Laporan Pendahuluan Febris

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

FEBRIS

STASE KEPERAWATAN ANAK

DISUSUN OLEH :

NAMA : RACHMATULLAH HUNNISA

NIM : 22300041

Pembimbing Akademik Preceptor Klinik

Ns. Nurwijaya Fitri, M.Kep Ns. Meyna Yulyana, S.Kep

RUANGAN : AL-INSAN

RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH PANGKALPINANG

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG

TAHUN 2022
A. Tinjauan teoritis febris
I. Konsep penyakit
1. Definisi febris

Demam/Fever/Febris, bila suhu tubuh > 37,70C. Ada yang menyebutkan

demam sebagai peningkatan suhu tubuh diatas normal (380‚400C).


Hiperpireksia, bila suhu tubuh > 41,10 C, ada juga yang menyebutkan > 400
C. Subfebris, bila suhu tubuh diatas normal, tapi lebih rendah dari 37,70C
(Zein, 2012).

Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C).
Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke
dalam tubuh. Demam terajadi pada suhu > 37, 2°C, biasanya disebabkan oleh
infeksi (bakteri, virus, jamu atau parasit), penyakit autoimun, keganasan ,
ataupun obat ‚ obatan (Hartini, 2015).

Demam merupakan suatu keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Sebagian besar demam pada
anak merupakan akibat dari perubahan pada pusat panas (termoregulasi) di
hipotalamus. Penyakit ‚ penyakit yang ditandai dengan adanya demam dapat
menyerang sistem tubuh.Selain itu demam mungkin berperan dalam
meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik dalam
membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Wardiyah, 2016).
2. Etiologi febris
Peningkatan suhu tubuh ini disebabkan oleh beredarnya suatu molekul
kecil di dalam tubuh kita yang disebut dengan Pirogen, yaitu zat pencetus
panas. Biasanya penyebab demam sudah bisa diketahui dalam waktu satu atau
dua hari dengan pemeriksaan medis yang terarah.
Demam sering disebabkan karena infeksi. Penyebab demam selain
infeksi juga dapat disebabkan oleh keadaan toksemia, keganasan atau reaksi
terhadap pemakaian obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral
(misalnya perdarahan otak, koma). Pada dasarnya untuk mencapai ketepatan
diagnosis penyebab demam diperlukan antara lain: ketelitian pengambilan
riwayat penyekit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan
penyakit dan evaluasi pemeriksaan laboratorium, serta penunjang lain secara
tepat dan holistic (Nurarif, 2015).
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran.
Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan,
penyakit metabolik maupun penyakit lain. Demam dapat disebabkan karena
kelainan dalam otak sendiri atau zat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi (Guyton
dalam Hhobroni, 2015).
Sedangkan menurut Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal
dalam Thobroni (2015) bahwa etiologi febris,diantaranya

a) Suhu lingkungan.

b) Adanya infeksi

c) Pneumonia.

d) Malaria.

e) Otitis media.

f) Imunisasi
3. Anatomi dan fisiologi febris
Gambar 1 Anatomi Hipotalamus

Hipotalamus merupakan bagian ujung anterior diensefalon dan di


depan nucleus interpedunkularis. Hipotalamus terbagi dalam berbagai inti dan
dareah inti. Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior thalamus. Berfungsi
mengontrol dan mengatur system saraf autonom, Pengaturan diri terhadap
homeostatic, sangat kuat dengan emosi dan dasar pengantaran tulang, Sangat
penting berpengaruh antara system syaraf dan endokrin. Hipotalamus juga
bekerjasama dengan hipofisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan,
mempertahankan pengaturan suhu tubuh melalui peningkatan
vasokonstriksi atau vasodilatasi dan mempengaruhi sekresi hormonal
dengan kelenjar hipofisis. Hipotalamus juga sebagai pusat lapar dan
mengontrol berat badan. Sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku
agresif dan seksual dan pusat respons emosional (rasa malu, marah, depresi,
panic dan takut).
Adapun fungsi dari hipotalamus antara lain adalah:
a. Mengontrol suhu tubuh

b. Mengontrol rasa haus dan pengeluaran urin

c. Mengontrol asupan makananMengontrol sekresi hormon-hormon


hipofisis anterior

d. Menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior

e. Mengontrol kontraksi uterus pengeluaran susu

f. Pusat koordinasi system saraf otonom utama, kemudian mempengaruhi


semua otot polos, otot jantung, sel eksokrin. Berperan dalam pola
perilaku dan emosi Peran hipotalamus adalah pengaturan hipotalamus
terhadap nafsu makan terutama bergantung pada interaksi antara dua
area : area “makan” lateral di anyaman nucleus berkas
prosensefalon medial pada pertemuan dengan serabut
polidohipotalamik, serta “pusat rasa kenyang:' medial di nucleus
vebtromedial. Perangsangan pusat makan membangkitkan perilaku
makan.
4. Manifestasi klinik febris
Menurut Nurarif (2015) tanda dan gejala terjadinya febris adalah:
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,5ºC - 39ºC)

2. Kulit kemerahan

3. Hangat pada sentuhan

4. Peningkatan frekuensi pernapasan

5. Menggigil

6. Dehidrasi

7. Kehilangan nafsu makan

5. Patofisiologi/patoflow febris

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi


dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri

dari permukaan dalam yaitu lipid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam
keadaan normal, memmbran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) serta elektrolit
lainnya kecuali ion kloirda (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam neuron
tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron berlaku
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel,
maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut sebagai potensial
membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini,
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase ynag terdapat pada
permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler
2) Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawia
atau aliran listrik dari sekitarnya.
3) Perubahan patofisiologi dari membran neuron itu sendiri karena
penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan meningkatkan


metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
seorang anak berumur 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan orang dewasa yang hanya mencapai 15%. Oleh karena itu,
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran sel yang mengakibatkan lepasnya aliran listrik.
Lepasnya aliran listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh bagian sel maupun membran sel di sekitarnya dengan bantuan
“neurotransmitter” sehingga terjadilah kejang.Ambang kejang tiap anak
berbeda. Pada anak dengan ambang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
380C, sedang anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
400C atau lebih.
6. Komplikasi febris
i. Dehidrasi : demam ↑ penguapan cairan tubuh

ii. Kejang demam : jarang sekali terjadi (1 dari 30 anak demam). Sering
terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun. Serangan dalam 24 jam
pertama demam dan umumnya sebentar, tidak berulang. Kejang
demam ini juga tidak membahayan otak.

iii. Takikardi, Insufisiensi jantung, Insufisiensi pulmonal

7. Pemeriksaan diagnostic/penunjang febris

Pemeriksaan demam menurut (Zein, 2012),


1) Pemeriksaan radiologis :
thorax, USG upper dan lower abdomen, bila dibutuhkan juga harus
diperiksa CT scan abdomen, pemeriksaan darah lengkap, termasuk kimia
darah, serologi terhadap beberapa seromarker yang ada, serta pemeriksaan
imunologi, seperti ANA test untuk melihat kemungkinan SLE.
2) Pemeriksaan labolatorium
a) Darah dan urine rutin merupakan pemeriksaan dasar untuk penjajakan
demam. Kalau dari darah dan urine rutin sudah dapat menemukan
penyebab demam, maka pemeriksaan lainnya hanya untuk konfirmasi
diagnostik atau untuk melihat kemungkinan komplikasi. Banyak
penyakit infeksi sudah bisa diketahui atau sudah dapat diduga dengan
pemeriksaan darah dan urine rutin dan dikonfirmasi dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang cermat. Pada Tabel 1 beberapa penyakit
infeksi yang umum di Indonesia dengan manifestasi demam dapat
dibedakan dengan pemeriksaan darah rutine dan mengenali jenis
demamnya. Beberapa petunjuk penting pada kasus demam akibat
penyakit infeksi dan non infeksi yang lazim ditemukan pada
pemeriksaan darah rutin antara lain:

a. Anemia sering dijumpai pada malaria, leptospirosis, demam tifoid,


tuberkulosis, infeksi saluran kemih dengan batu (biasanya disertai
dengan hematuria), SLE, ITP, dan malignansi.
b. Leukopenia sering dijumpai pada infeksi virus akut seperti DBD,
chikungunya, demam tifoid, ITP, anemia aplastik.

c. Leukositosis dijumpai pada infeksi bakteri, malaria, leptospirosis,


leukemia (lebih dari 20.000).
d. Trombositopenia dijumpai pada DBD, chikungunya,
leptosopirosis, malaria, ITP, dan anemia aplastik.
e. Hematokrit meningkat pada keadaan dehidrasi seperti pada diare
akut, DBD

f. Limfopenia dijumpai pada infeksi virus akut

g. Limfositosis dijumpai pada infeksi kronik seperti tuberkulosis

h. LED meningkat pada kasus infeksi bakteri, anemia kronik.

i. Eosinofilia lazim ditemukan pada demam dengan invasi parasite


seperti askariasis, trichuriasis, schistosomiasis,
necatoriasis, trichinosis, fascioliasis, gnathostomiasis,
paragonimiasis, Loefler's syndrome dan reaksi alergi

b) Urinalisis harus dilakukan pada urine yang baru ditampung. Proteinuria


ringan bisa dijumpai pada pasien demam dengan berbagai sebab. Proteinuria
juga dijumpai pada keadaan hematuria. Gross hematuria sering dijumpai
pada pasien leptospirosis, malaria berat (Black Water Fever), batu
saluran kemih, DBD, dan kelainan

hemostasis.
c) Pemeriksaan feses, merupakan pemeriksaan sederhana secara mikroskopik,
dapat menemukan berbagai mikroorganisme penyebab demam, seperti
amuba, shigella, berbagai cacing usus, dan berbagai jenis jamur.
Pemeriksaan feses bisa dilanjutkan dengan kultur dan tes sensitivitas serta
PCR. Bila diperlukan kultur feses sesuai dengan mikroorganiosme yang
dicurigai sebagai penyebab.
d) Malaria smear dengan sediaan darah tebal dan tipis harus dilakukan pada
pasien demam yang dicurigai malaria. Pemeriksaan darah malaria

harus diambil dari ujung jari (darah tepi, bukan darah vena). Hapusan
darah tebal dan tipis dibuat dalam satu slide, dan untuk darah tebal,

tidak difiksasi. Pewarnaan Giemsa untuk sediaan darah tepi malaria harus
susuai dengan standard.
e) Rapid Diagnostic Test (RDT) dengan stick saat ini banyak digunakan untuk
mendeteksi berbagai infeksi seperti DBD (NS1, IgM, IgG), Malaria
(falciparum dan vivax), Influenza, Demam tifoid (typhidot), Leptospirosis,
Infeksi HIV.
f) Bacterial smear dapat dilakukan dari urine atau sekret yang diduga sebagai
akibat dari infeksi

g) Tes Antigen saat ini terus berkembang untuk beberapa penyakit infeksi,
seperti NS1 pada DBD
h) Tes Serologik. Berbagai jenis tes serologik terus berkembang saat ini
untuk menegakkan diagnosis penyakit dan berbagai marker penyakit.
Pemeriksaan serologik untuk mendiagnosa penyebab demam
dimintakan sesuai dengan penilaian klinis. Misalnya, ASTO meninggi pada
demam rematik, ANA positip pada SLE, viral marker hepatitis seperti anti
HCV, HbsAg, IgM anti HVA pada hepatitis akut, dan lain- lain.
i) Kultur darah dan sensitivity test harus dimintakan sesuai dengan temuan
dan dugaan klinis. Pengambilan sampel darah untuk kultur setelah
pemberian antibiotik selalu memberikan nilai negatip.

Permintaan kultur jenis bakteri atau jamur tertentu akan lebih terarah dalam
menelusuri etiologi penyebab demam.

j) Kimia Darah, seperti Elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin, LFT,


dan lain-lain tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan kimia
darah ditujukan untuk melihat fungsi organ dan gangguan
metabolik lain akibat penyakit yang mendasari atau akibat
komplikasinya, dan juga untuk menunjang diagnosis penyebab
demamnya. Misalnya, tuberkulosis selalu sebagai komplikasi
diabetes, gangguan fungsi ginjal terjadi pada Weil's
diseases, hiponatremia bisa terjadi pada
k) malaria dan DBD, enzim transaminase selalu meninggi pada DBD,
leptospirosis dan malaria

8. Penatalaksanaan medis/pengobatan febris

Pada keadaan hipepireksia ( demam ≥ 41 °C ) jelas diperlukan


penggunaan obat — obatan antipiretik. Ibuprofen mungkin aman bagi
anak-anak dengan kemungkinan penurunan suhu yang lebih besar dan
lama kerja yang serupa dengan kerja asetaminofin

II. Konsep asuhaan keperawatan febris


Penatalaksanaan keperawatan meliputi
1. Pengkajian

a. Identitas klien Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis


kelamin, nama orang tua, perkerjaan orang tua, alamat, suku, bangsa,
agama.
b. Keluhan utama Klien yang biasanya menderita febris mengeluh suhu
tubuh panas > 37,5 °C, berkeringat, mual/muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya didapatkan peningktan
suhu tubuh diatas 37,5 °C, gejala febris yang biasanya yang kan timbul
menggigil, mual/muntah, berkeringat, nafsu makan berkurang, gelisah,
nyeri otot dan sendi.
d. Riwayat kesehatan dulu Pengakjian yang ditanyakan apabila klien
pernah mengalmi penyakit sebelumnya.
e. Riwayat kesehatan keluarga Penyakit yang pernah di derita oleh
keluarga baik itu penyakit keturunan ataupun penyakit menular,
ataupun penyakit yang sama.
f. Genogram Petunjuk anggota keluarga klien.

g. Riwayat kehamilan dan kelahiran Meliputi :


prenatal, natal, postnatal, serta data pemebrian imunisasi
pada anak.
h. Riwayat sosial Pengkajian terhadap perkembangan dan keadaan
sosial klien
i. Kebutuhan dasar

i. Makanan dan minuman Biasa klien dengan febris mengalami nafsu


makan, dan susuh untuk makan sehingga kekurang asupan nutrisi.
ii. Pola tidur Biasa klien dengan febris mengalami susah untuk tidur
karena klien merasa gelisah dan berkeringat.
iii. Mandi
iv. Eliminasi Eliminasi klien febris biasanya susah untuk buang air
besar dan juga bisa mengakibatkan terjadi konsitensi bab menjadi
cair.

j. Pemeriksaan fisik
i. Kesadaran Biasanya kesadran klien dengan febris 15- 13,
berat badan serta tinggi badan
ii. Tanda — tanda vital Biasa klien dengan febris suhunya > 37,5°C,
nadi > 80 x i Head to toe

1. Kepala dan leher Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau


tidak
2. Kulit, rambut, kuku Turgor kulit (baik-buruk), tidak ada
gangguan / kelainan.

3. Mata Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.


4. Telingga, hidung, tenggorokan dan mulut Bentuk, kebersihan,
fungsi indranya adanya gangguan atau tidak, biasanya pada
klien dengan febris mukosa bibir klien akan kering dan pucat.
5. Thorak dan abdomen Biasa pernafasan cepat dan dalam,
abdomen biasanya nyeri dan ada peningkatan bising usus bising
usus normal pada bayi 3 — 5 x
6. Sistem respirasi Umumnya fungsi pernafasan lebih cepat
dan dalam
7. Sistem kardiovaskuler Pada kasus ini biasanya denyut pada
nadinya meningkat
8. Sistem muskuloskeletal Terjadi gangguan apa tidak.

9. Sistem pernafasan Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang


tertinggal / gerakan nafas dan biasanya kesadarannya gelisah,
apatis atau koma
10. Pemeriksaan tingkat perkembangan
(1) Kemandirian dan bergaul Aktivitas sosial klien Motorik
halus Gerakan yang menggunakan otot halus atau sebagian
anggota tubuh tertentu, yang dipengaruhi oleh kesempatan
untuk belajar dan berlatih. Misalnya :

memindahkan benda dari tangn satu ke yang lain, mencoret


— coret, menggunting

(2) Motorik kasar Gerakan tubuh yang menggunakan otot

— otot besar atau sebagian besar atau seluruh anggota tubuh


yang di pengaruhi oleh kematangan fisik anak contohnya
kemampuan duduk, menendang, berlari, naik turun tangga
( Lerner & Hultsch. 1983)
(3) Kognitif dan bahasa Kemampuan klien untuk berbicara dan
berhitung.

b. Data penunjang Biasanaya dilakukan pemeriksaan labor


urine, feses, darah, dan biasanya leokosit nya > 10.000 (
meningkat ) , sedangkan Hb, Ht menurun. m. Data
pengobatan Biasanya diberikan obat antipiretik untuk
mengurangi shu tubuh klien, seperti ibuprofen, paracetamol
(Yahya, 2018)

2. Diagnosa keperawatan

a. Hipertemi berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme (D.0130)
b. Deficit nutrisi berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolisme (D.0019)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)

d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan


lingkungan (D.0055)

e. Diare berhubungan dengan perubahan air dan makanan (D.0020)

3. Intervensi keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
O. Keperaw
Hasil (SLKI)
atan
(SDKI)

1. Hiperter Termoregulasi Manajemen Hipertermia (I. 15506)


mia b.d (L.14134)
1) Observasi
peningka Setelah di lakukan
Tindakan a) Identifikasi penyebab
tan laju
keperawatan 3 x 2 4 hipertermia (mis.
metaboli
j a m di harapkan Dehidrasi, terpapar
sme
termoregulasi lingkungan panas,
(D.0130)
membaik dengan penggunaan incubator)
kriteria hasil: b) Monitor suhu tubuh

- Menggigil meurun c) Monitor kadar elektrolit

-Kulit merah d) Monitor haluaran urine


menurun e) Monitor komplikasi akibat
-Suhu tubuh hipertemia
membaik 2) Terapeutik
-Suhu kulit membaik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
a)
b) Longgarkan atau lepaskan
pakaian

c) Basahi dan kipasi permukaan


tubuh
b)
d) Berikan cairan oral

e) Ganti linen setiap hari atau lebih


sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)

f) Lakukan pendinginan eksternal


(mis. Seimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)

g) Hindari pemberian antipiretik


atau aspirin

h) Berikan oksigen, jika perlu

3) Edukasi

a) Anjurkan tirah baring

4) Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena, jika perlu

2. Defisit Status nutrisi Manajemen nutrisi (I. 03119)


nutrisi (L.03030)
1) Observasi
b.d Setelah di lakukan
a) Identifikasi status nutrisi
peningka Tindakan
tan b) Identifikasi alergi dan
keperawatan 3 x 2 4
kebutuha intoleransi makanan
jam di harapkan
n status nutrisi c) Identifikasi makanan yang
metaboli membaik dengan disukai
sme(D.0 kriteria hasil :
d) Identifikasi kebutuhan kalori
032)
-Porsi makan yang dan jenis nutrien
dihabiskan
e) Identifikasi perlunya
meningkat
penggunaan selang nasogastric
-Berat badan
f) Monitor asupan makanan
membaik
g) Monitor hasil pemeriksaan
-Indeks Masa Tubuh
laboratorium
meningkat
-Frekuensi makan 2) Terapeutik
membaik
a) Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu

b) Fasilitasi menentukan pedoman


diet (mis. Piramida makanan)

c) Sajikan makanan secara


menarik dan suhu yang sesuai

d) Berikan makanan tinggi kalori


dan tinggi protein

e) Berikan suplemen makanan,


jika perlu

f) Hentikan pemberian
makan melalui
selang nasogastrik
jika asupan oral
dapat ditoleransi
3) Edukasi

a) Anjurkan posisi duduk, jika


mampu

b) Ajarkan diet yang


diprogramkan

4) Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
3. Intoleran Toleransi aktivitas Manajemen energi
si (L.05047)
Observasi
aktivitas Setelah di lakukan
- Identifikasi gangguan fungsi
berhubun Tindakan
tubuh yang mengakibatkan
gan keperawatan 3 x 2 4
kelelahan
dengan jam di harapkan
- Monitor pola dan jam tidur
kelemah toleransi aktivitas
- Monitor kelelahan fisik dan
an meningkta dengan
emosional
(D.0056) kriteria hasil :
Edukasi
- Frekuensi nadi
meningkat - Anjurkan tirah baring

- Saturasi oksigen - Anjurkan melaakukan aktivitas

meningkat secara bertahap

- Keluhan Lelah Terapeutik


menurun warna
- Sediakan lingkungan nyaman dan
kulit membaik
rendah stimulus
- Tekanan darah
- Lakukan Latihan rentang gerak
membaik
pasif dan/atau aktif
- Frekuensi napas
- Berikan aktivitas distraksi yang
membaik
menenenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan asupan
makanan
4. Ganggua Pola tidur (L. 05045) Dukungan tidur
n pola Setelah di lakukan Observasi
tidur Tindakan
- Identifikasi pola aktivitas tidur
berhubun keperawatan 3 x 2 4
gan jam di harapkan - Identifikasi factor pengganggu
dengan polaa tidur membaik tidur
hambata dengan kriteria hasil: - Identifikasi makanan dan
n
- Keluhan sulit tidur minuman yang mengganggu tidur
lingkung
menurun - Identifikasi obat tidur yang
an
- Keluhan sering dikonsumsi
(D.0055)
terjaga menurun
Terapeutik
- Keluhan tidak puas
tidur menurun - Modifikasi lingkungan

- Keluhan pola tidur - Batasi waktu tidur siang, jika

berubah perlu

- Keluhan istirahat - Fasilitasi menghilangkan stress

tidak cukup sebelum tidur

menurun - Tetapkan jadwal tidur rutin

- Kemaapuan - Lakukan prosedur untuk

beraktivitas meningkatkan kenyamanan

meningkat Edukasi

- Jelaskan pentingnya tidur cukup


selaama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waaktu tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
menggangu tidur.
5. Diare Eliminasi fekal Manajemen diare
berhubun (L.04033)
- Identifikasi penyebab diare
gan Setelah di lakukan
- Identifikasi Riwayat pemberian
dengan Tindakan
makanan
perubaha keperawatan 3 x 2 4
n air dan jam di harapkan - Identifikasi gejala invaginasi
makanan elimunasi fekal - Monitor warna, volume, frekuensi
(D.0020) membaik dengan dan konsistensi tinja
kriteria hasil:
- Monitor tanda dan gejala
- Kontrol hypovolemia
pengeluaran feses
- Monitor iritasi dan ulserasi kulit
meningkat
didaerah perineal
- Keluhan defekasi
lama dan sulit - Monitor jumlah pengeluaran urin

menurun Terapeutik
- Nyeri aabdomen
- Berikan asupan cairan oral
menurun
- Anjurkan jalur intravena
- Kram perut
- Berikan cairan intravena
menurun
- Ambil sampel darah untuk
- Konsistensi feses
pemeriksaan darah lengkap dan
membaik
elektrolit
- Frekuensi defekasi
- Ambil sampel feses untuk kultur
membaik
Edukasi

- Anjurkan makanan porsi kecil dan


sering secara bertahap

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat


III. Referensi

Hartini, S., & Pertiwi. (2015). Efektifitas kompres air hangat terhadap
penunrunan suhu tubuh anak demam usia 1 — 3 tahun di SMC RS Telogorejo
Semarang. Http://ejournal.siktestelogorejo.ac.id

M .Thobroni, imam. (2015). Belajar dan Pembelajaran : Teori dan Praktek.


Yogyakarta : Arr-Ruzz Media

Nur, Rohmah Resty P And Agus Sarwo Prayogi, And Eko Suryani,
(2018) Umkmripik Hdoprms Lik`it Uici Ikih Cmoio Cmk`ik @ik``uik
Umomkulik Hmautulik Kyioik Ci Qsuc Znmoik. Skripsi Thesis,
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Http://Eprints.Poltekkesjogja.ac.id/1413/

Nurarif, A.H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 1.
Yogyakarta: Mediaction

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):


Definisi dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):


Definisi dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi


dan Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Yahya, M. Azmi. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien An. Q Dengan Febris
Di Ruang Rawat Inap Anak Rsud Dr. Achmad Mochtar Bukit tinnggi Tahun
.

Anda mungkin juga menyukai