Kelompok 5 - Pembangunan Sektor Industri

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 31

RINGKASAN MATA KULIAH

PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI

Mata Kuliah : Perekonomian Indonesia (EKU 307A G1)

Dosen Pengampu:

Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa S.E., M.Si

Disusun Oleh Kelompok 5 :

Nicholas Eldrick Rumawas (1907531066)

Putu Aldi Tusan Pratama (1907531068)

Fesionary Arya Saputra (1907531070)

Dewa Ngakan Putu Hary Gunawan (1907531076)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu

Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena dengan segala berkat
dan rahmat-Nya kami dari kelompok 5 mampu menyelesaikan makalah rangkuman mata kuliah
ini yang berjudul “Pembanguan Sektor Industri”.

Pembuatan rangkuman mata kuliah ini tidak lain adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah
Perekonomian Indonesia, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisn is Universitas
Udayana. Tentunya dalam penyusunan tugas ini kami mendapat dukungan dari banyak pihak
dan banyak sumber sehingga mampu menyelesaikannya tepat waktu.

Dengan diselesaikannya makalah rangkuman mata kuliah ini, sangat besar harapan kami
makalah ini akan berguna serta dapat memberikan ilmu bagi para pembaca. Dalam penyusunan
ini, kami ketahui akan terdapat kekurangan-kekurangan dalam penyusunannya, maka dari itu
kami sangat terbuka terhadap kritik, saran serta masukan dari para pembaca untuk dapat
menyempurnaan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih.

Om Shanti, Shanti, Shanti Om

Denpasar, 19 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................... 2

1.3 TUJUAN PENULISAN ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3

2.1 INDUSTRI SUBSTITUSI IMPOR (ISI) ................................................................ 3

2.1.1 Sejarah Model Industri Substitusi Impor ......................................................... 3

2.1.2 Motif Industri Substitusi Impor ...................................................................... 4

2.1.3 Masalah dalam Industri Substitusi Impor ........................................................ 5

2.1.4 Substitusi Impor dan Pinjaman Luar Negeri.................................................... 8

2.1.5 Substitusi Impor di Berbagai Sektor ............................................................... 9

2.1.6 Industri Substitusi Impor di Indonesia........................................................... 10

2.2 INDUSTRI PENDORONG EKSPOR ................................................................. 12

2.2.1 Strategi Industri Pendorong Ekspor (Outward Looking) ................................ 13

2.2.2 Kebijakan Promosi Ekspor (Export Promotion Policy) .................................. 14

2.3 TEKNOLOGI DAN PENGANGGURAN ........................................................... 17

2.3.1 Teknologi .................................................................................................... 17

2.3.2 Pengangguran .............................................................................................. 18

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 26

3.1 SIMPULAN ....................................................................................................... 26

3.2 SARAN.............................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 28

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam pembangunan negara berkemban terdapat suatu pandangan bahwa
pembangunan hanya dapat dilaksanakan apabila kegiatan industri dikembangkan. Tanpa
mengabaikan banyak faktor lain seperti tersedianya tenaga-tenaga ahli dan pengusaha-
pengusaha untuk melaksanakan proyek-proyek industri, tersedianya pasar, dan sebagainya
yang akan menjamin perkembangan sektor industri. Terbukti dengan semakin
berkurangnya peranan sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, dan sebaliknya
peranan sektor industri semakin meningkat terhadap perekonomian nasional.

Subtitusi impor adalah hal yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi terutama
di negara-negara berkembang. Tujuan dari industri subtitusi impor adalah agar banyak
barang barang baru yang di hasilkan didalam negeri yang sebelumnya barang tersebut di
impor. Sehingga dengan adanya industri subsitusi impor ini, maka dapat meningkatkan
taraf hidup rakyatnya di Negara-negara tersebut.

Industri subsitusi impor akan berkembang lebih cepat jika di bantu dengan proteksi,
karena industrilisasi ini pada mulanya didasarkan pada pasar dalam negeri dalam bentuk
barang-barang subsitusi impor. Sehingga perkembangan industri subsitusi impor akan
menghemat penggunaan devisa. Devisa yang hemat dapat di gunakan untuk mengimpor
barang capital dan barang lain yang berguna yang belum dapat segera dihasilkan sendiri.
Selanjutnya apabila industri subsitusi sudah berkembang dengan baik dan pasar dalam
negeri sudah tidak lagi menampung hasi produksinya, maka kelebihan hasil produksi dapat
diekspor guna memperoleh tambahan devisa.

Ekspor juga menjadi faktor penting untuk memajukan perekonomian, dengan ekspor
maka akan meningkatkan penerimaan devisa yang akan memperkuat neraca perdagangan.
Dengan memiliki banyak devisa maka memungkinkan perekembangan industri berjalan
lebih cepat sehingga untuk mewujudkan hal ini diperlukan kebijakan strategis untuk
membangun industri pendorong ekspor.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana industri substitusi impor di Indonesia?
2) Bagaimana industri pendorong ekspor di Indonesia?
3) Bagaimana pengangguran di Indonesia dan keterkaitannya dengan perkembangan
teknologi?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1) Untuk mengetahui industri subtitusi impor di Indonesia.
2) Untuk mengetahui industri pendorong ekspor di Indonesia.
3) Untuk mengetahui keterkaitan perkembangan teknologi terhadap pengangguran di
Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 INDUSTRI SUBSTITUSI IMPOR (ISI)


Pemerintah di negara berkembang tentunya bertekad untuk mendorong dan memajukan
industrialisasi di negaranya, karena mereka yakin bahwa dengan industrialisasi ini dapat
menaikkan taraf hidup rakyatnya. Oleh sebab itu, pembangunan ekonomi di negara
berkembang dengan industrialisasi ini, sudah merupakan strategi dalam pembangunan
ekonominya. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan substitusi impor.
Model substitusi impor, atau juga disebut industri substitusi impor (ISI), adalah model
pembangunan ekonomi yang diadopsi oleh banyak negara di Amerika, terutama Amerika
Latin dan daerah lain dari apa yang disebut Dunia Ketiga selama awal abad kedua puluh,
terutama pada periode pascaperang Perang Dunia I dan II.

2.1.1 Sejarah Model Industri Substitusi Impor


Sesuai namanya, model ini terdiri atas substitusi impor dengan produk yang
dibuat secara nasional. Tentunya ini membutuhkan pembangunan ekonomi yang
mandiri. Ini terutama diperlukan pada saat penurunan drastis pada produk yang
dibuat di kutub industri Eropa, sebagai akibat dari Depresi Hebat tahun 1929, dan
kehancuran Perang Dunia. Substitusi impor memiliki sejarah awal dalam
merkantilisme Eropa kolonial abad ketujuh belas, terutama dalam biaya bea cukai
menteri Louis XIV di Prancis. Idenya adalah untuk mencapai neraca perdagangan
yang menguntungkan dan memungkinkan akumulasi cadangan moneter. Tetapi
gagasan kontemporer ISI muncul dalam konteks historis depresi ekonomi yang
hebat di Eropa. Krisis ini memiliki dampak yang parah pada ekonomi negara-negara
berkembang, yang ditandai dengan ketergantungan mereka yang besar sejak masa
pascakolonial. Melihat ekonomi mereka yang mengalami krisis, negara-negara
Eropa memutuskan untuk meminimalkan pembelian barang-barang impor atau
menilai mereka dengan tarif tinggi. Oleh karena itu, mereka berusaha melindungi
konsumsi mereka sendiri dan mengurangi dampak jatuhnya mata uang mereka.

Pada tahun 1950 sampai 1960, gagasan substitusi impor ini dikenal sebagai
strategi untuk memajukan kebebasan ekonomi dan mengembangkan ekonomi di
negara berkembang (Bruton, 1998). Ekonomi lokal sering kali dideskripsikan
sebagai "Leaky Bucket" yang merupakan model bucket yang merepresentasikan

3
local region dan money yang masing-masing memiliki peredaran dalam bucket.
Istilah leaky bucket memiliki fokus dalam memastikan bahwa uang secara
kontinuitas mengalir dalam local region. Salah satu cara untuk melindungi uang agar
dapat secara kontinuitas mengalir dan tidak stagnan dalam local economy adalah
dengan cara menghubungkan local demand untuk barang dan jasa dengan supplier
local barang dan jasa tersebut. Dengan mensubstitusi permintaan untuk produksi
barang eksternal dengan produksi barang lokal, masyarakat dapat meminjam modal
untuk digunakan.

2.1.2 Motif Industri Substitusi Impor


Industri substitusi impor merupakan kebijakan ekonomi yang banyak diadopsi
oleh negara berkembang, untuk memajukan industri dengan cara memproduksi
sendiri di dalam negeri terhadap barang – barang yang tadinya diimpor. Kebijakan
ini paling sering ditempuh pada tahap awal pembangunan ekonomi, khususnya
pembangunan industri. Untuk mengadakan substitusi impor, antara negara yang satu
dengan yang lainnya mungkin akan berbeda-beda, dan saatnya pun berbeda pula.

1) Bagi negara sedang berkembang, dimana negara-negara tersebut biasanya


mengalami kesulitan dalam neraca pembayarannya, maka substitusi impor
dimaksudkan untuk mengurangi atau menghemat penggunaan devisa. Devisa
merupakan faktor yang langka dan sangat dibutuhkan di negara-negara yang
sedang melaksanakan pembangunan ekonomi. Dalam hal impor, negara tersebut
belum dapat menghasilkan sendiri secara cukup barang-barang kapital atau
barang-barang konsumsi pokok yang perlu dalam jangka pendek, yang selalu
bertambah besar. Bila devisa yang tersedia terbatas, maka rencana-rencana
pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik. Substitusi impor tidak
dimaksudkan untuk mengurangi total impor melainkan hanya untuk menghemat
devisa, guna mengimpor barang-barang kapital yang belum dapat dihasilkan
sendiri.
2) Substitusi impor sering timbul bila pemerintah suatu negara berusaha
memperbaiki neraca pembayarannya, baik dengan cara pembatasan impor
maupun tarif, yang mengakibatkan berkurangnya barang-barang impor,
sedangkan permintaan akan barang tersebut masih besar. Sehingga mendorong
pemerintah sendiri maupun wiraswasta untuk menghasilkan barang – barang
yang dibatasi impornya. Jadi timbulnya substitusi impor dalam bidang industri
4
sebagai akibat kebijaksanaan pemerintah didalam usahanya memperbaiki
Neraca Pembayaran yang defisit.
3) Ada juga suatu negara yang mengadakan industrialisasi dengan tujuan dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan adanya semangat kemerdekaan cinta
produk dalam negeri yang timbul di negara yang sedang berkembang. Keadaan
ini mendorong timbulnya industri substitusi impor baik yang menghasilkan
barang-barang konsumsi pokok maupun barang-barang kapital yang perlu bagi
pelaksanaan pembangunan ekonomi.
4) Alasan lain dengan adanya industri substitusi impor ialah karena pemerintah
bertujuan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi terutama sektor industri
dalam negeri. Pengembangan sektor industri diperlukan untuk memperkuat
perekonomian. Salah satu jalan untuk mempercepat pembangunan industri
adalah substitusi impor, dimana pemerintah memberikan fasilitas yang
memperbesar minat dan kemampuan swasta untuk berinvestasi. Industri-
industri yang dibangun berdasarkan kebijakan substitusi impor pada tahap awal
umumnya adalah yang bersifat padat karya dan/atau berteknologi rendah. Sebab
industri tersebut relatif sesuai dengan kualitas SDM di negara sedang
berkembang. Lagipula industri-industri tersebut dapat menghasilkan
keunggulan komparatif.

2.1.3 Masalah dalam Industri Substitusi Impor


Dengan adanya industri substitusi impor, dalam teorinya tentu suatu negara
akan dapat memperoleh keuntungan. Akan tetapi walaupun dalam teori
mendapatkan keuntungan, namun kenyataannya tak jarang hasil yang dicapai sangat
sedikit, tidak seperti yang diharapkan. Keadaan seperti ini disebabkan oleh adanya
masalah-masalah yang cukup rumit yang dihadapi negara yang sedang berkembang
didalam menghasilkan barang-barang substitusi impor guna menghadapi persaingan
barang-barang itu sendiri. Adapun masalah-masalah yang dihadapi oleh negara
tersebut diantaranya yaitu :

1) Kualitas Barang-Barang yang Dihasilkan


Kualitas barang-barang yang dihasilkan di dalam negeri sebagai barang
substitusi impor sering jauh rendah daripada hasil produksi luar negeri yang
diimpor, yaitu pada saat permulaan industri substitusi impor itu didirikan. Jika
kualitas barang yang rendah ini diekspor karena pasar dalam negeri sudah jenuh,
5
akan mengurangi kepercayaan para konsumen luar negeri. Apabila hal tersebut
terjadi, maka industri substitusi impor itu bukannya menghemat penggunaan
devisa melainkan justru mengakibatkan penerimaan ekspor akan berkurang.
2) Biaya Produksi
Dalam tahap awal industrialisasi, biasanya dibutuhkan biaya yang sangat
besar, baik untuk mendidik tenaga kerja, membeli mesin-mesin, maupun
membayar bahan-bahan dasar yang dibutuhkan. Oleh karenanya ongkos
produksi pada permulaan industrialisasi sangat tinggi, lebih-lebih jika kapital
yang dipinjam oleh luar negeri disertai dengan tingkat bunga yang tinggi. Maka
dari itu untuk menghadapi persaingan dari barang-barang impor yang
kualitasnya lebih baik dan biaya produksinya (harganya) lebih murah,
pemerintah dapat memberikan suatu proteksi tarif ataupun pengendalian impor.
Pemerintah juga dapat memberikan subsidi pada industri tersebut, sehingga
biaya produksinya dapat lebih murah untuk menandingi harga barang-barang
impor dan diharapkan industri substitusi impor dapat berhasil.
3) Efisiensi Alokasi Faktor Produksi
Untuk adanya suatu perkembangan ekonomi diperlukan berbagai macam
faktor, diantaranya faktor kapital, faktor tenaga kerja, faktor sumber alam serta
faktor wiraswasta dan teknologi.
a) Faktor Kapital
Faktor kapital merupakan faktor yang langka dinegara yang sedang
berkembang. Penggunaan kapital pada tingkat permulaan industrialisasi
sering kurang efisien, padahal tujuan negara tersebut adalah mengadakan
atau mengusahakan berdirinya industri substitusi impor. Dengan alasan
tersebut proteksi dapat dilaksanakan, sehingga dapat menaikkan
penghasilan dari kapital tersebut.
b) Faktor Tenaga Kerja
Faktor tenaga kerja yang tersedia di negara berkembang cukup banyak
dan ini dapat digunakan untuk melaksanakan industrialisasi. Kebanyakan
dari tenaga kerja yang ada itu adalah tenaga kerja kurang terdidik. Dalam
mengadakan industrialisasi, disamping dibutuhkan tenaga kerja kurang
terdidik dan semi terdidik juga dibutuhkan tenaga kerja yang cukup terdidik
dibidangnya masing-masing. Untuk mendatangkan atau mendidik tenaga

6
ahli diperlukan sejumlah besar kapital. Oleh karenanya didalam
melaksanakan industrialisasi, sumber tenaga kerja ini harus dialokasikan
sebaik mungkin sehingga efisiensi kerjanya dapat meningkat dan dapat
mendorong perkembangan industri-industri substitusi impor lebih jauh lagi.
c) Faktor Sumber Daya Alam
Negara berkembang biasanya memiliki pasokan sumber daya alam
potensial yang melimpah, namun baru sedikit yang diolah. Untuk dapat
mengolah sumber daya alam potensial, dibutuhkan berbagai faktor produksi
lain yang berwujud kapital, tingkat teknologi, dan wiraswasta yang cukup.
Dalam usahanya mengolah sumber daya alam yang potensial, negara
berkembang kerap kali mendatangkan bantuan dari negara-negara yang
sudah maju dalam bentuk kapital maupun tenaga-tenaga ahli. Jelaslah
bahwa pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia di negara sedang
berkembang kurang efektif. Oleh karenanya dalam melaksanakan
industrialisasi dengan jalan substitusi impor hendaknya sungguh -sungguh
dipilih sumber daya alam yang dapat segera dimanfaatkan guna mendorong
perkembangan industri substitusi impor itu sendiri.
d) Faktor Wiraswasta dan Teknologi
Faktor perkembangan ekonomi yang lain, yaitu wiraswasta dan
teknologi, juga masih sedikit jumlahnya di negara-negara sedang
berkembang dan relatif masih dalam tingkatan yang rendah. Tugas
wiraswasta di negara yang sedang berkembang lebih ringan daripada di
negara-negara maju. Mereka tidak perlu mengadakan penemuan-penemuan
baru, melainkan dengan hanya meniru penemuan-penemuan baru yang
telah ditemukan dahulu di negara-negara maju. Hal inilah yang
menghalangi timbulnya para wiraswasta dan perkembangan teknologi di
negara yang sedang berkembang. Hal lain yang merintangi tumbuhnya
wiraswasta di negara yang sedang berkembang adalah keadaan sosial dan
kebudayaan yang terdapat di negara tersebut, sistem politik maupun adat
istiadatnya. Jelas bahwa wiraswasta yang terdapat di negara yang sedang
berkembang masih sedikit sekali. Maka dari itu penggunaan wiraswasta
harus seefisien mungkin. Jangan sampai wiraswasta yang sedikit jumlahnya
itu dialokasikan di sektor-sektor yang kurang efisien dan kurang produktif.

7
2.1.4 Substitusi Impor dan Pinjaman Luar Negeri
Kebijakan yang diambil pemerintah negara sedang berkembang diarahkan
kepada pembangunan ekonomi negaranya, yang tentun ya memerlukan banyak
kapital. Namun kenyataannya, jumlah kapital negara berkembang jauh lebih sedikit
dibanding kebutuhan pembangunannya. Karena negara tersebut tidak mempunyai
dan belum dapat membuat sendiri alat kapital yang diperlukan untuk melaksanakan
pembangunan, maka mereka terpaksa mendatangkannya dari negara dengan industri
yang sudah maju. Oleh karena itu diperlukanlah alat pembayaran luar negeri atau
devisa. Devisa dapat diperoleh diantaranya dengan mengekspor barang ke luar
negeri, menarik pinjaman atau kredit dari luar negeri, bantuan atau hadiah yang
diterima negara tersebut dari negara lain, dan menarik kapital asing untuk
diinvestasikan langsung di dalam negeri.
Sumber devisa yang utama adalah dari sektor ekspor barang dan jasa serta dari
pinjaman luar negeri. Bagi negara berkembang, kemampuan untuk mendapatkan
devisa sangat kecil, karena barang yang diekspornya terutama berwujud produksi
primer, sehingga nilai tukar yang dipunyainya relatif rendah bahkan selalu menurun.
Menurunnya nilai tukar terjadi karena menurunnya permintaan akan produksi primer
tersebut, sedangkan penawaran meningkat karena bertambahnya produksi primer di
beberapa negara penghasil, dan juga bertambah banyaknya barang-barang sintetis.
Oleh karena ekspor produksi primernya tidak mencukupi sedangkan pembangunan
tetap harus dilaksanakan, maka negara tersebut terpaksa mencari jalan lain yaitu
berupa pinjaman luar negeri yang dapat digunakan untuk melaksanakan
industrialisasi terutama dibidang industri substitusi impor. Kemudian, pembayaran
kembali pinjaman luar negeri itu dapat dibiayai dengan berhasilnya pendirian
industri substitusi impor. Pembayaran kembali pinjaman luar negeri tersebut dapat
juga melalui pinjaman dari negeri lain, tetapi ini tidak efektif, tidak mempunyai efek
yang positif bagi kestabilan dan pembangunan ekonomi negara. Pinjaman luar negeri
dapat pula dibiayai dengan penarikan pajak oleh pemerintah yang dalam prosesnya
akan mengurangi tingkat konsumsi atau tingkat investasi.
Ekspor dan pinjaman luar negeri saling mengisi, dan pembangunan ekonomi
negara berkembang selalu membutuhkan kapital dari luar negeri. Bila pertambahan
impor tidak dapat ditutup dengan hadiah dan pinjaman luar negeri maka negara
tersebut harus menaikkan volume ekspornya. Bagi negara sedang berkembang

8
disamping mengekspor produksi primer yang semakin besar jumlahnya, juga harus
mengembangkan ekspor dalam bentuk barang yang telah diproses. Tetapi
kesulitannya, selalu ada proteksi tarif dari negara yang lebih maju dalam mengimpor
barang dari negara yang sedang berkembang.

2.1.5 Substitusi Impor di Berbagai Sektor


Substitusi impor dianggap ada apabila pada suatu barang tingkat produksinya
meningkat lebih cepat daripada impornya, sehingga impor barang-barang tersebut
merupakan bagian yang makin sedikit dari jumlah total penawarannya. Namun ini
mempunyai kelemahan bila ternyata produksi dalam negeri tetap sedangkan impor
menurun karena berbagai pembatasan.

1) Industri Barang Konsumsi Pokok


Sebagian besar negara berkembang memulai dengan membangun industri
yang menghasilkan barang pokok, walaupun tak jarang membangun dengan
basik kapital. Alasan suatu negara memulai industri yang menghasilkan barang
pokok yaitu :
a) Tingkat pendapatannya masih rendah
b) Efek pamer pada Negara sedang berkembang
c) Pasar barang konsumsi lebih luas ketimbang pasar barang kapital
d) Tingkat teknologi yang lebih sederhana dan mudah
2) Industri Pangan (Pertanian)
Pada negara berkembang, untuk memperoleh pendapatan devisa
dilakukan dengan cara menaikkan ekspor dan mengurangi imp or serta
dihubungkan dengan usaha mencapai swasembada pangan bidang pertanian.
Seandainya swasembada pangan telah tercapai, dilakukan inisiatif ekspor.
Untuk mencapai tujuan yang direncanakan dibutuhkan kenaikan produksi
melalui kredit-kredit produksi, pemasaran hasil yang lebih baik, perluasan tanah
serta perbaikan tanah pertanian, dll. Agar pembangunan pertanian berhasil perlu
memperhatikan beberapa faktor berikut:
a) Pemasaran hasil pertanian harus terjamin
b) Harus ada perubahan teknologi terus menerus
c) Tersedianya alat-alat bagi petani di tempat bekerja
d) Ada motivasi bagi petani untuk lebih produktif
e) Adanya transportasi murah dan efisien
9
3) Industri Jasa
Pembangunan ekonomi membutuhkan banyak kapital dan tenaga kerja.
Apabila suatu negara tidak mencukupi skill tenaga kerjanya, maka akan
mengimpor tenaga ahli dan teknisi dari negara maju. Selain mengusahakan
substitusi ekspor di bidang industri dan pertanian dapat mencoba bidang jasa.
Pendorong negara berkembang untuk beralih pada industri jasa adalah:
a) Negara berkembang banyak mengirimkan warga negaranya ke negara maju
untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik
b) Masih bergantungnya jasa pengangkutan pada pihak luar yang berakibat
mahalnya harga.

2.1.6 Industri Substitusi Impor di Indonesia


Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia sendiri telah menerapkan
strategi substitusi impor ini sejak era orde baru, tepatnya pada tahun 1974. Pada
waktu itu bersamaan dengan terjadinya lonjakan harga minyak bumi (oil boom)
sehingga Indonesia memperoleh banyak penerimaan devisa dengan adanya kenaikan
harga minyak bumi tersebut. Pilihan strategi industrialisasi substitusi impor ditandai
oleh pengembangan industri dasar besi dan baja, industri logam dasar bukan besi,
industri barang dari logam, industri pengilangan minyak bumi dan industri semen.
Pengembangan industri berat di bagian hulu tidak disertai oleh pengembangan
industri barang konsumsi berteknologi tinggi di bagian hilir pada periode berikutnya,
seperti industri peralatan rumah tangga dan asembling kendaraan bermoto r yang
tidak efisien, sehingga harus didukung oleh penerapan kebijakan perdagangan luar
negeri restriktif untuk memproteksi infant industry.

Namun demikian, pada saat harga minyak bumi anjlok pada tahun 1982 dan
jatuh pada tingkat yang sangat rendah pada tahun 1986, pemerintah melakukan
reorientasi pengembangan industri dari substitusi impor ke promosi ekspor.
Disamping itu kegagalan substitusi impor yang pernah dilakukan di Indonesia
diakibatkan tidak adanya kebijakan industrialisasi yang terintegrasi den gan
kebijakan sektor lain, seperti perdagangan, pengembangan sumber daya manusia,
dan teknologi. Selain itu, yang juga menjadi penyebab adalah adanya kegagalan
strategi industri di bawah kepemimpinan negara (pemerintah pusat), kegagalan
dalam mendorong pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan kegiatan riset

10
dan pengembangan swasta, serta kegagalan dalam mendorong pembangunan usaha
kecil dan menengah (UKM).

Meskipun industrialisasi substitusi impor pernah gagal dilaksanakan di


Indonesia tetapi program ini harus tetap dilaksanakan tentunya dengan kebijakan-
kebijakan yang tepat sasaran. Karena melihat kebutuhan impor barang-barang dari
negara lain semakin meningkat setiap tahunnya. Kesempatan harus diambil jika
Indonesia mau mengalami "kenaikan kelas".

Pada tahun 2016 – 2020 data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa
impor terbesar Indonesia pada sektor industri yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Data Perkembangan Impor Indonesia Tahun 2016-2020


(Nilai : Juta US$)

Non Sektor
Tahun Total Migas
Migas Pertanian Industri Tambang
2016 135.652,8 18.739,2 116.913,6 14.399,5 101.681,4 832,7
2017 156.985,6 24.316,2 132.669,4 15.504,8 116.134,8 1.029,8
2018 188.711,3 29.868,8 158.842,5 17.372,1 139.338,2 2.132,2
2019 171.275,7 21.885,3 149.390,4 16.317,1 131.302,5 1.770,8
2020 141.568,8 14.256,8 127.312,0 16.195.9 109.213,4 1.902,7
Sumber : Data Badan Pusat Statistik

Dari data di atas terlihat bahwa impor terbesar dari non migas adalah sektor
industri yang dari tahun 2016 sampai 2018 terus mengalami peningkatan, dan mulai
mengalami penurunan dari tahun 2019 sampai 2020. Untuk mengurangi
ketergantungan impor barang dari negara lain di sektor industri, maka Indonesia
harus melakukan industrialisasi substitusi impor di sektor industri.

Untuk melakukan industrialisasi substitusi impor di sektor industri, sepertinya


tidak sulit jika dilakukan di Indonesia karena adanya paso kan sumber daya alam
yang terdapat di bumi dan laut Nusantara yang cukup melimpah dapat dimanfaatkan
secara optimal, terutama dalam rangka menumbuh kembangkan industri yang
berbasis sumber daya alam tropis. Beberapa sumber daya alam yang potensial
tersebut antara lain berupa cadangan hutan produksi yang beragam, serta hutan
tanaman keras (tanaman perkebunan). Dengan pengelolaan yang baik, hutan
11
Indonesia sangat potensial untuk mendukung tumbuhnya industri yang tangguh,
serta melestarikan keindahan alam yang dapat mendukung obyek wisata. Di samping
itu Indonesia memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan, yang cukup
besar yang menjadikan Indonesia termasuk dalam 5 negara produsen ikan utama di
dunia. Sumber daya migas yang potensial sebagai bahan baku industri petrokimia,
dimana sebagian besar masih dimanfaatkan sebagai produk ekspor dan pemenuhan
kebutuhan energi domestik. Sumber daya mineral dan batubara, yang dimiliki
hampir di seluruh daerah dengan jumlah yang cukup besar, sehingga sangat mampu
untuk mendukung perkembangan industri nasional. Pembangunan ekonomi nasional
harus dikembalikan pada basis kemampuan domestik. Dengan begitu, industrialisasi
yang dijalankan ditopang oleh sumber daya alam dan pertanian dalam arti luas,
meliputi perkebunan, perikanan, dan kehutanan yang menjadi keunggulan
kompetitif Indonesia. Hal tersebut sekaligus bisa menjamin kemandirian industri
nasional dan menghapuskan ketergantungan pada impor.

Kebijakan industrialisasi substitusi impor diharapkan mampu melahirkan


struktur industri nasional yang tangguh dan mandiri, sehingga saat Indonesia
bersaing dalam liberalisasi perdagangan internasional, Indonesia sudah siap. Untuk
itu perlu dilakukan subsidi, proteksi, dan pemberian perlindungan lainnya ketika
industri itu belum dewasa. Pada tahap awal, sektor ini menunjukkan angka
ketergantungan yang tinggi terhadap komponen impor, terutama mesin dan alat
teknologi canggih. Ketergantungan impor ini hanya sementara karena industri ini
masih baru sehingga perlu dilindungi. Diharapkan perkembangan lebih lanjut impor
secara perlahan terus berkurang dan mampu menjadi industri yang mandiri dan
berhasil menopang ekspor nasional. Inti kebijakan ini adalah menggalakkan
industrialisasi dengan menumbuhkan industri pengganti impor termasuk industri
strategis dan industri yang mengolah sumber daya alam. Melalui strategi ini
diharapkan terjadi akselerasi industrialisasi, pendalaman struktur industri
manufaktur, dan lompatan ke depan membangun industri strategis.

2.2 INDUSTRI PENDORONG EKSPOR


Ekspor merupakan barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan dijual secara
bebas di luar negeri. Negara yang telah menerapkan sistem perekonomian terbuka akan

12
berinteraksi secara bebas dengan perekonomian lain di seluruh dunia. Salah satu kegiatan
interaksi perekonomian secara internasional adalah dengan melakukan ekspor barang dan
jasa.

Industri Pendorong Ekspor adalah pengolahan barang-barang, baik yang telah


diproduksi maupun yang belum diproduksi di dalam negeri, dengan tujuan untuk
meningkatkan ekspor. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia menyatakan bahwa
pemerintah semakin fokus meningkatkan nilai ekspor nasional, terutama dari sektor
industri. Diharapkan, kontribusi ekspor sektor manufaktur dapat memperkuat struktur
perekonomian saat ini. Sepanjang tahun 2019, industri memberikan kontribusi terbesar
hingga tembus 126,57 miliar dollar AS atau 75,5% dari capaian nilai ekspor nasional.

Adapun lima sektor industri pengolahan nonmigas yang mencatatkan nilai ekspornya
paling besar pada tahun 2019, yakni industri makanan dan minuman yang mampu
menembus hingga 27,28 miliar dollar AS. Kemudian, industri logam dasar sebesar 17,37
miliar dollar AS, serta industri tekstil dan pakaian jadi mencapai 12,90 miliar dollar AS.

Selanjutnya, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia menyumbang 12,65
miliar dollar AS, serta industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan
peralatan listrik yang menyetor senilai 11,91 miliar dollar AS.

2.2.1 Strategi Industri Pendorong Ekspor (Outward Looking)


Strategi industri pendorong ekspor (outward looking) adalah strategi yang
memfokuskan pada pengembangan industri nasional lebih berorientasi ke pasar
internasional dalam usaha pengembangan industri. Ekspor komoditi primer secara
langsung berangsur-angsur diganti dengan ekspor komoditi yang sudah diolah dalam
negeri. Strategi pendorong ekspor dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi hanya bisa direalisasikan jika produk-produk yang dibuat di
dalam negeri dijual di pasar X. Rekomendasi agar strategi industri pendorong ekspor
dapat berhasil :

a) Nilai tukar harus realistis


b) Adanya insentif untuk peningkatkan ekspor
c) Tingkat proteksi impornya harus rendah

Menperin menyebutkan, upaya strategis untuk menggenjot nilai ekspor p roduk


industri nasional, antara lain dilakukan melalui diversifikasi produk industri

13
unggulan, membuka secara agresif pasar-pasar baru, dan mendorong investasi untuk
menjadikan Indonesia sebagai basis ekspor.

2.2.2 Kebijakan Promosi Ekspor (Export Promotion Policy)


Promosi ekspor (PE) merupakan salah satu alternatif mengatasi cepat jenuhnya
pasar domestik, sebab pasar luar negeri relatif jauh lebih besar daripada pasar
domestik. Kebijakan PE umumnya dilakukan setelah berhasil melaksanakan SI,
kendati ada jugayang melakukan secara bersamaan. Terdapat empat faktor yang
membuat PE lebih mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dibanding
kebijakan SI, yaitu :

• Kaitan sektor pertanian dengan sektor industri, misalnya agroindustri yang


berkembang karena berorientasi pada bahan baku pertanian. Dengan adanya
kaitan ini, maka permintaan sektor industri terhadap sektor pertanian tetap
dapatdipertahankan.
• Skala ekonomi (economies of scale) dapat dicapai karena permintaan ekspor
yangskalanya cukup besar, sehingga dapat diproduksi secara manufaktur/ masal.
• Meningkatnya persaingan atas prestasi perusahaan karena kuatnya persaingan
pada pasar dunia.
• Dampak kekurangan devisa atas pertumbuhan ekonomi dapat diatasi. Meskipun
kebijakan PE memberikan manfaat.

Dari faktor-faktor tersebut, terdapat beberapa masalah, yaitu :

• Cepat jenuhnya pasar internasional


Cepat jenuhnya pasar internasional disebabkan oleh faktor permintaan dan
penawaran. Dilihat dan sisi permintaan,apa yang diekspor oleh NSB seperti
pakaian, makanan olahan, barang-barangelektronik sederhana, bahkan
kendaraan, umumnya merupakan barang kebutuhan pokok bagi negara maju.
Sebagai barang kebutuhan pokok, elastisitas permintaannya (elastisitas harga
dan elastisitas pendapatan) sangat rendah,sehingga pasarnya relatif tetap.
• Makin kuatnya kebijakan proteksi oleh negara-negara maju.
Meskipun negara-negara maju memiliki keunggulan komparatif dalam produksi
teknologi padat modal dan ilmu pengetahuan, mereka tetap melakukan proteksi
terhadap industri-industri yang berteknologi sederhana. Kelompok ini
mendasarkan pendapatan dan anjurannya pada prinsipprinsip efisiensi dan
14
keuntungan yang terkandung di dalam persaingan dan perdagangan bebas
antarbangsa. Bertolak dari strategi promosi ekspor, negaranegara berkembang
diharapkan membuka wawasannya dan melangkah lebih jauh dari pasar
domestik yang sempit itu ke pasar-pasar dunia yang lebih luas, serta
melenyapkan setiap bentuk proteksi yang oleh aliran pemikiran ini diyakini
hanya akan menimbulkan distorsi harga-harga dan biaya.

Bertolak dari latar belakang konsep dan klasifikasi tersebut, mengenai strategi
promosi ekspor yang berorientasi ke luar versus strategi substitusi impor yang
berorientasi ke dalam. Terdapat beberapa kategori pokok yang saling berkaitan
sebagai berikut:

• Promosi Ekspor Berorientasi ke Luar dan menghadapi Hambatan -hambatan


Perdagangan
Promosi ekspor yang dilakukan negara-negara berkembang, baik itu terhadap
produk-produk primer maupun sekunder, sejak lama dipandang sebagai salah
satu unsur utama dalam setiap strategi pembangunan jangka panjang yang dapat
diandalkan. Daerah-daerah jajahan di Asia dan Afrika, yang kaya akan unitunit
usaha pertambangan dan perkebunan (milik pihak asing), merupakan contoh
klasik dari wilayah yang menerapkan kebijakan-kebijakan berorientasi ke luar
bagi produk-produk primernya.
• Pengembangan Ekspor Komiditi Primer : Permintaan Terbatas, Penyusutan
pasar Karena bahan-bahan pangan, produk pertanian nonpangan, dan bahan
mentah meliputi 40 persen seluruh ekspor negara-negara dunia ketiga dan bagi
banyak negara-negara miskin bahkan mengandalkannya sebagai sumber utama
pemasukan devisa maka faktor-faktor yang telah mempengaruhi tingkat
permintaan dan tingkat penawaran atas produk-produk primer dalam
perdagangan internasional.
• Pengembangan Ekspor Produk-Produk Manufaktur: Sedikit Hasil, Setumpuk
Hambatan

Sisi penawaran terdapat beberapa faktor yaitu:

• Salah satu di antaranya yang terpenting adalah kekakuan struktural di banyak


sistem produksi di perdesaan di negara-negara berkembang.

15
• Negara-negara berkembang dengan struktural pertanian yang dualistik,
pertumbuhan dalam pendapatan ekspor jarang sekali terdistribusikan pada
penduduk-penduduk di daerah perdesaan.

Tujuan utama strategi pembangunan pedesaan di negara-negara dunia ketiga


haruslah untuk mencukupi kebutuhan pangan, memberi nafkah dan memenuhi
segala kebutuhan pokok lainnya secara memadai kepada seluruh warga, dan setelah
itu barulah kemudian berusaha untuk mengembangkan ekspornya.

Peluasan ekspor barang-barang manufaktur dari negara-negara dunia ketiga


sangat dipengaruhi oleh imbas keberhasilan ekspor yang spetakuler dari negara -
negara industri baru. Cina adalah pemimpin dari tingginya peningkatan output
manufakturdari duina ketiga. Namun, negara-negara berpenghasilan rendah tetap
hanya menghasilkan 3,3 dari total output dunia. Bahwa pertumbuhan ekonomi
negara-negara berkembang hanya akan dapat dicapai secara maksimal melalui
mekanisme pasar bebas, penerepan prinsip kebebasan berusaha, keterbukaan
ekonomi, dan pembatasan intervensi pemerintah sampai ke taraf yang minimal.

Masalah-masalah berat sehubungan dengan lemahnya permintaan ekspor yang


menghambat kesempatan negara-negara berkembang dalam memperluas kapasitas
ekspor produk maufakturnya memilki landasan ekonomis yang berbeda dari
masalah-masalah permintaan yang menghambat perluasan ekspor
komoditikomoditi. Meskipun elastisitas permintaan internasional terhadap
perubahan harga dan pendapatan bagi barang-barang manufaktur secara agregat
lebh tinggi dari pada bagi komoditi primer, tetapi hasilnya untuk kebanyakan
negara-negara dunia ketiga juga masih sangat terbatas, sehingga tidak sepantasnya
ekspor manufakur diandalkan. Hambatan dalam mengembangkan industri
pendorong ekspor yaitu:

a) Tarif (pajak) impor yang dikenakan oleh negara pengimpor


b) Larangan non tarif yang diterapkan oleh negara pengimpor (misalnya sertifikat
asal, sertifikat buatan tangan)
c) Larangan berupa kuota yang ditentukan oleh negara pengimpor.

16
2.3 TEKNOLOGI DAN PENGANGGURAN
2.3.1 Teknologi
Secara harfiah teknologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “technologia” yang
berarti pembahasan sistematik mengenai seluruh seni dan kerajinan. Menurut Elul,
(dalam jurnal Setiadi, 2007) Teknologi adalah keseluruhan dari metode yang secara
rasional mengarah dan memiliki ciri-ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan
manusia. Iskandar Alisyahbana (dalam jurnal Setiadi, 2007) merumuskan lebih jelas
dan lengkap mengenai definisi teknologi yakni teknologi merupakan cara melakukan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan alat dan akal sehingga
seakan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota
tubuh, panca indera dan otak manusia. Martono (dalam jurnal Bacti, 2013)
menyebutkan bahwa teknologi juga dapat dimaknai sebagai pengetahuan mengenai
bagaimana membuat sesuatu atau bagaimana melakukan sesuatu, dalam arti
kemampuan untuk mengerjakan sesuatu dengan nilai yang tinggi, baik nilai manfaat
maupun nilai jualnya. Martono berpendapat bahwa ada beberapa hal yang dijanjikan
teknologi, diantaranya yaitu:

a) Teknologi menjanjikan perubahan

Setiap penemuan baru akan melahirkan berbagai perubahan dalam suatu


masyarakat. Ibarat sebuah subsistem, kehadiran teknologi baru sebagai subsistem
baru dalam masyarakat akan membawa konsekuensi, subsistem lain dalam sistem
tersebut mau tidak mau harus menyesuaikan diri akibat kehadiran teknologi
tersebut.

b) Teknologi menjanjikan kemajuan

Teknologi merupakan simbol kemajuan. Siapa saja yang mampu mengakses


teknologi, maka ia akan mengalami sedikit atau banyak kemajuan ke arah entah
dalam bentuk apa pun. Seseorang tidak akan ketinggalan informasi mana kala ia
menggenggam sebuah teknologi. Teknologi telah mempengaruhi gaya hidup, dan
bahkan teknologi juga telah menjadi gaya hidup itu sendiri.

c) Teknologi menjanjikan kemudahan

17
Teknologi memang diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi individu.
Orang tidak perlu susah-susah untuk menghubungi sanak keluarganya di luar kota,
bahkan di luar negeri; mereka cukup menekan beberapa nomor melalui handphone.

d) Teknologi menjanjikan peningkatan produktifitas

Perusahaan besar banyak memanfaatkan teknologi untuk alasan efisiensi dan


peningkatan produktivitas daripada harus mempekerjakan tenaga kerja manusia
yang memakan banyak anggaran untuk menggaji mereka. Teknologi juga dapat
meningkatkan keuntungan perusahaan dengan berlipat ganda. Teknologi juga dapat
dimanfaatkan sebagai alat kontrol untuk mengevaluasi kinerja seseorang.
Teknologi finger print (sistem presensi dengan memanfaatkan sidik jari) misalnya,
akan dapat mengontrol tingkat kehadiran karyawan di kantor.

e) Teknologi menjanjikan kecepatan

Berbagai pekerjaan akan dapat diselesaikan dengan cepat manakala kita


memanfaatkan teknologi. Keberadaan komputer akan membantu mempercepat
pekerjaan di kantor, mempercepat pembukuan, teknologi juga akan mempercepat
proses pengiriman dokumen, surat atau file, serta barang. Memasak nasi akan lebih
cepat jika menggunakan rice cooker. Semua pekerjaan dan setiap kesulitan akan
teratasi dengan teknologi.

f) Teknologi menjanjikan popularitas

Manusia dengan mudahnya muncul di layar kaca melalui internet. Situs You
Tube akan memfasilitasi kita untuk bergaya, bisa menjadi narsis, menampakkan dan
mempromosikan wajah dan penampilan kita di internet, hanya dengan berbekal
kamera dan modem untuk dapat meng-upload rekaman gambar yang kita miliki.
kita dapat bergaya sesuka hati, dan masyarakat di seluruh dunia dapat dengan
mudah menonton aksi kita. Banyak artis dadakan yang sangat terkenal setelah ia
meng-upload video mereka melalui You Tube.

2.3.2 Pengangguran
Menurut Sukirno (2008: 13), pengangguran adalah seseorang yang sudah
digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan
18
pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkan. Pengangguran berkaitan erat dengan tenaga kerja, dimana tenaga kerja
adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari
pekerjaan dan melakukan kegiatan lainnya, seperti bersekolah dan mengurus rumah
tangga. Penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai Angkatan Kerja (AK)
dan bukan angkatan kerja.

Angkatan Kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan


maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan
lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu.
Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut
menganggur. Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi
dari lapangan kerja yang tersedia.

Pengangguran di Indonesia

Berdasarkan sensus penduduk oleh BPS pada tahun 2020 jumlah penduduk
Indonesia Mencapai 270.203.900 jiwa. Jumlah ini merupakan peningkatan dari
jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebesar 237.641.300 jiwa. Peningkatan
populasi penduduk akan menyebabkan peningkatan pengangguran. Peningkatan
angka pengangguran ini merupakan dampak dari bertambahnya jumlah penduduk
yang melebihi jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia sehingga kelebihan
penduduk ini tidak terserap oleh pekerjaan yang ada. Selain itu, pengangguran juga
dapat dise babkan oleh kondisi lingkungan suatu negara. Adanya pandemi covid-
19 yang melanda negara Indonesia menyebabkan aktivitas ekonomi menjadi rapuh
dan terhambat. Data BPS per Februari 2021 menunjukkan bahwa terdapat 19,10
juta orang (9,30 % penduduk usia kerja) yang terdampak Covid-19 yakni terdiri dari
pengangguran karena Covid-19 (1,62 juta orang), bukan angkatan kerja karena
Covid-19 (0,65 juta orang), sementara tidak bekerja karena Covid -19 (1,11 juta
orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena
Covid-19 (15,72 juta orang). Terkait dengan permasalahan ini pemerintah telah
melakukan upaya-upaya mitigasi dampak pandemi terhadap sektor tenaga kerja.
Upaya tersebut dilakukan melalui pemberian paket stimulus ekonomi untuk dunia
usaha, insentif pajak penghasilan bagi pekerja, jaring pengaman sosial melalui
program bantuan sosial bagi pekerja formal dan informal, program Kartu Prakerja,

19
perluasan program industri padat karya, dan perlindungan bagi para Pekerja Migran
Indonesia. Pemerintah juga melakukan reformasi di sektor ketenagakerjaan melalui
UU Cipta Kerja dengan mempermudah masuknya investasi, tetapi juga
memberikan kepastian perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi para
pekerja. Pemerintah juga memfokuskan pengembangan kualitas sumber daya
manusia sebagai salah prioritas sektor tenaga kerja.

Analisis Teknologi dan Pengangguran

Perkembangan teknologi seringkali dianggap mengakibatkan terjadinya


pengangguran. Anggapan ini didasarkan pada dampak yang timbul dari revolusi
industri akibat perkembangan teknologi yakni tersingkirkannya tenaga kerja
manusia atau buruh pabrik, karena digantikan oleh tenaga mesin. Revolusi industri
yang dianggap sebagai penyebab permasalahan tersebut sepanjang sejarah telah
terjadi sebanyak 4 kali dan tidak dapat dihentikan perekembangannya. Sekitar abad
ke-19, Revolusi Industri Pertama terjadi akibat penemuan mesin uap yang pada saat
itu menyebabkan perubahan yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat.
Dengan mesin uap, manusia dapat menciptakan proses manufaktur yang menjadi
awal munculnya cara manufaktur yang baru serta model transportasi yang baru
yaitu kereta uap yang berbahan bakar batu bara. Pada zaman ini di Inggris banyak
industri tekstil yang semula menggunakan tenaga manusia dalam proses
penenunannya beralih menggunakan mesin uap untuk mesin tenunnya. Hal ini
membuat produktivitas meningkat pesat. Akibatnya perusahaan tekstil yang masih
menggunakan tenaga kerja manusia tidak dapat bersaing sehingga banyak buruh
pabrik tekstil yang kehilangan pekerjaannya. Pada zaman ini pula industri tekstil
dan industri besi mencapai puncak kejayaannya.

Revolusi Industri Pertama dilanjutkan oleh Revolusi Industri Kedua yang


terjadi pada awal abad ke-20 akibat munculnya mesin bertenaga minyak dan listrik.
Di masa ini, industrialisasi semakin cepat terjadi dengan kedua bahan bakar tersebut
sebagai pendorongnya. Hal ini juga berdampak pada semakin berkurangnya
kebutuhan tenaga kerja kasar (buruh) dalam industri. Pada tahun 1960, terjadi
Revolusi Industri Ketiga dengan berkembangnya implementasi lebih lanjut dari
teknologi informasi, yang di dalamnya juga memunculkan internet. Internet pada
awal mulanya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan Amerika dalam mengalahkan

20
Uni Soviet dalam era Perang Dingin lewat teknologi. Pada zaman tersebut, internet
masih terpikir hanya sebagai sebuah alat untuk urusan politik maupun militer dan
belum sampai seperti saat ini di mana penggunaan internet untuk banyak tujuan lain.

Penggunaan internet kemudian semakin berkembang dan bidang


penggunaannya menjadi semakin luas. Banyak bidang kehidupan manusia yang
kemudian terpengaruh secara besar oleh internet. Revolusi Industri Keempat,
didasarkan atas perkembangan dalam berbagai bidang akibat adanya in ternet
(Internet of Things atau IoT). Revolusi Industri Keempat perlahan tapi pasti
mengubah cara hidup manusia, terutama dalam pekerjaan. Banyak pekerjaan akan
menghilang tetapi akan muncul pekerjaan-pekerjaan baru. Ada banyak jenis
pekerjaan, khususnya pekerjaan yang membutuhkan proses pengulangan secara
manual akan mulai mengalami otomatisasi. Tidak hanya itu, pekerjaan lainnya juga
berpotensi mengikuti jejak tersebut dan mulai meninggalkan bantuan manual para
buruh. Para peneliti di Frey dan Osborne (2013) menerbitkan studi yang
menjelaskan mengenai kemungkinan komputerisasi untuk pekerjaan -pekerjaan
yang ada. Dari sekitar 700 pekerjaan, mereka mengkategorikan sepuluh pekerjaan
yang paling berisiko teratas yang memiliki peluang 98-99 persen untuk
diotomatisasi di masa mendatang, pekerjaan tersebut diantaranya: telemarketer,
penguji judul, abstraktor, pencari berkas, penjahit, teknisi matematika, petugas
asuransi, teknisi jam, agen kargo, pengiriman, petugas pajak, dan operator mesin
pengolahan. Walaupun prospek pekerjaan semakin sempit akibat otomatisasi, ada
juga beberapa pekerjaan yang memiliki kemungkinan kecil terkomputerisasi
berdasarkan arus teknologi, yakni terapis rekreasional, pengawas mekanik,
pemasang, jasa perbaikan, direktor manajemen, buruh rehabilitasi kesehatan mental
dan penyalahgunaan narkoba, audiolog, terapis okupasional, pembuatan anggota
badan palsu, buruh bidang kesehatan, ahli bedah mulut dan maksilofasial,
koreografer, dan psikolog.

Dapat dikatakan bahwa adanya otomatisasi ini dapat menyebabkan beberapa


orang kehilangan pekerjaanya yang lama, akan tetapi hadirnya Revolusi Industri ini
telah membawa peluang baru bagi mereka di bidang yang lain. Maka dari itu, yang
menjadi permasalahan dari Revolusi Industri Keempat bukanlah mengenai
bagaimana orang-orang dapat kehilangan pekerjaannya, akan tetapi bagaimana

21
mereka dapat mendapatkan kemampuan yang sesuai dengan jenis pekerjaan di masa
yang akan datang.

Manfaat Teknologi: Strategi Menekan Angka Pengangguran Akibat Pandemi


Covid-19 di Indonesia

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor yang paling
terdampak akibat guncangan ekonomi di saat Pandemi Covid-19. Hal tersebut tentu
akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia dimana kontribusi
UMKM sangat besar dalam berbagai bidang diantaranya:

1) sebesar 99.9% (64,1 juta) dari jumlah unit usaha di Indonesia merupakan
UMKM;
2) sebesar 97% (116,9 juta) dari jumlah tenaga kerja di Indonesia terserap di
UMKM;
3) sebesar 61,07% (8.573.895 miliar) dari PDB Indonesia adalah berasal dari
UMKM;
4) sebesar 14,37% (293.840 miliar) dari jumlah ekspor non migas Indonesia adalah
berasal dari UMKM;
5) sebesar 60,42% (2.564.549 miliar) dari jumlah investasi di Indonesia adalah
berasal dari UMKM.

Menurut Kementrian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM), terdapat sekitar


37.000 UMKM yang melaporkan bahwa sekitar 56% diantaranya mengalami
penurunan penjualan; 22% melaporkan permasalahan pada aspek pembiayaan; 15%
melaporkan pada masalah distribusi barang; dan 4% melaporkan kesulitan
mendapatkan bahan baku mentah (Pakpahan, 2020). Terlebih lagi dengan adanya
kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang pernah diterapkan di
beberapa wilayah di Indonesia, mengakibatkan gangguan pada aktivitas ekonomi
termasuk UMKM. PSBB merupakan pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam
suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit atau terkontaminasi sedemikian rupa
untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit tersebut.

Penerapan PSBB mengakibatkan dampak ekonomi yang cukup besar seperti


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menurunnya volume dan omset penjualan,
menurunnya jumlah pembeli UMKM, harga bahan pokok mengalami kenaikan,

22
beberapa pasar tutup dan UMKM terancam gulung tikar. Hal tersebut menunjukkan
bahwa PSBB berpengaruh positif terhadap penurunan pendapatan UMKM (Fathoni,
2020). Jika menggunakan asumsi perputaran uang di Jabodetabek sebesar 70% dari
total uang yang beredar di Indonesia. Hal ini diartikan bahwa 70% PDB Indonesia
dipengaruhi pergerakan ekonomi di Jabodetabek, maka penghentian aktivitas secara
total di Jabodetabek selama 1 bulan akan menimbulkan kerugian nasional sebesar =
Rp 923 triliun (Hadiwardoyo, 2020).

PSBB membatasi pergerakan orang dan barang dan mengharuskan untuk


berdiam diri dirumah. Hal inilah yang akan berdampak pada keterbatasan kegiatan
operasional UMKM dan menurunnya jumlah konsumen yang berbelanja langsung
dibandingkan hari biasa. Oleh karena itu, para pelaku UMKM harus bisa
beradaptasi dengan cara melakukan perubahan pada strategi bisnis untuk dapat
mempertahankan usahanya di tengah pandemi ini. Salah satunya adalah dengan
memanfaatkan teknologi dalam melakukan kegiatan jual beli. Namun, sayangnya
banyak UMKM yang tingkat digitalisasinya masih rendah, sulit mengakses
teknologi dan kurangnya pemahaman tentang strategi dalam bisnis (Hardilawati,
2020). Strategi yang dapat diterapkan UMKM untuk bertahan di tengah pandemi
Covid-19 salah satunya adalah dengan pemanfaatan teknologi informasi.

1) Pemanfaatan E-Commerce
Perkembangan UMKM dari tahun ke tahun dipengaruhi dengan
pemanfaatan teknologi informasi dan sistem informasi. E-commerce adalah
kegiatan yang berhubungan dengan jual beli, transfer dana, pemasaran jasa
ataupun barang dengan memanfaatkan fasilitas internet. Teknologi ini dibangun
dengan menggunakan aplikasi berbasis website, sehingga para pelaku usaha
dapat mempromosikan hasil usaha dengan mudah. Teknologi E-Commerce ini
merupakan salah satu teknologi yang mendukung perkembangan UMKM dan
perdagangan di saat pandemi. Pada masa pandemi, banyak masyarakat yang
merasa enggan atau tidak berani berbelanja secara langsung sehingga lebih
memilihi untuk berbelanja secara online melalui platform e-commerce seperti
Tokopedia, Shopee, OLX, Carousell, dll. Tanpa adanya pandemi sekalipun, E-
Commerce mampu menarik banyak konsumen di Indonesia. Oleh karenanya, e-
commerce juga menjadi salah satu pendorong utama yang menjadikan
Indonesia sebagai negara dengan nilai ekonomi digital terbesar di Asia
23
Tenggara yakni mencapai $40 miliar pada tahun 2019 dan diprediksi meningkat
hingga $130 miliar pada tahun 2025 (Sudaryono et al., 2020).
Dalam kaitannya dengan UMKM, penelitian (Mumtahana et al., 2017)
menjelaskan bahwa pemanfaatan teknologi e-commerce dapat berdampak pada
peningkatan pendapatan UMKM sebanyak 15%. (Ningtyas et al., 2015) juga
menjelaskan bahwa adopsi atau pemanfaatan e-commerce berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja UMKM. Begitupun juga dengan penelitian
(Setyorini et al., 2019) dan (Helmalia & Afrinawati, 2018) yang juga
menyebutkan bahwa e-commerce berpengaruh signifikan terhadap pendapatan.
2) Pemanfaatan Digital Marketing
Pada masa pandemi Covid-19 ini, jumlah pengguna media sosial terus
meningkat seiring dengan kebijakan PSBB yang membuat masyarakat
melakukan kegiatan secara online. Oleh karena itu, media sosial cukup efektif
sebagai alat untuk mengembangkan UMKM terutama dalam kegiatan
pemasaran. Media sosial tersebut antara lain adalah Instagram, Facebook,
Twitter, WhatsApp dll. (Sidokumpul et al., 2020) menjelaskan bahwa ternyata
pemanfaatan media sosial memberikan prospek yang baik utnuk menaikan
angka penjualan produk UMKM. Hal tersebut disebabkan karena pemasaran
digital (digital marketing) menyediakan platform jual beli secara daring, agar
memudahkan proses jual beli dan memudahkan konsumen berinteraksi
langsung dengan pemilik UMKM.
(Hendrawan et al., 2019) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa
digital marketing memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja penjualan
produk UMKM. Digital marketing dapat meperpendek rantai pasokan yang
tentunya akan mengurangi biaya operasionalnya dan dapat berdampak positif
baik bagi UMKM mamupun konsumennya. (Febriyantoro & Arisandi, 2018)
juga menjelaskan bahwa penggunaan digital marketing membantu UMKM
dalam menginformasikan dan berinteraksi secara langsung dengan konsumen,
memperluas pangsa pasar, meningkatkan awareness bagi konsumen karena
pelaku UMKM rutin memperbarui informasi mengenai produk setiap hari serta
meningkatkan penjualan karena beberapa UMKM juga berkolaborasi dengan e-
commerce.
3) Pemanfaatan Financial Technology

24
Financial technology (Fintech) adalah gabungan teknologi dengan jasa
keuangan/finansial yang akhirnya berkembang ke arah model bisnis dari
konvensional menjadi online, yang awalnya dalam membayar harus bertatap
muka dan membawa sejumlah uang kas, kini dapat melakukan transaksi jarak
jauh dengan melakukan pembayaran yang dapat dilakukan dalam hitungan detik.
Fintech selalu berinovasi, seperti mengembangkan produk yang fleksibel dan
cara yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh UMKM
(Winarto, 2020). Fintech di Indonesia pun cukup berkembang saat ini seperti
platform pembayaran non-tunai (ovo, go-pay, doku); platform peminjaman dana
(kredivo, modalku, uang teman); platform investasi (investree, amartha, santara)
dan platform pembukuan dan laporan keuangan (bukukas, quickbooks,
freshbooks, wave apps, kasho, paper.id).

Fintech memiliki peran yang cukup penting bagi UMKM di antaranya


adalah: (1) Mempermudah transaksi jarak jauh dengan melakukan pembayaran
online yang dapat dilakukan dalam hitungan detik saja sehingga lebh efisien dan
ekonomis namun tetap efektif; (2) Fintech di Indonesia sudah diakomodir oleh
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan
pinjam meminjam uang yang berbasis teknologi informasi. Dengan demikian
telah tercipta kepastian hukum dan rasa aman bagi investor maupun para pencari
dana.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Memajukan industrialisasi dengan strategi subtitusi impor dapat menaikan taraf hidup
rakyat di negara berkembang. Strategi ini lahir sejak merkantilisme eropa abad ketujuh
belas dengan tujuan mencapai neraca perdagangan yang menguntungkan yang dilakukan
dengan cara memproduksi sendiri di dalam negeri atas barang yang sebelumya di impor,
adapun manfaat subtitusi impor yaitu untuk menghemat penggunaan devisa guna
mengimpor barang barang kapital yang belum bisa di produksi sendiri dan juga untuk
memperbaiki neraca pembayaran yang defisit.
Di dalam pelaksanaan tidak mudah untuk memajukan industri subtitusi impor karena
sering terdapat masalah seperti rendahnya kualitas produk dalam negeri, biaya produksi
yang tinggi di awal penerapan strategi ini, dan alokasi faktor produksi yang kurang efisien,
selain itu kurangnya kapital di negara berkembang menyebabkan naiknya hutang luar
negeri guna merealisasikan industrialisasi tersebut.
Di indonesia strategi subtitusi impor diterapkan sejak orde baru pada sektor industri
baja, barang logam, kilang minyak dan industri semen namun tidak disertai dengan
pengembangan di bagian hilir sehingga harus di dukung oleh kebijakan perdagangan luar
negeri restriktif untuk memproteksi infant industri.
Indonesia pernah mengalami kegagalan subtitusi impor akibat kebijakan industrialisasi
yang tidak terintegrasi dengan kebijakn sektor lain seperti perdagangan, pengembangan
SDM, dan teknologi namun strategi ini harus tetap dilaksanakan karena melihat impor
yang meningkat. Kekayaan alam yang melimpah menjadi pendukung untuk
merealisasikan subtitusi impor namun harus tetap dengan pengelolaan yang baik sehingga
kedepannya dapat terwujud industri nasional yang tangguh dan mandiri dan indonesia siap
bersaing dalam liberalisasi perdagangan internasional
Untuk memajukan perekonomian indonesia selain industri subtitusi impor juga
diperlukan industri pendorong ekspor . Pemerintah tengah fokus meningkatkan nilai
ekspor nasional dari sektor industri dimana 2019 sektor ini telah berkontribusi lebih dari
75% dari capaian nilai ekspor nasional.
Dalam menunjang keberhasilan strategi industri pendorong ekspor maka perlu
dilakukan beberapa hal seperti nilai tukar harus realistis, adanya insentif peningkatan
ekspor, dan tingkat proteksi impor yang rendah, namun dalam pelaksanaannya terdapat
26
hambatan berupa tarif impor yang dikenakan oleh negara pengimpor, larangan non tarif,
dan larangan berupa kuota yang ditentukan negara pengimpor.
Di era modern ini teknologi menjadi faktor penting untuk mendorong kemajuan sektor
industri dimana dengan teknologi pekerjaan menjadi lebih mudah dan efisien sehingga
meningkatkan produktivitas, namun disisi lain perkembangan teknologi sering dianggap
sebagai penyebab terjadinya pengangguran karena tergantikannya tenaga kerja manusia
oleh mesin. Seiring berjalannya revolusi industri muncul pekerjaan-pekerjaan baru tetapi
harus disertai dengan kemampuan tenaga kerja yang lebih baik.

3.2 SARAN
Dengan pembuatan Ringkasan Materi Kuliah ini, penulis mengharapkan bahwa materi
yang terdapat didalam ringkasan mata kuliah ini dapat dipahami oleh para pembacanya
serta dapat menambah wawasan para pembaca. Selain itu, penulis mengharapkan
ringkasan mata kuliah ini dapat digunakan dalam memahami materi yang terkait dengan
pembangunan sektor industri.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alam , Teduh G., Achmad L. N. Antony, Kezia V. Hotama, dan Syahira S. Kuswandi. 2019.
Revolusi Industri Keempat: Akhir dari Buruh di Seluruh Dunia. Jurnal Hubungan
Internasional Vol 12 No.2.

Conbarro. 2019. Model Pengganti Impor (ISI). https://id.conbarro.com/modelo-de-407927


(diakses pada 13 Oktober 2021).

Dewi, Mia Clarissa. 2020. Pemanfaatan Teknologi Bagi Umkm Selama Pandemi Covid -19.
Jurnal Mozaik Volume XII Edisi 2 Desember 2020.

Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomika Pembangunan.Yogyakarta : BPTE Yogyakarta.

Lestari, Ariyana. 2010. “Pembangunan Ekonomi Politik Indonesia dalam Perspektif Immanuel
Wallerstein”. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Mahendra, Setiadi. 2007. Pengaruh Teknologi Terhadap Kemajuan Ekonomi.Yogyakarta:


Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 12. No. 3.

Mumtahana, H. A., Nita, S., & Tito, A. W. (2017). khazanah informatika Pemanfaatan Web
ECommerce untuk Meningkatkan Strategi Pemasaran. Pemanfaatan Web E-Commerce
Untuk Meningkatkan Strategi Pemasaran, 3(1)

Ngafifi, Muhamad. 2014. Kemajuan Teknologi dan Pola Hidup Manusia dalam Perspektif
Sosial Budaya. Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi Volume 2. No.1.

Putra, Windhu. 2018. Perekonomian Indonesia Penerapan Beberapa Teori Ekonomi


Pembangunan di Indonesia. Depok : Rajawali Pers.

28

Anda mungkin juga menyukai