rimpang

5
temulawak diminum 2 kali sehari selama 2 minggu temyata mampu mengimbangi obat
antiinflamasi piroksikam untuk pengobatan pasien berpenyakit osteoarthritis dengan
menurunkan kadar MDA cairan sinovia dan memperbaiki gejala klinis penderita
osteoartritis (Kertia et al., 2002). Keuntungan lain dari kombinasi kurkuminoid ekstak
rimpang kunyit dan minyak atsiri ekstrak rimpang temulawak adalah lebih murah, lebih
efektif dalam memperbaiki keadaan fisik, cenderung memperbaiki fungsi hati, ginjal dan
saluran cerna, sedangkan piroksikam memperburuk fungsinya (Kertia et al., 2000).
Pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan salah satu tanaman obat yang telah
dimanfaatkan sebagai bahan ramuan obat tradisional bilk di Indonesia maupun negara
lainnya. Pegagan mengandung asiaticoside yang berkhasiat sebagai obat. Pegagan banyak
dimanfaatkan sebagai bahan ramuan untuk obat melancarkan peredaran darah, peluruh air
seni, penurun panas, meningkatkan syaraf ingatan, tonik untuk mengutakan tubuh, anti
iflamasi, penurun tekanan darah, obat Iuka, TBC, lepra, mencegah pikun, meningkatkan
ketahanan tumbuh, meregenerasi sel sehingga menghambat penuaan dini.
Rumput bolong juga banyak dipakai di masyarakat Jawa untuk mengurangi gejala nyeri
sendi. Dalam ruput bolong terkandung senyawa kimia berupa asam kersik, asam oksalat,
asam malat, asam akonitat (equisetic acid), asam tanat, kalium, natrium, thiaminase dan
sponin yang memiliki aktivitas anti radang.
Kumis kucing dikenal memiliki sifat farmakologis manis sedikit pahit, sejuk,
antiiflammatory (anti radang), peluruh air seni (diuretic), menghancurkan batu saluran
kencing. Kandungan kimianya terdii atas orthosiphon glikosida, zat samak, minyak atsii,
minyak lemak, saponin, sapofnin, garam kalium, myoinositol.
Jika ramuan dibuat rebusan atau seduhan untuk diminum, rasanya tidak enak, agak
pahit. Oleh sebab itu dalam khasanah ramuan jamu sering ditemukan penambahan beberapa
simplisia yang tidak ada kaitan langsung dengan khasiat tetapi berperan dalam membuat
sediaan lebih dapat diterima oleh konsumen atau pasien dan disebut bahan tambahan, aditif
atau korigen. Adas berperan sebagai korigen, memiliki buah masak bau aromatik, rasa
sedikit manis, pedas, hangat, masuk meridian hati, ginjal, limpa, dan lambung. Adas
mengandung minyak asiri (Oleum Foeniculi) 1-6%, mengandung 50-60% anetol, lebih
kurang 20% fenkon, pinen, limonen, dipenten, felandren, metilchavikol, anisaldehid, asam
anisat, dan 12% minyak lemak.
Di dalam formula jamu untuk OA ini terdapat kombinasi kunyit dan temu lawak.
Kurkuminoid merupakan zat aktif yang terdapat di dalam rimpang kunyit dan temulawak,
yaitu jenis kurkuma yang telah dimanfaatkan masyarakat sebagai bumbu dan komponen

6
jamu. Khasiatnya beraneka ragam sehingga bisa dipergunakan untuk mengobati berbagai
penyakit, termasuk penyakit reumatik. Aktivitas anti-inflamasi kurkumin melalui tiga jalur
yaitu menekan aktivitas enzim sikloksigenase, enzim lipoksigenase dan sebagai pembersih
radikal bebas. Pada formula jamu untuk OA ini juga terdapat rumput bolong, yang mana
terkandung senyawa kimia berupa asam kersik, asam oksalat, asam malat, asam akonitat
(equisetic acid), asam tanat, kalium, natrium, thiaminase dan saponin yang memiliki
aktivitas anti radang. Di dalam formula juga terkandung pegagan yang mengandung
asiaticoside yang berkhasiat melancarkan peredaran darah. Sedangkan meniran berperan
dalam meningkatkan daya tahan tubuh.
Dari segi keamanan Formula rimpang temulawak 15 gram, herba meniran 7 gram,
rimpang kunyit 15 gram, biji adas 3 gram, daun kumis kucing 5 gram, herba rumput
bolong 5 gram terbukti tidak mempengaruhi fungsi hati dan ginjal pada pemakaian 2 bulan
berturut-turut.
Hal yang menarik yaitu terjadi pada perubahan kadar SGOT dan SGPT akibat
pemberian jamu. Pada pemberian jamu setelah hari ke 28 dan 56 sebagian besar subyek
suatu penelitian terdapat penurunan kadar SGOT dan SGPT meskipun secara statistik tidak
bermakna. Suatu penelitian membuktikan bahwa kombinasi kurkuminoid ekstrak rimpang
kunyit dengan minyak atsiri rimpang temu lawak mampu memperbaiki fungsi liver. Pada
formula jamu osteoarthritis mengandung rimpang temulawak dan kunyit. Aktivitas
hepatoprotektor dari kurkumin telah banyak dibuktikan.

7
BAB 3. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Efektivitas Formula
Formula rimpang temulawak 15 gram, herba meniran 7 gram, rimpang kunyit 15
gram, biji adas 3 gram, daun kumis kucing 5 gram, herba rumput bolong 5 gram terbukti
efektif untuk gejala klinis osteoarthritis dengan menurunkan nyeri, meningkatkan
lingkup gerak sendi dan kemampuan fungsional sendi lutut.
2. Pengalaman subjek selama menjalani terapi
Formula rimpang temulawak 15 gram, herba meniran 7 gram, rimpang kunyit 15
gram, biji adas 3 gram, daun kumis kucing 5 gram, herba rumput bolong 5 gram mampu
memberikan perbaikan gejala klinis subjek yaitu pengurangan nyeri sendi, bengkak
sendi, gangguan gerakan dan kesemutan.
3. Keamanan Formula
Formula rimpang temulawak 15 gram, herba meniran 7 gram, rimpang kunyit 15
gram, biji adas 3 gram, daun kumis kucing 5 gram, herba rumput bolong 5 gram terbukti
tidak mempengaruhi fungsi hati dan ginjal pada pemakaian 2 bulan berturut-turut.

DAFTAR PUSTAKA

8
Anon, 1 989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, Departemen Kesehatan RI. Jakarta
Anonim, Farmakope Indonesia Ed IV, Dep Kes RI, 1995
Anonim, 1991, Prosedur Operasional Baku Uji Toksisitas, PPOM, Ditjen POM Jakarta
Anonim I, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Arief M.T.Q. 2004, Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan, CSGF,
Surakarta
Berenbaum, F., 2001, Osteoarthritis: Epidemiology, Pathology and Pathogenesis in Klippel,
J.H (ed) Primer on the Rheumatic Diseases, l2th ed. pp. 285-89. Arthritis Foundation,
Georgia.
Breedveld, F.C., 2004, Osteoarthritis the Impact of a Serious Disease. Rheumatol. 43(Suppl.
1):14-18
Chainani, N., 2003, Safety and Anti-inflamatory Activity of Curcumin: A Component of
Turmeric (Curcuma longa). J Compl Med 9(1):161-68.
Gad S.C. 2002, Drug Safety Evaluation, Wiley-Interscience, New York
Dieppe, P.A., 2000 Towards a Better Understanding of Osteoarthritis of the Knee Joint. Knee
7: 1 35-37.
Felson, D.T., Lawrence, R.C., Dieppe, P.A., 2000a. Osteoarthritis: New Insights. Part l . The
Disease and Its Risk Factors. Ann. Intern. Med. 133 :635-46.
Harrison Principles of Internal Medicine, 2001 . 15 th edition, Mc Grow Hill, New York
Isbagio, H., 2003b, Nyeri pada Penyakit Reumatik ( Pentingnya Pengkajian dan Pengobatan
Awal) dalam Setiyohadi, B., Kasjmir, Y.I. (eds) Naskah Lengkap Temu Ilmiah
Reumatologi, hal. 225. Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FK-UI, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai