Penyebab Perbedaan Mutu Kopi Robusta
Penyebab Perbedaan Mutu Kopi Robusta
Penyebab Perbedaan Mutu Kopi Robusta
Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-tandanya adalah biji
picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak. Kopi jenis arabika dapat hidup dengan baik di
daerah pegunungan dengan ketinggian antara 1000-2100 meter diatas permukaan laut (dpl).
Semakin tinggi lokasi tanaman maka mutu dan cita rasa biji kopi yang dihasilkan juga semakin
baik. Apabila ditanam dibawah 700 mdpl, tanaman kopi jenis arabika rentan terserang penyakit
karat daun yang disebabkan oleh cendawan hemileia vastatrix akibatnya yaitu kualitas dan
produksi biji kopi akan menurun. Suhu harian rata-rata yang dibutuhkan tanaman kopi arabika
berkisar 17°-21°C dengan curah hujan 1200-2200 mm per tahun.
1) Beraroma wangi yang sedap menyerupai aroma perpaduan bunga dan buah
2) Terdapat cita rasa asam yang tidak terdapat pada kopi jenis robusta
3) Saat disesap di mulut akan terasa kental
4) Cita rasanya akan jauh lebih halus (mild) dari kopi robusta
5) Terkenal pahit
Produksi kopi robusta lebih tinggi dari jenis kopi lainnya, tetapi mutu dan cita rasanya lebih
rendah. Kelebihan lainnya yaitu memiliki warna yang kuat dan lebih kental. Di Indonesia,
keturunan asli kopi jenis robusta sudah hampir hilang karena sudah bercampur dengan kopi jenis
hibrida. Kopi robusta digolongkan lebih rendah mutu cita rasanya dibandingkan dengan citarasa
kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan
untuk mendapatkan rasa lugas tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi.
Kopi robusta memiliki kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat. Karakter biji kopi
robusta memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan kopi arabika. Bentuk biji agak bulat,
dengan lengkungan biji lebih tebal dibandingkan kopi arabika, garis tengah dari atas ke bawah
hampir rata. Kopi robusta mengandung kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Keunggulan
dari kopi robusta :
1) Lebih tesisten terhadap serangan hama dan penyakit (khususnya penyakit HV).
2) Mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 400-700 m dpl (suhu 21-24°C)
3) Produksinya lebih tinggi dari kopi arabika
Secara umum, ciri-ciri dari kopi robusta adalah :
Kopi arabika dan robusta menguasai sebagian besar perdagangan kopi dunia. Namun dari
segi produksi yang paling menonjol adalah kopi arabika. Dengan kualitas citarasanya yang lebih
baik dan kadar kafein yang lebih rendah menjadikan kopi arabika lebih mahal dibandingkan
dengan kopi robusta. Beberapa perbedaan karakteristik kimia kopi arabika dan robusta. Biji kopi
robusta secara umum memiliki total padatan terlarut, pH, kafein, asam kafeolkuinat dan asam
dikafeolkuinat yang lebih tinggi.
Alasan rendahnya produksi kopi arabika di Indonesia disebabkan karena kurang tahannya
tanaman kopi arabika terhadap penyakit karat daun jika berada pada dataran yang lebih rendah.
Areal pertanaman kopi arabika terbatas pada lahan dataran tinggi diatas 1000 m diatas
permukaan laut agar tidak terserang penyakit karat daun. Hal inilah yang menyebabkan luas areal
pertanaman kopi robusta lebih besar dibandingkan arabika. Dalam perdagangan kopi dunia
dikenal pasar kopi komersial dan pasar kopi spesialti. Kopi spesialti adalah kopi yang memiliki
cita rasa enak, berciri rasa khas dan unik,. Umumnya kopi spesialti berasal dari kopi arabika.
Sealain genotip, faktor kemiringan lahan, keberadaan tanaman penaung, intensitas cahaya
matahari, sudut pencahayaan atau arah tanam dalam kaitannya dengan sisi yang terpapar sinar
matahari, dan jumlah hari dimana tanaman terpapar sinar matahari juga memengaruhi
pertumbuhan tanaman kopi dan produktivitasnya. Sebagaimana dijelaskan oleh Jaramillo et al
(2013), tanaman kopi di bawah naungan lebih produktif dan tahan hama. Oleh karenanya
keberadaan tanaman penaung juga cukup penting. Tetapi, tentunya intensitas cahaya matahari
juga perlu dipertimbangkan karena dibutuhkan oleh tanaman untuk melakukan fotosintesis dan
produksi senyawa-senyawa biokimia yang terlibat dalam pembentukan cita rasa. Oleh karena
perubahan iklim, ada upaya petani untuk memindahkan penanaman kopi ke dataran yang lebih
tinggi yang lebih lembab dan suhunya lebih rendah. Namun, menurut Bakri dkk (2018), praktik
ini dapat meningkatkan kecacatan kopi akibat hama penggerek yang lebih menyukai suhu rendah
dan kondisi lembab. Adapun kemiringan lahan yang diuji tidak memberikan pengaruh nyata
diduga karena pada kemiringan tersebut tanah masih subur dan mampu menahan erosi sehingga
tetap dapat memberikan nutrisi yang cukup pada tanaman.
Mutu kopi robusta yang dihasilkan petani pada umumnya masih rendah karena pengolahan
pasca panen masih menghasilkan kopi asalan, yaitu biji kopi yang dihasilkan dengan metode dan
fasilitas sangat sederhana, kadar air relatife tinggi dan masih tercampur dengan bahan-bahan lain
dalam jumlah relative banyak (Yusianto dan Mulato, 2002).
Penerapan teknologi pengolahan semi basah pada pasca panen kopi adalah salah satu upaya
untuk meningkatkan mutu kopi rakyat. Buah kopi akan melalui proses fermentasi yang dipercaya
dapat meningkatkan cita rasa (Cortez and Menezez, 2000; Mulato dkk., 2006; Najiyati dan
Danarti, 2006). Pengolahan kopi semi basah berupaya minimisasi air proses pada tahapan pasca
panen buah kopi terhadap mutu fisik dan seduhan (cita rasa) kopi robusta.
Untuk kopi bubuk sachet sendiri dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori produk kopi
bubuk murni dan kategori kopi bubuk plus bahan tambahan (campuran). Keberadaan bahan
tambahan dalam proporsi tertentu akan merubah secara signifikan karakteristik produk finalnya.
Perubahan mendasar pada produk kopi bubuk campuran adalah citarasa, warna, tampilan, umur
simpan dan harga jual.
Metodologinya
Cortez, J.G. and H.C. Menezez. 2000. Recent Developments in Brazilian Coffee Quality: New
Processing Systems, Beverage Characteristics and Consumen Preferences. Dalam T.Sera,
C.R. Soccol, A.Pandey and S. Roussos. (ED). Coffee Biotechnology and Quality.
Proceedings of The 3 rd
International Seminar on Biotechnology in The Coffe
AgroIndustry, Londrina, Brazil, 339-346.
Hasbullah, Umar Hafidz Asy’ari., Yogi Nirwanto., Eko Sutrisno., Lismaini., Marulam MT
Muzaifa, Murna., Anshar Patria., Amhar Abubakar., Faida Rahmi., Dian Hasni., Ismail
Sulaiman.
2016. KOPI LUWAK (Produksi, Mutu, dan Permasalahannya). Banda Aceh: Syiah Kuala
University Press.
Sunarharum, Wenny Bekti., Kiki Fibrianto., Sudarminto Setyo Yuwono., Mokhamad Nur. 2019.
Yusianto dan S. Mulato. 2002. Pengolahan dan Komposisi Kimia Biji Kopi: Pengaruhnya
terhadap Cita Rasa Seduhan. Materi Pelatihan Uji Cita Rasa Kopi. Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao Indonesia, Jember.
Mulato, Sri. 2020. Jabaran Kriteria Mutu SNI Kopi Bubuk.
https://www.cctcid.com/2020/12/29/jabaran-kriteria-mutu-sni-kopi-bubuk/, diakses pada
26 maret 2022