الأمور بمقاصدها
الأمور بمقاصدها
الأمور بمقاصدها
OLEH :
PUTRI ANANDA
Puji dan Syukur kita panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini Penulis
membahas mengenai ( ِبَم َقاِصِد َھا ُر ُألُم ْو َاsegala perkara tergantung niat).
Makalah ini dibuat dengan menggunakan referensi dari berbagai sumber.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fikih Mawaris. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Fikih bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu penulis mengundang pembaca untuk memberikan
saran serta kritik yang dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
di harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3
A. Makna Kaidah Pertama Dalam Qowaid Fiqhiyah…………………………….. 3
B. Sumber Pengambilan Kaidah............................................................... 7
C. Aplikasi Kaidah Pertama...................................................................... 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 10
A. Kesimpulan........................................................................................... 10
B. Saran..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaidah fiqh adalah suatu ilmu yang berkaitan penjelasan tentang hukum-
hukum yang umum. Kaidah fiqh boleh di ta’rehkan sebagai hkum syara’ secara
keseluruhan yang erangkumi berbagai masalah hukum fiqh. Terdapat berbagai
kaidah fiqh yang telah diperkenalkan oleh para ulama untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan yang baru timbul dalam sehari-hari.
Kaidah ini berasal dari banyak materi fiqh, karena di dalam fiqh, nilai suatu
perbuatan tergantung pada niatnya. Di dalam ibadah, apakah niat ibadah itu wajib
atau sunnah, adāan atau qadhāandalam muamalah, apakah niat member atau
meminjamkan, dalam jinayat apakah kesengajaan (dengan niat) atau kesalahan
(tanpa niat) dan seterusnya.
Ada enam kaidah dasar dalam al-Qawaid al-Fiqhiyah, salah satunya adalah
semua perkara tergantung pada maksudnya.1 Kaidah ini menempati peranan
pokok dalam hukum islam. Sebab, seluruh tindakan manusia bergantung pada niat
dan maksudnya. Karena itulah, peran‘ulama memberikan perhatian besar terhadap
kaidah ini. Kata niat menurut pengertian etimologis adalah “Maksud melakukan
sesuatu dan ketetapan hati untuk melakukannya”. Sedangkan menurut istilah
berarti kemantapan mengorientasikan keta’atan dan pendekatan diri kepada Allah
SWT dalam mewujudkan tindakan2.2 Menurut ‘ulama niat mempunyai dua arti:
Pertama, dari kalangan Syafi’iyah “Bermaksud kepada sesuatu beriringan dengan
mengerjakannya”;3 dan Kedua, yang dikemukakan oleh Hanafiyah “Bermaksud
mendekatkan diri atau mematuhi perintah”.
1
Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta Barat: CV Artha Rivera, th), hal. 17.
2
Ibid, h. 29.
3
Jalaluddin Suyuthi, Jalaluddin Suyuthi, al-Asybah wa an-Nadzair. (Semarang : Toha
Putra, t.th). hal. 47
1
Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Makna Kaidah Pertama Dalam Qowaid Fiqhiyah?
2. Bagaimana Sumber Pengambilan Kaidah?
3. Bagaimana Aplikasi Kaidah Pertama?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Makna Kaidah Pertama Dalam Qowaid Fiqhiyah.
2. Mengetahui Sumber Pengambilan Kaidah.
3. Mengetahui Aplikasi Kaidah Pertama.
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Artha Rivera, 2008), hlm. 17-18.
3
“Barangsiapa yang naik ke atas ranjangnya sedang ia telah berniat untuk
bangun melakukan shalat di malam hari, namun ia tertidur hingga waktu Shubuh,
maka ditulis baginya pahala apa yang ia niatkan dan tidurnya itu adalah sedekah
dari Rabb-nya.”
Dari urgensi niat tersebut, maka lahirlah kaidah-kaidah fikih yang dirumuskan para ulama
tentang kedudukan niat, Ibnu Nujaim merumuskan sebuah kaidah
َو َك اَن َنْو ُم ُه، ُك ِتَب َلُه َم ا َنَو ى، َفَغ َلَبُه الَّنْو ُم َح َّتى ُيْص ِبَح، َو ُهَو َيْنِو ي َأْن َيُقْو َم ُيَص ِّلي ِم َن الَّلْيِل،َم ْن َأَتى ِفَر اَش ُه
َص َد َقًة ِم ْن َر ِّبِه َع َّز َو َج َّل
Dari urgensi niat tersebut, maka lahirlah kaidah-kaidah fikih yang dirumuskan para ulama
tentang kedudukan niat, Ibnu Nujaim merumuskan sebuah kaidah “ َال َثَو اَب ِإَّال ِبالِّنَّيِةTidak
ada pahala kecuali dengan niat” Kemudian kaidah fikih yang paling populer tentang
niat “ األمور بمقاصدهاSesuatu itu tergantung niat dan tujuannya”
a. Fungsi Niat:
1. Untuk membedakan ibadah dan adat kebiasaan
2. Untuk membedakan kualitas pebuatan, baik kebaikan ataupun kejahatan.
3. Untuk menentukan sah tidaknya suatu perbuatan ibadah tertentu serta
membedakan yang wajib dari yang sunnat.
Berikut ini adalah beberapa contoh niat yang boleh didahulukan karena faktor
kesulitan membersamakan dengan permulaan pekerjaan.
a. Puasa wajib
Niat dalam puasa bisa dilakukan sebelum fajar, bahkan jauh sebelum terbit
fajar. Tetapi, apabila niat dalam puasa dilakukan setelah fajar, maka puasanya
tidak sah. Kecuali puasa sunah yang menurut sebagian ulama niatnya boleh
dilakukan setelah fajar hingga waktu zuhur tiba.
b. Pembagian zakat
Niat untuk mengeluarkan zakat juga bisa didahulukan sebelum menyerahkan
harta zakat kepada fakir miskin, termasuk zakat fitrah. Sebab, niat sulit disertakan
pada saat menyerahkan harta zakat.
c. Sholat jamak
Dalam pelaksanaan sholat jamak bagi mufasir, niat jamak boleh diucapkan
pada waktu mengerjakan sholat yang pertama. Jadi, niat jamak untuk sholat yang
kedua boleh diucapkan ketika hendak mengerjakan sholat yang pertama. Misalnya
sholat ashar hendak dijamak dengan sholat zuhur, maka niat jamak untuk sholat
ashar bisa diucapkan pada saat mengerjakan sholat zuhur.
d. Penyembelihan Qurban
Langsung Niat dalam berkurban boleh diucapkan sebelum hewan disembelih,
dan tidak wajib diucapkan bersamaan dengan awal penyembelihan. Bahkan,
ketika penyembelihan hewan kurban dimulai, pemilik kurban hendaknya
mewakilkannya kepada orang lain. Niat berkurban boleh diucapkan pada saat
penyerahan hewan kurban kepada pihak wakil, meskipun tidak disembelih5.
5
Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Artha Rivera, 2008), hlm. 31.
5
e. Tempat Niat
Tempat niat adalah di dalam hati, tetapi niat juga boleh diucapkan dengan
lisan. Namun jika antara lisan dan niat dalam hati tidak sama, maka yang
dijadikan pedoman adalah niat dalam hati.
Dalam setiap ibadah, niat hanya dibutuhkan dalam hati tanpa harus diucapkan
dengan lisan. Namun, dalam persoalan-persoalan tertentu niat dalam hati tidak
cukup tanpa ditegaskan dengan ucapan lisan dan bahasa yang jelas. Diantara
persoalan tersebut adalah:
1. Perceraian
Dalam perceraian, antara niat dalam hati dan pernyataan secara lisan sama-
sama dibutuhkan. Apabila seseorang hendak menceraikan istrinya tetapi ia hanya
membersitkannya di dalam hati tanpa dinyatakan dengan lisan, maka niat tersebut
tidak langsung memutuskan hubungan perkawinan.
2. Nazar
Nazar yang dilakukan seseorang bisa diperhitungkan dan berdampak pada
hukum tertentu apabila diungkapkan dengan lisan dan diniatkan dalam hati.
Karenanya jika nazar hanya dibersitkan dalam hati, tetapi tidak ditegaskan dengan
lisan, maka tidak ada status hukumnya6.
6
Moh. Kurdi Fadal, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Artha Rivera, 2008), hlm. 32-33.
6
a. Mengganti sebuat shalat fardhu dengan shalat fardhu yang lain, maka
kedua-duanya menjadi tidak sah.
b. Mengganti shalat sunat dengan fardhu juga tidak sah kedua-
duanya7.
Artinya: Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya,
tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu (Q. S Al-Ahzab [33]:
5).
7
KH. Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Fiqh, Kiadah Fiqh Konseptual, ( Surabaya:
Khalista, 2006), hlm. 101.
7
mengharap kepentingan dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka
hijrahnya kepada yang diniatkannya (HR.Bukhari dari Umar bin Khatab)8.
من قاتل ليكون كلمة هللا هي العليا فهو في سبيل هللا عز و جل
Artinya: Barangsiapa berperang dengan maksud meninggikan kalimat Allah
swt, Maka dia ada dijalan Alah. (HR. Bukhari dari Abu Musa)
انك لن تنفق نفقة تبتغى بها وجه هللا اال أجرن عليها حتى ما يجعل في فم امرأتك
Artinya: Sesungguhnya tidaklah kamu menafkahkan sesuatu dengan maksud
mencari keridhaan Allah swt diberi fahala walaupun sekedar sesuap kedalam
mulut istrimu. (HR. Bukhari).
من اتى فراشه وهو ينوى ان تقوم يصلى من الليل فغلبته عيناه حتى اصبح كتب له ما نوى
Artinya: Barang siapa yang tidur berniat shalat malam, kemudian dia
tertidur sampai subuh maka di tulis baginyapahala sesuai dengan niatnya. (HR.
Al-Nasai dari Abi Dzar.
Artinya: Barang siapa menghendaki pahala dunia kami berikan pahala itu
dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan pahala itu. Dan
kami akan memberikan balasan kepada orang yang bersyukur (Q.S. Ali Imran
[3]:145)
8
Syeh Ahmad bin Syeh Hijazi Al-Fasyani, Al-Majalisussaniyah, (ttp: tt), hal. 3
8
انما بعث الناس على نياتهم
Artinya: Sesungguhnya manusia itu di bangkitkan menurut niatnya.
BAB III
9
Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA, Ilmu Ushul Fiqh, Cet. III, (Bandung: Pustaka Setia,
2007) Hal. 279.
10
Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awwaliyah, Ushul Fiqh Wal Kawaid Fiqhiyyah, (Jakarta:
Sa’diyyah Fitran, tt) hal. 22.
9
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada enam kaidah dasar dalam al-Qawaid al-Fiqhiyah, salah satunya adalah
semua perkara tergantung pada maksudnya. Kaidah ini menempati peranan pokok
dalam hukum islam. Sebab, seluruh tindakan manusia bergantung pada niat dan
maksudnya. Karena itulah, peran‘ulama memberikan perhatian besar terhadap
kaidah ini. Kata niat menurut pengertian etimologis adalah “Maksud melakukan
sesuatu dan ketetapan hati untuk melakukannya”. Sedangkan menurut istilah
berarti kemantapan mengorientasikan keta’atan dan pendekatan diri kepada Allah
SWT dalam mewujudkan tindakan.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembacanya.
Penulis mengetahui bahwa banyak kekurangan yang ada di makalah ini, untuk itu
penulis berharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca.
10
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syarifuddin. 1997. Usul Fiqh, Jilid 1. Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu
Kurdi Fadal, M. (2008). Kaidah-kaidah fikih. Jakarta Barat: CV Artha Rivera, th.
Satria Effendi dan M. Zaeni. 2005. Usul Fikih. Jakarta: Prenada Media
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Usul Fikih. Jakarta:
Amzah
11