ASMA
ASMA
ASMA
Disusun oleh :
1. Donata Danar Ispriatmini
2. Haya Ulya Afifah
3. Muhammad Zainuddin
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-
Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus
tentang “ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT ASMA”
Laporan studi kasus ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan laporan ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga laporan tentang “ASUHAN
KEPERAWATAN PENYAIT ASMA” ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.
Pontianak, 2 Sept 2021
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
DAFTRA ISI..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan
secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu
dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena
pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu
berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya
pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita
atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih
lama, sering menjadi problem tersendiri.
Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai
pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma,
harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah
memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada
penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana
sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan
bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di
Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus
asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun,
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit
ini semakin meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup,
produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya
kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid
dkk,2007)
Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab
kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada
SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-
4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh
Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi
paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan
kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC),
didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 %
yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.5 Patofisiologi
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan
penyakit yang disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja,
sehingga terapi utama pada saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti
betaegonis dan golongan metil ksantin saja. Namun, para ahli
mengemukakan konsep baru ayng kemudian digunakan hingga kini,
yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada saluran
pernafasan, yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan
respon yang berlebihan terhadap rangsangan (hyperresponsiveness).
Selain itu juga terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan
penurunan kecepatan aliran udara akibat penyempitan bronkus.
Akibatnya terjadi hiperinflasi distal, perubahan mekanis paruparu, dan
meningkatnya kesulitan bernafasan. Selain itu juga dapat
terjadipeningkatan sekresi mukus yang berlebihan.
Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor
pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau
idiosinkratik. Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan
karena menghirup alergen, yang biasanya terjadi pada anak-anak yang
memiliki keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau
hay fever). Asma instrinsik mengacu pada asma yang disebabkan oleh
karena faktor-faktordi luar mekanisme imunitas, dan umumnya
dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik, di mana
pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat
memicu terjadinya asma antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress,
dan olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga. Khusus
untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal dengan istilah.
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit
inflamasi saluran napas. Meskipun ada berbagai cara untuk
menimbulkan suatu respons inflamasi, baik pada asma ekstrinik maupun
instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada asma umunya sama, yaitu
terjadinya infiltrasi eosinofil dan 23 limfosit serta terjadi pengelupasan
sel-sel epitelial pada saluran nafas dan dan peningkatan permeabilitas
mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita asma
yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma , secara
histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus
glikoprotein dan eksudat protein plasma yang memperangkap debris
yang berisi se-sel epitelial yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Penyakit
asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi,
mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi
utama yang turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan
asma antara lain adalah sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan
mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma adalah histamin,
leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu :
interleukin.
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari
meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya
rangsangan dari luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian
akan memicu pelepasan berbagai senyawa endogen dari sel mast yang
merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien, dan faktor
kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien merupakan
bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik eosinofil
bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil 24 menuju tempat
terjadinya peradangan yaitu di bronkus.
2.1.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma
terkontrol sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya
penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan asma
jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
1) Tatalaksana Asma Jangka Panjang Prinsip utama tatalaksana jangka
panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan pelega), dan
menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan pada saat
serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.
2) Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa Tujuan tatalaksana
serangan Asma akut:
1) Mengatasi gejala serangan asma
2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
3) Mencegah terjadinya kekambuhan
4) Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7
komponen, yaitu :
1. Edukasi Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti.
Edukasi tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga
pihak lain yang membutuhkan energi pemegang keputusan, 25 pembuat
perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penilaian klinis
berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri
mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan
berbagai faktor antara lain : Gejala dan berat asma berubah sehingga
membutuhkan perubahan terapi, Pajanan pencetus menyebabkan
penderita mengalami perubahan pada asmanya, Daya ingat (memori)
dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga membantu
penanganan asma terutama asma mandiri.
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol.
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan pada
serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam,
alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000
0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
6. Kontrol secara teratur 27 Pada penatalaksanaan jangka panjang
terdapat 2 hal yang penting diperhatikan oleh dokter yaitu: Tindak lanjut
(follow-up) teratur, Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan
lanjut bila diperlukan
7. Pola hidup sehat
a. Meningkatkan kebugaran fisik
b. Berhenti atau tidak pernah merokok
c. Lingkungan kerja Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat
menimbulkan asma.
2.1.7 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama,
maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk
toraks, yaitu toraks menbungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto
rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma kronik
dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus
Harrison. Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat
tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus 28 segmen yang
sesuai. Mediastinum tertarik ke arah atelektasis. Bila atelektasis
berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan bila ada
infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus
menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat
diatasi dengan obat-obat yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak
ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan
pernafasan dan kegagalan jantung.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas
obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya
periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan
menjadi 3 tipe, yaitu : Ekstrinsik (alergik), Intrinsik (non alergik) ,Asma
gabungan.
Dan ada beberapa hal yang merupakan faktor penyebab timbulnya
serangan asma bronkhial yaitu : faktor predisposisi(genetic), faktor
presipitasi(alergen, perubahan cuaca, stress, lingkungan kerja, olahraga/
aktifitas jasmani yang berat). Pencegahan serangan asma dapat dilakukan
dengan :
1. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi
2. Menghindari kelelahan
3. Menghindari stress psikis
4. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin
5. Olahraga renang, senam asma
4.2 Saran
Asuhan keperawatan yang diberikan harus tepat dan rasional untuk
pasien sehingga tercapailah kepuasan keluarga dan pasien. Bagi petugas
kesehatan sebagai pelaksana asuhan keperawatan, hendaknya dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi bio, psiko, sosial, dan
spiritual terhadap pasien.
DAFTAR PUSTAKA