TS145393

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Simpang Tak Bersinyal

PKJI 2014, simpang tak bersinyal adalah jenis simpang yang paling banyak

terdapat di daerah perkotaan. Jenis simpang ini cocok untuk di terapkan apabila arus

lalu lintas di jalan minor dan pergerakan membelok relatif kecil, namun kondisi

simpang yang akan diteliti tidak menunjukkan karakteristik tersebut.

3.2. Kondisi Simpang

Hitungan pada pertemuan jalan atau simpang tak bersinyal menggunakan

PKJI 2014 yaitu melakukan analisis terhadap kapasitas, derajat kejenuhan, tundaan

dan peluang antrian.

3.2.1. Kondisi Geometri

PKJI 2014, kondisi geometri digambarkan dalam bentuk sketsa yang

memberikan informasi lebar jalan, batas sisi jalan, lebar bahu, lebar median serta

petunjuk arah untuk setiap lengan simpang, jalan Mayor diberi notasi B dan D

sedangkan jalan Minor diberi notasi A dan C. Notasi ditunjukkan seperti gambar

3.1 dibawah ini:

15
16

Gambar 3.1. Lebar Entry Jalan

3.2.2. Kondisi Lingkungan

PKJI 2014, data kondisi lingkungan yang dibutuhkan dalam perhitungan

kapasitas adalah sebagai berikut:

a. Tipe lingkungan jalan

Tipe lingkungan jalan ditetapkan menjadi tiga yaitu komersil, pemukiman

dan akses terbatas. Pengkategorian tersebut berdasarkan fungsi tata guan lahan

tata guna lahan dan aksebilitas jalan dari aktivitas yang ada disekitar simpang.

Kategori tersebut ditetapkan berdasarkan penilaian teknis dengan kriteria

sebagaimana diuraikan dalam tabel 3.6 halaman 21 .

b. Kriteria hambatan samping

Hambatan samping dikategorikan menjadi tiga yaitu Tinggi, Sedang, dan

Rendah. Masing-masing menunjukkan pengaruh aktivitas samping jalan di

daerah Simpang terhadap arus lalu lintas yang berangkat dari pendekat, misalnya

pejalan kaki berjalan atau menyeberangi jalur, angkutan kota dan Bus berhenti

untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, kendaraan masuk dan keluar

halaman dan tempat parkir di luar jalur. Ketiga kategori tersebut ditetapkan
17

sebagaimana diuraikan dalam tabel 3.7 halaman 21, kemudaian menentukan

faktor koreksi hambatan samping menggunakan tabel 3.8 halaman 21.

c. Klasifikasi ukuran kota

Ukuran kota diklasifikasikan dalam berdasarkan jumlah penduduk yang ada

kota tersebut, ukuran kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

kapasitas, sebagaimana diuraikan dalam tabel 3.5 halaman 20.

3.3. Kapasitas Simpang (C)

PKJI 2014, Kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total

untuk suatu kondisi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar).

Kapasitas dasar (skr/jam) ditentukan oleh tipe simpang. Untuk dapat menentukan

kapasitas harus melalui beberapa tahap maka terlebih dahulu menentukan kapasitas

dasar (C0), faktor koreksi lebar rata-rata pendekat (FLP), faktor koreksi tipe median

(FM), faktor koreksi ukuran kota (FUK), faktor koreksi lingkungan jalan, hambatan

samping, dan kendaraan tak bermotor (FHS) , faktor koreksi rasio arus belok kiri

(FBKi), faktor koreksi rasio belok kanan (FBKa), dan faktor koreksi rasio arus arus

dari jalan minor (FRmi). Kapasitas simpang dihitung menggunakan rumus (3-1).

C = C0 × FLP × FM × FUK × FHS × FBKi × FBKa × FRmi ..................................... (3-1)

3.3.1. Kapasitas dasar (C0)

PKJI 2014, kapasitas dasar ditetapkan secara empiris dari kondisi Simpang

yang ideal yaitu Simpang dengan lebar lajur pendekat rata-rata 2,75 m, tidak ada

median, ukuran kota 1 – 3 Juta jiwa, hambatan samping sedang, rasio belok kiri

10%, rasio belok kanan 10%, rasio arus dari jalan minor 20%, dan arus kendaraan
18

tak bermotor (qKTB) = 0. Penetapan tipe simpang dapat dilihat dalam tabel 3.1 dan

nilai C0 Simpang ditunjukkan dalam Tabel 3.2 dibawah ini.

Tabel 3.1 Penentuan Tipe Simpang


Kode Jumlah lengan Jumlah lajur Jumlah lajur
Tipe Simpang Simpang Jalan Minor Jalan Mayor
322 3 2 2
324 3 2 4
422 4 2 2
424 4 2 4
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 3.2. Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang (C0)


Tipe Simpang C0, skr/jam
322 2700
324 atau 344 3200
422 2900
424 atau 444 3400
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.3.2. Penetapan lebar rata-rata pendekat (LRP)

PKJI 2014, penetapan jumlah lajur perpendekat diuraikan dalam Gambar

3.1. Pertama, harus dihitung lebar rata-rata pendekat jalan Mayor (LRP BD) dan lebar

rata-rata pendekat jalan Minor (LRP AC) yaitu rata-rata lebar pendekat dari setiap

kaki Simpangnya. Berdasarkan lebar rata-rata pendekat, tetapkan jumlah lajur

pendekat sehingga tipe Simpang dapat ditetapkan.

Tabel 3.3. Penetapan Lebar Rata-rata Pendekat (LRP)


Lebar rata-rata pendekat Mayor (B-D) dan Minor (A-C) Jumlah lajur
(untuk kedua arah
𝑑
(𝑏+ ) 2
LRP BD = 2 2 < 5,5 m
LRP BD ≥ 5,5m (ada median pada lengan B ) 4
𝑎 𝑐
( + )
2 2
2
LRP AC = < 5,5 m
2
LRP AC ≥ 5,5 m 4
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)
19

3.3.3. Faktor koreksi lebar pendekat rata-rata (FLP)

PKJI 2014, faktor koreksi lebar pendekat (FLP) ini merupakan faktor koreki

untuk kapasitas dasar sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan. FLP

dapat dihitung dari persamaan dibawah ini atau di peroleh dari Gambar 3.2, yang

besarnya tergantung dari lebar rata-rata pendekat simpang (LRP) yaitu lebar rata-

rata pendekat.

Untuk Tipe Simpang 422: FLP = 0,70 + 0,0866 LRP.................... (3-2)

Untuk Tipe Simpang 424 dan 444: FLP = 0,62 + 0,0740 LRP.................... (3-3)

Untuk Tipe Simpang 422: FLP = 0,73 + 0,0760 LRP.................... (3-4)

Untuk Tipe Simpang 324 atau 344: FLP = 0,70 + 0,0646 LRP.................... (3-5)

Gambar 3.2 Faktor Koreksi Lebar Pendekat (FLP)


Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.3.4. Faktor koreksi median pada jalan mayor (FM)

PKJI 2014, median disebut lebar jika kendaraan ringan dapat berlindung

dalam daerah median tanpa mengganggu arus lalu lintas, sehingga lebar median
20

≥ 3 m. Klasifikasi median berikut faktor koreksi median pada jalan Mayor diperoleh

dalam Tabel 3.4. Koreksi median hanya digunakan untuk jalan Mayor dengan 4

lajur.

Tabel 3.4. Faktor Koreksi Median Jalan Mayor (FM)


Kondisi Simpang Tipe Faktor koreksi (FM)
median
Tidak ada median jalan mayor Tidak ada 1,00
Ada median jalan mayor, lebar < 3 m Sempit 1,05
Ada median jalan mayor, lebar ≥ 3 m Lebar 1,20
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.3.5. Faktor koreksi ukuran kota (FUK)

PKJI 2014, faktor koreksi ukuran kota dipengaruhi oleh besar kecilnya

jumlah penduduk dalam variabel juta, dicantumkan dalam tabel 3.5.

Tabel 3.5. Klasifikasi dan Faktor Koreksi Ukuran Kota (FUK)


Ukuran kota Penduduk (juta) Faktor penyesuaian ukuran kota
Sangat kecil < 0,1 0,82
Kecil 0,1 – 0,5 0,88
Sedang 0,5 – 1,0 0,94
Besar 1,0 – 3,0 1,00
Sangat besar >3,0 1,05
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.3.6. Faktor koreksi lingkungan jalan, kriteria hambatan samping (FHS) dan

rasio kendaraan tak bermotor

PKJI 2014, Pengkategorian tipe lingkungan dan hambatan samping, sesuai

dengan kriteria yang ditetapkan masing-masing pada Tabel 3.6 dan 3.7 yang

keseluruhannya digabungkan menjadi satu nilai termasuk rasio Kendaraan Tak

Bermotor (RKTB), disebut faktor koreksi Hambatan Samping (FHS) ditunjukkan

dalam Tabel 3.8 dibwah ini.


21

Tabel 3.6. Tipe Lingkungan Jalan


Hambatan Samping
Tinggi Arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang
terganggu dan berkurang akibat aktivitas samping jalan di
sepanjang pendekat.

Sedang Arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang sedikit
terganggu dan sedikit berkurang akibat aktivitas samping jalan
di sepanjang pendekat.

Rendah Arus berangkat pada tempat masuk dan keluar Simpang tidak
terganggu dan tidak berkurang oleh hambatan samping.

Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 3.7. Kriteria Hambatan Samping


Tipe Lingkungan Jalan Kritera
Komersial Lahan yang digunakan untuk kepentingan komersial,
misalnya pertokoan, rumah makan, perkantoran, dengan
jalan masuk langsung baik bagi pejalan kaki maupun
kendaraan.

Pemukiman Lahan digunakan untuk tempat tinggal dengan jalan


masuk langsung baik bagi pejalan kaki maupun
kendaraan.

Akses Terbatas Lahan tanpa jalan masuk langsung atau sangat terbatas,
misalnya karena adanya penghalang fisik; akses harus
melalui jalan samping.

Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Tabel 3.8 FHS Sebagai Fungsi dari Tipe Lingkungan Jalan, HS dan RKTB
Tipe Kelas Hambatan Faktor Koreksi Hambatan Samping (FHS)
lingkungan Samping (HS)
RKTB:0,00 0,05 0,03 0,15 0,20 >0,25
jalan
Komersial Tinggi 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70
Sedang 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,71
Rendah 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,71
Pemukiman Tinggi 0,96 0,91 0,87 0,82 0,77 0,72
Sedang 0,97 0,92 0,88 0,83 0,78 0,73
Rendah 0,98 0,93 0,89 0,84 0,79 0,74
Akses Tinggi /Sedang/ 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75
Terbatas Rendah
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)
22

Catatan: Nilai koreksi hambatan samping pada Tabel 3.5 disusun dengan
anggapan bahwa pengaruh KTB terhadap kapasitas dasar adalah sama dengan
pengaruh kendaraan ringan, sehingga ekr KTB=1,0.

3.3.7. Faktor koreksi rasio arus belok kiri (FBKi)

PKJI 2014, untuk menghitung faktor koreksi rasio arus belok kiri (FBKi),

persamaan yang digunakan adalah persamaan (3-6) atau dapat ditentukan melalui

diagram pada gambar 3.3 dibawah ini.

FBKi = 0,84 + 1,61 RBki ................................................................(3-6)

Keterangan:

FBKi = Faktor koreksi arus belok kiri.

RBKi = Rasio belok kiri.

Gambar 3.3 Faktor Koreksi Rasio Arus Belok Kiri (FBki)


Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.3.8. Faktor koreksi rasio arus belok kanan (FBKa)

PKJI 2014, karna simpang yang akan diteliti adalah Simpang empat maka

faktor koreksi rasio arus belok kanan, FBka = 1,0.


23

3.3.9. Faktor koreksi rasio arus jalan minor (Fmi)

PKJI 2014, faktor koreksi rasio arus dari jalan minor (Fmi) dapat ditentukan

menggunakan persamaan-persamaan yang ditabelkan dalam Tabel 3.9. atau

diperoleh secara grafis menggunakan diagram dalam Gambar 3.4. FRmi tergantung

dari rasio dari jalan Minor (RMi) dan tipe Simpang. Agar diperhatikan ketentuan

umum tentang keberlakuan rasio dari jalan Minor (RMi) untuk analisis kapasitas.

Tabel 3.9. Faktor Koreksi Rasio Arus Jalan Minor (Fmi) Dalam Bentuk Persamaan
TS Fmi Rmi
422 1,19 x Rmi2 - 1,19 x Rmi + 1,19 0,1-0,9
424& 16,6 x Rmi 4 – 33,3 x Rmi3 + 25,3 x Rmi2 – 8,6 x Rmi + 1,95 0,1-0,3
444 2
1,11 x Rmi - 1,11 x Rmi+ 1,11 0,3-0,9
322 1,19 x RMI2 - 1,19 x Rmi + 1,19 0,1-0,5
2
-0,595 x Rmi + 0,595 x Rmi + 0,74 0,5-0,9
324 16,6 x RMI4 - 33,3 x RMI3 + 25,3 x Rmi2 – 8,6 x Rmi + 1,95 0,1-0,3
2
& 1,11 x Rmi - 1,11 x Rmi + 1,11 0,3-0,5
344 2 3
-0,555 x Rmi + 0,555 x Rmi +0,69 0,5-0,9
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Gambar 3.4. Faktor Koreksi Rasio Arus Jalan Minor (Fmi)


Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)
24

3.3.10. Batas variasi data empiris

Batas data empiris ini merupakan ketetapan dalam PKJI 2014 yang

digunakan untuk menghitung kapasitas Simpang.

Tabel 3.10. Batas Variasi Data Empiris Kapasitas Simpang


Variabel Rata-rata Minimum Maksimum
LP 5,40 3,50 9,10
RBki 0,17 0,10 0,29
RBka 0,13 0,00 0,26
Rmi 0,38 0,27 0,50
%KR 56 29 75
%KS 3 1 7
%SM 33 19 67
RKTB 0,08 0,01 0,22
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.4. Derajat Kejenuhan (DJ)

Derajat Kejenuhan dapat dihitung menggunakan rumus (PKJI 2014):

DJ = q / C ......................................................................(3-7)

Keterangan:

q : Semua arus lalu lintas yang masuk Simpang dalam satuan skr/jam. q

dihitung menggunakan rumus (3-8).

q = qkend x Fskr .......................................................................(3-8)

Fskr : Faktor skr yg dihitung menggunakan persamaan (3-9).

Fskr = ekrKR x %qKR + ekrKS x %qKS + ekrSM x %qSM ........................(3-9)

ekrKR, ekrKS, ekrSM masing-masing adalah ekr untuk KR, KS, dan SM yang

dapat diperoleh dari Tabel 3.11. qKR, qKS, qSM masing-masing adalah q

untuk KR, KS, dan SM.

C : Kapasitas (skr/jam)
25

Tabel 3.11. Tabel Ekivalen Kendaraan Ringan untuk KS dan SM


Jenis kendaraan ekr
QTOTAL ≥ 1000 skr/jam QTOTAL < 1000 skr/jam
KR 1,0 1,0
KS 1,8 1,3
SM 0,2 0,5
Sumber: Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014

3.5. Tundaan (T)

PKJI 2014, tundaan terjadi karena dua hal, yaitu tundaan lalu lintas (TLL)

dan tundaan geometrik (TG). Tundaan lalu lintas adalah tundaan yang disebabkan

oleh interaksi antara kendaraan dalam arus lalu lintas. Tundaan lalu lintas

dibedakan dari seluruh simpang, dari jalan Mayor saja atau jalan Minor saja. Waktu

Tundaan (T) dihitung menggunakan persamaan (3-10).

Waktu Tundaan dapat dihitung menggunakan rumus (PKJI 2014):

T = TLL + TG ..............................................................................................(3-10)

Keterangan:

TLL = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang

masuk Simpang dari semua arah, dapat dihitung menggunakan

persamaan (3-11) dan (3-12) atau ditentukan dari kurva empiris sebagai

fungsi dari DJ dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Untuk DJ ≤ 0,60: TLL = 2 + 8,2078 DJ – (1 – DJ)2 ....................................... (3-11)

1,0504
Untuk DJ > 0,60: TLL = – (1 - DJ)2 ................................ (3-12)
(0,2742−0,2042 DJ)
26

Gambar 3.5. Tundaan Lalu Lintas Simpang Sebagai Fungsi dari DJ


Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.5.1 Tundaan lalu lintas untuk jalan mayor

Tundaan lalu lintas untuk jalan Mayor (TLLma) adalah tundaan lalu lintas

rata-rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan Mayor,

dapat dihitung menggunakan persamaan (3-13) dan (3-14) atau ditentukan dari

kurva empiris sebagai fungsi dari DJ (Gambar 3.6).

Untuk DJ ≤ 0,60: TLLma = 1,8 + 5,8234 DJ – (1 – DJ)1,8 ............................... (3-13)

1,0503
Untuk DJ > 0,60: TLLma = – (1 - DJ)1,8 ............................... (3-14)
(0,346−0,246𝐷𝐽)
27

Gambar 3.6 Tundaan Lalu Lintas Jalan Mayor Sebagai Fungsi dari DJ
Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

3.5.2 Tundaan lalu lintas untuk jalan minor (TLLmi)

Tundaan lalu lintas untuk jalan minor (TLLmi) adalah tundaan lalu lintas rata-

rata untuk semua kendaraan bermotor yang masuk Simpang dari jalan minor,

ditentukan dari TLL dan TLLma, dihitung menggunakan persamaan (3-15)

qTOT x TLL−qma x TLLma


TLLmi = ............................................................... (3-15)
qmi

Keterangan:

qTOT = arus total yang masuk simpang, skr/jam

qma = arus yang masuk simpang dari jalan mayor, skr/jam

3.5.3. Tundaan geometrik (TG)

PKJI 2014, Tundaan geometrik adalah tundaan yang disebabkan oleh

perlambatan dan percepatan yang terganggu saat kendaraan-kendaraan membelok


28

pada suatu Simpang dan/atau terhenti. Tundaan geometrik rata-rata seluruh

Simpang, dapat diperkirakan menggunakan persamaan (3-16).

Untuk DJ < 1: TG = (1 – DJ) x {6 RB + 3 (1 – RB)} + 4 DJ, (dtk/skr) ........... (3-16)

Untuk DJ ≥ 1: TG = 4 dtk/skr

Keterangan:

TG = Tundaan geometrik, detik/skr

RB = Rasio arus belok terhadap arus total simpang

DJ = Derajat kejenuhan

3.6. Peluang Antrian (PA)

Peluang antrian (PA) dinyatakan dalam rentang kemungkinan (%) dan dapat

ditentukan menggunakan persamaan (3-17) dan (3-18) atau ditentukan

menggunakan Gambar 3.7. PA tergantung dari DJ. Nilai derajat kejenuhan (DJ)

digunakan sebagai salah satu dasar penilaian kinerja lalu lintas simpang.

Batas Atas peluang: PA = 47,71 DJ – 24,68 DJ2 + 56,47 DJ3 .............(3-17)

Batas Bawah peluang: PA = 9,02 DJ + 20,66 DJ2 + 10,49 DJ3 ...............(3-18)

Keterangan:

PA = Peluang antrian

DJ = Derajat Kejenuhan
29

Gambar 3.7 Peluang Antrian Sebagai Fungsi dari DJ


Sumber : Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI 2014)

Anda mungkin juga menyukai