Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir: Mohammad Khasan Mochamad Widjanarko
Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir: Mohammad Khasan Mochamad Widjanarko
Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir: Mohammad Khasan Mochamad Widjanarko
1
Mohammad Khasan
Mochamad Widjanarko 2
ancaman tersebut mengakibatkan korban dan secara pasti, hasil wawancara penulis pada
melampaui kemampuan masyarakat untuk tanggal 13 Juli 2010 dengan seorang tokoh
mengatasi dengan sumber daya mereka. masyarakat Desa Setrokalangan menuturkan
bahwa sejak ia lahir di Desa sudah sering
Dijelaskan lagi dalam Undang Undang
terjadi banjir, banjir terjadi tiap tahun sekitar
Nomor 24 Tahun 2007, bencana dapat terjadi
bulan Desember sampai Pebruari. Pada tahun
karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa
2002, banjir terjadi setinggi 1,5 meter.
atau gangguan yang mengancam dan merusak
(hazard) dan kerentanan (vulnerability) Penyebab terjadi banjir menurut informan,
masyarakat, yang dipengaruhi oleh faktor warga Dukuh Karangturi, banjir disebabkan
pemicu dan tingkat keterpaparan dari kejadian bedahnya tanggul di Dukuh Karangturi akibat
tersebut. limpasan air sungai dari sungai Wulan dan
Oleh karena banjir yang terus menerus luapan air dari sungai Spil Way Drainase
terjadi, tentunya masyarakat mempunyai cara (SWD) I yaitu sungai yang di bangun oleh
atau srategi sendiri untuk mengatasi bencana BPSDA Jawa Tengah pada tahun 1983.
banjir. Hal tersebut dikenal dengan nama Dijelaskan pula oleh informan lain, yang
coping, secara teoritis coping merupakan merupakan Ketua Kelompok Tani Sido Makmur
upaya seseorang baik secara kognitif , afektif, Desa Setrokalangan, banjir terjadi lebih
dan perilaku untuk mengelola tuntutan dikarenakan sedimentasi dan penyempitan
eksternal dan internal secara spesifik (Croker, sungai-sungai yang bermuara ke Desa
dkk, 1999) Setrokalangan terutama sungai Wulan dan
SWD I. Lebih lanjut dijelaskan adanya spil way
P r a m a d i ( d a l a m Wa r d a n i , 2 0 0 9 )
Goleng (pintu air yang terletak di dukuh
mengatakan bahwa coping behaviour secara
Karangturi), untuk memulihkan rawa di dukuh
bebas diartikan sebagai suatu perilaku untuk
Karangturi justru mengurangi debit air
menghadapi masalah, tekanan, atau
bendungan Wilalung (Undaan Kudus).
tantangan, selain itu merupakan respon
Pengikisan dan pengurangan kekuatan tanggul
perilaku yang bersifat perilaku psikologis untuk
disebabkan karena adanya kandang-kandang
mengurangi tekanan yang sifatnya dinamis.
ternak di atasnya. (Wawancara tanggal 15 Juli
Perilaku coping juga diartikan sebagai tingkah
2010).
laku dimana individu melakukan interaksi
dengan lingkungan sekitarnya, dengan tujuan Berdasarkan fakta di lapangan, yang telah
menyelesaikan tugas atau masalah. Chaplin diuraikan diatas bahwa di Desa Setrokalangan
(dalam Wardani, 2009). Jika individu dapat sering mengalami banjir yang disebabkan oleh
menggunakan perilaku copingnya dengan baik luapan air dari Sungai Wulan, letak geografis
maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial Desa, dan ulah manusia, masyarakat Desa
dengan baik pula. Setrokalangan sebagian besar tetap bartahan,
untuk dapat bertahan, tentunya muncul
Tak terkecuali di Kabupaten Kudus,
perilaku coping dari masyarakat tersebut dalam
bencana banjir sering terjadi, oleh karena
menghadapi bencana banjir. Hal ini yang
beberapa letak geografis kota Kudus di daerah
yang menjadi DAS (Daerah Aliran Sungai) menarik perhatian penulis untuk meneliti
sehingga berpotensi mengalami banjir. bentuk-bentuk dan bagaimana perilaku coping
pada masyarakat yang mengalami banjir di
Awal mula terjadinya bencana banjir di Desa Setrokalangan Kudus.
Setrokalangan tidak ada yang mengetahui
94
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
95
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
Gambar 1
Skema Perilaku Coping Informan I
Dinamika Perilaku Coping Informan II sekali kejadian banjir, belum lagi jika banjir
Informan menyatakan bahwa jelas kejadian terjadi pada musim panen kerungiannya
banjir di Setrokalangan dulu sebelum tahun mencapai 2-3 kali lipat dibandingkan dengan
1980, sebelum sungai SWD I ada itu memang banjir saat musin padi bersemi.
banjir langganan terjadi berbulan-bulan antar 4 Dari kejadian bencana banjir di
sampai 5 bulan dalam 1 tahun, tapi untuk tahun Setrokalangan yang sudah dijelaskan oleh
1980 sampai sekarang katakanlah banjir tapi Informan II munculah perilaku coping yang
dibitnya kecil dan waktunya juga pendek, dilakukan, untuk menggulanginya informan II
dipertegas lagi dengan pernyataan informan merespon dengan bentuk-bentuk coping dari
bahwa memang lahir Setrokalangan jadi tahu bentuk Problem Focused Coping muncul
persis dan merasakan kondisi banjir saat itu bentuk konfrontatif dengan cara mencari
sampai sekarang. informasi dari luar untuk antisipasi agar lebih
Ancaman yang paling utama menurut siaga, sedangkan untuk keluarga dengan cara
informan II adalah curah hujan yang tinggi baik menaruh barang-barang di meja yang
itu curah hujan dari lereng muria maupun curah ditinggikan, dieroleh dari meja dibalai Desa,
hujan yang diakibatkan karena dampak sungai segala sesuatunya dikerjakan informan secara
Wulan yang mempengaruhi terhadap dibit mandiri, setelah tetangganya selesai beres-
banjir diwilayah Setrokalangan, ditambah lagi beres baru meminta bantuan kepada tetangga
kondisi pendangkalan sungai dan banyaknya sekitar rumah informan, dalam proses perilaku
sampah. coping juga ada tahapan-tahapan tertentu yaitu
menyelamatkan barang-barang elektronik
Sedangkan untuk kerentanan yang
terlebih dahulu seperti TV dan mesin cuci,
disebabkan oleh bencana banjir yaitu lahan
keputuhan pangan, baru setelah itu pakaian.
persawahan yang kerugiannya mencapai 6 juta
96
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
Sedangkan dari aspek Emotion Focused arus banjir jadi bersih, banjir itu kerena
Coping yang muncul dari informan II adalah memang ada beberapa pemicu banjir seperti
adanya rasa khawatir jika air banjir semakin pendangkalan sungai, sampah. Subyek
tinggi dan tanggul jebol, namun informan masih melakukan segala bentuk coping salah satunya
bisa mengontrol diri dan berusaha mengadapi karena memang sudah menjadi tanggung
masalah tersebut. Informan juga sangat yakin jawab informan sebagi perangkat Desa dan
bahwa bancana banjir bukanlah takdir dari sebagai kepala keluarga di rumah, untuk
tuhan tetapi memang ada sebabnya, dan mengatasi rasa jenuh setelah banji pelarianya
banjir bisa dikatakan sebagai sebuah musibah, dengan cara ngobrol-ngobrol bersama
juga sebuah barokah, karena barokahnya masyarakat sambil berkeliling-keliling disekitar
lingkungan jadi bersih, yang awalnya banyak Setrokalangan melihat kondisinya sudah lebih
sampah karena ada banjir sampahnya terbawa baik atau belum.
Gambar 2
Skema Perilaku Coping Informan II
Dinamika Perilaku Coping Informan III Ancaman utama adalah air dari Sungai
Informan III mengetahui bencana banjir di Wulan yang menuju spil way itu paling bahaya,
Setrokalangan sejak informan lahir bahkan ditambah penyebab lainya jika ada hujan lokal
kejadianya lebih parah dari pada yang siang-malam belum lagi jika ada air buangan
sekarang, karena kemajuan jaman sekitar dari sungai-sungai di Muria.
tahun 1982 adanya sungai Spil Way Drainase I Kerentanan karena bencana benjir yang
itu air bisa mengalir dengan lancar, tetapi mulai paling merugikan informan III adalah pada
tahun 1992 terjadi lagi setiap tahun, yang tahun 2002 yaitu pertanian dan ternak
terparah tahun 2002.
97
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
Gambar 3
Skema Perilaku Coping Informan III
98
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
99
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
buruk terhadap orang lain karena jika musibah rumah tangga yang bertanggung jawab pada
itu sudah menjadi kehendak tuhan, manusia keluarganya seperti pada informan I dan III.
hanya bisa menerima dan tidak bisa merubah
Bentuk lari atau menghindar, muncul pada
kehendak tersebut.
ketiga informan semuanya menyatakan
Dari bentuk penerimaan tanggung jawab, dengan cara mengobrol, sangat kuat pada
hasil penelitian menunjukkan tergantung posisi informan III yang merasa sangat nyaman ketika
informan saat terjadi bencana banjir, sudah ngobrol sambil minum kopi di warung
sederhananya setiap individu mempunyai bersama-sama orang lain. Informan I dan II
tanggung jawab ketika menjadi seorang yang juga dengan cara mengobrol tetapi masih ada
berpengaruh di masyarakat seperti sunyek II, rasa kekhawatiran masalah banjir.
tetapi ketika diposisi sebagai masyarakat biasa
Lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel 1
tanggungjawabnya hanya sebagai seorang
tentang intensitas perilaku coping pada ketiga
individu atau kepala keluarga dalam sistem
informan dibawah ini :
Tabel 1
Intensitas Perilaku Coping Pada Ketiga Informan
+ : intensitas lemah
Simpulan dan Saran
- : tidak ada intensitas sama sekali
Simpulan
Dari intensitas yang sudah teridentifikasi
Penulis menyimpulkan bahwa perilaku
dari ketiga informan, cukup jelas bahwa
coping pada masyarakat yang mengalami
masyarakat sudah mempunyai cara
banjir di Desa Setrolakagan Kudus adalah
menanggulangi banjir atau perilaku coping,
sebagai berikut :
masyarakat Desa Setrokalangan hampir
100
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
2. Emotion Focused Coping lebih banyak a. Mempersiapkan diri untuk lebih lama
berorientasi pada bentuk kontrol diri dan lari mengenal informan dan memastikan
atau manghindar. Sedangkan pengalihan, informan terbuka kepada peneliti.
penilaian positif, penerimaan tanggung b. Mempelajari dan memahami tentang
jawab berbeda pada setiap individu dalam bencana, lingkungan, sosial secara
memaknai kejadian bencana banjir dan utuh yang memang ada keterkaitan
posisi individu saat terjadi banjir . dengan ilmu psikologi
101
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
102
Jurnal Psikologi Pitutur
Volume I, No 2, Juni 2011 Perilaku Coping Masyarakat Menghadapi Banjir
103
Jurnal Psikologi Pitutur