Hygea Talita Patrisia
Hygea Talita Patrisia
Hygea Talita Patrisia
( Plasminogen activator inhibitor-1 level as predictor neurologic outcome in acute ischemic stroke )
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 dan memperoleh keahlian dalam bidang ilmu penyakit saraf
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ILMU BIOMEDIK DAN PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I ILMU PENYAKIT SYARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009
HALAMAN PENGESAHAN
: Kadar Plasminogen Aktivator Inhibitor-1 sebagai prediktor outcome status neurologis pada stroke iskemik akut : Ilmu Penyakit Syaraf : G4A003039 : dr. Endang Kustiowati, Sp.S(K) dr. Suyono ,Sp.PD(K) Maret, 2009
Telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 10 Maret 2009 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima. Menyetujui komisi pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.
Penulis
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS Nama NIM Magister Ilmu Biomedik Tempat/ Tanggal Lahir Agama Jenis kelamin Alamat : dr. Hygea Talita Patrisia : G4A003039 : Palangkaraya / 1 Sep 1973 : Kristen : Perempuan : Jl. Lempongsari Timur II / 49, Semarang
B. RIWAYAT PENDIDIKAN 1. SD Percobaan-KALTENG 2. SMPN II-KALTENG 3. SMAN 3-KALTENG : Lulus tahun 1985 : Lulus tahun 1988 : Lulus tahun 1991
4. Dokter FK UNIV Kristen Maranatha-Bandung : Lulus tahun 2002 5. PPDS I Ilmu Penyakit Saraf FK, UNDIP : 2004- Sekarang
C. RIWAYAT PEKERJAAN D. RIWAYAT KELUARGA 1. Nama Suami 2. Nama Orang tua a. Nama Ayah b. Nama Ibu : drg. Tukik.B.Toemon,SKM : Wasia Sandy : dr. Rully.P.Adhie, SpOG, Msi.Med.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke Tuhan Yesus atas limpahan berkat dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan laporan berjudul " Kadar Plasminogen Aktivator Inhibitor-1 sebagai prediktor outcome Status Neurologis Pada Stroke Iskemik Akut " dapat terselesaikan, guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I dalam bidang Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Namun karena bimbingan guru-guru penulis dan dorongan keluarga dan teman maka tulisan ini dapat terwujud. Banyak sekali pihak yang telah berkenan membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini, karenanya pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih, terhormat : 1. Prof DR. dr. Susilo Wibowo, Sp.And selaku Rektor Universitas Diponegoro saat ini dan Prof. Ir. Eko Budiharjo, MSc, selaku Rektor Universitas Diponegoro Semarang saat penulis memulai pendidikan (periode 2003-2006 ) beserta jajarannya yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Program Studi Magister IImu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. 2. dr. Soejoto, PAK, SpKK(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang saat ini dan Prof.Dr. Kabulrahman, SpKK(K) selaku Dekan penghormatan dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada yang
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro saat penulis memulai pendidikan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Bagian Ilmu Penyakit Saraf dan Magister Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. 3. dr.Budi Riyanto SpPD-KTI, Msc selaku Direktur RSUP Dr.Kariadi saat ini dan dr. H. Gatot Subroto, M.Kes,MMR selaku direktur RSUP Dr. Kariadi saat penulis memulai pendidikan, serta Dr. dr. Winarto, Sp.MK,Sp.M beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Bagian Ilmu Penyakit Saraf dan Magister Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. 4. dr. Dodik Tugasworo, SpS (K) selaku Ketua Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNDIP / RS Dr Kariadi Semarang saat ini, dr.H.M.Naharuddin Jenie Sp.S(K) selaku Ketua Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNDIP / RS Dr Kariadi Semarang periode tahun 2006-2008 dan Prof DR. Dr. Bambang Hartono, Sp.S(K) (Alm.) selaku Ketua Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNDIP / RS Dr. Kariadi Semarang periode tahun 2004-2006 dan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti PPDS I Ilmu Kesehatan Saraf FK UNDIP Semarang dan telah memberikan bimbingan, bantuan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini 5. dr Aris Catur Bintoro, SpS selaku Ketua Program Studi PPDS I I1mu Penyakit Saraf, dan dr.Endang Kustiowati, Sp.S(K).Msi.Med selaku Pembimbing utama dalam penelitian ini atas segala kesabaran, dukungan, ketulusan dan kebesaran hati dalam
memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Dan juga kesempatan mengikuti PPDS I di Bagian Ilmu Penyakit Saraf. 6. dr. Suyono, SpPD (K) sebagai pembimbing kedua penelitian ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih dan atas segala kesabaran, ketulusan, dan kebesaran hati dalam memberikan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 7. dr. Retnaningsih, Sp.S KIC selaku sekretaris Bagian Ilmu Penyakit Saraf dan dr. Dwi Pudjonarko, M.Kes, Sp.S selaku sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RSUP Dr. Kariadi Semarang yang telah memberikan bimbingan dan dukungan moril dalam penelitian ini dan selama menempuh Program pendidikan Dokter Spesialis I di Bagian Ilmu Penyakit Saraf 8. dr. Suhartono, M.Kes, yang banyak memberikan masukan dan bimbingan dalam hal metodologi penelitian dan penyusunan karya akhir ini hingga selesai. 9. Bapak dan Ibu guru saya, dr. Soedomo Hadinoto, Sp.S (K) (Alm.), dr. M.
Noerjanto,Sp.S(K),dr.SetiawanSp.S(K),dr.RB.Wirawan,Sp.S(K), dr.H.M.Naharuddin Jenie Sp.S(K), Prof.dr.MI.Widiastuti Samekto,PAK, MSc, SpS(K), Prof.dr. Amin Husni, PAK, MSc, Sp.S(K), dr.Soetedjo, Sp.S(K),
dr.Endang Kustiowati, Sp.S(K) dr. Dani Rahmawati, Sp.S, dr. Dodik Tugasworo, Sp.S(K) , dr. Aris Catur Bintoro, Sp.S, dr. Retnaningsih, Sp.S, KIC, dr. Hexanto Muhartomo, SpS, M.Kes, dr. Jimmy Eko Budi Hartono, Sp.S, dr. Trianggoro Budisulistyo, SpS, Dwi Pudjonarko, M.Kes, Sp.S, dr. Herlina Suryawati, SpS selaku staf pengajar Bagian Ilmu penyakit Saraf yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan ilmu selama penulis mengikuti program pendidikan spesialisasi ini.
10. dr. Ria SpPK, ibu Anna analis patologi klinik, Yang telah banyak membantu dalam sarana dan prasaran laboratorium, sehingga penulis daat menyelesaikan penelitian ini. 11.Tim penguji Proposal yang telah berkenan memberikan petunjuk dan pengarahan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penelitian tesis. 12.Sahabat-sahabatku seperjuangan, seluruh rekan sejawat peserta Program Pendidikan Spesialis-l yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kerjasama, saling membantu dan memotivasi . 13. Paramedis dan karyawan Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / SMF Ilmu Penyakit Saraf RS Dr. Kariadi Semarang, penulis sampaikan terima kasih atas segala kerjasama, saling mengisi dan memotivasi. 14. Seluruh karyawan di bagian LAB PK RSUP Dr. Kariadi penulis sampaikan terima kasih atas kerjasama dan kesediannya untuk meluangkan waktu dan bantuannya hingga karya akhir ini selesai. 15. Pasien-pasien yang menjadi subyek penelitian, atas ketulusan dan kerjasama yang diberikan selama proses penelitian karya akhir ini. 16. Khususnya untuk suamiku dr. Rully SpOG, ayahanda drg. Tukik.B.Toemon, dan Ibunda Wasia Sandy, ayahanda mertua Drs. Suparto. Broto dan lbu mertua Sri Suyatmi serta seluruh keluarga penulis ucapan terimakasih tidak terhingga atas dorongan, pengertian, curahan kasih sayang dan doa tulusnya sehingga penelitian ini selesai.
Penulis ucapkan terima kasih dan memohon kepada semua pihak untuk memberikan masukan dan sumbang saran atas penelitian ini sehingga dapat memberikan bekal bagi penulis, untuk penelitian ilmiah di masa yang akan datang. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih sangat banyak kekurangannya, tidak lupa penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak bila dalam proses pendidikan maupun dalam pergaulan sehari-hari terdapat tutur kata dan sikap yang kurang berkenan dihati. Semoga Tuhan yang Maha kuasa dan Maha pengasih memberkati dan melimpahkan rahmat serta karuniaNya kepada kita sekalian. Amin.
Penulis
KADAR PLASMINOGEN AKTIVATOR INHIBITOR-1 SEBAGAI PREDIKTOR OUTCOME STATUS NEUROLOGIS PADA STROKE ISKEMIK AKUT Hygea Talita P , Endang Kustiowati, Suyono*** SMF. Ilmu Penyakit Saraf FK UNDIP/RSUP dr Kariadi Semarang ABSTRAK Latar belakang penelitian : Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Sebagian besar stroke (80%) merupakan stroke iskemik Abnormalitas dari faktor koagulasi atau fibrinolitik yaitu perubahan keseimbangan aktivator dan inhibitornya merupakan faktor resiko pada stroke iskemik. Inhibitor yang paling berperanan adalah plasminogen activator inhibitor-1 (PAI1). Tujuan Penelitian : Membuktikan adanya hubungan antara kadar PAI-1 plasma pada penderita stroke iskemik akut dengan outcome status neurologis hari ke 14 onset. Membuktikan kemungkinan kadar PAI-1 sebagai prediktor outcome status neurologis pada penderita stroke iskemik akut. Metoda : Jenis penelitian adalah Kohort prospektif, penderita stroke iskemik akut yang di rawat di bangsal rawat inap B1 saraf RSUP dr. Kariadi semarang dimulai pada bulan desember 2007 sampai jumlah sampel mencukupi. Hasil : Uji korelasi Rank Spearman kadar PAI-1 plasma pada stroke iskemik akut hari I dengan status neurologis hari 14 ( skor NIHSS ) p = 0,0001, r = 0,847. Penderita stroke iskemik akut dengan Kadar PAI-1 > 345 pg/ml mempunyai resiko untuk mengalami outcome status neurologis beratdibandingkan kadar PAI-1 345 pg/ml Simpulan : Ada hubungan signifikan antara kadar PAI-1 dengan Status neurologis berdasarkan skor NIHSS Kadar PAI-1 hari 1 dapat menjadi prediktor outcome status neurologis pada penderita stroke iskemik akut. Kata kunci : PAI-1 * Residen Bagian/SMF Penyakit Saraf RSUP. Dr. Kariadi Semarang ** Staf Pengajar Bagian/SMF Penyakit Saraf RSUP. Dr. Kariadi Semarang *** Staf Pengajar Bagian/SMF Penyakit dalam RSUP. Dr. Kariadi Semarang
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. i LEMBAR MONITORING.......................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN.......................................................................iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................iv KATA PENGANTAR..................................................................................v ABSTRAK...................................................................................................x DAFTAR ISI........................................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xiv DAFTAR TABEL................................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xvi BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................1 1.1 Latar belakang penelitian........................................................................1 1.2 Permasalahan.........................................................................................4 1.3 Tujuan penelitian............................................................................................ 7 1.4 Manfaat penelitian.......................................................................................... 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9 2.1 Stroke iskemik akut........................................................................................ 9 2.1.1 Stroke........................................................................................................... 9 2.1.2 Klasifikasi.................................................................................................... 10 2.1.3 Faktor risiko................................................................................................. 10 2.1.4 Patogenesis stroke iskemik.......................................................................... 11 2.2. Sistem hemostasis darah................................................................................. 17 2.2.1 Pembentukan fibrin...................................................................................... 18 2.2.2 Pemecahan fibrin (fibrinolisis).................................................................... 18 2.2.2.1 Inhibitor fibrinolisis..........................................................................20 2.3 Plasminogen aktivator inhibitor-1...................................................................20 2.3.1 Peranan PAI-1......................................................................................20 2.3.2 Struktur PAI-1.............................................................................................. 23 2.3.3 PAI-1 pada stroke iskemik........................................................................... 27 2.3.4. Hal-hal yang mempengaruhi kadar PAI-1................................................... 29
2.3.4.1. Diabetes melitus........................................................................................ 29 2.3.4.2. Penyakit vaskuler...................................................................................... 30 2.3.4.3. Inflamasi................................................................................................... 31 2.4. Nasional Institutes Of Health Stroke Scale..............................................31 2.5. Kerangka teori................................................................................................ 33 2.6. Kerangka konsep............................................................................................ 34 2.7. Hipotesis........................................................................................................ 34 BAB 3 METODE PENELITIAN...................................................................... 35 3.1 Rancangan penelitian...................................................................................... 35 3.2 Waktu dan tempat penelitian.......................................................................... 35 3.3 Cara pemilihan sampel.................................................................................... 35 3.4 Populasi penelitian.......................................................................................... 36 3.5 Sampel penelitian............................................................................................ 36 3.6 Besar sampel................................................................................................... 37 3.7 Cara kerja........................................................................................................ 38 3.8 Variabel penelitian.......................................................................................... 39 3.9 Batasan operasional........................................................................................ 39 3.10 Alur penelitian......................................................................................40 3.11 Analisa data................................................................................................... 40 3.12 Etika penelitian.............................................................................................. 41 BAB 4 HASIL PENELITIAN.......................................................................42 4.1 Karakteristik subyek Penelitian.................................................................42 4.2 Hubungan kadar PAI-1 dengan skor NIHSS...............................................46 4.3 Hubungan variabel-variabel lain dengan skor NIHSS..................................48 4.4 Hubungan variabel-variabel dengan skor NIHSS hari ke 14.........................50 BAB 5 PEMBAHASAN.................................................................................53 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN.................................................................58 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................59 LAMPIRAN..................................................................................................64
DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1. Penumbra iskemik pada pembentukan infark serebri........................ 13 2. Gambar 2. Respon jaringan otak terhadap penurunan aliran darah otak. 15 3. Gambar 3. Skema hemostasis.. 17 4. Gambar 4. Struktur PAI-1.................................................................................... 24 5. Gambar 5. Skema aksi PAI-1...............................................................................25 6. Hubungan PAI-1 hari I Dengan Skor NIHSS hari 14.....................................47
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1.Kondisi yang berhubungan dengan iskemia otak.......12 2. Tabel 2. Karakteristik umum Subyek Penelitian..42 3. Tabel 3.Hasil pemeriksaan tanda vital saat masuk44 4. Tabel 4. Hasil pemeriksaan laboratorium saat masuk...45 5. Tabel 5. Hasil uji beda Rerata PAI-1 dengan skor NIHSS...46 6. Tabel 6. Hubungan kadar PAI-1 dengan skor NIHSS hari 14...........................48
DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1. Ethical clearance. 64 2. Lampiran 2. Persetujuan mengikuti penelitian 65 3. Lampiran 3. Kuesioner data umum dan klinis. 67 4. Lampiran 4. National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS)... 70 5. Hasil analisis data 72
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah Hingga saat ini stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker, stroke juga merupakan penyebab kecacatan jangka panjang nomor satu di dunia. Angka kejadian stroke sendiri dalam dekade terakhir cenderung meningkat. Angka mortalitas pada penderita stroke mencapai 20 % pada 3 hari pertama dan 25 % pada tahun pertama. Selain menurunkan produktivitas kerja, stroke juga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Stroke sendiri dapat mengenai semua kelompok umur dengan kecenderungan pada kelompok usia lanjut. 1-3 Stroke terdiri atas stroke iskemik dan stroke hemoragik dengan faktor risiko yang heterogen. Stroke iskemik mencapai sekitar 70 80% dari keseluruhan kasus stroke. Northren Manhattan Stroke Study melakukan penelitian antara tahun 1993 1997 mendapatkan frekuensi stroke iskemik 77%, perdarahan intraserebral 17% dan perdarahan subarakhnoid 6%. 3,4 Stroke iskemik terjadi karena adanya sumbatan atau hambatan aliran darah ke otak, yaitu apabila aliran darah ke otak kurang dari 20 ml per 100 gram otak permenit. Kondisi iskemia otak merupakan pemicu, yang mencetuskan berbagai proses seluler yang masing masing dapat berjalan sendiri maupun saling berkaitan, namun semuanya bisa berakhir dengan kematian neuron dan kerusakan jaringan otak yang menetap, yang bermanifestasi sebagai defisit neurologis yang permanen.1,3 Pada daerah perbatasan
iskemik area, terjadi apoptosis, terjadi 2 jam setelah onset stroke, dan maksimal terjadi pada 24 sampai 48 jam setelah onset stroke, pada daerah iskemik juga terjadi inflamasi lokal mencapai puncak pada 12 sampai 36 jam setelah onset, dan dimulai 2 minggu setelah onset terjadinya regenerasi dan perbaikan struktur sel otak.5 Sumbatan pada stroke iskemik disebabkan oleh trombosis atau emboli karena terbentuknya plak atau ateroma pada proses aterosklerosis. Disfungsi endotel
merupakan penyebab aterosklerosis yang paling populer saat ini. Akibat dari kerusakan endotel vaskuler akan mengganggu keseimbangan hemostasis, yaitu abnormalitas dari faktor koagulasi yang menghasilkan bekuan fibrin dan sistim fibrinolisis yang menghancurkan bekuan fibrin. Pembentukan fibrin dan penghancurannya merupakan proses yang dinamis, dengan adanya perubahan keseimbangan aktivator maupun inhibitornya. Pada stroke iskemik terjadi suatu proses pada sistem pertahanan fibrinolisis untuk melawan formasi trombus yang disebabkan oleh deposit fibrin pada endotel pembuluh darah. Sitokin proinflamasi seperti TNF- akan mengaktivasi endotel vaskuler yang akan mensintesis tissue-type plasminogen activator (t-PA) yang akan mengaktifkan proenzim plasminogen menjadi plasmin. Plasmin akan memecah fibrin menjadi fibrin degradation products (FDP). Selain t-PA, endotel vaskuler yang teraktivasi juga akan menghasilkan sejumlah inhibitor. Ada inhibitor yang bekerja menghambat plasmin yaitu -2 antiplasmin dan yang paling berperan adalah plasminogen activator inhibitor 1 (PAI-1) 6 . PAI-1 yang berguna untuk menstabilkan plak aterosklerosis. Peningkatan tPA dan PAI-1 terjadi pada fase akut stroke, berlangsung sangat singkat. 6 Fujii Y, Tanaka R, Takeuichi S, Koeke T, Minakawa T, Sasaki O. Di Jepang tahun 1994, peningkatan tPA dan PAI-1 dalam 24 jam, setelah operasi intrakranial. 7
Elena Haapaniemi, departement of Neurology Helsinki university central hospital. University of Helsinki, Finland, tahun 2006, melakukan pemeriksaan kadar PAI-1, pasien stroke iskemik dengan metode case kontrol, 102 peserta, darah vena diambil pada fase akut stroke ( < 2 hari onset),dengan hasil peningkatan bermakna PAI-1 (AU/ml) 16.3(17.27.8) p<0,05. Kontrol 10.3(11.89.5).8 PAI-1, adalah suatu glikoprotein dengan BM 48.000 dan merupakan suatu inhibitor kerja cepat dari plasminogen activator. Selain oleh endotel vaskuler , PAI-1 juga diekspresikan oleh trombosit dan dianggap sebagai elemen regulasi fibrinolisis yang penting. Jika trombosit distimulasi oleh trombin, PAI-1 di lepaskan pada permukaan trombosit, dan dengan cepat akan melekat pada tissue-type plasminogen activator (t-PA) dan urokinase-type plasminogen activator (u-PA). Hal ini akan melindungi bekuan darah dari lisis prematur. PAI-1 dalam bentuk aktif di kontrol oleh lingkungan. Pada keadaan tidak terikat waktu paruhnya singkat, jika PAI-1 aktif menjadi latent waktu paruhnya hanya beberapa menit. 6,9 Jika PAI-1 terikat Vitronectin, waktu paruhnya memanjang 10 kali, dilaporkan lebih 24 jam. PAI-1 berfungsi untuk menstabilkan dan dapat memperluas volume bekuan. Bila kadar PAI-1 tinggi akan dapat meningkatkan jumlah trombus pada pembuluh darah yang dapat memperburuk keadaan penderita stroke iskemik akut. 9 Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar PAI-1 dengan penyakit vaskuler. Penelitian menunjukkan peningkatan yang bermakna kadar PAI-1 pada stroke. Arne lindgren, Cleas lindoff, Bo norrving, Birger, Barbro. Di Swedia pada tahun 1996 telah dilakukan penelitian mengenai kadar PAI-1 dan t-PA dengan metoda cross sectional pada 241 pasien stroke akut, baik stroke iskemik maupun hemoragik. Didapatkan hasil peningkatan kadar PAI-1 dan t-PA yang signifikan p<0,001
(PAI-1 14 g/L dan t-PA 10 g/L) dibandingkan kontrol.6 Lars, Jan-Hakan, Kurt, Torbjorn, Birgitta, Goran. Di Swedia pada tahun 2000 telah dilakukan penelitian mengenai kadar komplek PAI-1 dan t-PA untuk memprediksi kejadian stroke dengan metoda kohort prospektif pada 324 peserta, terdiri dari kontrol 216 orang, stroke iskemik 87 orang dan stroke hemoragik 18 orang. Didapatkan hasil peningkatan kejadian stroke dalam waktu 30 bulan. Didapatkan hasil pemeriksaan kadar PAI-1 yang tinggi pada stroke iskemik (40,6 g/L) dibandingkan kontrol (36,6 g/L). 9 Terdapat banyak instrumen yang dapat digunakan untuk menilai status neurologis penderita stroke, diantaranya adalah National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS). Skala ini memiliki keunggulan karena penilaiannya meliputi beberapa aspek neurologis, yaitu: kesadaran, motorik, sensorik dan fungsi luhur. Berdasarkan uraian di atas, kami akan melakukan studi mengenai hubungan antara kadar PAI-1 pada penderita dengan stroke iskemik akut dengan status neurologis pada hari pertama dan hari ke 14 onset, atau melihat kemungkinan kadar PAI-1 sebagai prediktor outcome status neurologis. 1.2. Permasalahan Apakah ada hubungan antara kadar PAI-1 plasma pada penderita stroke iskemik akut dengan status neurologis pada hari ke 1 dan hari ke 14 onset? Apakah kadar PAI-1 dapat digunakan sebagai prediktor outcome status neurologis pada penderita stroke iskemik akut?
1.3. Keaslian penelitian Hingga saat ini penelitian mengenai kadar PAI-1 plasma pada penderita stroke iskemik akut yang dihubungkan dengan status neurologis pada hari ke 1 dan hari ke 14 belum pernah dikemukakan dalam literatur-literatur yang ada.
No
Judul artikel
Desain,subyek,perl akuan
Hasil
Fujii Y, Tanaka R, Takeuichi S, Koeke T, Minakawa T, Sasaki O. Jurnal;neurosurgery 35(1);26-33 Jepang 1994. Elena Haapaniemi, departement of Neurology Helsinki university central hospital. Jurnal;Blood;104(1 3);3943-3948. University of Helsinki, Finland, tahun 2006, Arne lindgren, Cleas lindoff, Bo norrving, Birger, Barbro. Jurnal;Stroke.1996; 27;1066-1071. Di Swedia Lars, Jan-Hakan, Kurt, Torbjorn, Birgitta, Goran. Jurnal; stroke 2000;31;26-32. Di Swedia.
Serial changes in Uji klinis tanpa hemostatis after kontrol,subyek 9 intracranial surgery pasien operasi intrakranial,pemerik saan kadar PAI-1 dan t-PA plasma dalam 24 jam Serial changes in pasien stroke markers measuring iskemik dengan coagulation,fibrinol metode case kontrol, ysis and 102 peserta, darah vasoactivity in vena diambil pada patients with fase akut stroke ( < ischemic stroke 2 hari onset)
peningkatan tPA dan PAI-1 dalam 24 jam, setelah operasi intrakranial peningkatan bermakna PAI-1(AU/ml) 16.3(17.27.8) p<0,05. Kontrol 10.3(11.89.5) .
penelitian mengenai kadar PAI-1 dan tPA dengan metoda cross sectional pada 241 pasien stroke akut, baik stroke iskemik maupun hemoragik.
Tissue plasminogen activator,plasminog en activator inhibitor-1 and plasminogen/plasmi nogen activator inhibitor-1 complex as risk factor the develompment of a first stroke
peningkatan kadar PAI-1 dan t-PA yang signifikan p<0,001 (PAI1 14 g/L dan t-PA 10 g/L) dibandingkan kontrol penelitian mengenai peningkatan kadar komplek PAI- kejadianstroke 1 dan t-PA untuk dalam memprediksi waktu30 kejadian stroke bulan. dengan metoda Didapatkan kohort prospektif hasil pada 324 peserta, pemeriksaan terdiri dari kontrol kada PAI-1 216 orang, stroke yang tingg iskemik 87 orang pada stroke dan stroke iskemik(40,6 hemoragik 18 orang. g/L)dibandin gkan kontrol(36,6 g/L).
1.4 Tujuan penelitian Tujuan umum Membuktikan adanya hubungan antara kadar PAI-1 plasma pada penderita stroke iskemik akut dengan outcome status neurologis hari ke 14 onset. Membuktikan kemungkinan kadar PAI-1 sebagai prediktor outcome status neurologis pada penderita stroke iskemik akut.
Tujuan khusus 1. Mendiskripsikan kadar PAI-1 plasma hari pertama. 2. Mendiskripsikan nilai skor NIHSS hari ke 14. 3. Menganalisis hubungan kadar PAI-1 plasma dengan status neurologis pada hari ke 1 dan hari ke 14 onset. 4. Menentukan cut of point kadar PAI-1 yang dapat dipakai sebagai prediktor outcome status neurologis. 5. Menganalisis besar risiko terjadinya outcome status neurologis buruk pada penderita yang kadar PAI-1 tinggi( dari hasil penelitian cut of point di ad 4 ). 6. Menganalisis kadar PAI-1 sebagai faktor risiko terjadinya outcome buruk.
1.5. Manfaat penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kadar PAI-1 plasma pada penderita stroke iskemik akut dengan status neurologis (skor NIHSS), sehingga dapat digunakan sebagai salah satu informasi atau referensi untuk menetapkan tata laksana penderita stroke iskemik akut. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat juga menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.
2.1. Stroke iskemik akut 2.1.1. Stroke Terdapat beberapa definisi yang berusaha menjelaskan mengenai pengertian stroke. Menurut Chandra B (1986), stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. 10 WHO (1995) mendefinisikan stroke sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak . Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa stroke adalah : 1. Timbulnya kelainan saraf yang sifatnya mendadak 2. Kelainan saraf yang ada harus sesuai dengan daerah atau bagian mana dari otak yang terganggu. Hal ini berarti manifestasi klinis dari stroke tidak harus dan tidak hanya berupa hemiparesis maupun hemiplegi saja, melainkan dapat timbul dalam bentuk lain seperti kebutaan pada salah satu mata, afasia atau bahkan kelumpuhan dari keempat anggota badan. Semuanya ini bergantung kepada daerah atau bagian mana dari otak yang terganggu . 11
2.1.2. Klasifikasi Menurut perjalanan klinisnya, stroke iskemik dapat dikelompokkkan menjadi : 1. Transient ischemic attack (TIA) Merupakan suatu gangguan akut fungsi fokal serebral yang gejalanya dapat berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh trombus atau emboli. Disini gejala neurologis yang timbul akan cepat menghilang, berlangsung dalam beberapa menit saja tetapi juga dapat berlangsung sampai satu hari penuh. 2. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND) Disini gejala neurologis akan menghilang dalam waktu yang lebih lama dari TIA, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan bisa sampai 21 hari 3. Progressing stroke atau yang dikenal dengan stroke in evolution Pada bentuk ini kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung bertahap dari yang bersifat ringan sampai berat. 4. Completed stroke Kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap dan tidak berkembang lagi.
2.1.3. Faktor risiko Ada beberapa faktor yang memudahkan timbulnya stroke. Secara garis besar dikelompokkan menjadi 12: 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia b. Jenis kelamin c. Herediter
d. Ras/etnik 2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Riwayat stroke b. Hipertensi c. Penyakit jantung d. Diabetes melitus e. Transient ischemic attack f. Hiperkolesterol g. Pengguna kontrasepsi oral h. Obesitas i. Merokok j. Peninggian kadar fibrinogen
2.1.4. Patogenesis stroke iskemik Iskemia otak terjadi akibat gangguan aliran darah otak sehingga menyebabkan neuron dan sel-sel lain menderita akibat kekurangan glukosa dan oksigen. Bila aliran darah tidak segera dikoreksi dengan adekuat maka dapat menyebabkan kematian sel. Pola kematian sel tergantung pada berat ringannya proses iskemia yang terjadi. 13 Secara garis besar iskemia otak bisa disebabkan oleh tiga kelompok penyebab utama, yaitu permasalahan pada pembuluh darah (vaskuler), jantung dan komponen dari darah sendiri (tabel 1). Salah satu faktor penyebab yang penting dalam gangguan hemostasis vaskuler adalah aterosklerosis. 13
Cardiac disorders
Mural thrombus Rheumatic heart disease Arrithmias Endocarditis Mitral valve prolapse Paradoxic embolus Atrial myxoma Prosthetic heart valves
Hematologic disorders
Thrombocytosis Polycythemia Sicle cell disease Leukocytosis Hypercoagulable state
Dikutip dari: Simon et al .4 Ada dua tipe dari aterosklerosis (plak) yaitu 1. Tipe non stenotik Tipe ini berkembang lambat dan mengenai beberapa lesi secara simultan dan bukan merupakan plak utama dipercabangan carotis. Mekanisme kompensasi arterial menghasilkan lumen yang mendekati normal pada tipe ini. 2. Tipe stenotik Merupakan bentuk plak yang menonjol kedalam lumen pembuluh darah. Plak tipe ini berkembang di a. karotis interna dengan dimediasi oleh faktor-faktor koagulasi. Pada stroke akut, terjadi perubahan pada aliran darah otak. Pada daerah yang mengalami iskemik, aliran darah menurun secara signifikan. Secara mikroskopik daerah yang iskemik (penumbra) yang pucat akan dikelilingi oleh daerah yang hiperemis dibagian luar yaitu daerah yang disebut sebagai luxury perfusion, karena melebihi kebutuhan metabolik sebagai akibat mekanisme sistem kolateral yang mencoba mengatasi keadaan iskemia.15 Didaerah sentral dari fokus iskemik terdapat inti yang terdiri atas jaringan nekrotik atau jaringan dengan tingkat iskemik terberat.
Gambar 1. Penumbra iskemik pada pembentukan infark serebri 16 Dikutip dari: Asplund K, Olsson T.
Pada keadaan iskemia, penyediaan glukosa, oksigen dan bahan makanan lain ke sel otak akan terhambat. Hal tersebut akan menghambat mitokondria dalam menghasilkan ATP yang akan dipakai sel otak untuk berbagai proses yang memerlukan energi seperti membangun dan memelihara komponen seluler, menjalankan proses seluler, dan juga menjalankan fungsi motorik, kognitif dan memori. Bila keadaan ini tidak dikoreksi pada waktunya, iskemia dapat berlanjut menjadi kematian sel. 15-17 Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi regional di otak, hemodinamik aliran darah otak yang secara bertahap dikenal beberapa critical level berdasarkan beratnya oklusi, yaitu Tingkat kritis pertama Terjadi bila aliran darah otak menurun hingga 70-80% (kurang dari 50-55 ml/100 gr otak/menit. Menurut Hossmann pada keadaan ini respon pertama otak adalah terhambatnya sintesa protein karena adanya disagregasi ribosom
Tikat kritis kedua Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 50% (hingga 35 ml/100gr otak/
menit). Akan terjadi aktivasi glikolisis anaerob dan peningkatan konsentrasi laktat yang selanjutnya berkembang menjadi asidosis laktat dan edema sitotoksik.
Tingkat kritis ketiga Terjadi bila aliran darah otak berkurang hingga 30% (hingga 20 ml/100 gr otak/menit). Pada keadaan ini akan terjadi berkurangnya produksi ATP, defisit
energi, serta adanya gangguan transport aktif ion, instabilitas membran sel serta dilepaskannya neurotransmiter eksitatorik yang berlebihan. Disini gambaran aktifitas EEG akan terganggu Pada saat aliran darah otak mencapai hanya 20% dari nilai normal (10-15 ml/100 gr otak/menit), maka neuron-neuron otak mengalami hilangnya gradien ion dan selanjutnya terjadi depolarisasi anoksik dari membran. Berkurangnya aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab lain akan menyebabkan iskemia di suatu daerah di otak. Terdapatnya kolateral di daerah sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal berupa vasodilatasi lokal memungkinkan kompensasi daerah iskemik dalam waktu yang singkat pada suatu sumbatan kecil. Hal ini akan bermanifestasi secara klinis berupa TIA. Bila sumbatan agak besar dengan daerah iskemik yang lebih luas, mekanisme kompensasi masih mampu memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari hingga dengan 2 minggu. Secara klinis akan bermanifestasi berupa RIND. Sedangkan bila sumbatan sedemikian besar sehingga mekanisme kolateral dan kompensasi tidak dapat mengatasinya maka akan timbul defisit neurologis yang dapat berlanjut hingga ke komplete stroke.
80 70 60 50 40 30 20 Glutamate excitotoxicity 10 0 Anoxic depoplarization INFARCTION Decrease in protein synthesis Selective gene expression Lactic acidosis Cytotoxic edema
NORMAL STATE
Gambar 2. Respon jaringan otak terhadap penurunan aliran darah otak Dikutip dari: Gusev E, Skvortsova V. 15
Daerah otak dimana aliran darah otak turun hingga kurang dari 10 ml/100gr otak/menit secara cepat akan mengalami kerusakan ireversibel dalam waktu sekitar 6-8 menit, daerah ini dikenal sebagai ischemic core. 5,17 Konsep penumbra iskemik merupakan sandaran dasar pengobatan stroke, karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur seluler neuron yang masih hidup dan mungkin masih reversibel apabila dilakukan pengobatan yang cepat dan tepat. Komponen waktu ini merupakan therapeutic window, yaitu jendela waktu reversibilitas sel-sel neuron penumbra yang terjadi dengan melakukan tindakan resusitasi, sehingga neuronneuron ini dapat dipertahankan. Pada daerah ischemic core, kematian sel sudah terjadi sehingga mengalami nekrosis akibat kegagalan energi yang merusak dinding sel beserta isinya sehingga mengalami lisis (sitolisis), sedangkan pada daerah penumbra sel neuron masih hidup,
tetapi metabolisme oksidatif sangat berkurang serta pompa ion sangat minimal dan mengalami proses depolarisasi neuronal, yang bila hal ini terjadi secara berkepanjangan maka sel tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel yang secara akut timbul melalui proses apoptosis, suatu disintegrasi elemen-elemen seluler secara bertahap dengan kerusakan dinding sel yang disebut programmed cell death. Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi didaerah iskemik, sehingga respon arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan oksigen / karbondioksida menghilang. Selain itu, mekanisme patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak adalah berkurangnya aliran darah seluruh hemisfer disisi yang sama dan juga disisi hemisfer yang berlawanan (diaschisis) dalam tingkat yang lebih ringan. Selain itu pada daerah mirror area, yaitu pada sisi kontralateral, mengalami diaschisis yang relatif paling berat dibanding sisi lainnya. Perubahan ini merupakan reaksi global terhadap perubahan aliran darah otak, dimana seluruh aliran darah otak berkurang. Proses diaschisis berlangsung beberapa waktu, mekanisme ini diduga karena adanya perubahan global dan pengaturan neurotransmiter. Disamping neuron-neuron yang sensitif terhadap iskemia, kematian sel dapat langsung terjadi pada iskemik berat dengan hilangnya energi secara total dari sel karena terhentinya aliran darah. Disamping itu disintegrasi sitoplasma dan disrupsi membran sel juga menghasilkan ion-ion radikal bebas yang dapat makin memperburuk keadaan lingkungan seluler. 17,18
2.2. Sistem hemostasis darah Hemostasis merupakan proses yang kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara spontan serta menghentikan perdarahan akibat kerusakan sistem pembuluh darah. Terdapat dua faktor utama dalam sistem hemostasis tubuh yaitu faktor koagulasi dan faktor fibrinolisis (gambar 3). Dalam keadaan normal kedua faktor utama ini berada dalam suatu keseimbangan. Setiap kerusakan endotel pembuluh darah merupakan rangsangan yang poten untuk pembentukan bekuan darah. Proses yang terjadi secara lokal berfungsi untuk menutup kebocoran pembuluh darah, membatasi kehilangan darah berlebihan dan memberikan kesempatan perbaikan pada pembuluh darah. 13
Coagulation Protrombin
Fibrinolysis Plasminogen
t-PA u-PA
Fibrinogen
Dikutip dari: Lyden PD.
17
Fibrin
Gambar 3. Skema sistem hemostasis
FDP
Terdapat beberapa mekanisme kontrol dari proses ini, antara lain sifat antikoagulan dari sel endotel normal, adanya inhibitor faktor koagulan aktif dalam sirkulasi serta produksi enzim fibrinolitik untuk melarutkan bekuan. Terjadinya abnormalitas dari sistem hemostasis kebanyakan sebagai akibat dari defek salah satu atau lebih tahapan proses koagulasi. 13
2.2.1. Pembentukan fibrin Pembentukan fibrin yang stabil, keadaan resisten fibrinolisis dan polimer fibrin yang berikatan silang (cross link) merupakan langkah utama dalam sistem koagulasi darah dan terjadi sebagai akibat pemecahan fibrinogen yang diinduksi oleh trombin, aktivasi faktor koagulasi XIII dan pembentukan polimer fibrin yang berikatan silang . Faktor koagulasi XIII merupakan protransglutaminase yang memfasilitasi ikatan silang rantai fibrin dengan mengkatalisasi ikatan silang kovalen dua residu glutamil dengan dua residu lisil dari rantai fibrin, yang diikuti dengan ikatan silang rantai . Faktor XIII yang teraktivasi memegang peranan penting untuk menjadikan fibrin resisten terhadap fibrinolisis. 6
2.2.2. Pemecahan fibrin (fibrinolisis) Fibrinolisis merupakan sistem pertahanan terhadap pembentukan trombus yang disebabkan oleh deposit fibrin pada endotel pembuluh darah. Komponen fibrinolisis plasma yang utama adalah Tissue-type Plasminogen Activator (t-PA) dan urokinase-type plasminogen activator (u-PA). Dalam proses fibrinolisis, Plasminogen yang merupakan suatu proenzim
merupakan memegang peranan penting. Plasminogen akan diaktifkan menjadi plasmin oleh t-PA dan u-PA, bertanggung jawab dalam proses fibrinolisis. Plasmin adalah suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap degradasi fibrin, dibentuk pada saat plasminogen dipecah oleh t-PA atau u-PA pada permukaan fibrin. Plasminogen maupun t-PA melekat pada fibrin, dimana proses ini akan memfasilitasi aktivasi dari plasminogen maupun degradasi fibrin. 6 Tissue-type plasminogen activator (t-PA) merupakan glycosylated serine protease rantai tunggal dengan berat molekul 70 kDa, dihasilkan oleh endotel vaskuler yang dipengaruhi oleh trombin, activated protein C, histamin dan mediator-mediator lain, secara umum bertanggungjawab terhadap aktivasi plasminogen intravaskuler dimana aktivitas itu diatur oleh ekspresi dari fibrin. 16,19 Selain itu, neuron, astrosit dan mikroglia juga menghasilkan t-PA .Heparin dan heparin sulfat berhubungan dengan peningkatan aktivitas t-PA secara signifikan. Didalam sirkulasi, t-PA akan dihancurkan di hepar. 13 Sedangkan urokinase-type plasminogen activator (u-PA) merupakan glikoprotein rantai tunggal dengan berat molekul 54 kDa, dihasilkan oleh sel endotel, neuron, astrosit dan mikroglia. 17 u-PA merupakan plasminogen activator utama pada migrasi sel dimana aktivitas itu diatur oleh u-PA reseptor (u-PAR) yang terdapat pada berbagai macam sel yang berbeda. 13,16 Aktivasi plasminogen yang berikatan dengan fibrin oleh t-PA akan meningkat melalui polimerisasi fibrin, dimana sebagai akibat pemecahan fibrin akan menimbulkan sisi ikatan lain untuk plasminogen pada fibrin. Ikatan ini akan meningkatkan jumlah plasmin yang pada akhirnya akan meningkatkan proses fibrinolisis.
2.2.2.1 Inhibitor fibrinolisis Terdapat dua inhibitor fibrinolisis utama yang beredar dalam sirkulasi darah , yaitu plasminogen activator inhibitor-1(PAI-1) dan 2-antiplasmin. PAI-1 merupakan suatu inhibitor utama dari u-PA maupun t-PA yang bekerja cepat. Sedangkan 2-antiplasmin merupakan inhibitor plasmin spesifik yang bekerja dengan menghambat plasmin untuk berikatan dengan fibrin. 20 Karena reaksi fibrinolisis hanya terjadi di permukaan bekuan fibrin, maka proses fibrinolisis hanya terjadi lokal dan tidak meluas menjadi sistemik. Plasminogen, t-PA dan fibrin membentuk suatu kompleks yang memicu pembentukan plasmin dan lisis dari fibrin selanjutnya. Bila PAI-1 melekat pada fibrin, maka akan terjadi suatu proses inhibisi terhadap t-PA dan u-PA sehingga proses fibrinolisis akan terhenti.
2.3. Plasminogen activator inhibitor -1 2.3.1 Peranan plasminogen activator inhibitor -1 Plasminogen activator Inhibitor-1 termasuk dalam keluarga Serine Protease Inhibitor (SERPINs). Pada awal ditemukan terminologi PAI dibagi menjadi PAI-1, PAI-2 yang merupakan PAI intraselular dan ditemukan di leukosit, plasenta dan plasma wanita hamil serta PAI-3 yang merupakan protein C-inhibitor. Nomenklatur yang baru membagi menjadi PAI-1 sebagai Serpin E-1, PAI-2 yang disebut Serpin B2 dan PAI-3 yang disebut serpin A5. Anggota lain yang masuk kedalam keluarga SERPINs ini adalah antitrombin III, 2-antiplasmin, 1-protease inhibitor yang merupakan inhibitor utama dari netrophil
elastase dan protein C inhibitor, suatu inhibitor utama dari sebagian besar protease pada traktus digestifus. 20 PAI-1 merupakan glikoprotein linear yang diproduksi oleh sel endotel vaskuler, berfungsi sebagai penghambat utama aktivitas dari t-PA maupun u-PA pada proses fibrinolisis.9,16 PAI-1 dapat menginhibisi tidak hanya pada proses fibrinolisis intravaskuler tetapi juga pada sel yang berhubungan dengan proteolisis. Pada keadaan dimana PAI-1 berikatan dan menginaktivasi plasma activator, PAI-1 juga membentuk ikatan dengan struktur lain yang memperkuat fungsi dari PAI-1. Ikatan tersebut diantaranya termasuk dengan glukosaminoglikan, matriks protein seperti vitronectin
serta reseptor dari keluarga low-density lipoprotein reseptor (LDLR), khususnya protein yang berhubungan dengan reseptor lipoprotein (Lipoprotein receptor-associated protein /LRP). 20 Aktivitas PAI-1 diregulasi oleh sitokin Transforming growth factor- (TGF- ) dimana ekspresi dan pengurangan kadar PAI-1 sangat dipengaruhi oleh TGF- . Pada keadaan aktivasi dari sistem u-PA, maka TGF- akan menginduksi ekspresi dari PAI-1. Sebaliknya, TGF- akan melakukan autoregulasi untuk menurunkan produksi PAI-1 pada keadaan penyembuhan luka. 6 Aktivitas PAI-1 juga dikontrol oleh lingkungan. Pada keadaan bebas, waktu paruh dari PAI-1 yang aktif sangat singkat dan akan berubah menjadi bentuk inaktif dalam waktu beberapa menit saja. PAI-1 pada plasma darah atau pada matriks ekstraseluler distabilisasi oleh vitronectin, dimana ikatan dengan vitronectin akan meningkatkan waktu paruh dari PAI-1 menjadi > 10 kali. 20
Pada keadaan normal, PAI-1 dilepaskan kedalam sirkulasi dan ruang ekstra seluler oleh hanya sedikit sel, diantaranya sel hepar, sel otot polos, adiposa dan trombosit. Kadar PAI-1 aktif dalam plasma hanya berkisar 5 20 ng/ml, cukup untuk mengontrol fibrinolisis dan proteolisis ekstraseluler. 21 Pada keadaan patologis beberapa jaringan akan mengsekresikan PAI-1 dalam jumlah yang besar. Beberapa jaringan tersebut diantaranya sel tumor, sel endotel vaskuler dengan pengaruh dari sitokin pro inflamasi seperti TNF-, Lipopolisakarida bakteri (LPS), IL-1, IL-4 dan trombin serta sel-sel inflamasi lain seperti monosit dan makrofag. PAI-1 dengan kadar yang tinggi dalam plasma secara konsisten ditemukan pada penderita dengan sepsis atau pada keadaan inflamasi akut atau kronis, sebagai contoh pada suatu aterosklerosis.22 Jenis kelamin juga berpengaruh pada ekspresi PAI-1. Kadar PAI-1 dalam jumlah yang lebih tinggi ditemukan pada penderita pria dibandingkan dengan wanita. Pada pria, kadar testosteron berhubungan dengan penurunan kadar PAI-1 dalam plasma. Keadaan hipogonadism akan meningkatkan ekspresi PAI-1, sedangkan penggunaan obat-obat androgen akan menurunkan kadar PAI-1. Pada wanita, kadar estrogen berhubungan dengan rendahnya kadar PAI-1 pada wanita. 23,24 Merokok merupakan suatu pemacu fibrinolisis dengan meningkatkan konversi plasminogen menjadi plasmin oleh t-PA. Kadar PAI-1 pada perokok juga meningkat. Hal ini disebabkan oleh efek nikotin pada human central nervous system endothelial cells (CNS-EC) yang dimediasi oleh protein kinase-C (PK-C). Peningkatan kadar PAI-1 pada perokok meningkatkan risiko terjadinya stroke melalui peningkatan risiko trombosis dan inaktivasi dari t-PA. 25
Fraksi lemak juga memberikan pengaruh terhadap ekspresi PAI-1 dalam plasma penderita. Hipertrigliseridemia merupakan salah satu faktor risiko pada penyakit yang berhubungan dengan vaskuler termasuk penyakit jantung iskemik dan stroke melalui peningkatan ekspresi PAI-1. Pada percobaan invitro beberapa penelitian telah membuktikan bahwa reseptor low density lipoprotein (LDL) dan very low density lipoprotein (VLDL) akan menginduksi ekspresi dari PAI-1.
26
reseptor VLDL, PAI-1 akan diespresikan oleh sel endotel vaskuler dan sel hepar kedalam pembuluh darah. In vivo reseptor VLDL ditemukan dalam jumlah yang tinggi pada sel endotel vaskuler dan akan memicu terbentuknya plak aterosklerosis yang akan meningkatkan risiko untuk terjadinya stroke iskemik. 26
2.3.2 Struktur PAI-1 Plasma activator inhibitor-1 adalah suatu glikoprotein rantai tunggal dengan berat molekul 50 kDa , terdiri dari 379 asam amino dan mengandung 13 % karbohidrat. PAI-1 merupakan struktur yang unik, dan merupakan inhibitor yang spesifik dan kerja cepat dari t-PA dan u-PA dan merupakan regulator primer dari plasminogen activation in vivo. PAI-1 dapat menghambat plasmin dan tripsin sebaik trombin membentuk fibrin .
Pada gambaran tiga dimensi struktur laten dari PAI-1 didapatkan gambaran seluruh sisi terminal asam amino dari lengkung pusat reaktif masuk pada pusat untaian kedalam -pada lembaran A. Semakin stabil bentuk laten dari PAI-1 akan menyebabkan penurunan aktivitas inhibitor terhadap u-PA maupun t-PA. 6 PAI-1 bertahan dalam berbagai bentuk. Selain bentuk aktif dan inaktif, PAI-1 ditemukan pula dalam bentuk laten. Bentuk asli dari PAI-1 dapat dilihat pada gambar 1. Bentuk aktif akan berubah secara spontan menjadi bentuk laten dengan waktu paruh 1 jam. Bentuk laten akan berubah menjadi bentuk aktif setelah mengalami proses denaturasi dengan phospolipid atau vitronectin, tetapi proses ini berjalan lambat. Pada
PAI-1 hanya SERPIN yang dapat secara reversibel berubah menjadi bentuk aktif maupun laten.18,20
Bentuk lain dari PAI-1 adalah bentuk inaktif, dimana bentuk ini merupakan hasil dari oksidasi satu atau lebih sisa methionin dari PAI-1 bentuk aktif. Pada analisis oksidatif PAI-1 mengindikasikan inaktivasi berhubungan dengan kecepatan perubahan struktur dari PAI-1 menjadi bentuk aktif maupun laten. Inaktivasi oksidatif dari PAI-1 merupakan mekanisme regulasi yang penting dari sistem plasma aktivasi. Radikal oksigen yang dihasilkan lokal dari netrofil atau sel lain dapat menyebabkan PAI-1 menjadi inaktif dan meningkatkan aktifitas dari plasmin pada tempat infeksi atau
ditempat perbaikan jaringan yang rusak. Hal ini penting untuk perbaikan jaringan pada tempat penyembuhan luka. 20 Ikatan PAI-1 dalam plasma dan matriks ekstraseluler distabilkan oleh vitronectin. Ikatan PAI-1 dan vitronectin di dalam cairan lebih stabil dua kali lipat dibandingkan dengan PAI-1 tanpa ikatan dengan vitronectin. Sedangkan di matriks ekstraseluler ikatan ini memiliki waktu paruh > 24 jam. Hanya sedikit PAI-1 yang dapat ditemukan di dalam plasma segar yang normal dibandingkan dengan dalam darah segar yang mengandung trombosit oleh karena trombosit mengandung vitronectin. Hal ini dapat memperkuat dugaan bahwa PAI-1 menjadi faktor utama yang menyebabkan pada trombus yang kaya akan trombosit akan lebih resisten terhadap proses trombolisis. 22 PAI-1 juga memiliki afinitas yang tinggi untuk berikatan dengan heparin. Ikatan Glukosaminoglikan PAI-1 membantu mekanisme masuknya PAI-1 pada matriks ekstraseluler. Walaupun demikian, heparin tidak mempengaruhi fungsi dari aktivitas PAI-1. 20 PAI-1 dapat membentuk ikatan dengan u-PA melalui ikatan PAI-1 dengan u-PA Reseptor (u-PAR) dimana ikatan reseptor inhibitor-proteinase ini dapat melepaskan selsel pada permukaan melalui reseptor 2-makroglobulin (LRP) yang termasuk dalam keluarga LDLR. Disini PAI-1 membentuk jembatan antara ikatan reseptor plasminogen activator kompleks dengan LRP. PAI-1 juga memainkan peranan dalam membersihkan tPA dengan cara endositosis dari t-PA yang dibawa oleh lisosom dan dihancurkan. Proses dari inaktivasi plasminogen activator oleh PAI-1 dan ikatannya dengan LRP tidak hanya melalui mekanisme bersihan berupa aktivitas proteolitik tetapi juga melalui distribusi dari u-PAR pada permukaan sel dan proses endositosis. (gambar 2)
2.3.3. PAI-1 pada stroke iskemik Aterosklerosis dengan mekanisme trombosis yang menyumbat arteri berperanan besar dalam stroke iskemik. Terdapat bukti yang mendukung konsep bahwa inflamasi pada dinding pembuluh darah mengakibatkan perubahan yang menuju aterosklerosis. Disfungsi endotel merupakan teori penyebab aterosklerosis yang paling populer saat ini. Jejas endotel oleh berbagai jenis mekanisme menyebabkan lepasnya endotel, adhesi platelet pada sub endotel, kemotaksis faktor pada monosit dan limfosit sel-T, pelepasan platelet-derived dan monocyte-derived growth factor yang memicu migrasi sel otot polos dari tunika media ke tunika intima vaskuler, dimana akan terjadi replikasi, sintesa jaringan ikat dan proteoglikan serta pembentukan fibrous plaque. 27 Endotel secara aktif mengatur aktivitas ini baik pada keadaan sehat maupun sakit untuk menyediakan fungsi host, seperti pertahanan imun dan pembersihan sel debris. Pentingnya tipe pertahanan ini dalam terjadinya stroke diperlihatkan pada eksperimen tikus hipertensi yang mudah mengalami stroke. Selain diekspresikan pada permukaan lumen endotel, faktor kemotatik seperti monocyt chemotatic protein-1 (MCP-1) dan macrophage inflammatory protein 1- (MIP-1) mempunyai lokasi pengikatan (binding site) disepanjang permukaan parenkim pembuluh darah mikro cerebral. Faktor-faktor ini dapat dihasilkan oleh sel giant yang kemudian bergerak menuju reseptor pada endotel pembuluh darah. Faktor kemotatik dan molekul yang memperantarai adhesi leukosit memicu kemotaksis dan migrasi melewati sawar darah otak memasuki rongga perivaskuler /subendotelial. 28 Sebagian dari mediator-mediator tersebut membuat proses inflamasi berlanjut dan membuat permukaan sel endotel pada lumen menjadi adherent, sebagai contoh, dengan
upregulation pada plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) atau down regulation pada trombomodulin dan tissue-type plasminogen activator (t-PA). Pada stroke iskemik terjadi suatu proses pada sistem pertahanan fibrinolisis untuk melawan formasi trombus yang disebabkan oleh deposit fibrin pada endotel pembuluh darah. Sitokin proinflamasi seperti TNF- akan mengaktivasi endotel vaskuler yang akan mensintesis t-PA yang akan mengaktifkan proenzim plasminogen. PAI-1 yang juga dihasilkan oleh endotel vaskuler yang teraktivasi akan menghambat aktivitas t-PA yang juga akan menghambat proses fibrinolisis. 29 Peningkatan PAI-1 pada fase akut dari stroke selain dihasilkan oleh endotel vaskuler yang teraktivasi oleh sitokin pro inflamasi, ternyata PAI-1 juga diekspresikan oleh C-reaktif protein (CRP) yang dihasilkan di hepar yang dipengaruhi oleh sitokin proinflamasi seperti TNF-, IL-1 dan IL-6. Pada stroke iskemik akut terjadi peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi yang signifikan. Ternyata kadar CRP yang tinggi akan menghambat ekspresi dari t-PA.
30
pada t-PA maupun PAI-1. Peningkatan kadar t-PA dan PAI-1 pada fase awal dari stroke berlangsung singkat dan akan turun pada masa konvalesen dari stroke. 31 Pada pasien dengan stroke iskemik, peningkatan kadar t-PA antigen (yang berhubungan dengan tingginya konsentrasi dari PAI-1) dan kadar PAI-1 antigen membuktikan rendahnya tingkat kapasitas fibrinolisis endogen sebagai predisposisi terbentuknya formasi trombus. 32
2.3.4
2.3.4.1 Diabetes melitus Pada diabetes melitus terjadi abnormalitas dalam metabolisme lipid dan hemostasis yang menyebabkan kerusakan vaskuler dan angiopati. Walaupun dalam beberapa kasus pelepasan plasminogen activator (t-PA) dari endotel vaskuler akibat kerusakan vaskuler, ternyata aktivitas fibrinolisis spontan pada penderita diabetes melitus cenderung normal atau rendah. Disini insulin memegang peranan penting, dimana pelepasan t-PA dikontrol oleh kadar insulin. 27,29 Selain insulin, aktivitas t-PA pada penderita dengan diabetes melitus juga dipengaruhi oleh PAI-1, yang juga diproduksi oleh endotel vaskuler yang mengalami kerusakan. Peningkatan kadar PAI-1 menyebabkan penghambatan aktivitas dari t-PA yang menyebabkan penurunan kapasitas fibrinolisis pada penderita diabetes melitus. 27 Pada penderita diabetes melitus kadar PAI-1 dipengaruhi oleh kadar insulin dan Body Mass Index (BMI) pasien. 29 Terdapat hubungan yang kuat antara peningkatan BMI dan insulin (hiperinsulinemia atau resistesi insulin) dengan peningkatan kadar PAI-1, tetapi tidak berhubungan dengan kadar t-PA.
33
sitokin IL-6 dan TNF- oleh sel-sel lemak dimana sitokin IL-6 dan TNF- merupakan salah satu faktor yang berperanan dalam mekanisme disfungsi endotel vaskuler, dimana disfungsi endotel akan meningkatkan ekspresi PAI-1.
34
berhubungan dengan resistensi insulin yang juga akan memacu terjadinya disfungsi endotel. Terdapat bukti kombinasi dari hiperinsulinemia, hiperglikemia dan
35
PAI-1
mRNA dapat ditemukan pada sel adiposa pada penderita obese. Penurunan berat badan secara signifikan akan menurunkan kadar PAI-1 pada penderita yang obese. 29,36 2.3.4.2 Penyakit vaskuler Pada penderita dengan penyakit vaskuler, peningkatan kadar PAI-1 berhubungan dengan peningkatan risiko sklerosis pembuluh darah, infark miokart dan deep vein trombosis. PAI-1 merupakan molekul kunci pada penyakit vaskuler trombotik, dimana peningkatan kadar PAI-1 berhubungan dengan pembentukan plak aterosklerosis dan trombus. 37 Aktivitas fibrinolisis intravaskuler merupakan hasil dari keseimbangan antara faktor fibrinolisis (t-PA dan u-PA) dengan faktor penghambat fibrinolisis (PAI-1 dan 2antiplasmin).
38-40
penyakit vaskuler dan juga memberikan efek pada migrasi maupun proliferasi otot polos vaskuler setelah jejas vaskuler. 41 Pada plak aterosklerosis, migrasi dari otot polos vaskuler bergantung pada produksi dan akumulasi dari matriks molekul seperti kolagen dan glikoprotein, dimana pengumpulan matriks dipengaruhi oleh keseimbangan antara protease dan anti protease .42 Peningkatan ekspresi PAI-1 pada arteri yang mengalami aterosklerosis dapat mengurangi plasmin lokal yang ada dan aktivasi dari matriks metalopeptidase yang berguna untuk melindungi dinding pembuluh darah setelah kerusakan.
43,44
Setelah plak
aterosklerosis ruptur, terjadi peningkatan ekspresi PAI-1 yang difasilitasi oleh trombosit. Dalam hal ini PAI-1 akan memastikan stabilisasi dari plak sehingga tidak terlepas/ruptur dan menjadi trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah pada end arteri sehingga menimbulkan penyakit vaskuler seperti infark miokart , deep vein trombosis hingga stroke. 23,45
2.3.4.3. Inflamasi Pada inflamasi terjadi pelepasan sitokin pro inflamasi seperti TNF-, IL-1, IL-4, IL-6, dimana mediator inflamasi ini akan ditemukan dengan kadar yang tinggi pada prosesproses inflamasi. Sitokin pro inflamasi tersebut akan menyebabkan peningkatan ekspresi PAI-1 melalui aktivasi sel endotel vaskuler. Telah dapat dibuktikan in vivo maupun in vitro bahwa bahwa mediator inflamasi akan meningkatkan ekspresi PAI-1 dan t-PA melalui aktivasi endotel vaskuler secara sistemik. 23 Bakteriemia dan endotoksemia ternyata juga memberikan efek pada kadar PAI-1 in vivo. Lipopolisakarida endotoksin pada suatu keadaan infeksi akan meningkatkan kadar PAI-1 plasma. Penelitian pada manusia sehat yang disuntikkan lipopolisakarida endotoksin didapatkan peningkatan kadar PAI-1 dengan cepat. Ekspresi PAI-1
meningkat oleh pengaruh dari sitokin proinflamasi, hal ini dapat dipakai sebagai petanda dari suatu proses inflamasi . 22 2.4 . National Institutes of Health Stroke Scale Hingga saat ini terdapat banyak instrumen yang dapat digunakan untuk menilai status neurologis penderita stroke, diantaranya Orgogozo, Barthel indeks, Modified Rankin Scale, Scandinavian Stroke Scale dan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS merupakan instrumen untuk menilai gangguan neurologis penderita stroke. Skor yang diperoleh dinilai dari pemeriksaan fisik neurologis. Penilaian skor NIHSS ini memiliki standar pemeriksaan baku dan telah direkomendasikan untuk menilai defisit neurologis penderita stroke mulai saat awal penderita dirawat, hingga tahap terapi dan rehabilitasi. 45
Pemeriksaan menggunakan skor NIHSS ini memiliki skala kuantitatif dengan skor total berkisar antara 0 hingga 42. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan derajat kesadaran, gerakan mata konyugat horisontal, lapang pandangan, paresis wajah, kekuatan motorik, ataksia, sensorik, bahasa, disatria dan neglek. Secara klinis skor total dari pemeriksaan NIHSS dikelompokkan menjadi 0 5 = Sangat ringan ; 6 10 = Ringan ; 11 15 = Sedang ; 16 20 = Berat ; > 20 = Sangat berat.19,45
Faktor XIII
Fibrin
Plasmin
Plasminogen
2-antiplasmin
t-PA
u-PA
PAI-1
BMI
PAI-1
- Jenis kelamin - Kadar Kolesterol darah - Kadar trigliserida darah - BMI - Tensi - Kadar gula darah - Rokok - Usia
2.7 Hipotesis
Berdasarkan pada beberapa pernyataan seperti yang telah diuraikan diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara kadar PAI-1 hari pertama pada penderita stroke iskemik akut dengan status neurologis hari pertama. 2. Ada hubungan antara kadar PAI-1 hari ke 14 pada penderita stroke iskemik akut dengan status neurologis hari ke 14. 3. Kadar PAI-1 plasma hari pertama dapat menjadi salah satu prediktor status neurologis berat pada penderita stroke iskemik akut.
3.1. Rancangan penelitian Jenis penelitian : Kohort Desain penelitian : prospektif untuk mengetahui hubungan kadar PAI-1 dengan skor NIHSS pada stroke iskemik akut Semua pasien stroke iskemik Kriteria Subyek penelitian 0 jam
24 jam
14 hari
3.2. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di bangsal rawat inap B1 saraf RSUP. Dr. Kariadi Semarang. Penelitian dimulai pada bulan Desember 2007 hingga jumlah quata mencukupi.
3.3. Cara pemilihan sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling dari quata
3.4 Populasi penelitian 3.4.1 Populasi target Populasi target adalah penderita stroke iskemik akut.
3.4.2 Populasi terjangkau Populasi terjangkau adalah penderita stroke iskemik akut yang dirawat di bangsal rawat inap B1 saraf RSUP. Dr. Kariadi Semarang .
3.5. Sampel penelitian Adalah penderita stroke iskemik akut yang dirawat di bangsal rawat inap B1 saraf RSUP. Dr. Kariadi Semarang dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi : 1. Stroke iskemik akut pertamakali 2. Stroke iskemik akut pria maupun wanita, umur 14 tahun dengan onset saat masuk untuk dirawat di instalasi rawat inap RSUP.Dr. Kariadi Semarang Onset stroke 24 jam 3. Hasil CT Scan kepala sesuai dengan tidak didapatkan gambaran hiperden, massa atau infeksi. 4. Pasien / keluarga setuju sebagai peserta penelitian 5. Suhu badan normal b. Kriteria eksklusi :
Dengan anamnesis mengenai riwayat penyakit sebelumnya, dan atau pemeriksaan fisik dan atau hasil EKG ditemukan kelainan akan dilakukan eksklusi pada penyakit-penyakit atau kondisi berikut ini : 1. Penderita stroke dengan kelainan penyakit jantung koroner akut, dekompensasio kordis akut dan atrial fibrilasi jantung 2. Penderita meninggal dunia pada waktu penelitian ( 14 hari evaluasi). 3.6. Besar sampel Besar sampel dihitung menggunakan rumus besar sampel untuk koefisien korelasi dengan perkiraan koefisien korelasi (r) 0,5 dengan tingkat kemaknaan 95 % dan power 90 %. Rumus yang digunakan : Z + Z 0,5 ln [(1 + r ) / ( 1 r )]
2
n=
+3
Z = 1,96 n = 37,8 38
Z = 1,282
r = 0,5
Dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya drop out sebesar 10 %, maka besar sampel minimal adalah n = n / (1 f) = 38 / 0,9 = 42,22 43
3.7. Cara kerja Cara pengambilan sampel 46 : Sampel darah diambil pada pasien stroke iskemik akut yang dirawat di bangsal rawat inap B1 saraf, yang sebelumnya telah mengisi formulir kesediaan untuk mengikuti penelitian ini. Pengambilan sampel darah dilakukan pada saat pasien datang. Darah diambil dari vena mediana cubiti sebanyak 3 cc dan dimasukkan kedalam tabung sitras. Sampel darah diperiksa dengan menghitung kadar PAI-1 plasma dengan menggunakan Bender MedSystems human plasminogen activator inhibitor-1 ELISA kit (BMS2033) dan menggunakan tehnik ELISA (enzime-linked
immunosorbent assay) dengan satuan ukuran pg/mL. Sampel darah yang telah terkumpul disetrifuge dengan kecepatan 4000 X g selama 10 menit. Ambil sampel plasma dan dilakukan pemeriksaan dengan Bender MedSystems human plasminogen activator inhibitor-1 ELISA kit Bila sampel plasma tidak segera diperiksa dapat disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu -20C selama > 3 bulan. Bila sampel telah dicairkan tidak dapat dibekukan ulang. Setelah kadar PAI-1 diketahui, keseluruhan penderita dilakukan pemeriksaan NIHSS dan diikuti secara prospektif selama 14 hari. Keluaran ringan-sedang dan berat ditentukan dengan pemeriksaan NIHSS setelah 14 hari dari pemeriksaan kadar PAI-1. Pasien dikelola sesuai protap yaitu asam asetil salisilat 2 x 160 mg/hari, pentoxifilin 15 mg/BB/hari dan piracetam 4 x 3 gram/hari selama 5 hari pertama selanjutnya 2 x 1200 mg/hari
3.8. Variabel penelitian 1. Variabel bebas adalah kadar PAI-1 plasma. 2. Variabel tergantung adalah status neurologis ringan-sedang (NIHSS 15 ) dan berat (NIHSS > 15). 3. Variabel perancu adalah jenis kelamin, usia, BMI, Kolesterol darah, trigliserida darah, rokok, kadar gula darah, dan tensi.
3.9. Batasan operasional 1. Kadar PAI-1 total adalah kadar PAI-1 plasma penderita, diperiksa dengan tehnik ELISA dengan satuan pg/ml ( skala Numerik). 2. Diabetes melitus didiagnosis berdasarkan riwayat pasien pernah/sedang menerima obat anti diabetik atau kadar gula puasa lebih dari 126 mg/dl atau 2 jam post prandial lebih dari 200 mg/dl dan atau pada pemeriksaan didapatkan tanda retinopati diabetika. ( skala Nominal) 3. Hipertensi didiagnosis dengan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg atau kelainan jantung hipertensi dan atau pada pemeriksaan didapatkan tanda retinopati hipertensi ( skala Nominal) 4. Dislipidemia didiagnosis bila kadar kolesterol serum > 200 mg/dl dan atau trigliserid serum > 200 mg/dl dan atau LDL > 130 mg/dl ( skala Numerik) 5. Obesitas ditentukan dengan penilaian BMI melalui perbandingan antara berat badan dan tinggi badan penderita dengan kriteria BMI > 30 ( obesitas), 30 ( tidak obesitas) ( skala Numerik).
6. Skor NIHSS adalah Skor yang dipergunakan untuk mengukur derajat status neurologis terdiri dari 13 item. Pada penelitian ini skor NIHSS dikatakan ringansedang bila skor total 15 ringan-sedang dan berat bila > 15 ( skala Numerik).
3.10. Alur penelitian Stroke iskemik akut Syarat penerimaan dan penolakan sampel NIHSS PAI-1
PAI-1
3.11. Analisis data 1. Semua data dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam tabel. 2. Semua data yang berskala numerik dihitung nilai rerata dan standart deviasinya.
3. Bila distribusi data normal maka hubungan antara kadar PAI-1 plasma dengan skor NIHSS pada hari ke 14 diuji dengan menggunakan uji regresi linier. 4. Bila distribusi data tidak normal maka hubungan antara kadar PAI-1plasma dengan skor NIHSS pada hari ke 14 diuji dengan menggunakan uji Rank Spearman. 5. Hubungan antara kadar PAI-1plasma, kebiasaan merokok, jenis kelamin, umur, kadar gula darah, profil lemak, tekanan darah, dan BMI secara bersama-sama dengan skor NIHSS diuji menggunakan regresi multiple. 6. Pengolahan dan analisis data menggunakan komputer dengan program SPSS versi 11.5 for windows, dengan tingkat signifikansi = 5 % (p = 0,05) dan power penelitian 90 %.
3.12. Etika penelitian 1. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan oleh komisi etik kedokteran RSUP. Dr. Kariadi Semarang. 2. Semua subjek pada penelitian ini memberikan persetujuan tertulis yang menyatakan kesediannya untuk mengikuti penelitian
4.1.
Semarang selama 9 bulan, yaitu mulai bulan Desember 2007 sampai dengan bulan Agustus 2008. Dalam kurun waktu tersebut didapatkan 49 penderita dengan stroke iskemik akut yang memenuhi kriteria penelitian. Terdapat 6 penderita drop out (4 dengan febris, 2 dengan gagal jantung akut), sehingga dijumpai 43 orang penderita yang dapat dilaksanakan sampai akhir penelitian. Tabel 1. Karasteristik umum subyek penelitian No. 1. Karakteristik Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur ( tahun) Tingkat pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA PT Pekerjaan Tidak bekerja Petani Pensiunan Swasta PNS 19 (44,2%) 6 (14%) 10 (23,3%) 5 (11,6%) 3 (7%) Nilai 19 (44,2%) 24 (55,8%) Rerata: 60,2 ( 10,50) tahun, minimal: 40, maksimal: 85 1 (2,3%) 14 (32,6%) 4 (9,3%) 16 (37,2%) 8 (18,6%)
2. 3.
4.
Karakteristik umum lanjutan 5. Keluhan utama Penurunan kesadaran Lemah anggota gerak kanan Lemah anggota gerak kiri Mulut perot Tidak bisa bicara Riwayat Penyakit Tidak tahu Tidak ada Hipertensi DM DM & HT Olahraga Tidak Ya Merokok Tidak Ya
18 (41,9%) 6 (14%) 14 (32,6%) 3 (7%) 2 (4,7%) 41( 95,3%) 2 (4,7%) 29(67,4%) 14 (32,6%)
Data pada tabel 1 menunjukkan bahwa dari 43 penderita dengan stroke iskemik akut yang menjadi subyek penelitian perempuan lebih banyak dari laki-laki 55,8% : 44,2%. Ratarata umur mereka adalah 60,2 tahun. Sebagian besar subyek berpendidikan SLTA (37,2%) dengan riwayat Pekerjaan tidak bekerja pada 19 orang (44,2%). Saat masuk rumah sakit keluhan utama terbanyak lemah anggota gerak kiri 19 orang (44,2%). Dari anamnesa riwayat penyakit yang didapatkan pada subyek penelitian adalah hipertensi, dan DM, paling banyak subyek tidak mengetahui penyakitnya, terdapat 18 orang
(41,9%), kemudian diikuti dengan riwayat hipertensi 14 orang (32,6%), Riwayat subyek penelitian tidak olahraga ada 41 orang (95,3%), dan riwayat tidak merokok ada 29 orang (67,4%). Data lengkap pada tabel 1. Tabel 2. Hasil pemeriksaan tanda vital penderita stroke iskemik akut saat masuk untuk dirawat di RSUP. Dr. Kariadi Semarang Karakteristik fisik Sistolik Diastolik BMI Kesadaran(GCS) Rerata(SD) 175,81(18,51) 99,30(6,59) 27,480(3,821) 13,65(1,93) Minimum 140 90 20,28 8 Maksimum 220 110 39,54 15
Data pada tabel 2. Dengan menggunakan batasan hipertensi sistole 140 mmHg dan diastole 90 mmHg maka semua subyek penelitian hipertensi. Hasil pengukuran indeks massa tubuh atau body mass index (BMI) dengan menggunakan batasan obesitas >30, maka terdapat subyek 6 orang (14%) yang obesitas, dan tidak obesitas BMI 30, terdapat 37 orang (86%) tidak obesitas. Penilaian kesadaran dengan GCS, didapatkan rata-rata 13,65, dengan standar deviasi 1,93 dengan nilai GCS terendah 8 dan tertinggi 15.
Tabel 3. Hasil pemeriksaan laboratorium darah penderita stroke iskemik akut pada saat masuk di rawat di RSUP. Dr. Kariadi Semarang. Hasil laboratorium Kadar Gula darah I(mg/dl) Kadar Gula darah II(mg/dl) Kadar Kolesterol(mg/dl) Kadar Trigliserida(mg/dl) Kadar LDL(mg/dl) Rerata(SD) 106,70(26,029) 172,02(70,080) 197,23(43,888) 106,98(52,606) 127,65(34,193) Minimum 67 78 58 30 43 Maksimum 180 351 273 275 191
Data pada tabel 3 menunjukkan rata-rata kadar GD I masih dalam batas normal. Berdasarkan batasan Diabetes melitus jika kadar gula puasa lebih dari 126 mg/dl maka terdapat 9 subyek (20,9%). Rata-rata kadar GD II masih dalam batas normal. Berdasarkan batasan diabetes melitus jika kadar gula 2 jam post prandial lebih dari 200 mg/dl maka terdapat 13 subyek (30,2%). Rata-rata kadar kolesterol dan trigliserida dan LDL masih dalam batas normal. Berdasarkan batasan dislipidemia, bila kadar kolesterol lebih dari 200 mg%, dan atau trigliserid lebih dari 200 mg%, dan atau LDL lebih dari 130 mg%, maka dijumpai 24 subyek (55,8%) dengan hiperkolesterolemia, 4 subyek (9,3%) dengan hipertrigliserida dan 25 subyek (58%) subyek dengan kadar LDL 130 mg/dl. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang Hasil pemeriksaan menunjukkan rata-rata skor NIHSS hari ke I adalah 15,8 dengan standart deviasi 5,78, nilai terendah 4 dan tertinggi 24. Dan hasil pemeriksaan menunjukkan rata-rata skor NIHSS hari ke-14 adalah 14,7 dengan standart deviasi 7,20, nilai terendah 2 dan nilai tertinggi 25. Dengan memakai batasan status neurologis berat bila skor NIHSS > 15 dan status neurologis ringan-sedang bila skor NIHSS 15, maka
didapatkan 20 subyek (46,5%) status neurologis ringan-sedang dan 23 subyek(53,5%) status neurologis berat. 4.2 Perbedaan rerata kadar PAI-1 dengan Skor NIHSS Tabel .4. Hasil uji beda rerata kadar PAI-1 saat masuk dengan hari ke-14 dan skor NIHSS saat masuk dengan hari ke-14 No. Variabel 1. Kadar PAI-1(pg/ml) 2. Skor NIHSS *) Uji Wilcoxon Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata kadar PAI-1 saat masuk lebih tinggi dari pada hari ke 14. Hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rata-rata kadar PAI-1 plasma saat masuk dan hari ke14. (p= 0,0001;uji wilcoxon sign rank test). 4.3 Hubungan kadar PAI-1 saat masuk skor NIHSS hari ke-14 Dengan menggunakan uji korelasi Rank-Spearman membuktikan ada hubungan antara kadar PAI hari ke-1 dengan skor NIHSS hari ke-14 (p = 0,0001, r = 0,847). Rerata (sd) Saat masuk/hari 1 Hari ke-14 408,73 (239,35) 280,93 (155,65) 15,88 (5,78) 14,67 (7,19) p*) 0,0001 0,002
30
Linear Regression with 95,00% Mean Prediction Interv al nihss14 = 5,03 + 0,02 * pai_1 R-Square = 0,62