Shafiq

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 113

Respon Terapi pada Kanker Serviks Stadium Lanjut

yang Mendapat Konkuren Kemoterapi Cisplatin


Lengkap dan Tidak Lengkap

TESIS

Oleh: Ahmad Shafiq

PEMBIMBING:
dr. Sarah Dina, M.Ked(OG), SpOG.K
Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K

PENGUJI:
Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG,K
dr. Indra G. Munthe, M.Ked(OG), SpOG.K
dr. Riza Rivany, SpOG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING:

dr. Sarah Dina, M.Ked(OG), SpOG.K


Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K

PENYANGGAH :

Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG,K


dr. Indra G. Munthe, M.Ked(OG), SpOG.K
dr. Riza Rivany, SpOG

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi


salah satu syarat untuk mencapai gelar
Spesialis Obstetri dan Ginekologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

TESIS ini Adalah Hasil Karya Saya Sendiri, Dan Semua Sumber Baik Yang
Dikutip Maupun Dirujuk Telah Saya Nyatakan Dengan Benar

Nama : Ahmad Shafiq

Tanda Tangan :

Tanggal : 26 Oktober 2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : RESPON TERAPI PADA KANKER SERVIKS STADIUM

LANJUT YANG MENDAPAT KONKUREN KEMOTERAPI

CISPLATIN LENGKAP DAN TIDAK LENGKAP

Nama Mahasiswa : Ahmad Shafiq

NIM : 117104003

Program Studi : Obstetri dan Ginekologi

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Henry Salim Siregar, Sp.OG.K


NIP. 195512061985031003
dr. Sarah Dina, MKed(OG), Sp.OG.K
NIP.196804151997032001

Ketua TKP-PPDS Dekan

dr. Muhammad Rusda, M.Ked(OG), SpOG.K Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K)
NIP. 1968052020021210022 NIP. 196605241992031002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Telah diuji pada :
Tanggal : 24Oktober 2019
Penguji :

Penguji I Penguji II

Prof, Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, dr. Indra G. M,M.Ked(OG), Sp.OG.K


MKed(OG),Sp.OG.K NIP.197403122003121002
NIP.196001161986111001

Penguji III

dr. Riza Rivany, Sp.OG.K


NIP.197101192000121002

Mengetahui,

Ketua Departemen
ObstetridanGinekologi

Dr.dr. MakmurSitepu, M.Ked(OG), Sp.OG.K


NIP. 196001071986031017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

“Bismillahirrahmanirrahim”

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT, Tuhan Yang

Maha Esa. Hanya atas izin dan kemurahan-Nya lah penulisan tesis ini dapat

diselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam saya haturkan kepada baginda

Muhammad S.A.W, beserta seluruh anbiyaa’ dan para rasul, serta keluarga dan

umat mereka seluruhnya.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu

syarat untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan

Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis saya ini masih

banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar

harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah

perbendaharaan pustaka, dengan judul:

“Respon Terapi pada Kanker Serviks Stadium Lanjut yang Mendapat

Konkuren Kemoterapi Cisplatin Lengkap dan Tidak Lengkap”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan

rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum dan

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. dr. Aldy Safruddin

Rambe, SpS.(K), yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan

Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2. Dr. dr. Makmur Sitepu, MKed(OG), SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan; dr. Indra G. Munthe, MKed(OG), SpOG.K,

Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Riza

Rivany, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan

Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. dr. Sarma N Lumbanraja, M.Ked(OG),

SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan; yang telah bersama-sama berkenan membimbing saya

menyelesaikan Program Pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi di

Fakultas Kedokteran USU Medan.

3. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, (Alm) selaku Ketua Departemen Obstetri

dan Ginekologi FK-USU Medan pada saat saya diterima mengikuti Pendidikan

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi; Prof. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar,

MKed(OG), SpOG.K, selaku Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK-USU Medan; Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, selaku Ketua Program

Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza

Tala, MKed(OG), SpOG.K, selaku Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis

Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; yang telah bersama-sama berkenan

menerima saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis dan

Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Fakultas

Kedokteran USU Medan.

4. Kepada segenap Guru Besar Obstetri dan Ginekologi Prof.dr.M.Jusuf

Hanafiah,SpOG (K); Prof.dr.Djafar Siddik, SpOG (K) (Alm); Prof. dr. Delfi

Luthan, Msc, SpOG (K) (Alm), Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG (K)

(Alm), Prof.Dr.dr.M.Thamrin Tanjung, SpOG(K); Prof.dr.R.Haryono

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Roeshadi, SpOG(K) (Alm); Prof.dr.T.M. Hanafiah, SpOG (K); Prof. dr. Budi

Hadibroto, SpOG(K); Prof. dr. Daulat H.Sibuea, SpOG, (K); Prof.dr.M.Fauzie

Sahil, SpOG (K); Prof. DR. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG (K),

dan Prof. Dr.dr. Sarma N Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG.K yang berkenan

menerima saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis dan

Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.

Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas kebaikan budi guru-guru saya

tersebut.

5. Kepada Prof. dr. Budi Hadibroto, SpOG, (K) selaku orang tua angkat saya

selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi,

membimbing dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama

dalam pendidikan.

6. Kepada dr. Sarah Dina, MKed(OG), SpOG(K), selaku pembimbing tesis saya,

yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya dalam

melakukan penelitian ini sebagai pembimbing utama saya bersama dengan Dr.

dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) yang telah meluangkan waktu yang sangat

berharga untuk membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini

hingga selesai bersama Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG),

SpOG(K), dr. Indra G. Munthe, M.Ked(OG), Sp.OG(K), dr. Riza Rivany,

Sp.OG(K), selaku pembanding dan narasumber yang dengan penuh kesabaran

telah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing,

memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Semoga ilmu

yang dokter berikan dipandang Allah SWT sebagai amal jariyah di hadapan-

Nya, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. dr. Putri C. Eyanoer, MS.Epi, PhD. Selaku pembimbing statistik saya yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu saya dalam penyelesaian

analisis statistik tesis ini.

8. Ketua Program Magister Kedokteran Klinis Departetemen Obstetri dan

Ginekologi Dr. dr. Hotma Partogi P. Pasaribu, M.Ked(OG), SpOG, Kepala

SMF Kebidanan dan Kandungan RSUP.H.Adam Malik Medan

dr.T.M.Ichsan,SpOG, Sekretaris SMF Kebidanan dan Kandungan

RSUP.H.Adam Malik Medan dr. Hanudse Hartono, M.Kes, SpOG (K),

Koordinator Pelayanan dr. Risman.F.Kaban, M.Ked(OG), SpOG, Koordinator

Pendidikan dr. Sarah Dina, M.Ked (OG), SpOG (K), Koordinator Penelitian

dr.Khairani Sukatendel, M.Ked (OG), SpOG (K), Koordinator Peningkatan

Mutu dr.M.Fahdy,Msc,SpOG.

9. Ketua Divisi Fetomaternal Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG (K),

Ketua Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi Dr. dr. Ichwanul Adenin,

M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua Divisi Uroginekologi Dr. dr. M.Rhiza Z Tala,

M.Ked (OG) SpOG (K), Ketua Divisi Obstetri Ginekologi Sosial dr. Khairani

Sukatendel, M.Ked (OG), SpOG (K), Ketua Divisi Onkologi dr. Deri Edianto,

M.Ked (OG) , SpOG (K).

10. Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUD

Dr.Pirngadi Medan, RSU Haji Mina Medan, RS KESDAM II Putri Hijau

Medan, RSU Sundari yang telah banyak mendidik saya sejak awal hingga akhir

Pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Direktur RSUP H.Adam Malik Medan dan Ketua Departemen ilmu Kebidanan

dan Penyakit Kandungan, beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non

medis – paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan

kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran

Klinik di Departemen Obstetri dan Ginekologi .

12. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi

RSUD Dr.Pirngadi Medan beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah

memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti

Pendidikan Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di

Departemen Obstetri dan Ginekologi.

13. Direktur RSU Haji Mina Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU

Haji Mina Medan beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah

memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti

Pendidikan Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di

Departemen Obstetri dan Ginekologi.

14. Kepala Rumkit Tingkat II Kesdam I/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri dan

Ginekologi beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah memberikan

kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti Pendidikan

Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri

dan Ginekologi.

15. Ketua Yayasan dan Direktur RSU Sundari Medan beserta para Guru saya yang

telah memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama

mengikuti Pendidikan Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di

Departemen Obstetri dan Ginekologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16. Kepada sahabat-sahabat satu angkatan saya, dr. Donny, dr. Irliyan Saputra, dr.

Yusrizal, dr.Mario, dr.Larry, dr.Heikal, dr. Ade Ayu, dr. Dalmi, dr. Lydia, dan

dr. Ratih, terima kasih untuk kebersamaan dalam suka dan duka serta kerja

samanya selama pendidikan hingga saat ini

17. Kepada seluruh teman sejawat PPDS senior dan rekan-rekan PPDS lainnya

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kerjasama,

kebersamaan, bantuan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan kepada

saya.

18. Kepada seluruh pegawai di lingkungan RSUP HAM dan RSUD Dr.Pirngadi,

Terima kasih atas bantuan, kerjasama dan kebersamaan selama ini

Rasa hormat, dan terimakasih yang tak terhingga dari lubuk hati sanubari

yang terdalam saya haturkan kepada kedua orang tua yang saya hormati, cintai dan

sayangi, papa dr. Fakhrul Ikram Nizar, SpOG, dan mama Lucia, SH, SpN. Tiada

kata yang dapat melukiskan terimakasih tersebut kepada kedua orangtua saya,

melainkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada ALLAH SWT karena telah

menitipkan saya kepada orangtua yang telah membesarkan, membimbing,

mendoakan, mendidik dan mendukung saya dengan penuh keikhlasan dan kasih

sayang, semenjak lahir hingga saat ini. Hanya ALLAH SWT yang dapat membalas

kebaikan yang telah mereka berikan selama ini, dan Semoga saya dapat menjadi

anak yang berbakti bagi kedua orang tua saya.

Rasa terima kasih yang tidak terhingga juga saya sampaikan kepada Mertua

saya Marlis, BE dan Shahilfa Anas, SPd yang telah banyak membantu, memberi

semangat dan mendoakan saya dalam menjalanin pendidikan.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Buat istriku tercinta Lisha Mardhyah, AMG yang selalu memberikan kasih

sayang dan kesabaran yang luar biasa tetap mendampingi saya dalam suka maupun

duka, memberikan semangat dan menjadi istri yang soleha. Semoga Allah Swt

Selalu melindungi kita dan melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita

dengan nikmat kesehatan dan keberkahan umur dalam membesarkan anak kita.

Kepada anak-anakku tersayang Falisha Nur Syafiqah, Sulaiman Ahmad

Shiddiq, dan Sahlan Marshaf Ibrahim, terima kasih atas pengertiannya dan

penyemangat papa selama menjalani pendidikan. Maafkan papa atas kurangnya

perhatian yang papa berikan oleh karena kesibukan dan kewajiban papa dalam

menyelesaikan pendidikan, terima kasih atas doa, pelukan dan ciuman serta senyum

yang selalu merekah untuk papa sehingga mendatangkan semangat baru untuk papa

serta selalu kuat dan tegar dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Kepada uni, abang, dan adikku tersayang: Sulia Ariani Nizar, ST, MSc, Feto

Syarif Nizar, ST, dan dr. Farik Zarmal Nizar, MKed(PD), SpPD, terima kasih atas

bantuan, dorongan, semangat dan doa yang telah diberikan kepada saya selama

menjalani pendidikan.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kepada seluruh pihak yang saya sebutkan maupun tidak tersebutkan sebelumnya,

saya memohon maaf atas segala kekhilafan yang saya lakukan selama ini, baik yang

disadari maupun tidak. Semoga kita semua selalu menjadi orang-orang yang rendah

hati, ikhlas, bersyukur, serta selalu dalam ampunan, kemudahan, dan kasih sayang

dari ALLAH SWT, amin.

Medan, Oktober 2019

Ahmad Shafiq

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan

dibawah ini :

Nama : Ahmad Shafiq

Program Studi : Spesialis Obstetri dan Ginekologi

Departemen : Obstetri dan Ginekologi

Fakultas : Kedokteran

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada


Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti
Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang
berjudul:

RESPON TERAPI PADA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT YANG


MENDAPAT KONKUREN KEMOTERAPI CISPLATIN
LENGKAP DAN TIDAK LENGKAP

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memubliskan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan
Pada tanggal : 25 Oktober 2019
Yang menyatakan

(Ahmad Shafiq)

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RESPON TERAPI PADA KANKER SERVIKS STADIUM LANJUT YANG MENDAPAT
KONKUREN KEMOTERAPI CISPLATIN
LENGKAP DAN TIDAK LENGKAP

Ahmad Shafiq, Sarah Dina, Henry Salim Siregar,


Sarma N. Lumbanraha, Indra G. Munthe, Riza Rivany
Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstrak
Latar Belakang: Kanker serviks adalah suatu penyakit keganasan pada serviks uteri atau
leher rahim yang merupakan kanker paling umum ke-4 pada wanita di seluruh dunia.
Kanker serviks memiliki angka kejadian dan kematian yang tinggi sehingga memerlukan
tindakan yang optimal dalam tata laksananya. Kanker serviks stadium lanjut medapat
radioterapi dengan pemberian konkuren kemoterapi agar mendapatkan hasil yang lebih
optimal. Sampai saat ini belum ada ketetapan tentang bagaimana cara terbaik pemberian
konkuren kemoterapi baik dari jenis kemoterapi maupun jumlah siklus, dan Rumah Sakit
Haji Adam Malik Medan memberikan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan sebanyak
lima sampai enam siklus pada pasien yang mendapat radioterapi. Namun ternyata ada
pasien yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap, atau kurang dari lima siklus.
Tujuan: mengetahui perbedaan respon terapi dan rekurensi pada pasien kanker serviks
stadium lanjut yang mendapatkan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan
tidak lengkap.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan desain penelitian
case series pada seluruh pasien kanker serviks stadium lanjut IIB-IVB yang diberikan
radioterapi dengan konkuren kemoterapi Cisplatin mingguan di RSUP H. Adam Malik
Medan pada tahun 2011-2013 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Semua data
dikumpulkan kemudian dianalisa. Data dianalisis menggunakan uji chi square. Jika tidak
memenuhi syarat maka digunakan uji Fisher exact. Nilai p kurang dari 0,05 dianggap
signifikan dengan CI 95%.
Hasil: Penelitian ini mendapatkan 115 wanita dengan diagnosis kanker serviks stadium
lanjut yang mendapat radioterapi dengan konkuren kemoterapi cisplatin minguan di RSUP
H Adam Malik tahun 2011-2013. 41 orang mendapat konkuren kemoterapi cisplatin
mingguan lengkap, yaitu sebanyak 5-6 siklus, dan 74 orang mendapat konkuren kemoterapi
cisplatin mingguan tidak lengkap. Berdasarkan umur bahwa yang mendapat konkuren
kemoterapi tidak lengkap ditemukan paling banyak pada rentang umur 50-59 tahun yaitu
38 (51,4%) orang, sedangkan pasien dengan konkuren kemoterapi lengkap paling banyak
pada umur ≥60 tahun yaitu 16 (39%) orang. Berdasarkan paritas diperoleh bahwa pasien
yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap paling banyak pada paritas ≤2, yaitu 32
(43,2%) orang dan yang mendapat konkuren kemoterapi lengkap sebanyak 20 (48,8%)
orang.
Kesimpulan: Tidak ada perbedaan yang signifikan respon terapi dan rekurensi pada pasien
kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan radioterapi dengan konkuren kemoterapi
cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.
Kata kunci: kanker serviks, stadium lanjut, kemoradiasi, radioterapi, konkuren kemoterapi
cisplatin mingguan, respon terapi, rekurensi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RESPONSE THERAPY IN ADVANCE CERVICAL CANCER WHOSE GET
COMPLETE AND NOT COMPLETE CISPLATIN
CONCURRENT CHEMOTHERAPY

Ahmad Shafiq, Sarah Dina, Henry Salim Siregar,


Sarma N. Lumbanraha, Indra G. Munthe, Riza Rivany
Department of Obstetrics and Gynecology
Faculty of Medicine, University of North Sumatra

Abstract
Background: Cervical cancer is a malignant disease of the cervix uterus or cervix which
is the 4th most common cancer in women throughout the world. Cervical cancer has a high
incidence and mortality so it requires optimal action in its administration. Advanced stages
of cervical cancer receive radiotherapy with concurrent administration of chemotherapy in
order to get more optimal results. Until now there has been no determination on how to best
administer concurrent chemotherapy both from the type of chemotherapy and the number
of cycles, and the Haji Adam Malik Hospital in Medan provides concurrent weekly
cisplatin chemotherapy as many as five to six cycles to patients receiving radiotherapy. But
apparently there are patients who get concurrent chemotherapy incomplete, or less than five
cycles.
Objective: to determine the differences in therapeutic response and recurrence in advanced
cervical cancer patients who get concurrent complete and incomplete weekly cisplatin
chemotherapy.
Methods: This study was a retrospective cohort study with case series research design in
all patients with advanced stage IIB-IVB cervical cancer who were given radiotherapy with
concurrent weekly Cisplatin chemotherapy at RSUP H. Adam Malik Medan in 2011-2013
that met the inclusion and exclusion criteria. All data is collected and then analyzed. Data
were analyzed using chi square test. If it does not meet the requirements, then the Fisher
exact test is used. P values less than 0.05 were considered significant with 95% CI.
Results: This study found 115 women with a diagnosis of advanced cervical cancer who
received radiotherapy with concurrent weekly cisplatin chemotherapy at H Adam Malik
General Hospital 2011-2013. 41 people received concurrent complete weekly cisplatin
chemotherapy, which is 5-6 cycles, and 74 people got concurrent weekly incomplete
cisplatin chemotherapy. Based on age, those who received concurrent incomplete
chemotherapy were found most in the age range of 50-59 years, 38 (51.4%) people, while
patients with concurrent complete chemotherapy were at the age of ≥60 years, 16 (39%)
people. Based on parity, it was found that patients who received concurrent incomplete
chemotherapy were at parity ≤2, ie 32 (43.2%) people and those who received concurrent
complete chemotherapy were 20 (48.8%) people.
Conclusion: There was no significant difference in therapeutic response and recurrence in
advanced cervical cancer patients who received radiotherapy with concurrent complete and
incomplete weekly cisplatin chemotherapy.
Keywords: cervical cancer, advanced stage, chemoradiation, radiotherapy, concurrent
weekly cisplatin chemotherapy, response to therapy, recurrence

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...................... ix
ABSTRAK ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum .................................................................. 5
1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Teoritis............................................................... 7
1.4.2 Manfaat Aplikatif............................................................. 7
1.4.3 Manfaat Metodologi ........................................................ 7
BAB II KANKER SERVIKS .......................................................................... 8
2.1 Definisi Kanker Serviks .............................................................. 8
2.2 Etiologi Kanker serviks ............................................................... 8
2.3 Faktor Risiko Kanker Serviks ..................................................... 10
2.4 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks ............................................ 12
2.5 Jenis Histopatologis pada Kanker Serviks .................................. 15
2.6 Patofisiologi Kanker Serviks ....................................................... 16
2.7 Gejala Klinis Kanker Serviks ...................................................... 23
2.8 Diagnosis Kanker Serviks ........................................................... 24
2.9 Penatalaksanaan Kanker Serviks ................................................. 25
2.10 Evaluasi Respon Terapi ............................................................... 43
2.11 Prognosis Kanker Serviks............................................................ 44
2.12 Kerangka Teori ............................................................................ 50

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.13 Kerangka Konsep ........................................................................ 51
2.14 Hipotesis ...................................................................................... 51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 52
3.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 52
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 52
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................... 52
3.4 Kriteria Penelitian ........................................................................ 53
3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................. 53
3.4.2 Kriteria Eksklusi .............................................................. 53
3.5 Definisi Operasional .................................................................... 54
3.6 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data ................................. 55
3.7 Analisis Data ............................................................................... 56
3.8 Etika Penelitian ............................................................................ 56
3.9 Alur Penelitian ............................................................................. 57
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 58
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................ 58
4.1.1 Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian....................... 58
4.1.2 Perbedaan Respon Terapi pada Pasien Kanker Serviks
Stadium Lanjut yang Mendapatkan Radioterapi dengan
Konkuren Cisplatin Mingguan Lengkap dan Tidak
Lengkap ........................................................................... 60
4.1.3 Perbedaan Angka Rekurensi dalam Tiga Tahun setelah
Dimulai Terapi pada Pasien Kanker Serviks Stadium
Lanjut yang Mendapatkan Radioterapi dengan
Konkuren Cisplatin Mingguan Lengkap dan Tidak
Lengkap ........................................................................... 61
4.1.4 Perbandingan Kemoterapi Lengkap dengan Tidak
Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut Ukuran
Awal Tumor ..................................................................... 61
4.1.5 Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan
Tidak Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut
Histopatologi Tumor ........................................................ 62

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.1.6 Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan
Tidak Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut
Stadium ............................................................................ 63
4.2 Pembahasan ................................................................................. 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 69
5.1 Kesimpulan .................................................................................. 69
5.2 Saran ......................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71
LAMPIRAN

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Squamous Columnar Junction, Lokasi Metaplasia Epitel


pada Kanker Serviks ...................................................................... 8
Gambar 2.2 Gambaran Stadium Kanker Serviks .............................................. 13
Gambar 2.3 Perkembangan CIN menjadi Karsinoma Invasif ........................... 18
Gambar 2.4 Kolposkopi untuk mengambil jaringan yang abnormal ................ 24
Gambar 2.5 Perbandingan gambaran serviks yang normal dan abnormal ........ 25
Gambar 2.6 (a) Efek langsung (direct) radiasi. (b) Single-strand DNA break.
(c) Double-strand DNA break ....................................................... 30
Gambar 2.7 Efek tak langsung (indirect) radiasi .............................................. 31

xv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi HPV Berdasarkan Epidemiologi ................................... 9


Tabel 2.2 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO tahun 2008 ....................... 13
Tabel 2.3 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO tahun 2018 ....................... 14
Tabel 2.4 Perubahan pada Sistem Penentuan Stadium Kanker Serviks .......... 14
Tabel 4.1.1 Tabel Karakteristik Subjek Berdasarkan Konkuren Kemoterapi
Lengkap dan Tidak Lengkap ........................................................... 58
Tabel 4.1.2 Tabel respon terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut
Yang mendapatkan radioterapi dengan konkuren cisplatin
Mingguan lengkap dan tidak lengkap .............................................. 60
Tabel 4.1.3 Tabel Perbedaan rekurensi dalam tiga tahun setelah dimulai terapi
pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan
radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan lengkap dan
tidak lengkap .................................................................................... 61
Tabel 4.1.4 Tabel Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak
Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut Ukuran Awal
Tumor............................................................................................... 61
Tabel 4.1.5 Tabel Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak
Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut Histopatologi ........ 62
Tabel 4.1.6 Tabel Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak
Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut Stadium ................. 63

xvi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

AKT : Protein Kinase B


ATM : Ataxia Telangiectasia Mutated Protein
ATM kinase : Ataxia Telangiectasia Mutated Kinase
ATR : Ataxia Telangiectasia And Rad3 Related Protein
ATR kinase : Ataxia Telangiectasia And Rad3 Related Protein Kinase
BAK : Bcl2 Antagonist/Killer
BAX : Bcl2 Associated X Protein
Bcl2 : B-cell lymphoma 2
CBP : Creb Binding Proteins
CCRT : Concurrent Chemoradiation
CCRT : Critical Care Response Team
CDK : Cyclin-Dependent Kinase
CDKN1A : Cyclin-Dependent Kinase Inhibitor 1a
CDKN1A : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor 1a
CDKN1B : Cyclin-Dependent Kinase Inhibitor 1b
CHK : Checkpoints
CHK1 kinase : Checkpoint Kinase 1
CI : Confidence Interval
CIN : Cervical Intraepithelial Neoplasia
CJAC : Cancer Joint American Committee
fCR : Complete Response
CT scan : Computed Tomography Scan
DLT : Dose-Limiting Toxicity
DNA : Deoxyribonucleic Acid
DNA-PK : DNA Dependent Protein Kinase
DSB : Double Strand Breaks
E3A : Ubiquitin Protein Ligase E3a
E6 : Onkprotein E6
E6-AP : E6-Associated Protein
E6BP : E6-Binding Protein

xvii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


E6TP1 : E6 Targeted Protein 1
E7 : Onkoprotein E7
EBRT : External Beam Radiotherapy
EORTC : Eouropean Organisation For Researchand Treatment of
Cancer
ERK : Extracellular Signal Regulated Kinase
FADD : Fas-associated Protein via Death Domain
fase G0 : Gap-0 Phase
fase G1 : Gap-1 Phase
fase S : Synthesis Phase
FIGO : The International Federation of Gynecology and Obstetric
GLOBOCAN : Global Cancer Incidence, Mortality and Prevalence
GOG125 : Gynecologic Oncology Group 125
Gps2 : G Protein Pathway Suppressor 2
Gy : Grey
H0 : Hipotesis nol
Ha : Hipotesis Alternatif
hADA3 : Human Alteration/Deficiency in Activation 3
HECT : Domain Protein Pada Protein Ligase Ubiquitin
HO2 : Hidrogen Dioksda
HPV : Human Papilloma Virus
HR-HPV : High Risk HPV
HR-HPV E7 : High Risk HPV Protein E7
ICRT : Internal Beam Radiotherapy
Ig E : Imunoglobulin E
IRF-3 : Interferon Regulatory Factor 3
JNK : C Jun N Terminal Kinase
LR-HPV : Low Risk HPV
LR-HPVs E7 : High Risk HPV Protein E7
LVSI : Lymphovascular Space Involvement
m2 : Meter Persegi
MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase

xviii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mdm2 : Mouse Double Minute 2 Homolog
mg : Miligram
Mi2β : ameliorate β-type globin gene
miRNA : MicroRNA
mm : Milimeter
MTD : maximum tolerated dose
N-myc : Proto-Onkogen N-Myc
NURD : Nucleosome Remodelling Deacetylase
p21 : cyclin-dependent kinase inhibitor
p300 : Histone Acetyltransferase P300
p53 : Protein 53
PD : Progressive Disease
PI3K : Phosphoinositide 3 Kinase
PR : Partial Response
pRB : Protein Retinoblastoma
RB1 : Retinoblastoma Protein scriptional Corepressor 1
RECIST : Response Evaluation Criteria in Solid Tumors
ROS : Reactive Oxygen Species
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
RTOG : Radiation Therapy Oncology Group
SCC : Squamous Cell Carcinoma
SCJ : Squamo-Columnar Junction
SD : Stable Disease
SD : Standar Deviasi
SF : Single Fraction
SPSS : Statistical Package for The Social Sciences
SSB : Single Stand Breaks
TATA : adalah Sebuah Sekuens DNA
TBP : TATA Binding Protein
TCGA : The Cancer Genome Atlas
TLR9 : Toll Like Receptor 9
TP53 : Tumor Protein 53

xix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


TSG : Tumor Suppressor Gen
tuberin : Tuberous Sclerosis Complex 2
UBE3A : Ubiquitin Protein Ligase E3a
UV : Ultraviolet
WHO : World Health Organization
WT : Wild Type

xx

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker serviks adalah suatu penyakit keganasan pada serviks uteri atau

leher rahim yang merupakan kanker paling umum ke-4 pada wanita di seluruh

dunia. Prevalensi kesintasan 5 tahun pasien kanker serviks (yaitu, jumlah pasien

kanker serviks yang masih hidup lima tahun setelah diagnosis) pada tahun 2018

diperkirakan sebesar 1.474.265 di seluruh dunia (39,0 survivor kanker serviks per

100.000 wanita) dengan angka mortalitas sekitar 311.365 kematian akibat kanker

serviks di seluruh dunia (7,5% dari jumlah total kematian akibat kanker pada

wanita, dan juga penyebab kematian paling umum ke-4 terkait kanker pada

wanita).1,2

Berdasarkan data GLOBOCAN, jumlah kasus baru kanker serviks di

Indonesia pada tahun 2018 yaitu sekitar 32.469 kasus, menempati posisi ke 2 dari

seluruh kasus kanker di Indonesia, dengan prevalensi 9,3%. Angka kematian kanker

serviks di Indonesia pada tahun 2018 adalah sebesar 18.279 kematian dan

menempati posisi ke 3 dari seluruh kematian di kanker di Indonesia. Angka

prevalensi penambahan kasus kanker serviks di Indonesia adalah sebesar 84.201

kasus. Insidensi kasus kanker serviks berdasarkan umur dijumpai pada rerata umur

23,4 tahun dengan insidensi dan laju mortalitas 13,9 per 100.000 kasus. Angka

kematian yang tinggi ini disebabkan karena sebagian besar pasien datang pada

stadium lanjut, yaitu di atas stadium IIB.2,3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Pada tahun 2018, menurut perkiraan GLOBOCAN, terdapat sekitar 569.847

kasus baru kanker serviks di seluruh dunia. Meskipun belum ada data prevalensi

kanker stadium lanjut di dunia, namun berdasarkan data registri kanker dari French

West-Indies didapatkan bahwa prevalensi kanker ovarium stadium III dan IV

adalah sebesar 33,3% dengan survival rate 1 tahun sebesar 65%, survival rate 2

tahun sebesar 31%, survival rate 3 tahun sebesar 23%, survival rate 5 tahun sebesar

23% dan survival rate 10 tidak ada sama sekali.4

Hal yang terpenting dalam menghadapi pasien dengan kanker serviks adalah

menegakkan diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif dan

sekaligus memprediksi prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi terbatas pada

operasi, radiasi dan kemoterapi atau kombinasi dari beberapa modalitas terapi ini.5,6

Dalam hal tata laksana, kanker serviks dapat dipisahkan dalam dua

kelompok utama, yaitu stadium dini dan lanjut.7 Tindakan pembedahan dan

radioterapi dapat dilakukan pada stadium dini, sedangkan pada stadium lanjut

pilihan terapi adalah dengan radioterapi. Radioterapi dapat berupa radiasi eksterna

dan brachytherapy. Radioterapi pada pasien kanker serviks dapat dilakukan tanpa

kemoterapi atau bisa juga bersamaan dengan pemberian kemoterapi (konkuren

kemoterapi).1,8

Konkuren kemoterapi berbasis cisplatin diterima secara luas sebagai standar

pengobatan untuk pasien kanker serviks yang memerlukan radiasi. Green JA et al,

tahun 2001 melakukan penelitian meta-analisis yang berdasarkan pada 19 uji coba

(17 dipublikasikan dan 2 tidak dipublikasikan) yang mencakup 4.580 pasien

menekankan bahwa konkuren kemoterapi pada radioterapi memberikan manfaat

angka kesintasan sebesar 12% dalam jangka waktu 5 tahun.9 Sebuah pembaharuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

terhadap penelitian meta-analisis sebelumnya mencakup 24 uji coba (21

dipublikasikan dan 3 tidak dipublikasikan) dan meliputi 4.921 pasien menunjukkan

bahwa konkuren kemoterapi secara signifikan meningkatkan angka kesintasan

keseluruhan (overall survival) dan angka kesintasan bebas progresi penyakit

(progression-free survival), dengan manfaat absolut sebesar 10% dan 13% secara

berurutan.10

Pada update penelitian oleh Radiation Therapy Oncology Group (RTOG),

dengan angka median follow up 6.6 tahun pada pasien kanker serviks resiko tinggi,

dinyatakan bahwa overall survival pada pasien yang diterapi dengan radioterapi

bersama konkuren kemoterapi lebih tinggi dibandingkan dengan radioterapi saja

(67% vs. 41% pada 8 tahun; p < 0.0001). Risiko angka kekambuhan penyakit juga

lebih rendah pada pasien yang diterapi dengan radioterapi bersama konkuren

kemoterapi yaitu sebesar 51% (95% confidence interval [CI], 36%–66%). Pada

penelitian ini, pasien-pasien stadium dini dan radiasi dengan hidroksiurea dijadikan

sampel penelitian pada kelompok kontrol.11

Sampai saat ini belum ada ketetapan tentang bagaimana cara terbaik

pemberian konkuren kemoterapi baik dari jenis kemoterapi maupun jumlah siklus.

Beberapa jenis konkuren kemoterapi yang telah dipergunakan adalah hidroxyurea,

5 flurouracil, cisplatin, carbolatin, nedaplatin, oxaliplatin, mitomycin C, epirubicin,

bebrapa jenis yang terbaru seperti topocetan, irinotecan, vinorelbine, paclitaxel,

gemcitabine, dan golongan non sitotoksik seperti interferon dan retinoid. Belum

ada literatur yang memberikan panduan rinci tentang dosis obat kumulatif yang

diperlukan untuk mendapatkan keuntungan optimal.10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Nugent et al (2010) melakukan penelitian retrospektif analisis efek jumlah

siklus konkuren kemoterapi mingguan pada 118 pasien. Studi ini menemukan tidak

ada perbedaan yang signifikan angka overall survival dan progression-free survival

antara yang mendapat lima dan enam siklus namun terdapat perbedaan yang

signifikan antara pasien yang mendapat konkuren kemoterapi 6 siklus dan kurang

dari lima siklus. Selain diberikan mingguan, cisplatin juga dapat diberikan pertiga

minggu. Zhu et al (2018) melakukan penelitian meta analisis untuk

membandingkan kedua cara pemberian konkuren kemoterapi cisplatin tersebut dan

mendapatkan hasil bahwa cisplatin pertiga minggu memberikan hasil kesintasan 5

tahun yang lebih baik dan local relapse lebih rendah, Zhu et al juga mendapatkan

bahwa pasien yang mendapatkan konkuren kemoterapi pertiga minggu memiliki

angka respon komplit kemoterapi yang lebih baik namun dengan konsekuensi

toksisitas hematologi lebih sering terjadi.12,13

Evaluasi respon terapi pasien kanker serviks menggunakan kriteria RECIST

(Response Evaluation Criteria in Solid Tumors). Kolaborasi internasional antara

Eouropean Organisation for Researchand Treatment of Cancer (EORTC), National

Cancer Institute of the United States, dan National Cancer Institute of Canada

pertama kali mempublikasikan kriteria ini pada Februari 2000. RECIST

menetapkan kriteria evaluasi respon terapi yaitu: complete response (CR), partial

response (PR), stable disease (SD) dan progressive disease (PD).14

Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan memberikan konkuren kemoterapi

cisplatin mingguan pada pasien kanker serviks yang mendapatkan radioterapi. Oleh

karena itu penulis ingin mengetahui apakah ada perbedaan respon terapi dan

rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan konkuren

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap di Rumah Sakit Haji

Adam Malik Medan sehingga bisa menjadi bahan pertimbangan menggunakan tata

laksana terapi yang lain.

1.2. Rumusan Masalah

Kanker serviks memiliki angka kejadian dan kematian yang tinggi sehingga

memerlukan tindakan yang optimal dalam tata laksananya. Kanker serviks stadium

lanjut medapat radioterapi dengan pemberian konkuren kemoterapi agar

mendapatkan hasil yang lebih optimal, dan Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

memberikan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan sebanyak lima sampai enam

siklus pada pasien yang mendapat radioterapi. Namun ternyata ada pasien yang

mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap, atau kurang dari lima siklus. Maka

untuk itu, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada

perbedaan respon terapi dan rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut

yang mendapatkan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak

lengkap?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan respon terapi dan

rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan konkuren

kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui karakteristik usia, paritas, jenis histopatologi, dan stadium penyakit

penderita kanker serviks yang mendapat radioterapi dengan konkuren cisplatin

mingguan lengkap dan tidak lengkap.

2. Mengetahui distribusi respon terapi berdasarkan perbedaan ukuran massa tumor

penderita kanker serviks sebelum radioterapi dengan konkuren cisplatin

mingguan lengkap dan tidak lengkap.

3. Mengetahui distribusi respon terapi berdasarkan histopatologi penderita kanker

serviks setelah pemberian radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan

lengkap dan tidak lengkap

4. Mengetahui distribusi respon terapi berdasarkan stadium penderita kanker

serviks setelah pemberian radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan

lengkap dan tidak lengkap.

5. Mengetahui apakah ada perbedaan respon terapi pada pasien kanker serviks

stadium lanjut yang mendapatkan radioterapi dengan konkuren cisplatin

mingguan lengkap dan tidak lengkap.

6. Mengetahui apakah ada perbedaan angka rekurensi dalam tiga tahun setelah

dimulai terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan

radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk melihat dan memperoleh data

respon terapi dan rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang

mendapatkan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.

1.4.2. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pilihan penggunaan

konkuren kemoterapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang akan

menjalani radioterapi.

1. 1.4.3. Manfaat Metodologi

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk peneliti dalam mempersiapkan

proposal, melaksanakan penelitian, dan melaporkan hasilnya sesuai kaedah

metodologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II

KANKER SERVIKS

2.1 Definisi Kanker Serviks

Serviks adalah suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan

pintu masuk ke arah uterus, yang terletak di antara uterus dan vagina. Kanker

serviks biasanya terjadi pada wanita usia 35-55 tahun. Sebagian besar kanker

serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks, yaitu sebanyak 90%,

sedangkan 10% sisanya berasal dari sel glandular pada kanalis serviksalis.15

Gambar 2.1 Squamous Columnar Junction, Lokasi Metaplasia Epitel pada


Kanker Serviks15

2.2 Etiologi Kanker Serviks

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma Virus

(HPV). Sampai saat ini terdapat sekitar 138 jenis HPV yang telah teridentifikasi,

dan 40 di antaranya dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Berdasarkan hasil

temuan pada penelitian epidemiologi, tipe HPV diklasifikasikan dalam tiga

klasifikasi yaitu risiko tinggi, kemungkinan risiko tinggi dan risiko rendah. Baik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

tipe risiko tinggi maupun tipe risiko rendah dapat menyebabkan pertumbuhan

abnormal pada sel, tetapi pada umumnya hanya HPV tipe risiko tinggi yang dapat

memicu kanker. Virus HPV risiko tinggi yang dapat ditularkan melalui hubungan

seksual adalah tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69, dan mungkin

masih terdapat beberapa tipe yang lain.15,16

Tabel 2.1. Klasifikasi HPV Berdasarkan Epidemiologi15,16

Golongan Tipe HPV


Risiko tinggi 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56, 58, 59
Kemungkinan risiko tinggi 26, 53, 66, 68, 73, 82
Risiko rendah 6, 11, 40, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 81

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker serviks

disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV risiko tinggi

dengan HPV risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut

adalah aspartat pada HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan

sedang. Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker

serviks. Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki risiko

kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5%. Dinyatakan pula bahwa tidak

terdapat perbedaan probabilitas terjadinya kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan

infeksi HPV- 18 baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan. Akan tetapi sifat

onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada kultur sel

dimana didapatkan transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan

dengan HPV-16.15,17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

Didapatkan pula bahwa respon imun pada HPV-18 dapat meningkatkan

virulensi virus dimana mekanismenya belum jelas. HPV-16 berhubungan dengan

karsinoma sel skuamosa serviks sedangkan HPV-18 berhubungan dengan

adenokarsinoma serviks. Prognosis dari kanker adenokarsinoma serviks lebih

buruk dibandingkan karsinoma sel skuamosa serviks. Peran infeksi HPV sebagai

faktor risiko mayor kanker serviks telah mendekati kesepakatan, tanpa mengecilkan

arti faktor risiko minor seperti umur, paritas, aktivitas seksual dini/prilaku seksual,

dan merokok, pil kontrasepsi, genetik, infeksi virus lain dan beberapa infeksi kronis

lain pada serviks seperti klamidia trakomatis dan HSV-2.15,17

2.3 Faktor Risiko Kanker Serviks

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya

kanker serviks yaitu:15,18

1. Usia

Risiko kejadian kanker serviks meningkat pada usia > 35 tahun. Semakin tua

usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker serviks.

2. Usia pertama kali menikah

Menikah pertama kali pada usia kurang dari 20 tahun dianggap terlalu muda

untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker serviks 10-12

kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.

Hal ini dikarenakan pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang.

Masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan

dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma, sehingga sel-sel mukosa

bisa berubah sifat menjadi kanker.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

3. Sering berganti-ganti pasangan seksual

Dengan berganti-ganti pasangan seksual akan memungkinkan tertularnya

penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV).

4. Penggunaan antiseptik

Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik

maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang

terjadinya kanker.

5. Wanita perokok

Telah dibuktikan secara in vivo efek paparan nikotin jangka panjang dapat

mempengaruhi proliferasi seluler, menghambat apoptosis dan stimulasi faktor

pertumbuhan endotel vaskuler. Sehingga, wanita perokok memiliki risiko 2 kali

lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak

merokok. Mekanisme lain yaitu berhubungan dengan sistem kekebalan sistemik

dan perifer, mencakup produksi tidak seimbang sitokin pro- dan anti-inflamasi,

peningkatan sitotoksik/ supresor limfosit T, penekanan aktivitas limfosit T,

jumlah T helper limfosit, rendahnya tingkat imunoglobulin selain

imunoglobulin E (Ig E). Sehingga dapat disimpulkan bahwa merokok dapat

menyebabkan kerusakan DNA sel mukosa serviks yang terinfeksi HPV.

6. Paritas

Dari berbagai literatur yang ada, wanita dengan banyak anak, apalagi dengan

jarak persalinan yang terlalu pendek termasuk golongan risiko tinggi untuk

terkena penyakit kanker serviks.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

7. Kontrasepsi oral

Hormon-hormon dalam kontrasepsi oral dapat mempengaruhi kerentaan sel

serviks terhadap infeksi HPV, mempengaruhi kemampuan mereka untuk

membersihkan infeksi atau mempermudah infeksi HPV berkembang menjadi

kanker serviks. Data dari delapan studi yang dilakukan oleh badan internasional

untuk penelitian kanker pada tahun 2002 yang menilai hubungan antara

pengguna kontrasepsi oral dan risiko kanker serviks pada wanita yang terinfeksi

dengan HPV, ditemukan peningkatan hampir tiga kali lipat dalam risiko antara

wanita yang telah menggunakan keontrasepsi oral selama 5-9 tahun

dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral.

Diantara wanita yang menggunakan kontrasepsi oral selam 10 tahun atau lebih,

risiko kanker serviks adalah 4 kali lebih tinggi.

2.4 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks

Penentuan stadium klinis penting dalam memperkirakan penyebaran

penyakit, membantu prognosis, rencana tindakan, dan pertimbangan metode terapi.

Stadium klinis saat ini adalah klasifikasi dari The International Federation of

Gynecology and Obstetric (FIGO) tahun 2018. Namun pada penelitian ini masih

menggunakan klasifikasi FIGO tahun 200815,19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Gambar 2.2 Gambaran Stadium Kanker Serviks15

Tabel 2.2 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO tahun 200815

FIGO Deskripsi
I Karsinoma terbatas pada serviks
IA Karsinoma hanya dapat didiagnosis secara Mikroskopik
IA1 Invasi stroma dalamnya < 3 mm dan lebarnya < 7 mm
IA2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya < 7 mm
IB Secara klinis tumor dapat diidentifikasi pada serviks atau massa tumor
lebih besar dari 1A2
IB1 Secara klinis lesi ukuran ≤4 cm
IB2 Secara klinis lesi ukuran >4 cm
II Tumor telah menginvasi vagina tapi tidak mencapai1/3 distal vagina
atau dinding panggul
IIA Tanpa invasi parametrium
IIA1 Lesi yang tampak < 4 cm
IIA2 Lesi yang tampak > 4 cm
IIB Dengan invasi parametrium
III Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atau menginfiltrasi
sampai 1/3 distal vagina dan atau menyebabkan hidronefrosis atau
gagal ginjal menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal
IIIA Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina
IIIB Tumor sudah menginvasi dinding panggul
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau Rektum
IVB Metastasis jauh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Tabel 2.3 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO tahun 201819

FIGO Deskripsi
I Karsinoma terbatas hanya pada serviks (ekstensi sampai korpus uterus
diabaikan)
IA Karsinoma invasive yang didiagnosa secara mikroskopik dengan
maksimum kedalaman invasi < 5 mm2
IA1 Kedalaman invasi stroma <3mm2
IA2 Kedalaman invasi stroma >3mm namun < 5 mm
IB Karsinoma invasive dengan maksimum kedalaman invasi > 5 mm2
namun terbatas pada serviks
IB1 Kedalaman invasi stroma >5 mm namun dimensi maksimum < 2 cm
IB2 Invasi karsinoma > 2 cm dan dimensi maksimum < 4cm
IB3 Invasi karsinoma dengan dimensi maksimum > 4cm
II Karsinoma menginvasi bagian luar uterus tapi ekstensinya tidak sampai
pada 1/3 bagian bawah vagina dan dinding pelvis
IIA 2/3 bagian atas vagina tanpa invasi parametrium
IIA1 Dimensi maksimum invasi karsinoma < 4cm
IIA2 Dimensi maksimum invasi karsinoma > 4cm
IIB Keterlibatan parametrium namun tidak sampai pada dinding pelvis
III Karsinoma menginvasi 1/3 bagian bawah vagina, ekstensi hingga
dinding pelvis dan menyebabkan hidronefrosis atau gangguan fungsi
ginjal dan/atau termasuk nodus limfatik pelvis dan/atau termasuk nodus
limfatik para aorta
IIIA 1/3 bagian bawah vagina tanpa invasi dinding pelvis
IIIB Invasi hingga dinding pelvis dengan atau tanpa hidronefrosis dan
gangguan fungsi ginjal (kecuali diketahui dikarenakan penyebab lain)
IIIC Invasi pada nodus limfatik pelvik dan para aorta, tanpa dipengaruhi
ukuran dan ekstensi tumor (notasi r dan p)
IIIC1 Hanya nodus limfatik pelvis
IIIC2 Metastasis nodus limfatik paraorta
IV Karsinoma menginvasi bagian luar pelvis atau telah sampai hingga ke
mukosa kandung kemih (konfirmasi dengan biopsy)
IVA Metastasis ke organ pelvis terdekat
IVB Metastasis jauh ke orang lainnya.

Tabel 2.4 Perubahan pada Sistem Penentuan Stadium Kanker Serviks15,19

Karakteristik Sistem FIGO 2008 Sistem FIGO 2018


Stage IB1 Ukuran tumor ≤ 4 cm Ukuran tumor < 2 cm
Stage IB2 Ukuran Rumor > 4 cm Ukuran tumor 2-3,9 cm
Stage IB3 Tidak ada Ukuran tumor ≥ 4 cm
Stage IIIC1 Tidak ada Hanya metastasis nodus limfatik pelvis
Stage IIIC2 Tidak ada Metastasis nodus limfatik paraorta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

2.5 Jenis Histopatologis pada Kanker Serviks

Jenis histopatologis kanker serviks bervariasi, dimana histopatologi

terbanyak ± 90% merupakan squamous cell carcinoma (SCC), 5% adeno

carsinoma, dan sebanyak 5% kanker jenis lain. squamous cell carcinomaterlihat

sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan

atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-

sel yang disebut small cell, berbentuk kumparan atau kecil serta bulat seta

mempunyai batas stroma tumor yang tidak jelas. Sel ini berasal dari sel basal atau

reserved cell. Sedangkan adeno carsinomaterlihat sebagai sel-sel yang berasal dari

epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan

mukus.16,17

Klasifikasi histopalogis kanker serviks di antaranya:17

a. Squamous cell carcinoma

• Keratinizing

• Large cell non keratinizing

• Small cell non keratinizing

• Verucous

b. Adeno carcinoma

• Endocervical

• Endometroid

• Clear cell paramesonephric

• Clear cell mesopephric

• Serous

• Intestinal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

c. Mixed carcinoma

• Adenosquamous

• Mucoepidermoid

• Glossy cell

• Adenoid cystic

d. Undifferentiated carcinoma

e. Carcinoma tumor

f. Malignant melanoma

g. Malignant non-epithelial tumors

• Sarcoma: mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma

• Lymphoma

2.6 Patofisiologi Kanker Serviks

Kanker serviks merupakan suatu penyakit yang progresif. Dalam 10 tahun

atau lebih, mulai dari lesi intraepitelial menjadi neoplastik, dan akhirnya menjadi

kanker serviks. Secara histopatologi, lesi pre-invasif berkembang melalui beberapa

stadium displasia, yaitu ringan, sedang dan berat, kemudian menjadi karsinoma

insitu dan akhirnya invasif. Proses perubahan menjadi kanker, berdasarkan

karsinogenesis umum, disebabkan karena adanya mutasi gen pengendali siklus sel.

Gen pengendali tersebut adalah gen supresor tumor, onkogen, dan repair genes.

Gen supresor tumor dan onkogen mempunyai efek yang berlawanan dalam

karsinogenesis, dimana gen supresor tumor akan menghambat perkembangan

tumor yang diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel, sebaliknya

onkogen memperantarai timbulnya transformasi maligna. Kanker invasif akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

berkembang melalui perkembangan lesi intraepitelial, namun tidak semua

perubahan ini berkembang menjadi invasif. Sebanyak 3-35% lesi preinvasif akan

mengalami regresi secara spontan. 15,17,20

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel ektoserviks (porsio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai Squamo-Columnar Junction

(SCJ). Daerah ektoserviks tersusun atas jaringan epitel gepeng berlapis (stratified

squamous epithelium) dan daerah endoserviks tersusun atas jaringan epitel kuboid

selapis bersilia (ciliated cuboid epithelium). Pada wanita muda SCJ berada di luar

ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia >35 tahun SCJ berada di dalam

kanalis serviksalis.21

Secara normal akan terjadi perubahan pada epitel serviks; epitel kolumnar

akan digantikan oleh epitel skuamosa. Proses pergantian ini disebut juga dengan

metaplasia. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat

metaplasia ini, maka akan terdapat dua lapisan skuamokolumnar, yaitu lapisan

skuamokolumnar asli dan skuamokolumnar baru yang merupakan tempat

pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar, daerah ini disebut

sebagai daerah transformasi.21

Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah sifat sel secara

genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi

menjadi ganas. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan melalui

hubungan seksual dan diperantarai oleh Human Papilloma Virus (HPV). Sel yang

mengalami mutasi akan berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi

kelainan epitel, hal ini disebut sebagai displasia. Perbedaan derajat displasia

didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ merupakan gangguan pada epitel skuamosa

namun belum melewati membran basalis. Jika pertumbuhan sel abnormal sudah

melewati membran basalis, hal ini disebut sebagai karsinoma invasif.21

Perkembangan Cervical Intraepithelial Neoplasia (CIN) berhubungan

dengan hasil sitologi. Kelainan prakanker ini dimulai dari low grade CIN dan

berkembang menjadi high grade CIN. Keadaan ini bergantung pada imunologi

pasien dengan dukungan faktor risiko. Pada kasus infeksi HPV derajat tinggi yaitu

HPV 16 dan 18, gen virus akan terintegrasi ke genom sel pejamu, kemudian protein

akan dikode untuk menghambat gen penekan tumor TP53 dan RB1 di sel epitel sel

pejamu serta mengaktifkan gen terkait siklus sel seperti cyclin E sehingga terjadi

proliferasi yang tidak terkendali.21

Gambar 2.3 Perkembangan CIN menjadi Karsinoma Invasif21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

Peran E6 dan E7 dalam Karsinogenesis

Onkoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab

terjadinya keganasan. Integrasi DNA virus dengan genom sel pejamu merupakan

awal dari proses yang menyebabkan transformasi sel. Kemampuan protein HPV

E6-E7 berikatan dengan tumor suproses gen p53 dan pRB, masing masing telah

dinyatakan sebagai mekanisme protein virus menginduksi tumor. Protein E6 terdiri

dari 158 residu asam amino dan dua zinc-finger binding motifs. Protein E6

menyebabkan proliferasi sel dengan menstimulasi degradasi dari tumor supresor

protein p53 melalui formasi trimeric complex comprising E6, p53 dan cellular

ubiquitination enzyme E6-AP. Degradasi yang dipacu E6 mengganggu fungsi

biologis p53 sehingga kontrol perkembangan siklus sel terganggu yang akhirnya

menyebabkan peningkatan pertumbuhan sel tumor.22

Setelah integrasi virus, E6 diekspresikan, dan memfasilitasi beberapa

perubahan seluler yang memperpanjang umur sel dengan memblokir apoptosis dan

meningkatkan aktivitas telomerase. Peran aktivator transkripsi E6 dapat

digabungkan dengan kemampuannya untuk mengabadikan dan mengubah sel E6

berikatan dengan protein seluler, khususnya ke domain HECT dari ubiquitin ligase

E3A (UBE3A), atau dikenal sebagai protein yang berhubungan dengan E6 (E6AP),

dan dengan E6BP (reticulocalbin 2, domain pengikat kalsium EF). E6BP adalah

protein asam amino 320 dengan afinitas tinggi untuk kalsium. E6 dapat mengikat

E6BP dengan tidak adanya TP53. UBE3A berinteraksi dengan HPV E6 pada motif

LXXLL yang dikonservasi dan membentuk kompleks ternary dengan TP53, yang

kemudian didegradasi melalui mekanisme yang bergantung pada ubiquitin23,24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Selain itu, E6 dapat memblokir translokasi TP53 ke dalam nukleus dan

dengan demikian menghambat fungsi regulasi ekspresi gen TP53. Hambatan

aktivitas Tumor Suppressor Gen (TSG) yaitu p53 dan pRb menyebabkan siklus sel

menjadi tidak terkontrol, tidak terjadi perbaikan DNA, dan tidak terjadi apoptosis.

E6 akan mengikat p53 sehingga p53 akan kehilangan fungsinya untuk

menghentikan siklus sel pada fase G1. Penghentian siklus sel pada fase G1

bertujuan untuk memberi kesempatan pada sel untuk memperbaiki kerusakan sel.

Selain itu fungsi dari p53 adalah perangsang apoptosis, sehingga mutasi pada gen

p53 akan menyebabkan proses apoptosis menjadi tidak berjalan. Jika penghentian

sel pada fase G1 tidak terjadi, maka sel akan masuk ke fase S tanpa ada perbaikan.

Sedangkan onkoprotein E7 akan mengikat pRb sehingga E2F yang merupakan

faktor transkripsi menjadi lepas sehingga siklus sel menjadi tidak terkontrol.21,22

HR-HPV E6 juga dapat mengganggu apoptosis dengan mempercepat

degradasi Bak, c-Myc, FADD, dan procaspase-8. Lebih lanjut, E6 berikatan dengan

E6TP1, hADA3, tuberin, CBP / p300, dan Gps2, mengganggu fungsi protein ini

untuk secara negatif mengatur proliferasi sel. HPV juga menekan sistem imun

bawaan melalui pengikatan E6 ke IRF-3, serta downregulasi E6 yang dimediasi

oleh ekspresi TLR9. HPV E6 onkogenik juga mampu mengatur ekspresi banyak

miRNA seluler seperti miR-34a25,26

Protein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme yang

berbeda. Pada regulasi siklus sel di fase G0 dan G1, pRb berikatan dengan E2F.

E2F merupakan gen yang akan merangsang siklus sel melalui aktivasi proto-

onkogen c-myc dan N-myc. Ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif.

Protein E7 akan masuk ke dalam sel dan mengikat pRb yang menyebabkan E2F

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

terlepas, lalu merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc sehingga akan terjadi

proses transkripsi atau proses siklus sel. Kekuatan ikatan protein E7 dan pRb

berbeda-beda pada beberapa tipe virus HPV, misalnya pada ikatan E7 HPV tipe 6

dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan HPV tipe 16 atau 18.21,22

Sebagian besar protein E7 mengandung motif pengikatan LXCXE yang

dikonservasi secara ketat yang berhubungan dengan anggota keluarga penekan

tumor RB, menghasilkan degradasi target yang dimediasi oleh ubiquitin dari

anggota keluarga RB terkait. Mengikat E7 ke RB hiperfosforilasi (pRB)

menghasilkan pelepasan faktor transkripsi E2F, mengaktifkan transkripsi gen

Selain itu, HR-HPV E7 memediasi degradasi pRB. Baik HR dan LR-HPV memiliki

kemampuan bagi E7 untuk mengikat pRB, meskipun interaksi antara LR-HPVs E7

dan pRB jauh lebih lemah. Lebih lanjut, HR-HPV E7 tidak hanya berinteraksi

dengan cyclins A dan E, tetapi juga meningkatkan kadar protein ini. Selain itu,

ekspresi E7 menghasilkan inaktivasi inhibitor cyclin-dependent kinase (CDK)

CDKN1A (p21CIP1) dan CDKN1B (p27KIP1). Protein HPV-16 E7 dapat

memodulasi lokalisasi sitoplasma CDKN1B (p27KIP1) dan, pada gilirannya, dapat

mengatur metastasis tumor / agresivitas melalui jalur PI3K / AKT. Protein E7

bertindak dengan mengikat dengan histone deacetylases, yang biasanya direkrut

untuk menekan transkripsi melalui promotor yang mengandung situs pengikatan

E2F. Selain itu, efek sinergis antara Ras dan E6 / E7 gen dalam transformasi seluler

telah dilaporkan. Ekspresi E6 / E7 dapat mengaktifkan PI3K dan MAPK, khususnya

ERK1 dan ERK2. Tampaknya beberapa faktor transkripsi berkontribusi terhadap

karsinogenesis yang dimediasi HPV, termasuk protein pengikat kotak TATA

(TBP), komponen kompleks NURD histone deacetylase, Mi2β, asetase transferase

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

p300 / CBP dan p300 / CBP -asosiasi faktor (P / CAF), dan E2F.27,28

Dengan demikian, oncoprotein E6 dan E7 diperkirakan mengabadikan sel,

terutama melalui interferensi terhadap protein penekan tumor TP53 dan pRB.

Selain itu, kanker serviks secara khusus menunjukkan peningkatan atau penurunan

ekspresi sejumlah besar miRNA onkogenik seluler atau tumor supresif. Ekspresi

yang tinggi dari miR-16, miR-25, miR-92a, dan miR-378 dan penurunan ekspresi

miR-22, miR-27a, miR-29a, dan miR-100 dikaitkan dengan viral oncoprotein E6

atau E7. Pengamatan ini tidak mengejutkan karena E6 dan E7 memodulasi jumlah

faktor transkripsi utama seperti MYC, TP53, dan E2F, yang merupakan molekul

hulu untuk sejumlah besar gen miRNA ini.23,24,27,28

Mutasi P53 pada kanker di manusia

TP53 adalah gen yang paling sering bermutasi pada kanker manusia.

Perubahan genetik TP53 dalam tumor manusia termasuk kehilangan alelik,

missense, mutasi frame-shift dan penghapusan intragenik, dan perubahan

epigenetik juga diamati. Analisis kami terhadap 17.584 sampel tumor dengan

berbagai jenis kanker manusia dalam database The Cancer Genome Atlas (TCGA)

menunjukkan bahwa gen TP53 sering bermutasi pada ovarium (90,66%), rahim

(89,5%), esofagus (71,9%), kepala dan leher (70,18%), paru-paru (60%), kolorektal

(54,14%), dan kanker lainnya. Dalam kasus kanker serviks, mutasi pada gen TP53

jarang dilaporkan, dengan kejadian hanya 5,1%. Penindasan tumor oleh TP53

terutama diatur melalui ubiquitination yang dimediasi oleh Mdm2 dari TP53.

Namun, dalam sel kanker serviks HPV-positif, degradasi TP53 benar-benar

dikonversi dari Mdm2 menjadi Ei-mediasi ubiquitination. Dengan demikian,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

tingkat protein TP53 dalam karsinoma serviks tetap sangat rendah, meskipun

aktivasi pensinyalan TP53, termasuk kecanduan onkogenik dan kerusakan DNA

oleh spesies oksigen reaktif (ROS). Oleh karena itu, sebagian besar karsinoma

serviks terkait-HPV, tidak seperti banyak kanker lainnya, biasanya membawa gen

TP53 tipe liar (WT)29

2.7 Gejala Klinis Kanker Serviks

Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks

masih mungkin tidak menimbulkan gejala hanya dapat terdeteksi dengan

pemeriksaan sitologi. Gejala awal dari kanker serviks berupa munculnya sekret

vagina yang tidak kental, agak banyak, disertai adanya bercak darah. Umumnya

tanda ini sering diabaikan oleh pasien. Gejala klasik dari kanker serviks adalah

perdarahan intermenstrual tanpa nyeri, perdarahan postkoitus atau saat membilas

vagina. Ketika keganasan semakin progresif, episode perdarahan menjadi semakin

berat, lebih sering, dan lama. Pasien juga akan mengalami peningkatan jumlah dan

durasi perdarahan. Juga terdapat secret agina yang bau terutama dengan massa

nekrosis lanjut. Nekrosis terjadi karena pertumbuhan tumor yang cepat tidak

diimbangi dengan pertumbuhan pembuluh darah (angiogenesis) sehingga jaringan

tidak mendapat aliran darah yang cukup. Nekrosis ini menimbulkan bau yang tidak

sedap dan reaksi peradangan nonspesifik.30,31

Gejala tahap lanjut adalah munculnya nyeri yang menjalar ke daerah

pinggang atau kaki akibat keterkaitan dengan ureter, dinding pelvis atau nervus

skiatik. Pasien juga akan mengalami disuria, hematuria, perdarahan rektum, atau

obstipasi akibat invasi kanker pada kandung kemih atau rektum. Metastasis yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

jauh dan edema persisten pada satu atau kedua ekstremitas sebagai akibat blokade

dari sistem vena dan limfatik merupakan manifestasi yang muncul terlambat.

Perdarahan masif dan uremia juga dapat muncul.30,31

2.8 Diagnosis Kanker Serviks

Jika seseorang mengalami tanda dan gejala kanker serviks, pasien dapat

menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis. Untuk

menegakkan diagnosis, dokter dapat melakukan:20,21,32,33

1. Memeriksa serviks. Selama pemeriksaan yang disebut kolposkopi, dokter dapat

menggunakan mikroskop khusus (colposcope) untuk memeriksa serviks dari sel

abnormal. Jika terlihat area yang tidak biasanya, dapat diambil sample sel untuk

analisis biopsi.

Gambar 2.4 Kolposkopi untuk mengambil jaringan yang abnormal15

2. Mengambil sampel sel serviks.Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul

tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan

pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan

untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang

menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada

pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal serviksal. Hasil

biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya

tumor saja.

Gambar 2.5. Perbandingan gambaran serviks yang normal dan abnormal15

Jika kanker serviks telah ditentukan, maka pasien akan menjalani

pemeriksaan lebih jauh lagi untuk menentukan apakah kanker telah menyebar dan

sampai dimana penyebarannya, suatu proses yang disebut stadium kanker.

Pemeriksaan tersebut kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi,

intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang.

Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluranpencernaan sebaiknya

dipastikan dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk

pemeriksaan klinis. 20,32,33

2.9 Penatalaksanaan Kanker Serviks

Terapi kanker serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan secara

histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup

melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim onkologi). Pemilihan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

pengobatan kanker serviks tergantung pada ukuran tumor, stadium penyakit, usia,

keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk hamil lagi.17,32

Secara umum, jenis terapi bergantung pada usia dan keadaan umum pasien,

luasnya penyebaran, dan komplikasi lain yang menyertai. Pada umumnya kasus

stadium awal dapat diterapi dengan pembedahan atau radiasi. Pada kasus stadium

lanjut (IIB, III, dan IV) dipilih pengobatan radiasi secara intrakaviter (brakiterapi)

dan eksternal. Terapi radiasi dapat dikombinasi dengan kemoterapi untuk

pengobatan kanker stadium lanjut atau kasus berulang yang tidak mungkin

dilakukan terapi operatif. Kemoterapi juga dapat diberikan secara tunggal.

Kombinasi antara metotreksat, vinblastine, doksorubisin, dan sisplatin dapat

memberikan hasil yang baik dengan efek samping yang lebih ringan.

Terapi kanker serviks berdasarkan stadium menurut FIGO 2018:19

2. Stadium IA1: Terapi yang dapat dilakukan adalah konisasi serviks. Pada wanita

yang tidak memerlukan fertilitas atau pada wanita usia lanjut, total ekstrafascial

hysterectomy juga direkomendasikan baik secara abdominal, vaginal maupun

laparoskopi. Jika terdapat Lympho-Vascular Space Involvement (LVSI) dapat

dipertimbangkan pelvic lymphadenectomy bersamaan dengan radikal

histerektomi. Jika fertilitas masih diinginkan, konisasi serviks dengan

monitoring ketat dapat menjadi pilihan.

3. Stadium IA2: Karena terdapat risiko kecil metastasis kelenjar getah bening

dalam kasus ini, pelvic lymphadenectomy dilakukan bersamaan dengan radikal

histerektomi tipe B atau operasi yang lebih radikal. Dalam kasus risiko rendah,

simple hysterectomy atau trachelectomy dengan pelvic lymphadenectomy atau

sentinel lymph node, merupakan pilihan bedah yang adekuat. Pada pasien yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

masih menginginkan fertilitas, dapat ditawarkan (1) Konisasi serviks dengan

pelvic lymphadenectomy per laparoskopi (atau ekstraperitoneal) (2)

trakhelektomi abdominal, vaginal atau laparoskopi dengan pelvic

lymphadenectomy

4. Stadium IB1: Pilihan terapi adalah histerektomi radikal tipe C, namun

histerektomi radikal yang dimodifikasi juga dapat dipertimbangkan pada tumor

ukuran <2 cm, invasi stroma serviks <50% dan tidak ada kecurigaan kelenjar

getah bening pada pencitraan. Pelvic new-sparing procedure direkomendasikan

pada pasien yang menjalani histerektomi radikal. Pada wanita yang masih

menginginkan fertilitas, radikal trakelektomi dapat dilakukan pada stadium IA2-

IB1 pada tumor ≤ 2cm pada diameter terbesar. Trakhelectomi dapat dilakukan

secara abdominal, vaginal dan laparoskopi. Pada kasus tertentu dengan massa

yang sangat kecil (<1 cm) dapat diberikan intracavitary radiation therapy

(ICRT) tunggal, jika dijumpai kontraindikasi relative pada radiasi eksternal

terapi (EBRT). Dosis yang diberikan adalah 60-65 gy. Bila tidak ada

kontraindikasi EBRT, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan kombinasi ICRT

dan EBRT kasus ini.

5. Stadium IB2-IIA1: Pada FIGO stadium IB2 dan IIA1, operasi atau radioterapi

menjadi pilihan pertama. Pada wanita usia lebih muda operasi menjadi pilihan.

Histerektomi radikal tipe C merupakan prosedur dasar penatalaksanaan pada

kanker serviks, jika ditemukan LVSI, maka pelvic lymphadenectomy perlu

dipertimbangkan.

6. Stadium IB3 dan IIA2: Pada stadium IB3-IIA2, tumor lebih besar dan faktor

risiko tinggi seperti metastasis kelenjar getah bening, metastasis parametrium

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

atau batas tegas yang meningkatkan risiko rekurensi dan membutuhkan radiasi

adjuvant pasca operasi. Pada kasus ini, irradiasi adjuvant pada seluruh bagian

pelvik menurunkan angka kegagalan dan meningkatkan perbaikan kesintasan

dibandingkan pada pasien yang hanya dilakukan operasi. Modalitas pengobatan

pada stadium ini adalah radioterapi dengan konkuren kemoterapi platinum

(CCRT). Prognosis pasien dengan pengobatan CCRT lebih baik daripada

radioterapi tunggal. Bila fasilitas radioterapi tidak ada, maka kemoterapi

neoadjuvant dapat digunakan dengan tujuan menurunkan stadium dan

menghambat mikrometastasis dan metastasis jauh. Pada stadium ini 80% kasus

memerlukan radioterapi pasca operasi dan konkuren kemoterapi, oleh karena itu

radioterapi dengan konkuren kemoterapi merupakan perawatan standart pada

stadium ini. radioterapi dengan konkuren kemoterapi termasuk radiasi eksternal

dan brakiterapi.

7. Stadium IIB-IVA: Radioterapi dengan konkuren kemoterapi dipertimbangkan

sebagai pengobatan standart pada pasien dengan kanker serviks lanjut. Regimen

kemoterapi adalah cisplatin intravena dengan dosis 40mg/m2 satu kali setiap

minggu sejalan dengan pemberian radiasi eksternal (EBRT) 40-45 gy pada

pelvis. Pemberian radiasi eksternal (EBRT) dapat memberikan hasil lebih

maksimal bila dikombinasikan dengan radiasi internal (ICRT). Pada kasus

stadium IVA, sangat jarang penyakit tanpa melibatkan dinding pelvis atau

metastasis jauh. Pada kasus ini, eksenterasi pelvik dapat dipertimbangkan tetapi

biasanya memiliki prognosa yang buruk.

8. Stadium IVB: Prognosis pada stadium ini sangat buruk sehingga hanya

diberikan konkuren kemoterapi. Konkuren kemoterapi memmiliki respon yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

lebih baik dibandingkan dengan kemoterapi sistemik. Bila kelenjar paraaortic

terlibat, extended field radiotherapy dengan konkuren kemoterapi harus

dilakukan.

Radiasi pada Kanker Serviks

Prinsip utama modalitas radioterapi yaitu menggunakan radiasi pengion

untuk merusak materi genetic dari sel kanker (DNA) sehingga sel akan mengalami

kematian atau kehilangan kemampuan proliferasi. Jaringan normal pada tingkat sel

lebih terorganisir dan mempunyai kemampuan memperbaiki kerusakan dari radiasi,

sedangkan kebanyakan sel kanker memiliki cacat pada sistem regulasi sel sehingga

umumnya menyebabkan gangguan repair dan mengakumulasikan kerusakan

tersebut. Salah satu target utama dari radiasi adalah DNA pada inti sel yang

kemungkinan terjadi berupa single strand brake atau double strand brake.

Kerusakan DNA memicu aktivitas mekanisme tertentu dari siklus sel salah satunya

adalah aktivasi p-53 yang kemudian menginduksi mekanisme tertahannya siklus sel

atau mekanisme apoptosis. Efek radiasi pada tingkat sel ini menjadi dasar dari

pengobatan kanker pada radioterapi, yaitu mengurangi jumlah sel kanker sampai

sekecil mungkin dengan mempertahankan jumlah sel normal sebanyak mungkin.

Kematian sel dapat berupa apoptosis, nekrosis, atau mitotic catastrophe.34

Efek Langsung Radiasi di Tingkat Molekular

Radiasi secara langsung mempengaruhi molekul DNA pada target jaringan

(Gambar 2.6a). Proses ionisasi secara langsung pada atom di molekul DNA

merupakan hasil dari absorpsi energi via efek fotoelektrik dan interaksi Compton.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Jika energi terabsorbsi ini cukup untuk membuang elektron dari molekul, ikatan

kovalen akan rusak, yang mengakibatkan rusaknya salah satu strand DNA atau

keduanya. Kerusakan strand tunggal DNA umumnya dapat diperbaiki oleh sel

namun kerusakan kedua strand DNA berakibat kematian selular. 35

Sebanyak seperempat sampai sepertiga kerusakan pada makromolekul

selular terjadi karena radiasi disebabkan oleh efek langsung radiasi, sedangkan pada

kebanyakan kasus kerusakan terjadi akibat efek tak langsung dari radiasi.

Kerusakan pada protein selular akibat irradiasi pada dosis biologis memiliki efek

yang relatif kecil.35

Gambar 2.6 (a) Efek langsung (direct) radiasi. (b) Single-strand DNA break. (c)
Double-strand DNA break.35

Efek Tak Langsung Radiasi pada Level Molekul

Efek tak langsung dari radiasi pada molekul terjadi karena pembentukan

radikal bebas oleh transfer energi dari radiasi sehingga mengakibatkan kerusakan

molekular yang disebabkan oleh interaksi dari radikal bebas dengan DNA (Gambar

2.7). Fenomena ini paling mungkin disebabkan dari interaksi dari radiasi dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

molekul air, dikarenakan badan manusia sekitar 70 % mengandung air. Radikal

bebas merupakan atom elektrik netral elektron atom yang mengandung elektron

bebas. Radikal bebas bersifat elektrofilik kuat dan reaktif. 35

Gambar 2.7 Efek tak langsung (indirect) radiasi35

Radikal bebas sederhana (H atau OH) memiliki waktu paruh yang singkat

(10-10 detik) dan waktu paruh ini terlalu pendek bagi radikal bebas untuk migrasi

dari sitoplasma menuju nukleus dimana DNA terletak. Oleh karena itu, kombinasi

Hidrogen dan Oksigen dan transformasi menjadi radikal bebas yang poten dan letal

dengan waktu paruh yang panjang, dinamakan Hidrogen Dioksda (HO2).

Meskipun, hidrogen peroksida, H2O2, memiliki waktu waktu paruh yang lebih

panjang (10-5 s) namun tidak dapat berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang

lain. Radikal bebas tersebut dapat mengoksidasi bagian sel sekitar dimana radikal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

bebas tersebut dibentuk dan mencegah pemasukan nutrisi dari jaringan atau sel

yang berdekatan. Hal ini mengakibatkan kematian sel karena defisiensi nutrisi atau

isolasi sel ini dari jaringan lain. 35

Istilah radiosensitif dan radioresistan biasanya digunakan untuk

menjelaskan cepat atau lambatnya pengecilan tumor setelah radiasi. Sel kanker

biasanya mengekspresikan kerusakan DNA akibat radiasi dengan kematian mitosis,

oleh karena itu laju respon tumor tergantung dengan tingkat proliferasinya. Tumor

yang memiliki kumpulan sel berproliferasi dalam proporsi besar akan menunjukkan

respon radiasi lebih dini dan mengalami pengecilan dengan cepat. Walaupun

tergolong radioresponsif, tumor kemungkinan tetap memiliki sel punca yang

selamat, yang bertanggung jawab terhadap rekurensinya.34

Faktor biologi yang mempengaruhi respon jaringan normal dan jaringan

tumor terhadap fraksinasi radioterapi dibagi atas repair, reassortment

(redistribusi), repopulasi dan reoxygenase oleh Withers pada tahun 1975. “R” yang

kelima, yaitu radiosensitivity ditambahkan oleh bernard pada tahun 1981. Ke 5 hal

ini sangat penting dalam memprediksi respon dari jaringan normal dan jaringan

tumor terhadap radioterapi.35

Repopulation

Baik tumor dan sel normal yang sehat akan terus berkembang biak bahkan

ketika terpapar radiasi. Proliferasi ini merupakan respons fisiologis tumor dan

jaringan normal akibat berkurangnya jumlah sel karena radiasi. Repopulasi

memungkinkan sel-sel tumor untuk menahan efek mematikan dari radioterapi.

Waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan jumlah sel tumor dikenal sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

“waktu penggandaan tumor”. Waktu penggandaan ini kurang dari dua hari untuk

sebagian besar tumor. Periode ini juga dikatakan sebagai waktu repopulasi, dan

bervariasi selama radioterapi. Repopulasi berjalan lambat pada awal radioterapi,

tetapi semakin cepat setelah dosis radiasi pertama. Peningkatan laju repopulasi ini

disebut "percepatan repopulasi" dan waktu yang dibutuhkan untuk memulai

repopulasi disebut "waktu kick-off". Repopulasi yang dipercepat ini menjadi lebih

cepat jika pengobatan dihentikan. Jaringan normal juga akan kembali selama

radioterapi; hal ini penting untuk perbaikan efek samping akut dari radioterapi.

Karena itu, skema radioterapi harus diatur sedemikian rupa sehingga jaringan

normal dapat memperbaiki diri.35

Repair

Radioterapi menyebabkan kerusakan mematikan pada sel-sel tumor dan

jaringan normal. Ketika sel DNA normal rusak dikarenakan radiasi dengan dosis

normal yang digunakan pada radioterapi, siklus sel dihentikan oleh protein p53.

DNA diperbaiki kemudian sel memulai kembali siklus sel dan melanjutkan

proliferasi. Jika DNA tidak bisa diperbaiki maka sel memulai proses apoptosis,

suatu jalur kematian seluler terprogram. Aplikasi radioterapi dalam dosis fraksinasi

memungkinkan jaringan normal untuk memperbaiki diri. Jika interval optimal

diberikan antar fraksi (6-12 jam), sel-sel jaringan normal merespon lambat terhadap

radiasi memiliki kapasitas untuk perbaikan diri lebih cepat daripada sel-sel tumor.

Satu parameter yang digunakan dalam konteks ini adalah waktu paruh yang

dibutuhkan untuk perbaikan sel setelah kerusakan akibat radiasi (t1 / 2), dan nilai

parameter ini bisa dalam menit hingga jam. Karena itu, interval antar fraksi radiasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

setidaknya adalah 6 jam untuk memungkinkan jaringan normal memperbaiki diri

dari kerusakan akibat radiasi.35

Redistribution

Radiosensitivitas dari sel bervariasi sesuai dengan fase siklus sel. Fase yang

paling sensitif terhadap radioterapi adalah M dan G2, sedangkan yang paling tahan

terhadap radioterapi adalah fase S. Sel yang berada pada fase S kemungkinan akan

berpindah ke fase M atau G2 pada pemberian farksi radioterapi berikutnya. Oleh

karena itu, kemungkinan sel tumor akan terpapar radiasi selama fase sensitif

meningkat, dan probabilitas ini akan terus meningkat selama perawatan, dan

manfaat radiasi juga akan meningkat.35

Reoxygenation

Volume tumor akan terus meningkat melalui proliferasi sel tumor,

vaskularisasi jaringan tumor menjadi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya,

dan akan terbentuk jaringan nekrotik-hipoksik di dalam jaringan tumor. Sel-sel

yang mengalami hipoksia 2-3 kali lebih tahan terhadap radiasi. Sel-sel yang

teroksigenasi dengan baik akan mati saat mendapat radioterapi fraksi penuh. Oleh

karena itu apabila suplay oksigen tetap konstan ke sel tumor, maka sel tumor akan

secara gradual medapatkan vaskularisasi dan asupan oksigen yang konstan dan

akan meningkatkan radiosensitivitas dari sel tumor.35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Radiosensitivity (intrinsic radiosensitivity)

Radiosensitivitas melibatkan beberapa komponen. Radiosensitifitas

mungkin dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Dalam radiosensitifitas dikenal

istilah SF yaitu jumlah sel yang bertahan setelah medapat fraksi radioterapi sebsar

2 Gy. Apabila SF meningkat, maka radiosensitifitas dari sel akan berkurang

demikian sebaliknya. Seperti dijelaskan diatas fase siklus sel dan oksigenasi sel

yang diradioterapi mempengaruhi radiosensitifitas dimana siklus sel fase G dan M

merupakan fase yang paling rediaosensitif dan semakin banyak oksigen

menyebabkan semakin banyak terbentuk radikal bebas sehingga sel kanker semakin

sensitif terhadap radioterapi. 35

Kemoterapi

Tujuan utama pengobatan kanker adalah penyembuhan dan penyembuhan

kanker yang sebenarnya adalah pembersihan setiap sel neoplasma. Kemoterapi

dilakukan ketika sel kanker telah menyebar dan tidak dapat ditangani dengan

tindakan operasi. Kemoterapi dapat juga dilakukan sebagai terapi tambahan untuk

mengatasi kemungkinan sisa kanker pada lokasi pascaoperasi dan pada pengobatan

radiasi.36

Telah tersedia banyak macam agen kemoterapi, dan pemilihan serta

penentuan dosis obat ditentukan dari manfaat relatif bagi tiap individu pasien.

Contohnya yaitu penggunaan kombinasi obat, berdasarkan penelitian fase II dan

III. Kebanyakan obat antineoplastik memiliki jendela terapeutik yang sempit, dan

pemilihan pengengobatan tergantung dari beberapa faktor, yaitu usia, status

kesehatan, penyakit penyerta, fungsi organ, tipe tumor, dan apakah pasien sudah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

pernah menerima kemoterapi sebelumnya atau tidak. Kemoterapi dapat

dipengaruhi oleh fraksi sel tumor atau sel kanker yang sedang tumbuh atau dalam

siklus replikasi aktif, sel kanker yang sedang tumbuh biasanya lebih sensitive

daripada sel yang tidak sedang bereplikasi atau dalam fase istirahat. Beberapa agen

kemoterapi yang sering digunakan untuk terapi kanker serviks antara lain cisplatin,

paklitaksel, dan karboplatin.36,37,38

Kemoterapi bekerja dengan menghambat pertumbuhan sel baik itu

mencegah proliferasi sel tumor ataupun menyebabkan kematian sel tumor.

Kemoterapi yang diberikan baik itu melalui infus, tablet, atau intramuskuler akan

memasuki aliran darah dan mencapai sel kanker.6

Kemoterapi memiliki efek dan target yang berbeda sesuai dengan siklus sel.

Target utama kerja kemoterapi adalah menghambat proliferasi sel tumor yang aktif.

Siklus sel dibagi menjadi lima tahap yaitu :6,39

a. Fase G0: yaitu fase dimana terjadi aktivitas metabolic, tetapi tidak melakukan

proliferasi. Tergantung pada jenis sel, G0 dapat berlangsung dari beberapa jam

hingga beberapa tahun. Ketika sel mendapat rangsangan untuk membelah,

maka sel akan melanjutkan ke fase G1.

b. Fase G1: yaitu fase dimana sel akan membentuk protein dan bertambah besar.

Fase ini berlangsung sekitar 18 hingga 30 jam.

c. Fase S: yaitu fase terjadinya replikasi DNA, dimana DNA akan disalin sehingga

sel yang baru terbentuk akan mendapatkan DNA sesuai dengan sel induknya.

Fase ini berlangsung 18 hingga 20 jam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

d. Fase G2: yaitu fase terjadinya pemeriksaan DNA dari proses sintesis. Pada fase

ini, sel akan bersiap untuk masuk ke fase pembelahan sel. Fase ini berlangsung

2 hingga 10 jam.

e. Fase M: fase ini merupakan fase replikasi kromosom yang terpisah menjadi dua

inti sel anak. Umumnya fase ini berlangsung selama 30 menit hingga 60 menit.

Efektifitas radiasi terkait secara spesifik dengan siklus sel. Akumulasi dari

sel di dalam G2 dan fase M adalah fase radiosensitive kuat, dan pada fase S adalah

fase radioresisten kuat. Bagaimanapun, agen kemo berbasis platinum secara umum

dianggap sebagai tidak spesifik pada siklus sel.35

Kemoterapi Cisplatin

Cisplatin, kemoterapi berbasis platinum, digunakan juga dalam

radioterapi sebagai radiosensitizers. Radiosensitizers adalah agen yang bertarget

pada molecular yang memiliki kemampuan untuk menginduksi intrinsik

radiosensitization di dalam lapangan radiasi. Bukti eksperimental menunjukan

bahwa mayoritas dari obat sitotoksik yang banyak digunakan pada klinik onkologi

adalah radiosensitizers. Radiosensitization dengan obat-obatan kemoterapi diduga

terlibat dalam beberapa faktor termasuk peningkatan kerusakan DNA, hambatan

proses perbaikan DNA, memicu apoptosis, dan perubahan pada siklus sel dimana

sel lebih lama berada pada fase sensitif.35

Cisplatin dan radiasi merupakan kombinasi yang sinergik sehingga dosis

rendah dari masing-masing agen yang insufisien bila diberikan secara tunggal dapat

menyebabkan kematian sel setelah di kombinasi. Campuran hipoksia teradiasi dari

cisplatin lebih toksik dari campuran yang tidak teradiasi sehingga kondisi ini akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

meningkatkan sitotoksisitas. Pemberian cisplatin pada radioterapi menyebabkan

terbentuknya ikatan antara radikal bebas yang dihasilkan radiasi dengan platinum

reaktif. Ikatan ini bersifat aktif bahkan terhadap sel yang dalam keadaan hipoksia.35

Meskipun radioterapi dengan konkuren kemoterapi berbasis cisplatin

diterima secara luas sebagai terapi standar untuk karsinoma serviks stadium lanjut,

jadwal dan dosis optimal masih belum ditetapkan. Bukti yang diperoleh dari

penelitian GOG125 menunjukkan bahwa pemberian cisplatin mingguan dengan

dosis 40 mg/m2 selama enam minggu sama efektifnya namun memiliki angka

toksisitas yang lebih rendah dibandingkan cisplatin dan 5-fluorouracil pada jadwal

klasik selama 21 hari; akan tetapi, penentuan dosis sebesar 40 mg/m2 sebagai dosis

cisplatin mingguan pada uji klinis radioterapi dengan konkuren kemoterapi fase III

tidak didasarkan pada data penelitian fase I sebelumnya, dan dosis maksimum yang

ditolerir untuk pemberian cisplatin mingguan yang dikombinasikan dengan radiasi

pelvis masih belum ditentukan secara jelas. Meskipun demikian, data tidak

langsung dari penelitian lainnya mengenai radioterapi dengan konkuren kemoterapi

yang tidak mengikuti protokol standar menunjukkan bahwa dosis cisplatin tersebut

merupakan dosis maksimum yang dapat ditoleransi. Sebagai contoh, Abu-Rustum

et al. melaporkan 65 wanita yang berasal dari kelompok minoritas (Ras Afrika-

Amerika, Kaukasia dan Hispanik) yang mendapatkan terapi cisplatin mingguan

selama radiasi; secara keseluruhan, 19 dari 65 (29,2%) pasien tidak menjalani

kemoterapi hingga tuntas, sembilan diantaranya oleh karena toksisitas hematologis

atau renal. Oleh karenanya, hanya tujuh pasien (10,8%) yang mendapatkan cisplatin

sebanyak 6 siklus, walaupun mayoritas (60%) mendapatkan 5 siklus. Pada

penelitian lainnya, 112 pasien dengan kanker serviks mendapatkan pemberian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

cisplatin 40 mg/m2 yang direncanakan sebanyak 5 siklus selama terapi radiasi

eksternal; 62 pasien (55%) tidak menjalani terapi yang direncanakan hingga

pemberian cisplatin sebanyak 5 siklus oleh karena toksisitas pengobatan (31%) atau

ketidakpatuhan oleh karena pemberian siklus pertama yang terhambat atau

penghentian satu siklus untuk alasan lain selain toksisitas pengobatan (21%).40

Berdasarkan penelitian Candelaria M, 2006, pada pemberian cisplatin

mingguan dalam dosis tersebut selama terapi radiasi sinar eksternal, hanya 67%

pasien yang mendapatkan pemberian cisplatin mingguan sebanyak 6 siklus. Akan

tetapi, sama seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penjadwalan dan dosis

pemberian cisplatin yang optimal untuk tindakan radiosensitisasi pada kanker

serviks masih belum ditetapkan. Terdapat indikasi bahwa waktu antara pemberian

cisplatin dan radiasi secara signifikan mempengaruhi hasil pengobatan. Efek

terapeutik terbesar diamati ketika obat tersebut diberikan setiap hari sebelum setiap

fraksi radiasi dilakukan, sama halnya pada kanker paru. Pada tahun 1992,

Radiotherapy and Lung Cancer Cooperative Groups of the European Organization

for Research and Treatment of Cancer (EORTC) melaporkan hasil dari penelitian

acak fase III yang meneliti pemberian cisplatin bersamaan dengan radioterapi

dibandingkan radioterapi saja pada pasien dengan kanker paru yang tidak

bermetastasis dan tidak dapat dioperasi yang melibatkan 331 pasien (70%

diantaranya menderita kanker sel skuamous). Pasien kemudian secara acak

dimasukkan ke kelompok radioterapi saja (kelompok 1) dan radioterapi

dikombinasikan dengan cisplatin pada dosis 30 mg/m2 secara infus intravena pada

hari pertama pada setiap minggu pengobatan (kelompok 2), atau cisplatin pada

dosis 6 mg/m2 yang diberikan setiap hari sekitar 1-2 jam sebelum radioterapi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

dilakukan (kelompok 3). Manfaat terbesar dan paling signifikan dijumpai pada

kelompok radioterapi yang dikombinasikan dengan pemberian cisplatin harian.

Baik angka keselamatan dan kontrol terhadap penyakit lokal mengalami perbaikan

secara signifikan, dibandingkan denga kelompok radioterapi saja (p=0,009 dan

0,003 secara berurutan).40

Sebuah kelompok dari Jepang melaporkan hasil dari penelitian fase I

mengenai pemberian cisplatin harian yang bersamaan dengan radioterapi pada 14

pasien dengan karsinoma serviks lokal tahap lanjut dan 13 pasien yang memerlukan

radioterapi postoperatif. Cisplatin dosis rendah diberikan setiap hari bersamaan

dengan radioterapi. Dosis cisplatin dimulai pada 6 mg/m2/hari, yang kemudian

ditingkatkan sebesar 0,5 mg/m2/hari. Radiasi diberikan dengan dosis 2 Gy/hari

hingga dosis total sebesar 50 Gy. Dosis maksimal yang dapat ditolerir (maximal

tolerated dose/ MTD) didefinisikan sebagai tingkatan dosis yang tepat di bawah

dosis yang menyebabkan toksisitas (dose-limiting toxicity/DLT) pada lebih dari

satu pertiga pasien yang diterapi. Pada 88% pasien (22 dari 25), cisplatin diberikan

secara berkelanjutan sesuai rencana tanpa interupsi (MTD, 8 mg/m2). Menariknya,

pemberian cisplatin harian pada dosis ini secara kasar sama dengan pemberian dosis

mingguan sebesar 40 mg/m2. Oleh karenanya, meskipun pemberian cisplatin harian

memiliki potensi untuk memperbaiki hasil pengobatan, pendekatan ini memiliki

keterbatasan yang menyebabkan sulit untuk diterapkan secara luas.40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Mekanisme Biomolekular Radioterapi

Terapi radiasi merupakan salah satu pilihan terapi untuk mengobati kanker

secara aman dan efektif dan memiliki kemampuan untuk memberikan pengobatan

kuratif dan paliatif pada terapi kanker. Dalam penggunaan klinis, radiasi dapat

dihantarkan pada jaringan target yang diinginkan, sehingga memungkinkan untuk

penghantaran radiasi yang spesifik ke jaringan tumor. Dalam beberapa dekade

terakhir, kemajuan teknologi dalam penghantaran radiasi dan perencanaan

perawatan telah menghasilkan perbaikan luaran pasien kanker, terutama dalam

pengurangan toksisitas terhadap jaringan normal. Radikal hidroksil dianggap

sebagai peristiwa awal yang mengarah pada sebagian besar kerusakan biologis yang

diciptakan oleh radiasi pengion. Kerusakan DNA dapat berupa single stand breaks

(SSB) atau double strand breaks (DSB). SSB lebih mudah diperbaiki oleh sel, dan

karenanya lebih kecil kemungkinannya bersifat mutagenik atau letal. DSB adalah

kerusakan DNA paling mematikan yang disebabkan oleh radioterapi. ATM kinase

menginisiasi jalur sinyal yang diinduksi oleh DSB dan bekerja dengan cara

fosforilasi ratusan protein. CHK2 adalah molekul efektor penting yang ditargetkan

oleh ATM. ATR kinase mengaktifkan jalur yang terutama disebabkan oleh

kerusakan UV yang melibatkan CHK1 kinase. Di antara target ATM dan ATR

adalah TP53, yang memainkan peran penting dalam mengendalikan kerusakan

DNA yang diinduksi G1 / S dan G2 / M. TP53 dapat mengaktifkan CDKN1A, yang

memfasilitasi penghentian siklus sel dan perbaikan DNA, atau induksi apoptosis

jika perbaikan tidak memungkinkan. Selain itu, JNK dan p38, anggota famili

MAPK, sangat aktif dalam menanggapi radiasi pengion. TP53 juga berinteraksi

dengan beberapa komponen penting dari DNA dan terletak di persimpangan antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

perbaikan DNA yang diinduksi radiasi, apoptosis, dan penuaan. Cisplatin adalah

agen antikanker paling aktif dan terkenal yang tersedia untuk penggunaan klinis.

Mekanisme kerja obat berbasis platinum telah ditinjau baru-baru ini. Namun,

mekanisme kerja cisplatin pada sel, termasuk regulasi absorbsi dan eksresi obat,

pencetusan kerusakan DNA, penghentian siklus sel, perbaikan DNA, dan kematian

sel, masih belum sepenuhnya dipahami. Sinyal kerusakan DNA yang diinduksi

cisplatin melalui ATM / ATR diaktivasi oleh siklus sel checkpoints (CHK1, CHK2)

dan mengarah pada perbaikan DNA, penghentian siklus sel, dan apoptosis, yang

dimediasi oleh jalur TP53. Cisplatin juga memicu aktivasi jalur MAPK dalam sel

tumor. Setelah kerusakan DNA, kaskade MAPK ERK, JNK, dan p38 diaktifkan;

selanjutnya mengaktifkan target gen, termasuk TP53.40

Sementara terapi radiasi dan kemoterapi telah digunakan secara individu

sebagai modalitas pengobatan pada pasien kanker untuk beberapa waktu,

keuntungan dari kemoterapi radioterapi gabungan baru-baru ini telah diamati secara

klinis. Kerangka teoritis untuk interaksi antara dua modalitas ini diperkenalkan

pada 1979 oleh Steel dan Peckham. Terapi radiasi mempengaruhi kontrol

locoregional dari massa tumor; sedangkan kemoterapi bekerja pada metastasis

jauh, tanpa interaksi antara kedua modalitas tersebut. Selain itu, kemoterapi bekerja

sama dengan terapi radiasi di bidang radiasi, yang mengarah pada peningkatan

kemampuan membunuh sel kanker. Seperti disebutkan di atas, cisplatin yang

dikombinasi dengan radiasi bersamaan umumnya direkomendasikan untuk pasien

dengan penyakit pada stadium IIB atau lebih besar, dan bagi mereka dengan kanker

serviks stadium lanjut.40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

2.10. Evaluasi Respon Terapi

Kriteria evaluasi respons pada tumor padat/ Response evaluation criteria in

solid tumors (RECIST) adalah seperangkat aturan yang dipubllikasikan untuk

menentukan kondisi tumor pada pasien kanker membaik ("respons"), tetap sama

("stabil"), atau memburuk ("progresif") selama masa perawatan. Kriteria ini

dipublikasikan pada bulan Februari 2000 oleh kolaborasi internasional termasuk

Organisasi Eropa untuk Penelitian dan Perawatan Kanker/ European Organisation

for Research and Treatment of Cancer (EORTC), Institut Kanker Nasional di

Amerika Serikat, dan Institut Kanker Nasional untuk Kelompok Uji Coba Klinis di

Kanada. Saat ini, sebagian besar uji klinis mengevaluasi perawatan kanker untuk

respon objektif pada tumor padat menggunakan RECIST. Kriteria ini

dikembangkan dan dipublikasikan pada bulan Februari 2000, dan selanjutnya

diperbarui pada tahun 2009.14

Kriteria tersebut secara spesifik tidak bertujuan untuk menentukan kondisi

pasien telah membaik atau tidak, dikarenakan kriteria ini bersifat tumor-sentris/

atau berfokus pada tumor, bukan pasien-sentris. Perbedaan ini harus dibuat oleh

dokter yang merawat dan pasien kanker itu sendiri. Sebagian besar ahli onkologi

dalam praktek klinis menilai kelanjutan penyakit pada pasien-pasien kanker ganas

dengan pencitraan rutin dan untuk menentukan terapi selanjutnya berdasarkan

kriteria secara objektif dan gejala yang masih dikeluhkan. Namun perlu

diperhatikan bahwa RECIST tidak diartikan sebagai penentu keputusan, kecuali

didampingi dengan keputusan terapi yang optimal oleh ahli onkologi yang

merawat.14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Spesifikasi RECIST menetapkan ukuran minimum untuk lesi yang dapat

diukur, jumlah lesi yang perlu ditindaklanjuti dan menstandarisasi ukuran

unidimensional. Untuk menilai kelayakan RECIST.14

1. Hanya pasien dengan batasan penyakit jelas yang diikutsertakan pada protokol

dimana respon objektif tumor adalah titik akhir utama.

• Penyakit yang dapat dinilai, setidaknya ditemukan satu lesi yang dapat

dinilai. Jika penyakit yang dapat dinilai terbatas pada lesi soliter, sifat

neoplastik harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan sitologi / histologi.

• Lesi yang dapat dinilai yaitu lesi yang dapat dinilai secara akurat dalam

setidaknya satu dimensi dengan diameter terpanjang ≥20 mm menggunakan

teknik konvensional atau ≥10 mm dengan pencitraan CT scan.

• Lesi yang tidak dapat dinilai yaitu semua lesi lain, termasuk lesi kecil

(diameter terpanjang <20 mm dengan teknik konvensional atau <10 mm

dengan spiral CT scan), yaitu lesi tulang, penyakit leptomeningeal, asites,

efusi pleura / perikardial, penyakit inflamasi payudara, lymphangitis cutis /

pulmonis, lesi kistik, dan juga massa perut yang tidak dikonfirmasi dan

dinilai dengan teknik pencitraan.

2. Semua pengukuran harus dilakukan dan didokumentasikan dalam notasi

metrik, menggunakan penggaris atau kaliper. Semua evaluasi awal harus

dilakukan pada waktu yang berdekatan dengan awal pengobatan dan tidak

doperbolehkan lebih dari 4 minggu sebelum awal pengobatan.

3. Metode penilaian dan teknik yang sama harus digunakan untuk menilai

karateristik setiap lesi yang diidentifikasi dan dilaporkan pada awal dan selama

masa perawatan/tindak lanjut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

4. Lesi klinis hanya akan dinilai dapat diukur apabila bersifat superfisial (mis.,

Nodul kulit dan kelenjar getah bening yang teraba). Untuk kasus lesi kulit,

dokumentasi dengan fotografi berwarna, termasuk penggaris untuk

memperkirakan ukuran lesi direkomendasikan.

Kriteria Respon

Evaluasi lesi target.14

1. Complete response (CR): tumor menghilang sepenuhnya tanpa ada metastase

kelenjar getah bening

2. Partial response (PR): sedikitnya terjadi pengecilan tumor 50%;

3. Stable disease (SD): tumor mengecil <50% atau membesar ≤25%;

4. Progressive disease (PD): tumor membesar >25% atau dijumpai lesi baru

Respons lengkap (Complete Response/CR). Semua lesi target hilang.

Evaluasi Respons Terbaik Secara Keseluruhan

Respon terbaik secara keseluruhan adalah respon terbaik yang dicatat dari

awal pengobatan sampai perkembangan penyakit / rekurensi (mengambil sebagai

referensi untuk PD, pengukuran terkecil yang dicatat sejak pengobatan dimulai).

Secara umum, respons pasien terbaik tergantung pada pencapaian kriteria

pengukuran dan konfirmasi.14

Pasien dengan kemunduran status kesehatan umum yang membutuhkan

penghentian pengobatan tanpa bukti objektif dari perkembangan penyakit, harus

diklasifikasikan sebagai kelompok “kemunduran gejala”. Setiap upaya harus

dilakukan untuk mendokumentasikan perkembangan objektif bahkan setelah

penghentian pengobatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Dalam beberapa keadaan mungkin sulit untuk membedakan penyakit

residual dari jaringan normal. Ketika evaluasi respons lengkap tergantung pada

ketentuan tersebut, lesi residual direkomendasikan untuk diinvestigasi (aspirasi

jarum halus / biopsi) untuk mengkonfirmasi status respons lengkap.

Konfirmasi

Tujuan utama konfirmasi respons objektif adalah untuk menghindari

perkiraan yang terlalu tinggi terhadap tingkat respons yang diamati. Dalam kasus

di mana konfirmasi tanggapan tidak layak, ketika melaporkan hasil penelitian

tersebut harus dibuat secara jelas bahwa respon tidak dikonfirmasi.14

Untuk mendapatkan status respons parsial (partial response/ PR) atau

respons lengkap (complete response/ CR), perubahan dalam pengukuran tumor

harus dikonfirmasikan dengan penilaian berulang yang harus dilakukan tidak

kurang dari 4 minggu setelah kriteria untuk respons pertama kali dipenuhi. Interval

yang lebih lama seperti yang ditentukan oleh protokol penelitian juga mungkin

sesuai.

Dalam kasus penyakit stabil (stable disease/ SD), pengukuran tindak lanjut

harus telah memenuhi kriteria SD setidaknya sekali setelah diikutsertakan dalam

studi pada interval minimum (secara umum, tidak kurang dari 6-8 minggu) yang

ditentukan dalam protokol penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Durasi Respon secara Keseluruhan

Durasi respons keseluruhan dinilai saat pengukuran dimana kriteria yang

diemukan sesuai dengan CR atau PR (status yang didokumentasikan pertama kali)

hingga tanggal pertama bahwa rekurensi atau PD didokumentasikan secara objektif,

dengan mengambil referensi untuk PD, pengukuran terkecil yang

didokumentasikan sejak perawatan dimulai.14

Durasi Penyakit Stabil / Stable Disease (SD)

SD diukur dari awal pengobatan sampai kriteria perkembangan penyakit

terpenuhi, dengan mengambil referensi pengukuran terkecil yang

didokumentasikan sejak pengobatan dimulai. Relevansi klinis dari durasi SD

bervariasi untuk berbagai jenis dan tingkatan tumor. Oleh karena itu, sangat

dianjurkan bahwa protokol menentukan interval waktu minimal yang diperlukan

antara dua pengukuran untuk penentuan SD. Interval waktu ini harus

memperhitungkan manfaat klinis yang diharapkan sehingga status tersebut dapat

diterapkan dalam populasi yang diteliti.14

Frekensi evaluasi ulang pada tumor

Frekuensi evaluasi ulang pada tumor ketika dalam masa pengobatan harus

dilakukan dengan protokol spesifik dan diadaptasi sesuai jenis dan jadwal

pengobatan. Namun dalam studi fase II dimana efek menguntungkan dari

pengobatan tidak diketahui, followup setiap 6-8 minggu (bertepatan dengan waktu

di akhir siklus) sangat bermakna. Jangka waktu yang pendek maupun panjang dapat

disamakan dalam regimen dan lingkungan spesifik. Dalam protokol harus

menyebutkan lokasi spesifik yang dievaluasi, ketentuan dasar (umumnya termasuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

penyakit metastasis untuk tipe tumor sesuai studi) dan kebutuhan evaluasi yang

perlu diulangi. Pada kondisi normal, semua lokasi target maupun non target harus

dievaluasi pada setiap pemeriksaan. Pada beberapa kondisi dimana organ non target

sudah ditentukan maka frekuensi evaluasi dapat dikurangi. Seperti contohnya,

scanning tulang perlu diulangi apabila respon lengkap telah diindentifikasi pada

penyakit target atau progresifitas pada tulang dicurigai,41

Pada akhir pengobatan, kebutuhan evaluasi ulang ditentukan berdasarkan

hasil akhir percobaan dimana tingkat respon pada awal hingga suata saat/kondisi

(progresifitas/kematian). Pada saat kondisi tersebut (penyakit progresif, bebas

penyakit, bebas progresifitas) ditentukan sebagai hasil akhir sebuah studi, jadwal

evaluasi ulang pada protokol spesifik telah disempurnakan. Pada uji perbandingan

randomisasi, jadwal pemeriksaan harus dilakukan sesuai jadwal kalender (setiap 6-

8 minggu saat pengobatan atau setiap 3-4 bulan setelah pengobatan) dan tidak

dipengaruhi oleh penundaan pengobatan, liburan atau kondisi lain yang

menyebabkan ketidakseimbangan pengobatan pada saat pemeriksaan penyakit.41

2.11. Prognosis Kanker Serviks

Signifikansi kanker berdasarkan stadium FIGO, ukuran, atau staging saat

operasi. Stadium FIGO merupakan faktor prognostik yang paling signifikan.

Namun, dalam setiap distribusi pada tiap stadium, keterkaitan kelenjar limfe juga

berpengaruh untuk penentuan prognosis. Kemudian, jumlah metastasis nodus

merupakan faktor prediktif. Studi menunjukkan bahwa angka 5 year survival rate

pada kejadian dengan keterlibatan satu kelenjar limfe lebih tinggi dibandingkan

dengan keterlibatan banyak kelenjar limfe. Pada stadium lebih lanjut (IIB-IV),

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

metastasis kelenjar limfe juga memperburuk prognosis. Secara umum, keterkaitan

kelenjar limfe mikroskopik memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan

dengan keterkaitan kelenjar limfe makroskopik.42

Cancer Joint American Committee (CJAC) melaporkan angka 5 years

survival rate masing-masing stadium pada tahun 2000-2002 adalah 60-93% pada

early stages of disease (FIGO stages IA, IB1 or IIA1), 16-58 % pada locally

advanced stages (FIGO stages IB2, IIA2, IIB, IIIA,IIIB or IVA), dan 15% pada

advanced stages (FIGO stage IVB).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

2.12. Kerangka Teori

HPV Onkoprotein E6

HPV tipe
16, 18
P53

pRB
S
HPV Onkoprotein E7

G1 G2 Redistribusi
dan
M Radiosensitiviti

KEMOTERAPI
CISPLATIN

Instabilitas genom
proliferasi sel
Reoksigenasi

ROS
indirect Kanker serviks

RADIOTERAPI Kerusakan DNA


direct
DSB, SSB

Repopulasi
BAX, Puma ATM, ATR,
P53 dan
DNA-PK Repair
G1 halt,
P21
repair

apoptosis Growth proliferasi


arrest

Complete Partial Stable Progressive


response response disease disease

Reccurent

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

2.13. Kerangka Konsep

Radioterapi Respon terapi


+
Konkuren kemoterapi

Keterangan : Variabel Bebas (Independen)

Variabel Tergantung (Dependen)

2.14. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan respon terapi dan

rekurensi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapat radiasi dengan

konkuren kemoterapi ciplastin lengkap dan tidak lengkap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian kohort retrospektif dengan

rancangan case series pada seluruh pasien kanker serviks stadium lanjut (IIB-IVB)

yang diberikan radioterapi dengan konkuren kemoterapi Cisplatin mingguan,

diambil dari data sekunder rekam medik untuk penetapan kasus yang bertujuan

untuk menilai perbedaan respon terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut

yang mendapatkan konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak

lengkap di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei 2019.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah data rekam medik penderita kanker serviks di

RSUP. H. Adam Malik Medan yang mendapat radioterapi dengan atau tanpa

konkuren kemoterapi Cisplatin mingguan. Sampel penelitian adalah data rekam

medik penderita kanker serviks stadium IIB-IVB di RSUP. H. Adam Malik Medan

yang mendapat radioterapi dengan konkuren kemoterapi Cisplatin mingguan pada

tahun 2011-2013.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

3.4. Kriteria Penelitian

3.4.1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah :

1. Pasien kanker serviks stadium IIB-IVB berdasarkan sistem staging FIGO tahun

2008

2. Pasien yang mendapat radioterapi berupa radiasi eksterna dan brakiterapi

dengan konkuren kemoterapi Cisplatin mingguan.

3. Pasien tidak pernah dioperasi radikal histerektomi.

4. Data rekam medis lengkap

3.4.2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah :

1. Pasien tidak lengkap menjalani radioterapi.

2. Hasil pemeriksaan histopatologi selain sqamous cell carcinoma dan

adenocarcinoma

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

3.5. Definisi Operasional

Pada penelitian ini digunakan batasan sebagai berikut:

Cara
dan Skala
Variabel Definisi Hasil Ukur
Alat Ukur
Ukur
Kanker Keganasan primer yang berasal dari Rekam Stadium penyakit Kategori
Serviks serviks dibuktikan dengan medis
pemeriksaan histopatologi
Usia Masa hidup pasien sejak dilahirkan Rekam • 30-39 tahun Nominal
hingga saat pemeriksaan awal medis • 40-49 tahun
dilakukan yang dinyatakan dalam • 50-59 tahun
tahun • ≥ 60 tahun
Ukuran Besarnya ukuran massa kanker Rekam • ≤ 4 cm Nominal
tumor serviks dilihat dari pemeriksaan klinis medis • > 4 cm
dengan menilai diameter tumor
terbesar
Stadium Derajat keparahan dan penyebaran Rekam • IIB Kategori
kanker serviks yang diklasifikasikan medis • IIIA
berdasarkan FIGO 2008, dimana pada • IIIB
penelitian ini adalah stadium IIB-IVB • IVA
• IVB
Jenis Tipe sel kanker yang dilihat secara Rekam • Squamous carcinoma Kategori
histopatologi mikroskopis medis • Adenocarcinoma
Konkuren Kemoterapi cisplatin dengan jadwal Rekam • Kemoterapi dengan Kategori
Kemoterapi pemberian satu kali setiap minggu medis Cisplatin mingguan
Cisplatin yang diberikan bersamaan dengan lengkap sebanyak 5-6
Mingguan radioterapi kali
• Kemoterapi dengan
Cisplatin mingguan
tidak lengkap sebanyak
kurang dari 5 kali
Respon Tidak ditemukan massa pasca Rekam ▪ Complete response Kategori
Terapi kemoterapi neoadjuvan yang dinilai medis (CR): tumor
Komplit dengan pengukuran massa tumor menghilang
secara klinis (pengukuran diameter sepenuhnya tanpa ada
terbesar masasa tumor menggunakan metastase kelenjar
jari/ digital) oleh dokter onkologi- getah bening
ginekologi. Respon kemoterapi
dinilai menurut kriteria RECISCT.
Respon Masih ditemukan massa pasca Rekam ▪ Partial response (PR): Kategori
Terapi tidak kemoterapi neoadjuvan yang dinilai medis sedikitnya terjadi
Komplit dengan pengukuran massa tumor pengecilan tumor 50%;
secara klinis (pengukuran diameter ▪ Stable disease(SD):
terbesar masasa tumor menggunakan tumor mengecil <50%
jari/ digital) oleh dokter onkologi- atau membesar ≤25%;
ginekologi. Respon kemoterapi ▪ Progressive disease
dinilai menurut kriteria RECISCT. (PD): tumor membesar
>25% atau dijumpai lesi
baru.
Rekurensi Ditemukan massa setelah minimal 6 Rekam ▪ Rekurensi (+) Kategori
bulan dinyatakan bebas massa medis ▪ Rekurensi (-)
(respon komplit) dan telah menjalani
pengobatan lengkap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

3.6. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data

1. Data diperoleh dari rekam medik pasien yang memenuhi kriteria inklusi,

dimana dicatat nomor register, nama, umur, evaluasi ukuran tumor dan stadium

kanker serviks IIB-IVB oleh tim onkologi-ginekologi sebelum dilakukan

radioterapi dengan konkuren kemoterapi.

2. Subjek penelitian mendapat konkuren kemoterapi dengan regimen Cisplatin

mingguan yang diberikan sebanyak 5-6 kali dengan interval 7 hari. Dosis

Cisplatin yang digunakan yaitu 40mg/m2. Kemoterapi ini diulang setiap

minggu dan diberikan sebelum dilakukan radioterapi, dalam hal ini RSUP Haji

Adam Malik Medan melakukan konkuren kemoterapi hari Sabtu yang diikuti

radioterapi mulai dua hari kemudian, hari Senin sampai hari Jumat.

3. Dilakukan penilaian toksisitas hematologi dan gangguan ginjal akibat

kemoterapi berdasarkan kriteria WHO selama kemoterapi berlangsung.

4. Dilakukan penilaian ulang ukuran tumor serviks pasca radioterapi dengan

konkuren kemoterapi komplit melalui pemeriksaan klinis oleh tim onkologi-

ginekologi dan hasil dicatat. Pemeriksaan dilakukan tiap bulan pada tiga bulan

pertama, kemudian tiap tiga bulan sebanyak tiga kali bila tidak ditemui massa

paska radioterapi dengan konkuren kemoterapi komplit. Pemeriksaan

kemudian dilakukan tiap 6 bulan sebanyak 3 kali dan bila tidak ditemui massa

pemeriksaan selanjutnya dilakukan sekali setahun.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

3.7. Analisis Data

Analisis data berdasarkan data yang dikumpulkan melalui data sekunder

rekam medik pasien yang dientri dan ditabulasi menggunakan perangkat komputer

SPSS. Analisis digunakan untuk melihat karakteristik klinikopatologi subjek

penelitian. Untuk menganalisa respon kemoterapi dilakukan uji beda ukuran massa

tumor serviks sebelum dan setelah mendapatkan konkuren kemoterapi cisplatin

mingguan lengkap dan tidak lengkap dengan menggunakan uji T-test berpasangan

bila data berdistribusi normal. Bila data tidak berdistribusi normal akan dilakukan

uji Wilcoxon sign rank Test. Kemudian dianalisis secara inferensial untuk menilai

respon konkuren kemoterapi kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak

lengkap menggunakan analitik deksriptif mean, standar deviasi (SD), maximum-

minimum range dan uji chi-square dengan derajat kepercayaan 95% dan nilai

kebermaknaan p<0,05. Jika tidak memenuhi syarat maka digunakan uji Fisher exact.

3.8. Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapat ethical clearence oleh Komisi Etika Penelitian

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dilanjutkan dengan

pengambilan sampel di RSUP H. Adam Malik Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

3.9. Alur Penelitian

Data Laporan Rekam Medik:


Diagnosa, Data Umum Pasien

Kriteria Inklusi

Data Klinis dan Data Hasil Patologi Anatomi sebelum dilakukan


radioterapi dengan konkuren kemoterapi

Data Klinis setelah dilakukan Data Klinis setelah dilakukan


radioterapi dengan konkuren radioterapi dengan konkuren
kemoterapi Cisplatin kemoterapi Cisplatin
mingguan lengkap mingguan tidak lengkap

Analisis Statistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1. Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 115 wanita dengan diagnosis

kanker serviks stadium lanjut yang mendapat radioterapi dengan konkuren

kemoterapi cisplatin minguan di RSUP H Adam Malik. Dari 115 wanita, 41 orang

mendapat konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap, yaitu sebanyak 5-6

siklus, dan 74 orang mendapat konkuren kemoterapi cisplatin mingguan tidak

lengkap, yaitu kurang dari 5 siklus. Gambaran karakteristik subjek penelitian

berdasarkan umur, paritas, ukuran awal tumor, histopatologi, stadium dan respon

kemoterapi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1.1 Tabel Karakteristik Subjek Berdasarkan Konkuren Kemoterapi


Lengkap dan Tidak Lengkap
Konkuren kemoterapi
Karakteristik Subjek Tidak Lengkap Lengkap
n % n %
Umur
30-39 2 2.7% 1 2.4%
40-49 12 16.2% 12 29.3%
50-59 38 51.4% 12 29.3%
≥ 60 22 29.7% 16 39.0%
Paritas
≤2 32 43.2% 20 48.8%
3-4 23 31.1% 13 31.7%
≥5 19 25.7% 8 19.5%
Ukuran Awal Tumor
≤ 4 cm 35 47.3% 17 41.5%
> 4cm 39 52.7% 24 58.5%
Histopatologi
Squamous cell carsinoma 54 73.0% 28 68.3%
Adenocarcinoma 20 27.0% 13 31.7%
Stadium
IIB 26 35.1% 11 26.8%
IIIA 0 0.0% 4 9.8%
IIIB 48 64.9% 23 56.1%
IVB 0 0.0% 3 7.3%

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

Berdasarkan umur diperoleh bahwa subjek penelitian yang mendapat

konkuren kemoterapi tidak lengkap ditemukan paling banyak pada rentang umur

50-59 tahun yaitu sebanyak 38 (51,4%) orang, sedangkan pasien dengan konkuren

kemoterapi lengkap paling banyak pada umur ≥60 tahun yaitu sebanyak 16 (39%)

orang. Berdasarkan paritas diperoleh bahwa pasien yang mendapat konkuren

kemoterapi tidak lengkap paling banyak pada paritas ≤2, yaitu sebanyak 32 (43,2%)

orang dan yang mendapat konkuren kemoterapi lengkap sebanyak 20 (48,8%)

orang.

Berdasarkan ukuran tumor, pasien lebih banyak yang datang dengan ukuran

awal tumor >4 cm, dimana yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap

sebanyak 39 orang dan yang mendapat konkuren kemoterapi lengkap 24 orang.

Berdasarkan jenis histopatologi, lebih banyak pasien dengan hasil histopatologi

squamous cell carcinoma, dimana sebanyak 54 orang pasien (73%) mendapat

konkuren kemoterapi tidak lengkap dan sebanyak 28 orang (68,3%) mendapat

konkuren kemoterapi lengkap. Berdasarkan stadium diperoleh bahwa pasien paling

banyak pada stadium IIIB, dengan jumlah pasien yang mendapat konkuren

kemoterapi tidak lengkap sebanyak 48 orang (64,9%) dan yang mendapat konkuren

kemoterapi lengkap sebanyak 23 orang (56,1%).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

4.1.2 Perbedaan Respon Terapi pada Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut

yang Mendapatkan Radioterapi dengan Konkuren Cisplatin Mingguan

Lengkap dan Tidak Lengkap

Tabel 4.1.2 Tabel respon terapi pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang
mendapatkan radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan
lengkap dan tidak lengkap
Konkuren Kemoterapi
p-value
Respons Tidak Lengkap Lengkap
n % n %
Respon komplit (CR) 55 74.3% 34 82.9%
Respon parsial (PR) 8 10.8% 4 9.8%
0.626*
Penyakit stabil (SD) 9 12.2% 2 4.9%
Penyakit progresif (PD) 2 2.7% 1 2.4%
* Fisher exact test

Dari tabel dapat kita lihat, respon kemoterapi terhadap lengkap tidaknya

konkuren kemoterapi yang didapat selama terapi. Berdasarkan data didapatkan

bahwa respon komplit paling banyak dijumpai pada kelompok yang mendapat

konkuren kemoterapi tidak lengkap sebanyal 55 (74,3%) orang. Sama halnya

dengan kelompok yang mendapat kemoterapi tidak lengkap, paling banyak

memberikan respon komplit sebanyak 34 (82,9%) orang. Dari hasil analisa statsitik

didapatkan nilai P 0.626, hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon terapi

terhadap jumlah konkuren kemoterapi yang diberikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

4.1.3. Perbedaan Angka Rekurensi dalam Tiga Tahun setelah Dimulai Terapi

pada Pasien Kanker Serviks Stadium Lanjut Yang Mendapatkan

Radioterapi Dengan Konkuren Cisplatin Mingguan Lengkap Dan

Tidak Lengkap

Tabel 4.1.3 Tabel Perbedaan rekurensi dalam tiga tahun setelah dimulai terapi
pada pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan
radioterapi dengan konkuren cisplatin mingguan lengkap dan tidak
lengkap
Konkuren Kemoterapi
p-value
Rekurensi Tidak Lengkap Lengkap
n % n %
Rekurensi (+) 4 7.3 0 0
0.293*
Rekurensi (-) 51 92,7 34 100
* Fisher exact test

Dari penelitian ini didapat 89 pasien mengalami respon kompit dan 4 (7,3%)

orang diantaranya mengalami rekurensi, yaitu pada kelompok yang mendapat

kemoterapi tidak lengkap. Walaupun tidak ada rekurensi pada kelompok yang

mendapat konkuren kemoterapi lengkap, namun tidak ada perbedaan yang

signifikan antara konkuren kemoterapi dengan kejadian rekurensi pada kanker

serviks.

4.1.4 Perbandingan Kemoterapi Lengkap dengan Tidak Lengkap

Berdasarkan Respon Terapi Menurut Ukuran Awal Tumor

Tabel 4.1.4 Tabel Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak


Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut Ukuran Awal Tumor
Konkuren kemoterapi
Ukuran Tidak Lengkap Lengkap p-value
n (%) n (%)
≤ 4 cm Respon komplit 27 (77.1) 13 (76.5) 0.608*
Respon tidak komplit 8 (22.9) 4 (23.5)
> 4cm Respon Komplit 28 (71.8) 21 (87.5) 0.215*
Respon tidak komplit 11 (28.2) 3 (12.5)
* Fisher exact test

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebanyak 52 pasien dengan ukuran awal

tumor ≤4 cm, mayoritas sebanyak 35 pasien mendapat konkuren kemoterapi tidak

lengkap. Dari seluruh pasien yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap,

sebanyak 27 (77,1%) pasien mengalami respon komplit sedangkan 17 pasien pada

kelompok yang mendapat konkuren kemoterapi lengkap, mayoritas mengalami

respon komplit, yaitu 13 (76,5%) pasien.

Pasien yang datang dengan ukuran awal tumor >4 cm sebanyak 63 orang,

39 pasien pada kelompok yang mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap dan

24 mendapat konkuren kemoterapi lengkap. Pada kelompok yang mendapat

konkuren kemoterapi tidak lengkap, mayoritas pasien mengalami respon komplit,

yaitu sebanyak 28 (71,8%) orang. Begitu juga dengan kelompok yang mendapat

kemoterapi lengkap, mayoritas mengalami respon komplit, sebanyak 21 (87,5%)

pasien. Setelah dilakukan Analisa, ternyata tidak terdapat perbedaan yang

signifikan berdasarkan ukuran awal tumor dan respon terapi dengan pemberian

konkuren kemoterapi lengkap dan tidak lengkap (p>0,005).

4.1.5 Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak Lengkap

Berdasarkan Respon Terapi Menurut Histopatologi Tumor

Tabel 4.1.5 Tabel Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak


Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut Histopatologi

Kemoterapi Konkuren
Tidak
Histopatologi Lengkap p-value
lengkap
n (%) n (%)
Squamous cell Respon Komplit 41 (75.9) 23 (82.1) 0,364*
carcinoma Respon Tidak Komplit 13 (24.1) 5 (17.9)
Adenocarcinoma Respon Komplit 14 (70) 11 (84.6) 0,299*
Respon Tidak Komplit 6 (30) 2 (15.4)
* Fisher exact test

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pada subjek penelitian dengan

tipe histopatologi squamous cell carcinoma sebanyak 82 orang. Sebanyak 54 pasien

mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap dengan mayoritas mengalami respon

komplit sebanyak 41 (75,9%) orang. Sedangkan 28 orang pada kelompok yang

mendapat konkuren kemoterapi lengkap, dengan jumlah pasien yang mengalami

respon komplit sebanyak 23 (82,1%) orang.

Pada subjek penelitian dengan tipe histopatologi adenocarcinoma, sebanyak

20 pasien mendapat konkuren kemoterapi tidak lengkap dan mayoritas mengalami

respon komplit sebanyak 14 (70%) pasien. Begitu juga dengan kelompok yang

mendapat konkuren kemoterapi lengkap, mayoritas memberikan respon komplit

sebanyak 11 (84,6%) pasien. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan

histopatologi dan respon terapi dengan pemberian konkuren kemoterapi lengkap

dan tidak lengkap (p>0,005).

4.1.6 Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak Lengkap

Berdasarkan Respon Terapi Menurut Stadium

Tabel 4.1.6 Tabel Perbandingan Konkuren Kemoterapi Lengkap dan Tidak


Lengkap Berdasarkan Respon Terapi Menurut Stadium
Kemoterapi Konkuren
Stadium Tidak Lengkap Lengkap p-value
n (%) n (%)
IIB Respon Komplit 18 (69.2) 10 (90.9)
0,163*
Respon Tidak Komplit 8 (30.8) 1 (9.1)
IIIA Respon Komplit 0 (0) 4 (100)
-
Respon Tidak Komplit 0 (0) 0 (0)
IIIB Respon Komplit 37 (77.1) 19 (82.6)
0,420*
Respon Tidak Komplit 11 (22.9) 4 (17.4)
IVB Respon Komplit 0 (0) 1 (33.3)
0,206*
Respon Tidak Komplit 0 (0) 2 (66.7)
* Fisher exact test

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pada subjek penelitian dengan

stadium IIB dan mengalami respon CR paling banyak mendapat konkuren

kemoterapi, dimana jumlah konkuren kemoterapi tidak lengkap sebanyak 18 orang

dan jumlah konkuren kemoterapi lengkap sebanyak 10 orang. Subjek penelitian

dengan stadium IIIA hanya berjumlah 4 orang, dan semuanya mendapatkan

konkuren kemoterapi lengkap dan mengalami respon komplit. Subjek penelitian

paling banyak dengan stadium IIIB, yaitu 71 pasien. Sebanyak 48 orang mendapat

konkuren kemoterapi tidak lengkap dan yang mengalami respon komplit 37 (77.1)

orang. Pasien stadium IIIB yang mendapat konkuren kemoterapi lengkap sebanyak

23 orang, dan 19 (82,6%) mengalami respon komplit. Tidak ada pasien yang dengan

stadium IVA, sedangkan pada staidum IVB didapat 3 pasien dan 2 (66,7%) orang

diantaranya mengalami respon tidak komplit. Dari hasil di atas, tidak terdapat

perbedaan yang signifikan berdasarkan stadium dan respon kemoterapi dengan

pemberian regimen kemoterapi lengkap dan tidak lengkap (p>0,005).

4.2 Pembahasan

Penelitian ini bahwa mendapatkan subjek penelitian terbanyak pada rentang

umur 50-59 tahun, yaitu sebanyak 50 orang (43,5%). Hal ini sesuai dengan

penelitian penelitian Kim et al, didapatkan bahwa rata-rata pasien pada umur 57,3

tahun (range 35-76 tahun). Penelitian Nugent et al juga mendapatkan umur

terbanyak pada rentang 41-60 tahun, yaitu sebanyak 64 orang (59%).12,44

Kanker serviks lebih sering terjadi pada wanita dengan multipara. Wanita

yang aktif secara seksual dua sampai empat kali lebih mungkin menderita kanker

serviks daripada wanita yang tidak aktif secara seksual. Aktivitas coital dini,

frekuensi coitus, jumlah pasangan coital, dan suami yang tidak disirkumsisi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

berhubungan dengan tingginya insiden kanker serviks. Namun, pada penelitian ini

diperoleh bahwa mayoritas subjek penelitian paritas ≤ 2 yaitu sebanyak 52 orang

(45,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian Jewell et al, didapatkan bahwa mayoritas

subjek penelitian merupakan pasien dengan paritas 2.44,45

Didapatkan pasien dengan ukuran awal tumor >4cm sebanyak 63 orang

(54,8%), sedangkan untuk pasien dengan ukuran awal tumor ≤4cm sebanyak 52

orang (45,2%). Hal ini sejalan dengan penelitian Nugent et al, yang mendapatkan

pasien terbanyak pada tumor dengan ukuran awal 4-5 cm dengan total 60 orang

(54%).12

Jenis histopatologis kanker serviks bervariasi, dimana histopatologi

terbanyak ±90% merupakan squamous cell carcinoma (SCC), 5% adeno

carsinoma, dan sebanyak 5% kanker jenis lain. Berdasarkan hasil penelitian

diperoleh hasil histopatologi terbanyak adalah squamous cell carcinoma yaitu pada

82 orang (71,3%), sedangkan untuk jenis adenocarcinoma ditemukan pada 42

orang (28,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Kim et al, dimana hasil

histopatologis pasien yang menjalani konkuren kemoterapi adalah squamous cell

carcinoma yaitu sebanyak 21 orang. Penelitian Kid et al juga menunjukkan hasil

yang sama dimana mayoritas pasien yang menjalani kemoterapi adalah pasien

dengan jenis histopatologi squamous cell carcinoma sebanyak 20 orang.44,45

Modalitas pengobatan pada stadium lanjut adalah radioterapi dengan

konkuren kemoterapi platinum (CCRT). Prognosis pasien dengan pengobatan

CCRT lebih baik daripada radioterapi tunggal. Pada 80% kasus pasien memerlukan

radioterapi dengan konkuren kemoterapi pasca operasi, oleh karena itu radioterapi

dengan konkuren kemoterapi merupakan standar penatalaksanaan pada stadium ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa stadium responden terbanyak adalah

stadium IIIB yaitu sebanyak 71 orang (61,7%), sedangkan untuk stadium IIB, IIIA,

dan IVB masing-masing sebanyak 37 orang (32,2%), 4 orang (3,5%), dan 3 orang

(2,6%). Hal ini sejalan dengan penelitian Albuquerque et al, didapatkan bahwa

sekitar 57,5% pasien yang menjalani radioterapi dengan konkuren kemoterapi

adalah pasien dengan stadium IIB hingga IIIB sedangkan pasien dengan stadium I-

IIA berkisar sekitar 42,5% .19,46

Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 55 orang (74,3% ) mencapai CR

pada konkuren kemoterapi tidak lengkap dan 34 orang (82,9%) mencapai CR pada

konkuren kemoterapi lengkap. Hal ini sebanding dengan penelitian Mabuchi et al,

yang mendapatkan 24 pasien (80,0%) mencapai CR, dan 6 pasien (20,0%)

mencapai PR. Lima dari 6 pasien yang mencapai PR kemudian dirawat dengan

histerektomi radikal. Studi Mabuchi et al, mengevaluasi respons tumor pada satu

bulan setelah selesainya radioterapi dengan konkuren kemoterapi pada pasien

kanker serviks.8

Radioterapi dan konkuren kemoterapi cisplatin dan telah menjadi

pengobatan standar untuk kanker serviks. Masalah yang dapat timbul selama

pengobatan penyakit stadium IIIB/IV menggunakan konkuren kemoterapi cisplatin

adalah hidronefrosis karena obstruksi ureter. Sebelumnya telah dilaporkan bahwa

timbulnya hidronefrosis merupakan indikator penting dari prognosis yang buruk.38

Pada penelitian yang dilakukan oleh Heijkoop et al, mereka

membandingkan respons pada pasien yang diberikan pengobatan lini pertama

berupa radioterapi dengan konkuren kemoterapi dan disertai terapi hipertemia. Pada

penelitian tersebut ditemukan sebanyak 29 dari 38 (76%) subjek penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

mengalami respon CR pada kemoradiasi pertama dan 9 (24%) sisanya mengalami

respon PR. Namun setelah diberikan konkuren kemoterapi disertai terapi

hypertemia hanya 1 dari 37 (3%) subjek penelitian yang mengalami respon CR, 4

subjek (11%) mengalami respon PR, 13 subjek (35%) mengalami respon SD, 19

subjek (51%) mengalami respon PD, dan 1 subjek meninggal. Namun penulis

mengatakan bahwa ada kemungkinan bahwa interval pendek antara pengobatan

menyebabkan bias yang hasilnya negatif.47

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pada subjek dengan ukuran

tumor > 4 cm, tipe histopatologi squamous cell carcinoma, dan stadium IIIB paling

banyak mengalami respon CR dan paling banyak mendapat konkuren kemoterapi

dengan masing-masing presentasi sebanyak 71,8%, 75,8%, dan 77,1%. Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian Katanyoo et al, pada penelitian tersebut didapatkan

sebanyak 142 dari 148 subjek penelitian mengalami respon CR (95,9%), dimana

pasien yang mengalami respon CR tersebut memiliki ukuran tumor 4 cm sebanyak

55,4%, memiliki histopatologi squamous cell carcinoma sebanyak 82,4%, dan

memiliki stadium IIIB sebanyak 48%.48

Dari penelitian ini didapatkan respon terapi terhadap lengkap tidaknya

konkuren kemoterapi yang didapat selama terapi. Berdasarkan data didapatkan

bahwa respon komplit paling banyak dijumpai pada kelompok yang mendapat

konkuren kemoterapi lengkap sebanyal 55 (74,3%) sama halnya dengan kelompok

yang mendapat kemoterapi tidak lengkap, paling banyak memberikan respon

komplit sebanyak 34 (82,9%). Dari hasil analisa statsitik didapatkan nilai p 0.626,

hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan respon terapi terhadap jumlah

konkuren kemoterapi yang diberikan. Dari penelitian juga didapatkan data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

rekurensi kanker serviks dimana kelompok yang mendapat kemoterapi tidak

lengkap menunjukkan angka rekurensi sebanyak 7,3% sedangkan pada kelompok

yang mendapat kemoterapi lengkap tidak menunjukkan angka rekurensi. Perbedaan

angka kejadian rekurensi antara pemberian konkuren kemoterapi lengkap dan tidak

lengkap dari analisa didapatkan nilai p 0.293, hal ini menunjukkan tidak ada

perbedaan yang signifikan.

Semua analisa pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan,

padahal jumlah sampel yang digunakan adalah keseluruhan populasi dari penderita

kanker serviks yang memenuhi kriteria inklusi di RSUP H Adam Malik dari tahun

2011-2013. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan di center lain untuk

melihat apakah ada perbedaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Karakteristik terbanyak pada subjek penelitian adalah rentang umur 50-59 tahun

dengan paritas ≤2. Ukuran tumor terbanyak >4 cm dengan histopatologi

terbanyak squamous cell carcinoma. Berdasarkan stadium, subjek penelitian

terbanyak adalah stadium IIIB dan mayoritasnya mendapat konkuren

kemoterapi cisplatin mingguan tidak lengkap dengan respon terapi terbanyak

adalah respon komplit.

2. Tidak ada perbedaan yang signifikan respon terapi pada pasien kanker serviks

stadium lanjut yang mendapatkan radioterapi dengan konkuren kemoterapi

cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.

3. Tidak ada perbedaan yang signifikan angka rekurensi dalam tiga tahun pada

pasien kanker serviks stadium lanjut yang mendapatkan radioterapi dengan

konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.

4. Ukuran tumor ≤ 4 cm maupun > 4cm yang mengalami respon komplit, paling

banyak mendapatkan konkuren kemoterapi tidak lengkap. Tidak terdapat

perbedaan yang signifikan berdasarkan ukuran massa dan respon terapi dengan

pemberian konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengka.

5. Tipe histopatologi squamous cell carcinoma dan adenocarcinoma yang

mendapat konkuren kemoterapi lengkap maupun tidak lengkap mayoritas

memberikan respon komplit. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan

berdasarkan histopatologi dan respon terapi dengan pemberian ko konkuren

kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan tidak lengkap.

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

6. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan berdasarkan stadium dan respon

terapi dengan pemberian konkuren kemoterapi cisplatin mingguan lengkap dan

tidak lengkap.

5.2. Saran

Diperlukan penelitian lanjutan di center lain untuk melihat apakah ada perbedaan

hasil respon terapi dan rekurensi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

1. Marth C, Landoni F, Mahner S, et al. Cervical cancer: ESMO Clinical Practice

Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up. Ann Oncol 2017;28(Suppl

4):iv72-iv83.

2. WHO. 2018. Cervical Cancer. Available from :

https://www.who.int/cancer/prevention/diagnosis-screening/cervical-

cancer/en/

3. Dusek L, Muzik J, Maluskova D and Snajdrova L. 2018. Epidemiology of

Cervical Cancer : International Comparition. Available from :

https://www.cervix.cz/index-en.php?pg=professionals--cervical-cancer-

epidemiology--international-comparison

4. Melan, K., Janky, E., Macni, J., Ulric-Gervaise, S., Dorival, M. J., Veronique-

Baudin, J., & Joachim, C. (2017). Epidemiology and survival of cervical cancer

in the French West-Indies: data from the Martinique Cancer Registry (2002-

2011). Global health action, 10(1), 1337341.

doi:10.1080/16549716.2017.133734.

5. Murat B, Gokhan O, C Ebruli. Radiation physics in Basic radiation oncology,

7 th ed. 2010. 1-72.

6. NCCN Clinical Practice Guidelines in Oncology. Cervical cancer screening.

Version 1. 2011.

7. Dueñas-Gonzalez A, Cetina L, Mariscal I, de la Garza J: Modern Management

of locally advanced cervical carcinoma. Cancer Treat Rev 2003, 29:389-399.

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

8. Mabuchi S, Kawano M, Sasano T, Kuroda H. Management of early-stage and

locally advanced cervical cancer. In: Shoupe D. Handbook of gynecology.

Switzerland: Springer. 2016. P1-9.

9. Green JA, Kirwan JM, Tierney JF: Survival and Recurrence after Concomitant

Chemotherapy and Radiotherapy for Cancer ofthe Uterine Cervix: aSystematic

Review and Meta-Analysis.Lancet 2001, 358:781-786.

10. Candelaria M, Arias AG, Cetina L, Gonzales AD. Radiosensitizers in Cervical

Cancer. Cisplatin and Beyond.Radiat Oncol 1:15, 2006.

11. Eifel PJ, Winter K, Morris M, et al. Pelvic irradiation with concurrent

chemotherapy versus pelvic and para-aortic irradiation for high-risk cervical

cancer: an update of radiation therapy oncology group trial (RTOG) 90-01. J

Clin Oncol. 2004;22:872–80.

12. Nugent E.K., Case A.S., Hoff J.T., Zighelboim I., DeWitt L.L., Trinkhaus K.,

Mutch D.G. Rader J.S., Chemoradiation in locally advanced cervical

carcinoma: An analysis of cisplatin dosing and other clinical prognostic factors.

(2010) Gynecologic Oncology, 116 (3) , pp. 438-44.

13. Zhu J, Ji S, Hu Q, Chen Q, Liu Z, Wu J, et al. Concurrent weekly single

cisplatin vs triweekly cisplatin alone with radiotherapy for treatment oflocally

advanced cervical cancer: a meta-analysis. Cancer Management and Research

2018:10 1975–1985.

14. Wolchok JD; Hoos A; O'Day S; Weber JS; Hamid O; Lebbé C; Maio M; Binder

M; Bohnsack O; Nichol G; Humphrey R; Hodi FS. "Guidelines for the

evaluation of immune therapy activity in solid tumors: immune-related

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

response criteria". Clin. Cancer Res. 2009; 15 (23):7412–

20. doi:10.1158/1078-0432.CCR-09-1624. PMID 19934295.

15. Tewari KS., Monk BJ. Tumors of the Cervix. In Raghavan Derek et al.

Textbook of Uncommon Cancer. 4th Ed. McGrawHill. USA. 2008 pg. 501-

505.

16. Watkins JM., et al. 2011. Ultrasound-guided tandem placement for low-dose

rate brachytherapy in advanced cervical cancer miniizes risk of intraoperative

uterine perforation. Ultrasound Obstetric Gynecology Journal, 37: 241-244.

17. Rosevear SK. Cervical Screening and Premalignant Disesase of the Cervix. In

Handbook of Gynaecology Management pg. 80-84. Blackwell Science Ltd.

USA.

18. Gerhenson DM et al. Gynecologic Cancer. Controversies in

Management.USA. Churchill Livingstone.2004.

19. Bhatla N; Denny L. FIGO Cancer Report 2018. International Journal of

Gynecology Obstetric: Wiley Online Library. 2018

20. Rabbon JT., Loffe OB. Diagnostic Immunohistochemistry in Gynaecologic

Pathology: ABrief Review of Common Clinical Applications. In : Ayhan Ali,

Reed Nicholas, GultekinMurat, Dursui Polat, editors. Textbook of

Gynaecological Oncology. 5th Ed. McGrawHill.2009 pg. 5-7.

21. Andrijono. 2012. Kanker Serviks. Divisi Onkologi Departemen Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ed 4.

22. Yim EK, Park JS. 2005. The Role of HPV E6 and E7 Oncoproteins in HPV-

associated Cervical Carcinogenesis. Departement of Obstetrics and

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Gynecology, The Catholic University of Korea College of Medicine. Cancer

Res Treat. 37(6): 319-324

23. Zheng, Z.M.; Wang, X. Regulation of cellular miRNA expression by human

papillomaviruses. Biochim. Biophys. Acta 2011, 1809, 668‒677. 25.

24. Wang, X.; Wang, H.K.; Li, Y.; Hafner, M.; Banerjee, N.S.; Tang, S.; Briskin,

D.; Meyers, C.; Chow, L.T.; Xie, X.; et al. MicroRNAs are biomarkers of

oncogenic human papillomavirus infections. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2014,

111, 4262‒4267.

25. Tungteakkhun, S.S.; Duerksen-Hughes, P.J. Cellular binding partners of the

human papillomavirus E6 protein. Arch. Virol. 2008, 153, 397‒408.

26. Wang, X.; Wang, H.K.; McCoy, J.P.; Banerjee, N.S.; Rader, J.S.; Broker, T.R.;

Meyers, C.; Chow, L.T.; Zheng, Z.M. Oncogenic HPV infection interrupts the

expression of tumor-suppressive miR-34a through viral oncoprotein E6. RNA

2009, 15, 637‒647.

27. Schreiber, K.; Cannon, R.E.; Karrison, T.; Beck-Engeser, G.; Huo, D.; Tennant,

R.W.; Jensen, H.; Kast, W.M.; Krausz, T.; Meredith, S.C.; et al. Strong synergy

between mutant ras and HPV16 E6/E7 in the development of primary tumors.

Oncogene 2004, 23, 3972‒3979.

28. Charette, S.T.; McCance, D.J. The E7 protein from human papillomavirus type

16 enhances keratinocyte migration in an AKT-dependent manner. Oncogene

2007, 26, 7386‒7390.

29. Hengstermann, A.; Linares, L.K.; Ciechanover, A.; Whitaker, N.J.; Scheffner,

M. Complete switch from Mdm2 to human papillomavirus E6-mediated

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

degradation of p53 in cervical cancer cells. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2001,

98, 1218‒1223.

30. Disaia PJ, William TC, Robert SM, Scott M, & David GM. 2017. Clinical

Gynecologic Oncology 9th Edition. Elsevier.

31. Buku Acuan Nasional Onkologi Ginekologi. 2006. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

32. Han K., et al. 2013.Trends in the Utilization of Brachytherapy in Cervical

Cancer in the United States. International Journal of Radiation Oncology.

Volume 87, Number 1; 111-119.

33. Petra T., et al. 2009. New inverse planning technology for image-guided

cervical cancer brachytherapy: Description and evaluation within a clinical

frame. Radiotherapy and Oncology Journal, 93 (2009); 331-340.

34. Setyawan A, Djakaria HM. Efek Dasar Radiasi pada Jaringan. Journal of

Indonesian Radiation Oncology Society. 2014, 5: 25-33

35. Beyzadeoglu, M, Ozyigit, G. Ebruli, C. Basic Radiation Oncology:

Radiobiology. Springer Heidelberg Dordrecht London New York. Library of

Congress Control Number: 2010925732. DOI: 10.1007/978-3-642-11666-7

36. Radji, Maksum. 2015. Mekanisme Aksi Molekuler Antibiotik Dan Kemoterapi.

Jakarta: EGC

37. Lorusso, Domenica, et al. A systematic review comparing cisplatin and

carboplatin plus paclitaxel-based chemotherapy for recurrent or metastatic

cervical cancer. Gynecologic oncology, 2014, 133.1: 117-123.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

38. Mabuchi, Seiji, et al. Chemoradiotherapy followed by consolidation

chemotherapy involving paclitaxel and carboplatin and in FIGO stage IIIB/IVA

cervical cancer patients. Journal of gynecologic oncology, 2016, 28.1

39. Rasjidi I. Epidemiologi Kanker Pada Wanita. CV Sagung Seto. Jakarta. 2010.

hal.167-169.

40. Serkies K, Jassem J: Concurrent weekly cisplatin and radiotherapy in routine

management of cervical cancer: a report on patient compliance and acute

toxicity. Int J Radiat Oncol Biol Phys2004, 60:814-821.

41. Eisenhauer EA; Therasse P; Bogaerts J; Schwartz LH; Sargent D; Ford R; et.

Al. New response evaluation criteria in solid tumors: revised RECIST guideline

(version 1.1). Eur J Cancer. 2009; 45(2): 226-47. Available at :

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19097774 [Accessed on 20 March

2019]

42. Hoffman BL, John OS, Karen DB, Lisa MH, Joseph IS, et al. 2016. Williams

Gynecology 3rd Edition. McGraw Hill.

43. DKK Kota S1717urakarta. Kanker Serviks: Sebuah Peringatan Buat Wanita.

In: Diananda, R. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Katahari. Yogjakarta. 2011.

44. Kim, H. S., Kim, C. K., Park, B. K., Huh, S. J., & Kim, B. 2012. Evaluation of

therapeutic response to concurrent chemoradiotherapy in patients with cervical

cancer using diffusion-weighted MR imaging. Journal of Magnetic Resonance

Imaging, 37(1), 187–193. doi:10.1002/jmri.23804

45. Kidd, E. A., Thomas, M., Siegel, B. A., Dehdashti, F., & Grigsby, P. W.

2013. Changes in Cervical Cancer FDG Uptake During Chemoradiation and

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Association With Response. International Journal of Radiation

Oncology*Biology*Physics, 85(1), 116–122.

46. Albuquerque, K., Giangreco, D., Morrison, C., Siddiqui, M., Sinacore, J.,

Potkul, R., & Roeske, J. 2011. Radiation-Related Predictors of Hematologic

Toxicity After Concurrent Chemoradiation for Cervical Cancer and

Implications for Bone Marrow–Sparing Pelvic IMRT. International Journal of

Radiation Oncology*Biology*Physics, 79(4), 1043–1047.

47. Heijkoop, S. T., van Doorn, H. C., Stalpers, L. J. A., Boere, I. A., van der

Velden, J., Franckena, M., & Westermann, A. M. 2013. Results of concurrent

chemotherapy and hyperthermia in patients with recurrent cervical cancer after

previous chemoradiation. International Journal of Hyperthermia, 30(1), 6–10.

48. Katanyoo, K., Tangjitgamol, S., Chongthanakorn, M., Tantivatana, T.,

Manusirivithaya, S., Rongsriyam, K., & Cholpaisal, A. 2011. Treatment

outcomes of concurrent weekly carboplatin with radiation therapy in locally

advanced cervical cancer patients. Gynecologic Oncology, 123(3), 571–576.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel Induk
Ukuran Stadium Tanggal Status pasien Tanggal
No Umur Paritas Tipe hispatologi Jumlah RE Jumlah Konkuren Tatalaksana total Respon terapi Rekurensi Durasi (bulan)
tumor inisial FIGO 2008 dimulai RE terakhir kontrol terakhir kontrol
1 49 P4A0 1 1 3 1 22/12/2013 5 1 1 1 1 28/01/2018 49
2 53 P5A0 2 2 1 1 11/03/2014 5 2 1 1 1 05/07/2017 40

3 29 P2A0 1 1 1 1 12/03/2014 0 2 1 1 1 25/09/2017 43


4 42 P4A0 1 1 1 1 22/05/2013 5 1 1 1 1 03/09/2018 63
5 40 P0A0 1 2 3 1 02/07/2012 5 3 1 1 1 25/01/2018 67

6 59 P6A0 1 1 3 1 12/05/2011 4 3 1 1 1 14/01/2019 92


7 52 P2A0 1 1 3 1 12/09/2009 3 3 1 1 1 12/09/2018 108
8 57 P1A0 2 1 3 1 22/11/2010 3 3 2 1 2 22/01/2016 62
9 46 P2A0 1 2 1 1 21/02/2014 5 3 1 1 1 11/02/2017 36
10 58 P2A0 1 1 3 1 13/08/2013 0 3 1 1 1 13/04/2018 56
11 67 P4A0 2 2 3 1 03/09/2012 5 3 2 1 2 26/09/2018 73
12 49 P2A0 1 1 3 1 26/03/2014 4 3 1 1 1 26/03/2016 24
13 50 P1A0 1 1 3 1 22/03/2013 2 3 1 1 1 12/07/2017 52
14 41 P3A0 1 1 4 1 06/08/2011 5 3 3 1 1 06/07/2016 59

15 55 P2A0 1 1 3 1 27/02/2014 0 3 1 1 1 04/05/2018 50


16 50 P3A0 1 2 3 1 20/11/2013 4 2 1 1 1 20/11/2018 60
17 45 P6A1 1 1 1 1 23/12/2014 0 2 1 1 1 09/11/2018 47
18 48 P2A0 2 1 3 1 21/05/2014 2 2 2 1 2 15/08/2015 15
19 52 P4A0 1 2 1 1 23/03/2010 2 1 1 1 1 27/06/2018 99
20 54 P3A0 1 1 3 1 14/05/2012 5 1 4 1 1 01/05/2018 72
21 56 P4A0 1 2 1 1 06/06/2013 4 1 1 1 1 06/10/2017 52
22 60 P3A0 2 1 1 1 05/03/2014 2 1 3 1 2 15/03/2017 36
23 52 P4A0 1 2 3 1 23/11/2010 0 1 3 1 1 23/02/2017 75
24 53 P3A0 >4cm 2 1 1 14/08/2014 0 1 3 1 2 11/06/2018 46
25 55 P3A0 1 2 1 1 09/06/2011 4 1 1 1 1 09/03/2017 69
26 67 P5A0 1 1 3 1 12/01/2014 0 1 1 1 1 17/05/2018 52

27 56 P4A0 1 1 1 1 06/06/2013 4 1 1 1 1 09/02/2018 56


28 58 P1A0 1 1 1 1 04/07/2013 5 1 1 1 1 12/04/2016 33

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

Ukuran Stadium Tanggal Status pasien Tanggal


No Umur Paritas Tipe hispatologi Jumlah RE Jumlah Konkuren Tatalaksana total Respon terapi Rekurensi Durasi (bulan)
tumor inisial FIGO 2008 dimulai RE terakhir kontrol terakhir kontrol
29 70 P6A0 1 1 3 1 27/05/2013 4 1 1 1 1 23/03/2018 58
30 79 P6A0 1 1 1 1 21/08/2012 4 1 1 1 1 02/02/2016 41
31 60 P7A0 2 2 3 1 01/01/2014 4 1 1 1 1 21/08/2015 20
32 64 P6A0 1 1 3 1 15/12/2011 0 1 4 1 1 01/01/2017 61
33 62 P8A0 1 1 3 1 24/06/2013 4 1 1 1 1 15/12/2016 42
34 52 P3A0 1 1 3 1 19/04/2013 3 1 3 1 2 18/06/2013 2
35 61 P3A0 2 2 1 1 11/11/2011 3 1 1 1 1 15/07/2015 44
36 60 P3A0 1 1 1 1 09/04/2014 4 1 4 1 1 08/08/2018 52
37 72 P6A0 1 1 1 1 12/05/2012 0 1 3 1 2 02/07/2018 74
38 62 P4A0 1 1 3 1 30/09/2013 4 1 1 1 1 17/05/2017 44
39 55 P0A0 1 1 1 1 06/06/2013 4 1 1 1 1 19/04/2014 10
40 63 P0A0 1 1 1 1 02/07/2012 5 1 1 1 1 11/11/2012 4
41 73 P4A0 2 1 3 1 12/05/2011 4 1 1 1 1 12/05/2014 36
42 83 P1A0 2 1 1 1 07/05/2011 4 1 1 1 1 09/04/2014 35
43 43 P3A0 2 1 4 1 28/08/2012 5 1 4 1 1 17/02/2015 30
44 77 P0A0 1 2 3 1 22/01/2014 0 1 1 1 1 28/04/2014 3
45 59 P6A0 1 1 1 1 06/06/2013 4 1 1 1 1 12/07/2017 49
46 64 P4A0 1 1 3 1 07/05/2011 4 1 1 1 1 06/06/2013 25
47 57 P0A0 1 1 3 1 20/12/2014 0 1 1 1 1 03/09/2015 8
48 51 P8A0 2 1 3 1 21/03/2014 4 1 1 1 1 20/12/2016 33
49 58 P1A0 2 2 3 1 22/03/2013 2 1 1 1 1 21/03/2014 12
50 56 P5A0 2 1 3 1 21/08/2013 3 2 1 1 1 20/05/2015 21
51 58 P0A0 2 2 3 1 29/10/2012 0 2 1 1 1 27/06/2018 68
52 64 P0A0 2 1 3 1 27/10/2012 4 1 1 1 1 01/05/2018 66
53 40 P0A0 2 2 3 1 25/10/2012 2 1 1 1 1 18/09/2017 59
54 43 P0A0 2 1 3 1 10/10/2012 3 1 1 1 1 06/10/2017 60
55 78 P0A0 1 2 3 1 17/09/2012 5 1 1 1 1 03/12/2017 63
56 56 P4A0 2 1 3 1 28/11/2011 2 1 1 1 1 11/11/2012 11
57 59 P0A0 2 1 1 1 26/06/2012 3 1 4 1 1 12/05/2014 23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

Ukuran Stadium Tanggal Status pasien Tanggal


No Umur Paritas Tipe hispatologi Jumlah RE Jumlah Konkuren Tatalaksana total Respon terapi Rekurensi Durasi (bulan)
tumor inisial FIGO 2008 dimulai RE terakhir kontrol terakhir kontrol
58 43 P0A0 1 2 3 1 19/06/2012 0 1 3 1 1 09/04/2014 22
59 60 P0A0 2 1 3 1 21/05/2012 2 1 4 1 1 17/02/2015 33
60 47 P0A0 1 1 1 1 14/05/2012 0 1 4 1 2 14/05/2013 12
61 49 P0A0 2 2 1 1 08/03/2012 4 1 1 1 1 02/02/2016 47
62 59 P3A0 2 2 3 1 06/03/2012 4 1 4 1 1 21/08/2015 42
63 48 P4A0 2 2 3 1 02/03/2012 2 1 3 1 1 01/01/2017 58
64 54 P8A0 2 1 3 1 06/02/2012 4 1 1 1 1 15/12/2016 58
65 57 P0A0 2 2 3 1 21/12/2011 5 1 1 1 1 02/07/2018 78
66 56 P5A0 2 1 3 1 18/12/2011 4 1 1 1 1 17/05/2017 65
67 70 P6A0 1 1 3 1 03/09/2012 3 1 1 1 1 15/12/2016 51
68 47 P6A0 2 2 1 1 12/12/2011 2 1 4 1 1 25/01/2018 74
69 56 P7A0 1 1 1 1 30/11/2011 0 1 1 2 1 24/11/2018 84
70 49 P0A0 2 1 1 1 08/03/2012 5 1 1 1 1 18/02/2018 71
71 59 P3A0 2 1 3 1 06/03/2012 0 1 1 1 1 21/05/2018 75
72 54 P0A0 1 1 1 1 26/07/2012 4 1 1 1 1 18/02/2015 31
73 68 P0A0 1 1 2 1 23/07/2012 5 1 1 1 1 21/03/2016 44
74 47 P0A0 2 1 3 1 12/07/2012 5 1 1 1 1 09/03/2016 44
75 49 P0A0 2 1 3 1 02/07/2012 5 1 1 1 1 21/05/2015 35
76 57 P0A0 2 1 3 1 26/06/2012 4 1 4 1 1 19/11/2016 53
77 56 P0A0 2 2 3 1 18/06/2012 5 1 1 1 1 04/08/2015 38
78 52 P3A0 2 1 3 1 11/06/2012 5 1 1 1 1 13/11/2015 41
79 52 P3A0 1 1 3 1 14/05/2012 5 1 1 1 1 21/09/2014 28
80 68 P3A0 2 2 3 1 29/05/2012 4 1 1 1 1 07/02/2015 32
81 62 P0A0 2 1 2 1 07/05/2012 5 1 1 1 1 09/12/2015 43
82 52 P5A0 2 1 1 1 23/04/2012 4 1 1 1 1 19/01/2015 33
83 61 P0A0 2 1 2 1 13/02/2012 5 1 1 1 1 04/07/2016 53
84 55 P3A0 2 1 1 1 13/12/2011 4 1 1 1 1 10/04/2014 28
85 71 P10A0 1 1 3 1 29/11/2011 4 1 3 1 1 19/11/2015 48
86 57 P0A0 2 1 3 1 24/11/2011 3 1 1 2 1 07/04/2015 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

Ukuran Stadium Tanggal Status pasien Tanggal


No Umur Paritas Tipe hispatologi Jumlah RE Jumlah Konkuren Tatalaksana total Respon terapi Rekurensi Durasi (bulan)
tumor inisial FIGO 2008 dimulai RE terakhir kontrol terakhir kontrol
87 45 P7A0 2 1 3 1 21/11/2011 5 1 1 1 1 22/09/2016 58
88 61 P2A0 2 2 3 1 04/11/2011 3 1 1 2 2 19/09/2016 59
89 49 P5A0 2 2 3 1 15/10/2011 5 1 1 1 1 02/02/2016 52
90 57 P2A0 2 1 1 1 03/10/2011 4 1 1 1 1 25/11/2015 50
91 51 P7A0 2 1 3 1 01/10/2011 3 1 1 1 1 08/01/2016 51
92 58 P5A0 1 1 1 1 30/09/2011 5 1 1 1 1 15/04/2016 55
93 62 P5A0 2 2 3 1 29/09/2011 5 1 1 1 1 30/06/2016 57
94 61 P0A0 1 2 1 1 16/09/2011 5 1 1 1 1 17/08/2014 35
95 62 P3A0 2 1 3 1 18/08/2011 4 1 1 1 1 12/09/2016 61
96 49 P3A0 2 1 1 1 18/08/2011 0 1 1 2 1 12/02/2016 54
97 62 P11A0 1 1 3 1 09/08/2011 5 1 3 1 1 05/03/2016 55
98 58 P1A0 1 1 1 1 08/08/2011 5 1 1 1 1 05/05/2015 45
99 51 P3A0 2 1 1 1 30/07/2011 5 1 1 1 1 10/11/2016 63
100 31 P1A0 2 2 4 1 30/07/2011 5 1 1 1 1 12/01/2016 53
101 60 P4A0 2 1 3 1 25/06/2011 5 1 1 1 1 21/04/2015 46
102 59 P0A0 1 1 3 1 25/06/2011 5 1 3 1 1 14/04/2015 46
103 51 P0A0 2 1 3 1 20/06/2011 4 1 1 1 1 12/12/2016 66
104 74 P6A0 2 1 3 1 14/06/2011 5 1 1 1 1 27/07/2015 49
105 60 P1A0 2 1 3 1 18/05/2011 5 1 1 1 1 30/04/2016 59
106 56 P3A0 2 1 3 1 18/04/2011 4 1 1 1 1 17/01/2016 57
107 49 P6A0 2 2 3 1 11/04/2011 5 1 1 1 1 12/09/2016 65
108 71 P10A0 2 1 2 1 28/03/2011 5 1 1 1 1 14/02/2015 47
109 70 P5A0 1 1 3 1 08/03/2011 5 1 1 1 1 24/10/2015 56
110 52 P3A0 2 2 1 1 21/02/2011 5 1 3 1 1 27/10/2016 68
111 55 P0A0 2 1 1 1 14/02/2011 0 1 4 1 2 31/08/2016 67
112 37 P0A0 2 2 3 1 11/02/2011 4 1 1 1 1 12/08/2016 66
113 62 P3A0 2 1 3 1 16/01/2011 5 1 1 1 1 16/12/2015 59
114 60 P3A0 2 1 3 1 13/01/2011 5 1 1 1 1 20/09/2016 68
115 41 P0A0 1 1 3 1 03/01/2011 3 1 1 1 1 10/11/2015 58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Tabel 4.1 Karakteristik

jumlah_konkuren
<5 5-6
Count Column N % Count Column N %
umur 30-39 2 2.7% 1 2.4%
40-49 12 16.2% 12 29.3%
50-59 38 51.4% 12 29.3%
>=60 22 29.7% 16 39.0%
paritas <=2 31 41.9% 18 43.9%
3-4 23 31.1% 13 31.7%
>=5 20 27.0% 10 24.4%
ukuran =< 4 cm 35 47.3% 17 41.5%
>4cm 39 52.7% 24 58.5%
histopatologi Squamous cell carsinoma 54 73.0% 28 68.3%
Adenocarcinoma 20 27.0% 13 31.7%
stadium IIB 26 35.1% 11 26.8%
IIIA 0 0.0% 4 9.8%
IIIB 48 64.9% 23 56.1%
IVB 0 0.0% 3 7.3%
respon CR 55 74.3% 34 82.9%
Tidak Komplit respon 19 25.7% 7 17.1%
rekurensi None 70 94.6% 41 100.0%
Rekuren 4 5.4% 0 0.0%

Tabel 4.2

jumlah_konkuren
<5 5-6
Count Column N % Count Column N %
ukuran =< 4 cm respon CR 27 77.1% 13 76.5%
Tidak Komplit respon 8 22.9% 4 23.5%
>4cm respon CR 28 71.8% 21 87.5%
Tidak Komplit respon 11 28.2% 3 12.5%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
ukuran Value df (2-sided) sided) sided)
=< 4 cm Pearson Chi-Square .003c 1 .957
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .003 1 .957
Fisher's Exact Test 1.000 .608
Linear-by-Linear .003 1 .957
Association
N of Valid Cases 52
>4cm Pearson Chi-Square 2.120d 1 .145
Continuity Correctionb 1.309 1 .253
Likelihood Ratio 2.257 1 .133
Fisher's Exact Test .215 .125
Linear-by-Linear 2.087 1 .149
Association
N of Valid Cases 63
Total Pearson Chi-Square 1.116a 1 .291
Continuity Correctionb .678 1 .410
Likelihood Ratio 1.152 1 .283
Fisher's Exact Test .356 .206
Linear-by-Linear 1.106 1 .293
Association
N of Valid Cases 115
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.27.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.92.
d. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.33.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

Tabel 4.3
jumlah_konkuren
<5 5-6
Column N Column N
Count % Count %
histopatologi Squamous cell respon CR 41 75.9% 23 82.1%
carsinoma Tidak Komplit 13 24.1% 5 17.9%
respon
Adenocarcinoma respon CR 14 70.0% 11 84.6%
Tidak Komplit 6 30.0% 2 15.4%
respon

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
histopatologi Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Squamous cell Pearson Chi-Square .416c 1 .519
carsinoma Continuity .132 1 .716
Correctionb
Likelihood Ratio .427 1 .514
Fisher's Exact Test .585 .364
Linear-by-Linear .411 1 .522
Association
N of Valid Cases 82
Adenocarcinoma Pearson Chi-Square .916d 1 .338
Continuity .293 1 .588
Correctionb
Likelihood Ratio .958 1 .328
Fisher's Exact Test .431 .299
Linear-by-Linear .889 1 .346
Association
N of Valid Cases 33
Total Pearson Chi-Square 1.116a 1 .291
Continuity .678 1 .410
Correctionb
Likelihood Ratio 1.152 1 .283
Fisher's Exact Test .356 .206
Linear-by-Linear 1.106 1 .293
Association
N of Valid Cases 115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.27.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.15.
d. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.15.

Tabel 4.4

jumlah_konkuren
<5 5-6
Count Column N % Count Column N %
stadium IIB respon CR 18 69.2% 10 90.9%
Tidak Komplit respon 8 30.8% 1 9.1%
IIIA respon CR 0 0.0% 4 100.0%
Tidak Komplit respon 0 0.0% 0 0.0%
IIIB respon CR 37 77.1% 19 82.6%
Tidak Komplit respon 11 22.9% 4 17.4%
IVB respon CR 0 0.0% 1 33.3%
Tidak Komplit respon 0 0.0% 2 66.7%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
stadium Value df (2-sided) sided) sided)
IIB Pearson Chi-Square 1.973c 1 .160
Continuity Correctionb .971 1 .324
Likelihood Ratio 2.256 1 .133
Fisher's Exact Test .229 .163
Linear-by-Linear 1.920 1 .166
Association
N of Valid Cases 37
IIIA Pearson Chi-Square .d
N of Valid Cases 4
IIIB Pearson Chi-Square .285e 1 .594
Continuity Correctionb .050 1 .823
Likelihood Ratio .292 1 .589
Fisher's Exact Test .759 .420
Linear-by-Linear .281 1 .596
Association
N of Valid Cases 71
IVB Pearson Chi-Square .f
N of Valid Cases 3
Total Pearson Chi-Square 1.116a 1 .291
Continuity Correctionb .678 1 .410
Likelihood Ratio 1.152 1 .283
Fisher's Exact Test .356 .206
Linear-by-Linear 1.106 1 .293
Association
N of Valid Cases 115
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.27.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.68.
d. No statistics are computed because respon and jumlah_konkuren are constants.
e. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.86.
f. No statistics are computed because jumlah_konkuren is a constant.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

Tabel 4.5

jumlah_konkuren
<5 5-6
Column N Column N
Count % Count %
respon CR rekurensi None 51 92.7% 34 100.0%
Rekuren 4 7.3% 0 0.0%
Tidak Komplit respon rekurensi None 19 100.0% 7 100.0%
Rekuren 0 0.0% 0 0.0%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai