Makalah Ta'zir
Makalah Ta'zir
Makalah Ta'zir
TA’ZIR
DOSEN PENGAMPU
Hatoli, S. Sy.,MH
Disusun Oleh:
Elly Puspita
3022017007
FAKULTAS
SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
SULTAN MUHAMMAD SYAFIUDDIN SAMBAS
TAHUN AJARAN
2018/2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami penjatkan ke hadirat Allah S.W.T. atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Mazhab Empat.
Dengan sebaik-baiknya, meskipun masih jauh dari kata kesempurnaan. Shalawat beserta
salam kami curahkan kepada Rasulullah S.A.W.
Dalam menyelesaian makalah ini kami berusaha untuk melakukan yang terbaik.
Tetapi kami menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah kami yang akan datang.
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini yang telah memberikan
dorongan, semangat dan masukan. Semoga apa yang kami tulis ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan masyarakat pada umumnya, serta mendapatkan ridha dari Allah S.W.T.
Amin.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pidana arau Fiqh Jinayah merupakan bagian dari syari;at islam yang
berlaku sejak diutusnya Rasulullah SAW. Oleh karena itu pada zaman Rasulullah dan
Khulafaur Rasyidin, hukum pidana islam berlaku sebagai hukum publik. Hukum yang
diatur dan diterapkan oleh pemerintah selaku penguasa yang sah atau Ulil Amri.Walaupun
dalam kenyataannya, masih banyak umat islam yang belum tahu dan faham tentang apa
dan bagaimana hukum pidana islam itu, serta bagaimana ketentuan-ketentuan hukum
tersebut seharusnya disikapi dan diterapkan dalam kehidupan hari-hari.
Islam adalah agama yang dasar-dasar hukumnya bersumber dari Al-Qur’an, dan
Hadist, sehingga dalam pelaksanaan hukumannya islam sangat menjujung tinggi nilai-nilai
keadilan. Adapun aturan-aturan yang telah digariskan, islam sebagai agama
Rahmatal’lilalamin senantiasa berisikan aturan yang sangat menjujung tinggi nilai-nilai
hak asasi manusia, yang akhir-akhir ini menjadi dalih semua orang untuk mendapatkan
keadilan, bahkan hukuman yang telah lama ada dan bersumber langsung dari Allah SWT
ini, merupakan hukuman yang seadil-adilnya karena hukum di Islam berlandaskan Qishas,
yaitu hukuman balasan. Mislanya, apabila orang membunuh maka orang tersebut harus
dihukum mati juga. Kemudian, dalam Islam juga dikenakan macam-macam hukuman
untuk ta’zir. Contohnya hukuman mati, hukuman jilid, dan lain-lain sesuai tingkat suatu
kesalahan atau kejahatan yang dilakukan.Dalam kesempatan ini, pemakalah akan mencoba
menjelaskan tentang hukum ta’zir, berikut dengan pengertian, dan dasar hukum serta yang
berkaitan dengan ta’zir.
B. Tujuan
1. Untuk menambah wawasan tentang hukum ta’zir, serta dasar hukum disyari’atkannya
hukuman ta’zir.
2. Untuk memahami berbagai macam ta’zir, macam-macam sanksi ta’zir, tujuan dan
sanksi ta’zir maupun kompetensi pemberlakuannya.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ta’zir dan bagaimana dasar hukum disyariatkannya ta’zir ?
2. Apa saja jenis, sanksi, dan tujuan serta kompetensi pemberlakuan ta’zir ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Sa'id Al Kindi, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Al Mubrarak dari Ma'mar dari Bahz bin Hakim dari
ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
menahan seseorang karena suatu tuduhan lalu melepasnya. Ia mengatakan;
Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Hurairah. Abu Isa berkata; Hadits
Bahz dari ayahnya dari kakeknya adalah hadits hasan, Isma'il bin Ibrahim
telah meriwayatkan hadits ini dari Bahz bin Hakim dengan redaksi yang
lebih lengkap dan lebih panjang. (Hadits diriwayatkan oleh Abu Daud,
Turmudzi, Nasa’i, dan Baihaqi, serta dishahihkan oleh Hakim).5
Hadis ini menjelaskan tentang tindakan Nabi yang menahan seseorang yang
diduga melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memudahkan penyelidikan.6
Apabila tidak dilakukan penahanan, dikhawatirkan orang tersebut melarikan diri dan
menghilangkan barang bukti yang sudah ada, atau mengulangi perbuatan melanggar
tindak pidananya.7
2) Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Burdah :
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Isa telah menceritakan kepada
kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku 'Amru dari Bukair bin Al
Asyaj dia berkata, "Ketika kami berada di sisi Sulaiman bin Yasar, tiba-tiba
5
Teuku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum, Juz IX, (Semarang: Pustaka Rizki
Putra, 2001), 202.
6
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,... 253.
7
Nurul Irfan dkk, Fiqh Jinayah,... 141.
3
Abdurrahman Jabir datang lalu menceritakan (hadits) kepadanya, kemudian
Sulaiman menghadapkan wajahnya kepada kami sambil berkata; telah
menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Jabir dari ayahnya dari Abu
Burdah Al Anshari, bahwa dia pernah mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Seseorang tidak boleh didera lebih dari sepuluh
kali, melainkan hukuman yang telah jelas ditetapkan oleh Allah." (Riwayat
Muslim).8
Hadis kedua ini menjelaskan tentang batas hukuman ta’zir yang tidak boleh
lebih dari sepuluh kali cambukan, untuk membedakan dengan jarimah hudud.9
Dengan demikian hukuman ta’zir ini keadaannya lebih ringan dari jarimah hud ud,
hal ini agar dapat membedakan mana yang termasuk jarimah hud ud dan mana yang
termasuk jarimah ta’zir. karena orang yang melakukan peerbuatan-perbuatan yang
melanggar hukum syariat yang telah jelas hukumannya misalnya gadis yang berzina
dengan lelaki (yaitu dicambuk 100 kali), peminum minuman keras (sebanyak 40
kali) dan lainnya adalah termasuk melakukan pelanggaran syariat yang disebut
dengan hud ud (Hukum Allah). Adapun yang lebih ringan disebut ta’zir yang
dilakukan menurut pertimbangan hakim muslim.10
3) Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah :
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ja'far bin Musafir dan Muhammad bin
Sulaiman Al Anbari keduanya berkata; telah mengabarkan kepada kami
Ibnu Abu Fudaik dari Abdul Malik bin Zaid. Ja'far menyandarkannya
kepada Sa'id bin Zaid bin Amru bin Nufail dari Muhammad bin Abu Bakr
dari Amrah dari 'Aisyah radliallahu 'anha ia berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Maafkanlah kekeliruan
(tergelincirnya) orang-orang yang baik, kecuali dalam masalah hukum
had." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, dan Baihakki).11
8
Hussein Bahreisj, Terjemah Hadits Shahih Muslim 3, (Jakarta: Widjaya 1983), 255.
9
Nurul Irfan dkk, Fiqh Jinayah,... 141.
10
Hussein Khallid Bahreisj, Himpunan Hadits Shahih Muslim, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1987), 241-242.
11
Al-Asqalany Ibnu Hajar, Terjemah Bulughul Maram, (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro 2002), 576-577.
4
Maksudnya, bahwa orang-orang baik, orang-orang besar, orang-orang
ternama kalau tergelincir di dalam sesuatu hal, ampunkanlah, karena biasanya
mereka tidak sengaja kecuali jika mereka telah berbuat sesuatu yang mesti didera
maka janganlah di ampunkan mereka. Pada hadis ketiga ini mengatur tentang
teknis pelaksanaan hukuman ta’zir yang bisa berbeda antara satu pelaku dan pelaku
yang lainnya, tergantung kepada setatus mereka dan kondisi-kondisi lain yang
menyertainya.12
Apabila dilihat dari segi penjatuhannya Jarimah Ta’zir terbagi dalam beberapa tujuan,
yaitu:17
1. Hukuman ta’zir sebagai hukuman tambahan atau pelengkap hukuman pokok.
2. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pengganti hukuman pokok.
3. Hukuman ta’zir sebagai hukuman pokok bagi jarimah ta’zir syarak.
C. Macam-Macam Ta’zir
Dilihat dari hak yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:18
12
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,... 253.
13
A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam),... 190.
14
Ibid., 191.
15
Ibid.,
16
Ibid., 192.
17
Rahmad Hakim, Hukum pidana Islam (fiqih Jinayah),... 143-145.
18
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,... 255.
5
1. Ta’zir yang menyinggung hak Allah
Yang dimaksud dengan jarimah ta’zir melanggar hak Allah adalah semua
perbuatan yeng berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum. Misalnya:
penimbunan bahan-bahan pokok, membuat kerusakan dimuka bumi (penebangan liar).
2. Ta’zir yag menyinggung hak individu.
Yang dimaksud degan jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu adalah
setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Misalnya: penghinaan,
penipuan, dll
Dilihat dari segi sifatnya, jarimah ta’zir dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:19
1. Ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat
Yang dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang
diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan. Misalnya : tidak membayar
utang , memanipulasi hasil wakaf, sumpah palsu, riba, menolong pelaku kejahatan,
memakan barang-barang yang diharamkan dll.
2. Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan
umum Perbuatan-perbuatan yang masuk dalam jarimah ini tidak bisa ditentukan,
karena perbuatan ini tidak diharamkan karena zatnya, melainkan karena sifatnya. Sifat
yang menjadi alasan dikenakan hukuman adalah terdapat unsur merugikan kepentingan
umum.
3. Ta’zir karena melakukan pelanggaran
Dalam merumuskan ta’zir karena pelanggaran terdapat beberapa pandangan,
yang pertama berpendapat bahwa orang yang meninggalkan yang mandub ( sesuatu
yang diperintahkan dan dituntut untuk dikerjakan) atau mengerjakan yang makruh
(sesuatu yang dilarang dan dituntut untuk ditinggalkan) tidak dianggap melakukan
maksiat, hanya saja mereka dianggap menyimpang atau pelanggaran dapat dikenakan
ta’zir.
Sedangkan jika dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zir juga dibagi
kedalam tiga bagian, yaitu:20
1. Jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qisas tetapi syarat-
syaratnya tidak terpenuhi atau ada syubhat. Seperti pencurian yang tidak mencapai
nishab atau oleh keluarga sendiri.
19
Ibid., 255.
20
Ibid., 256.
6
2. Jarimah yang jenisnya disebutkan dalam nas syarak tetapi hukumnya belum
ditetapkan. Seperti riba, suap, dan mengurangi takaran atau timbangan.
3. Jarimah, baik yang hukum dan jenisnya belum ditetapkan oleh syarak, seperti
pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.
Abdul Aziz Amir seperti yang dikutip dalam bukunya Ahmad Wardi Muslich membagi
jarimah ta’zir secara rinci sbagai beikut:21
1. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan Apabila hukuman mati dan diat
dimaafkan, maka pemimpin negara yamg akan menentukan hukuman ta’zir yang
lebih maslahat.
2. Jarimah ta’zir yang berkenaan dengan pelukaan Menurut Imam Malik hukuman
ta’zir dapat digabungkan dengan qisas dalam jarimah pelukaan, karena qisas
merupakan hak adami,22 sedangkan ta’zir juga dapat dikanakan terhadap jarimah
pelukaan apabila qisasnya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu
sebab yang dibenarkan oleh syarak.
Menurut mahzab Hanafi, syafi’i dan Hanbali, dalam bukunya A. Djazuli ta’zir juga
dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan jarimah pelukaan dengan berulang-
ulang (residivis), disamping dikenakan hukuman qisas.
a. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan
akhlak Jarimah dalam kriteria ini berkaitan dengan jarimah zina, menuduh zina dan
penghinaan. Dalam jarimah zina yang dikenakan hukuman had, atau terdapat subhat
dalam diri pelakunya. perbuatannya atau objeknya. Demikian juga dengan
percobaan zina.
Penuduhan zina dikenakan ta’zir apabila orang yang dituduh itu bukan orang yang
mukhsan.23 Kriteria muhshan menurut para ulama adalah berakal, baligh, Islam, dan
iffah (bersih) dari zina. Demikian pula dengan tuduhan zina dengan sindiran
merupakan hukuman ta’zir. Selain tuduhan zina, tuduhan mencuri, mencaci maki,
panggilan seperti wahai kafir dan semacamnya juga termasuk ta’zir.
b. Jarimah ta’zir yang bekaitan dengan harta Jarimah yang berkaitan dengan harta
adalah jarimah pencurian dan perampokan yang tidak memenuhi syarat had.
Misalkan pencurian yang pelakunya masih dibawah umur dan perempuan menuurut
hanafiyah.
21
Ibid., 256.
22
A. Djazuli, Fiqh Jinayah,... 178.
23
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam..., 806..
7
c. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia Jarimah yang termasuk
jarimah ini antara lain seperti saksi palsu, berbohong didepan sidang, melanggar
privacy orang lain.
d. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum. jarimah ta’zir yang
termasuk jarimah ini adalah :
1) Jarimah yang mengganggu keamanan negara. Seperti spionase dan percobaan
kudeta.
2) Suap.
3) Tindakan melampaui batas dari pejabat atau lalai daklam menjalankan
kewajiban. Seperti penolakan hakim dalam mengadili perkara.
4) Pemalsuan tanda tangan dan stempel dll
Abd Qodir Awdah sebagaimana dikutip dalam bukunya Ahmad Wardi Muslich
membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu:24
1. Jarimah hudud dan qisas diyat yang mengandung unsur syubhat atau tidak
memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat, seperti
pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang
bukan harta benda.
2. Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh
syariah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi
timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.
3. Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang
penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak
menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan
lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.
D. Kompetensi Pemberlakuan Ta’zir
1. Adanya nas yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman hukuman bagi pelakunya.
Dalam hukum pidana positif, ini disebut dengan kompetensi formil (ar-rukn ash-shar’i).
Dalam kompetensi formil ini, ulama fikih membuat kaidah:
“tidak ada suatu tindak pidana dan tidak ada pula suatu hukuman tanpa ada nas”.25
24
Ibid., 256.
25
Jaih Mubarok dan Enceng Arif Faizal, Kaidah Fiqh Jinayah: Asas Asas Hukum Pidana Islam,
(Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), 30.
8
Senada dengan kaidah ini juga dikatakan bahwa sebelum ada nas, tidak ada hukum bagi
orang yang berakal”.26 Ketentuan hukuman yang melarang suatu tindak pidana dan
ancaman hukuman, contohnya pada jarimah pencurian yang tercantum pada firman
Allah swt:
Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-
Ma’idah: 38).27
Tidak ada predikat haram atau jahat bagi suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang selama tidak ada ketentuan di dalam nas. Dengan demikian, seseorang bebas
dari tanggungjawab terhadap apa yang diperbuatnya, selama tidak ada nas} yang
melarang atau mengharamkan.28
2. Adanya Tindakan yang mengarah ke perbuatan jarimah. Tingkah laku yang membentuk
perbuatan jarimah, baik berupa perbuatan nyata melanggar syara’ (misalnya mencuri)
maupun dalam bentuk sikap tidak berbuat seperti sesuatu yang diperintahkan oleh
syara’ (misalnya meninggalkan shalat dan tidak menunaikan zakat).29 Dalam hukum
pidana positif dikenal dengan kompetensi materil (ar-rukn al-madl ),30 yakni tindakan
kejahatan itu benar-benar telah terjadi atau terbukti dilakukan oleh pelaku jarimah,
sehingga dapat digolongkan kepada tindak pidana secara sempurna. Karena itu,
seseorang yang hanya terbukti melakukan percobaan pencurian tidak dapat digolongkan
kepada tindak pidana (jarimah) hudud. Juga kepada seseorang yang hanya terbukti
melakukan percobaan pembunuhan tidak dapat digolongkan kepada tindak pidana
(jarimah) qishas. Melainkan digolongkan kepada jarimah ta’zir.31
3. Adanya pelaku jarimah.
Pelaku jarimah, yakni seseorang yang telah mukalaf atau yang telah bisa
diminta pertanggungjawabannya secara hukum. Dalam hukum pidana positif disebut
26
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid III, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2006), 806.
27
Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 165.
28
Taufik Abdullah (et.al), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Bab Ajaran, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2002), 172.
29
Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Logung Pustaka), 10.
30
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam..., 806.
31
Taufik Abdullah (et.al), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Bab Ajaran..., 172.
9
dengan unsur moril (ar-rukn al-adabi ).32 Apabila seseorang anak yang belum dewasa
ataupun orang tidak berakal melakukan pembunuhan, maka pelaku pembunuhan
tersebut tidak dikenakan sanksi qisas. kompetensi moril dapat terpenuhi apabila pelaku
jarimah telah mencapai usia dewasa (baligh), berakal sehat, mengetahui bahwa ia
melakukan tindakan yang dilarang, dan melakukan atas kehendaknya sendiri. Hukum
Pidana Islam tidak mengenal istilah “berlaku surut”. Artinya, sanksi hukum terhadap
suatu tindak pidana tidak berlaku sebelum adanya ketentuan hukum dan diketahui oleh
pelaku tindak pidana yang bersangkutan.33
Kompetensi yang disebutkan di atas adalah yang bersifat umum. Artinya
kompetensi yang sama dan berlaku bagi setiap macam jarimah (tindak pidana atau delik).
Jadi, pada jarimah apapun ketiga kompetensi itu harus terpenuhi. Di samping itu, terdapat
kompetensi kasus yang hanya ada pada jarimah tertentu dan tidak terdapat pada jarimah
yang lain. Kompetensi kasus ini merupakan spesifikasi pada setiap jarimah dan tentu saja
tidak akan ditemukan pada jarimah yang lain. Sebagai contoh, memindahkan (mengambil)
harta benda orang lain hanya ada pada jarimah pencurian atau menghilangkan nyawa
orang lain dalam kasus pembunuhan.
32
Abdul Aziz Dahlan (et.al), Ensiklopedi Hukum Islam..., 806.
33
Taufik Abdullah (et.al), Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Bab Ajaran..., 172.
34
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,... 258-260.
10
2. Hukuman jilid (dera)
Hukuman jilid biasa juga disebut cambuk merupakan salah satu hukuman pokok
dalam hukum Islam dan hukuman yang ditetapkan untuk hukuman hudud dan hukuman
ta’zir. Pukulan atau cambukan dalam hukuman ini tidak boleh diarahkan kemuka, farji
dan kepala. Hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan cacat dan membahayakan
organ-organ tubuh yang terhukum, apalagi sampai membahayakan jiwanya, karena
tujuannya adalah memberi pelajaran dan pendidikan kepadanya.43
Hukuman jilid atau cambuk ini sangatlah efektif, karna mempunyai
keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan hukumanan lainnya, yaitu sebagai
berikut;
a. Lebih menjerakan dan lebih memiliki daya represif, karena dirasakan langsung
secara fisik.
b. Bersifat fleksibel. Setiap jarimah memiliki jumlah cambukan yang berbeda-beda.
c. Mempunyai biaya yang ringan. Tidak membutuhkan dana besar dan penerapannya
sangat praktis.
d. Bersifat pribadi dan tidak sampai menelantarkan keluarga terhukum. Apabila
hukuman sudah dilaksanakan oleh terhukum, terhukum dapat langsung dilepas dan
beraktifitas seperti biasanya.44
Dikalangan fuqaha terjadi perbedaan tentang batas tertinggi hukuman jilid
dalam ta’zir. Menurut pendapat yang terkenal di kalangan ulama’ Maliki, batas
tertinggi diserahkan kepada penguasa karena hukuman ta’zir didasarkan atas
kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya jarimah.
43
Nurul Irfan dkk, Fiqh Jinayah,... 148-149.
44
Ibid., 149.
45
Ibid., 153-154.
11
satu tahun, karena mereka mempersamakannya dengan pengasingan dalam jarimah
zina. Sementara ulama-ulama lain menyerahkan semuanya kepada penguasa
berdasarkan maslahat. Kedua, hukuman kawalan tidak terbatas. Sudah disepakati
bahwa hukuman kawalan ini tidak ditentukan terlebih dahulu karena hukuman ini tidak
terbatas, melainkan berlangsung terus sampai terhukum mati atau taubat dan baik
pribadinya. Orang yang dikenakan hukuman ini adalah penjahat yang berbahaya atau
orang yang berulang-ulang melakukan jarimah-jarimah yang berbahaya.
4. Hukuman salib
Hukuman salib sudah dibicarakan dalam jarimah gangguan keamanan (hirabah),
dan para fuqoha mengatakan bahwa hukuman salib dapat menjadi hukuman ta’zir.
Akan tetapi untuk jarimah ta’zir hukuman salib tidak dibarengi atau didahului dengan
oleh hukuman mati, melainkan si terhukum disalib hidup-hidup dan tidak dilarang
makan maupun minum, tidak dilarang mengerjakan wudhu, tetapi dalam menjalankan
shalat cukup dengan isyarat. Dalam penyaliban ini, menurut fuqaha tidak lebih dari tiga
hari.
5. Hukuman pengucilan
Yang dimaksud dengan pengucilan adalah larangan berhubungan dengan si
pelaku jarimah dan melarang masyarakat berhubungan dengannya.46 Hukuman
pengucilan merupakan salah satu jenis hukuman ta’zir yang disyariatkan oleh Islam.
Dalam sejarah, Rasulullah pernah melakukan hukuman pengucilan terhadap tiga orang
yang tidak ikut serta dalam perang tabuk, yaitu Ka’ab bin Malik, Mirarah bin Rubai’ah
dan Hilal bin Umayyah. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa diajak bicara.
Sehingga turunlah firman Allah surah At-Taubah ayat 118, sebagai berikut:
Artinya: Dan terhadap tiga orang yang tinggal, sehingga apabila bumi terasa sempit oleh
mereka meskipun dengan luasnya, dan sesak pula diri mereka, serta mereka
mengira tidak ada tempat berlindung dari Tuhan kecuali padaNya, kemudian
Tuhan menerima taubat mereka agar mereka bertaubat. (Q.S. At-Taubah:118).47
46
A. Djazuli, Fiqh Jinayah,... 217.
Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: 1971), 301
47
12
Menurut ayat yang talah dipaparkan di atas, maksud dalam kasus ini
Rasulullah melarang muslimin berbicara dengan mereka bertiga dan memerintahkan
agar menjauhi mereka. Pengucilan ini diberlakukan apabila membawa dampak positif
atau kemaslahatan sesuai dengan kondisi masyarat dan situasi masyarakat tertentu.48
Dalam suatu sistem masyarakat yang terbuka susah sekali hukuman ini diterapkan,
karena para masyarakat saling tidak acuh terhadap masyarakat yang lainnya. Akan
tetapi pengucilan yang bermaksud untuk tidak diikut sertakan dalam suatu kegiatan
kemasyarakatan kemungkinan bisa terlaksana dengan efektif.
6. Hukuman ancaman, teguran, dan peringatan
Ancaman juga merupakan salah satu hukuman ta’zir, dengan syarat dapat akan
membawa hasil dan bukan hanya ancaman saja. Misalnya dengan ancaman cambuk,
dipenjarakan atau dihukum dengan hukuman yang lain jika pelaku mengulangi
tindakanya lagi. Sementara hukuman teguran bisa dilakukan apabila dipandang
hukuman tersebut bisa memperbaiki dan mendidik pelaku. Hukuman teguran pernah
dilakukan oleh Rasulullah terhadap sahabat Abu Dzar yang memaki-maki orang lain
dengan menghinakan ibunya. Hukuman peringatan juga diterapkan dalam Syari’at
Islam dengan jalan memberikan nasehat, kalau hukuman ini cukup membawa hasil.
Hukuman ini dicantumkan dalam Al-Qur’an sebagaimana hukuman terhadap istri yang
berbuat dikhawatirkan berbuat nusyuz.
7. Hukuman denda
Hukuman denda ditetapkan juga oleh syari’at Islam sebagai hukuman. Antara
lain mengenai pencurian buah yang masih tergantung dipohonnya, hukumannya
didenda dengan lipat dua kali harga buah tersebut, disamping hukuman lain yang sesuai
dengan perbuatannya tersebut. Hukuman yang sama juga dikenakan terhadap orang
yang menyembunyikan barang hilang.49 Penjatuhan hukuman denda bersama dengan
hukuman yang lain bukan merupakan hal yang dilarang bagi seorang hakim yang
mengadili jarimah ta’zir karena hakim diberi kebebasan penuh dalam masalah ini.50
Sebagian fuqoha berpendapat bahwa denda yang bersifat finansial dapat dijadikan
hukuman ta’zir yang umum, tapi sebagian lainnya tidak sependapat. Dari beberapa
hukuman-hukuman yang telah disebutkan terdapat hukuman-hukuman ta’zir yang lain.
Hukuman-hukuman tersebut adalah Peringatan keras dan dihadirkan dihadapan sidang,
nasihat, celaan, dikucilkan, pemecatan, pengumuman kesalahan secara terbuka.51
48
A. Djazuli, Fiqh Jinayah,... 218.
49
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia,
(Rajawali Pers: Jakarta, 2002), 147.
50
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam,... 265-267.
51
Ibid., 268. 13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ta’zir adalah sanksi-sanksi yang belum jelas ketentuannya oleh Allah SWT. Ta’zir
berfungsi untuk mendidik dan mengajari pelakunya agar tidak mengulangi perbuatan-
perbuatan yang dilarang oleh menurut syara’. Dalam hal ini, pengadilan agama berhak
untuk menentukan ta’zir yang dilakukan oleh seorang pelaku jarimah. Dasar hukum
pemberlakuan ta’zir yaitu beberapa hadist Nabi. Seorang pelaku jarimah dihukum sesuai
dengan perbuatan yang telah dilakukannya.
B. Saran
Sebaiknya pengadilan agama memmberikan sanksi ta’zir yang seadil-adilnya pada
pelaku jarimah sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukannya, serta mengajari dan
mendidik pelaku agar tidak melakukan perbuatan jarimah lagi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Lampion Ilmu. 2017. Ta’zir dan Qishos dan Kaitannya Dengan Hukum Pemerintah.
http://lampionilmu.blogspot.com/2017/09/makalah-ta’zir-qishos-dan-
kaitannya.html?m=1 Diakses 27 September 2019
15