Dokumen tersebut membahas beberapa kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar penentuan hukum dalam masalah-masalah yang diragukan. Kaidah-kaidah tersebut antara lain hukum asal adalah kebolehan, hukum asal adalah tetapnya keadaan, dan hukum asal dalam keraguan adalah yang paling sedikit. Dokumen ini juga memberikan contoh-contoh penerapan kaidah-kaidah tersebut dalam ber
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
245 tayangan21 halaman
Dokumen tersebut membahas beberapa kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar penentuan hukum dalam masalah-masalah yang diragukan. Kaidah-kaidah tersebut antara lain hukum asal adalah kebolehan, hukum asal adalah tetapnya keadaan, dan hukum asal dalam keraguan adalah yang paling sedikit. Dokumen ini juga memberikan contoh-contoh penerapan kaidah-kaidah tersebut dalam ber
Dokumen tersebut membahas beberapa kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar penentuan hukum dalam masalah-masalah yang diragukan. Kaidah-kaidah tersebut antara lain hukum asal adalah kebolehan, hukum asal adalah tetapnya keadaan, dan hukum asal dalam keraguan adalah yang paling sedikit. Dokumen ini juga memberikan contoh-contoh penerapan kaidah-kaidah tersebut dalam ber
Dokumen tersebut membahas beberapa kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar penentuan hukum dalam masalah-masalah yang diragukan. Kaidah-kaidah tersebut antara lain hukum asal adalah kebolehan, hukum asal adalah tetapnya keadaan, dan hukum asal dalam keraguan adalah yang paling sedikit. Dokumen ini juga memberikan contoh-contoh penerapan kaidah-kaidah tersebut dalam ber
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21
ا َ ْل َي ِقي ُْن ﻻَ يُزَ ا ُل ِبال ﱠ
ش ِّك AS’AD HUSEIN GURU FIKIH MAN 2 LANGKAT PENGERTIAN
ا َ ْليَ ِقي ُْن ﻻَ يُزَ ا ُل ِبال ﱠ
ش ِّك
Artinya: “Keyakinan tidak dapat
dihilangkan dengan keraguan”) Al-yaqin (yakin) Sesuatu yang sudah pasti, berdasarkan pemikiran mendalam atau berdasarkan dalil.
Asy-syak (ragu): Sesuatu yang keadaannya belum
pasti (mutaraddid), antara kemungkinan adanya dan tidak adanya, sulit dipastikan mana yang lebih kuat dari salah satu kedua kemungkinan tersebut. Contoh Penerapan Kaidah Sesorang sudah berwudhuk kemudian ragu apakah whuduknya sudah batal atau belum maka ditetapkan bahwa wudhuknya masih tetap dan belum batal sampai ada bukti ada yang membatalkan wudhuknya seperti buang angin dan sebagainya.
Seseorang yang shalat zhuhur kemudian ragu apakah sudah
3 rakaat atau sudah 4 rakaat, maka ditetapkan 3 rakaat bukan 4 rakaat sampai ada bukti bahwa shalatnya sudah 4 rakaat, seperti ada makmum yang mengingatkan imam dengan ucapan tasbih (subhanallah). Dasar kaidah
Artinya: “Apabila salah seorang kamu mendapatkan sesuatu
di dalam perutnya, lalu timbul persoalan apakah sesuatu itu telah keluar atau belum, maka janganlah keluar dari masjid hingga ia mendenggar suara atau mendapatkan baunya” (Hadits Riwayat Muslim) صلﱠىَ صﻼَتِ ِه فَلَ ْم يَ ْد ِر َك ْم َ شك أح ُد ُك ْم فِ ْي إذا ﱠ َو ْل َيب َْن َعلَى َما،ش ﱠك ْ َثَﻼَثًا أَ ْم أ َ ْربَعًا فَ ْلي ط َرحِ ال ﱠ ا ْست َ ْيقَ َن Artinya: “Apabila salah seoarang di antara kamu ragu dalam shalatnya, sehingga ia tidak mengetahui sudah berapa raka’at shalat yang telah ia lakukan, tiga atau empat, maka hendaklah dilempar (dihilangkan) yang meragukan, dan dimantapkan apa yang sudah yakin” Kaidah Cabang َ علَى َما َك ان ْ َ أَﻷ َ ص ُل بَقَا ُء َما َك َ ان Artinya: “Hukum asal adalah tetap apa yang telah ada atas yang telah ada”
Umpamanya seseorang makan sahur merasa
ragu apakah sudah terbit fajar atau belum, maka puasa seorang tersebut dianggap sah, karena menurut hukum asal diberlakukan keadaan waktunya belum terbit fajar. seseorang membeli kulkas mengajukan gugatan kepada penjualnya dengan alasan kulkas yang dibelinya setelah sampai di rumah tidak berfungsi. Gugatan pembeli tersebut, tidak dapat dibenarkan. Karena menurut hukum asalnya kulkas itu dalam keadaan baik. Hal ini, dikecualikan kalau ada perjanjian–perjanjian tertentu sebelum menjadi transaksi jual beli, umpamanya perjanjian garansi. ْ َ أﻷ ص ُل بَ َرا َءة ُ ال ِذّ ﱠم ِة Artinya: “Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab”
Umpamanya seorang terdakwa tidak mau
bersumpah, maka tidak dapat diterapkan hukuman. Karena menurut hukum asalnya seseorang itu bebas dari tanggungan atau beban. Yang harus bersumpah adalah pendakwa. Anak kecil bebas dari tanggung jawab melakukan kewajiban sampai ia baligh.
Tidak ada hak dan kewajiban antara pria
dan wanita yang bersifat pernikahan sampai ada bukti adanya akad nikah yang sah. ص ُل ْال َع َد ُم ْ َ ْاﻷ
(Hukum asal adalah tidak adanya sesuatu)
Umpamanya bila seorang pekerja dengan modal orang lain (mudharabah) melapor kepada pemilik modal bahwa ia memiliki keuntungan hanya sedikit, maka laporan pekerja tersebut harus dibenarkan. Karena sejak semula memang belum ada keuntungannya. Kecuali ada indikasi lain berupa tanda-tanda penipuan. ِ ث ت َ ْق ِدي ُْرهُ ِبأ َ ْق َر ب زَ َمنِ ِه ْ َ ْاﻷ ٍ ص ُل فِي ُك ِّل َحا ِد (Asal setiap kejadian dilihat dari waktu yang terdekat)
Misalnya ada seorang dokter melakukan operasi persalinan
terhadap bayi yang lahir secara prematur. Selain memberikan ASI sang ibu memberikan makanan tambahan. Setelah beberapa hari bayi tersebut meninggal dunia dan setelah dilakukan pengecakan bahwa makanan tersebut kedaluwarsa. Maka kematian bayi tersebut ditetapkan karena makanan kedaluwarsa bukan karena operasi persalinan. اﻹ َبا َحةُ َحتﱠى يَ ُد ﱠل ال ﱠد ِل ْي ُل ِ َص ُل ِفي ْاﻷ َ ْشي ِْ اء ْ َ ْاﻷ علَى الت ﱠ ْح ِري ِْم َ (Hukum asal segala sesuatu adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya)
Misalnya apabila ada binatang yang belum ada
dalil yang tegas tentang keharamannya, maka hukumnya boleh dimakan. Kaidah ini hanya berlaku untuk bidang fiqh mu’amalah, sedangkan untuk fiqh ibadah digunakan kaidah ت ِ ص ُل ِفي ْال ِعبَا َدا ْ َ ْاﻷ اَلتﱠ ْح ِر ْي ُم َحتﱠى يَ ُد ﱡل ال ﱠد ِل ْي ُل َعلَى ِ (Hukum asal ibadah اﻹ َبا َح ِة mahdhah adalah haram sampai ada dalil yang membolehkan) ْ َ شيْأ ً ا َ ْم ﻻَ فَأﻷ ُص ُل أَنﱠهً لَ ْم يَ ْفعَ ْله َ َم ْن ش ﱠَك أَفَ َع َل Artinya: “Barang siapa ragu-ragu apakah ia mengerjakan sesuatu atau tidak, maka menurut aslanya ia dianggap tidak melakukannya.”
Contoh apabila seseorang ragu-ragu dalam
pelaksanaan shalat, apakah ia mengerjakan i‟tidal atau tidak, maka ia hendaklah mengulangi pekerjaannya. Sebab, ia dianggap seakan-akan tidak atau belum mengerjakannya. باليَ ِقي ِْن ِمثْ ِل ِه ْ ْاليَ ِق ُن يُزَ ا ُل
(Apa yang yakin bisa hilang karena adanya bukti yang
meyakinkan pula)
Misalnya kita berpraduga tidak bersalah kepada
seseorang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut tertangkap sedang melakukan kejahatan, maka orang tersebut adalah bersalah dan harus dihukum. Si A berhutang kepada si B, tetapi kemudian ada bukti bahwa si A telah membayar utangnya kepada si B, misalnya ada kuitansi yang ditandatangani si B yang menyatakan bahwa hutang A sudah lunas. Maka, si A yang tadinya berhutang, sekarang sudah bebas dari hutangnya. َما تَيَقﱠ َن َوش ﱠَك فِي ْالقَ ِلي ِْل ا َ ِو ْال َكثِي ِْر ُح ِ ّم َل َعلَى ْالقَ ِل ْي ِل
Artinya: “Barangsiapa telah yakin melakukan perbuatan dan
ragu tentang banyak atau sedikitnya, maka (perbuatan itu) dibawa kepada yang sedikit.”
Contoh Debitur yang berkewajiban mengangsur uang yang telah
disepakati bersama kreditur merasa ragu apakah angsuran yang telah dilakukan itu enam kali atau tujuh kali, maka harus dianggap baru mengangsur enam kali. Karena, yang sedikit itulah yang sudah diyakini. ُص ُل فِي ْال َك َﻼ ِم ال َح ِق ْيقَة ْ َ ْاﻷ (Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya) Contoh Apabila seseorang berkata:”Saya mau mewakafkan harta saya kepada anak Kyai Ahmad”. Maka anak dalam kalimat tersebut adalah anak yang sesungguhnya, bukan anak pungut dan bukan pula cucu. َ ص ُل فِي ْاﻷ َ ْب ضاعِ الت ﱠ ْح ِر ْي ُم ْ َ ْاﻷ
(Hukum asal bersenggama adalah haram)
Misal Arfan ragu mengenai sah tidaknya akad nikahnya
dengan Ani. Karena Arfan meragukan salah satu dari syarat nikah, maka ia tidak boleh berhubungan badan dengan Ani. Sebab, hukum asal melakukan hubungan badan adalah haram. Sekian Terima Kasih