Tugas Uas Metode Geografi Jalan
Tugas Uas Metode Geografi Jalan
Tugas Uas Metode Geografi Jalan
DISUSUN OLEH:
NAMA : HENDRIK FITRA WIJAYA
NIM : 422020001
DOSEN PENGASUH : FEBRIYADI, S.T.
FAKULTAS TEKNIK
PROGAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS ISLAM OGAN KOMERING ILIR
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelasaikan “PERANCANGAN
GEOMETRI JALAN” ini tanpa ada suatu halangan apapun..
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang kita nanti
– nantikan syafaatnya di dunia dan di akhirat.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi
peningkatan karya tulis ilmiah ini.Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
• LATAR BELAKANG..........................................................................
• RUMUSAN MASALAH......................................................................
• TUJUAN...............................................................................................
BAB II METODE
• UMUM.................................................................................................
• PENGERTIAN GEOMETRI JALAN..................................................
• KLASIFIKASI PERENCANAAN.......................................................
• KECEPATAN RENCANA…………………………………………..
• KECEPATAN DI LAPANGAN……………………………………...
• JARAK PANDANG………………………………………………….
• DAERAH BEBAS SAMPING……………………………………….
• MEDIAN……………………………………………………………...
• BAHU JALAN………………………………………………………..
• LEBAR JALUR………………………………………………………
• ALINYEMEN HORIZONTAL………………………………………
BAB III PEMBAHASAN
• PERENCANAAN RUAS JALAN.......................................................
• DATA RHL..........................................................................................
• KONTUR..............................................................................................
BAB IV KESIMPULAN & SARAN
• KESIMPULAN.....................................................................................
• SARAN.................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
• 1. Latar Belakang
Perkembangan era globalisasi diberbagai sektor, misalnya sektor ekonomi,
pendidikan, pariwisata, teknologi yang begitu pesat semenjak tahun 2000 hingga
sekarang dan akan terus berkembang, hal ini mesti didukung dengan transportasi yang
cepat dan nyaman. Untuk memenuhi hal tersebut perlu perencanaan geometrik jalan yang
dititikberatkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari
jalan, yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan sebagai akses
ke berbagai tujuan. Dalam lingkup perencanaan geometrik tidak termasuk perencanaan
tebal perkerasan jalan, walaupun perkerasan merupakan bagian dari perencanaan
geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan. Yang menjadi tujuan dari perencanaan
geometrik adalah menghasilkan infra struktur yang aman , pelayanan lalu lintas yang
efisien, dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan. Suatu jalan
dikatakan baik, jika bisa memberikan rasa aman, nyaman, dan teratur arus lalu lintasnya.
Laju pertumbuhan lalu lintas jalan raya seringkali tidak sesuai dengan pertumbuhan
pemakai jalan raya yang direncanakan. Hal ini menimbulkan berbagai macam masalah
serius jika tidak ditangani dan direncanakan sejak dini. Masalah geometri tikungan
misalnya, perencanaan tikungan yang tidak sejalan dengan pertumbuhan kendaraan, bisa
menimbulkan masalah baru. Untuk mengetahui kelayakan tersebut perlu adanya
peninjauan ulang/observasi untuk mendapatkan data yang diinginkan. Data tersebut
dianalisis untuk mengetahui penyebab kemudian mencari solusinya. Banyaknya geometri
tikungan yang sering kali menyebabkan terjadinya banyak kecelakaan, dikarenakan jarak
pandang, radius tikungan, pelebaran perkerasan di tikungan, kelandaian jalan yang tidak
sesuai.
pedoman dari jasa marga, dan lain sebagainya,maka perlu adanya peninjauan
kembali jalan dengan tikungan-tikungan yang ekstrim. Ruas jalan Bokong Semar –
Ngembes yang ada di Jalan Jogja – Wonosari, Kabupaten Bantul – Gunung Kidul yang
berkarakter daerah pegunungan yang berkelok-kelok sering terjadi kecelakaan di ruas
jalan tersebut, Ibu Nur Hayati dalam wawancaranya mengatakan di beberapa tikungan
yang ada di jalan Bokong Semar – Ngembes sering terjadi kecelakaan. Maka perlu
dilakukan survei dan evaluasi untuk mengetahui penyebab banyaknya kecelakaan
tersebut. Sehingga dengan adanya peninjauan jika terdapat kesalahan dalam geometrik
tikungan, bisa untuk dilakukan evaluasi. Dengan demikian pelayanan jalan dapat
dimaksimalkan.
• 1.3 Tujuan
• Untuk memahami apa itu Ruas Jalan
• Untuk memahami apa itu RHL
• Untuk memahami Kontur
BAB II
METODE
2.1 UMUM
Dalam bab ini akan dibahas tentang hal-hal yang dijadikan landasan untuk
penelitian ini. Sebagai pedoman dan teori agar penelitian mempunyai landasan yang kuat
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga.
Dalam perencanaan jalan ada suatu bagian yang mengtitik beratkan perencanaan
bentuk fisik dari jalan itu sendiri yaitu geometrik, sehingga jalan tersebut dapat
memenuhi fungsinya antara lain memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu
lintas dan menghasilkan infrastruktur yang aman, nyaman dan efisien. Jadi dapat di tarik
kesimpulan untuk peneltian ini pengertian geometri jalan adalah suatu bangun jalan yang
menggambarkan ruang, bentuk atau ukuran jalan yang baik sehingga memberikan
pelayanan yang optimum, aman, nyaman, dan efisien. Adapun pedoman dan teori
perencanaan perhitungan geometri jalan ini menggunakan Direktorat Jenderal Bina
Marga berguna untuk memperlancar penelitian ini.
Volume lalu lintas rencana (VLR), fungsi jalan raya, dan kodisi medan. Merupakan
faktor pada kelas jalan raya untuk penerapan pengendalian dan kriteria perencanaan
geometrik. Volume lalu lintas rencana (VLR) mempunyai peranan yang sangat
penting yaitu menjadi pedoman dalam penentuan standar lebar daerah manfaat jalan,
standar alinyemen, dan standar lainnya. Kelas-kelas standar juga harus mengikuti fungsi
jalan, fungsi jalan dikelompokan menjadi tiga yaitu arteri, kolektor, dan lokal. Standar
kelas yang lebih tinggi ditunjukan untuk fungsi jalan yang lebih tinggi pula,
sedangkan untuk kondisi medan berperan dalam pengendalian dan kriteria
perencanaan, semakin curam topografi maka tingkat perencanaan geometrik yang
berkurang dapat diterima. Untuk medan
pegunungan kelas standar nya mempunyai lebar lajur yang sama, untuk klasifikasi
perencanaan berdasarkan faktor-faktornya dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Klasifikasi Perencanaan Jalan
Vr adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai dasar
perencanaan geometri jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak dengan
aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas
yang lenggang, dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti. Batasan kecepatan jalan-
jalan perkotaan haruslah sesuai dengan tipe dan kelas jalan yang bengsangkutan bisa
dilihat pada Tabel 3.2.
SMS =
∑ (3.1)
Keterangan:
t1 =
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pada saat
mengemudi mengemudi sedemikian rupa, sehingga jika pengemudi melihat suatu
halanagn yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan suatu (antisipasi) untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman. Menurut ketentuan Bina Marga jarak
pandang terdiri dari Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului
(Jd).
Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan
didepan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi jarak pandang henti. Untuk
menghitung Jarak Pandang Henti dapat menggunakan persamaan 3.2.
= ⁄ ) (3.2)
( )xt+(
Keterangan:
Jht = Jarak tanggap yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi melihat suatu
halangan sampai saat pengemudi melihat suatu halangan sampai saat
pengemudi menginjak rem.
Jhr = Jarak pengereman yang diperlukan untuk menghentikan kendaraan sejak
pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
V = Kecepatan rencana (km/jam)
Berikut Tabel 3.3 yang dapat digunakan untuk mengetahui jarak pandang henti
minimum.
Vr (km/jam) 80 70 60 50
JPH minimum (m) 120 105 75 55
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (1990)
d4 = * d2 (3.8)
Keterangan:
d2 = Jarak yang di tempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula.
d3 = Jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang dari arah
berlawanan setelah proses mendahului selesai (m)
d4 = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan.
Vr = Kecepatan rencana (km/jam)
t1 = Waktu tanggap (2,5 detik)
(2,26-2,36km/jam/detik)
Jarak Pandang Mendahului memiliki standar dan minimum yang ditetapkan oleh
Direktorat Jendral Bina Marga, standar dan minimum Jarak Pandang Minimum
dinyatakan dalam Tabel 3.4.
Vr (km/jam) 80 60 50 40 30 20
JPM Total (m) 550 350 250 200 150 100
JPM minimum (m) 350 250 200 150 100 70
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga (1990)
JPH < Lt
E ̊
= R * (1 – cos
E ̊
= (R * (1 – cos
) ) + ( ̊
) (3.10)
Keterangan:
2.8 MEDIAN
Median merupakan ruang yang disediakan pada bagian tengah daerah manfaat jalan
untuk membagi jalur lalu lintas mengikuti arah nya dan menjamin ruang bebas samping
pada jalur. Jalan raya yang memiliki 4 lajur atau lebih harus memiliki median, adapun
median mempunyai fungsi yaitu untuk memisahkan dua jurusan arus lalu lintas demi
keamanan dan kenyamanan pengemudi dengan demikian guna membatasi belokan supaya
arus lalu lintas lancar. Lebar Minimum Median dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Lebar Minimum Median
Bahu jalan adalah bagian tepi jalan yang dipergunakan sebagai tempat untuk
kendaraan yang mengalami kerusakan berhenti atau digunakan oleh kendaraan darurat
seperti ambulans, pemadam kebakaran, polisi yang sedang menuju tempat yang
memerlukan bantuan kedaruratan dikala jalan sedang mengalami tingkat macet yang
tinggi. Jalan lalu lintas hendaknya dilengkapi dengan bahu jalan, bila jalur lintas telah
dilengkapi dengan median, jalur pemisah atau jalur parkir makan bahu jalan tidak
diperlukan lagi. Bahun jalan sebaiknya diperkeras, bahu yang tidak diperkeras
dipertimbangkan apabila ada pertimbangan ekonomi. Berdasarkan nilai klasifikasi
jalan Direktorat Jenderal Bina Marga memiliki lebar minimum Bahu Jalan yang dapat
dilihat pada Tabel 3.6.
Lebar Lajur merupakan jalan yang dilewati lalu-lintas, tetapi tidak termasuk bahu
jalan. Lajur menjadi salah satu pertimbangan keselamatan kecelakaan dengan adanya
pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15 % per meter pelebaran
(nilai yang besar mengacu pada jalan kecil/sempit), lajur pendakian pada kelanjdaian
yang curam mengurangi tingkat kecelakaan 25-30 %, lajur menyalip (lajur tambahan
untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat kecelakaan 15-20 %. Untuk lebar
lajur berbagai klasifikasi perencnaan sebaiknya sesuai dengan Tabel 3.7.
2.11.1 Umum
Tampak atas yang menggambarkan jalan secara horizontal yang merupakan garis
proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus pada bidang peta, jalan yang dimaksud adalah
gabungan bentuk jalan lurus dan lengkung (belokan) sesuai dengan arah mata angin. Pada
bagian lurus secara geometrik tidak ada masalah, sedangkan yang perlu mendapat
perhatian dalah pada bagian lengkung, karena stabilitas gerakan kendaraan di daerah
lengkung mengalami gangguan seperti adanya gaya sentrifugal akibat gerakan
membelok. Yang perlu mendapat perhatian pada daerah lengkung adalah kecepatan
rencana, jari-jari lengkung, jenis dan panjang kurva, super elevasi dan pelebaran jalur.
Dalam perencanaan alinyemen horizontal akan ditemui dua jenis bagian jalan yaitu
bagian jalan yang lurus dan bagian jalan yang lengkung atau umumnya disebut tikungan
yang terdiri dari tiga jenis tikungan. Tiga jenis tikungan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lingkaran Penuh (Full Circle = FC)
Panjang pada bagian lurus yang harus ditempuh dalam waktu ≤ 2,5 menit (sesuai Vr), dengan
mempertimbangkan keselamatan pengemudi yang diakibatkan karena kelelahan. Adapun
panjang bagian lurus maksimum dinyatakan pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Panjang Bagian Lurus Maksimum
Gambar 3.3 Tikungan Gabungan Searah dengan Sisipan Bagian Lurus Minimum Sepanjang
20 Meter.
Sumber: Hedarsin, 2000)
Gambar 3.4 Tikungan Gabungan Searah dengan Sisipan Bagian Lengkung
Clothodite (Sumber: Hedarsin, 2000)
Gambar 3.5 Tikungan Gabungan Balik Arah dengan Sisipan Bagian Lurus
Minimum Sepanjang 20 Meter. (Sumber: Hedarsin, 2000)
Gambar 3.6 Tikungan Gabungan Balik Arah dengan Sisipan Bagian Lengkung
Clothodite (Sumber:Hedarsi , 2000)
1. Full Circle (FC) adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu lingkaran
saja, tikungan ini merupakan tikungan berbentuk busur lingkaran secara penuh.
Tikungan FC hanya digunakan untuk jari-jari tikungan yang besar agar tidak
terjadi patahan. Karena dengan jari-jari yang kecil maka diperlukan superelevasi yang
besar. Tikungan Full Circle dinyatakan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Tikungan Full Circle (FC)
(Sumber: Hedarsin, 2000)
Keterangan:
Ec = Tc dan Δ (3.11.b)
Lc = (3.11.c)
Yc = (3.12.f) P =
K = Xc – Rc sin ϴs (3.12.h)
– Rc (3.12.j)
3. Spiral-Spiral (SS) adalah tikungan yang terdiri atas dua lengkung spiral, jenis
lengkung pada tikungan Spiral-Spiral mempunyai sudut tangen (∆) yang sangat
besar. Pada lengkung ini tidak dijumpai adanya busur lingkaran sehingga titik SC
berhimpit dengan titik CS. Berikut bentuk lengkung Spiral- Spiral serta penjelasannya
dapat dilihat pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Tikungan Spiral-Spiral (SS)
(Sumber: Hedarsin, 2000)
Keterangan:
ϴs = Δ (3.13.a)
Rmin = (3.14)
Keterangan:
Vr (Km/jam) 100 90 80 70 60 50 40 30
Fmax 0,12 0,13 0,14 0,14 0,15 0,16 0,17 0,17
Rmin (m) 435 335 250 195 135 90 55 30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2004)
2.11.6 Superelevasi
Vr (Km/jam) 80 60 50 40 30 20
Rc min 3500 2000 1300 800 500 200
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, (1990)
Berikut adalah metoda pencapaian superelevasi pada tikungan pada tikungan FC,
SCS, dan SS. Digambarkan pada Gambar 3.10, Gambar 3.11, dan Gambar 3.12.
Alinyemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang
ditinjau, berupa profil memanjang. Kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (
turunan ) sering ditemui pada perencanaan vertikal, sehingga terdapat kombinasi berupa
lengkung cembung dan lengkung cekung. Ada pula kelandaian = 0 (datar) yang ditemui
dalam perencanaannya.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui oleh route jalan
rencana. Kondisi topografi saja berpengaruh pada perencanaan alinyemen horizontal,
tetapi juga mempengaruhi perencanaan alinyemen vertikal. Dibawah ini adalah hal- hal
yang dapat diperhatikan dalam perencanaan alinyemen vertiikal yaitu sebagai berikut:
1. Alinyemen vertikal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung ;
2. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian lurus berupa landai positif (tanjakan),
atau landai negatif (turunan), atau lurus landai nol (datar). Bagian lengkung vertikal
dapt berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.
3. Kemungkinan pelaksanaan pembangunan secara bertahap harus
dipertimbangkan, misalnya peningkatan perkerasan, penambahan lajur, dan dapat
dilaksanakan dengan biayayang efisien. Sekalipun demikian, perubahan alinyemen
vertikal dimasa yang akan datang sebaiknya dihindarkan.
Vr (Km/jam) 80 60 50 40 30 20
Kelandaian Maksimum (%) 4 5 6 7 8 9
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, (1990)
gn = (3.15)
Keterangan:
gn = Kelandaian tangen
2. Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukaan jalan. Lengkung vertikal cekung dapat dilihat
pada Gambar 3.14.
Keterangan untuk Gambar 3.13 dan Gambar 3.14 adalah sebagai berikut: Lv
= Panjang lengkung vertikal
g1 = Kelandaian tangen jalan naik (%)
Lv =D x (3.16)
Keterangan:
Standar panjang minimum lengkung vertikal tertera pada Tabel 3.12 sesuai
dengan kecepatan rencana.
Kecepatan Rencana
(Km/jam) 80 60 50 40 30 20
Standar Panjang
Minimum Lengkung 70 50 40 35 25 20
Vertikal (m)
Sumber: Direktorat Jendral Bina Marga, (1990)
2.13 KOMPOSISI LALU LINTAS
VLHR = (3.17)
Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah arus dari tipe kendaraan telah diubah
menjadi kendaraan ringan dengan menggunakan Ekivalen Mobil Penumpang (EMP).
Ekivalen Mobil Penupang (EMP) adalah faktor yang menunjukan pengaruh
berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan terhadap kecepatan, kemudian
bermanufer, dimensi kendaraan ringan dalam arus lalu lintas (untuk mobil penumpang
dan kendaraan ringan yanag sasisnya mirip; emp = 1,0).
Dalam menghitung VLHR, karena pengaruh berbagai jenis kendaraan, digunakan
faktor Ekivalen Mobil Penumpang (EMP). Ketentuan nilai (EMP) untuk ruas jalan
yang arusnya tidak dipengaruhi oleh persimpangan, sperti ditunjukan pada Tabel 3.13,
sedangkan apabila ruas jalan tersebut, arus lalu lintasnya ada pada arus lalu lintas
persimpangan.
Datar /
No Jenis Kendaraan Pegunungan
Perbukitan
1 Sepeda Motor, Sedan, Jeep, Station Wagon. 1,0 1,0
Analisa Data
Data Perencanan
1. Status jalan : jalan Kabupaten
2. Fungsi Jalan : Penghubung kabupaten dan kecamatan
3. Panjang jalan : 3.0 km
4. Kecepatan Rencana : 40-100 km/jam
5. Tipe jalan : 2 lajur
6. Lebar perkerasan rencana : 6 meter
7. Lebar bahu jalan : 1,5 meter
8. Kemiringan melintang jalan : Badan jalan 2 % dan bahu jalan 4 %
9. Umur rencana jalan : 5 tahun
10. Rencna jenis pekerasan : Laspal (Lapisan Aspal )
11. Rencana pelaksanaan : 1 tahun
Arah timur
Periode Jenis kendaraan
motor mobi Angkutan Pick Bus Bus Truk Truk Kendaraan Total/15mnt
tidak
l umum up kecil besar ringan sedan bermotor
g
06.00– 15 10 4 2 1 1 2 2 - 37/15menit
06.15
06.15– 20 14 7 3 2 3 5 4 - 55/15 menit
06.30
06.45– 30 17 10 5 4 2 8 7 - 83/15 menit
07.00
Dari jam 06.00–07.00
08.00– 10 6 2 1 1 1 4 5 - 30/15 menit
08.15
08.15– 14 9 1 4 2 2 3 8 - 43/15 menit
08.30
08.45– 16 13 3 7 4 2 6 9 - 60/ 15 menit
09.00
Dari jam 08.00–09.00
15.00– 13 8 2 5 3 3 7 6 - 47/15 menit
15.15
15.15– 14 6 1 7 2 2 5 4 - 41/15 menit
15.30
15.45– 20 15 4 9 5 6 5 7 - 71/15 menit
16.00
17.00– 17 11 3 3 2 4 6 9 - 55/15 menit
17.15
17.15– 18 12 2 1 5 2 7 8 - 55/15 menit
17.30
17.45– 25 15 5 2 1 1 5 6 - 60/15 menit
18.00
Dari jam 15.00–18.00
Arah Barat
Periode Jenis kendaraan
motor mobi Angkutan Pick Bus Bus Truk Truk Kendaraan Total/15mnt
tidak
l umum up kecil besar ringan sedan bermotor
g
06.00– 16 11 2 2 1 1 2 3 - 38/15 menit
06.15
06.15– 17 9 3 4 1 2 4 6 - 46/15 menit
06.30
06.45– 27 13 5 6 2 3 5 8 - 59/15 menit
07.00
Dari jam 06.00–07.00
08.00– 19 10 5 3 1 1 7 9 - 55/15 menit
08.15
08.15– 16 8 4 2 - 1 6 5 - 42/15 menit
08.30
08.45– 14 9 2 5 2 3 9 11 - 55/15 menit
09.00
Dari jam 08.00–09.00
15.00– 16 12 2 3 - 2 8 9 - 52/15 menit
15.15
15.15– 14 8 1 3 1 1 7 5 - 40/15 menit
15.30
15.45– 19 12 2 2 - 2 6 7 - 50/15 menit
16.00
17.00– 21 15 3 6 1 2 5 9 - 62/15 menit
17.15
17.15– 24 19 2 4 - 1 7 13 - 70/15 menit
17.30
17.45– 20 16 1 3 - 2 9 7 - 58/15 menit
18.00
Dari jam 15.00–18.00
KETERANGAN :
3.3 Kontur
•
KETERANGAN ELEVASI:
• BIRU : 9,5MDPL
• MERAH : 20,2 MDPL
• COKELAT : 18,8 MDPL
• HIJAU : 16,2 MDPL
• HIJAU MUDA : 17,5 MDPL
• BIRU MUDA : 10,8 MDPL
• BIRU TUA : 8,16 MDPL
• Pengertian Garis Kontur
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketinggian yang sama pada peta. Keberadaan garis kontur pada peta topografi
merupakan sebuah hal yang penting. Hal ini dikarenakan garis kontur yang tergambar pada
peta menunjukkan ketinggian dan kemiringan suatu daerah sehingga topografi daerah
tersebut dapat direpresentasikan dengan baik sehingga menjadi dasar pengembangan
informasi medan.
• Kontur Antara
Garis kontur antara merupakan garis kontur regular yang digambar dengan interval nilai
yang normal, digambar dalam bentuk garis yang lebih tipis, dan terletak di antara kontur
indeks. Garis kontur antara ini dapat diberi angka nilai kontur ataupun tidak, tergantung dari
ruang yang tersedia.
• Kontur Tambahan
Garis kontur tambahan biasanya digambar d antara interval kontur dasar (bisa ½, 1/3,
¼, dst. dari interval kontur dasar). Garis ini biasanya dibutuhkan untuk mendetilkan daerah
dengan topografi landai hingga datar di mana jarak antar garis kontur renggang. Garis ini
umumnya digambarkan dalam bentuk garis putus-putus atau rangkaian titik-titik untuk
memedakannya dengan interval garis kontur dasar.
• Kontur Gabungan
Jika beberapa garis kontur berjarak sangat dekat atau tergambarkan bersinggungan
pada skala pea yang dignakan, maka dimungkinkan untuk tidak menyajian garis-garis
tersebut secara individual. Garis-garis tersebut dapat digabungkan menjadi satu garis kontur
yang (sebenarnya) terdiri dari beberapa garis kontur.
Penggambaran dengan interval 12,5 meter sangat baik dan bisa memperlihatkan
topografi daerah tersebut, baik daerah berbukit maupun datar. Namun, di daerah yang
berbukit, dibeberapa tempat garis-garis kontur terkesan sangat rapat dan bahkan berimpit satu
sama lain, atau sering disebut overcrowded.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dua kontur interval dapat digabung
dalam satu peta kontur. Daerah perbukitan menggunakan interval kontur 25 meter, dan daerah
dataran menggunakan interval kontur 12,5 meter. Dengan demikian, relief daerah perbukitan
dan daerah dataran dapat tergambarkan dengan baik. Dalam peta kontur, kombinasi interval
kontur seperti ini ditampilkan dengan warna yang berbeda, sehingga dapat diketahui
perbedaan interval kontur yang digunakan dalam peta tersebut. Secara teknis untuk tujuan
tertentu, dua interval kontur dapat digunakan dalam satu peta. Hal ini biasanya dilakukan pada
daerah dengan kontras relief yang tinggi, misalnya perbukitan yang berdekatan dengan
daratan. Dalam kasus ini, interval contur yang kecil digunakan untuk daerah datar, sedangkan
interval kontur besar untuk daerah berbukitan. Sebagai petunjuk, informasi tentang dua
interval kontur harus muncul pada dua tepi peta.
• Kesimpulan
Dalam perencanaan jalan ada suatu bagian yang mengtitik beratkan perencanaan
bentuk fisik dari jalan itu sendiri yaitu geometrik, sehingga jalan tersebut dapat
memenuhi fungsinya antara lain memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu
lintas dan menghasilkan infrastruktur yang aman, nyaman dan efisien.
Dari hasil yang dipelajari dapat kita ambil kesimpulan bahwa untuk membuat
belokkan/tikungan harus diperhatikan sudut tikungan nya. Dalam pembangunan jalan
tidak lepas dari peranan faktor-aktor geografis dan masing-masing faktor-faktor geografis
tersebut pada dasarnya saling mempengaruhi satu sama lain, disuatu lingkungan fisik
yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan manusia, sedangkan faktor-faktor geografis yang
terdiri dari faktor alam (lokasi, kemiringan , iklim, tanah, air) faktor pembangunan yang
meliputi (daya tarik, infrastruktur, akomodasi, pengelolaan, modal, penduduk dan
pembangunan merupakan faktor penting). Disinilah terjadi hubungan timbal balik antara
lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dengan lingkungan.
• Saran
Untuk menciptakan jalan yang layak, aman dan nyaman diperlukan perhtiungan
hasil untuk kegunaan jalan tersebut.
Diperlukan perhitungan yang pas untuk suatu tikungan jalan raya dari segi
sudut tikungan dan kemiringan jalan tersebut.