Miniproject ISPA
Miniproject ISPA
Miniproject ISPA
Disusun oleh:
dr. Destri Sanghadwi
Pembimbing:
dr. Nilawati
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan mini project yang
berjudul “Insidensi TB PARU pada Kunjungan Poli Puskesmas Krueng Barona
Jaya”. Selanjutnya shalawat dan salam penulis hanturkan kepangkuan alam Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke
alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan mini project ini merupakan salah satu syarat yang diajukan dalam
menempuh Program Internsip Dokter Indinesia. Seperti yang telah kita ketahui
bahwa angka kejadian penderita TB PARU di masyarakat cukup banyak dan
menjadi salah satu keluhan penting yang dapat menurunkan kualitas hidup
masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas hidup agar tidak menimbulkan
masalah di masyarakat perlu upaya pencegahan dan penanggulangan TB PARU
dimulai dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke
arah lebih sehat. Maka dari itu penulis tertarik melakukan kegiatan mini project
terhadap kasus tersebut.
Ucapan terima kasih tidak lupa penulis ucapkan kepada pembimbing yaitu
dr. Nilawati dan para staf tenaga kesehatan lainnya di puskesmas yang telah
bekerjasama hingga terselesaikannya laporan ini.
Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa laporan mini project ini
masih jauh dari kesempurnaan. Keterbatasan dalam penulisan maupun kajian
dibahas mengharapkan masukan terhadap kegiatan ini, demi perbaikan di masa
yang akan datang.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................... 1
1.1. Latar Belakang...................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 3
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 3
1.4.1.Manfaat Teoritis........................................................... 3
1.4.2.Manfaat Praktis............................................................ 3
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 40
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran
mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
pernafasan yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah
organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti
2. Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli
(respiratory tract).
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini.
Batas 14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
2.2. Epidemiologi
Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi
dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari
1000 balita (Oktaviani, 2009). Setiap anak balita diperkirakan mengalami 3-6
episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan ISPA
Indonesia Sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan
RI, 2002).
Kota medan merupakan kota terbesar ketiga yang saat ini berkembang
Juni 2004 sebesar 473.539 orang, dimana penyakit ISPA masih berada pada
urutan pertama yaitu sebanyak 225.494 pasien (47,62%). Angka tertinggi terdapat
Kabupaten Deli Serdang pada 2004, diketahui angka morbiditas kasus ISPA
sebanyak 12.871 kasus (31,7%) dengan rincian 6.638 terjadi pada kelompok umur
bayi (51,5%) dan 6.233 kasus pada usia 1-4 tahun (48,5%) (Agustama, 2005).
2.3. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
Herpesvirus.
Sumber :
http://www.kcom.edu/faculty/chamberlain/website/lectures/intraurt.htm.
a. Agent
Infeksi dapat berupa flu biasa hingga radang paru-paru. Kejadiannya bisa
secara akut atau kronis, yang paling sering adalah rinitis simpleks,
faringitis, tonsilitis, dan sinusitis. Rinitis simpleks atau yang lebih dikenal
terhadap antibiotika.
positif, pada dua penderita dijumpai tumbuh dua galur bakteri sedangkan
yang lainnya hanya tumbuh satu galur. Bakteri gram positif dijumpai
b. Manusia
1. Umur
dibawah 2 tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak
- <5 tahun sebesar 82,1%, sementara kelompok umur <2 bulan sebesar
17,9%.23
2. Jenis Kelamin
tahun. Menurut Glenzen dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap
didapatkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada anak laki-laki sebesar
3. Status Gizi
penyebab utama kematian terutama pada anak dibawah usia 5 tahun. Akan
pneumonia 2,5 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang berstatus
gizi baik/normal.
dengan status gizi anak balita menunjukkan bahwa anak balita yang
menderita penyakit ISPA didapatkan 2,19 kali mempunyai status gizi tidak
baik dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita penyakit ISPA
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi dengan berat
adalah penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada bayi baru lahir.
berat badan lahir <2.500 gram sebesar 62,2%. Hasil uji statistik diperoleh
artinya anak balita yang menderita pneumonia risikonya 2,2 kali lebih
bayi kaya akan faktor antibodi untuk melawan infeksi-infeksi bakteri dan
dan makanan padat. Pada enam bulan pertama, bayi lebih baik hanya
mendapatkan ASI saja (ASI Eksklusif) tanpa diberikan susu formula. Usia
lebih dari enam bulan baru diberikan makanan pendamping ASI atau susu
formula, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika anak tidak bisa
pneumonia 38,8%. Hasil uji statistic diperoleh bahwa anak balita yang
menderita pneumonia risikonya 2 kali lebih besar pada anak balita yang
tidak mendapat ASI eksklusif.
6. Status Imunisasi
penyakit menular tertentu agar kebal dan terhindar dari penyakit infeksi
kesehatan anak.
seperti, POLIO (lumpuh layu), TBC (batuk berdarah), difteri, liver (hati),
tetanus, pertusis.
yang ada dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) yaitu BCG : 0-11 bulan, DPT
adalah 4 minggu.30
diperoleh nilai OR = 2,5 (CI 95%; 2.929 – 4.413), artinya anak balita yang
menderita pneumonia risikonya 2,5 kali lebih besar pada anak yang status
Medan (2007), hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak ada
c. Lingkungan
1. Kelembaban Ruangan
exp (B) 28,097, yang artinya kelembaban ruangan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan menjadi faktor risiko terjadinya ISPA pada balita sebesar
28 kali.
2. Suhu Ruangan
optimum 18- 300C. Hal ini berarti, jika suhu ruangan rumah dibawah
180C atau diatas 300C keadaan rumah tersebut tidak memenuhi syarat.
Suhu ruangan yang tidak memenuhi syarat kesehatan menjadi faktor risiko
3. Ventilasi
menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini
prevalens rate ISPA pada bayi yang memiliki ventilasi kamar tidur yang
adalah minyak tanah sebesar 76,6%, sedangkan gas elpiji sebesar 33,3%.
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
(p < 0,05).
6. Keberadaan Perokok
pasif. Asap rokok terdiri dari 4.000 bahan kimia, 200 diantaranya
perempuan 1,2%.
kelompok umur 5-9 tahun sebesar 70,6% dan kelompok umur muda 10-14
diperoleh nilai OR = 2,7 (CI 95%; 1.481 – 4.751) artinya anak balita yang
menderita pneumonia risikonya 2,7 kali lebih besar pada anak balita yang
dari satu individu dengan individu lainnya. Bagi seseorang yang sakit,
menangani penyakit tersebut. Untuk bayi dan anak balita persepsi ibu
dukun ketika sakit lebih banyak. Bedasarkan hasil uji statistik didapatkan
bahwa ibu dengan status ekonomi tinggi 1,8 kali lebih banyak pergi
ekonominya rendah.
rendah lebih banyak mengobati sendiri ketika anak sakit ataupun berobat
ke dukun. Ibu yang berpendidikan minimal tamat SLTP 2,2 kali lebih
dibandingkan dengan ibu yang tidak bersekolah, hal ini disebabkan karena
ibu yang tamat SLTP ke atas lebih mengenal gejala penyakit yang diderita
oleh balitanya.
2.4. Patogenesis
infeksi mauapun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga
2. Makrofag alveoli.
3. Antibodi.
pada saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya rusak, akibat infeksi terdahulu.
Selain itu, hal-hal yang dapat menggangu keutuhan lapisan mukosa dan gerak sila
adalah:
1) Asap rokok dan gas SO₂ yang merupakan polutan utama dalam
pencemaran udara.
2) Sindrom immotil.
lain bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag
(Baum,1980).
Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah imunoglobulin
A (IgA). Antibodi ini banyak terdapat di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan
pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA akan mengalami hal yang serupa
mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas
gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung pada:
2) Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa,
3) Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi
dengan orang dewasa. Gambaran klinis yang buruk dan tampak lebih berat
tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang
2.5. Klasifikasi
yang tidak wajar atau sulit bangun, stridor pada anak yang tenang, mengi,
demam (38ºC atau lebih) atau suhu tubuh yang rendah (di bawah 35,5 ºC),
pernafasan cepat 60 kali atau lebih per menit, penarikan dinding dada
berat, sianosis sentral (pada lidah), serangan apnea, distensi abdomen dan
abdomen tegang.
2) Bukan pneumonia: jika anak bernafas dengan frekuensi kurang dari 60 kali
walaupun telah diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang
otitismedia, faringitis.
Infeksi yang menyerang mulai dari bagian epiglotis atau laring sampai
dengan alveoli, dinamakan sesuai dengan organ saluran nafas, seperti
a. Pneumonia
Etiologi :
H.influenzae.
Gejala : Batuk, sesak nafas yang timbul mendadak, demam, nyeri dada
hidung, sianosis.
Pemeriksaan penunjang :
Kriteria MRS :
b. Sianosis
c. Usia <6bln
f. Imunokompromis
Oksigenasi
nasogastrik
Medikamentosa :
Dosis :
Ampisilin 100mg/kgBB/hari
Kloramfenikol : 100mg/kgBB/hari
Gentamisin 5mg/kgBB/hari
Diagnosis banding :
Bronkiolitis
Payah jantung
Abses paru
Meningitis
Ileus
b. Bronkiolitis
Anamnesis : pada anak usia < 2 th dengan sesak nafas, mengi ygang
hidung.
wheezing.
Pemeriksaan penunjang
Penatalaksanaan :
inhalasi/per oral.
c. Bronkitis
Etiologi :
Infeksi : virus (Parainfluenza), bakteri (streptococcus), dan
fungi (monilia)
Alergi : Asma
Gejala klinis :
disertai muntah-muntah.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan penunjang :
normal.
Penatalaksanaan :
dada.
Antibiotik diberikan jika ada kecurigaan infeksi sekunder
menimbulkan atelektasis/pneumonia.
ringan. Sakit tenggorokan (sore throat), rasa kering pada bagian posterior
palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa
koriza jarang. Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit di
dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang
dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi epidemi.
4) Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam,
Keadaan ini dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemi yang hebat dan
ulkus.
Berdasarkan hasil penelitian, ISPA yang terjadi pada ibu dan anak
terhadap ISPA pada anak dan orang dewasa. Pembakaran pada kegiatan rumah
tangga dapat menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu, grid (pasir
halus) dan gas (CO dan NO). Demikian pula pembakaran obat nyamuk,
Balita baik yang bersifat akut maupun kronis. Gangguan akut misalnya iritasi
upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat dilakukan di
antaranya dengan membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi polusi asap
dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk asap rokok. Anak yang
sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak
2004).
deteksi dini kasus ISPA terutama pneumoni, lemahnya manajemen kasus oleh
petugas kesehatan, serta pengetahuan yang kurang dari masyarakat akan gejala
sarana pelayanan kesehatan sudah dalam kategori berat (Badan Penelitian dan
2.8. Penatalaksanaan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
2. Mengatasi batuk
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
5. Lain-lain
dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan
tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.1 Populasi
Populasi target adalah semua pasien yang berkunjung melakukan
pengobatan di Poli Umum Puskesmas Krueng Barona Jaya Kota Banda Aceh.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi target yang memenuhi kriteria sampel
penelitian. Pada penelitian ini, sampel diambil dengan metode konsekutif.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Laki-laki 42 35 77 39,7%
Perempuan 64 53 117 60,3%
total 107 88 194 100%
4.3 Pembahasan
Dari tabel hasil penelitian menunjukkan jika prevalensi ISPA di Puskesmas
Krueng Barona Jaya terlihat banyak. Terhitung sejak Januari-Februari 2019,
terdapat sebanyak 194 penderita ISPA yang datang berobat ke Poli umum
Puskesmas Krueng Barona Jaya. Hal ini menunjukkan jika prevalensi ISPA di
Puskesmas Krueng Barona Jaya masih tinggi. Untuk jenis kelamin penderita ISPA
dalam penelitian ini diperoleh lebih banyak perempuan yaitu 117 orang (60,3%)
sedangkan laki-laki 77 orang (39,7%). Selain itu, dari penelitian juga didapatkan
jika penderita ISPA rata-rata berusia muda sampai lansia, untuk usia anak-anak
penderita ISPA menunjukkan persentase yang sedikit. Usia rata-rata penderita
ISPA dalam penelitian ini yaitu > 10 tahun (72,16%). Usia penderita ISPA
termuda yaitu berusia 13 bulan. Sedangkan untuk usia tertua yaitu 68 tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidensi terjadinya ISPA pada
pasien yang melakukan kunjungan ke Poli Umum Puskesmas Krueng Barona
Jaya. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa ISPA terjadi lebih banyak
menyerang pada usia muda sampai lansia. Hal tersebut tidak sejalan dengan hasil
penelitian Daulay (1999) di Medan, yang mengatakan anak berusia dibawah 2
tahun mempunyai risiko mendapat ISPA 1,4 kali lebih besar dibandingkan dengan
anak yang lebih tua. Keadaan ini terjadi karena anak di bawah usia 2 tahun
imunitasnya belum sempurna dan lumen saluran nafasnya masih sempit.
Sedangkan menurut penelitian oleh Kartasasmita (1993), menunjukkan
bahwa tidak terdapat perbedaan prevalensi, insiden maupun lama ISPA pada laki-
laki dibandingkan dengan perempuan. Namun menurut beberapa penelitian
kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan, terutama anak usia muda, dibawah 6 tahun.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa jenis kelamin perempuan yang lebih
banyak menderita ISPA. Penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian oleh
Glenzen dan Deeny, anak laki-laki lebih rentan terhadap ISPA yang lebih berat,
dibandingkan dengan anak perempuan. Berdasarkan hasil penelitian Dewi, dkk di
Kabupaten Klaten (1996), didapatkan bahwa sebagian besar kasus terjadi pada
anak laki-laki sebesar 58,97%, sementara untuk anak perempuan sebesar 41,03%.
Selain itu, penelitian ini juga menilai faktor-faktor yang berkontribusi
dengan terjadinya ISPA, salah satunya yaitu kebiasaan merokok. Didapatkan
bahwa pervalensi untuk usia muda sampai lansia masih tergolong tinggi untuk
terjadinya pernyakit ISPA dibandingkan dengan usia anak-anak. Salah satu faktor
resiko yang mempengaruhi terjadinya ISPA terlebih pada usia muda sampai lansia
adalah adanya kebiasaan merokok.
Menurut penelitian Pradono dan Kristanti (2003), secara keseluruhan
prevalensi perokok pasif pada semua umur di Indonesia adalah sebesar 48,9%
atau 97.560.002 penduduk. Prevalensi perokok pasif pada laki-laki 32,67% atau
31.879.188 penduduk dan pada perempuan 67,33% atau 65.680.814 penduduk.
Sedangkan prevalensi perokok aktif pada laki-laki umur 10 tahun ke atas adalah
sebesar 54,5%, pada perempuan 1,2%. Tingginya prevalensi ini bisa disebabkan
karena masih banyaknya kebiasaan-kebiasaan merokok pada usia muda dan usia
lansia.
Selain itu, pengaruh pencemaran di dalam rumah terhadap ISPA pada anak
dan orang dewasa juga terjadi karena penggunaan bahan bakar untuk memasak
dan kepadatan penghuni rumah. Pembakaran pada kegiatan rumah tangga dapat
menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu, grid (pasir halus) dan gas
(CO dan NO).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan gejala
batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Menurut derajat keparahannya ISPA dapat di bagi menjadi
3 golongan yaitu ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat. Faktor resiko yang
yaitu keadaan sosial ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak, keadaan
gizi dan cara pemberian makan, kebiasaan merokok dan pencemaran udara. Selain
ketiga faktor tersebut sanitasi rumah juga sangat mempengaruhi dalam kejadian
ISPA pada balita. Sanitasi rumah meliputi ventilasi, penerangan, kepadatan hunian
5.2 Saran
medis dan pelayanan kesehatan saja. Melalui peran aktif kader posyandu,
menurunkan angka kesakitan ISPA. Salah satu cara untuk meningkatkan peran
aktif kader posyandu dengan mengadakan pelatihan kader posyandu.
DAFTAR PUSTAKA