Efektivitas Penggunaan Metformin Terhadap Ekspresi Sflt-1 Dan Seng Pada Tikus Coba Preeklampsia

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 121

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN

METFORMIN TERHADAP EKSPRESI


sFlt-1 DAN sEng PADA TIKUS COBA
PREEKLAMPSIA

Oleh :

Ivan C. Pasaribu

Pembimbing:
1. Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG(K)
2. Dr. dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K)

Penguji:
1. Dr. dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG), SpOG(K)
2. dr. Yostoto B. Kaban, SpOG(K)
3. dr. Cut Adeya Adella, SpOG(K)

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METFORMIN
TERHADAP EKSPRESI sFlt-1 DAN sEng PADA TIKUS
COBA PREEKLAMPSIA

TESIS

Ivan C. Pasaribu
147104006

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING:

Prof. Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG(K)

Dr. dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K)

PENGUJI :

Dr. dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG), SpOG(K)

dr. Yostoto B. Kaban, SpOG(K)

dr. Cut Adeya Adella, SpOG(K)

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Salah


Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Keahlian Dalam Bidang
Obstetri Dan Ginekologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada, Tuhan Yang Maha Esa. Hanya atas
berkat dan Rahmat-Nya lah penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar spesialis dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya
menyadari bahwa tesis saya ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna,
namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam
menambah perbendaharaan pustaka, dengan judul:

“EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METFORMIN TERHADAP EKSPRESI sFlt-1


DAN sEng PADA TIKUS COBA PREEKLAMPSIA”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa


terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum dan Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe,
SpS(K) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program
Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; dr. Indra G. Munthe, M.Ked(OG), SpOG(K), Sekretaris
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Riza Rivany, SpOG(K),
Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Prof.
Dr. dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG(K), Sekretaris Program Studi Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; yang telah bersama-sama berkenan
membimbing saya menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan
Ginekologi di Fakultas Kedokteran USU Medan.
3. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), SpA(K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara pada saat saya diterima mengikuti Pendidikan Dokter
Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU;
4. Alm. Prof. dr. Delfi Lutan, M.Sc, SpOG(K), selaku Ketua Departemen Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan; Prof. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG),
SpOG(K), selaku Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; Dr.
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K), selaku Ketua Program Studi Dokter Spesialis
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG), SpOG(K),
selaku Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU
Medan; Dr. dr. Edy Ardiansyah, M.Ked(OG), SpOG(K) yang telah bersama-sama
berkenan menerima saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis
Obstetri dan Ginekologi dan Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi di Fakultas Kedokteran USU Medan.
5. Kepada segenap Guru Besar Obstetri dan Ginekologi FK-USU Prof.dr. M. Jusuf
Hanafiah, SpOG(K) ; Prof.dr. Herbert Hutabarat, SpOG(K) (Alm) ; Prof.dr. Rustam
Mochtar, MPH, SpOG(K) (Alm) ; Prof.dr. Pandapotan Simanjuntak, MPH, SpOG(K)
(Alm) ; Prof.dr.Djaffar Siddik, SpOG(K) ; Prof.dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K)
(Alm) ; Prof.Dr.dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG(K) ; Prof.dr. R. Haryono Roeshadi,
SpOG(K) (Alm) ; Prof.dr. Delfi Lutan, M.Sc, SpOG(K) (Alm) ; Prof.dr. Budi
Hadibroto, SpOG(K) Prof.dr.T.M. Hanafiah, SpOG(K); Prof. Dr. Daulat H. Sibuea,
SpOG(K), Prof.dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), Prof.Dr.dr. M. Fidel Ganis Siregar,
M.Ked(OG), SpOG(K) ; Prof.Dr.dr. Sarma N. Lumbanraja,M.Ked(OG), SpOG(K) dan
seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP
H.Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, RSU Haji Mina Medan, RS KESDAM II Putri
Hijau, Medan dan RSU Sundari yang telah banyak membimbing dan mendidik saya
sejak awal hingga akhir pendidikan.
6. Kepada dr. Iman Helmi Effendi, M.Ked(OG), SpOG(K), selaku orang tua angkat saya
selama menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan
memberikan nasihat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.
7. Kepada Prof. Dr.dr. Sarma N. Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG.K selaku pembimbing
utama tesis saya, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya
dalam melakukan penelitian ini. Begitu juga dengan Dr. dr. Edy Ardiansyah,
M.Ked(OG), SpOG(K) yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk
membimbing, memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Kepada
Dr. dr. Johny Marpaung, M.Ked(OG), SpOG(K), dr. Yostoto B. Kaban, SpOG(K) dan
dr. Cut Adeya Adella, SpOG(K) selaku penguji dan narasumber yang dengan penuh
kesabaran telah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing,
memeriksa dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai. Semoga ilmu yang dokter
berikan dapat saya pergunakan sebaik-baiknya.
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Kepada dr. Putri C. Eyanoer, MS. Epi, Ph.D sebagai pembimbing statistik saya pada
tesis ini. Terima kasih atas waktu dan kesabaran menghadapi pertanyaan-pertanyaan
saya. Terima kasih juga atas seluruh bantuan dalam penyelesaian tesis ini.
9. Kepada dr. Lidya Imelda Laksmi, M.Ked(PA), SpPA sebagai pembimbing saya dalam
pemeriksaan immunohistokimia pada tesis ini. Terima kasih telah membimbing saya
dalam pemeriksaan dan penyelesaian tesis ini.
10. Kepala SMF Kebidanan dan Kandungan dr. T.M. Ichsan, SpOG, Sekretaris SMF
Kebidanan dan Kandungan dr. Hanudse Hartono, M.Ked(OG), SpOG(K), Koordinator
Pelayanan dr. Risman F Kaban, M.Ked(OG), SpOG(K), Koordinator Pendidikan dr.
Sarah Dina, M.Ked(OG), SpOG(K), Koordinator Penelitian dr. Khairani Sukatendel,
M.Ked(OG), SpOG(K), Koodinator Peningkatan Mutu dr. M. Fahdhy, M.Sc,
SpOG(K), Ketua Magister Kedokteran Klinik Dr. dr. Hotma Partogi, M.
Ked(OG),SpOG.
11. Ketua Divisi Fetomaternal Dr. dr. Makmur Sitepu, M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua
Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi dr. Ichwanul Adenin, M.Ked(OG),
SpOG(K), Ketua Divisi Onkologi dr. Deri Edianto, M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua
Divisi Uroginekologi dr. M. Rhiza Z Tala, M.Ked(OG), SpOG(K), Ketua Divisi
Obstetri dan Ginekologi Sosial dr. Khairani Sukatendel, M.Ked(OG), SpOG(K)
12. Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUD Dr.Pirngadi Medan, RS USU,
RSU Haji Mina Medan , RS KESDAM II Putri Hijau Medan dan RSU Sundari yang
telah banyak mendidik saya sejak awal hingga akhir Pendidikan Magister Kedokteran
dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
13. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan
Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan, Direktur RSU Haji
Mina Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi SMF Obgyn RSU Haji Mina
Medan, Ketua Yayasan dan Direktur RSU Sundari, serta paramedis maupun non medis-
paramedis dan seluruh pegawai di lingkungan rumah sakit yang telah memberikan
kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk bekerja selama mengikuti
pendidikan Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen
Obstetri dan Ginekologi.
14. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
Dr. Pirngadi Medan beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah memberikan
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti Pendidikan
Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan
Ginekologi.
15. Direktur RS USU Medan, para Guru saya di SMF Obgyn RS USU yang telah
memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti
Pendidikan Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen
Obstetri dan Ginekologi.
16. Direktur RSU Haji Mina Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji
Mina Medan beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah memberikan kesempatan
dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti Pendidikan Magister
Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
17. Kepala Rumkit Tingkat II Kesdam I/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri dan
Ginekologi beserta para Guru saya di SMF Obgyn yang telah memberikan kesempatan
dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti Pendidikan Magister
Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi.
18. Ketua Yayasan dan Direktur RSU Sundari Medan beserta para Guru saya yang telah
memberikan kesempatan dan saran kepada saya untuk bekerja selama mengikuti
Pendidikan Magister Kedokteran dan Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen
Obstetri dan Ginekologi.
19. Kepada sahabat-sahabat satu angkatan saya, dr.Dedet, dr.Dian, dr.Yuda, dr.Ryan,
dr.Putri, dr.Iqsan dan dr.Fenny, terima kasih untuk kebersamaan dalam suka dan duka
serta kerja samanya selama pendidikan hingga saat ini.
20. Ibu Hj.Sosmalawaty, Ibu Zubaidah, Ibu Mawan, Kak Asih , Kak Mimie, Kak Vina
Lisvia, Kak Anggi, Kak Maya, Kak Tuti, Kak Sri, Kak Yus, Tri ,Kak Pon, Kak Ozik
dan seluruh pegawai di lingkungan RSUP HAM dan RSUD Dr.Pirngadi, Terima kasih
atas bantuan, kerjasama dan kebersamaan selama ini.
21. Kepada sahabat saya dr. Fakhurrazi, M.Ked(OG), SpOG, dr. James lazzarone,
M.Ked(OG), SpOG, dr. Dedet Steavano, dr.Ryan Andrian, dr. Jenary Immanuel
Surbakti, dr.Sofyan Andri dan dr.Andry Hamonangan Sipahutar. Terima kasih telah
menjadi sahabat dalam keadaan suka maupun duka.
22. Kepada dr. Immanuel Dio L. Tobing, terima kasih secara khusus saya ucapkan terhadap
bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini.

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
23. Seluruh rekan sejawat PPDS terutama Tim jaga saya yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu baik para senior maupun junior saya, terima kasih atas kerjasama,
kebersamaan, bantuan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan kepada saya.

Terimakasih yang tak terhingga dari lubuk hati yang terdalam saya ucapkan kepada
kedua orang tua yang saya hormati, cintai dan sayangi, ayahanda AKBP. Drs. B. Pasaribu dan
ibunda Vera Morina Br. Ginting. Tiada kata yang dapat melukiskan terimakasih tersebut
kepada kedua orangtua saya, melainkan rasa syukur yang tidak terhingga kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena telah menitipkan saya kepada orangtua yang telah membesarkan,
membimbing, mendoakan, mendidik dan mendukung saya dengan penuh keikhlasan dan kasih
sayang, semenjak lahir hingga saat ini. Hanya Tuhan yang dapat membalas kebaikan yang telah
mereka berikan selama ini.
Kepada adikku Wira Amsal Pranata Pasaribu, Claudia Rebecca Pasaribu dan Dea
Stephanie Pasaribu terima kasih atas Doa dan dukungan kepada saya selama menjalani
pendidikan.
Kepada teman hidup saya, dr. Namoratta Rumahorbo. Terima kasih untuk selalu sabar
mengahadapi saya, tetaplah menjadi Namoratta yang saya kenal. Semoga diberi kesempatan
untuk sekolah kedepannya.
Kepada seluruh pihak yang saya sebutkan maupun tidak disebutkan sebelumnya, saya
memohon maaf atas segala kesalahan yang saya lakukan selama ini, baik yang disadari maupun
tidak. Semoga kita semua selalu menjadi orang-orang yang rendah hati, ikhlas, bersyukur, serta
selalu dalam kasih sayang dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin

Medan, Februari 2021

Ivan Christian Pasaribu

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Nama : Ivan Christian Pasaribu
Departemen : Obstetri dan Ginekologi
Fakultas : Kedokteran
Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan menyetujui untuk memberikan kepada Departemen


Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-
exlusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METFORMIN TERHADAP


EKSPRESI SOLUBLE FMS – LIKE TYROSINE KINASE 1
DAN SOLUBLE ENDOGLIN PADA TIKUS COBA
PREEKLAMPSIA

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti nonesklusif ini,
Departemen Obstetri & Ginekologi Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempubliskan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan
Pada tanggal : Februari 2021

Yang menyatakan

(Ivan Christian Pasaribu)

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiii
ABSTRAK ....................................................................................................... 1
ABSTRACT ..................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 3


1.1 Latar Belakang.............................................................................. 3
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum...................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Teoritis .................................................................. 6
1.4.2 Manfaat Metodologi ............................................................ 6
1.4.3 Manfaat Aplikatif ................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 7


2.1 Preeklampsia................................................................................. 7
2.1.1 Definisi ................................................................................ 7
2.1.2 Epidemiologi ....................................................................... 8
2.1.3 Faktor Risiko ....................................................................... 8
2.1.4 Patofisiologi......................................................................... 10
2.1.5 Soluble Fms-like Tyrosine Kinase I (sFlt-1) ....................... 15
2.1.6 Soluble Endoglin (sEng) ...................................................... 18
2.1.7 Diagnosis ............................................................................. 21

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.8 Diagnosis Banding............................................................... 22
2.1.9 Penatalaksanaan................................................................... 23
2.1.10 Komplikasi ........................................................................ 29
2.1.11 Pencegahan dan Prognosis ................................................ 29
2.2 Metformin ..................................................................................... 31
2.2.1 Farmakologi......................................................................... 31
2.2.2 Farmakodinamik .................................................................. 33
2.2.3 Farmakokinetik .................................................................... 33
2.2.4 Tolerabilitas ......................................................................... 33
2.2.5 Efek terhadap metabolisme lipid ......................................... 34
2.2.6 Efek terhadap utilisasi dan metabolisme glukosa................ 34
2.2.7 Efek terhadap reseptor insulin ............................................. 34
2.2.8 Distribusi dan metabolisme ................................................. 34
2.2.9 Eksresi ................................................................................. 35
2.2.10 Interaksi obat ..................................................................... 35
2.3 Hubungan Metformin dengan Preeklampsia ................................ 36
2.4 Tikus Model Preeklampsia ........................................................... 38
2.4.1 Profil Tikus Normal dan Tikus preeklampsia ..................... 43
2.5 Imunohistokimia ........................................................................... 49
2.6 Kerangka Teori ............................................................................. 51
2.7 Kerangka Konsep ......................................................................... 52
2.8 Hipotesis ....................................................................................... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 53
3.1 Desain penelitian .......................................................................... 53
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 53
3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................ 53
3.2.2 Waktu Penelitian ................................................................. 53
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian.................................................... 53
3.4 Perkiraan Besar Sampel ................................................................ 54
3.5 Teknik Pengambilan Sampel ........................................................ 54
3.6 Variabel Penelitian ....................................................................... 55

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.6.1 Variabel Bebas..................................................................... 55
3.6.2 Variabel Terikat ................................................................... 55
3.6.3 Variabel Terkendali ............................................................. 55
3.7 Definisi Operasional ..................................................................... 55
3.7.1 Metformin ............................................................................ 55
3.7.2 Kadar Ekspresi sFlt-1 .......................................................... 56
3.7.3 Kadar Ekspresi sEng............................................................ 56
3.7.4 Preeklampsia........................................................................ 56
3.7.5 Tekanan darah ..................................................................... 56
3.7.6 MAP .................................................................................... 56
3.7.7 Proteinuria ........................................................................... 57
3.8 Kriteria Subjek Penelitian............................................................. 57
3.8.1 Kriteria Inklusi..................................................................... 57
3.8.1 Kriteria Eksklusi .................................................................. 57
3.9 Alat dan Bahan ............................................................................. 57
3.10 Prosedur Penelitian ..................................................................... 58
3.11 Pengolahan dan Analisa Data ..................................................... 60
3.12 Alur Penelitian ............................................................................ 61
BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 62
4.1 Hasil Penelitian............................................................................. 62
4.2 Pembahasan .................................................................................. 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 73
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 73
5.2 Saran .......................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75
LAMPIRAN

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kriteria diagnosis preeklampsia ISSHP 2018 .............................. 7


Gambar 2.2 Patogenesis Preeklampsia ............................................................ 12
Gambar 2.3 Patofisiologi Preeklampsia ........................................................... 14
Gambar 2.4 Struktur protein Flt-1 dan sFlt-1 .................................................. 16
Gambar 2.5 Skema Patogenesis Preeklampsia ................................................ 17
Gambar 2.6 Rasio Serum sFlt-1/PlGF ............................................................. 18
Gambar 2.7 Kriteria Diagnostik severe Preeklampsia ..................................... 22
Gambar 2.8 Algoritma Penanganan Preeklampsia .......................................... 25
Gambar 2.9 Pemantauan Rekurensi Preeklampsia .......................................... 30
Gambar 2.10 Susunan Biokimia Metformin .................................................... 31
Gambar 2.11 Perkembangan Plasenta dan Kehamilan pada Tikus .................. 41
Gambar 2.12 Cara Mengukur Tekanan Darah Tikus ....................................... 46
Gambar 2.13 Metode Eksperimen IHK ........................................................... 50
Gambar 2.14 Kerangka teori ............................................................................ 51
Gambar 3.1 Alur penelitian.............................................................................. 61
Gambar 4.1 Perubahan MAP selama pengamatan pada ketiga kelompok
Penelitian ...................................................................................... 64
Gambar 4.2 Perubahan proteinuria selama pengamatan pada ketiga kelompok
Penelitian ...................................................................................... 65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Preeklampsia berdasarkan Onset dan Perbedaannya ..... 8


Tabel 2.2 Faktor risiko preeklampsia............................................................... 9
Tabel 2.3 Kriteria diagnostik preeklampsia ..................................................... 23
Tabel 2.4 Agen Anti Hipertensi pada Kehamilan ............................................ 26
Tabel 2.5 Indikasi Persalinan Jika Usia Gestasi <34 minggu pada
Preeklampsia.................................................................................... 28
Tabel 2.6 Terapi Anti Hipertensi Pasca Persalinan.......................................... 29
Tabel 2.7 Ciri Tikus Sehat ............................................................................... 39
Tabel 2.8 Parameter Fisiologis Tikus Rattus Novergicus Betina..................... 43
Tabel 4.1 Rerata Tekanan Darah dan Mean Arterial Pressure pada ketiga
kelompok sebelum intervensi .......................................................... 62
Tabel 4.2 Rerata Tekanan Darah dan Mean Arterial Pressure pada ketiga
kelompok setelah intervensi ............................................................ 63
Tabel 4.3 Perbandingan proteinuria pada ketiga kelompok sebelum dan
setelah intervensi ............................................................................. 65
Tabel 4.4 Analisis Post Hoc MAP pada ketiga kelompok ............................... 66
Tabel 4.5 Perbedaan rerata ekspresi sEng & sFlt-1 pada kelompok kontrol
negatif, kontrol positif dan perlakuan .............................................. 66

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR SINGKATAN

ACE-I: Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor


ACOG: American College of Obstetricians and Gynecologists
AKI: Angka Kematian Ibu
ARB: Angiotensin Receptor Blocker
AT1-AA: angiotensin II receptor type 1 autoantibody
CO: Cardiac Output
eNOS: endotel Nitric Oxide Synthase
ET-1: Endothelin-1
HHT1: haemorrhagic telangiectasis type 1
HDK: Hipertensi Dalam Kehamilan
HDL: High density lipoprotein
IL-2: Interleukin-2
IL-6: Interleukin-6
IgG: Imunoglobulin G
LDL: Low density lipoprotein
L-NAME: L-Arg-methyl ester
MDGs: Millenial Development Goals
NICE: National Institute for Health and Clinical Excellence
NIDDM: Non Independent Diabetes Mellitus
NMDA: N-methyl-D-aspartate
NO: Nitric Oxide
PJT: Pertumbuhan Janin Terhambat
P1GF: placental growth factor
RNS: Reactive Nitrogen Species
ROS: Reactive Oxygen Species
SDG: Sustainable Development Goals
sEng: soluble endoglin
sFlt-1: Soluble fms-like tyrosin kinase 1
SOMANZ: Society of Obstetric Medicine of Australia and New Zealand

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


SV: Stroke Volume
sVEGFR-1: Soluble Vascular Endothelial Growth Factor Receptor-1
SVR: Systemic Vascular Resistance
TGF-β: Transforming Growth Factor-β
TLR4: toll-like receptor 4
TNF-α: Tumor Necrosis Factor α
TRIP-6/ZRP-1: Thyroid Hormone Receptor Interactor 6
UPR: Unfolded Protein Response
VCAM-1: Vascular Cell Adhesion Molecule 1
VEGF: Vascular Endothelial Growth Factor
7-nAChR: 7-nicotinic Acethylcholine Receptor

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METFORMIN TERHADAP EKSPRESI sFlt-1 DAN
sEng PADA TIKUS COBA PREEKLAMPSIA

Ivan C. Pasaribu, Sarma N. Lumbanraja, Edy Ardiansyah, Johny Marpaung,


Yostoto B. Kaban, Cut Adeya Adella

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara – RSUP H. Adam Malik Medan, Januari 2021

ABSTRAK

LATAR BELAKANG: Parameter gangguan pembuluh darah pada preeklamsia yang


saat ini paling banyak diteliti yaitu soluble fms-like tyrosin kinase 1 (sFlt-1) dan soluble
endoglin (sEng) serta hubunganya dengan komplikasi preeklampsia. Saat ini,
metformin telah terbukti meningkatkan angiogenesis yang dirusak oleh faktor
antiangiogenik seperti pada preeklampsia.

METODE: Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain eksperimental Postest


Only Control Group Design pada 33 ekor tikus (Rattus norvegicus) betina hamil usia
10 minggu yang dibagi menjadi kelompok kontrol negatif, kontrol positif, dan
perlakuan. Pada kelompok kontrol negatif tidak mendapat perlakuan apa-apa,
kelompok kontrol positif mendapat injeksi LPS dengan dosis 0.5 µg/kgBB agar
menjadi preeklampsia, kelompok perlakuan mendapat injeksi LPS dengan dosis 0.5
µg/kgBB dan metformin 20 mg/kgBB setelah terkonfirmasi preeklampsia. Selanjutnya,
plasenta tikus yang sudah dibedah, difiksasi dan dikirim ke laboratorium Patologi
Anatomi FK USU untuk pemeriksaan immunohistokimia ekpresi sFlt-1 dan sEng.

HASIL PENELITIAN: Tidak ada perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik, MAP dan
proteinuria pada ketiga kelompok sebelum intervensi. Tekanan darah sistolik,
diastolik, MAP, dan proteinuria setelah intervensi pada kelompok kontrol positif lebih
tinggi dibandingkan kedua kelompok lainnya. Dijumpai perbedaan ekspresi sFlt-1 dan
sEng yang bermakna pada ketiga kelompok (p<0.05).

KESIMPULAN: Terdapat perbedaan rerata tekanan darah sistolik, diastolik, MAP dan
proteinuria pada ketiga kelompok sebelum dan sesudah intervensi. Dijumpai
perbedaan ekspresi sflt-1 dan sEng yang bermakna pada ketiga kelompok (p<0.05).

KATA KUNCI: Soluble fms-like Tyrosine Kinase-1, Soluble Endoglin, Preeklampsia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


EFFECTIVENESS OF USING METFORMIN ON THE EXPRESSION OF sFlt-1 AND
sEng IN PREECLAMPSIA RATS

Ivan C. Pasaribu, Sarma N. Lumbanraja, Edy Ardiansyah, Johny Marpaung,


Yostoto B. Kaban, Cut Adeya Adella

Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, University of North


Sumatra - RSUP H. Adam Malik Medan, January 2021

ABSTRACT

BACKGROUND: The most studied parameters of blood vessel disorders in


preeclampsia are soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) and soluble endoglin
(sEng) and their relationship to complications of preeclampsia. Currently, metformin
has been shown to increase angiogenesis which is damaged by antiangiogenic factors
such as preeclampsia.

METHOD: This study was an experimental design with Post-Only Control Group
Design on 33 rats (Rattus norvegicus) 10 weeks pregnant which were divided into
negative control, positive control, and treatment groups. In the negative control group
did not receive any treatment, the positive control group received LPS injection at a
dose of 0.5 µg / kgBW to become preeclampsia, the treatment group received LPS
injection at a dose of 0.5 µg / kgBW and metformin 20 mg / kgBW after preeclampsia
was confirmed. Subsequently, the rat placenta that had been surgically, tissue was
fixed and sent to the Anatomical Pathology Laboratory of the USU Faculty of Medicine
for immunohistochemical examination of sFlt-1 and sEng expressions.

RESULTS: There were no difference in systolic, diastolic, MAP, and proteinuria in the
three groups before the intervention. The systolic, diastolic, MAP, and proteinuria after
intervention in the positive control group was higher than the other two groups. There
were significant differences in sFlt-1 and sEng expressions in the three groups (p
<0.05).

CONCLUSION: There were differences in mean systolic, diastolic, MAP and


proteinuria in the three groups before and after the intervention. There were significant
differences in sflt-1 and sEng expressions in the three groups (p <0.05).

KEYWORDS: Soluble fms-like Tyrosine Kinase-1, Soluble Endoglin, Preeclampsia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan kematian perinatal tinggi yaitu tertinggi ketiga di
ASEAN dan tertinggi kedua di kawasan South East Asian Nation Regional
Organization.1 Semakin tinggi AKI, mencerminkan semakin buruknya kualitas
pelayanan kesehatan maternal suatu negara. Berdasarkan laporan statistik
pencapaian Millenial Development Goals (MDGs) tahun 2017 angka kematian ibu
di Indonesia menempati urutan tertinggi kedua di Asia Tenggara dengan jumlah
305 kasus per 100.000 kelahiran hidup.2 Angka ini masih jauh dari target
Sustainable Development Goals (SDG) dimana diharapkan pada tahun 2030
angka kematian ibu di seluruh negara turun hingga 70 per 100.000 kelahiran
hidup.3
Menurut data dari Kemenkes 2016, penyebab utama kematian ibu adalah
gangguan hipertensi (33,07%), perdarahan obstetri (27,03%) dan infeksi (6,06%).4
Preeklampsia merupakan penyebab 15–20% kematian wanita hamil di seluruh
dunia serta penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada janin.1 WHO
memperkirakan kejadian kasus preeklampsia dengan komplikasi pada negara
berkembang tujuh kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara maju, dengan
perbandingan prevalensi 14%:1,8%. Insiden preeklampsia dengan komplikasi di
Indonesia pada tahun 2011 ialah sebesar 128.273 kejadian, yakni sekitar 5,3% dari
seluruh populasi ibu bersalin di Indonesia.5
Hipertensi dalam kehamilan terjadi pada 10% dari seluruh ibu hamil di
seluruh dunia. Setiap tahunnya terdapat lebih dari 60.000 kematian ibu di seluruh
dunia akibat hipertensi dalam kehamilan. Preeklampsia dan eklampsia menjadi
salah satu komplikasi hipertensi dalam kehamilan yang banyak terjadi.6,7
Soluble fms-like tyrosin kinase 1 (sFlt-1) dan soluble endoglin (sEng)
adalah faktor angiogenik yang berperan penting dalam patogenesis berkaitan
dengan endotel vaskular. sFlt-1 merupakan inhibitor endogen dari vascular
endothelial growth factor (VEGF). Berikatan dengan protein VEGF, sFlt-1
menurunkan kadarnya yang dapat mempengaruhi reseptor transmembran.9 sFlt-1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan sEng dipercaya memiliki efek patogenik dengan menghambat ketersediaan
ligan pro-angiogenik seperti VEGF, placental growth factor (PlGF) dan
transforming growth factor-b terhadap native cell-surface binding partners pada
endotel. Ketidakseimbangan angiogenik ini dipercaya menginduksi gangguan
endotel, vasokonstriksi sistemik, hipertensi dan proteinuria.10,11 Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa peningkatan kadar sFlt-1 dan sEng pada awal
kehamilan dapat digunakan sebagai parameter dalam membedakan antara
kehamilan fisiologis dan kehamilan berisiko tinggi termasuk preeklampsia.12
Metformin telah digunakan selama lebih dari 50 tahun dan telah menjadi
obat yang paling banyak digunakan untuk mengontrol diabetes secara global
dengan banyak bukti manfaatnya dalam mencegah komplikasi kardiovaskular. 13
Selain sebagai obat antidiabetik, metformin menunjukkan kegunaannya di
beberapa penyakit lainnya. Studi terbaru menunjukkan bahwa metformin mungkin
berperan dalam patofisiologi preeklampsia dan mungkin juga menjadi obat pilihan
dalam pencegahan dan/atau pengobatan dari preeklampsia. Metformin
meningkatkan angiogenesis yang dirusak oleh faktor anti-angiogenik. Beberapa
uji klinis melaporkan bahwa metformin mengurangi tingkat kejadian
preeklampsia pada wanita hamil obesitas yang non-diabetes, serta pada kehamilan
dengan komplikasi sindrom ovarium polikistik. 14,15 Pada uji meta-analisis dari
delapan uji coba terkontrol secara acak membandingkan pemberian metformin
dengan insulin, didapatkan pengurangan risiko preeklampsia pada kelompok
dengan pemberian metformin.16 Penelitian oleh Karafat et al tahun 2019 pada
wanita dengan diabetes gestasional membuktikan penggunaan metformin
berhubungan dengan penurunan risiko hipertensi yang diinduksi kehamilan bila
dibandingkan dengan penggunaan insulin serta risiko preeklampsia juga
berkurang secara signifikan. Pada penelitian yang digabungkan menggunakan
Bayesian random-effect meta-regression dengan jenis pengobatan sebagai
kovariat, probabilitas metformin memiliki efek menguntungkan pada pencegahan
preeklampsia, hipertensi yang diinduksi kehamilan dan setiap Hipertensi Dalam
Kehamilan (HDK) secara berturut-turut adalah 92,7%, 92,8% dan 99,2%, bila
dibandingkan dengan pengobatan lain atau plasebo.17,18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.2 Rumusan Masalah
Angka kematian ibu masih sangat tinggi di Indonesia, dengan 305/100.000
kelahiran hidup. Hal ini masih sangat jauh dari yang ditargetkan pada tahun 2030
dengan 70/100.000 kelahiran hidup. Preeklampsia merupakan penyebab utama
kematian ibu di Indonesia, diikuti dengan perdarahan dan infeksi. Patogenesis
preeklampsia belum sepenuhnya dimengerti, namun pada saat ini diketahui bahwa
sFlt-1 dan sEng merupakan marker yang meningkat pada pasien preeklampsia.
Saat ini, terdapat beberapa penelitian yang melaporkan efek metformin dalam
menurunkan risiko preeklampsia. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana efek pemberian metformin terhadap ekspresi imunohistokimia sFlt-1
dan sEng pada tikus coba yang dibuat menjadi preeklampsia.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui efek pemberian metformin terhadap ekspresi
imunohistokimia sFlt-1 dan sEng pada tikus coba yang dibuat menjadi
preeklampsia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui rerata tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP pada
kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan.
2. Mengetahui rerata proteinuria pada kelompok kontrol negatif, kelompok
kontrol positif dan kelompok perlakuan.
3. Menganalisis perbedaan rerata tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP
kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan.
4. Menganalisis perbedaan rerata proteinuria pada kelompok kontrol negatif,
kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan.
5. Mengetahui rerata ekspresi imunohistokimia sFlt-1 pada kelompok kontrol
negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Mengetahui rerata ekspresi imunohistokimia sEng kelompok kontrol
negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan.
7. Menganalisis perbedaan rerata ekspresi imunohistokimia sFlt-1 pada
kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan.
8. Menganalisis perbedaan rerata ekspresi imunohistokimia sEng pada
kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok
perlakuan.

1.4 Manfaat penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Untuk memberikan informasi tentang pengaruh pemberian metformin
terhadap ekspresi sFlt-1 dan sEng pada tikus coba preeklampsia.
1.4.2 Manfaat metodologi
Melalui penelitian ini diharapkan hasil penelitian mampu memberikan
tambahan informasi tentang pengaruh pengaruh pemberian metformin terhadap
ekspresi sFlt-1 dan sEng pada tikus coba preeklampsia untuk melengkapi hasil
penelitian pada penelitian-penelitian sebelumnya.
1.4.3 Manfaat aplikatif
Melalui penelitian ini, diharapkan metformin dapat menjadi tatalaksana
pada ibu hamil dengan preeklampsia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
2013 menyatakan bahwa kriteria proteinuria tidak lagi dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia sehingga preeklampsia didiagnosis sebagai
hipertensi onset baru berkaitan dengan adanya trombositopenia (<100.000/µL),
peningkatan enzim transaminase hepar lebih dari dua kali dari kadar normal,
gangguan fungsi ginjal yang ditandai dengan adanya peningkatan kreatinin serum
<1,1 mg/dL atau dua kali peningkatan dari kadar normal bila ada penyakit ginjal
lainnya yang menyertai, adanya edema paru dan gangguan penglihatan onset baru
ataupun gangguan serebral. Namun, pada tahun 2018 International Society for the
Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP) menyatakan bahwa proteinuria
kembali menjadi salah satu kriteria diagnostik preeklampsia. 18,19

Gambar 2.1 Kriteria diagnosis preeklampsia ISSHP 2018.19

Preeklampsia diklasifikasikan menjadi preeclampsia without severe


feature dan preeclampsia with severe feature. Preeclampsia without severe
feature adalah suatu keadaan dengan hipertensi dan proteinuria sementara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


preclampsia with severe feature adalah suatu keadaan dengan tekanan darah
>160/110 mmHg dengan adanya tanda disfungsi organ lainnya. 20,21 Berdasarkan
onset terjadinya gejala klinis, preeklampsia dibedakan menjadi preeklampsia onset
dini (early onset) dan preeklampsia onset terlambat (late onset).22 Preeklampsia
onset dini adalah preeklampsia yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 34
minggu sementara preeklampsia onset terlambat adalah preeklampsia yang terjadi
pada usia kehamilan ≥ 34 minggu.22,23

Tabel 2.1 Klasifikasi Preeklampsia berdasarkan Onset dan Perbedaannya

2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi preeklampsia terjadi pada sekitar 2-10% wanita hamil di
seluruh dunia.24 Preeklampsia menjadi penyebab ketiga terbesar mortalitas dan
morbiditas maternal dan neonatus.25,26 Preeklampsia menyebabkan kematian
50.000-60.000 kasus kematian yang berhubungan dengan kehamilan di seluruh
dunia.27 Pada tahun 2014, di Asia Tenggara kematian ibu yang diakibatkan oleh
preeklampsia sebesar 17% dan di Indonesia sebesar 25%. Penyebab kematian ibu
akibat pre eklampsia dan eklampsia di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan
dengan di Asia Tenggara atau dunia. 28

2.1.3 Faktor Risiko


Berbagai faktor risiko dapat mendukung terjadinya preeklampsia. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan terjadinya preeklampsia adalah: nuliparitas,
kehamilan multipel, riwayat adanya preeklampsia pada kehamilan sebelumnya,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


usia ibu >35 tahun, jarak kehamilan yang jauh antar-kehamilan (interval
kehamilan >10 tahun), molahidatidosa atau hamil anggur, adanya abnormalitas
kongenital pada fetus, obesitas, hipertensi kronik, penyakit ginjal, diabetes
mellitus, lupus sistemik eritematosa, trombofilia, sindrom antifospolipid dan
genetik. Faktor protektif preeklampsia adalah merokok dan pasangan/partner yang
berbeda. Hal tersebut diduga karena kandungan kimiawi rokok menyebabkan
suatu kondisi inflamasi kronik dan hipoksia sehingga ada mekanisme adaptif pada
kondisi kekurangan oksigen sehingga menurunkan risiko terjadinya
preeklampsia.22,23
Menurut Rana et al, faktor risiko preeklampsia dibagi menjadi 3
berdasarkan faktor risiko yang paling banyak dijumpai. Riwayat preeklampsia
sebelumya merupakan faktor risiko paling tinggi pada preeklampsia, diikuti
dengan hipertensi kronis dan diabetes mellitus pregestasional. 29

Tabel 2.2 Faktor risiko preeklampsia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya preeklampsia masih belum begitu jelas dimengerti
namun diduga beberapa proses terjadi dalam perkembangan atau progresifitas
preeklampsia:15,20,30,31,32
a. Plasentasi yang abnormal
Preeklampsia ditandai dengan adanya gangguan invasi trofoblas terhadap
arteri spiralis yang dimediasi oleh sistem imun maternal yang terjadi pada
usia kehamilan antara 8-16 minggu. Invasi trofoblas yang abnormal
menyebabkan terjadinya kegagalan remodeling dari arteri spiralis.
Gagalnya remodeling arteri spiralis menyebabkan terciptanya pembuluh
darah yang tidak bagus, kaku dan memiliki resistensi yang tinggi sehingga
terjadi insufisiensi aliran uteroplasenta yang selanjutnya menyebabkan
iskemia plasenta. Iskemia plasenta akan merangsang sistem imun maternal
sehingga menghasilkan sitokin proinflamasi, stres oksidatif, apoptosis sel
dan kerusakan struktural plasenta.
b. Ketidakseimbangan angiogenesis
Pada kehamilan normal, terdapat suatu faktor pertumbuhan yaitu placental
growth factor (P1GF) dan VEGF yang merupakan suatu mediator
proangiogenesis yang potensial. Faktor pertumbuhan tersebut merangsang
prostaglandin dan Nitric Oxide (NO) yang merupakan suatu vasodilator
yang dapat memicu kesehatan sel endotelial. Pada preeklampsia, terdapat
pelepasan faktor antiangiogenik yang lebih dominan dibandingkan faktor
proangiogenik. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kegagalan
vasodilatasi dan disfungsi endotel. VEGF dan P1GF dihambat kerjanya
oleh suatu substansi yang disebut dengan sFlt-1. Substansi lain yang turut
berperan adalah sEng yang menghambat kerja Transforming Growth
Factor-β (TGF-β) sehingga produksi NO dihambat. Ketidakseimbangan
antara faktor proangiogenik dengan antiangiogenik menyebabkan
terjadinya disfungsi endotel generalisata, mikroangiopati dan vasospasme.
c. Gangguan hemodinamik
Mekanisme terjadinya hipertensi pada preeklampsia masih belum
diketahui. Kondisi hemodinamik yang berbeda-beda dijumpai pada wanita

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hamil dengan preeklampsia. Kondisi yang berbeda tersebut seperti,
rendahnya Cardiac Output (CO) dengan peningkatan Systemic Vascular
Resistance (SVR) sampai peningkatan CO yang ditambah dengan
peningkatan Stroke Volume (SV) tetapi dengan peningkatan SVR yang
relatif rendah. Perbedaan kondisi hemodinamik ini berhubungan dengan
kapan dimulainya onset preeklampsia dan tingkat keparahannya.

Patogenesis terjadinya preeklampsia dihipotesiskan terjadi melalui dua


tahapan yaitu:21
a. Tahapan Pertama
Tahapan pertama terdiri dari plasentasi yang abnormal. Normalnya sel
sitotrofoblas dari plasenta menginvasi arteri spiralis maternal untuk
mengubah arteriol yang kecil dan berdinding kaku menjadi arteri dengan
diameter yang lebih luas dengan kapasitansi lebih besar dan tidak kaku.
Remodeling umumnya mulai pada akhir trimester pertama dan selesai
pada usia kehamilan 18-20 minggu. Kegagalan remodeling arteri spiralis
menghasilkan penurunan perfusi plasenta yang akan mengganggu fungsi
sel endotel maternal dan kondisi hipoksia.
b. Tahapan Kedua
Tahapan kedua terdiri dari adanya gangguan sistemik yang ditandai
dengan disfungsi endotel pada sistem sirkulasi maternal. Walaupun
mekanisme pastinya masih belum jelas, namun diduga bahwa beberapa
faktor berkontribusi terhadap disfungsi tersebut yaitu: peningkatan faktor
antiangiogenik sistemik, aktivasi respon inflamasi dan adanya faktor
imunologi tertentu.

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.2 Patogenesis Preeklampsia.25

Stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan produksi dari oksidan dan


antioksidan seperti yang terjadi pada preeklampsia. Oksidan yang dimaksud
adalah Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS)
yang dapat berinteraksi dengan komponen lipid, protein dan molekul DNA sel
yang nantinya akan berdampak buruk terhadap sel. Stres oksidatif memiliki peran
pada proses modulasi sinyal, meningkatkan sintesis enzim antioksidan dan
berdampak terhadap proses reparasi sel, inflamasi, apoptosis sel dan proliferasi
sel. Stres oksidatif berdampak pada proses autofagi yang penting dalam proteksi
sel trofoblas. Selain itu, akibat remodeling arteri spiralis yang tidak adekuat
menyebabkan terjadinya stres retikulum endoplasma. Keadaan tersebut
menyebabkan terjadinya Unfolded Protein Response (UPR). UPR akan
menyebabkan terjadinya apoptosis dan terhentinya proliferasi sel trofoblas.
Apoptosis trofoblas akan menyebabkan terlepasnya mikropartikel ke dalam
sirkulasi maternal yang nantinya akan memicu terjadinya respon inflamasi pada
maternal. Selain itu stres oksidatif juga akan merangsang respon imun humoral
yaitu respon proinflamasi dengan pelepasan sitokin seperti Tumor Necrosis
Factor α (TNF-α), Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-2 (IL-2), aktivasi komplemen,
stimulasi sintesis faktor antiangiogenik (sFlt-1 dan sEng) dan penurunan produksi
P1GF.33,34,35,36,37
Selain itu, akibat faktor genetik, faktor imunomodulasi dan faktor
eksternal terjadi sensitivitas yang berlebihan terhadap angiotensin II dan produksi

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II yang dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan darah. Trombositopenia yang terjadi pada preeklampsia
terjadi karena peningkatan ukuran trombosit, peningkatan faktor IV trombosit,
peningkatan produksi tromboksan B2 dan penurunan masa hidup trombosit.
Sintesis prostaksiklin juga menurun pada preeklampsia. Disfungsi endotel,
aktivasi trombosit, kemotaktik monosit, proliferasi limfosit dan aktivasi neutrofil
serta peningkatan faktor koagulasi jaringan yang dilepaskan di bawah pengaruh
sitokin proinflamasi nantinya akan mengaktivasi kaskade koagulasi dengan
pelepasan berlebihan dari trombin. Trombin akan menyebabkan deposit fibrin
pada berbagai organ yang akan merangsang terjadinya inflamasi dan kerusakan
pada organ tersebut.31

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.3 Patofisiologi Preeklampsia.21

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.5 Soluble FMS-like tyrosine kinase (sFlt-1)
sFlt-1 merupakan salah satu jenis pengikat membran Flt-1. sFlt-1
bersirkulasi secara bebas di serum dan bertugas dalam mengikat dan menetralkan
VEGF dan PlGF. sFlt-1dihasilkan di vesikula ekstraseluler sinsitiotropoblas dan
kemudian dilepaskan kedalam sirkulasi darah maternal. Soluble Vascular
Endothelial Growth Factor Receptor-1 (sVEGFR-1) atau Soluble FMS-Like
Tyrosine Kinase-1 (sFlt-1), mengikat VEGF-A, VEGF-B dan PlGF dengan
afinitas tinggi. Hal ini menyebabkan berkurangnya kadar VEGF bebas dan PlGF
yang akan menekan angiogenesis plasenta. Produksi yang berlebihan dari sFlt-1
menyebabkan hipoksia plasenta dan kadar PlGF yang rendah mengakibatkan
berkurangnya kadar VEGF bebas, sehingga menekan angiogenesis plasenta.
Beberapa penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan antara peningkatan
sFlt-1 dengan preeklampsia. Pada serum darah ibu, peningkatan sFlt-1 dan
penurunan PlGF terjadi pada 5-10 minggu sebelum terjadinya preeklampsia dan
kadar tersebut tetap meningkat dibandingkan dengan wanita yang tanpa
preeklampsia. sFlt-1 pada awalnya diidentifikasi sebagai protein glikosilasi
dengan ukuran 90 hingga 100 kDa, hasil dari varian gen Flt-1. Pada tingkat
protein, varian sFlt yang antigenisitas dan panjang peptida berbeda dari sFlt asli
diidentifikasi pada sampel plasma wanita preeklampsia dan dilepaskan dari
eksplan plasenta. sFlt-1 dipercaya berhubungan erat dengan tingkat keparahan
penyakit. Kadar sFlt-1 pada ibu hamil dengan preeklampsia akan menurun jika
bayi dan plasenta sudah dilahirkan. Selain itu, pada ibu nullipara didapatkan kadar
sFlt-1 yang lebih tinggi dibanding ibu multipara. Maynard et al, mengatakan
bahwa mRNA dari sFlt-1 diproduksi oleh plasenta ibu hamil yang menderita
peeklampsia. Pada penelitian lebih lanjut, Maynard menemukan bahwa tikus
hamil yang mendapat suntikan adenovirus sFlt-1 menderita hipertensi dan
proteinuria, selain itu ditemukan juga endotheliolisis glomerulus dan beberapa
gejala patologis seperti pada preeklampsia.38-41

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.4 Struktur protein Flt-1 dan sFlt-1. Flt-1 memiliki 7 domain
Imunoglobulin G (IgG), yang dianggap memediasi ikatan ligan dengan VEGF dan
PlGF. Protein sFlt-1 memiliki 31 titik C-terminus unik yang berasal dari splicing
alternatif yang terdiri dari sedikit transmembran dan sitoplasma.42

Pada penelitian yang dilakukan oleh Staff et al, dikatakan bahwa sFlt-1
diproduksi sebagian besar berasal dari plasenta. Pada ibu dengan preeklampsia
didapatkan kadar sFlt-1 meningkat sebanyak 29 kali lipat dibandingkan kadar
sFlt-1 pada janin, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada peran dari janin dalam
menambah kadar sFlt-1 pada ibu hamil yang menderita preeklampsia.32

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.5 Skema patogenesis preeklampsia. Pada kehamilan normal,
konsentrasi sFlt-1 yang rendah akan memberikan sinyal pada VEGF dan PlGF.
Fenotip antikoagulan dan vasodilatasi dari endothelium yang sehat akan tercipta.
Pada preeklampsia, peningkatan produksi dan pelepasan faktor antiangiogenik
sFlt-1 dari plasenta akan menyebabkan penurunan bioavailabilitas VEGF dan
PlGF. Hal ini menyebabkan kerusakan aksis persinyalan VEGF/PlGF dan
disfungsi endotel lebih luas.43

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.6 Rasio serum sFlt-1/PlGF rata-rata pada minggu-minggu sebelum
onset munculnya tanda dan gejala klinis preeklampsia. Rasio rata-rata sFlt-1/
PlGF sebelum dan sesudah awitan (A), preterm dan (B), istilah preeklampsia
berdasarkan minggu sebelum preeklampsia diukur dengan menggunakan sistem R
& D ELISA generasi kedua untuk sFlt-1 dan PlGF.43

2.1.6. Soluble Endoglin (sEng)


sEng merupakan penanda anti-angiogenik lainnya yang kadarnya
meningkat pada preeklampsia serupa dengan sFlt-1. sEng merupakan bentuk

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


truncated dari endoglin (CD105), suatu reseptor permukaan sel untuk
transforming growth factor-β (TGF-β). sEng mengamplifikasikan kerusakan
pembuluh darah yang dimediasi oleh sFlt-1, sehingga mengindukasi sindrom yang
menyerupai preeklamsia berat dengan manifestasi klinis menyerupai sindrom
HELLP. Sama seperti sFlt-1, kadar sEng bebas meningkat beberapa minggu
sebelum awitan preeklampsia dan meningkatnya kadar sEng dapat dijumpai pada
penurunan perfusi tekanan uterus tikus preeklampsia.44
Gen endoglin manusia terletak pada kromosom 9 yang ada pada pita
genetik 9q34.11. Ekspresi gen endoglin biasanya rendah pada keadaan sel endotel
yang tidak aktif (resting endothelial cells). Pada saat neoangiogenesis dimulai
maka sel endotel menjadi aktif di tempat-tempat seperti pembuluh darah tumor,
jaringan yang meradang, kulit dengan psoriasis, cedera vaskular dan
embriogenesis. Ekspresi pada sistem vaskular dimulai sekitar 4 minggu dan
berlanjut setelahnya. Sel-sel lain di mana endoglin disekresikan terdapat pada
monosit, terutama yang melakukan transisi menjadi makrofag, kadar yang sedikit
pada sel otot polos normal, kadar tinggi pada sel otot polos pembuluh darah, dan
jaringan ginjal dan hati yang mengalami fibrosis. Endoglin pertama kali
diidentifikasi menggunakan antibodi monoklonal (mAb) 44G4 dan telah
ditemukan lebih banyak cara untuk mengidentifikasinya dalam jaringan. 45
Endoglin atau CD105 adalah glikoprotein transmembran homodimerik
180-kDa yang diekspresikan terutama dalam sel endotel. sEng adalah molekul
yang berfungsi sebagai koreseptor permukaan sel untuk mentransformasikan
isoform faktor pertumbuhan TGF-β 1 dan TGF-β 3, yang diekspresikan dalam sel
endotel dan sinsitiotropoblas dan memodulasi tindakan TGF-β 1 dan TGF-β 3.
Endoglin mengikat TGF-β pada reseptor TGF-β. Karena isoform terlarut
mengandung domain pengikat TGF-β, maka Endoglin dapat mengikat TGF-β
yang bersirkulasi dan menurunkan kadarnya dalam sirkulasi. Endoglin memiliki
afinitas tinggi terhadap reseptor TGF-β 3 dan reseptor TGF-β 1 dan afinitas
rendah terhadap reseptor TGF-β 2.46
Eng memodulasi pensinyalan TGF-β dengan berinteraksi pada reseptor
TGF-β 1 dan 2. Mutasi pada gen yang mengkode sEng dikaitkan dengan penyakit
herediter haemorrhagic telangiectasis type 1 (HHT1) yang merupakan penyakit

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


autosomal dominan dengan kelainan vaskular yang ditandai telangiektasis fokal
dan malformasi arteriovenosa. sEng diregulasi dalam jaringan yang mengalami
angiogenesis dan penghambatan ekspresi in vitro pada sel endotel yang akan
mengganggu proliferasi dan kelangsungan hidup sel. Pada penelitian lain telah
dilaporkan bahwa ekspresi endotel Nitric Oxide Synthase (eNOS) berkurang dan
sintesis NO terganggu pada tikus.57,58 Selanjutnya, sel endotel yang diisolasi dari
tikus Eng (+/-) menunjukkan penurunan proliferasi dan migrasi, gangguan
pembentukan kapiler dan penurunan aktivitas eNOS dan sekresi VEGF.
Perubahan ini dikaitkan dengan penurunan pembentukan pembuluh
darah/angiogenesis in vivo, menunjukkan bahwa Eng memainkan peran utama
dalam angiogenesis.47,48
Pada penelitian terbaru dikatakan bahwa plasenta pada preeklamsia
mengekspresikan lebih banyak mRNA sFlt-1 dan sEng. Lebih lanjut, rekombinan
sEng dan sFlt-1 menginduksi fenotipe pada tikus hamil yang mirip dengan
gambaran klinis preeklamsia pada manusia. Studi in vitro menunjukkan bahwa
sEng menghambat pensinyalan TGF-β 1 dan memblokir aktivasi sintase oksida
nitrat yang dimediasi TGF-β 1 dalam sel endotel. Selain itu, dikatakan bahwa
sEng mengganggu proliferasi endotel dan pembentukan kapiler. Sementara
percobaan ini mendukung peran patogenik sEng pada preeklamsia, mekanisme
kerja sEng yang sebenarnya masih belum diketahui dengan pasti. sEng
memainkan efek anti angiogenik dan efek pro-hipertensi pada preeklamsia melalui
pengikatan pada molekul yang bersirkulasi seperti TGF-β 1, sehingga mencegah
pengikatan molekul-molekul ini ke membran sel Eng, dan menurunkan efek
proangiogenik dan vasodilatasi dari TGF-β 1 pada endotel normal. Perlu diketahui
varian membran Endoglin dengan domain sitosol pendek juga menunjukkan efek
angiogenik berlawanan dari sEng. Pada studi lain, peran sEng dalam patogenesis
preeklamspia ditemukan dalam darah wanita dengan preeklamsia hingga 3 bulan
sebelum tanda-tanda klinis dari kondisi preeklampsia, tingkatnya dalam darah ibu
berkorelasi dengan keparahan penyakit dan tingkat sEng dalam darah turun
setelah melahirkan.20,47

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.7 Diagnosis
Preeklampsia merupakan suatu diagnosis klinis. Dulu kriteria penegakan
diagnosis preeklampsia adalah dengan adanya pemeriksaan tekanan darah
≥140/90 mmHg pada setidaknya dua kali pemeriksaan tekanan darah setidaknya 4
jam setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal dengan proteinuria yang signifikan (≥300 mg/24 jam) atau
rasio protein-kreatinin ≥0,3 atau pembacaan hasil dipstik urin 1+ dan tekanan
darah ≥160/110 mmHg masuk dalam kriteria preeklampsia berat. Jika proteinuria
tidak ditemukan, kriteria hipertensi onset dini diikuti dengan trombositopenia
(trombosit <100.000/µL), insufisiensi renal (kreatinin serum >1,1 mg/dL tanpa
ada penyakit renal), gangguan fungsi hati (meningkatnya enzim hati dua kali lipat
dari kadar normal), edema paru dan simptom serebral maupun simptom visual
dapat diklasifikasikan ke dalam preeklampsia berat. 18 Panduan terbaru
mengatakan bahwa diagnosis preeklampsia ditegakkan dengan hipertensi onset
baru berkaitan dengan adanya trombositopenia (<100.000/µL), peningkatan enzim
transaminase hepar lebih dari dua kali kadar normal, gangguan fungsi ginjal yang
ditandai dengan peningkatan kreatinin serum <1.1 mg/dL atau dua kali
peningkatan dari kadar normal jika ada penyakit ginjal lainnya, edema paru, dan
gangguan penglihatan onset baru atau gangguan serebral tanpa harus ada kriteria
proteinuria lagi.19
Selain klinis, penanda biologis juga dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis preeklampsia. Beberapa penanda biologis tersebut meliputi
faktor angiogenik VEGF, PlGF, flt-1, endoglin terlarut, P-selectin, cells free fetal
DNA, ADAM12 (disintegrin dan metaloprotease 12), placental protein 13,
pentraxin 3, pregnancy-associated plasma protein A. Semakin tinggi kadar serum
sFlt-1 semakin tinggi tingkat keparahan preeklampsia. Kadar P1GF tampak
rendah selama preeklampsia terjadi.11,32 Pemeriksaan lain yang dapat membantu
adalah pemeriksaan ultrasonografi Doppler terhadap arteri uterina yang
menunjukkan adanya insufisiensi sirkulasi.49

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.7 Kriteria diagnostik severe preeklampsia

Tabel 2.3 Kriteria Diagnostik Preeklampsia.50

2.1.8 Diagnosis Banding


Preeklampsia dapat didiagnosis banding dengan: 51
a. Acute fatty liver of pregnancy
Penyakit ini jarang namun memiliki komplikasi fatal pada trimester ketiga,
sering terjadi pada wanita nulipara dan kehamilan multipel. Onset klinis
terjadi pada usia kehamilan 27-40 minggu atau pasca persalinan dengan

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


gejala klinis dalam 1-2 minggu mengalami riwayat malaise, anoreksia,
nausea, muntah, nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas abdomen, nyeri
kepala, atau ikterik, hipertensi, proteinuria, ascites dan perdarahan. Hasil
laboratorium menunjukkan adanya hemokonsentrasi, leukositosis,
trombosit dapat normal atau rendah, fibrinogen rendah, PT memanjang,
antitrombin rendah, enzim hati akan meningkat. Dibutuhkan pemeriksaan
pencitraan seperti ultrasonografi dan biopsi hepar merupakan baku emas
diagnosis penyakit ini.
b. Mikroangiopati trombotik
Penyakit ini terdiri dari trombotik trombositopenia purpura dan sindrom
uremik hemolitik yang jarang terjadi pada kehamilan dan pasca persalinan.
Dapat ditemukan tingginya trombomodulin protein membran endotel dan
faktor von Willebrand pada serum maternal. Penyakit ini ditandai dengan
trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopati, abnormalitas
neurologi, demam, disfungsi renal, edema, perdarahan dan hipertensi.
c. Eksaserbasi lupus eritematosa sistemik
Penyakit ini merupakan penyakit autoimun yang sering menyerang wanita
usia reproduksi dengan gejala hipertensi, proteinuria, dan hematuria
mikroskopik. Pada kondisi eksaserbasi dapat terjadi trombositopenia.
Pasien lupus memiliki lesi kulit yaitu malar rash dan discoid tipikal serta
ada gejala sendi dan demam selama flare.

2.1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan preeklampsia bertujuan untuk menghindari komplikasi
terhadap maternal seperti perdarahan serebral, edema paru dan eklampsia.
Penatalaksanaan definitif pada preeklampsia satu-satunya adalah dengan terminasi
kehamilan. Pengambilan keputusan untuk terminasi kehamilan harus
memperhatikan usia gestasi, tingkat keparahan preeklampsia, kondisi maternal,
serta kondisi fetus.20
Penatalaksanaan preeclampsia without severe feature sebelum usia
kehamilan 37 minggu dapat bersifat ekspektatif maupun definitif. Kortikosteroid
diberikan pada pasien dengan usia kehamilan <34 minggu untuk pematangan paru

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


janin. Agen antihipertensi masih kontroversial pada pasien preeclampsia without
severe feature. Beberapa pendapat mengatakan tidak perlu diberikan
antihipertensi namun beberapa pendapat mengatakan perlu diberikan
antihipertensi untuk pasien preeclampsia without severe feature. Pencegahan
eklampsia dengan MgSO4 tidak direkomendasikan pada preeclampsia without
severe feature. Monitoring ketat dibutuhkan untuk pasien preeclampsia without
severe feature unutk meningkatkan luaran kehamilan, meliputi evaluasi kondisi
klinis dua kali seminggu, pengukuran tekanan darah lebih sering, pemeriksaan
laboratorium sekali seminggu, kondisi janin dinilai setiap hari oleh ibu (gerakan
janin), pengukuran denyut jantung janin dua kali seminggu dan pemeriksaan USG
untuk menilai volume cairan amnion, pertumbuhan janin dan velosimetri arteri
umbilikus.19
Pasien preeclampsia with severe feature sebaiknya dirawat di rumah sakit
dengan perawatan intensif. Terminasi segera perlu dilakukan jika usia kehamilan
sudah >34 minggu dan sebelum usia kehamilan 24 minggu. Pada usia kehamilan
24-34 minggu, kortikosteroid diberikan untuk pematangan paru janin dan
sebaiknya persalinan ditunda setidaknya 48 jam jika memungkinkan untuk
mendapatkan efektivitas pematangan paru dengan steroid. Pilihan lain manajemen
terapi dapat bersifat ekspektatif yaitu dengan pemberian antihipertensi dan MgSO4
namun penundaan persalinan akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi
terhadap maternal. Kontraindikasi dilakukannya penanganan ekspektatif 48 jam
adalah pertumbuhan janin terhambat (< persentil 5), gawat janin, oligohidramnion
berat, reverse end diastolic flow pada arteri umbilikal yang diperiksa dengan USG
Doppler, adanya disfungsi renal yang baru, penyakit hepar, gangguan koagulasi,
ketuban pecah dini dan persalinan preterm. Terminasi kehamilan dilakukan
setelah stabilisasi kondisi maternal.19

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.8 Algoritma Penanganan Preeklampsia.41

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Panduan dari Society of Obstetric Medicine of Australia and New Zealand
(SOMANZ) mempertimbangkan pemberian terapi antihipertensi dapat dimulai
ketika tekanan darah berkisar antara 140/90-160/100 mmHg. Panduan National
Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) merekomendasikan
pemberian antihipertensi pada tekanan darah >150/100 mmHg. Panduan ACOG
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah
≥160/110 mmHg. Target tekanan darah adalah 130-150/80-100 mmHg dengan
penurunan tekanan darah sebanyak 10-20 mmHg setiap 10-20 menit dan agen
antihipertensi yang dapat digunakan meliputi hidralazin, labetalol, nifedipine,
nicardipine, metildopa dan clonidine. Angiotensin Converting Enzyme-Inhibitor
(ACE-I) dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) menjadi kontraindikasi pada
preeklampsia.20

Tabel 2.4 Agen anti hipertensi pada kehamilan.24

Magnesium sulfat digunakan untuk mencegah terjadinya kejang. Pada


kasus preeklampsia berat, pemberian MgSO4 direkomendasikan sampai
setidaknya 24 jam. Magnesium merupakan antagonis kalsium dan memiliki efek
vasodilatasi, dapat menurunkan permeabilitas sawar darah otak, membatasi edema
vasogenik dan memiliki perangkat antikonvulsan karena bekerja terhadap
aktivitas antagonis N-methyl-D-aspartate (NMDA). Selain itu, magnesium sulfat

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


juga memiliki efek neuroprotektor terhadap fetus. Penilaian refleks patella,
saturasi oksigen, frekuensi nafas, keluaran urin, tekanan darah, denyut jantung dan
tingkat kesadaran perlu dilakukan untuk menilai ada tidaknya toksisitas dari
magnesium. Antidotum yang digunakan adalah calcium gluconas dengan dosis
1 gram diberikan dalam 10 menit. Magnesium sulfat sebaiknya diberikan selama
persalinan dan 24 jam setelah persalinan. Dosis pemberian magnesium sulfat
adalah dosis inisial sebanyak 4-6 gram diberikan secara bolus dalam 30 menit dan
dosis maintenance sebanyak 1-2 gr/jam diberikan selama 24 jam dan jika terjadi
kejang berulang, diberikan 2-4 gram dalam 5 menit.19
Kondisi trombositopenia pada maternal oleh beberapa data dianjurkan
pemberian kortikosteroid yang bermanfaat untuk meningkatkan jumlah hitung
trombosit. Pemberian cairan intravena harus mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian terhadap terjadinya kerusakan ginjal atau edema paru dan tidak
direkomendasikan pada wanita dengan fungsi ginjal yang normal. Persalinan
perabdominal dilakukan jika ada indikasi obstetri. Persalinan secara pervaginam
dengan mempersingkat kala II dapat dilakukan selama memungkinkan; indikasi
seksio sesarea pada preeklampsia sama dengan pada ibu hamil tanpa
preeklampsia. Pemberian analgesia dan anestesi secara epidural atau spinal-
epidural dapat diberikan pada wanita dengan preeklampsia namun harus
mempertimbangkan kadar trombosit karena ditakutkan adanya perdarahan pada
ruang epidural yang dapat menyebabkan kompresi saraf spinalis. Neuraxial
anestesi dapat dilakukan jika kadar trombosit > 80.000/µL dan fungsi koagulasi
dalam rentang normal.47 Agen uterotonika yang utama pada preeklampsia adalah
oksitosin sementara ergometrin umumnya dikontraindikasikan karena memiliki
efek vasokonstriksi yang dapat meningkatkan tekanan darah maternal. 50
Untuk perempuan yang didiagnosis dengan preeclampsia without severe
feature, persalinan umumnya direkomendasikan pada usia kehamilan 37 minggu
sementara untuk wanita dengan preeclampsia with severe feature persalinan
direkomendasikan dilakukan pada usia kehamilan 34 minggu. Namun, persalinan
dapat dilakukan sesegera mungkin jika ada indikasi maternal ataupun fetal seperti
pada yang tercantum dalam gambar berikut ini. Jika ada kontraindikasi, induksi

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


persalinan dengan tujuan untuk persalinan pervaginam dilakukan jika
memungkinkan.15

Tabel 2.5 Indikasi Persalinan Jika Usia Gestasi <34 Minggu pada Preeklampsia 15

Semua wanita yang didiagnosis preeklampsia tanpa gejala berat harus


mendapat pemantauan yang ketat sampai persalinan dilakukan. Fetal non-stress
testing (kardiotokografi) dan evaluasi terhadap indeks cairan amnion dilakukan
untuk menilai perfusi plasenta dan perawatan dilakukan di rumah sakit.
Pemantauan laboratorium dilakukan setiap minggu pada preeklampsia tanpa
gejala berat untuk menilai ada tidaknya kerusakan organ dan untuk preeklampsia
dengan gejala berat evaluasi laboratorium.15
Pada wanita dengan preeklampsia, tekanan darah biasanya turun dalam 48
jam setelah melahirkan namun dapat kembali meningkat setelah 3-6 hari pasca
melahirkan dan preeklampsia juga dapat timbul sampai 4 minggu setelah
persalinan. Oleh karena itu, dianjurkan pentingnya memantau tekanan darah
secara ketat setelah persalinan. Pemberian agen antihipertensi dianjurkan bila
didapati tekanan darah tetap pada >150/100 mmHg pada setidaknya dua kali
pengukuran dengan interval 4-6 jam yang harus diturunkan dalam 1 jam. ACE-I
aman digunakan pada ibu menyusui namun perlu dihindari penggunaan clonidine.
Penggunaan metildopa masih kontroversial pada periode pasca persalinan. Ketika
tekanan darah dapat dikontrol dengan adekuat selama setidaknya 48 jam, terapi
dapat diturunkan secara progresif. Selama masa pasca persalinan, penggunaan anti
inflamasi non steroid perlu dihindari. Jika tidak ada kontraindikasi,
tromboprofilaksis masa pasca persalinan dengan heparin LMWH perlu diberikan

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


khususnya bagi ibu yang tirah baring lebih dari 4 hari atau setelah seksio
sesarea.52

Tabel 2.6 Terapi Antihipertensi Pasca Persalinan20

Wanita dengan preeklampsia memiliki risiko tinggi terhadap terjadinya


penyakit kardiovaskular di masa depan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemantauan kesehatan rutin dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala
setiap tahun, pengukuran profil lipid, glukosa puasa dan pengukuran antropometri
terhadap indeks massa tubuh20

2.1.10. Komplikasi
Beberapa komplikasi akibat preeklampsia yang dapat terjadi pada maternal
adalah kejang, stroke hemoragik, gagal ginjal, gagal hati, ruptur hepar, koagulasi
intravaskular diseminata, ablasio retina, buta kortikal dan edema paru. Selain itu,
komplikasi jangka panjang preeklampsia terhadap maternal adalah peningkatan
risiko terhadap terjadinya penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Selain
terhadap maternal, preeklampsia juga berdampak buruk terhadap fetus,
menyumbang sekitar 5% terhadap kematian janin dalam kandungan, persalinan
preterm, pertumbuhan janin terhambat dan luaran neonatus yang buruk seperti
enterokolitis nekrotikans, sindrom distres pernapasan dan perdarahan
intraventrikular.20,53,54,55

2.1.11. Pencegahan dan Prognosis


Prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati juga digunakan dalam
penanganan preeklampsia. Langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan
adalah dengan memperhatikan asupan nutrisi maternal yang memenuhi kebutuhan
nutrisi baik makronutrien maupun mikronutrien, perawatan antenatal yang baik,

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan obat-obatan. Mikronutrien yang penting adalah vitamin D, vitamin C, vitamin
E, kalsium, asam folat, magnesium, omega 3 dan antioksidan seperti zinc,
selenium. Perawatan antenatal meliputi pemantauan berat badan dan tekanan
darah selama kehamilan. Aspirin menjadi salah satu agen preventif terhadap
terjadinya preeklampsiadan diberikan pada usia kehamilan < 16 minggu terhadap
wanita yang berisiko tinggi terjadinya preeklampsia dengan dosis rendah setiap
hari selama usia kehamilan 12-37 minggu. Obat-obatan seperti progesteron, donor
NO, diuretik dan LMWH menunjukkan efikasi dalam mencegah preeklampsia
(Karumanchi et al, 2015, Fisher et al, 2015, Suzuki et al, 2014). Statin diusung
menjadi protektor preeklampsia karena memiliki efek inhibisi terhadap sFlt-1 dan
promosi VEGF namun pernyataan tersebut masih dalam tahapan penelitian.
Restriksi asupan garam dan tirah baring selama kehamilan tidak memiliki
pengaruh terhadap pencegahan preeklampsia.14,22

Gambar 2.9 Pemantauan Rekurensi Preeklampsia.50

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2 Metformin
2.2.1 Farmakologi
Metformin biguanid (dimetil biguanid) adalah obat anti hiperglikemik oral
yang banyak digunakan pada terapi Non Independent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Metformin menurunkan level gula darah dengan cara memperbaiki
sensitivitas hepar dan jaringan perifer terhadap insulin tanpa mempengaruhi
sekresi insulin. Metformin tampaknya juga berpengaruh baik terhadap level lipid
dan aktivitas fibrinolitik, walau efek untuk jangka panjangnya belum jelas. 56
Metformin memiliki efikasi antihiperglikemik yang sama dengan
sulfonilurea pada pasien NIDDM obesitas dan non obesitas. Tetapi tidak seperti
sulfonilurea dan insulin, metformin tidak meningkatkan berat badan. Penambahan
metformin pada terapi antidiabet akan meningkatkan efikasi, jadi dapat berguna
pada NIDDM yang tidak dapat dikontrol oleh sulfonilurea tunggal dan dapat
menurunkan/meniadakan injeksi insulin setiap hari. Efek samping obat yang
reversibel pada terapi metformin dapat dikurangi dengan makan bersama
makanan/setelah makan, dosis rendah dan ditingkatkan sedikit-sedikit bila perlu.
Jarang terjadi asidosis laktat dan risiko dapat dikurangi dengan pengawasan
terhadap akumulasi obat/laktat didalam tubuh, metformin juga tidak menyebabkan
hipoglikemik.57

Gambar 2.10 Susunan biokimia metformin

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metformin juga dapat mempebaiki profil lipid plasma dan fibrinolitik yang
berkaitan dengan NIDDM, sehingga ada kemungkinan efeknya terhadap penyakit
kardiovaskular, karena tidak meningkatkan BB, maka metformin adalah obat first
line pada terapi pasien obesitas dengan NIDDM (tetapi juga baik untuk terapi non
obese).57
Merupakan satu-satunya golongan biquanid yang pada saat ini banyak
digunakan pada pasien DM tipe 2 dengan overweight dan obesitas. Obat ini
mempunyai peran yang penting dalam pengobatan sindrom resistensi insulin
tanpa gangguan toleransi glukosa, termasuk untuk pasien dengan derajat resistensi
insulin berat. Berbeda dengan golongan sulfonilurea, metformin menurunkan
kadar glukosa darah tanpa merangsang pelepasan insulin endogen. Metformin
tidak menurunkan kadar glukosa darah sampai dibawah kadar glukosa normal.
Walaupun mekanisme kerja metformin masih sering diperdebatkan, agaknya jelas
bahwa ia meningkatkan disposal glukosa secara langsung dijaringan perifer. Pada
pasien DM yang gemuk dengan resistensi insulin, metformin menekan produksi
basal glukosa hati, memperbaiki toleransi glukosa serta menurunkan kadar insulin,
kadar kolesteror, kadar trigliserida dan asam lemak bebas plasma.57
Cara kerja metformin sangat kompleks dan multifaktorial, walaupun
demikian hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa efek kerja utamanya ialah
meningkatkan pemakaian glukosa di jaringan perifer sehingga menurunkan
resistensi insuin. Beberapa penelitian lain telah mencoba menilai apakah
metformin dapat memperbaiki parameter metabolik pada orang gemuk non DM
dan pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa. Hasilnya menunjuk-kan
bahwa tekanan darah, metabolisme glukosa dan lemak membaik secara nyata,
meskipun tetap belum jelas apakah pengobatan tersebut dapat mencegah
progresifitas dari gangguan toleransi glukosa menjadi DM. Efek samping
metformin yang sering dijumpai ialah gejala pada gastrointestinal seperti mual
dan muntah, malabsorbsi vitamin B12 tidak terlalu sering, sedangkan kejadian
asidosis laktat sangat jarang.58

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.2 Farmakodinamik
Metformin terutama bereaksi untuk meningkatkan sensitifitas jaringan
perifer (otot dan skelet), hepar terhadap insulin.58
a. Tidak meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas dan tidak menimbulkan
hipoglikemia.
b. Meningkatkan ambilan glukosa oleh sel darah.
c. Meningkatkan transfor glukosa yang distimulasi Insulin melalui membran
sel.
d. Menurunkan level asam lemah bebas, Trigliserida, Low density lipoprotein
(LDL) dan meningkatkan High density lipoprotein (HDL).
e. Meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan menurunkan densitas platelet dan
agregasinya pada terapi > 3 gram / hari (6 bulan).

2.2.3 Farmakokinetik
a. Biovaibilitas oral 50-60%. Absorpsi selesai di saluran percernaan 6 jam.
b. Dosis tinggi malah kurang biovaibilitasnya (pada dosis 500-1500 mg).
c. Distribusi luas + tidak berikatan dengan protein plasma.
d. Tidak ada metabolit/konjugat.
e. Ekresi melalui renal, waktu paruh 4-8,7 jam. Memanjang pada gagal ginjal
dan berkorelasi dengan kreatinin klirens.58

2.2.4 Tolerabilitas
Efek samping obat bersifat reversibel, terutama dari saluran pencernaan
terjadi pada 5-20% pasien. Efek samping akan berkurang dengan makan obat
setelah makan/bersama dengan makanan. Dimulai dengan dosis rendah dan dapat
ditingkatkan bertahap. Diare pada 20% pasien dapat diturunkan dosisnya.
Diperkirakan hanya sekitar 5% yang tidak dapat mentoleransi terjadinya diare.58
Efek samping yang paling berat adalah asidosis laktat, namun ini jarang
ditemukan dan dapat dikurangi dengan mematuhi aturan pakai dan kontra
indikasinya (pada gagal ginjal, hepar dan pemakaian bersamaan dengan obat yang
meningkatkan produksi asam laktat). Tidak ada kejadian hipoglikemia dan
asidosis laktat pada penggunaan metformin.58

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.5 Efek terhadap metabolisme lipid
a. Menurunkan FFA, TG, kolesterol total, LDL, VDRL dan rasio LDL/HDL.
b. Meningkatkan HDL.58

2.2.6. Efek terhadap utilisasi dan metabolisme glukosa


a. Peningkatan utilisasi glukosa sampai 3%, pada terapi metformin dosis 0,5
– 3 gram/hari selama 6 minggu.
b. Respons maksimal pada dosis 1,5 gram/hari (53%)
c. Peningkatan ambilan glukosa yang distimulasi insulin berkisar dari 8-
29%, setelah terapi 0,5-3 gram/hari selama 12 minggu.
d. Penelitian dengan infus arginin untuk menstimulasi sekresi insulin
sebelum dan setelah terapi metformin 1,7 gram/hari selama 3 minggu,
menunjukkan penurunan pada hiperinsulinemia basal, peningkatan
sensitivitas jaringan terhadap insulin (penurunan level FFA basal,
penurunan peptida dan level insulin puasa dan perbaikan fase pertama
respon insulin pada test glukosa).58

2.2.7. Efek terhadap reseptor insulin


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metformin memperbaiki
pengikatan insulin ke reseptornya pada RBC dan monosit pada orang normal dan
pasien DM baik yang obese maupun yang tidak obese, juga meningkatkan jumlah
reseptor pada RBC, tetapi juga ada penelitian yang melaporkan bahwa tidak ada
perubahan. Tidak ada korelasi antara pengikatan insulin ke reseptor dengan
pebaikan metabolik dan klinis, sehingga diduga aksi langsung dari obat terjadi
pada level intraseluler, setelah pengikatan.57,58

2.2.8. Distribusi dan metabolisme


Didistribusikan dengan cepat dan berakumulasi di esofagus, gaster,
duodendum, kelenjar ludah dan ginjal, jaringan usus halus dapat menjadi depot
terpenting untuk terjadinya akumulasinya metformin. Tidak ada ikatan dengan
protein plasma, tetapi peningkatan rasio konsentrasi metformin pada darah sama
dengan di dalam plasma setelah 24 jam, terlihat pada dosis oral 1,5 gram tunggal

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


yang menunjukkan pengikatan/kaitan obat yang rendah dengan sel darah.
Metformin tidak mengalami metabolisme dan tidak ditemukan
metabolit/konjugatnya.59

2.2.9. Ekskresi
Melalui renal dan waktu paruhnya 4-8,7 jam setelah pemberian oral pada
orang yang sehat, memanjang pada pasien gagal ginjal dan berkorelasi dengan
rkeatinin klirens. Terdapat fase eliminasi lanjut dengan waktu paruh 0,9-19 jam.
Range untuk klirens renal dan total adalah 20,1-36,9 l/h dan 26,5-42,4 l/h, yang
menunjukkan adanya sekresi metformin melalui tubulus. Tidak ada mengenai
sekresi metformin pada ASI/melalui plasenta.59

2.2.10. Interaksi obat

a. Akarbose inhibitor α glukosidase: menurunkan biovabilitas metformin.


b. Guargum + metformin + standar meal: menurunkan secara bermakna
tingkat absorpsi metformin dibandingkan pemberian metformin saja.
c. Simetidin menurunkan sekresi tubuler metformin.
d. Meningkatkan dosis yang diperlukan pada antikoagulan phenprocoumen
oral karena metformin meningkatkan eliminasi obat ini.59

Metformin merupakan derivat biguanid yang mempunyai mekanisme kerja


langsung terhadap organ sasaran. Pemberiannya pada orang non diabetik tidak
menimbulkan penurunan kadar glukosa darah, tetapi sediaan biguanid ternyata
menunjukkan efek potensiasi dengan insulin. Pada penyelidikan in vitro ternyata
biguanid merangsang glikolisis anaerob, dan anaerobs tersebut mungkin sekali
berakibat lebih banyaknya glukosa memasuki sel otot. Penyerapannya melalui
usus baik sekali. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal atau sistem
kariovaskuler, pemberian buiguanid dapat menimbulkan peninggian kadar asam
laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit
dalam cairan badan. Sediaan biguanid tidak boleh diberikan pada penderita
dengan penyakit hati berat, penyakit ginjal dengan uremia, penyakit jantung
kongestif.60

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.3 Hubungan Metformin dengan Preeklampsia
Metformin memiliki lebih dari satu mekanisme kerja. Peningkatan
sensitivitas insulin pada otot rangka dan hati, peningkatan pembuangan glukosa,
dan penurunan produksi glukosa hati adalah efek yang terkait dengan
metabolisme glukosa. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
metformin dapat memiliki efek penurun tekanan darah. Percobaan pada hewan
menunjukkan efek penurunan tekanan darah oleh metformin. Efek ini bisa
dimediasi oleh tindakan vasodilatasi sekunder untuk meningkatkan produksi
oksida nitrat oleh otot polos pembuluh darah dan penurunan kadar katekolamin
plasma. Preeklampsia adalah komplikasi kehamilan yang serius, dimana secara
global dapat terjadi pada >100 ibu dan 400 kematian perinatal setiap hari.10-16
Yang penting langkah dalam kondisi patofisiologis mungkin iskemia/hipoksia
plasenta, yang menyebabkan pelepasan (sFlt-1) dan (sEng) ke sirkulasi ibu. Ini
menyebabkan disfungsi endotel yang mengarah ke multisistem cedera organ.61
Obat yang aman dalam kehamilan, mengurangi sekresi sFlt-1 dan sEng
plasenta, itu menyelamatkan disfungsi endotel, angiogenik mungkin efektif dalam
pengobatan atau pencegahan preeklampsia. Penggunaan obat-obatan yang
menghambat Hypoxia-inducible factor 1-α (HIF-1α) dapat digunakan untuk
mengobati preeklampsia.61
HIF-1α meningkat dengan iskemia/hipoksia dan memfasilitasi sekresi
sFlt-1. Oleh karena itu, obat yang menghambat aktivitas HIF1α dapat menurunkan
sekresi sFlt-1. Bahkan, penghambat HIF1α (YC-1 dan ouabain) dinyatakan dapat
mengurangi sekresi sFlt-1 pada jaringan plasenta. Namun, keamanan YC-1 dan
ouabain dalam kehamilan belum diketahui dan masih dalam uji klinis untuk
digunakan dalam kanker paru.61
Metformin adalah agen hipoglikemik oral yang digunakan untuk
pengobatan diabetes gestasional. Hasil penelitian terbaru melaporkan bahwa
metrforimin dapat mengurangi metastasis pada kanker payudara dan kanker
prostat. Penemuan ini memperbaharui penelitian lebih lanjut eksplorasi
mekanisme aksinya; baru-baru ini terbukti menghambat HIF1α oleh memblokir
kompleks I mitokondria rantai transpor elektron. Oleh karena itu, beberapa

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


peneliti berhipotesis bahwa metformin dapat mengurangi sekresi sFlt-1 pada
wanita dengan preeklampsia.61
Metformin telah dilaporkan memiliki sifat vasoprotektif; epidemiologis
penelitian telah menunjukkan bahwa metforminmengurangi morbiditas
kardiovaskular pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik dan diabetes
mellitus dikaitkan dengan kemampuannya untuk mengurangi Vascular Cell
Adhesion Molecule 1 (VCAM-1) yang merupakan molekul yang diekspresikan
pada permukaan luminal pembuluh darah di adanya peradangan dan meningkat
pada preeklampsia. Metformin juga telah dilaporkan menginduksi vasodilatasi
pembuluh tikus diabetik.61
Metformin mengurangi sFlt-1 dan sEng dari sel endotel primer, sel
sitotrofoblas vili dan eksplan preterm plasenta preeklampsia preterm. sFlt-1 dan
sEng diselamatkan oleh administrasi succinate, yang menunjukkan bahwa efek
metformin pada sFlt-1 dan sEng kemungkinan akan diatur pada tingkat
mitokondria.61
Metformin telah dilaporkan memiliki sifat vasoprotektif, studi
epidemiologi telah menunjukkan bahwa itu mengurangi morbiditas
kardiovaskular pada pasien dengan sindrom ovarium polikistik dan diabetes
mellitus. Hal ini dikaitkan dengan kemampuannya untuk mengurangi Vascular
Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1), yang merupakan molekul yang
diekspresikan pada permukaan luminal pembuluh darah dengan adanya inflamasi
dan meningkat pada preeklampsia. Metformin juga terbukti dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah tikus dengan diabetes.61
Metformin memiliki lebih dari satu mekanisme kerja. Peningkatan
sensitivitas insulin pada otot rangka dan hati, peningkatan pembuangan glukosa,
dan penurunan produksi glukosa hati adalah efek yang terkait dengan
metabolisme glukosa. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
metformin dapat memiliki efek penurun tekanan darah. Pada penelitian yan
dilakukan Muntzel dkk, percobaan pada hewan menunjukkan efek penurun
tekanan darah dari metformin. Efek ini bisa dimediasi oleh tindakan vasodilatasi
sekunder untuk meningkatkan produksi oksida nitrat oleh otot polos pembuluh
darah dan penurunan kadar katekolamin plasma.62

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mitokondria terbukti mengatur sekresi sFlt-1 dan sENG, kami berhipotesis
bahwa plasenta preeklamsia dapat meningkatkan aktivitas rantai transpor elektron
mitokondria. Oleh karena itu kami membandingkan aktivitas rantai transpor
elektron mitokondria di plasenta preeklamsia prematur (n 1⁄4 23) dan kehamilan
normotensi yang cocok dengan plasenta kontrol preterm (n 1⁄4 25). Kami
mengamati peningkatan aktivitas rantai transpor elektron mitokondria di plasenta
preeklamsia untuk semua 4 kompleks, dan ini signifikan untuk kompleks II. Oleh
karena itu, aktivitas rantai transpor elektron mitokondria dapat meningkat pada
plasenta preeklamsia prematur.61

2.4 Tikus Model Preeklampsia


Tikus galur Rattus Norvegicus merupakan salah satu hewan yang banyak
digunakan sebagai hewan coba. Tikus dewasa jenis ini memiliki berat badan
berkisar antara 200-400 gram dengan ukuran jantan umumnya lebih besar
dibandingkan betina pada usia 9 minggu serta memiliki warna tubuh putih
(albino) dengan mata yang merah. Tikus ini merupakan hewan sosial dan
dikandang dalam bentuk pasangan pada kelompok kecil. Social housing lebih
direkomendasikan dibandingkan single housing. Tikus ini jarang berkelahi satu
dengan lainnya. Sebagian besar tikus ini jinak dan memiliki rasa penasaran yang
tinggi serta mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan. Tikus merupakan
hewan nokturnal dan lebih banyak tidur pada siang hari. Tubuh tikus memiliki
kepala yang lebih mengerucut dan panjang, dengan tubuh silindrikal, kaki yang
pendek, ekor yang panjang dan rambut yang jarang. Kandang tikus umumnya
harus berdasar padat. Perilaku normal tikus terdiri dari mengunyah, mencari
makan dan membangun sarang.63

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 2.7 Ciri Tikus Sehat.63

Perawatan pada tikus adalah dengan menyediakan kandang berukuran


sekitar 30 cm x 40 cm x 15 cm dengan dasar kandang diberikan alas sekam yang
diganti setiap 3 hari atau jika sudah kotor. Tikus dipelihara pada ruangan bersuhu
22-24°C dengan siklus gelap-terang 12-12 jam (lampu dihidupkan pada pukul
7 pagi dan dimatikan kembali pada pukul 7 malam). Kelembaban dipertahankan
sekitar 55%. Aklimatisasi dilakukan sekitar 5-7 hari. Pakan diberikan adalah
pakan yang bebas antibiotik, diberikan secara ad libitum dengan perhitungan
sekitar 15-20% dari berat badan. Air yang diberikan adalah air kemasan secara ad
libitum. Limbah hewan coba baik sekam, kotoran dan jasad dikelola dengan
incinerator untuk mencegah kontaminan yang mungkin terjadi. 63
Tikus betina galur Rattus Norvegicus merupakan salah satu tikus yang
banyak digunakan dalam penelitian pada tingkat hewan coba, termasuk pada
bidang obstetri dan ginekologi yang menyangkut plasenta. Untuk membuat tikus
betina hamil, tikus berusia 10 minggu dimasukkan ke dalam kandang yang telah
diatur tingkat kelembaban dan cahayanya. Tikus betina dikandang bersama
dengan tikus jantan selama semalam hingga maksimal satu minggu dengan rasio
1:1 s/d 1:3. Vaginal spermatozoa digunakan sebagai penanda untuk menilai
keberhasilan kehamilan dan hari dimana ditemukannya spermatozoa pada vagina
disebut dengan hari kehamilan 0 (GD0).64 Pengukuran sperma pada swab vagina
dilakukan setiap hari pada pagi hari setelah tikus betina dikandang bersama tikus
jantan. Tikus betina menerima tikus jantan sebagai pasangan hanya pada akhir

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


jam ke 12 periode preliminer proestrus. Ovulasi terjadi sekitar 10 jam setelah
onset estrus. Sperma bermigrasi dari uterus ke oviduk sekitar 15 menit setelah
kopulasi. Pada satu jam setelah kopulasi, sperma dapat ditemukan di sepanjang
oviduk dan pada tiga jam setelah kopulasi, sekitar 90% ova difertilisasi. Usia
kehamilan diukur dari waktu terjadinya konsepsi yang ditandai dengan hari
embrionik pertama. Pada 24 jam setelah konsepsi dan hari kedua mulai, embrio
mengalami pembelahan menjadi tahapan dua sel. Pada awal hari ke 4, embrio
(morula yang terdiri dari 12-16 sel) mulai memasuki uterus. Implantasi umumnya
dimulai pada hari ke 5 saat embrio mengendap ke dalam dinding uterus maternal.
Implantasi terjadi ketika blastokista terimplantasi di endometrium. Pada poin
tersebut, blastokista mengarahkan dirinya dengan inner cell mass menghadap
jaringan maternal yang mendasari. Estrogen dan kondisi hormonal lain pada
uterus mempengaruhi kecepatan perkembangan setelah implantasi. Selama hari ke
6, blastokista meningkat dalam ukuran dan elongasinya. Tempat implantasi dapat
dilihat secara visual pada hari ke 7. Selama hari ke 9 dan 10, awal terjadinya
pembentukan somit. Somit, yang merupakan bentuk terbentuknya kedua sisi dari
saraf embrio tabung, berkembang menjadi bentuk tubuh eksternal saat mereka
berubah menjadi massa otot terhubung ke saraf tulang belakang. Jumlah somit
meningkat pada kecepatan yang diketahui yang berguna untuk mendeteksi
perkembangan. Pada hari ke 15, kepala embrio tumbuh lebih cepat dibandingkan
bokong. Pada hari ke 16 terbentuk sendi-sendi besar dan pada hari ke 17 terbentuk
sendi-sendi kecil. Pada hari ke 22, aktivitas pembentukan darah terdeteksi di hepar
dan hari ke 22 merupakan rata-rata waktu terjadinya persalinan dengan masa
gestasi berkisar antara 21-23 hari.64
Pada tikus sekitar 100% implantasi embrio secara normal terjadi pada anti-
mesometrial side dari uterus dan diikuti dengan perkembangan cepat dari unit
uteroplasenta dari 1-2 mm pada hari ke 4 kehamilan sampai ukuran diameter
21-23 mm pada hari ke 21 kehamilan. Plasenta akhir terbentuk pada mesometrial
side. Kompleks uteroplasenta membentuk lapisan morfologi berbeda selama
perkembangan fetus. Dinding uterus tempat implantasi sedikit lebih terkompresi
dan memiliki stroma normal dengan kelenjar stroma yang sedikit. Desidualisasi
adalah perubahan yang diinduksi oleh sekuensial normal dari pengaruh estrogen

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan progesteron dimana sel stroma bertransformasi menjadi sel kaya glikogen
yang besar dan pucat. Desidualisasi dari stroma terjadi pada hari ke 4-20. Pada
hari ke 4 kehamilan, tampak tanda pertama desidualisasi di sekitar pembuluh
darah. Pada hari ke 6, stroma melingkupi oosit yang terimplantasi dan kavitas
luminal terdiri dari sel desidua dengan nukleus yang bundar dan besar yang
voluminois dan memiliki jumlah nukleoli yang bervariasi serta sitoplasma yang
basofil. Mitosis sel desidua terjadi antara hari ke 6 dan 10 kehamilan.
Desidualisasi miometrium pada placental side terjadi pada hari ke 10-16. Pada
hari ke 8-12, jaringan embriofetal dikelilingi oleh trofoblas. Trager (sel trofoblas)
berkembang untuk menginduksi pembentukan plasenta. Pada hari ke 10, tipe kecil
dari trofoblas (sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas) melingkupi daerah ini dekat
dengan Trager yang menonjol. Ruang terisi dengan sel darah dibentuk pada sel
ini. Dari sel tersebut, terjadi perkembangan plasenta lebih lanjut. Trager lenyap
pada hari ke 12. Sejumlah trofoblas besar dengan aktivitas fagositik menginvasi
jaringan stroma dari Trager ke lateral dan ke arah antimesometrial dari hari ke 8
dan 10 dan pada hari ke 11 membran terluar dari embrio fetal ditutupi oleh lapisan
tunggal jernih dari trofoblas besar. Lapisan tersebut ada sampai akhir kehamilan.
Invasi trofoblas terjadi pada hari ke 14-21.29,65
Esti et al mengatakan usia kehamilan tikus berkisar 22 hari, dengan waktu
organogenesis didapatkan antara hari ke 8 sampai hari ke 16.83 Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Doridot et al, didapatkan tekanan darah yang
tinggi pada hari ke tiga kehamilan, dengan hipertensi berat pada hari ke 18
kehamilan. Serta pada penelitian yang dilakukan oleh Maynard et al, biasanya
didapatkan tekanan darah yang tinggi (MAP meningkat 34 mmHg) pada awal
trimester ketiga (hari ke 16).84
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, preeklampsia merupakan hasil dari
plasentasi yang tidak baik dan invasi trofoblas selama kehamilan, menyebabkan
penurunan aliran darah ke plasenta dan janin, menciptakan keadaan iskemik
plasenta. Iskemia plasenta pada tikus hamil, meningkatkan respon inflamasi
kronis pada ibu yang berkontribusi pada patofisiologi preeklampsia, termasuk
peningkatan tekanan darah arteri rata-rata (MAP), disfungsi endotel, angiotensin
II receptor type 1 autoantibody (AT1-AA), Endothelin-1 (ET-1), peradangan

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kronis dan stres oksidatif dan pertumbuhan janin terhambat (PJT). Pengembangan
model hewan yang merekapitulasi penyakit sangat penting. 66 Berbagai metode
dapat dilakukan untuk menciptakan keadaan iskemik plasenta pada tikus hamil.
Dengan ini, peneliti dapat menyelidiki mengenai iskemik plasenta yang mengarah
pada perkembangan hipertensi selama kehamilan, karena tikus ini
mengembangkan patofisiologi yang sama untuk wanita dengan preeklampsia.
Induksi mekanis iskemik plasenta dilakukan pada tikus Rattus Norvegicus yang
hamil.67
Pada tikus jenis Rattus Norvegicus dengan preeklampsia, aliran darah
uteroplasenta berkurang sekitar 40% dan meningkatkan tekanan darah sekitar
20-30 mmHg dibandingkan dengan tikus Rattus Norvegicus hamil normal. Tikus-
tikus ini juga menunjukkan karakteristik disfungsi endotel dengan pengurangan
bioavailabilitas NO dan peningkatan kontraktilitas sel otot polos vaskular.
Demikian pula untuk wanita dengan preeklampsia, peningkatan aktivitas reseptor
Ang II mengarah ke peningkatan produksi ET-1 di korteks ginjal, plasenta dan
dalam sirkulasi. ROS pada plasenta dan dalam sirkulasi meningkat pada tikus
dengan preeklampsia dibandingkan dengan tikus dengan kehamilan normal.
Selain itu, faktor anti-angiogenik seperti sFlt-1 dan sEng meningkat pada tikus
dengan preeklampsia, yang selanjutnya menyebabkan penurunan suplai darah ke
plasenta dan janin.67
Iskemia plasenta pada pasien preeklampsia menyebabkan peningkatan
sel-sel T inflamasi dan sitokin inflamasi disertai dengan penurunan sel-sel
pengatur dan sitokin regulasi, yang mengakibatkan keadaan peradangan kronis.
Ketidakseimbangan ini adalah dasar untuk pengembangan preeklampsia dan
diduga bertanggung jawab untuk beberapa patofisiologi yang terlihat selama
penyakit. Oleh karena itu, perubahan kekebalan yang terkait dengan preeklampsia
divalidasi pada tikus model preeklampsia untuk menunjukkan bahwa
ketidakseimbangan yang sama ini terjadi dalam repertoar imun mereka sebagai
akibat dari iskemik plasenta. Dibandingkan dengan tikus hamil normal, tikus
dengan preeklampsia menunjukkan keadaan inflamasi kronis. Peningkatan
inflamasi CD4 + T-sel terlihat pada tikus ini bersama dengan penurunan Tregs.
Selain itu, peningkatan sitokin inflamasi seperti TNF-α dan IL-6 dan IL-17 terlihat

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dalam sirkulasi tikus preeklampsia, sedangkan pengaturan sitokin, IL-10 dan IL-4,
menurun.66

2.4.1. Profil Tikus Normal dan Tikus Preeklampsia


Berbagai parameter fisiologis pada tikus jenis Rattus Norvegicus yang
normal dan dengan preeklampsia dapat dilihat pada tabel. Pada beberapa
penelitian eksperimental, terdapat peningkatan tekanan darah pada tikus dengan
preeklampsia, yang ditandai dengan peningkatan signifikan MAP tail-cuff pada
tikus dengan preeklampsia. Iskemik plasenta yang terjadi juga ditandai dengan
menurunnya berat plasenta akibat iskemik yang kemudian berpengaruh pada
perkembangan janin. Pada beberapa penelitian, terdapat penurunan signifikan
pada berat plasenta serta berat badan janin. Penanda preeklampsia lainnya, seperti
adanya proteinuria dan trombositopenia juga terjadi pada tikus dengan
preeklampsia. Gangguan fungsi ginjal, yang merupakan penanda preeklampsia
dengan gejala pemberat, juga terlihat pada beberapa penelitian pada tikus
preeklampsia. Gangguan fingsi ginjal tersebut ditandai dengan peningkatan
signifikan pada serum kreatinin dan rasio albumin:creatinin pada tikus model
preeklampsia.68

Tabel 2.8 Parameter Fisiologis Tikus Rattus Norvegicus Betina.68


Parameter Tidak Hamil Kehamilan Normal Preeklampsia
97 – 109 109 ± 6 – 88 ± 1 103 ± 6 – 126 ± 1
(Pridjian, 2006) (Pridjian, 2006) (Pridjian, 2006)
82,18±1,26 / 61,88±4,20
(Olatunji-Bello et al.,
2001)+
MAP 104,0 ± 14,0 131,8 ± 17,1
tail-cuff (Isler, 2003) (Isler, 2003)
(mmHg) <110 >110**
(LaMarca, 2005) (LaMarca, 2005)
94,7 ± 3,8 141,4 ± 9,4*
(Brosnihan, et al., 2010) (Brosnihan, et al., 2010)
109 ± 2 125 ± 3
(Vaka, 2017) (Vaka, 2017)

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


< 100 > 110
(Leaw, 2018) (Leaw, 2018)
104 – 172 (114)
(Harlan, 2018)
Denyut jantung 301 – 420 (397)
(denyut/menit) (Harlan, 2018)
Suhu Rektal 37.28 ± 0.35
(⁰C) (Lillie, 1996)
1262,2 ± 278,4
(Taconic, 2018)
Trombosit 992,7 ± 293,3 975,9 ± 160,8
(x103/μL) (Isler, 2003) (Isler, 2003)
865 ± 50 < 400
(Sakawi et al., 2000) (Sakawi et al., 2000)
0,22 ± 0,07 15,15 ± 6,7
Proteinuria (mg/24 (Brosnihan, et al., 2010) (Brosnihan, et al., 2010)
jam) 2,5 ± 0,4 4,9 ± 0,5 8,0 ± 1,0
(Pridjian, 2006) (Pridjian, 2006) (Pridjian, 2006)
Rasio
< 2000 > 6000
albumin:creatinin
(Leaw, 2018) (Leaw, 2018)
(ug/mg)
0,3 ± 0,1
(Taconic, 2018)
Serum Kreatinin 0,8 ± 0,1 0,6 ± 0,03 0,5 ± 0,1
(mg/dL) (Pridjian, 2006) (Pridjian, 2006) (Pridjian, 2006)
0,49 ± 0,13 0,49 ± 0,11
(Isler, 2003) (Isler, 2003)
334,9 ± 22,7
(Marinoni, 2016)
Berat Badan (g)
223 ± 2
(Harlan, 2018)
Kenaikan Berat
80,6 ± 18,4
Badan Gestasional
(Marinoni, 2016)
(g)
2,7 ± 0,3 2,3 ± 0,3
Berat Badan Janin (Magnin, 2017) (Magnin, 2017)
(g) 4,52 ± 0,12 2,95 ± 0,07*
(Brosnihan, et al., 2010) (Brosnihan, et al., 2010)

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Panjang Badan 31,9 ± 1,6 29,2 ± 1,8
Janin (mm) (Magnin, 2017) (Magnin, 2017)
0,6 ± 0,1 0,6 ± 0,1
(Magnin, 2017) (Magnin, 2017)
0,41 ± 0,07
Berat Plasenta (g) (Marinoni, 2016)

0,6 ± 0,01 0,47 ± 0,01*


(Brosnihan, et al., 2010) (Brosnihan, et al., 2010)
+
Keterangan : MAP : mean arterial pressure; TD sistolik/diastolik; *p<0,01;
**p<0,05.

Pengukuran tekanan darah sistolik pada tikus coba dapat dilakukan dengan
beberapa metode seperti menggunakan tail-cuff plethysmography contohnya BP-
98A; Softron, Tokyo, Japan, menggunakan pneumatic tail-cuff device dari
Harvard Apparatus II, South Natick, MA, menggunakan telemetri,
photoplethysmography, piezoplethysmography dan volume pressure recording.
Secara singkat, pada pengukuran tekanan darah menggunakan tail-cuff
plethysmography, tikus coba akan dihangatkan hingga suhu 380C dan tekanan
darah sistolik akan dinilai secara kontinu sebanyak 15 kali, dimana 3 nilai variasi
kontinu kurang dari 6 mmHg kemudian dicari nilai rata-ratanya dan hasilnya
dinilai sebagai tekanan darah sistolik tikus coba. Nilai normal tekanan darah tikus
adalah 129/91 mmHg dengan denyut jantung 350-450 kali per menit.69,70

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.12 Cara Mengukur Tekanan Darah Tikus.69

Urin tikus kemudian ditampung mulai pukul 20.00-10.00 setiap tiga hari
sekali dengan bendungan ditampung secara individual pada kandang metabolik
tanpa makanan. Kadar protein urin diukur dengan menggunakan metode
pyrogallol red dan konsentrasi kreatinin urin dinilai dengan menggunakan
creatinine assay kit seperti Jiancheng Bioengineering Institute China.96 Setelah
penyuntikan lipopolisakarida secara intravena melalui vena ekor tikus pada hari
ke 3 kehamilan, diagnosis preeklampsia ditegakkan bila ditemukan adanya
hipertensi dan proteinuria serta trombositopenia, abnormalitas enzim hepar dan
penurunan invasi trofoblas.71
Pada penelitian dengan tikus model preeklampsia, hewan ditempatkan di
ruangan yang dikendalikan suhu (23°C/75°F), dengan siklus gelap-terang 12:12,
dengan akses bebas terhadap makanan dan minuman. Semua prosedur

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


eksperimental yang dilaksanakan dalam penelitian ini sesuai dengan pedoman
National Institutes of Health untuk penggunaan dan perawatan hewan.71
Tikus banyak digunakan dalam penelitian klinik sebagai sebuah sampel
penelitian. Pada penelitian yang melibatkan plasenta, tikus digunakan karena
memiliki tipe plasenta hemokorial yang mirip dengan manusia dan plasentanya
menampilkan invasi trofoblas interstisial dan endovaskular serta remodeling arteri
maternal walaupun lebih kecil dari manusia. Model tikus untuk menggambarkan
invasi trofoblas biasanya diberikan doksisiklin terhadap tikus hamil. Pemberian
doksisiklin sebagai inhibitor matriks metaloproteinase dan menurunkan
remodeling arteri spiralis dan invasi trofoblas yang nantinya dapat membuat tikus
menjadi preeklampsia. Selain itu, membuat ekspresi berlebihan dari faktor
antiangiogenik pada hewan coba dapat menyebabkan timbulnya preeklampsia.
Cara lain adalah dengan pembedahan untuk memperkecil arteri uterina sehingga
terjadi penurunan tekanan perfusi uterus yang berakhir dengan preeklampsia.
Pemberian endotoksin dosis rendah dapat menyebabkan hipertensi dan proteinuria
namun tidak peningkatan faktor antiangiogenik. Pemberian infus TNF-α dan IL-6
juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah dan proteinuria
pada tikus hamil.72 Cara lain membuat tikus menjadi preeklampsia adalah
memberikan sFlt-1-expressing adeno-virus yang menyebabkan tingginya sirkulasi
sFlt-1 pada pemberian hari ke 8-9 gestasi dan berakhir dengan hipertensi,
proteinuria dan endoteliosis glomerular pada hari ke 16-17 gestasi. Hiperstimulasi
simpatetik pada tikus hamil dengan induksi stres kronik melalui kebisingan
intermitten atau padat penduduk kandang dapat menyebabkan terjadinya
preeklampsia pada tikus. Hiperstimulasi simpatetik dilakukan dengan stimulasi
ganglion celiac dengan lipopolisakarida bakteri atau kalium klorida. Penyuntikan
dosis ultra rendah dari lipopolisakarida pada tikus hamil dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, proteinuria, trombositopenia dan trombosis
glomerular terutama akibat pembatasan oksida nitrit.71 Stimuli patologi
merupakan suatu faktor predisposisi terhadap terjadinya maladaptasi imunitas dan
plasentasi abnormal yang diamati pada kasus preeklampsia, salah satunya adalah
peran dari toll-like receptor 4 (TLR4). TLR4 merupakan suatu reseptor yang
banyak diekspresikan pada trofoblas plasenta untuk mendeteksi adanya

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lipopolisakarida dari bakteri terutama gram negatif dan mengaktivasi nuclear
factor-kappa B (NF-κB) untuk mensekresikan sitokin, rekruit sel imun unik, dan
memfasilitasi perkembangan imunitas dari permukaan fetal-maternal. Ekspresi
dari TLR4, TNF-α, IL-6 meningkat pada plasenta preeklampsia. Penelitian invitro
menunjukkan bahwa lipopolisakarida menginhibisi invasi dari sel trofoblas
manusia dan pemberian lipopolisakarida pada tikus yang hamil menginduksi
simptom preeklampsia.73
Penghambatan akut terhadap sintesis oksida nitrat pada tikus dapat
membuat terjadinya peningkatan tekanan darah sistemik. Inhibisi kronik dari
sintase NO menggunakan L-Arg-methyl ester (L-NAME) pada tikus yang hamil
dapat menyebabkan tikus mengalami hipertensi, proteinuria, penurunan kecepatan
filtrasi glomerulus, trauma sklerosis glomerular, trombositopenia dan
pertumbuhan janin terhambat. Pemberian adriamisin juga dapat memicu
terjadinya preeklampsia pada tikus namun adriamisin dapat menyebabkan
kerusakan ginjal yang lebih hebat sehingga penggunaannya dibatasi. Pemberian
dosis ultra rendah dari endotoksin (1 µg/kg pada hari ke 14 gestasi) dapat
menginduksi terjadinya stres oksidatif dan inflamasi yang menimbulkan gejala
preeklampsia pada tikus yang hamil.71
Gong dkk melakukan penelitian pada tikus yang dibuat menjadi
preeklampsia untuk melihat pengaruh pemberian curcumin terhadap jalur
inflamasi terkait TLR4 dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Curcumin
merupakan suatu bahan makanan berwarna yang banyak digunakan sebagai obat-
obatan tradisional. Penelitian tentang plasenta memperlihatkan bahwa adanya
abnormalitas dari jalur sinyal TLR4 terlibat dalam maladaptasi imunitas dan
abnormalitas plasentasi pada kasus preeklampsia. Lipopolisakarida merupakan
ligan eksogen mayor yang dikenali oleh TLR4. Aktivasi jalur TLR4 melalui
reseptornya menstimulasi molekul yang berhubungan dengan preeklampsia seperti
IL-6 dan TNF-α.69,74
Penelitian lain yang menggunakan tikus yang dibuat menjadi model
preeklampsia adalah penelitian yang dilakukan oleh Zhang dkk. Jalur kolinergik
anti-inflamasi berkontribusi terhadap membaiknya simptom preeklampsia melalui
reseptor 7-nicotinic acethylcholine receptor (7-nAChR). Penelitian tersebut

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menggunakan choline, suatu nutrien esensial yang merupakan agonis selektif dari
7-nAChR. Pemberian choline terbukti dapat mencegah terjadinya simptom
preeklampsia pada tikus model preeklampsia (sebanyak 1 gr/kg LPS diinjeksikan
melalui vena ekor pada usia kehamilan 14 hari). Pada penelitian tersebut
didapatkan terjadi peningkatan sitokin TNF-α dan IL-6 pada plasenta kelompok
tikus yang diinjeksikan dengan lipopolisakarida dan pemberian choline secara
signifikan menginhibisi pelepasan sitokin terkait lipopolisakarida tersebut.74

2.5 Imunohistokimia
Imunohistokimia adalah teknik untuk mengidentifikasi zat penyusun
seluler atau jaringan (antigen) melalui interaksi antigen-antibodi, tempat
pengikatan antibodi diidentifikasi dengan pelabelan langsung antibodi, atau
dengan menggunakan metode pelabelan sekunder. Pemilihan antibodi untuk
pengujian imunohistokimia dilakukan berdasarkan spesifisitas tumornya dan
kemungkinan mereka akan bereaksi dengan tumor yang sedang dievaluasi.
Imunohistokimia (IHK) adalah teknik pendukung yang baik untuk memfasilitasi
diagnosis proses menular dan neoplastik pada hewan. Studi imunohistokimia
secara tradisional berfokus pada penanda sel tertentu.75
IHK menggunakan antibodi untuk mendeteksi protein sel dan jaringan dan
memberikan data semi kuantitatif tentang ekspresi, distribusi, dan lokalisasi
protein target. Jaringan dipecah dari tertanam tetap (misalnya IHK-Parafin atau
plastik) atau blok beku (e. G. IHK-Beku), dan bagiannya kemudian diselidiki
dengan antibodi primer terhadap antigen yang diminati. Ekspresi target dapat
dievaluasi dengan antibodi primer berlabel yang sesuai (deteksi langsung) atau,
lebih umum lagi, dengan penambahan antibodi sekunder berlabel (deteksi tidak
langsung). Label, baik fluoresen atau enzimatik, digunakan untuk
memvisualisasikan kompleks antigen-antibodi.68
Karena sejumlah variabel dapat mengenalkan artifak atau mengganggu
hasil yang berhasil, kontrol yang tepat diperlukan untuk interpretasi hasil IHK
yang akurat. Panduan singkat ini dimaksudkan untuk menjadi referensi bagi para
peneliti untuk memahami, melakukan, dan memecahkan berbagai protokol IHK
selama pengembangan dan optimalisasi pengujian IHK baru.68

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gambar 2.13 Metode eksperimen IHK.71

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.6 Kerangka Teori

Abnormalitas Plasentasi Kegagalan Remodelling Arteri Spiralis

Insufisiensi aliran uteroplasenta

HIF-1α ↑ Iskemia plasenta

Pelepasan sFlt-1, sEng Apoptosis sel trofoblas Pelepasan mediator


inflamasi

↓ Kadar VEGF, PlGF, Stres Oksidatif TNF-α, IL-6, IL-2


NO

Keseimbangan faktor Peningkatan kadar


Disfungsi Endotel Vascular Cell
Proangiogenik dan
antiangiogenik Adhesion Molecule-1
(VCAM-1)

Endotelin-1 ↑
Metformin Kaskade Koagulasi
Metformin

Multiple Organ
Target

Gejala Klinis Preeklampsia

Gambar 2.14 Kerangka teori

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.7 Kerangka Konsep

Pemberian Metformin pada Ekspresi sFlt-1


tikus coba preeklampsia Ekspresi sEng

Variabel Independen Variabel Dependen

2.8 Hipotesis

Terdapat penurunan ekspresi imunohistokimia sFlt1 dan sEng pada tikus


coba preklampsia yang diberikan metformin.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain kuasi


eksperimental pada tikus laboratorium (Rattus norvegicus) betina hamil. Dengan
rancangan ini, memungkinkan peneliti mengukur pengaruh perlakuan (intervensi)
pada kelompok eksperimen dengan cara membandingkan kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol. Rancangan ini memungkinkan peneliti untuk
menentukan sejauh mana atau seberapa besar perubahan itu terjadi. Perlakuan
terhadap semua sampel dilakukan secara bersamaan dan selama perlakuan
dilakukan pengamatan dengan menggunakan jenis Postest Only Control Group
Design.69

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan


Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) USU, mulai proses aklimatisasi, pemberian
perlakuan dan pengambilan sampel hewan coba. Laboratorium Patologi Anatomi
FK USU untuk pemeriksaan ekspresi sFlt-1 dan sEng dengan menggunakan metode
Immunohistokimia (IHK).

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari Januari 2020 – Januari 2021.


Pengambilan sampel dilakukan setelah menerima persetujuan dari Komisi Etik
Universitas Sumatera Utara (Ethical Clearance) pada bulan November 2020.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus laboratorium
(Rattus norvegicus) berjenis kelamin betina berumur 10 minggu, dalam kondisi
sehat/aktif. Pemilihan menggunakan tikus Rattus norvegicus berdasarkan

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kemiripan genetik dengan manusia sebesar 98%. Rattus norvegicus memiliki
kesamaan dengan manusia dalam sistem reproduksi, sistem syaraf, penyakit
(kanker dan diabetes) bahkan kecemasan. (Nurhayati, 2018)

Penelitian berlangsung dengan prosedur perlakuan hewan secara benar


ditinjau dari prinsip 3R (Reduction, Replacement, Refinement) serta prinsip 5F
(Freedom of Hunger and Thirst, Freedom from Discomfort, Freedom from Pain,
Injury or Disease, Freedom to Express Normal Behaviour, Freedom from Fear and
Distress) dan diberlakukan kriteria putus uji apabila subyek penelitian mengalami
sakit atau kematian sehingga tidak bisa memenuhi prosedur penelitian. (FAO,
2011)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Penentuan besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan


menggunakan rumus Federrer.
(t-1)(n-1) ≥ 15
Dimana,
t = Jumlah kelompok (3 kelompok)
n = Jumlah sampel tiap kelompok
Besar sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah:
(t-1) (n-1) ≥15
(3-1) (n-1) ≥ 15
n ≥ 8.5
Hasil perhitungan di atas, menunjukkan besar sampel yang dibutuhkan
paling sedikit sejumlah 8,5 ekor yang dibulatkan menjadi 9 tikus hamil pada tiap
kelompok. Guna mengantisipasi terjadinya drop out maka ditambahkan 20% pada
hasil perhitungan sehingga pada penelitian ini akan dibutuh 11 ekor untuk setiap
kelompok sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 33 ekor.

3.5. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik atau cara pengambilan sampel adalah dengan membuat hamil 3


kelompok tikus.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Kelompok 1, kontrol negatif (normal), tikus yang hamil tidak diberikan
perlakuan, diberikan makan dan minum secukupnya (ad libitum) di dalam
kandangnya.
b. Kelompok 2, kontrol positif, kelompok perlakuan yaitu tikus hamil yang
diberikan injeksi LPS dengan dosis 0.5 µg/kgBB, diencerkan dalam 2 ml
larutan salin dan disuntikkan melalui ekor tikus agar menjadi tikus coba
preeklamsia.
c. Kelompok 3, kelompok perlakuan yaitu tikus hamil yang diberikan injeksi
LPS dengan dosis 0.5 µg/kgBB, diencerkan dalam 2 ml larutan salin dan
disuntikkan melalui ekor tikus agar menjadi tikus coba preeklamsia dan
diberikan metformin 20 mg/kgBB/hari peroral selama 11 hari.

3.6. Variabel Penelitian


3.6.1. Variabel Bebas
Metformin

3.6.2. Variabel Terikat

Ekspresi sFLT-1 dan sEng.

3.6.3. Variabel Terkendali

Tikus laboratorium (Rattus Norvegicus) berjenis kelamin betina, usia 10


minggu, jenis makan dan minuman, kesehatan, perawatan tikus dan sanitasi
kandang, temperatur dan kelembaban kandang, waktu pemberian makan/minum
dan perlakukan semuanya dikondisikan sama

3.7. Definisi Operasional

3.7.1. Metformin
Definisi : Obat golongan biguanid yang biasa digunakan dalam
pengobatan DM.
Cara ukur : Pemberian secara peroral
Alat ukur : Timbangan

Skala ukur : Ordinal

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.7.2 Ekspresi sFlt-1
Definisi : Ekspresi sFLT-1 pada tikus betina hamil
Cara ukur : Pengukuran kuantitatif
Alat ukur : Imunohistokimia (IHC)
Skala ukur : Rasio

3.7.3 Ekspresi sEng


Definisi : Ekspresi sEng pada tikus betina hamil
Cara ukur : Pengukuran kuantitatif
Alat ukur : Imunohistokimia (IHC)
Skala ukur : Rasio
3.7.4 Preeklampsia
Definisi : Suatu sindrom penyakit yang ditandai dengan peningkatan
tekanan darah, MAP dan proteinuria pada tikus coba.
Cara ukur : Pengukuran tekanan darah menggunakan Tail Cuff yang
diukur melalui ekor tikus. Proteinuria diperiksa
menggunakan Verify® Urinalysis reagent strip.
Alat ukur : Tail Cuff dan Verify® Urinalysis reagent strip.
Hasil ukur : Preeklampsia jika MAP ≥103 ± 7 dan proteinuria +
Skala ukur : Ordinal

3.7.5 Tekanan darah


Definisi : Tekanan yang dialami darah pembuluh arteri darah ketika
dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia
Cara ukur : Metode pengukuran tekanan darah non invasive dilakukan
dengan manset ekor yang dinamakan cuff yang memilliki
Volume Pressure Recorder (VPR) cuff dan occlusion cuff.
Alat ukur : Alat pengukur tekanan darah non invasive CODA
Hasil ukur : Milimeter hidragirum (mmHg)
Skala ukur : Ordinal

3.7.6 MAP
Definisi : Nilai penjumlahan diastolik dikali dua ditambahkan
sistolik dan dibagi 3.

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Cara ukur : Metode pengukuran tekanan darah non invasive dilakukan
dengan menggunakan tail cuff yang memilliki VPR cuff dan
occlusion cuff. Kemudian nilai sitolik ditambah dengan
diastolic dikali 2 kemudian dibagi dengan pembilang 3.
Alat ukur : Alat pengukur tekanan darahnon invasif CODA
Hasil ukur : Milimeter hidragirum (mmHg)
Skala ukur : Ordinal
3.7.7 Proteinuria
Defisini : Suatu kondisi dimana urin mengandung protein
Cara ukur : urin tikus ditampung dalam wadah dan diperiksa
menggunakan Verify® Urinalysis reagent strip.
Hasil ukur : Positif +1, +2, +3, +4 dan negatif
Skala : Nominal

3.8. Kriteria Subjek Penelitian

3.8.1. Kriteria Inklusi

Sampel plasenta tikus hamil betina Rattus Norvegicus pada kehamilan hari
ke 16.

3.8.2. Kriteria Eksklusi

Semua sampel plasenta yang rusak dan tidak dapat diproses lebih lanjut
serta berasal dari tikus yang mati selama penelitian.

3.9. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus,
masing masing kandang dapat menampung 5 ekor tikus. Makanan berupa makanan
tikus pelet dan jagung, diberikan 3 kali sehari dengan jumlah dan jenis yang sama
pada masing masing kelompok.

Injeksi yang digunakan untuk membuat tikus model preeklampsi adalah


LPS (lipopolysaccharide) dengan dosis 0.5 µg/kgBB LPS (Escherichia coli
serotype 0111:B4, Sigma-Aldrich), diencerkan dalam 2 ml larutan salin dan
disuntikkan melalui ekor tikus.

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.10. Prosedur Penelitian

Tikus Rattus Norvegicus betina berusia 10 minggu dipelihara dalam


kandang dengan kelembaban dan cahaya yang cukup. Kemudian tikus Rattus
Norvegicus betina dan jantan disatukan dalam satu kandang dan diinapkan selama
satu malam dengan rasio 1:1. Diagnosis kehamilan didapatkan dengan tampaknya
sumbatan berwarna putih (plug vagina) pada vagina tikus dan dihitung sebagai
kehamilan hari 0. Tikus Rattus Norvegicus betina yang hamil dikelompokkan
menjadi 3 kelompok secara acak.

Pada hari ke-1 kehamilan, seluruh sampel yang ada dibagi menjadi tiga
kelompok secara random, yaitu:

a. Kelompok 1, kontrol negatif (normal), tikus hamil yang tidak diberikan


perlakuan apapun, diberikan makan dan minum secukupnya (ad libitum) di
dalam kandangnya.
b. Kelompok 2, kontrol positif, yaitu tikus hamil yang diberikan injeksi LPS
dengan dosis 0.5 µg/kgBB, diencerkan dalam 2 ml larutan salin dan
disuntikkan melalui ekor tikus, oleh asisten laboratorium Biologi
Universitas Sumatera Utara dan disaksikan oleh peneliti agar menjadi tikus
coba preeklamsia.
c. Kelompok 3, kelompok perlakuan, yaitu tikus hamil yang diberikan injeksi
LPS dengan dosis 0.5 µg/kgBB, diencerkan dalam 2 ml larutan salin dan
disuntikkan melalui ekor tikus agar menjadi tikus coba preeklamsia dan
diberikan metformin 20 mg/kgBB/hari peroral oleh asisten laboratorium
Biologi Universitas Sumatera Utara dan disaksikan oleh peneliti.

Pada kelompok 2 dan 3 pada hari ke-3 kehamilan diberikan perlakuan


injeksi LPS intravena pada ekor tikus agar menjadi preeklampsia. Setelah itu
dilakukan monitoring tekanan darah setiap 3 hari dan pengecekan urin tikus setiap
hari pada pagi hari (pukul 08.00-10.00) selama 16 hari. Pemberian metformin pada
kelompok 3 diberikan segera setelah timbul peningkatan tekanan darah sistolik,
diastolik dan proteinuria pada tikus. Pemberian metformin diberikan peroral setiap
hari sampai hari ke 16 kehamilan.

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tikus kemudian dieutanasi dengan cara mendislokasikan leher. Setelah
terbuka rongga abdomen, uterus diinsisi, plasenta diambil dan dibersihkan dengan
NaCl 0,9%, kemudian dimasukkan kedalam pot yang sudah berisi Netral Buffer
Formalin 10%. Pembuatan preparat histopatologi dilakukan dengan cara difiksasi
dengan menggunakan larutan Netral Buffer Formalin 10% kemudian dipotong dan
dimasukkan ke dalam tempat spesimen yang terbuat dari plastik. Selanjutnya
specimen dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK USU dan dilakukan
proses dehidrasi pada alkohol konsentrasi bertingkat yaitu alkohol 70%, 80%, 90%
alkohol absolute I, absolute II masing-masing 2 jam. Lalu dilakukan penjernihan
dengan xylol kemudian dicetak menggunakan parafin sehingga sediaan tercetak di
dalam blok parafin dandisimpan dalam lemari es. Blok parafin tersebut kemudian
dipotong tipis setebal 5-6 μm menggunakan mikrotom. Hasil potongan diapungkan
dalam air hangat bersuhu 60°C untuk meregangkan agar jaringan tidak berlipat.
Sediaan kemudian diangkat dan diletakkan dalam gelas objek untuk dilakukan
pewarnaan Hematoxylin & Eosin (HE). Selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop
cahaya dengan pembesaran 400x oleh dokter spesialis patologi anatomi dan
peneliti. Parameter yang dinilai yaitu ekspresi sFlt-1 dan sEng pada plasenta.

Penilaian hasil pewarnaan dinilai berdasarkan intensitas pewarnaan diberi


kriteria sebagai berikut:

0 = Negatif (bila tidak tertampil warna coklat)

1 = Positif 1 (bila jaringan terwarnai lemah)

2 = Positif 2 (bila jaringan terwarnai sedang)

3 = Positif 3 (bila jaringan terwarnai kuat)

Luas pewarnaan imunohistokimia dengan pemberian skor sebagai berikut:

0 = bila tidak tertampil warna coklat atau hanya < 10% sel yang tertampil positif

1 = 10-25% sel yang tertampil positif

2 = 25-50% sel yang tertampil positif

3 = > 50% sel yang tertampil positif

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil perwarnaan dinilai dari perkalian intensitas pewarnaan dengan
persentase luas tampilan yaitu:

• Negatif adalah skor 0


• Tampilan lemah bila total skor 1-4
• Tampilan sedang bila total skor 5-8
• Tampilan kuat jika total skor 9-12

3.11. Pengolahan dan Analisa Data

Data akan disajikan dalam bentuk rerata ± standar deviasi jika distribusi
normal. Jika distribusi tidak normal, data akan disajikan dalam bentuk kuartil. Data
diolah dan dianalisis dengan menggunakan SPSS dengan batas kemaknaan p<0.05.
Untuk menilai apakah sampel terdistribusi normal atau tidak dilakukan uji Shapiro-
Wilk oleh karena sampel ≤ 50. Untuk menilai perbandingan parameter (perbedaan
tekanan darah dan kadar protein urin) antar kelompok digunakan uji ANOVA
apabila data terdistribusi normal dan uji Kruskal Wallis apabila data terdistribusi
tidak normal.

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.12. Alur Penelitian

Proses adaptasi tikus usia ±10 minggu dan penegakan diagnosis kehamilan

Randomisasi homolog

K1 K2 K3

Kontrol Negatif Kontrol Positif Perlakuan

Injeksi LPS dengan dosis


Injeksi LPS dengan 0.5 µg/kgBB dan
dosis 0.5 µg/kgBB disuntikkan melalui ekor
tikus
dan disuntikkan pada hari ke–3 kehamilan
melalui ekor tikus
pada hari ke–3
kehamilan Pemberian
Metformin
20mg/kgbb/hari
peroral selama 11
hari sampai
dengan hari ke-16
kehamilan

Teminasi tikus pada hari ke-16

Pengambilan jaringan plasenta dan pemeriksaan histopatologi

Ekspresi Sflt-1 Ekspresi sEng

Analisis dan pembuatan laporan

Gambar 3.1 Alur penelitian

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian pada tiga kelompok tikus hamil yang dibagi
menjadi kelompok 1 yaitu kontrol negatif (normal), tikus yang hamil tidak diberikan
perlakuan apapun, diberikan makan dan minum secukupnya (ad libitum) di dalam
kandangnya; Kelompok 2 yaitu kontrol positif, kelompok perlakuan yaitu tikus hamil
yang diberikan injeksi LPS agar menjadi tikus model preeklampsia. Kelompok 3
yaitu kelompok perlakuan yaitu tikus hamil yang diberikan injeksi LPS agar menjadi
tikus model preeklampsia dan diberikan metformin 20 mg/kgBB/hari; ditemukan
hasil sebagai berikut.

Tabel 4.1 Rerata Tekanan Darah dan Mean Arterial Pressure pada ketiga kelompok
sebelum intervensi
Kelompok
P
Variabel Kontrol
Kontrol Negatif Perlakuan value
Positif

Sistole
107.82 ± 10,63b 96.81 ±16.6 a 99.9 ± 14.54 a 0,188c
(mmHg)

Diastole
Sebelum 67.18 ± 10.93 a 61.9 ± 10.24 a 65.18 ± 16.46 a 0,628d
(mmHg)
Intervensi

MAP
80.72 ± 9.46 a 73.54 ± 11.89 a 76.69 ± 14.65 a 0,591d
(mmHg)

a
Data disajikan dalam bentuk mean±SD
b
Data disajikan dalam bentuk median (min-max)
c
uji Kruskal-Wallis
d
uji ANOVA

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada tabel 4.1 ditunjukkan bahwa pada penilaian awal sebelum intervensi,
tekanan darah sistolik untuk kelompok kontrol negatif yaitu 107.82 ± 10.63 mmHg,
kontrol positif yaitu 96.81 ±16.6 mmHg; dan perlakuan yaitu 99.9 ± 14.54 mmHg.
Tekanan darah diastolik untuk kelompok kontrol negatif yaitu 67.18 ± 10.93 mmHg;
kelompok kontrol positif yaitu 61.9 ± 10.24 mmHg; dan kelompok perlakuan yaitu
65.18 ± 16.46 mmHg. Dari hasil itu diperoleh mean arterial pressure untuk
kelompok kontrol negatif sebesar 80.72 ± 9.46 mmHg; kelompok kontrol positif
sebesar 73.54 ± 11.89 mmHg; dan kelompok perlakuan sebesar 76.69 ± 14.65
mmHg. Dari hasil uji Anova dan Kruskal Wallis terlihat bahwa ketiga kelompok
seimbang pada awal penelitian, dimana tidak terdapat perbedaan tekanan darah
sistolik, diastolik dan nilai MAP yang bermakna (p>0.05).

Tabel 4.2 Rerata Tekanan Darah dan Mean Arterial Pressure pada ketiga kelompok
setelah intervensi
Kelompok
Variabel Kontrol p
Kontrol
Perlakuan
Negatif Positif

Sistole
102.27 ± 8.4b 151.81 ± 21.86 a 113.45 ± 7.78 a < 0.001c
(mmHg)

Setelah Diastole
73.81 ± 10.5 a 114.81 ± 12.4 a 76.27 ± 7.34 a < 0.001c
Intervensi (mmHg)

MAP
80.75 ± 8.52 a 127.12 ± 12.51 a 88.63 ± 6.18 a < 0.001 d
(mmHg)

a
Data disajikan dalam bentuk mean±SD
b
Data disajikan dalam bentuk median (min-max)
c
uji Kruskal-Wallis
d
uji ANOVA
Pada tabel 4.2 ditunjukkan bahwa pada penilaian akhir setelah intervensi,
tekanan darah sistolik untuk kelompok kontrol negatif yaitu 102.27 ± 8.4 mmHg;

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelompok kontrol positif yaitu 151.81 ± 21.86 mmHg; dan kelompok perlakuan yaitu.
113.45 ± 7.78 mmHg dan tekanan darah diastolik untuk kelompok kontrol negatif
yaitu 73.81 ± 10.5 mmHg; kelompok kontrol positif yaitu 114.81 ± 12.4 mmHg; dan
kelompok perlakuan yaitu 76.27 ± 7.34 mmHg. Dari hasil itu diperoleh mean arterial
pressure (MAP) untuk kelompok kontrol negatif sebesar 80.75 ± 8.52 mmHg;
kelompok kontrol positif sebesar 127.12 ± 12.51 mmHg; dan kelompok perlakuan
sebesar 88.63 ± 6.18 mmHg. Dari Analisa dijumpai adanya perbedaan yang
signifikan pada ketiga variable yang diuji pada ketiga kelompok (p<0,001).

Gambar 4.1 Perubahan MAP selama pengamatan pada ketiga kelompok penelitian

Pada gambar 4.2 dapat dilihat adanya perubahan MAP pada kelompok kontrol
positif dan kelompok perlakukan. Pada pemeriksaan ketiga setelah pemberian
metformfin pada kelompok perlakuan dijumpai adanya penurunan MAP mendekati
MAP kelompok kontrol negatif.

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tabel 4.3 Perbandingan proteinuria pada ketiga kelompok sebelum dan setelah
intervensi
Kelompok
P
Variabel Kontrol
Kontrol Positif Perlakuan value
Negatif

Sebelum
+1a +1a +1a -
Intervensi
Proteinuria
Setelah
+2a +3a +2a 0.001a
Intervensi
a
uji Kruskal-Wallis
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tidak dijumpai perbedaan rerata proteinuria
pada setiap kelompok sebelum dilakukan intervensi. Sementara itu, setelah dilakukan
intervensi dijumpai rerata proteinuria pada kelompok kontrol negatif yaitu +2; untuk
kelompok kontrol positif yaitu +3; dan kelompok perlakuan yaitu +2.

Gambar 4.2 Perubahan proteinuria selama pengamatan pada ketiga kelompok


penelitian

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada grafik 4.1 tampak proteinuria meningkat seiring dengan lama hari
pengamatan pada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif, sedangkan pada
kelompok perlakukan, proteinutia mulai menurun mendekati kadar kontrol negatif
dimulai pada hari ke enam. Grafik ini menggambarkan bahwa metformin efektif
menurunkan proteinuria hewan coba dan menunjukkan efek setelah penggunaan
selama 6 hari.

Tabel 4.4 Analisis Post Hoc MAP pada ketiga kelompok


Post Hoc
Variabel Kontrol Kontrol
Perlakuan
Negatif Positif
Kontrol Negatif 0.001 0.06
MAP Kontrol Positif 0.001 0.001
Perlakuan 0.06 0.001

Pada tabel 4.4 dengan hasil uji Anova yang bermakna, maka dilanjutkan
dengan analisis Post Hoc dan dijumpai bahwa terdapat perbedaan MAP antara
kelompok kontrol negatif dan kontrol positif, kontrol positif dan perlakuan (p<0.05)
tetapi tidak antara kelompok kontrol negatif dan perlakuan (p>0.05)

Tabel 4.5 Perbedaan rerata ekspresi sEng & sFlt-1 pada kelompok kontrol negatif,
kontrol positif dan perlakuan

Variabel Kontrol Kontrol


Perlakuan P value
Negatif Positif
sEng 0.001
6 (4-6) 9 (9-9) 6 (4-9)
Med (min-max)
sFlt-1 0.003
4 (1-6) 6 (6-9) 4 (2-9)
Med (min-max)
*Uji Kruskal-Wallis
Pada tabel 4.5 tampak skor nilai sEng ditampilkan dalam bentuk median (min-
max) pada kelompok kontrol negatif nilai yaitu 6 (4-6); pada kelompok kontrol
66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


positif yaitu 9 (9-9); pada kelompok perlakuan yaitu 6 (4-9) dan nilai sFlt-1 pada
kelompok kontrol negatif sebesar 4 (1-6); pada kelompok kontrol positif yaitu 6 (6-
9); dan pada kelompok perlakuan yaitu 4 (2-9).

4.2. Pembahasan
Ketidakseimbangan faktor angiogenik sangat berperan dalam patogenesis
preeklampsia yaitu terjadinya peningkatan soluble fms-like tyrosine kinase-1 (sFlt-1)
dan soluble endoglin (sEng) yang memiliki aktifitas antiangiogenik dan terjadinya
penurunan konsentrasi faktor proangiogenik seperti placental growth factor (PlGF)
dan transforming growth factor-α1 (TGFα1). Molekul Flt-1 juga dikenal dengan
vascular endothelial growth factor receptor 1 (VEGFR-1). Produksi Flt-1 melalui
sekresi secara endogen menghasilkan potongan Flt-1 yang bersifat larut disebut sFlt-1
yang dilepaskan ke sirkulasi. sFlt-1 adalah suatu jenis pemotongan alternatif dari
Flt-1. Flt-1 terdiri dari domain ligand-binding ekstraseluler, domain transmembran
dan domain sitoplasmik. sFlt-1 merupakan bentuk Flt-1 yang kehilangan domain
sitoplasmik, dan transmembran tetapi masih memiliki domain ligand-binding
ekstraseluler.46
Endoglin (Eng) merupakan glikoprotein transmembran homodimerik dengan
berat molekul 180kDa. Endoglin dengan lapisan luar 561 asam amino, merupakan
domain transmembran yang bersifat hidrofobik dan memiliki ekor berupa 47 residu
sitoplasma yang secara kuat diekspresikan oleh sel endotel dan sinsititrofoblas.
Endoglin terdiri dari disulfide-linked extracellular region dan ekor sitoplasma untuk
proses fosforilasi. Terdapat 2 variasi bentuk endoglin berdasarkan tempat
pemotongan pada ekor sitoplasmiknya yaitu S dan L. Endoglin-L terdiri dari 633
asam amino dengan 47 asam amino pada ekor sitoplasmiknya sedangkan endoglin-S
terdiri dari 600 asam amino dengan 14 asam amino pada ekor sitoplasmiknya.
Endogin juga diekspresikan oleh monosit, prekursor dan subpopulasi stem sel.46
Endoglin merupakan koreseptor homodimerik untuk anggota superfamili TGF
yang meliputi TGFα-1 dan α-3 serta BMP-2, BMP-7, dan activin-A. TGF tipe I
memiliki peran pada proses hematopoesis, perkembangan kardiovaskular dan
67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


angiogenesis. Endoglin memodulasi signal TGFα dengan cara berinteraksi dengan
reseptor TGFα-I dan II. Penemuan ini mengimplikasikan signal TGFα-1 dan NO
berperan dalam mekanisme sindrom preeklampsia.46
Ekspresi sEng berbeda nyata (p<0,001) pada pasien preeklampsia
dibandingkan pada kehamilan normal. sEng berkorelasi positif dengan tekanan darah,
proteinuria dan kadar kreatinin, asam urat, aspartat aminotransferase, alanin
aminotransferase dan laktat dehidrogenase; dan berbanding terbalik dengan usia
kehamilan, berat lahir bayi, dan jumlah trombosit (p<0,001 pada semua variabel).
Sebaliknya, sEng adalah glikoprotein transmembran homodimerik, yang merupakan
koreseptor untuk TGF-β1 dan β3, dan sangat diekspresikan pada membran sel endotel
vaskular.76 Pada kehamilan normal, ekspresi sFlt-1 mulai meningkat setelah usia
kehamilan 30-32 minggu dan kadar PlGF mulai menurun setelah usia kehamilan 30
minggu. Level rata-rata sFlt-1/PlGF pada pasien preeklampsia (91,33 ng/ml) secara
signifikan lebih tinggi daripada wanita kontrol (17,62) (p<0,001). Analisis kurva
ROC menunjukkan akurasi diagnostik rasio sFlt-1/PlGF pada pasien preeklampsia
dengan Area Under Curve (AUC) 0,90, nilai cut-off terbaik 24,96, sensitivitas dan
spesifisitas sebesar 84,2 dan 85,0%, masing-masing.77
Penggunaan metformin dalam obstetri semakin meningkat karena telah
terbukti efektif dalam pengobatan diabetes mellitus gestasional (GDM) dan mungkin
dalam pencegahan preeklampsia. Setelah mengevaluasi 2536 abstrak dan tinjauan
pustaka dari 52 studi, 15 dimasukkan dalam review. Pada wanita dengan diabetes
gestasional, penggunaan metformin dikaitkan dengan penurunan risiko hipertensi
akibat kehamilan bila dibandingkan dengan penggunaan insulin (risiko relatif, RR),
0,56; 95% CI, 0,37-0,85; I2 = 0%; 1260 wanita) dan secara tidak signifikan
mengurangi risiko preeklamsia (RR, 0.83; 95% CI, 0.60-1.14; I2 = 0%; 1.724
wanita). Probabilitas metformin dalam pencegahan preeklampsia, hipertensi yang
diinduksi kehamilan dan hipertensi dalam kehamilan (HDK) adalah 92,7%, 92,8%
dan 99,2%, secara berurutan.78.79
Metformin mengurangi sekresi sFlt-1 dan sEng dari sel endotel primer, sel
sitotrofoblas vili, dan eksplan vili plasenta preeklampsia prematur. Penurunan sFlt-1
68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan sEng diimbangi dengan pemberian bersama suksinat, yang menunjukkan bahwa
efek metformin pada sFlt-1 dan sEng kemungkinan besar akan diatur pada tingkat
mitokondria. Selain itu, penghambat rantai transpor elektron mitokondria rotenon dan
antimisin mengurangi sekresi sFlt-1, yang selanjutnya menunjukkan bahwa sFlt-1
diatur melalui mitokondria. Aktivitas rantai transpor elektron mitokondria pada
plasenta preeklampsia prematur meningkat dibandingkan dengan subjek kontrol yang
sesuai dengan kehamilan. Metformin memperbaiki disfungsi endotel yang relevan
dengan preeklampsia. Hal ini dengan mengurangi ekspresi RNA utusan sel endotelial
dari Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) yang diinduksi oleh tumor
nekrosis faktor (molekul adhesi sel vaskular 1 adalah molekul adhesi inflamasi yang
diatur dengan disfungsi endotel dan meningkat pada preeklampsia). Media pada
plasenta merusak bradikinin dan menginduksi vasodilatasi; efek ini dibalik oleh
metformin. Metformin juga meningkatkan angiogenesis pembuluh darah yang
terganggu oleh sFlt-1.61
Pada penelitian ini dari hasil uji Kruskal Wallis dijumpai perbedaan skor sEng
dan sFlt-1 yang bermakna pada ketiga kelompok (p<0.05). Hal ini sesuai dengan
penelitian Kaitu et.al menggabungkan metformin dan esomeprazol dimana memiliki
efek untuk mengurangi sekresi sFlt-1 dan ekspresi isoform mRNA sFlt-1 e15a dalam
sitotrofoblas primer, eksplan plasenta dan sel endotel. Analisis praklinis terhadap
metformin menunjukkan penurunan sekresi sFlt-1 dari sel dan jaringan plasenta
manusia primer serta dari sel endotel secara signifikan. Selain itu, metformin
mengurangi disfungsi endotel dan secara signifikan mengurangi ekspresi VCAM-1
yang diinduksi TNF-α serta meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah. Ada juga
bukti klinis yang kuat untuk mendukung potensi metformin sebagai tatalaksana
preeklampsia. Sebuah percobaan menunjukkan bahwa kejadian preeklampsia
berkurang pada wanita obesitas yang memakai metformin dari 11% menjadi 3%,
sementara meta-analisis kedua juga menunjukkan bahwa metformin mengurangi
hipertensi yang diinduksi kehamilan. Ketika diberikan pada eksplan plasenta,
metformin secara signifikan meningkatkan ekspresi mRNA sFlt-1 i13.78

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Dalam satu studi in vitro tentang pencegahan dan pengobatan preeklampsia
dengan metformin, trofoblas dan pembuluh omental, diisolasi dari plasenta 23 wanita
hamil dengan preeklampsia dengan gejala pemberat dan 25 wanita dengan kehamilan
normal, dikultur bersama dengan metformin dan peneliti menemukan bahwa
metformin dapat secara signifikan memperbaiki disfungsi sel endotel plasenta pada
preeklampsia, melebarkan dan memperbaiki pembuluh yang terluka dan
meningkatkan angiogenesis.
Sejalan dengan penelitian ini, penelitian oleh Brownfoot menunjukkan bahwa
metformin menginduksi kecenderungan penurunan sekresi sEng dari eksplan vili
plasenta preeklampsia prematur pada 3 dosis, meskipun pada penelitian ini tidak
menunjukkan penurunan yang signifikan. Metformin mengurangi sekresi sel endotel
dan plasenta masing-masing sebesar 53% dan 63%.7
Suksinat adalah substrat untuk kompleks II dari mitokondria, aliran
downstream dari efek blokade metformin (golongan obat beta blocker). Jadi, jika
metformin mereduksi sekresi sFlt-1 dengan langsung memblokir kompleks I, maka
suksinat akan memulihkan aliran elektron dan menyelamatkan efek ini. Selain itu,
suksinat juga memperbaiki penurunan sekresi sFlt-1 yang diinduksi oleh sel endotel.
Suksinat juga memperbaiki penurunan sekresi sEng yang diinduksi oleh metformin
pada Human Umbilical Vein Endothelial Cell (HUVEC) primer dan sel sitotrofoblas
vili.102 Hal ini dapat menjelaskan alasan metformin dapat menginduksi penurunan
sekresi sFlt-1 dan sEng dari eksplan vili plasenta tetapi tidak signifikan karena ada
efek rebound dari suksinat, sehingga dalam pemberian metformin, harus
memperhatikan hal ini.7
Sebuah meta-analisis dari delapan RCT yang membandingkan metformin (n =
838) dengan insulin (n = 836) menunjukkan penurunan risiko preeklampsia dengan
metformin (RR = 0,68; 95% CI 0,48-0,95; p = 0,02; I2 = 0%).104 Namun, perlu
diperhatikan perlunya observasi yang lebih rinci tentang dosis, karena selama
kehamilan klirens ginjal menjadi lebih besar dan metformin dapat dieliminasi selama
periode kehamilan.81

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada penelitian Ana et.al, menyatakan bahwa disfungsi plasenta yang
diinduksi asupan diet kaya fruktosa pada tikus hamil selama 20 hari menyatakan
bahwa adanyaa efek bermanfaat dari pengobatan metformin. Dimana pada penelitian
tersebut, digunakan dosis metformin (60 mg/kg/hari). Penelitian tersebut memeriksa
efek asupan diet kaya fruktosa selama 20 hari masa kehamilan dan menunjukkan
adanya disfungsi plasenta. Plasenta yang diperoleh dari tikus semua kelompok
menunjukkan morfologi yang serupa, dengan labirin besar dan area trofospongium
yang berdekatan. Total area di plasenta dengan bendungan akibat konsumsi diet
fruktosa tinggi menunjukkan hasil yang signifikan (p<0,05). Pada penelitian tersebut
menyatakan bahwa pada tikus yang diberi diet fruktosa tinggi dan diobati dengan
metformin (60 mg/kg/hari) maka total area pembuluh darah normal dapat
dipertahankan sehingga menunjukkan efektivitas pengobatan metformin pada
disfungsi plasenta yang diinduksi oleh asupan diet tinggi fruktosa yang secara tidak
langsung berkaitan dengan kejadian preeklampsia.82
Berbeda dengan Ana et al, penelitian yang dilakukan Wang et al pada tahun
2019, yang melakukan penelitian terhadap dua kelompok tikus. Dimana kelompok
pertama adalah tikus yang mendapat diet tinggi lemak, sementara kelompok kedua
adalah tikus yang mendapat diet tinggi lemak dan metformin 20 mg/kgBB/hari. Dari
hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa kelompok kedua (mendapat metformin)
secara signifikan dapat meningkatkan labirin plasenta dan perkembangan vaskular
fetal pada preeklampsia. Peneliti juga mengatakan bahwa metformin efektif untuk
meningkatkan Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2) dan kadar VEGF pada
plasenta.80
Metformin aman digunakan dalam kehamilan dan saat ini digunakan untuk
mengobati diabetes mellitus gestasional. Pada penelitian Brownfoot et.al menyatakan
metformin dapat mengurangi aspek plasenta dan vaskular ibu dari preeklamsia
Aktivitas rantai transport elektron diatur pada plasenta preeklamsia dan mengatur sel
sitotrofoblas vili dan sekresi sFlt-1 dan sEng sel endotel. Lebih lanjut, metformin
mengurangi fitur utama disfungsi endotel yang spesifik untuk preeklamsia dan
meningkatkan angiogenesis. Sehingga, metformin mungkin merupakan pencegahan
71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


baru atau terapi untuk preeklampsia dan berpotensi mengurangi luaran komplikasi
kehamilan pada preeklampsia.61

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Tidak terdapat perbedaan rerata tekanan darah sistolik, diastolik, MAP dan
proteinuria pada setiap kelompok sebelum dilakukan intervensi. Dengan
demikian, tidak ada tikus coba yang preeklampsia sebelum dilakukan
intervensi.
2. Pada penilaian akhir setelah intervensi, tekanan darah sistolik untuk kelompok
kontrol negatif yaitu 102.27 ± 8.4 mmHg; kelompok kontrol positif yaitu
151.81 ± 21.86 mmHg; dan kelompok perlakuan yaitu. 113.45 ± 7.78 mmHg
dan tekanan darah diastolik untuk kelompok kontrol negatif yaitu 73.81 ±
10.5 mmHg; kelompok kontrol positif yaitu 114.81 ± 12.4 mmHg; dan
kelompok perlakuan yaitu 76.27 ± 7.34 mmHg. Dari hasil itu diperoleh mean
arterial pressure (MAP) untuk kelompok kontrol negatif sebesar 80.75 ± 8.52
mmHg; kelompok kontrol positif sebesar 127.12 ± 12.51 mmHg; dan
kelompok perlakuan sebesar 88.63 ± 6.18 mmHg. Dari analisa dijumpai
adanya perbedaan yang signifikan pada ketiga variable yang diuji pada ketiga
kelompok (p<0,001).
3. Dijumpai adanya perbedaan kadar proteinuria setelah dilakukan intervensi,
dengan nilai pada kelompok kontrol negatif yaitu +2; pada kelompok kontrol
positif yaitu +3; dan kelompok perlakuan yaitu +2.
4. Hasil uji statistik pada kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif
dan perlakuan terhadap rerata tekanan darah sistolik, diastolik, MAP dan
proteinuria menunjukkan hasil yang signifikan setelah intervensi (p<0,05).
5. Dijumpai ekspresi sFlt-1 yang ditampilkan dalam bentuk median (min-max)
pada kelompok kontrol negatif sebesar 4 (1-6); pada kelompok kontrol positif
yaitu 6 (6-9); dan pada kelompok perlakuan yaitu 4 (2-9).

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6. Dijumpai ekspresi sEng yang ditampilkan dalam bentuk median (min-max)
pada kelompok kontrol negatif nilai yaitu 6 (4-6); pada kelompok kontrol
positif yaitu 9 (9-9); pada kelompok perlakuan yaitu 6 (4-9).
7. Dijumpai perbedaan ekspresi sFlt-1 yang bermakna pada ketiga kelompok
(p<0.05).
8. Dijumpai perbedaan ekspresi sEng yang bermakna pada ketiga kelompok
(p<0.05).

5.2. Saran
Disarankan untuk dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek
metformin dalam tatalaksana wanita hamil dengan preeklampsia.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

1. Fatmawati L, Sulistyono A, Notobroto HB. Pengaruh status kesehatan ibu


terhadap derajat preeklampsia/eclampsia di Kabupaten Gresik. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan. 2017; 20(2): 52-58.
2. Lumbanraja SN, The Role of Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1 and
Maternal Characteristics in Preeclampsia Scoring Card as a Predictor of
Severe Preeclampsia. IISTE. 2015; Vol 5(6).
3. Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Diagnosis dan tatalaksana
pre-eklamsia. Jakarta, Indonesia: Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia; 2016
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. SRS Litbang 2016.
5. Martadiansyah A, Qalbi A, Santoso B. Prevalensi kejadian preeklampsia
dengan komplikasi dan faktor risiko yang mempengaruhinya di RSUD Dr.
Mohammad Hoesin Palembang. Sriwijaya Journal of Medicine. 2019; 2(1):
14-25.
6. World Health Organization. WHO Recommendations for Prevention and
Treatment of Pre-Eclampsia and Eclampsia. WHO 2011
7. Oakes MC, Hameed AB. Preeclampsia: An Overview. Med Journal Obstetric
Gynecologi. 2016;4(2):1082
8. Sugiantari AAIM, Surya IGNHW, Aryana MBD, et al. Karakteristik ibu
preeklamsia berat yang melahirkan bayi berat lahir rendah di RSUP Sanglah
Denpasar. Jurnal Medika Udayana. 2019; 8(6): 1-7.
9. Failla CM, Carbo M, Morea V, Positive and negative regulation of
angiogenesis by soluble vascular endothelial growth factor receptor-1.
International Journal of Molecular Sciences. 2018. vol. 19, no. 5, p. 1306.
10. Szalai G, Xu Y, Romero R, et al. In vivo experiments reveal the good, the bad
and the ugly faces of sFlt-1 in pregnancy. PLoS One. 2014. vol. 9, no. 11,
article e110867.
11. Aggarwal PK, Chandel N, Jain V, et al. The relationship between circulating
75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


endothelin-1, soluble fms-like tyrosine kinase-1 and soluble endoglin in
preeclampsia. Journal of Human Hypertension. 2012; 236-241.
12. Stepan H, Herraiz I, Schlembachetal D. Implementationof the sFlt-1/PlGF
ratio for prediction and diagnosis of pre- eclampsia in singleton pregnancy:
implications for clinical practice. Ultrasound in Obstetrics & Gynecology.
2015. vol. 45, no. 3, pp. 241–246.
13. Pawlyk AC, Giacomini KM, McKeon C, Shuldiner AR, Florez JC. Metformin
pharmacogenomics: current status and future directions. Diabetes. 2014: 63
2590–2599.
14. Syngelaki A, Nicolaides KH, Balani J, et al. Metformin versus placebo in
obese pregnant women without diabetes mellitus. N. Engl. J. Med. 2016: 374
434–443.
15. Khattab S, Mohsen IA, Aboul FI, et al. Can metformin reduce the incidence
of gestational diabetes mellitus in pregnant women with polycystic ovary
syndrome? Prospective cohort study. Gynecol. Endocrinol. 2011: 27 789–793.
16. Alqudah A, McKinley, McNally, Graham, Watson, Lyons, McClements. Risk
of pre- eclampsia in women taking metformin: a systematic review and meta-
analysis. Diabet Med. 2018 Feb;35(2):160-172. doi: 10.1111/dme.13523.
17. Kalafat E, Sukur, Abdi A, Thilaganathan B, Khalil. Metformin for prevention
of hypertensive disorders of pregnancy in women with gestational diabetes or
obesity: systematic review and meta-analysis of randomized trials. Ultrasound
Obstet Gynecol. 2018 Dec;52(6):706-714.
18. Hypertension in Pregnancy.American College of Obstetricians an
Gynecologists.2013;122 (5).
19. Brown MA, Magee LA, Kenny LC, et al. The Hypertensive disorders of
pregnancy: ISSHP classification, diagnosis and management recommendation
for international practice. Pregnancy Hypertension. 2018. Vol 13: 291-310.
https://doi.org/10.1016/j.preghy.2018.05.004.

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20. Lambert G, Brichant JF, Hartstein G, Bonhomme V, Dewandre PY.
Preeclampsia: An Update. Acta Anaesth Belg 2014;65:137-149
21. Mirkovic L, Nejkovic L, Micic J. A New Pathophysiological Concept and
New Classification of Pre-Eclampsia. Vojnosanit Pregl 2018;75(1):83-94
22. Boyd HA, et al. Associations of Personal and Family Preeclampsia History
with the Risk of Early, Intermediate, and Late Onset Preeclampsia. American
Journal of Epidemiology 2013;178(11)
23. Bhadarka, Mukherjee. Risk Factors of Early and Late Onset Preeclampsia in
Population Admitted at Gujarat Adani Institute of Medical Science Bhuj
Kutch Gujarat India. International Journal of Current Research in Life
Sciences 2016;05(03):569-572
24. Al-Jameil N, Tabassum H, Ali MN, Qadeer MA, Khan FA, Al-Rashed M
Correlation between Serum Trace Elements and Risk of Preeclampsia: A Case
Controlled Study in Riyadh Saudi Arabia. Saudi Journal of Biological
Sciences 2017; 24: 1142-1148
25. Bozdag, et al. The Frequency and Fetomaternal Outcomes of Early and Late
Onset Preeclampsia: The Experience of A Single Tertiary Health Center in the
Bustling Metropolis of Turkey Istanbul. Medeniyet Medical Journal
2015;30(4):163-169
26. Mitsui et al. Different Fetal and Neonatal Growth Between Early and Late
Onset Preeclampsia. Open Journal of Obstetrics and Gynecology 2015; 5:
516-521
27. Amaral LM, Wallace K, Owens M, et al. Pathophysiology and current clinical
management of preeclampsia. Curr Hypertens Rep. 2017; 19(8): 61.
28. Muhani N, Besral. Pre-eklampsia berat dan kematian ibu. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 2015; 10(2): 1-7.
29. Rana S, Lemoine E, Granger J, Karumanchi, SA. (2019). Preeclampsia.
Circulation Research, 124(7), 1094–1112. doi:10.1161/circresaha.118.313276
30. Lau SY, Guild SJ, Barrett CJ, Chen Q, McCowan L, Jordan V, et al. Tumor
Necrosis Factor-Alpha, Interleukin-6, and Interleukin-10 Levels are Altered in
77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Preeclampsia: A Systematic Review and Meta-Analysis. Am J Reprod
Immunol 2013;70:412-427
31. LaMarca B, Brewer J, Wallace, K. IL-6 Induced Pathophysiology During Pre-
Eclampsia: Potential Therapeutic Role for Magnesium Sulfate?. Int J
Infereron Cytokine Mediator Res 2011;3:59-64
32. Ozler A, Turgut A, Sak ME, Evsen MS, Soydinc HE, Evliyaoglu O, et al.
Serum Levels of Neopterin, Tumor Necrosis Factor Alpha and Interleukin 6 in
Preeclampsia: Relationship with Disease Severity. European Review for
Medical and Pharmacological Sciences 2012;16:1707-1712. Available in:
www.europeanreview.org/article/2381
33. Patigaroo FA, Siddiqui AH, Gulati R, Mohsin Z. Tumor Necrosis Factor
Alpha in Preeclampsia. International Journal of Basic and Applied Physiology
2014;2(1)
34. Pinheiro MB, Filho OA, Mota AP, Alpoim PN, Godoi LC, Silveira AC, et al.
Severe Preeclampsia Goes Along with A Cytokine Network Disturbance
Towards A Systematic Inflammatory State. Cytokine 2013;62:165-173
35. Puppala M, Kalpana VL, Anuradha A, Sushma M, Sudhakar G, Polipalli SK.
Association of Tumor Necrosis Factor-Alpha and Interleukin-6 Gene
Polymorphisms with Preeclampsia. International Journal of Bioassays
2016;5(2):4744-4744
36. Udenze I, Amadi C, Awolola N, Makwe CC. The Role of Cytokines as
Inflammatory Mediators in Preeclampsia. Pan African Medical Journal
2015;20:219
37. Xie C, Yao MZ, Liu JB, Xiong LK. A Meta-Analysis of Tumor Necrosis
Factor-Alpha, Interleukin-6, and Interleukin-10 in Preeclampsia. Cytokine
2011;56:550-559
38. Salan YDC. Biomarker Terkini Dalam Usaha Memprediksi Preeklampsia.
Berkala Kedokteran, Vol.13, No.1,2017: 119-128
39. Hassan MF, Nancy, Rund MA, Salama AH. An Elevated Maternal Plasma
Soluble fms-Like Tyrosine Kinase-1 to Placental Growth Factor Ratio at
78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Midtrimester Is a Useful Predictor for Preeclampsia.Hindawi Publishing
Corporation Obstetrics and Gynecology International. 2013,
40. Carmen R, Bacârea A, Hutanu A, Gabor R, Dobreanu M. Placental Growth
Factor, Soluble fms-Like Tyrosine Kinase 1, Soluble Endoglin, IL-6, and IL-
16 as Biomarkers in Preeclampsia. Hindawi Publishing Corporation
Obstetrics and Gynecology International. 2016
41. Amel A.F, El-Sayed. Preeclampsia: A Review of The Pathogenesis And
Possible Management Strategies Based On Its Pathophysiological
Derangements.Taiwanese Journal Of Obstetrics & Gynecology 56.2017; 593-
598
42. Luft FC. Soluble fms-like tyrosine kinase-1 and atherosclerosis in chronic
kidney disease. Kidney International. 2014; 85: 232-247.

43. Hagmann H, Thadhani R,Benzing T,Karumanchi, Stepan H. The Promise of


Angiogenic Markers for the Early Diagnosis and Prediction of Preeclampsia.
Clinical Chemistry. 2012; 837–845
44. Maynard SE, Karumanchi A. Angiogenic factors and preeclampsia. Semin
Nephrol. 2011; 31(1): 33-46.
45. Zhu W, Zhang R, Su H. The roles of endoglin gene in cerebrovascular
diseases. Neuroimmunol Neuroinflamm. 2017; 4: 199-210.
46. Vara EG, Pozuelo LG, Roque LP, et al. Potential role of circulating endoglin
in hypertension via the upregulated expression of BMP4. Cells. 2020; 9: 1-19.
47. Vara EG, Chalot ST, Botella LM, et al. Soluble endoglin regulates expression
of angiogenesis-related proteins and induction of arteriovenous malformations
in a mouse model of hereditary hemorrhagic telangiectasia. Disease Models &
Mechanisms. 2018: 1-11.
48. Lu YJ, Zhu YW, Shi LL, et al. A novel endoglin mutation in hereditary
hemorrhagic telangiectasia type 1: a case report. Molecular Medicine Reports.
2015; 12: 510-12.
49. Sulistyowati, S. Early and Late Onset Preeclampsia: What Did Really
Matter?. Journal of Gynecology and Women’s Health 2017;5(4)
79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50. Sovio U, Gaccioli F, Cook E, Hund M, Jones D, Smith G. Prediction of
Preeclampsia Using the Soluble fms-Like Tyrosine Kinase 1 to Placental
Growth Factor Ratio. Hypertension. 2017;69.
51. Gupta M, Feinberg BB, Burwick RM. Thrombotic microangiopathies of
pregnancy: differential diagnosis. Pregnancy Hypertension. 2018; 12: 29-34.
52. Pennington KA, Schlitt JM, Jackson DL, Schulz LC, Schust DJ.
Preeclampsia: Multiple Approachs for A Multifactorial Disease. Disease
Models and Mechanisms 2012;5:9-18
53. Raghupathy R. Cytokines As Key Players in the Pathophysiology of
Preeclampsia. Med Princ Pract 2013;22(suppl 1):8-19
54. Viswanathan, Daniel. The Study of Maternal Outcome of Early Onset Severe
Preeclampsia with Expectant Management. Int J Reprod Contracept Obstet
Gynecol 2014;3(1):92-97
55. Viswanathan, Viswanathan, Daniel. Perinatal Outcome During Expectant
Management of Early Onset Severe Preeclampsia. Sch J App Med Sci
2015;3(2C):751-755
56. Gong L, Goswami S, Kathleen M, et al. Metformin pathways:
pharmacokinetics and pharmacodynamics. Pharmacogenet Genomics. 2012;
22(11): 820-827.
57. Piasecka MM, Huttunen KM, Mateusiak L, et al. Is metformin a perfect drug?
Updates in pharmacokinetics and pharmacodynamics. Current Pharmaceutical
Design. 2017; 23: 1-19.
58. Graham GG, Punt J, Arora M, et al. Clinical pharmacokinetics of metformin.
Clin Pharmacokinet. 2011; 50(2): 81-98.
59. Kinaan M, Ding H, Triggle CR. Metformin: an old drug for the treatment of
diabetes but a new drug for the protection of the endothelium. Karger. 2015;
24: 401-415.
60. Han SY, Choi YH. Pharmacokinetic interaction between metformin and
verapamil in rats: inhibition of the OCT2-mediated renal excretion of
metformin by verapamil. Pharmaceutics. 2020; 12: 1-16.
80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61. Brownfoot FC, Hastie R, Hannan NJ, et al. Metformin as a prevention and
treatment for preeclampsia: effects on soluble fms-like tyrosine kinase 1 and
soluble endoglin secretion and endothelial dysfunction. Am J Obstet Gynecol
2016; 214(356): 1-15.
62. Junior VC, Fuchs FD, Schaan BD, et al. Effect of metformin on blood
pressure in patients with hypertension: a randomized clinical trial. Endocrine.
2018: 1-7.
63. UNC. Basic Rat Handling and Technique Workshop, 2018
64. Gong et al. Curcumin improves LPS-induced preeclampsia-like phenotype in
rat by inhibiting the TLR4 signaling pathway. Placenta Journal. 2016. 45-52
65. Soares MJ, et al. Rat placentation: An experimental model for investigating
the hemochorial maternal-fetal interface. Placenta Journal. 2012. 233-243
66. Harmon et al. IL-10 supplementation increases Tregs and decreases
hypertension in the RUPP rat model of preeclampsia. Hypertensi in
Pregnancy. 2016. 291-306.
67. Li J, LaMarca B, Reckelhoff JF. A model of preeclampsia in rats: the reduced
uterine perfusion pressure (RUPP) model. Am J Physiol Heart Circ Physiol.
2012; 303: 1-8.
68. Kabiraj A, Gupta J et al. Principle and Techniques of Immunohistochemistry-
A Review. International Journal of Biological & Medical Research, 2015 ;
6(3): 5204-5210
69. Gong et al. Curcumin improves LPS-induced preeclampsia-like phenotype in
rat by inhibiting the TLR4 signaling pathway. Placenta Journal. 2016. 45-52.
70. Gangwar, et al. Noninvasive measurement of systolic blood pressure in rats:
A novel technique. Indian Journal of Pharmacology. 2014. 351-352.
71. Mccarthy, et al. Animal models of preeclampsia; uses and limitations.
Placental Journal. 2011. 413-419.
72. Pennington KA, et al. Preeclampsia: multiple approaches for a multifactorial
disease. Disease Models & Mechanisms. 2011. 5(1), 9–18.

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73. Xue, P. (2015). Single Administration of Ultra-Low-Dose Lipopolysaccharide
in Rat Early Pregnancy Induces TLR4 Activation in the Placenta Contributing
to Preeclampsia. PLOS ONE. 10(4)
74. Novus Biologicals.Immunohistochemistry (IHC) Handbook. 2017
75. Meeme A, Buga GA, Mammen MK, et al. Angiogenic imbalance as a
contributor to the pathophysiology of preeclampsia among black African
women. J Matern Fetal Neonatal Med. 2017; 30(1): 1335-1341.
76. Leanos-Miranda A, Navarro-Romero CS, Sillas-Pardo LKJ, Ramirez-
Valenzuela KL, Isordia-Salas I, Jimenez-Trejo LM. Soluble Endoglin As a
Marker for Preeclampsia, Its Severity, and the Occurrence of Adverse
Outcomes. Hypertension. 2019;74:991-997
77. Nikuei P, Rajaei M, Roozbeh N, Mohseni F, Poordarvishi F, Azad M, et al.
Diagnostic accuracy of sFlt1/PIGF ratio as a marker for preeclampsia. BMC
Pregnancy and Childbirth. 2020; 20: 80.
78. Kaitu'u-Lino TJ, Brownfoot FC, Beard S, Cannon P, Hastie R, Nguyen TV, et
al. Combining metformin and esomeprazole is additive in reducing sFlt-1
secretion and decreasing endothelial dysfunction ± implications for treating
preeclampsia. PLoS ONE. 2018. 13(2): e0188845.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0188845
79. Kalafat E, Sukur YE, Abdi A, Thilaganathan B, Khalil A. Metformin for
prevention of hypertension disorders of pregnancy in women with gestational
dabetes or obesity: systematic review and meta-analysis of randomized trials.
Ultrasound Obstet Gynecol. 2018; 52: 706-714.
80. Wang F, Cao G, Yi W, Li L, Cao X. Effect of Metformin on a Preeclampsia-
Like Mouse Model Induced by High-Fat Diet. Biomed Research International.
2019: 1-9.
81. Nascimento IB; et al. Evaluation of Preeclampsia Results after Use of
Metformin in Gestation: Systematic Review and Meta-analysis. Rev Bras
Ginecol Obstet 2018;40:713–721.

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82. Alqudah A, McKinley M, McNally R, Graham U, Watson C, Lyons T,
McClements L. The risk ofpre-eclampsia in women taking metformin:
systematic review and meta-analysis. Diabetic Medicine. 2018, 35(2), 160-
172. https://doi.org/10.1111/dme.13523
83. Esti NA, Nova L, et al. Analisis Kariometric Akibat Pemberian Variasi
Dosisaspartam Pada Perkembangan Fetus Mencit. Biotropic The Journal od
Tropical Biology. 2019. 3(2).
84. Maynard SE, Min JY, Merchan J, et al. Excess placental soluble fms-like
tyrosine kinase 1 (sFlt1) may contribute to endothelial dysfunction,
hypertension and proteinuria in preeclampsia. The Journal of Clinical
Investigation. 2003. 111(5).

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DATA PENELITIAN
sFlt-1 sEng PROTEIN// TEKANAN DARAH// MAP// BERAT BADAN
15/11/2020 20/11/2020 22/11/2020 23/11/2020 24/11/2020 25/11/2020 26/11/2020 27/11/2020 28/11/2020 29/11/2020 30/11/2020
BB TENSI URINE MAP BB TD URINE MAP BB TD URINE MAP BB URINE BB URINE BB TD URINE MAP BB URINE BB URINE BB TD URINE MAP BB URINE BB URINE
KONTROL-NEGATIF 1 9 194 106/67 + 80 194 107/68 + 83 195 110/88 ++ 95,33 195 ++ 196 ++ 197 114/78 ++ 90 199 ++ 200 ++ 202 110/84 ++ 92,66 204 ++ 206 ++
9 6 185 110/45 + 66,67 186 109/61 + 77 187 109/68 ++ 81,66 188 ++ 189 ++ 190 109/84 ++ 92,33 192 ++ 193 ++ 194 76/49 ++ 58 195 ++ 196 ++
3 9 156 115/64 + 81 156 115/60 + 78 ,33 157 109/88 ++ 95 158 ++ 159 ++ 159 111/79 ++ 89,66 161 ++ 163 ++ 164 110/84 ++ 92,66 164 ++ 164 ++
3 6 158 106/68 + 80,66 158 103/64 ++ 77 158 109/80 ++ 89,66 159 ++ 160 ++ 162 98/73 ++ 81,33 163 ++ 157 ++ 158 104/50 ++ 68 159 ++ 161 ++
9 9 150 83/52 + 62,33 152 90/50 ++ 63,33 152 103/88 ++ 93 153 ++ 154 ++ 155 110/84 +++ 92,66 156 ++ 158 ++ 159 112/75 ++ 87,33 161 ++ 161 ++
9 9 143 117/76 + 89,66 144 119/75 + 89,66 145 112/78 ++ 89,33 146 ++ 147 ++ 148 76/49 ++ 58 149 ++ 151 ++ 153 110/65 ++ 80 155 ++ 156 ++
6 4 141 119/82 + 94,33 141 117/81 ++ 93 142 110/88 ++ 95,33 143 ++ 144 ++ 145 104/50 ++ 68 147 ++ 149 ++ 152 110/84 ++ 92,66 154 ++ 156 ++
6 9 193 115/78 + 90,33 193 119/82 ++ 94,33 194 113/67 ++ 82,33 194 ++ 195 ++ 196 100/76 ++ 84 197 ++ 199 ++ 200 111/84 ++ 93 206 ++ 209 ++
9 9 148 113/66 + 81,67 148 110/64 + 79,33 149 101/78 ++ 85,66 150 ++ 152 ++ 153 110/84 ++ 92,66 154 ++ 155 ++ 154 98/70 ++ 79,33 154 ++ 154 ++
4 4 147 95/74 + 81 148 96/73 + 80,66 149 111/63 ++ 79 150 ++ 153 ++ 154 109/84 ++ 92,33 156 ++ 158 ++ 159 104/60 ++ 74,66 160 ++ 160 ++
4 4 146 107/67 + 80,33 146 107/65 ++ 79 147 118/77 ++ 90,66 148 ++ 148 ++ 150 90/59 ++ 69,33 152 ++ 152 ++ 152 111/67 ++ 81,66 152 ++ 152 ++

KONTROL-POSITIF 9 9 175 113/66 + 81,66 175 115/71 ++ 85,66 176 138/120 ++ 126 177 +++ 178 +++ 179 129/84 +++ 99 182 +++ 183 +++ 183 229/184 +++ 199 183 +++ 183 +++
6 9 163 112/66 + 81,33 163 110/61 ++ 77 164 140/118 +++ 125,33 165 ++ 166 +++ 167 134/95 +++ 108 168 +++ 169 +++ 170 134/95 +++ 108 171 +++ 173 +++
3 9 161 94/72 + 79,33 162 95/60 ++ 71,66 163 140/125 ++ 130 163 +++ 164 +++ 165 166/145 +++ 152 166 +++ 168 +++ 169 166/145 +++ 152 170 +++ 172 +++
4 9 143 115/69 + 84,33 145 110/67 ++ 81,33 145 138/108 +++ 118 145 +++ 146 +++ 147 131/98 +++ 109 148 +++ 150 +++ 153 131/98 +++ 109 154 +++ 156 +++
3 9 142 73/51 + 58,33 143 72/50 + 57,33 143 138/110 +++ 119,33 145 +++ 146 +++ 147 136/84 +++ 100,66 148 +++ 150 +++ 152 136/72 +++ 93,33 154 +++ 157 +++
3 9 175 90/60 + 70 176 90/60 ++ 70 177 132/102 +++ 112 178 +++ 179 +++ 180 134/64 +++ 87,33 182 +++ 185 +++ 186 140/64 +++ 89,33 187 +++ 189 +++
4 9 154 68/41 + 50 154 78/45 + 56 154 145/116 +++ 125,66 155 +++ 156 +++ 157 175/73 +++ 107 158 +++ 159 +++ 160 183/73 +++ 109,66 163 +++ 165 +++
1 9 150 104/71 + 82 152 112/66 + 81,33 152 132/105 ++ 114 154 +++ 155 +++ 156 137/72 +++ 93,66 157 +++ 159 +++ 162 194/84 +++ 120,66 164 +++ 167 +++
3 9 144 106/62 + 76,66 146 70/50 ++ 56,66 160 140/125 +++ 130 160 +++ 162 +++ 163 183/81 +++ 115 155 +++ 157 +++ 166 229/111 +++ 150,33 167 +++ 168 +++
2 9 150 108/72 + 84 152 108/71 + 83,33 166 144/124 ++ 130,66 167 ++ 168 +++ 167 191/64 +++ 106,33 168 +++ 168 +++ 173 200/65 +++ 110 174 +++ 175 +++
4 - 165 82/51 + 61,33 166 85/50 + 61,66 152 138/153 +++ 114,66 153 +++ 154 +++ 155 137/41 +++ 73 156 +++ 157 +++ 162 150/65 +++ 93,33 163 +++ 165 +++

P1 (Metformin 20 mg/kgbb/hari) - 4 171 112/46 + 68 172 119/51 ++ 73,66 173 134/118 +++ 123,33 174 +++ 175 +++ 176 129/83 +++ 98,33 178 +++ 180 +++ 182 129/83 ++ 98,33 184 +++ 185 ++
2 4 141 65/42 + 49 142 80/62 ++ 68 143 138/112 +++ 120,66 144 +++ 145 ++ 146 137/77 ++ 97 147 ++ 148 +++ 150 120/64 ++ 82,66 152 ++ 154 ++
9 9 150 98/74 + 82 151 111/71 ++ 84,33 152 136/98 +++ 110,66 153 +++ 154 +++ 156 139/96 +++ 110,33 158 +++ 160 ++ 161 121/65 +++ 83,66 162 +++ 163 ++
9 9 154 95/58 + 70,33 154 110/54 + 72,66 154 135/97 +++ 109,66 155 +++ 155 +++ 156 175/83 +++ 113,66 158 +++ 161 ++ 162 120/64 ++ 82,66 164 ++ 165 ++
4 4 143 109/84 + 92,33 144 119/58 ++ 78,33 145 138/102 ++ 114 146 ++ 147 +++ 148 120/86 +++ 97,33 150 +++ 153 ++ 155 129/113 ++ 118,33 156 ++ 157 +++
- 4 131 110/84 + 92,66 132 112/84 ++ 93,33 133 131/121 +++ 124,33 135 +++ 137 +++ 139 129/113 +++ 118,33 141 +++ 143 +++ 145 124/88 +++ 100 147 ++ 149 ++
4 6 151 111/91 + 97,66 153 110/81 + 90,66 154 130/111 +++ 117,33 154 ++ 155 +++ 156 134/64 +++ 87,33 157 +++ 158 +++ 159 129/71 +++ 90,33 161 ++ 163 ++
- 6 151 103/62 + 75,66 152 110/62 ++ 78 153 134/110 ++ 118 154 +++ 155 +++ 157 124/88 +++ 100 158 ++ 160 +++ 162 136/71 +++ 92,66 163 ++ 164 ++
2 9 158 90/52 + 64,66 159 115/52 + 73 160 124/88 +++ 100 161 +++ 162 +++ 163 134/95 +++ 108 164 ++ 165 +++ 167 140/78 +++ 98,66 168 +++ 169 ++
6 6 166 115/69 + 84,33 166 117/69 ++ 85 166 134/64 ++ 87,33 167 +++ 168 +++ 168 129/113 +++ 118,33 170 +++ 172 +++ 174 136/78 +++ 97,33 175 ++ 176 ++
3 9 150 91/55 + 67 151 110/55 + 73,33 153 134/95 +++ 108 154 +++ 155 +++ 156 129/104 +++ 112,33 158 +++ 160 ++ 162 140/68 +++ 92 165 ++ 166 ++

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN
Ekspresi
Endoglin/sENG
Luas
No No Slide Intensitas (I) (L)% IxL Nilai Score Keterangan
1 K+ U1 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
2 K+ U2 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
3 K+ U3 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
4 K+ U5 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
5 K+ U6 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
6 K+ U7 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
7 K+ U8 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
8 K+ U9 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
9 K+ U 10 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
10 K+ U11 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
11 K+ UII - - - - - Jaringan tdk ada terlepas saat proses
12 P1 U1 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
13 P1 U2 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
14 P1 U3 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
15 P1 U4 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
16 P1 U5 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
17 P1 U6 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
18 P1 U7 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
19 P1 U8 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
20 P1 U9 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
21 P1 U10 3+ 50 3x2 6 6 Sedang
22 P1 U11 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
23 K- U1 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
24 K- U2 3+ 50 3x2 6 6 Sedang
25 K- U3 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
26 K- U4 3+ 50 3x2 6 6 Sedang
27 K- U5 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
28 K- U6 3+ 50 3x2 6 6 Sedang
29 K- U7 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
30 K- U8 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
31 K- U9 3+ 50 3x2 6 6 Sedang
32 K- U10 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
33 K- U11 2+ 50 2x2 4 4 Lemah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Ekspresi
Flt-1/sFlt-1
No Luas
No Slide Intensitas (I) (L)% IxL Nilai Score Keterangan
1 K+ U1 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
2 K+ U2 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
3 K+ U3 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
K+ U4 2+ 70 2x3 6 6 Sedang
4 K+ U5 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
5 K+ U6 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
6 K+ U7 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
7 K+ U8 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
8 K+ U9 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
9 K+ U 10 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
10 K+ U11 2+ 70 2x3 6 6 Sedang
12 P1 U1 - - - - - Jaringan Terlepas
13 P1 U2 1+ 50 1x2 2 2 Lemah
14 P1 U3 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
15 P1 U4 3+ 75 3x3 9 9 Kuat
16 P1 U5 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
Jaringan ada, terlalu
sedikit --> tidak
representatif untuk di
17 P1 U6 - - - - - nilai
18 P1 U7 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
19 P1 U8 - - - - - Slide tdk ada diterima
20 P1 U9 1+ 50 1x2 2 2 Lemah
21 P1 U10 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
22 P1 U11 1+ 75 1x3 3 3 Lemah
23 K- U1 1+ 25 1x1 1 1 Lemah
24 K- U2 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
25 K- U3 1+ 75 1x3 3 3 Lemah
26 K- U4 1+ 75 1x3 3 3 Lemah
27 K- U5 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
28 K- U6 2+ 25 2x1 2 2 Lemah
29 K- U7 3+ 50 3x2 6 6 Sedang
30 K- U8 2+ 75 2x3 6 6 Sedang
31 K- U9 3+ 50 3x2 6 6 Sedang
32 K- U10 2+ 50 2x2 4 4 Lemah
33 K- U11 2+ 50 2x2 4 4 Lemah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Descriptivesa,b
kelompok Statistic Std. Error
BB_2 kontrol negatif Mean 168.0909 6.58159
95% Confidence Interval Lower Bound 153.4262
for Mean Upper Bound 182.7556
5% Trimmed Mean 166.3232
Median 160.0000
Variance 476.491
Std. Deviation 21.82867
Minimum 153.00
Maximum 215.00
Range 62.00
Interquartile Range 9.00
Skewness 1.820 .661
Kurtosis 1.916 1.279
kontrol positif Mean 171.5455 2.97066
95% Confidence Interval Lower Bound 164.9264
for Mean Upper Bound 178.1645
5% Trimmed Mean 171.2727
Median 169.0000
Variance 97.073
Std. Deviation 9.85255
Minimum 158.00
Maximum 190.00
Range 32.00
Interquartile Range 10.00
Skewness .411 .661
Kurtosis -.091 1.279
perlakuan Mean 166.1818 2.89142
95% Confidence Interval Lower Bound 159.7393
for Mean Upper Bound 172.6243
5% Trimmed Mean 165.8131
Median 166.0000
Variance 91.964

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Std. Deviation 9.58977
Minimum 153.00
Maximum 186.00
Range 33.00
Interquartile Range 12.00
Skewness .727 .661
Kurtosis .696 1.279
sistole_2 kontrol negatif Mean 102.2727 2.55873
95% Confidence Interval Lower Bound 96.5715
for Mean Upper Bound 107.9739
5% Trimmed Mean 102.3030
Median 100.0000
Variance 72.018
Std. Deviation 8.48635
Minimum 91.00
Maximum 113.00
Range 22.00
Interquartile Range 18.00
Skewness -.114 .661
Kurtosis -1.684 1.279
kontrol positif Mean 151.8182 6.59313
95% Confidence Interval Lower Bound 137.1278
for Mean Upper Bound 166.5086
5% Trimmed Mean 150.2424
Median 144.0000
Variance 478.164
Std. Deviation 21.86695
Minimum 132.00
Maximum 200.00
Range 68.00
Interquartile Range 25.00
Skewness 1.384 .661
Kurtosis 1.263 1.279
perlakuan Mean 113.4545 2.34855
95% Confidence Interval Lower Bound 108.2216
for Mean Upper Bound 118.6874

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5% Trimmed Mean 113.3384
Median 114.0000
Variance 60.673
Std. Deviation 7.78927
Minimum 102.00
Maximum 127.00
Range 25.00
Interquartile Range 11.00
Skewness -.073 .661
Kurtosis -.525 1.279
diastole_2 kontrol negatif Mean 73.8182 3.17610
95% Confidence Interval Lower Bound 66.7414
for Mean Upper Bound 80.8950
5% Trimmed Mean 73.7980
Median 73.0000
Variance 110.964
Std. Deviation 10.53393
Minimum 60.00
Maximum 88.00
Range 28.00
Interquartile Range 20.00
Skewness .094 .661
Kurtosis -1.656 1.279
kontrol positif Mean 114.8182 3.73878
95% Confidence Interval Lower Bound 106.4876
for Mean Upper Bound 123.1487
5% Trimmed Mean 116.1313
Median 118.0000
Variance 153.764
Std. Deviation 12.40015
Minimum 80.00
Maximum 126.00
Range 46.00
Interquartile Range 8.00
Skewness -2.559 .661
Kurtosis 7.409 1.279
perlakuan Mean 76.2727 2.21602

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95% Confidence Interval Lower Bound 71.3351
for Mean Upper Bound 81.2103
5% Trimmed Mean 76.3030
Median 76.0000
Variance 54.018
Std. Deviation 7.34971
Minimum 64.00
Maximum 88.00
Range 24.00
Interquartile Range 11.00
Skewness -.124 .661
Kurtosis -.901 1.279
proteinurin_2 kontrol positif Mean 3.1818 .12197
95% Confidence Interval Lower Bound 2.9101
for Mean Upper Bound 3.4536
5% Trimmed Mean 3.1465
Median 3.0000
Variance .164
Std. Deviation .40452
Minimum 3.00
Maximum 4.00
Range 1.00
Interquartile Range .00
Skewness 1.923 .661
Kurtosis 2.037 1.279
MAP_2 kontrol negatif Mean 80.7545 2.57092
95% Confidence Interval Lower Bound 75.0262
for Mean Upper Bound 86.4829
5% Trimmed Mean 80.7834
Median 77.6600
Variance 72.706
Std. Deviation 8.52678
Minimum 65.33
Maximum 95.66
Range 30.33
Interquartile Range 10.33
Skewness .163 .661

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kurtosis .173 1.279
kontrol positif Mean 127.1200 3.77324
95% Confidence Interval Lower Bound 118.7127
for Mean Upper Bound 135.5273
5% Trimmed Mean 127.6894
Median 131.0000
Variance 156.611
Std. Deviation 12.51443
Minimum 98.66
Maximum 145.33
Range 46.67
Interquartile Range 14.66
Skewness -.991 .661
Kurtosis 1.856 1.279
perlakuan Mean 88.6364 1.86455
95% Confidence Interval Lower Bound 84.4819
for Mean Upper Bound 92.7908
5% Trimmed Mean 88.5032
Median 88.0000
Variance 38.242
Std. Deviation 6.18400
Minimum 78.67
Maximum 101.00
Range 22.33
Interquartile Range 9.33
Skewness .600 .661
Kurtosis .512 1.279
a. proteinurin_2 is constant when kelompok = kontrol negatif. It has been omitted.
b. proteinurin_2 is constant when kelompok = perlakuan. It has been omitted.

Tests of Normalityb,c
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BB_2 kontrol negatif .393 11 .000 .655 11 .000
kontrol positif .147 11 .200* .950 11 .642
*
perlakuan .193 11 .200 .935 11 .459

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sistole_2 kontrol negatif .205 11 .200* .892 11 .146
*
kontrol positif .206 11 .200 .838 11 .030
*
perlakuan .164 11 .200 .951 11 .662
diastole_2 kontrol negatif .188 11 .200* .908 11 .230
kontrol positif .265 11 .029 .691 11 .000
perlakuan .194 11 .200* .964 11 .821
proteinurin_2 kontrol positif .492 11 .000 .486 11 .000
*
MAP_2 kontrol negatif .187 11 .200 .954 11 .698
kontrol positif .167 11 .200* .933 11 .440
perlakuan .225 11 .125 .951 11 .653
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
b. proteinurin_2 is constant when kelompok = kontrol negatif. It has been omitted.
c. proteinurin_2 is constant when kelompok = perlakuan. It has been omitted.

Interpretasi : Dari hasil uji normalitas Saphiro Wilk seluruh data terdistribusi tidak normal kecuali untuk
data MAP 2
Ranks
kelompok N Mean Rank
BB_2 kontrol negatif 11 12.68
kontrol positif 11 21.82
perlakuan 11 16.50
Total 33
sistole_2 kontrol negatif 11 7.64
kontrol positif 11 28.00
perlakuan 11 15.36
Total 33
diastole_2 kontrol negatif 11 10.86
kontrol positif 11 27.23
perlakuan 11 12.91
Total 33
proteinurin_2 kontrol negatif 11 11.50
kontrol positif 11 28.00
perlakuan 11 11.50
Total 33

Test Statisticsa,b

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BB_2 sistole_2 diastole_2 proteinurin_2
Chi-Square 4.972 24.924 18.755 31.226
df 2 2 2 2
Asymp. Sig. .083 .000 .000 .000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kelompok

Interpretasi : Uji Kruskall Wallis menunjukkan terdapat perbedaan tekanan darah systole, diastole dan
urin protein yang bermakna pada ketiga kelompok (p<0.001) tetapi tidak terdapat perbedaan berat
badan yang bermakna (p>0.05)

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
sistole_2 kontrol negatif 11 6.00 66.00
kontrol positif 11 17.00 187.00
Total 22

Test Statisticsb
sistole_2
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 66.000
Z -3.976
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed .000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
sistole_2 kontrol negatif 11 7.64 84.00
perlakuan 11 15.36 169.00
Total 22

Test Statisticsb

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sistole_2
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 84.000
Z -2.802
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
Exact Sig. [2*(1-tailed .004a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
sistole_2 kontrol positif 11 17.00 187.00
perlakuan 11 6.00 66.00
Total 22

Test Statisticsb
sistole_2
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 66.000
Z -3.976
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed .000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Interpretasi : Dikarenakan uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan tekanan darah systole yang
bermakna pada ketiga kelompok, maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk menganalisis
perbedaan pada kelompok yang mana. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan tekanan darah systole
yang bermakna antara setiap kelompok

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
diastole_2 kontrol negatif 11 6.32 69.50
kontrol positif 11 16.68 183.50
Total 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsb
diastole_2
Mann-Whitney U 3.500
Wilcoxon W 69.500
Z -3.751
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed .000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
diastole_2 kontrol negatif 11 10.55 116.00
perlakuan 11 12.45 137.00
Total 22

Test Statisticsb
diastole_2
Mann-Whitney U 50.000
Wilcoxon W 116.000
Z -.691
Asymp. Sig. (2-tailed) .489
Exact Sig. [2*(1-tailed .519a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
diastole_2 kontrol positif 11 16.55 182.00
perlakuan 11 6.45 71.00
Total 22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Test Statisticsb
diastole_2
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 71.000
Z -3.652
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed .000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Interpretasi : Dikarenakan uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan tekanan darah diatole yang
bermakna pada ketiga kelompok, maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk menganalisis
perbedaan pada kelompok yang mana. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan tekanan darah diastole
yang bermakna antara kelompok kontrol negative dan positif, kontrol negative dan perlakuan(p<0.001),
tetapi tidak antara kelompok kontrol positif dan perlakuan (p>0.005)

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
proteinurin_2 kontrol negatif 11 6.00 66.00
kontrol positif 11 17.00 187.00
Total 22

Test Statisticsb
proteinurin_2
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 66.000
Z -4.421
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed .000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
proteinurin_2 kontrol negatif 11 11.50 126.50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perlakuan 11 11.50 126.50
Total 22

Test Statisticsb
proteinurin_2
Mann-Whitney U 60.500
Wilcoxon W 126.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed 1.000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Ranks
kelompok N Mean Rank Sum of Ranks
proteinurin_2 kontrol positif 11 17.00 187.00
perlakuan 11 6.00 66.00
Total 22

Test Statisticsb
proteinurin_2
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 66.000
Z -4.421
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed .000a
Sig.)]
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok

Interpretasi : Dikarenakan uji Kruskal Wallis menunjukkan adanya perbedaan protein urin yang
bermakna pada ketiga kelompok, maka dilanjutkan dengan uji Mann Whitney untuk menganalisis
perbedaan pada kelompok yang mana. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan protein urin yang
bermakna antara kelompok kontrol negative dan positif, kontrol negative dan perlakuan(p<0.001),
tetapi tidak antara kelompok kontrol positif dan perlakuan (p>0.005)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ANOVA
MAP_2
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 13540.519 2 6770.259 75.911 .000
Within Groups 2675.587 30 89.186
Total 16216.105 32

Interpretasi : Uji Anova menunjukkan terdapat perbedaan nilai MAP yang bermakna pada ketiga
kelompok (p<0.001)

Multiple Comparisons
MAP_2
LSD
95% Confidence Interval
Mean Difference
(I) kelompok (J) kelompok (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
kontrol negatif kontrol positif -46.36545* 4.02687 .000 -54.5894 -38.1415
perlakuan -7.88182 4.02687 .060 -16.1058 .3421
kontrol positif kontrol negatif 46.36545* 4.02687 .000 38.1415 54.5894
perlakuan 38.48364* 4.02687 .000 30.2597 46.7076
perlakuan kontrol negatif 7.88182 4.02687 .060 -.3421 16.1058
kontrol positif -38.48364* 4.02687 .000 -46.7076 -30.2597
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Interpretasi : dengan hasil Anova yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji Post Hoc dan hasil
menunjukkan terdapat perbedaan MAP yang bermakna pada kelompok kontrol negative dan positif,
juga kontrol positif dan perlakuan (p<0.001) tetapi tidak antara kelompok kontrol negative dan
perlakuan (p>0.05)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai