Shafiq
Shafiq
Shafiq
TESIS
PEMBIMBING:
dr. Sarah Dina, M.Ked(OG), SpOG.K
Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K
PENGUJI:
Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG,K
dr. Indra G. Munthe, M.Ked(OG), SpOG.K
dr. Riza Rivany, SpOG
PEMBIMBING:
PENYANGGAH :
TESIS ini Adalah Hasil Karya Saya Sendiri, Dan Semua Sumber Baik Yang
Dikutip Maupun Dirujuk Telah Saya Nyatakan Dengan Benar
Tanda Tangan :
NIM : 117104003
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG.K Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)
NIP. 1968052020021210022 NIP. 196605241992031002
Penguji I Penguji II
Penguji III
Mengetahui,
Ketua Departemen
ObstetridanGinekologi
“Bismillahirrahmanirrahim”
Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Yang
Maha Esa. Hanya atas izin dan kemurahan-Nya lah penulisan tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam saya haturkan kepada baginda
Muhammad S.A.W, beserta seluruh anbiyaa’ dan para rasul, serta keluarga dan
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis saya ini masih
banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar
harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah
rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum dan
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. dr. Aldy Safruddin
3. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, (Alm) selaku Ketua Departemen Obstetri
dan Ginekologi FK-USU Medan pada saat saya diterima mengikuti Pendidikan
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi; Prof. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar,
FK-USU Medan; Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, selaku Ketua Program
Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza
Hanafiah,SpOG (K); Prof.dr.Djafar Siddik, SpOG (K) (Alm); Prof. dr. Delfi
Luthan, Msc, SpOG (K) (Alm), Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K)
ii
Sahil, SpOG (K); Prof. DR. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG (K),
Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas kebaikan budi guru-guru saya
tersebut.
5. Kepada Prof. dr. Budi Hadibroto, SpOG, (K) selaku orang tua angkat saya
dalam pendidikan.
6. Kepada dr. Sarah Dina, MKed(OG), SpOG(K), selaku pembimbing tesis saya,
melakukan penelitian ini sebagai pembimbing utama saya bersama dengan Dr.
dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) yang telah meluangkan waktu yang sangat
memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Semoga ilmu
yang dokter berikan dipandang Allah SWT sebagai amal jariyah di hadapan-
iii
Pendidikan dr. Sarah Dina, M.Ked (OG), SpOG (K), Koordinator Penelitian
Mutu dr.M.Fahdy,Msc,SpOG.
9. Ketua Divisi Fetomaternal Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG (K),
Ketua Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Dr. dr. Ichwanul Adenin,
M.Ked (OG) SpOG (K), Ketua Divisi Obstetri Ginekologi Sosial dr. Khairani
Sukatendel, M.Ked (OG), SpOG (K), Ketua Divisi Onkologi dr. Deri Edianto,
10. Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan
saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUD
Medan, RSU Sundari yang telah banyak mendidik saya sejak awal hingga akhir
iv
dan Penyakit Kandungan, beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non
12. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Dr.Pirngadi Medan beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah
memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti
13. Direktur RSU Haji Mina Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU
Haji Mina Medan beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah
memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti
14. Kepala Rumkit Tingkat II Kesdam I/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah memberikan
kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti Pendidikan
dan Ginekologi.
15. Ketua Yayasan dan Direktur RSU Sundari Medan beserta para Guru saya yang
telah memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama
Yusrizal, dr.Mario, dr.Larry, dr.Heikal, dr. Ade Ayu, dr. Dalmi, dr. Lydia, dan
dr. Ratih, terima kasih untuk kebersamaan dalam suka dan duka serta kerja
17. Kepada seluruh teman sejawat PPDS senior dan rekan-rekan PPDS lainnya
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama,
kebersamaan, bantuan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan kepada
saya.
18. Kepada seluruh pegawai di lingkungan RSUP HAM dan RSUD Dr.Pirngadi,
Rasa hormat, dan terimakasih yang tak terhingga dari lubuk hati sanubari
yang terdalam saya haturkan kepada kedua orang tua yang saya hormati, cintai dan
sayangi, papa dr. Fakhrul Ikram Nizar, SpOG, dan mama Lucia, SH, SpN. Tiada
kata yang dapat melukiskan terimakasih tersebut kepada kedua orangtua saya,
melainkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada ALLAH SWT karena telah
mendoakan, mendidik dan mendukung saya dengan penuh keikhlasan dan kasih
sayang, semenjak lahir hingga saat ini. Hanya ALLAH SWT yang dapat membalas
kebaikan yang telah mereka berikan selama ini, dan Semoga saya dapat menjadi
Rasa terima kasih yang tidak terhingga juga saya sampaikan kepada Mertua
saya Marlis, BE dan Shahilfa Anas, SPd yang telah banyak membantu, memberi
vi
sayang dan kesabaran yang luar biasa tetap mendampingi saya dalam suka maupun
duka, memberikan semangat dan menjadi istri yang soleha. Semoga Allah Swt
Selalu melindungi kita dan melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita
dengan nikmat kesehatan dan keberkahan umur dalam membesarkan anak kita.
Shiddiq, dan Sahlan Marshaf Ibrahim, terima kasih atas pengertiannya dan
perhatian yang papa berikan oleh karena kesibukan dan kewajiban papa dalam
menyelesaikan pendidikan, terima kasih atas doa, pelukan dan ciuman serta senyum
yang selalu merekah untuk papa sehingga mendatangkan semangat baru untuk papa
Kepada uni, abang, dan adikku tersayang: Sulia Ariani Nizar, ST, MSc, Feto
Syarif Nizar, ST, dan dr. Farik Zarmal Nizar, MKed(PD), SpPD, terima kasih atas
bantuan, dorongan, semangat dan doa yang telah diberikan kepada saya selama
menjalani pendidikan.
vii
saya memohon maaf atas segala kekhilafan yang saya lakukan selama ini, baik yang
disadari maupun tidak. Semoga kita semua selalu menjadi orang-orang yang rendah
hati, ikhlas, bersyukur, serta selalu dalam ampunan, kemudahan, dan kasih sayang
Ahmad Shafiq
viii
TUGAS AKHIR
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Fakultas : Kedokteran
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memubliskan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Medan
Pada tanggal : 25 Oktober 2019
Yang menyatakan
(Ahmad Shafiq)
ix
Abstrak
Latar Belakang: Kanker serviks adalah suatu penyakit keganasan pada serviks uteri atau
leher rahim yang merupakan kanker paling umum ke-4 pada wanita di seluruh dunia.
Kanker serviks memiliki angka kejadian dan kematian yang tinggi sehingga memerlukan
tindakan yang optimal dalam tata laksananya. Kanker serviks stadium lanjut medapat
radioterapi dengan pemberian konkuren kemoterapi agar mendapatkan hasil yang lebih
optimal. Sampai saat ini belum ada ketetapan tentang bagaimana cara terbaik pemberian
konkuren kemoterapi baik dari jenis kemoterapi maupun jumlah siklus, dan Rumah Sakit
Haji Adam Malik Medan memberikan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan sebanyak
lima sampai enam siklus pada pasien yang mendapat radioterapi. Namun ternyata ada
pasien yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap, atau kurang dari lima siklus.
Tujuan: mengetahui perbedaan respon terapi dan rekurensi pada pasien kanker serviks
stadium lanjut yang mendapatkan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan
tidak lengkap.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan desain penelitian
case series pada seluruh pasien kanker serviks stadium lanjut IIB-IVB yang diberikan
radioterapi dengan konkuren kemoterapi Cisplatin mingguan di RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2011-2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Semua data
dikumpulkan kemudian dianalisa. Data dianalisis menggunakan uji chi square. Jika tidak
memenuhi syarat maka digunakan uji Fisher exact. Nilai p kurang dari 0,05 dianggap
signifikan dengan CI 95%.
Hasil: Penelitian ini mendapatkan 115 wanita dengan diagnosis kanker serviks stadium
lanjut yang mendapat radioterapi dengan konkuren kemoterapi cisplatin minguan di RSUP
H Adam Malik tahun 2011-2013. 41 orang mendapat konkuren kemoterapi cisplatin
mingguan lengkap, yaitu sebanyak 5-6 siklus, dan 74 orang mendapat konkuren kemoterapi
cisplatin mingguan tidak lengkap. Berdasarkan umur bahwa yang mendapat konkuren
kemoterapi tidak lengkap ditemukan paling banyak pada rentang umur 50-59 tahun yaitu
38 (51,4%) orang, sedangkan pasien dengan konkuren kemoterapi lengkap paling banyak
pada umur ≥60 tahun yaitu 16 (39%) orang. Berdasarkan paritas diperoleh bahwa pasien
yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap paling banyak pada paritas ≤2, yaitu 32
(43,2%) orang dan yang mendapat konkuren kemoterapi lengkap sebanyak 20 (48,8%)
orang.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan respon terapi dan rekurensi pada pasien
kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan radioterapi dengan konkuren kemoterapi
cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.
Kata kunci: kanker serviks, stadium lanjut, kemoradiasi, radioterapi, konkuren kemoterapi
cisplatin mingguan, respon terapi, rekurensi
Abstract
Background: Cervical cancer is a malignant disease of the cervix uterus or cervix which
is the 4th most common cancer in women throughout the world. Cervical cancer has a high
incidence and mortality so it requires optimal action in its administration. Advanced stages
of cervical cancer receive radiotherapy with concurrent administration of chemotherapy in
order to get more optimal results. Until now there has been no determination on how to best
administer concurrent chemotherapy both from the type of chemotherapy and the number
of cycles, and the Haji Adam Malik Hospital in Medan provides concurrent weekly
cisplatin chemotherapy as many as five to six cycles to patients receiving radiotherapy. But
apparently there are patients who get concurrent chemotherapy incomplete, or less than five
cycles.
Objective: to determine the differences in therapeutic response and recurrence in advanced
cervical cancer patients who get concurrent complete and incomplete weekly cisplatin
chemotherapy.
Methods: This study was a retrospective cohort study with case series research design in
all patients with advanced stage IIB-IVB cervical cancer who were given radiotherapy with
concurrent weekly Cisplatin chemotherapy at RSUP H. Adam Malik Medan in 2011-2013
that met the inclusion and exclusion criteria. All data is collected and then analyzed. Data
were analyzed using chi square test. If it does not meet the requirements, then the Fisher
exact test is used. P values less than 0.05 were considered significant with 95% CI.
Results: This study found 115 women with a diagnosis of advanced cervical cancer who
received radiotherapy with concurrent weekly cisplatin chemotherapy at H Adam Malik
General Hospital 2011-2013. 41 people received concurrent complete weekly cisplatin
chemotherapy, which is 5-6 cycles, and 74 people got concurrent weekly incomplete
cisplatin chemotherapy. Based on age, those who received concurrent incomplete
chemotherapy were found most in the age range of 50-59 years, 38 (51.4%) people, while
patients with concurrent complete chemotherapy were at the age of ≥60 years, 16 (39%)
people. Based on parity, it was found that patients who received concurrent incomplete
chemotherapy were at parity ≤2, ie 32 (43.2%) people and those who received concurrent
complete chemotherapy were 20 (48.8%) people.
Conclusion: There was no significant difference in therapeutic response and recurrence in
advanced cervical cancer patients who received radiotherapy with concurrent complete and
incomplete weekly cisplatin chemotherapy.
Keywords: cervical cancer, advanced stage, chemoradiation, radiotherapy, concurrent
weekly cisplatin chemotherapy, response to therapy, recurrence
xi
xii
xiii
xiv
xv
xvi
xvii
xviii
xix
xx
PENDAHULUAN
Kanker serviks adalah suatu penyakit keganasan pada serviks uteri atau
leher rahim yang merupakan kanker paling umum ke-4 pada wanita di seluruh
dunia. Prevalensi kesintasan 5 tahun pasien kanker serviks (yaitu, jumlah pasien
kanker serviks yang masih hidup lima tahun setelah diagnosis) pada tahun 2018
diperkirakan sebesar 1.474.265 di seluruh dunia (39,0 survivor kanker serviks per
100.000 wanita) dengan angka mortalitas sekitar 311.365 kematian akibat kanker
serviks di seluruh dunia (7,5% dari jumlah total kematian akibat kanker pada
wanita, dan juga penyebab kematian paling umum ke-4 terkait kanker pada
wanita).1,2
Indonesia pada tahun 2018 yaitu sekitar 32.469 kasus, menempati posisi ke 2 dari
seluruh kasus kanker di Indonesia, dengan prevalensi 9,3%. Angka kematian kanker
serviks di Indonesia pada tahun 2018 adalah sebesar 18.279 kematian dan
kasus. Insidensi kasus kanker serviks berdasarkan umur dijumpai pada rerata umur
23,4 tahun dengan insidensi dan laju mortalitas 13,9 per 100.000 kasus. Angka
kematian yang tinggi ini disebabkan karena sebagian besar pasien datang pada
kasus baru kanker serviks di seluruh dunia. Meskipun belum ada data prevalensi
kanker stadium lanjut di dunia, namun berdasarkan data registri kanker dari French
adalah sebesar 33,3% dengan survival rate 1 tahun sebesar 65%, survival rate 2
tahun sebesar 31%, survival rate 3 tahun sebesar 23%, survival rate 5 tahun sebesar
Hal yang terpenting dalam menghadapi pasien dengan kanker serviks adalah
menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif dan
sekaligus memprediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi terbatas pada
operasi, radiasi dan kemoterapi atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini.5,6
Dalam hal tata laksana, kanker serviks dapat dipisahkan dalam dua
kelompok utama, yaitu stadium dini dan lanjut.7 Tindakan pembedahan dan
radioterapi dapat dilakukan pada stadium dini, sedangkan pada stadium lanjut
pilihan terapi adalah dengan radioterapi. Radioterapi dapat berupa radiasi eksterna
dan brachytherapy. Radioterapi pada pasien kanker serviks dapat dilakukan tanpa
kemoterapi).1,8
pengobatan untuk pasien kanker serviks yang memerlukan radiasi. Green JA et al,
tahun 2001 melakukan penelitian meta-analisis yang berdasarkan pada 19 uji coba
angka kesintasan sebesar 12% dalam jangka waktu 5 tahun.9 Sebuah pembaharuan
(progression-free survival), dengan manfaat absolut sebesar 10% dan 13% secara
berurutan.10
dengan angka median follow up 6.6 tahun pada pasien kanker serviks resiko tinggi,
dinyatakan bahwa overall survival pada pasien yang diterapi dengan radioterapi
(67% vs. 41% pada 8 tahun; p < 0.0001). Risiko angka kekambuhan penyakit juga
lebih rendah pada pasien yang diterapi dengan radioterapi bersama konkuren
kemoterapi yaitu sebesar 51% (95% confidence interval [CI], 36%–66%). Pada
penelitian ini, pasien-pasien stadium dini dan radiasi dengan hidroksiurea dijadikan
Sampai saat ini belum ada ketetapan tentang bagaimana cara terbaik
pemberian konkuren kemoterapi baik dari jenis kemoterapi maupun jumlah siklus.
gemcitabine, dan golongan non sitotoksik seperti interferon dan retinoid. Belum
ada literatur yang memberikan panduan rinci tentang dosis obat kumulatif yang
siklus konkuren kemoterapi mingguan pada 118 pasien. Studi ini menemukan tidak
ada perbedaan yang signifikan angka overall survival dan progression-free survival
antara yang mendapat lima dan enam siklus namun terdapat perbedaan yang
signifikan antara pasien yang mendapat konkuren kemoterapi 6 siklus dan kurang
dari lima siklus. Selain diberikan mingguan, cisplatin juga dapat diberikan pertiga
tahun yang lebih baik dan local relapse lebih rendah, Zhu et al juga mendapatkan
angka respon komplit kemoterapi yang lebih baik namun dengan konsekuensi
Cancer Institute of the United States, dan National Cancer Institute of Canada
menetapkan kriteria evaluasi respon terapi yaitu: complete response (CR), partial
cisplatin mingguan pada pasien kanker serviks yang mendapatkan radioterapi. Oleh
karena itu penulis ingin mengetahui apakah ada perbedaan respon terapi dan
rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan konkuren
kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap di Rumah Sakit Haji
Adam Malik Medan sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan menggunakan tata
Kanker serviks memiliki angka kejadian dan kematian yang tinggi sehingga
memerlukan tindakan yang optimal dalam tata laksananya. Kanker serviks stadium
mendapatkan hasil yang lebih optimal, dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan
siklus pada pasien yang mendapat radioterapi. Namun ternyata ada pasien yang
mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap, atau kurang dari lima siklus. Maka
untuk itu, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada
perbedaan respon terapi dan rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut
lengkap?”
rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan konkuren
5. Mengetahui apakah ada perbedaan respon terapi pada pasien kanker serviks
6. Mengetahui apakah ada perbedaan angka rekurensi dalam tiga tahun setelah
dimulai terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan
respon terapi dan rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang
konkuren kemoterapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang akan
menjalani radioterapi.
metodologi.
KANKER SERVIKS
Serviks adalah suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk ke arah uterus, yang terletak di antara uterus dan vagina. Kanker
serviks biasanya terjadi pada wanita usia 35-55 tahun. Sebagian besar kanker
serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks, yaitu sebanyak 90%,
sedangkan 10% sisanya berasal dari sel glandular pada kanalis serviksalis.15
(HPV). Sampai saat ini terdapat sekitar 138 jenis HPV yang telah teridentifikasi,
klasifikasi yaitu risiko tinggi, kemungkinan risiko tinggi dan risiko rendah. Baik
tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada sel, tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat
memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan
seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin
disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV risiko tinggi
dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut
adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan
sedang. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker
kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5%. Dinyatakan pula bahwa tidak
terdapat perbedaan probabilitas terjadinya kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan
infeksi HPV- 18 baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan. Akan tetapi sifat
onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada kultur sel
dengan HPV-16.15,17
buruk dibandingkan karsinoma sel skuamosa serviks. Peran infeksi HPV sebagai
faktor risiko mayor kanker serviks telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan
arti faktor risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual,
dan merokok, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis
1. Usia
Risiko kejadian kanker serviks meningkat pada usia > 35 tahun. Semakin tua
Menikah pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun dianggap terlalu muda
untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker serviks 10-12
kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
Hal ini dikarenakan pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.
dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma, sehingga sel-sel mukosa
4. Penggunaan antiseptik
terjadinya kanker.
5. Wanita perokok
Telah dibuktikan secara in vivo efek paparan nikotin jangka panjang dapat
lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak
dan perifer, mencakup produksi tidak seimbang sitokin pro- dan anti-inflamasi,
6. Paritas
Dari berbagai literatur yang ada, wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
jarak persalinan yang terlalu pendek termasuk golongan risiko tinggi untuk
7. Kontrasepsi oral
kanker serviks. Data dari delapan studi yang dilakukan oleh badan internasional
untuk penelitian kanker pada tahun 2002 yang menilai hubungan antara
pengguna kontrasepsi oral dan risiko kanker serviks pada wanita yang terinfeksi
dengan HPV, ditemukan peningkatan hampir tiga kali lipat dalam risiko antara
Diantara wanita yang menggunakan kontrasepsi oral selam 10 tahun atau lebih,
Stadium klinis saat ini adalah klasifikasi dari The International Federation of
Gynecology and Obstetric (FIGO) tahun 2018. Namun pada penelitian ini masih
FIGO Deskripsi
I Karsinoma terbatas pada serviks
IA Karsinoma hanya dapat didiagnosis secara Mikroskopik
IA1 Invasi stroma dalamnya < 3 mm dan lebarnya < 7 mm
IA2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya < 7 mm
IB Secara klinis tumor dapat diidentifikasi pada serviks atau massa tumor
lebih besar dari 1A2
IB1 Secara klinis lesi ukuran ≤4 cm
IB2 Secara klinis lesi ukuran >4 cm
II Tumor telah menginvasi vagina tapi tidak mencapai1/3 distal vagina
atau dinding panggul
IIA Tanpa invasi parametrium
IIA1 Lesi yang tampak < 4 cm
IIA2 Lesi yang tampak > 4 cm
IIB Dengan invasi parametrium
III Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atau menginfiltrasi
sampai 1/3 distal vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis atau
gagal ginjal menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal
IIIA Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina
IIIB Tumor sudah menginvasi dinding panggul
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau Rektum
IVB Metastasis jauh
FIGO Deskripsi
I Karsinoma terbatas hanya pada serviks (ekstensi sampai korpus uterus
diabaikan)
IA Karsinoma invasive yang didiagnosa secara mikroskopik dengan
maksimum kedalaman invasi < 5 mm2
IA1 Kedalaman invasi stroma <3mm2
IA2 Kedalaman invasi stroma >3mm namun < 5 mm
IB Karsinoma invasive dengan maksimum kedalaman invasi > 5 mm2
namun terbatas pada serviks
IB1 Kedalaman invasi stroma >5 mm namun dimensi maksimum < 2 cm
IB2 Invasi karsinoma > 2 cm dan dimensi maksimum < 4cm
IB3 Invasi karsinoma dengan dimensi maksimum > 4cm
II Karsinoma menginvasi bagian luar uterus tapi ekstensinya tidak sampai
pada 1/3 bagian bawah vagina dan dinding pelvis
IIA 2/3 bagian atas vagina tanpa invasi parametrium
IIA1 Dimensi maksimum invasi karsinoma < 4cm
IIA2 Dimensi maksimum invasi karsinoma > 4cm
IIB Keterlibatan parametrium namun tidak sampai pada dinding pelvis
III Karsinoma menginvasi 1/3 bagian bawah vagina, ekstensi hingga
dinding pelvis dan menyebabkan hidronefrosis atau gangguan fungsi
ginjal dan/atau termasuk nodus limfatik pelvis dan/atau termasuk nodus
limfatik para aorta
IIIA 1/3 bagian bawah vagina tanpa invasi dinding pelvis
IIIB Invasi hingga dinding pelvis dengan atau tanpa hidronefrosis dan
gangguan fungsi ginjal (kecuali diketahui dikarenakan penyebab lain)
IIIC Invasi pada nodus limfatik pelvik dan para aorta, tanpa dipengaruhi
ukuran dan ekstensi tumor (notasi r dan p)
IIIC1 Hanya nodus limfatik pelvis
IIIC2 Metastasis nodus limfatik paraorta
IV Karsinoma menginvasi bagian luar pelvis atau telah sampai hingga ke
mukosa kandung kemih (konfirmasi dengan biopsy)
IVA Metastasis ke organ pelvis terdekat
IVB Metastasis jauh ke orang lainnya.
sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan
atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-
sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta
mempunyai batas stroma tumor yang tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau
reserved cell. Sedangkan adeno carsinomaterlihat sebagai sel-sel yang berasal dari
mukus.16,17
• Keratinizing
• Verucous
b. Adeno carcinoma
• Endocervical
• Endometroid
• Serous
• Intestinal
c. Mixed carcinoma
• Adenosquamous
• Mucoepidermoid
• Glossy cell
• Adenoid cystic
d. Undifferentiated carcinoma
e. Carcinoma tumor
f. Malignant melanoma
• Lymphoma
atau lebih, mulai dari lesi intraepitelial menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi
stadium displasia, yaitu ringan, sedang dan berat, kemudian menjadi karsinoma
karsinogenesis umum, disebabkan karena adanya mutasi gen pengendali siklus sel.
Gen pengendali tersebut adalah gen supresor tumor, onkogen, dan repair genes.
Gen supresor tumor dan onkogen mempunyai efek yang berlawanan dalam
tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel, sebaliknya
perubahan ini berkembang menjadi invasif. Sebanyak 3-35% lesi preinvasif akan
(SCJ). Daerah ektoserviks tersusun atas jaringan epitel gepeng berlapis (stratified
squamous epithelium) dan daerah endoserviks tersusun atas jaringan epitel kuboid
selapis bersilia (ciliated cuboid epithelium). Pada wanita muda SCJ berada di luar
ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia >35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviksalis.21
Secara normal akan terjadi perubahan pada epitel serviks; epitel kolumnar
akan digantikan oleh epitel skuamosa. Proses pergantian ini disebut juga dengan
metaplasia. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat
metaplasia ini, maka akan terdapat dua lapisan skuamokolumnar, yaitu lapisan
pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar, daerah ini disebut
Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel secara
genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi
menjadi ganas. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui
hubungan seksual dan diperantarai oleh Human Papilloma Virus (HPV). Sel yang
kelainan epitel, hal ini disebut sebagai displasia. Perbedaan derajat displasia
didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan
pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ merupakan gangguan pada epitel skuamosa
namun belum melewati membran basalis. Jika pertumbuhan sel abnormal sudah
dengan hasil sitologi. Kelainan prakanker ini dimulai dari low grade CIN dan
berkembang menjadi high grade CIN. Keadaan ini bergantung pada imunologi
pasien dengan dukungan faktor risiko. Pada kasus infeksi HPV derajat tinggi yaitu
HPV 16 dan 18, gen virus akan terintegrasi ke genom sel pejamu, kemudian protein
akan dikode untuk menghambat gen penekan tumor TP53 dan RB1 di sel epitel sel
pejamu serta mengaktifkan gen terkait siklus sel seperti cyclin E sehingga terjadi
terjadinya keganasan. Integrasi DNA virus dengan genom sel pejamu merupakan
awal dari proses yang menyebabkan transformasi sel. Kemampuan protein HPV
E6-E7 berikatan dengan tumor suproses gen p53 dan pRB, masing masing telah
dari 158 residu asam amino dan dua zinc-finger binding motifs. Protein E6
protein p53 melalui formasi trimeric complex comprising E6, p53 dan cellular
biologis p53 sehingga kontrol perkembangan siklus sel terganggu yang akhirnya
perubahan seluler yang memperpanjang umur sel dengan memblokir apoptosis dan
berikatan dengan protein seluler, khususnya ke domain HECT dari ubiquitin ligase
E3A (UBE3A), atau dikenal sebagai protein yang berhubungan dengan E6 (E6AP),
dan dengan E6BP (reticulocalbin 2, domain pengikat kalsium EF). E6BP adalah
protein asam amino 320 dengan afinitas tinggi untuk kalsium. E6 dapat mengikat
E6BP dengan tidak adanya TP53. UBE3A berinteraksi dengan HPV E6 pada motif
LXXLL yang dikonservasi dan membentuk kompleks ternary dengan TP53, yang
aktivitas Tumor Suppressor Gen (TSG) yaitu p53 dan pRb menyebabkan siklus sel
menjadi tidak terkontrol, tidak terjadi perbaikan DNA, dan tidak terjadi apoptosis.
menghentikan siklus sel pada fase G1. Penghentian siklus sel pada fase G1
bertujuan untuk memberi kesempatan pada sel untuk memperbaiki kerusakan sel.
Selain itu fungsi dari p53 adalah perangsang apoptosis, sehingga mutasi pada gen
p53 akan menyebabkan proses apoptosis menjadi tidak berjalan. Jika penghentian
sel pada fase G1 tidak terjadi, maka sel akan masuk ke fase S tanpa ada perbaikan.
faktor transkripsi menjadi lepas sehingga siklus sel menjadi tidak terkontrol.21,22
degradasi Bak, c-Myc, FADD, dan procaspase-8. Lebih lanjut, E6 berikatan dengan
E6TP1, hADA3, tuberin, CBP / p300, dan Gps2, mengganggu fungsi protein ini
untuk secara negatif mengatur proliferasi sel. HPV juga menekan sistem imun
oleh ekspresi TLR9. HPV E6 onkogenik juga mampu mengatur ekspresi banyak
berbeda. Pada regulasi siklus sel di fase G0 dan G1, pRb berikatan dengan E2F.
E2F merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui aktivasi proto-
onkogen c-myc dan N-myc. Ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif.
Protein E7 akan masuk ke dalam sel dan mengikat pRb yang menyebabkan E2F
terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc sehingga akan terjadi
proses transkripsi atau proses siklus sel. Kekuatan ikatan protein E7 dan pRb
berbeda-beda pada beberapa tipe virus HPV, misalnya pada ikatan E7 HPV tipe 6
tumor RB, menghasilkan degradasi target yang dimediasi oleh ubiquitin dari
Selain itu, HR-HPV E7 memediasi degradasi pRB. Baik HR dan LR-HPV memiliki
dan pRB jauh lebih lemah. Lebih lanjut, HR-HPV E7 tidak hanya berinteraksi
dengan cyclins A dan E, tetapi juga meningkatkan kadar protein ini. Selain itu,
E2F. Selain itu, efek sinergis antara Ras dan E6 / E7 gen dalam transformasi seluler
p300 / CBP dan p300 / CBP -asosiasi faktor (P / CAF), dan E2F.27,28
terutama melalui interferensi terhadap protein penekan tumor TP53 dan pRB.
Selain itu, kanker serviks secara khusus menunjukkan peningkatan atau penurunan
ekspresi sejumlah besar miRNA onkogenik seluler atau tumor supresif. Ekspresi
yang tinggi dari miR-16, miR-25, miR-92a, dan miR-378 dan penurunan ekspresi
atau E7. Pengamatan ini tidak mengejutkan karena E6 dan E7 memodulasi jumlah
faktor transkripsi utama seperti MYC, TP53, dan E2F, yang merupakan molekul
TP53 adalah gen yang paling sering bermutasi pada kanker manusia.
epigenetik juga diamati. Analisis kami terhadap 17.584 sampel tumor dengan
berbagai jenis kanker manusia dalam database The Cancer Genome Atlas (TCGA)
menunjukkan bahwa gen TP53 sering bermutasi pada ovarium (90,66%), rahim
(89,5%), esofagus (71,9%), kepala dan leher (70,18%), paru-paru (60%), kolorektal
(54,14%), dan kanker lainnya. Dalam kasus kanker serviks, mutasi pada gen TP53
jarang dilaporkan, dengan kejadian hanya 5,1%. Penindasan tumor oleh TP53
terutama diatur melalui ubiquitination yang dimediasi oleh Mdm2 dari TP53.
tingkat protein TP53 dalam karsinoma serviks tetap sangat rendah, meskipun
oleh spesies oksigen reaktif (ROS). Oleh karena itu, sebagian besar karsinoma
serviks terkait-HPV, tidak seperti banyak kanker lainnya, biasanya membawa gen
Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks
pemeriksaan sitologi. Gejala awal dari kanker serviks berupa munculnya sekret
vagina yang tidak kental, agak banyak, disertai adanya bercak darah. Umumnya
tanda ini sering diabaikan oleh pasien. Gejala klasik dari kanker serviks adalah
berat, lebih sering, dan lama. Pasien juga akan mengalami peningkatan jumlah dan
durasi perdarahan. Juga terdapat secret agina yang bau terutama dengan massa
nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak
tidak mendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak
pinggang atau kaki akibat keterkaitan dengan ureter, dinding pelvis atau nervus
skiatik. Pasien juga akan mengalami disuria, hematuria, perdarahan rektum, atau
obstipasi akibat invasi kanker pada kandung kemih atau rektum. Metastasis yang
jauh dan edema persisten pada satu atau kedua ekstremitas sebagai akibat blokade
dari sistem vena dan limfatik merupakan manifestasi yang muncul terlambat.
Jika seseorang mengalami tanda dan gejala kanker serviks, pasien dapat
abnormal. Jika terlihat area yang tidak biasanya, dapat diambil sample sel untuk
analisis biopsi.
tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan
pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan
untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch
biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang
pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal serviksal. Hasil
biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya
tumor saja.
pemeriksaan lebih jauh lagi untuk menentukan apakah kanker telah menyebar dan
dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
pengobatan kanker serviks tergantung pada ukuran tumor, stadium penyakit, usia,
Secara umum, jenis terapi bergantung pada usia dan keadaan umum pasien,
luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Pada umumnya kasus
stadium awal dapat diterapi dengan pembedahan atau radiasi. Pada kasus stadium
lanjut (IIB, III, dan IV) dipilih pengobatan radiasi secara intrakaviter (brakiterapi)
pengobatan kanker stadium lanjut atau kasus berulang yang tidak mungkin
memberikan hasil yang baik dengan efek samping yang lebih ringan.
2. Stadium IA1: Terapi yang dapat dilakukan adalah konisasi serviks. Pada wanita
yang tidak memerlukan fertilitas atau pada wanita usia lanjut, total ekstrafascial
3. Stadium IA2: Karena terdapat risiko kecil metastasis kelenjar getah bening
histerektomi tipe B atau operasi yang lebih radikal. Dalam kasus risiko rendah,
sentinel lymph node, merupakan pilihan bedah yang adekuat. Pada pasien yang
lymphadenectomy
ukuran <2 cm, invasi stroma serviks <50% dan tidak ada kecurigaan kelenjar
pada pasien yang menjalani histerektomi radikal. Pada wanita yang masih
IB1 pada tumor ≤ 2cm pada diameter terbesar. Trakhelectomi dapat dilakukan
secara abdominal, vaginal dan laparoskopi. Pada kasus tertentu dengan massa
yang sangat kecil (<1 cm) dapat diberikan intracavitary radiation therapy
terapi (EBRT). Dosis yang diberikan adalah 60-65 gy. Bila tidak ada
5. Stadium IB2-IIA1: Pada FIGO stadium IB2 dan IIA1, operasi atau radioterapi
menjadi pilihan pertama. Pada wanita usia lebih muda operasi menjadi pilihan.
dipertimbangkan.
6. Stadium IB3 dan IIA2: Pada stadium IB3-IIA2, tumor lebih besar dan faktor
atau batas tegas yang meningkatkan risiko rekurensi dan membutuhkan radiasi
adjuvant pasca operasi. Pada kasus ini, irradiasi adjuvant pada seluruh bagian
menghambat mikrometastasis dan metastasis jauh. Pada stadium ini 80% kasus
memerlukan radioterapi pasca operasi dan konkuren kemoterapi, oleh karena itu
dan brakiterapi.
sebagai pengobatan standart pada pasien dengan kanker serviks lanjut. Regimen
kemoterapi adalah cisplatin intravena dengan dosis 40mg/m2 satu kali setiap
stadium IVA, sangat jarang penyakit tanpa melibatkan dinding pelvis atau
metastasis jauh. Pada kasus ini, eksenterasi pelvik dapat dipertimbangkan tetapi
8. Stadium IVB: Prognosis pada stadium ini sangat buruk sehingga hanya
dilakukan.
untuk merusak materi genetic dari sel kanker (DNA) sehingga sel akan mengalami
kematian atau kehilangan kemampuan proliferasi. Jaringan normal pada tingkat sel
sedangkan kebanyakan sel kanker memiliki cacat pada sistem regulasi sel sehingga
tersebut. Salah satu target utama dari radiasi adalah DNA pada inti sel yang
kemungkinan terjadi berupa single strand brake atau double strand brake.
Kerusakan DNA memicu aktivitas mekanisme tertentu dari siklus sel salah satunya
adalah aktivasi p-53 yang kemudian menginduksi mekanisme tertahannya siklus sel
atau mekanisme apoptosis. Efek radiasi pada tingkat sel ini menjadi dasar dari
pengobatan kanker pada radioterapi, yaitu mengurangi jumlah sel kanker sampai
(Gambar 2.6a). Proses ionisasi secara langsung pada atom di molekul DNA
merupakan hasil dari absorpsi energi via efek fotoelektrik dan interaksi Compton.
Jika energi terabsorbsi ini cukup untuk membuang elektron dari molekul, ikatan
kovalen akan rusak, yang mengakibatkan rusaknya salah satu strand DNA atau
keduanya. Kerusakan strand tunggal DNA umumnya dapat diperbaiki oleh sel
selular terjadi karena radiasi disebabkan oleh efek langsung radiasi, sedangkan pada
kebanyakan kasus kerusakan terjadi akibat efek tak langsung dari radiasi.
Kerusakan pada protein selular akibat irradiasi pada dosis biologis memiliki efek
Gambar 2.6 (a) Efek langsung (direct) radiasi. (b) Single-strand DNA break. (c)
Double-strand DNA break.35
Efek tak langsung dari radiasi pada molekul terjadi karena pembentukan
radikal bebas oleh transfer energi dari radiasi sehingga mengakibatkan kerusakan
molekular yang disebabkan oleh interaksi dari radikal bebas dengan DNA (Gambar
2.7). Fenomena ini paling mungkin disebabkan dari interaksi dari radiasi dengan
bebas merupakan atom elektrik netral elektron atom yang mengandung elektron
Radikal bebas sederhana (H atau OH) memiliki waktu paruh yang singkat
(10-10 detik) dan waktu paruh ini terlalu pendek bagi radikal bebas untuk migrasi
dari sitoplasma menuju nukleus dimana DNA terletak. Oleh karena itu, kombinasi
Hidrogen dan Oksigen dan transformasi menjadi radikal bebas yang poten dan letal
Meskipun, hidrogen peroksida, H2O2, memiliki waktu waktu paruh yang lebih
panjang (10-5 s) namun tidak dapat berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang
lain. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi bagian sel sekitar dimana radikal
bebas tersebut dibentuk dan mencegah pemasukan nutrisi dari jaringan atau sel
yang berdekatan. Hal ini mengakibatkan kematian sel karena defisiensi nutrisi atau
menjelaskan cepat atau lambatnya pengecilan tumor setelah radiasi. Sel kanker
oleh karena itu laju respon tumor tergantung dengan tingkat proliferasinya. Tumor
yang memiliki kumpulan sel berproliferasi dalam proporsi besar akan menunjukkan
respon radiasi lebih dini dan mengalami pengecilan dengan cepat. Walaupun
(redistribusi), repopulasi dan reoxygenase oleh Withers pada tahun 1975. “R” yang
kelima, yaitu radiosensitivity ditambahkan oleh bernard pada tahun 1981. Ke 5 hal
ini sangat penting dalam memprediksi respon dari jaringan normal dan jaringan
Repopulation
Baik tumor dan sel normal yang sehat akan terus berkembang biak bahkan
ketika terpapar radiasi. Proliferasi ini merupakan respons fisiologis tumor dan
Waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan jumlah sel tumor dikenal sebagai
“waktu penggandaan tumor”. Waktu penggandaan ini kurang dari dua hari untuk
sebagian besar tumor. Periode ini juga dikatakan sebagai waktu repopulasi, dan
tetapi semakin cepat setelah dosis radiasi pertama. Peningkatan laju repopulasi ini
repopulasi disebut "waktu kick-off". Repopulasi yang dipercepat ini menjadi lebih
cepat jika pengobatan dihentikan. Jaringan normal juga akan kembali selama
radioterapi; hal ini penting untuk perbaikan efek samping akut dari radioterapi.
Karena itu, skema radioterapi harus diatur sedemikian rupa sehingga jaringan
Repair
jaringan normal. Ketika sel DNA normal rusak dikarenakan radiasi dengan dosis
normal yang digunakan pada radioterapi, siklus sel dihentikan oleh protein p53.
DNA diperbaiki kemudian sel memulai kembali siklus sel dan melanjutkan
proliferasi. Jika DNA tidak bisa diperbaiki maka sel memulai proses apoptosis,
suatu jalur kematian seluler terprogram. Aplikasi radioterapi dalam dosis fraksinasi
diberikan antar fraksi (6-12 jam), sel-sel jaringan normal merespon lambat terhadap
radiasi memiliki kapasitas untuk perbaikan diri lebih cepat daripada sel-sel tumor.
Satu parameter yang digunakan dalam konteks ini adalah waktu paruh yang
dibutuhkan untuk perbaikan sel setelah kerusakan akibat radiasi (t1 / 2), dan nilai
parameter ini bisa dalam menit hingga jam. Karena itu, interval antar fraksi radiasi
Redistribution
Radiosensitivitas dari sel bervariasi sesuai dengan fase siklus sel. Fase yang
paling sensitif terhadap radioterapi adalah M dan G2, sedangkan yang paling tahan
terhadap radioterapi adalah fase S. Sel yang berada pada fase S kemungkinan akan
karena itu, kemungkinan sel tumor akan terpapar radiasi selama fase sensitif
meningkat, dan probabilitas ini akan terus meningkat selama perawatan, dan
Reoxygenation
yang mengalami hipoksia 2-3 kali lebih tahan terhadap radiasi. Sel-sel yang
teroksigenasi dengan baik akan mati saat mendapat radioterapi fraksi penuh. Oleh
karena itu apabila suplay oksigen tetap konstan ke sel tumor, maka sel tumor akan
secara gradual medapatkan vaskularisasi dan asupan oksigen yang konstan dan
istilah SF yaitu jumlah sel yang bertahan setelah medapat fraksi radioterapi sebsar
demikian sebaliknya. Seperti dijelaskan diatas fase siklus sel dan oksigenasi sel
menyebabkan semakin banyak terbentuk radikal bebas sehingga sel kanker semakin
Kemoterapi
dilakukan ketika sel kanker telah menyebar dan tidak dapat ditangani dengan
tindakan operasi. Kemoterapi dapat juga dilakukan sebagai terapi tambahan untuk
mengatasi kemungkinan sisa kanker pada lokasi pascaoperasi dan pada pengobatan
radiasi.36
penentuan dosis obat ditentukan dari manfaat relatif bagi tiap individu pasien.
III. Kebanyakan obat antineoplastik memiliki jendela terapeutik yang sempit, dan
kesehatan, penyakit penyerta, fungsi organ, tipe tumor, dan apakah pasien sudah
dipengaruhi oleh fraksi sel tumor atau sel kanker yang sedang tumbuh atau dalam
siklus replikasi aktif, sel kanker yang sedang tumbuh biasanya lebih sensitive
daripada sel yang tidak sedang bereplikasi atau dalam fase istirahat. Beberapa agen
kemoterapi yang sering digunakan untuk terapi kanker serviks antara lain cisplatin,
Kemoterapi yang diberikan baik itu melalui infus, tablet, atau intramuskuler akan
Kemoterapi memiliki efek dan target yang berbeda sesuai dengan siklus sel.
Target utama kerja kemoterapi adalah menghambat proliferasi sel tumor yang aktif.
a. Fase G0: yaitu fase dimana terjadi aktivitas metabolic, tetapi tidak melakukan
proliferasi. Tergantung pada jenis sel, G0 dapat berlangsung dari beberapa jam
b. Fase G1: yaitu fase dimana sel akan membentuk protein dan bertambah besar.
c. Fase S: yaitu fase terjadinya replikasi DNA, dimana DNA akan disalin sehingga
sel yang baru terbentuk akan mendapatkan DNA sesuai dengan sel induknya.
d. Fase G2: yaitu fase terjadinya pemeriksaan DNA dari proses sintesis. Pada fase
ini, sel akan bersiap untuk masuk ke fase pembelahan sel. Fase ini berlangsung
2 hingga 10 jam.
e. Fase M: fase ini merupakan fase replikasi kromosom yang terpisah menjadi dua
inti sel anak. Umumnya fase ini berlangsung selama 30 menit hingga 60 menit.
Efektifitas radiasi terkait secara spesifik dengan siklus sel. Akumulasi dari
sel di dalam G2 dan fase M adalah fase radiosensitive kuat, dan pada fase S adalah
fase radioresisten kuat. Bagaimanapun, agen kemo berbasis platinum secara umum
Kemoterapi Cisplatin
bahwa mayoritas dari obat sitotoksik yang banyak digunakan pada klinik onkologi
proses perbaikan DNA, memicu apoptosis, dan perubahan pada siklus sel dimana
rendah dari masing-masing agen yang insufisien bila diberikan secara tunggal dapat
cisplatin lebih toksik dari campuran yang tidak teradiasi sehingga kondisi ini akan
terbentuknya ikatan antara radikal bebas yang dihasilkan radiasi dengan platinum
reaktif. Ikatan ini bersifat aktif bahkan terhadap sel yang dalam keadaan hipoksia.35
diterima secara luas sebagai terapi standar untuk karsinoma serviks stadium lanjut,
jadwal dan dosis optimal masih belum ditetapkan. Bukti yang diperoleh dari
dosis 40 mg/m2 selama enam minggu sama efektifnya namun memiliki angka
toksisitas yang lebih rendah dibandingkan cisplatin dan 5-fluorouracil pada jadwal
klasik selama 21 hari; akan tetapi, penentuan dosis sebesar 40 mg/m2 sebagai dosis
cisplatin mingguan pada uji klinis radioterapi dengan konkuren kemoterapi fase III
tidak didasarkan pada data penelitian fase I sebelumnya, dan dosis maksimum yang
pelvis masih belum ditentukan secara jelas. Meskipun demikian, data tidak
yang tidak mengikuti protokol standar menunjukkan bahwa dosis cisplatin tersebut
et al. melaporkan 65 wanita yang berasal dari kelompok minoritas (Ras Afrika-
atau renal. Oleh karenanya, hanya tujuh pasien (10,8%) yang mendapatkan cisplatin
pemberian cisplatin sebanyak 5 siklus oleh karena toksisitas pengobatan (31%) atau
penghentian satu siklus untuk alasan lain selain toksisitas pengobatan (21%).40
mingguan dalam dosis tersebut selama terapi radiasi sinar eksternal, hanya 67%
tetapi, sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penjadwalan dan dosis
serviks masih belum ditetapkan. Terdapat indikasi bahwa waktu antara pemberian
terapeutik terbesar diamati ketika obat tersebut diberikan setiap hari sebelum setiap
fraksi radiasi dilakukan, sama halnya pada kanker paru. Pada tahun 1992,
for Research and Treatment of Cancer (EORTC) melaporkan hasil dari penelitian
acak fase III yang meneliti pemberian cisplatin bersamaan dengan radioterapi
dibandingkan radioterapi saja pada pasien dengan kanker paru yang tidak
bermetastasis dan tidak dapat dioperasi yang melibatkan 331 pasien (70%
dikombinasikan dengan cisplatin pada dosis 30 mg/m2 secara infus intravena pada
hari pertama pada setiap minggu pengobatan (kelompok 2), atau cisplatin pada
dosis 6 mg/m2 yang diberikan setiap hari sekitar 1-2 jam sebelum radioterapi
dilakukan (kelompok 3). Manfaat terbesar dan paling signifikan dijumpai pada
Baik angka keselamatan dan kontrol terhadap penyakit lokal mengalami perbaikan
pasien dengan karsinoma serviks lokal tahap lanjut dan 13 pasien yang memerlukan
hingga dosis total sebesar 50 Gy. Dosis maksimal yang dapat ditolerir (maximal
tolerated dose/ MTD) didefinisikan sebagai tingkatan dosis yang tepat di bawah
satu pertiga pasien yang diterapi. Pada 88% pasien (22 dari 25), cisplatin diberikan
pemberian cisplatin harian pada dosis ini secara kasar sama dengan pemberian dosis
Terapi radiasi merupakan salah satu pilihan terapi untuk mengobati kanker
secara aman dan efektif dan memiliki kemampuan untuk memberikan pengobatan
kuratif dan paliatif pada terapi kanker. Dalam penggunaan klinis, radiasi dapat
sebagai peristiwa awal yang mengarah pada sebagian besar kerusakan biologis yang
diciptakan oleh radiasi pengion. Kerusakan DNA dapat berupa single stand breaks
(SSB) atau double strand breaks (DSB). SSB lebih mudah diperbaiki oleh sel, dan
karenanya lebih kecil kemungkinannya bersifat mutagenik atau letal. DSB adalah
kerusakan DNA paling mematikan yang disebabkan oleh radioterapi. ATM kinase
menginisiasi jalur sinyal yang diinduksi oleh DSB dan bekerja dengan cara
fosforilasi ratusan protein. CHK2 adalah molekul efektor penting yang ditargetkan
oleh ATM. ATR kinase mengaktifkan jalur yang terutama disebabkan oleh
kerusakan UV yang melibatkan CHK1 kinase. Di antara target ATM dan ATR
memfasilitasi penghentian siklus sel dan perbaikan DNA, atau induksi apoptosis
jika perbaikan tidak memungkinkan. Selain itu, JNK dan p38, anggota famili
MAPK, sangat aktif dalam menanggapi radiasi pengion. TP53 juga berinteraksi
dengan beberapa komponen penting dari DNA dan terletak di persimpangan antara
perbaikan DNA yang diinduksi radiasi, apoptosis, dan penuaan. Cisplatin adalah
agen antikanker paling aktif dan terkenal yang tersedia untuk penggunaan klinis.
Mekanisme kerja obat berbasis platinum telah ditinjau baru-baru ini. Namun,
mekanisme kerja cisplatin pada sel, termasuk regulasi absorbsi dan eksresi obat,
pencetusan kerusakan DNA, penghentian siklus sel, perbaikan DNA, dan kematian
sel, masih belum sepenuhnya dipahami. Sinyal kerusakan DNA yang diinduksi
cisplatin melalui ATM / ATR diaktivasi oleh siklus sel checkpoints (CHK1, CHK2)
dan mengarah pada perbaikan DNA, penghentian siklus sel, dan apoptosis, yang
dimediasi oleh jalur TP53. Cisplatin juga memicu aktivasi jalur MAPK dalam sel
tumor. Setelah kerusakan DNA, kaskade MAPK ERK, JNK, dan p38 diaktifkan;
keuntungan dari kemoterapi radioterapi gabungan baru-baru ini telah diamati secara
klinis. Kerangka teoritis untuk interaksi antara dua modalitas ini diperkenalkan
pada 1979 oleh Steel dan Peckham. Terapi radiasi mempengaruhi kontrol
jauh, tanpa interaksi antara kedua modalitas tersebut. Selain itu, kemoterapi bekerja
sama dengan terapi radiasi di bidang radiasi, yang mengarah pada peningkatan
dengan penyakit pada stadium IIB atau lebih besar, dan bagi mereka dengan kanker
menentukan kondisi tumor pada pasien kanker membaik ("respons"), tetap sama
Amerika Serikat, dan Institut Kanker Nasional untuk Kelompok Uji Coba Klinis di
Kanada. Saat ini, sebagian besar uji klinis mengevaluasi perawatan kanker untuk
pasien telah membaik atau tidak, dikarenakan kriteria ini bersifat tumor-sentris/
atau berfokus pada tumor, bukan pasien-sentris. Perbedaan ini harus dibuat oleh
dokter yang merawat dan pasien kanker itu sendiri. Sebagian besar ahli onkologi
dalam praktek klinis menilai kelanjutan penyakit pada pasien-pasien kanker ganas
kriteria secara objektif dan gejala yang masih dikeluhkan. Namun perlu
didampingi dengan keputusan terapi yang optimal oleh ahli onkologi yang
merawat.14
1. Hanya pasien dengan batasan penyakit jelas yang diikutsertakan pada protokol
• Penyakit yang dapat dinilai, setidaknya ditemukan satu lesi yang dapat
dinilai. Jika penyakit yang dapat dinilai terbatas pada lesi soliter, sifat
• Lesi yang dapat dinilai yaitu lesi yang dapat dinilai secara akurat dalam
• Lesi yang tidak dapat dinilai yaitu semua lesi lain, termasuk lesi kecil
pulmonis, lesi kistik, dan juga massa perut yang tidak dikonfirmasi dan
dilakukan pada waktu yang berdekatan dengan awal pengobatan dan tidak
3. Metode penilaian dan teknik yang sama harus digunakan untuk menilai
karateristik setiap lesi yang diidentifikasi dan dilaporkan pada awal dan selama
4. Lesi klinis hanya akan dinilai dapat diukur apabila bersifat superfisial (mis.,
Nodul kulit dan kelenjar getah bening yang teraba). Untuk kasus lesi kulit,
Kriteria Respon
4. Progressive disease (PD): tumor membesar >25% atau dijumpai lesi baru
Respon terbaik secara keseluruhan adalah respon terbaik yang dicatat dari
referensi untuk PD, pengukuran terkecil yang dicatat sejak pengobatan dimulai).
penghentian pengobatan.
residual dari jaringan normal. Ketika evaluasi respons lengkap tergantung pada
Konfirmasi
perkiraan yang terlalu tinggi terhadap tingkat respons yang diamati. Dalam kasus
kurang dari 4 minggu setelah kriteria untuk respons pertama kali dipenuhi. Interval
yang lebih lama seperti yang ditentukan oleh protokol penelitian juga mungkin
sesuai.
Dalam kasus penyakit stabil (stable disease/ SD), pengukuran tindak lanjut
studi pada interval minimum (secara umum, tidak kurang dari 6-8 minggu) yang
bervariasi untuk berbagai jenis dan tingkatan tumor. Oleh karena itu, sangat
antara dua pengukuran untuk penentuan SD. Interval waktu ini harus
Frekuensi evaluasi ulang pada tumor ketika dalam masa pengobatan harus
dilakukan dengan protokol spesifik dan diadaptasi sesuai jenis dan jadwal
pengobatan tidak diketahui, followup setiap 6-8 minggu (bertepatan dengan waktu
di akhir siklus) sangat bermakna. Jangka waktu yang pendek maupun panjang dapat
penyakit metastasis untuk tipe tumor sesuai studi) dan kebutuhan evaluasi yang
perlu diulangi. Pada kondisi normal, semua lokasi target maupun non target harus
dievaluasi pada setiap pemeriksaan. Pada beberapa kondisi dimana organ non target
scanning tulang perlu diulangi apabila respon lengkap telah diindentifikasi pada
hasil akhir percobaan dimana tingkat respon pada awal hingga suata saat/kondisi
penyakit, bebas progresifitas) ditentukan sebagai hasil akhir sebuah studi, jadwal
evaluasi ulang pada protokol spesifik telah disempurnakan. Pada uji perbandingan
8 minggu saat pengobatan atau setiap 3-4 bulan setelah pengobatan) dan tidak
Namun, dalam setiap distribusi pada tiap stadium, keterkaitan kelenjar limfe juga
merupakan faktor prediktif. Studi menunjukkan bahwa angka 5 year survival rate
pada kejadian dengan keterlibatan satu kelenjar limfe lebih tinggi dibandingkan
dengan keterlibatan banyak kelenjar limfe. Pada stadium lebih lanjut (IIB-IV),
survival rate masing-masing stadium pada tahun 2000-2002 adalah 60-93% pada
early stages of disease (FIGO stages IA, IB1 or IIA1), 16-58 % pada locally
advanced stages (FIGO stages IB2, IIA2, IIB, IIIA,IIIB or IVA), dan 15% pada
HPV Onkoprotein E6
HPV tipe
16, 18
P53
pRB
S
HPV Onkoprotein E7
G1 G2 Redistribusi
dan
M Radiosensitiviti
KEMOTERAPI
CISPLATIN
Instabilitas genom
proliferasi sel
Reoksigenasi
ROS
indirect Kanker serviks
Repopulasi
BAX, Puma ATM, ATR,
P53 dan
DNA-PK Repair
G1 halt,
P21
repair
Reccurent
2.14. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan respon terapi dan
rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapat radiasi dengan
METODOLOGI PENELITIAN
rancangan case series pada seluruh pasien kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVB)
diambil dari data sekunder rekam medik untuk penetapan kasus yang bertujuan
untuk menilai perbedaan respon terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut
Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
RSUP. H. Adam Malik Medan yang mendapat radioterapi dengan atau tanpa
medik penderita kanker serviks stadium IIB-IVB di RSUP. H. Adam Malik Medan
tahun 2011-2013.
52
1. Pasien kanker serviks stadium IIB-IVB berdasarkan sistem staging FIGO tahun
2008
adenocarcinoma
Cara
dan Skala
Variabel Definisi Hasil Ukur
Alat Ukur
Ukur
Kanker Keganasan primer yang berasal dari Rekam Stadium penyakit Kategori
Serviks serviks dibuktikan dengan medis
pemeriksaan histopatologi
Usia Masa hidup pasien sejak dilahirkan Rekam • 30-39 tahun Nominal
hingga saat pemeriksaan awal medis • 40-49 tahun
dilakukan yang dinyatakan dalam • 50-59 tahun
tahun • ≥ 60 tahun
Ukuran Besarnya ukuran massa kanker Rekam • ≤ 4 cm Nominal
tumor serviks dilihat dari pemeriksaan klinis medis • > 4 cm
dengan menilai diameter tumor
terbesar
Stadium Derajat keparahan dan penyebaran Rekam • IIB Kategori
kanker serviks yang diklasifikasikan medis • IIIA
berdasarkan FIGO 2008, dimana pada • IIIB
penelitian ini adalah stadium IIB-IVB • IVA
• IVB
Jenis Tipe sel kanker yang dilihat secara Rekam • Squamous carcinoma Kategori
histopatologi mikroskopis medis • Adenocarcinoma
Konkuren Kemoterapi cisplatin dengan jadwal Rekam • Kemoterapi dengan Kategori
Kemoterapi pemberian satu kali setiap minggu medis Cisplatin mingguan
Cisplatin yang diberikan bersamaan dengan lengkap sebanyak 5-6
Mingguan radioterapi kali
• Kemoterapi dengan
Cisplatin mingguan
tidak lengkap sebanyak
kurang dari 5 kali
Respon Tidak ditemukan massa pasca Rekam ▪ Complete response Kategori
Terapi kemoterapi neoadjuvan yang dinilai medis (CR): tumor
Komplit dengan pengukuran massa tumor menghilang
secara klinis (pengukuran diameter sepenuhnya tanpa ada
terbesar masasa tumor menggunakan metastase kelenjar
jari/ digital) oleh dokter onkologi- getah bening
ginekologi. Respon kemoterapi
dinilai menurut kriteria RECISCT.
Respon Masih ditemukan massa pasca Rekam ▪ Partial response (PR): Kategori
Terapi tidak kemoterapi neoadjuvan yang dinilai medis sedikitnya terjadi
Komplit dengan pengukuran massa tumor pengecilan tumor 50%;
secara klinis (pengukuran diameter ▪ Stable disease(SD):
terbesar masasa tumor menggunakan tumor mengecil <50%
jari/ digital) oleh dokter onkologi- atau membesar ≤25%;
ginekologi. Respon kemoterapi ▪ Progressive disease
dinilai menurut kriteria RECISCT. (PD): tumor membesar
>25% atau dijumpai lesi
baru.
Rekurensi Ditemukan massa setelah minimal 6 Rekam ▪ Rekurensi (+) Kategori
bulan dinyatakan bebas massa medis ▪ Rekurensi (-)
(respon komplit) dan telah menjalani
pengobatan lengkap
1. Data diperoleh dari rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi,
dimana dicatat nomor register, nama, umur, evaluasi ukuran tumor dan stadium
mingguan yang diberikan sebanyak 5-6 kali dengan interval 7 hari. Dosis
minggu dan diberikan sebelum dilakukan radioterapi, dalam hal ini RSUP Haji
Adam Malik Medan melakukan konkuren kemoterapi hari Sabtu yang diikuti
radioterapi mulai dua hari kemudian, hari Senin sampai hari Jumat.
ginekologi dan hasil dicatat. Pemeriksaan dilakukan tiap bulan pada tiga bulan
pertama, kemudian tiap tiga bulan sebanyak tiga kali bila tidak ditemui massa
kemudian dilakukan tiap 6 bulan sebanyak 3 kali dan bila tidak ditemui massa
rekam medik pasien yang dientri dan ditabulasi menggunakan perangkat komputer
penelitian. Untuk menganalisa respon kemoterapi dilakukan uji beda ukuran massa
mingguan lengkap dan tidak lengkap dengan menggunakan uji T-test berpasangan
bila data berdistribusi normal. Bila data tidak berdistribusi normal akan dilakukan
uji Wilcoxon sign rank Test. Kemudian dianalisis secara inferensial untuk menilai
minimum range dan uji chi-square dengan derajat kepercayaan 95% dan nilai
kebermaknaan p<0,05. Jika tidak memenuhi syarat maka digunakan uji Fisher exact.
Penelitian ini telah mendapat ethical clearence oleh Komisi Etika Penelitian
Kriteria Inklusi
Analisis Statistik
kemoterapi cisplatin minguan di RSUP H Adam Malik. Dari 115 wanita, 41 orang
berdasarkan umur, paritas, ukuran awal tumor, histopatologi, stadium dan respon
58
konkuren kemoterapi tidak lengkap ditemukan paling banyak pada rentang umur
50-59 tahun yaitu sebanyak 38 (51,4%) orang, sedangkan pasien dengan konkuren
kemoterapi lengkap paling banyak pada umur ≥60 tahun yaitu sebanyak 16 (39%)
kemoterapi tidak lengkap paling banyak pada paritas ≤2, yaitu sebanyak 32 (43,2%)
orang.
Berdasarkan ukuran tumor, pasien lebih banyak yang datang dengan ukuran
awal tumor >4 cm, dimana yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap
banyak pada stadium IIIB, dengan jumlah pasien yang mendapat konkuren
kemoterapi tidak lengkap sebanyak 48 orang (64,9%) dan yang mendapat konkuren
4.1.2 Perbedaan Respon Terapi pada Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut
Tabel 4.1.2 Tabel respon terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang
mendapatkan radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan
lengkap dan tidak lengkap
Konkuren Kemoterapi
p-value
Respons Tidak Lengkap Lengkap
n % n %
Respon komplit (CR) 55 74.3% 34 82.9%
Respon parsial (PR) 8 10.8% 4 9.8%
0.626*
Penyakit stabil (SD) 9 12.2% 2 4.9%
Penyakit progresif (PD) 2 2.7% 1 2.4%
* Fisher exact test
Dari tabel dapat kita lihat, respon kemoterapi terhadap lengkap tidaknya
bahwa respon komplit paling banyak dijumpai pada kelompok yang mendapat
memberikan respon komplit sebanyak 34 (82,9%) orang. Dari hasil analisa statsitik
didapatkan nilai P 0.626, hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon terapi
4.1.3. Perbedaan Angka Rekurensi dalam Tiga Tahun setelah Dimulai Terapi
Tidak Lengkap
Tabel 4.1.3 Tabel Perbedaan rekurensi dalam tiga tahun setelah dimulai terapi
pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan
radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan lengkap dan tidak
lengkap
Konkuren Kemoterapi
p-value
Rekurensi Tidak Lengkap Lengkap
n % n %
Rekurensi (+) 4 7.3 0 0
0.293*
Rekurensi (-) 51 92,7 34 100
* Fisher exact test
Dari penelitian ini didapat 89 pasien mengalami respon kompit dan 4 (7,3%)
kemoterapi tidak lengkap. Walaupun tidak ada rekurensi pada kelompok yang
serviks.
lengkap. Dari seluruh pasien yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap,
Pasien yang datang dengan ukuran awal tumor >4 cm sebanyak 63 orang,
39 pasien pada kelompok yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap dan
yaitu sebanyak 28 (71,8%) orang. Begitu juga dengan kelompok yang mendapat
signifikan berdasarkan ukuran awal tumor dan respon terapi dengan pemberian
Kemoterapi Konkuren
Tidak
Histopatologi Lengkap p-value
lengkap
n (%) n (%)
Squamous cell Respon Komplit 41 (75.9) 23 (82.1) 0,364*
carcinoma Respon Tidak Komplit 13 (24.1) 5 (17.9)
Adenocarcinoma Respon Komplit 14 (70) 11 (84.6) 0,299*
Respon Tidak Komplit 6 (30) 2 (15.4)
* Fisher exact test
respon komplit sebanyak 14 (70%) pasien. Begitu juga dengan kelompok yang
paling banyak dengan stadium IIIB, yaitu 71 pasien. Sebanyak 48 orang mendapat
konkuren kemoterapi tidak lengkap dan yang mengalami respon komplit 37 (77.1)
orang. Pasien stadium IIIB yang mendapat konkuren kemoterapi lengkap sebanyak
23 orang, dan 19 (82,6%) mengalami respon komplit. Tidak ada pasien yang dengan
stadium IVA, sedangkan pada staidum IVB didapat 3 pasien dan 2 (66,7%) orang
diantaranya mengalami respon tidak komplit. Dari hasil di atas, tidak terdapat
4.2 Pembahasan
umur 50-59 tahun, yaitu sebanyak 50 orang (43,5%). Hal ini sesuai dengan
penelitian penelitian Kim et al, didapatkan bahwa rata-rata pasien pada umur 57,3
Kanker serviks lebih sering terjadi pada wanita dengan multipara. Wanita
yang aktif secara seksual dua sampai empat kali lebih mungkin menderita kanker
serviks daripada wanita yang tidak aktif secara seksual. Aktivitas coital dini,
frekuensi coitus, jumlah pasangan coital, dan suami yang tidak disirkumsisi
berhubungan dengan tingginya insiden kanker serviks. Namun, pada penelitian ini
(45,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian Jewell et al, didapatkan bahwa mayoritas
(54,8%), sedangkan untuk pasien dengan ukuran awal tumor ≤4cm sebanyak 52
orang (45,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian Nugent et al, yang mendapatkan
pasien terbanyak pada tumor dengan ukuran awal 4-5 cm dengan total 60 orang
(54%).12
diperoleh hasil histopatologi terbanyak adalah squamous cell carcinoma yaitu pada
orang (28,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Kim et al, dimana hasil
yang sama dimana mayoritas pasien yang menjalani kemoterapi adalah pasien
CCRT lebih baik daripada radioterapi tunggal. Pada 80% kasus pasien memerlukan
radioterapi dengan konkuren kemoterapi pasca operasi, oleh karena itu radioterapi
stadium IIIB yaitu sebanyak 71 orang (61,7%), sedangkan untuk stadium IIB, IIIA,
dan IVB masing-masing sebanyak 37 orang (32,2%), 4 orang (3,5%), dan 3 orang
(2,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian Albuquerque et al, didapatkan bahwa
adalah pasien dengan stadium IIB hingga IIIB sedangkan pasien dengan stadium I-
pada konkuren kemoterapi tidak lengkap dan 34 orang (82,9%) mencapai CR pada
konkuren kemoterapi lengkap. Hal ini sebanding dengan penelitian Mabuchi et al,
mencapai PR. Lima dari 6 pasien yang mencapai PR kemudian dirawat dengan
histerektomi radikal. Studi Mabuchi et al, mengevaluasi respons tumor pada satu
kanker serviks.8
pengobatan standar untuk kanker serviks. Masalah yang dapat timbul selama
berupa radioterapi dengan konkuren kemoterapi dan disertai terapi hipertemia. Pada
hypertemia hanya 1 dari 37 (3%) subjek penelitian yang mengalami respon CR, 4
subjek (11%) mengalami respon PR, 13 subjek (35%) mengalami respon SD, 19
subjek (51%) mengalami respon PD, dan 1 subjek meninggal. Namun penulis
tumor > 4 cm, tipe histopatologi squamous cell carcinoma, dan stadium IIIB paling
dengan masing-masing presentasi sebanyak 71,8%, 75,8%, dan 77,1%. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Katanyoo et al, pada penelitian tersebut didapatkan
sebanyak 142 dari 148 subjek penelitian mengalami respon CR (95,9%), dimana
bahwa respon komplit paling banyak dijumpai pada kelompok yang mendapat
komplit sebanyak 34 (82,9%). Dari hasil analisa statsitik didapatkan nilai p 0.626,
hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon terapi terhadap jumlah
angka kejadian rekurensi antara pemberian konkuren kemoterapi lengkap dan tidak
lengkap dari analisa didapatkan nilai p 0.293, hal ini menunjukkan tidak ada
Semua analisa pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan,
padahal jumlah sampel yang digunakan adalah keseluruhan populasi dari penderita
kanker serviks yang memenuhi kriteria inklusi di RSUP H Adam Malik dari tahun
2011-2013. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan di center lain untuk
5.1. Kesimpulan
1. Karakteristik terbanyak pada subjek penelitian adalah rentang umur 50-59 tahun
2. Tidak ada perbedaan yang signifikan respon terapi pada pasien kanker serviks
3. Tidak ada perbedaan yang signifikan angka rekurensi dalam tiga tahun pada
4. Ukuran tumor ≤ 4 cm maupun > 4cm yang mengalami respon komplit, paling
perbedaan yang signifikan berdasarkan ukuran massa dan respon terapi dengan
69
tidak lengkap.
5.2. Saran
Diperlukan penelitian lanjutan di center lain untuk melihat apakah ada perbedaan
4):iv72-iv83.
https://www.who.int/cancer/prevention/diagnosis-screening/cervical-
cancer/en/
https://www.cervix.cz/index-en.php?pg=professionals--cervical-cancer-
epidemiology--international-comparison
4. Melan, K., Janky, E., Macni, J., Ulric-Gervaise, S., Dorival, M. J., Veronique-
Baudin, J., & Joachim, C. (2017). Epidemiology and survival of cervical cancer
in the French West-Indies: data from the Martinique Cancer Registry (2002-
doi:10.1080/16549716.2017.133734.
Version 1. 2011.
71
9. Green JA, Kirwan JM, Tierney JF: Survival and Recurrence after Concomitant
11. Eifel PJ, Winter K, Morris M, et al. Pelvic irradiation with concurrent
12. Nugent E.K., Case A.S., Hoff J.T., Zighelboim I., DeWitt L.L., Trinkhaus K.,
2018:10 1975–1985.
14. Wolchok JD; Hoos A; O'Day S; Weber JS; Hamid O; Lebbé C; Maio M; Binder
15. Tewari KS., Monk BJ. Tumors of the Cervix. In Raghavan Derek et al.
Textbook of Uncommon Cancer. 4th Ed. McGrawHill. USA. 2008 pg. 501-
505.
16. Watkins JM., et al. 2011. Ultrasound-guided tandem placement for low-dose
17. Rosevear SK. Cervical Screening and Premalignant Disesase of the Cervix. In
USA.
21. Andrijono. 2012. Kanker Serviks. Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan
22. Yim EK, Park JS. 2005. The Role of HPV E6 and E7 Oncoproteins in HPV-
24. Wang, X.; Wang, H.K.; Li, Y.; Hafner, M.; Banerjee, N.S.; Tang, S.; Briskin,
D.; Meyers, C.; Chow, L.T.; Xie, X.; et al. MicroRNAs are biomarkers of
oncogenic human papillomavirus infections. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2014,
111, 4262‒4267.
26. Wang, X.; Wang, H.K.; McCoy, J.P.; Banerjee, N.S.; Rader, J.S.; Broker, T.R.;
Meyers, C.; Chow, L.T.; Zheng, Z.M. Oncogenic HPV infection interrupts the
27. Schreiber, K.; Cannon, R.E.; Karrison, T.; Beck-Engeser, G.; Huo, D.; Tennant,
R.W.; Jensen, H.; Kast, W.M.; Krausz, T.; Meredith, S.C.; et al. Strong synergy
between mutant ras and HPV16 E6/E7 in the development of primary tumors.
28. Charette, S.T.; McCance, D.J. The E7 protein from human papillomavirus type
29. Hengstermann, A.; Linares, L.K.; Ciechanover, A.; Whitaker, N.J.; Scheffner,
degradation of p53 in cervical cancer cells. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2001,
98, 1218‒1223.
30. Disaia PJ, William TC, Robert SM, Scott M, & David GM. 2017. Clinical
31. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. 2006. Yayasan Bina Pustaka
33. Petra T., et al. 2009. New inverse planning technology for image-guided
34. Setyawan A, Djakaria HM. Efek Dasar Radiasi pada Jaringan. Journal of
36. Radji, Maksum. 2015. Mekanisme Aksi Molekuler Antibiotik Dan Kemoterapi.
Jakarta: EGC
39. Rasjidi I. Epidemiologi Kanker Pada Wanita. CV Sagung Seto. Jakarta. 2010.
hal.167-169.
41. Eisenhauer EA; Therasse P; Bogaerts J; Schwartz LH; Sargent D; Ford R; et.
Al. New response evaluation criteria in solid tumors: revised RECIST guideline
2019]
42. Hoffman BL, John OS, Karen DB, Lisa MH, Joseph IS, et al. 2016. Williams
43. DKK Kota S1717urakarta. Kanker Serviks: Sebuah Peringatan Buat Wanita.
44. Kim, H. S., Kim, C. K., Park, B. K., Huh, S. J., & Kim, B. 2012. Evaluation of
45. Kidd, E. A., Thomas, M., Siegel, B. A., Dehdashti, F., & Grigsby, P. W.
46. Albuquerque, K., Giangreco, D., Morrison, C., Siddiqui, M., Sinacore, J.,
47. Heijkoop, S. T., van Doorn, H. C., Stalpers, L. J. A., Boere, I. A., van der
71
jumlah_konkuren
<5 5-6
Count Column N % Count Column N %
umur 30-39 2 2.7% 1 2.4%
40-49 12 16.2% 12 29.3%
50-59 38 51.4% 12 29.3%
>=60 22 29.7% 16 39.0%
paritas <=2 31 41.9% 18 43.9%
3-4 23 31.1% 13 31.7%
>=5 20 27.0% 10 24.4%
ukuran =< 4 cm 35 47.3% 17 41.5%
>4cm 39 52.7% 24 58.5%
histopatologi Squamous cell carsinoma 54 73.0% 28 68.3%
Adenocarcinoma 20 27.0% 13 31.7%
stadium IIB 26 35.1% 11 26.8%
IIIA 0 0.0% 4 9.8%
IIIB 48 64.9% 23 56.1%
IVB 0 0.0% 3 7.3%
respon CR 55 74.3% 34 82.9%
Tidak Komplit respon 19 25.7% 7 17.1%
rekurensi None 70 94.6% 41 100.0%
Rekuren 4 5.4% 0 0.0%
Tabel 4.2
jumlah_konkuren
<5 5-6
Count Column N % Count Column N %
ukuran =< 4 cm respon CR 27 77.1% 13 76.5%
Tidak Komplit respon 8 22.9% 4 23.5%
>4cm respon CR 28 71.8% 21 87.5%
Tidak Komplit respon 11 28.2% 3 12.5%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
ukuran Value df (2-sided) sided) sided)
=< 4 cm Pearson Chi-Square .003c 1 .957
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .003 1 .957
Fisher's Exact Test 1.000 .608
Linear-by-Linear .003 1 .957
Association
N of Valid Cases 52
>4cm Pearson Chi-Square 2.120d 1 .145
Continuity Correctionb 1.309 1 .253
Likelihood Ratio 2.257 1 .133
Fisher's Exact Test .215 .125
Linear-by-Linear 2.087 1 .149
Association
N of Valid Cases 63
Total Pearson Chi-Square 1.116a 1 .291
Continuity Correctionb .678 1 .410
Likelihood Ratio 1.152 1 .283
Fisher's Exact Test .356 .206
Linear-by-Linear 1.106 1 .293
Association
N of Valid Cases 115
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.27.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.92.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.
Tabel 4.3
jumlah_konkuren
<5 5-6
Column N Column N
Count % Count %
histopatologi Squamous cell respon CR 41 75.9% 23 82.1%
carsinoma Tidak Komplit 13 24.1% 5 17.9%
respon
Adenocarcinoma respon CR 14 70.0% 11 84.6%
Tidak Komplit 6 30.0% 2 15.4%
respon
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
histopatologi Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Squamous cell Pearson Chi-Square .416c 1 .519
carsinoma Continuity .132 1 .716
Correctionb
Likelihood Ratio .427 1 .514
Fisher's Exact Test .585 .364
Linear-by-Linear .411 1 .522
Association
N of Valid Cases 82
Adenocarcinoma Pearson Chi-Square .916d 1 .338
Continuity .293 1 .588
Correctionb
Likelihood Ratio .958 1 .328
Fisher's Exact Test .431 .299
Linear-by-Linear .889 1 .346
Association
N of Valid Cases 33
Total Pearson Chi-Square 1.116a 1 .291
Continuity .678 1 .410
Correctionb
Likelihood Ratio 1.152 1 .283
Fisher's Exact Test .356 .206
Linear-by-Linear 1.106 1 .293
Association
N of Valid Cases 115
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.27.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.15.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.15.
Tabel 4.4
jumlah_konkuren
<5 5-6
Count Column N % Count Column N %
stadium IIB respon CR 18 69.2% 10 90.9%
Tidak Komplit respon 8 30.8% 1 9.1%
IIIA respon CR 0 0.0% 4 100.0%
Tidak Komplit respon 0 0.0% 0 0.0%
IIIB respon CR 37 77.1% 19 82.6%
Tidak Komplit respon 11 22.9% 4 17.4%
IVB respon CR 0 0.0% 1 33.3%
Tidak Komplit respon 0 0.0% 2 66.7%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
stadium Value df (2-sided) sided) sided)
IIB Pearson Chi-Square 1.973c 1 .160
Continuity Correctionb .971 1 .324
Likelihood Ratio 2.256 1 .133
Fisher's Exact Test .229 .163
Linear-by-Linear 1.920 1 .166
Association
N of Valid Cases 37
IIIA Pearson Chi-Square .d
N of Valid Cases 4
IIIB Pearson Chi-Square .285e 1 .594
Continuity Correctionb .050 1 .823
Likelihood Ratio .292 1 .589
Fisher's Exact Test .759 .420
Linear-by-Linear .281 1 .596
Association
N of Valid Cases 71
IVB Pearson Chi-Square .f
N of Valid Cases 3
Total Pearson Chi-Square 1.116a 1 .291
Continuity Correctionb .678 1 .410
Likelihood Ratio 1.152 1 .283
Fisher's Exact Test .356 .206
Linear-by-Linear 1.106 1 .293
Association
N of Valid Cases 115
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.27.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.68.
d. No statistics are computed because respon and jumlah_konkuren are constants.
e. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.86.
f. No statistics are computed because jumlah_konkuren is a constant.
Tabel 4.5
jumlah_konkuren
<5 5-6
Column N Column N
Count % Count %
respon CR rekurensi None 51 92.7% 34 100.0%
Rekuren 4 7.3% 0 0.0%
Tidak Komplit respon rekurensi None 19 100.0% 7 100.0%
Rekuren 0 0.0% 0 0.0%