3A - ROZI SAFPUTRA - TINTIN SUMARNI, S.KP, M.KeP

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 72

PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI

Proposal Penelitian

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE ISKEMIK


DENGAN KONSTIPASI MENGGUNAKAN INTERVENSI
MASASE PERUT DAN MINUM AIR PUTIH HANGAT
DI RUANGAN NEUROLOGI RSUD M. NATSIR
KOTA SOLOK TAHUN 2020

Oleh:

ROZI SAFPUTRA
173210303

Proposal TA ini telah diperiksa, disetujui oleh pembimbing TA Program Studi DIII
Keperawatan Solok Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang dan
telah siap untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji TA
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Solok, 2020
Tim Penguji,
Moderator Sekretaris

TINTIN SUMARNI, S. Kp. M,Kep YULASTRI, S. Pd, M. Biomed


NIP. 196030119900 2002 NIP. 19591101 198303 2001

Penguji I Penguji II

Ns. SRI DEWI. Sp. Kep Mat Ns. ANITA MIRAWATI, M.Kep
NIP. 198110904 200212 2 001 NIP. 19830509 200501 2 004

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan

Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan studi kasus yang

berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Iskemik Dengan Konstipasi

Menggunakan Intervensi Mamase Perut Dan Minum Air Putih Hangat Di

Ruang Neurologi RSUD M. NATSIR Kota Solok Tahun 202”.

Penulisan studi kasus untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

pendidikan Diploma III Keperawatan, pada Program Studi Keperawatan Solok

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang. Dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan

dukungan secara moril dan materil. Selanjutnya kepada ibu Tintin Sumarni, S. Kp,

M. Kep selaku dosen pembimbing I dan ibu Yulastri, S. Pd, M.Biomed selaku dosen

pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, masukan dan bimbingan,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Burhan Muslim, SKM.M.Si selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI Padang.

2. Ibu Ns. Sila Dewi Anggreni, S.Pd, M.Kep, Sp.KMB selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Padang.

2
3. Ibu Ns. Deharnita, S.ST, M.Kes selaku Ketua Prodi DIII Keperawatan Solok.

4. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Keperawatan Solok yang telah memberikan ilmu

selama mengikuti pendidikan di Keperawatan Solok.

5. Rekan-rekan angkatan yang telah memberikan dukungan serta saran-saran

yang bermanfaat dan membangun.

Dalam penulisan studi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,

penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah penelitian ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuan dari semua pihak

yang terlibat dalam penulisan. Mudah-mudahan Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat

bagi kita semua, Amin.

Solok, 2020

Peneliti

3
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN………………………………………….

PERNYATAAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………

KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

DAFTAR ISI................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL…………………………………………………………...xi

DAFTAR LAMPIRAN……………….………………………………….…..x

BAB I……………………………….………………………………………....1

PENDAHULUAN……..……………………………………………………..1

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah .............................................................................5

C. Tujuan Studi Kasus............................................................................5

D. Manfaat Studi Kasus..........................................................................6

BAB II………………………………………………………………………….7

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….………...7

A. Konsep penyakit stroke inskemik………………………….……….7

1. Pengertian stroke iskemik...........................................................7

2. Etiologi stroke iskemik...............................................................8

4
3. Patofisiologi…………................................................................8

4. Pengertian konstipasi.................................................................11

5. Tanda dan gejala……………………………............................11

6. Penyebab terjadinya konstipasi..................................................11

7. Gejala konstipasi…………........................................................12

8. Komplikasi……………………………….................................12

9. Penatalaksaan medis…...............................................................13

10. Penatalaksaan keperawatan…………………………………....14

B. Sistem Yang Berkaitan Dengan Konstipasi………………………..15

1. Anatomi sistem saraf..................................................................15

2. Tipe dan fungsi saraf kranial……………………………...…...22

3. Sistem pencernaan......................................................................32

C. Teknik massage abdomen…………….……………………………35

D. Konsep asuhan keperawatan konstipasi pada pasien stroke…….…38

1. Pengkajian………......................................................................38

2. Diagnosa keperawatan................................................................47

3. Rencana keperawatan ................................................................47

4. Implementasi keperawatan.........................................................53

5. Evaluasi keperawatan.................................................................53

BAB III……………………………………………………………….………..54

METODE PENELITIAN…………………………………………….………..54

5
A. Desian penelitian………………………………………………………54

B. Tempat dan waktu……………………………………….…………….54

C. Subjek studi……………………………………………………………54

D. Fokus studi…………………………………………………………….54

E. Definisi operasional fokus studi……………………………………….55

F. Metode pengumpulan data…………………………………………….56

G. Analisa data……………………………………………………………57

H. Etika penelitian………………………………………………………..57

6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, stroke masih merupakan

masalah utama di bidang Neurologi maupun kesehatan pada umumnya.

Stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik

secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari

pembuluh darah selebral atau dari dari seluruh sistem pembuluh darah otak

(Donges,2000). Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) terjadi akibat

penyediaan darah ke bagian otak terganggu. Hal ini akan menyebabkan kematian sel-

sel otak. Stroke dapat mengakibatkan penderitanya mengalami pendarahan pada sel-

sel otak (hemoragik) atau dapat juga tidak mengalami pendarahan (iskemik) (Ridwan,

2017).

Stroke adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan hilangnya fungsi

otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian. Salah satu manifestasi klinis dari

stroke gangguan keseimbangan tubuh dan kelemahan pada setengah bagian tubuh

atau hemiperase. Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh terjadi

kelemahan. Kondisi tersebut bila berkepanjangan dapat berakibat buruk diantaranya

beresiko untuk mengalami luka tekan, kontraktur sendi, osteoporosis, penurunan

kekuatan otot dan konstipasi. Konstipasi merupakan defekasi yang tidak teratur serta

terjadi pengerasan pada feses. Pada pasien stroke konstipasi terjadi karena kurang

1
aktivitas fisik yang memperlama waktu transit feses di kolon, penurunan tonus otot

abdomen, dan penurunan motolitas gastrointestinal (Rantesigi & Agusrianto, 2019).

Stroke merupakan satu dari beberapa penyakit penyebab kematian di dunia

utamanya Indonesia. Selain kematian stroke juga menimbulkan kecacatan neurologis

dan beberapa komplikasi. Menurut WHO (2010) setiap tahunnya diseluruh dunia

terdapat 15 juta orang yang menderita stroke, sekitar 6 juta orang mengalami

kematian dan 6 juta orang lagi mengalami kecacatan permanen. Diprediksikan angka

kematian tersebut akan terus meningkat menjadi 8 juta ditahun 2030 (Pailungan et

al., 2017).

Di Indonesia sendiri stroke merupakan penyebab kematian utama yang

ditemukan di rumah sakit pemerintah, diperkirakan sekitar 15% kematian di rumah

sakit disebabkan oleh stroke dan kecacatan mencapai 65%. Prevalensi stroke yang

diperoleh dari data RIKESDAS 2013 adalah sebesar 7 per mil dan yang gejalanya

terdiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu sebesar 12,1 per mil. Sekitar 2,5 persen dari

jumlah total penderita strok di Indonesia meninggal dunia dan sisanya mengalami

gangguan dan ccat ringanmaupun berat pada tubuhnya post stroke. Berdasrkan

RISKESDAS 2018 angka kejadian prevalensi stroke di Sumbar 10.9%. Tingkat

kejadian stroke berdasarkn diagnosis tenaga kesehatan dengan gejala tertinggi

terdapat di provinsi Sulawesi Selatan (17,9%), kemudian disusul oleh DIY

Jogjakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti oleh Jawa Timur sebesar 16

per mil (Pailungan et al., 2017).

2
Table 1.1
Perbandingan Angka Kejadian Stroke Di Ruang Neurolgi
RSUD M. NATSIR Kota Solok Tahun 2017-2019

No Tahun Jumlah
1 2017 322
2 2018 150
3 2019 289
4 Total 761
Sumber: Rekam Medik RSUD M. Natsir Kota Solok Tahun 2020

Berdasarkan data dari ruang Neurologi RSUD M. Natsir kota solok

didapatkan bahwa ada peningkatan kejadian sroke iskemik dari tahun 2018-2019

yaitu dari 150 pasien menjadi 289 pasien.

Faktor prognosis yang penting dalam morbiditas dan mortalitas pasien stroke

adalah komplikasi yang terjadi pascastroke. Doshi (dalam Gofir, 2009:132)

menjelaskan bahwa di Singapura tingkat komplikasi stroke secara keseluruhan

adalah 54,3%, komplikasi stroke pada sistem gastrointestinal adalah ulkus,

perdarahan lambung, konstipasi, dehidrasi dan malnutrisi (Rasyid & Soertidewi,

2007). Namun, menurut Navarro, et al., (2008, dalam Gofir 2009) dari 495 pasien

yang mengalami komplikasi konstipasi sebesar 7,9% (Ginting et al., 2015).

Konstipasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor mekanis,

faktor fisiologis, faktor fungsional, faktor psikologis, dan faktor farmakologis

(Nanda, 2010). Faktor mekanis berkaitan dengan gangguan neurologis, pada pasien

3
stroke disebabkan oleh penurunan beberapa fungsi neurologis. Pertama penurunan

fungsi motorik yang menyebabkan terjadi imobilisasi. Gangguan mobilitas dan

ketidakberdayaan (deconditioning) adalah masalah yang paling sering dialami pasien

stroke (Wahjoepramono, 2005). Imobilisasi yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan komplikasi pada pasien stroke salah satunya adalah konstipasi.

Konstipasi kronik atau obstipasi dapat menjadi penyebab kanker usus karena

penumpukan feses di dalam usus yang berlangsung lama (Ginting et al., 2015).

Salah satu terapi yang terbukti untuk mencegah konstipasi adalah massage

abdomen dan minum air hangat. Massage merupakan suatu tindakan mengelus,

menggosok, dan menekan bagian tubuh tertentu memberikan rasa nyaman dan

mengurangi rasasakit. Massage abdomen dapat menurunkan konstipasi melalui

beberapa mekanisme yang berbeda-beda antara lain dengan menstimulasi sistem

persyarafan simpatis sehingga dapat menurunkan tegangan pada otot abdomen serta

memberikan efek pada relaksasi sfingter (Rantesigi & Agusrianto, 2019).

Air putih hangat dapat memberikan refleks gastrokolik yang mampu

menstimulasi otot polos kolon dan mencagah terjadinya konstipasi (Rantesigi &

Agusrianto, 2019). Mengonsumsi air putih yang hangat dalam jumlah yang cukup

dapat menyebabkan pencernaan bekerja dengan kapasitas yang maksimal. Air hangat

dapat bekerja dengan melembabkan feses dalam usus dan mendorongnya keluar

sehingga memudahkan untuk defekasi. Membe-rikan pasien minum air putih hangat

yang cukup merupakan intervensi keperawatan yang mandiri. Dalam penelitian ini

memberikan pasien minum air putih hangat yang dimaksud adalah memberikan

4
minum air hangat setelah dilakukan masase abdomen sebanyak 500 ml secara rutin

untuk mengatasi konstipasi (Ginting et al., 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rantesigi & Agusrianto (2019)

intervensi manajemen konstipasi pada diagnosa konstipasi ada 25 intervensi dengan

yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami masalah konstipasi. Berdasarkan

penelitian yang dlakukan, peneliti hanya menerapkan 5 intervensi keperawatan pada

pasien, hal tersebut dikarenakan keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian dan

juga pemilihan intervensi yang diberikan untuk tercapainya tujuan dari masalah

keperawatan. Peneliti memberikan NIC manajemen konstipasi atau implikasi karena

sesuai dengan kriteria untuk diberikan itervensi yaitu kooperatif untuk diberikan

massage, mampu menelan dan tidak mengalami trauma abdomen.

Penelitian dilakukan selama 6 hari dan didapatkan hasil pasien lebih nyaman

setelah diberikan intervensi massage abdomen dan minum air putih hangat, dan pada

hari ke 5 pasien sudah mampu BAB. Sebelum melakukan penerapan intervensi,

peneliti terlebih dahulu melakukan anamneses pada pasien. Peneliti memilih pasien

berdasarkan kriteria untuk dilakukan massage abdomen dan terapi minum air hangat

500 cc yaitu pasien dengan stroke non hemoragik, ada masalah konstipasi dan

mampu untuk menelan (Rantesigi & Agusrianto, 2019).

Berdasarkan studi pendahuluan, melalui wawancara dengan beberapa perawat

di ruangan Neurologi RSUD M.Natsir Kota Solok diperoleh mengenai masalah

keperawatan yang utama pada asuhan keperawatan pasien stroke iskemik yang di

5
rawat adalah konstipasi. Intervensi yang dilakukan antara lain pemberian obat

suppositoria. Dari wawancara tersebut juga didapatkan informasi bahwa

diperbolehkannya untuk menerapkan intervensi masase abdomen dan minum air

hangat pada pasien stroke iskemik dengan konstipasi. Masase abdomen akan

dilakukan sebanyak 1 kali di pagi hari selama 10-20 menit diiringi dengan pemberian

minum air hangat. Intervensi ini akan dilakukan selama 6 hari penuh dan pada hari ke

5 pasien diharapkan bisa BAB.

Dari uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

pengelolaan studi kasus dan mengambil studi kasus tentang “Asuhan Keperawatan

pada Pasien Stroke Iskemik di Ruangan Neurologi RSUD M.Natsir Kota Solok

Tahun 2020.”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam studi kasus adalah bagaimana asuhan keperawatan

pasien stroke iskemik di ruang Neurologi RSUD M. Natsir kota solok tahun 2020.

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian yaitu menerapkan asuhan keperawatan pasien

stroke iskemik di ruang Neurologi RSUD M. Natsir kota solok tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

Berdasarkan tujuan umum dapat dibuat tujuan khusus sebagai berikut :

6
a. Menerapkan hasil pengkajian dengan gangguan keperawatan pasien

stroke iskemik di ruang Neurologi RSUD M. Natsir kota solok tahun

2020.

b. Menerapkan diagnosa keperawatan pasien stroke iskemik di ruang

Neurologi RSUD M. Natsir kota solok tahun 2020.

c. Menerapkan rencana asuhan asuhan keperawatan pasien stroke

iskemik di ruang Neurologi RSUD M. Natsir kota solok tahun 2020.

d. Menerapkan tindakan keperawatan pada pasien stroke iskemik di

ruang Neurologi RSUD M. Natsir kota solok tahun 2020.

e. Menerapkan hasil evaluasi pada pasien dengan stroke iskemik di

ruang Neurologi RSUD M. Natsir kota solok tahun 2020.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Pasien Dan Keluarga


Mendapatkan pengalaman serta dapat menerakan hasil yang telah
dipelajari dari tindakan keperawatan dalam memberi masase abdomen dan
minum air putih hangat.
2. Bagi Pelaksana Perawat
Bagi tenaga kesehatan khususnya di bidang perawatan dapa dijadikan
bahan masukan dalam memberikan masase abdomen dan minum air putih
hangat.
3. Bagi Metedologi
Hasil penelitian di harapkan dapat memberikan informasi bagi institusi
dan bagi mahasiswa Poltekkes Kemenkes RI Padang Prodi Keperawatan
Solok serta sebagai data pendukung dasar untuk penelitian berikutnya dalam
bidang yang sama.

7
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit Stroke

1. Pengertian Stroke

Cedera serebrovaskuler (CVA), stroke iskemik atau “serangan

otak”, adalah hilangnya fungsi otak secara mendadak akibat gangguan

suplai darah ke bagian otak. Stroke biasanya bersifat hemoragik (15%)

atau iskemik/nonhemoragik (85%). Stroke iskemik dikategorikan menurut

penyebabnya: stroke thrombosis arteri besar (20%)., stroke kriptogenik

(30%), dan lain (5%). Dampaknya adalah gangguan suplai darah ke otak

yang menyebabkan hilangnya pergerakan, daya piker, memori,

kemampuan berbicara, atau sensasi untuk sementara waktu atau permanen.

(Brunner & Suddarth, 2016).

Iskemia serebral merupakan kondisi terhentinya suplai darah ke

otak akibat aterosklerotik atau bekuan darah yang menyumbat pembuluh

darah melalui proses aterosklerosis. Sekalipun penyebabnya

ateroskloeloris, sebagaimana yang terjadi yang terjadi pada pendarahan

serebral, iskemia serebral ini tidak diikuti oleh pendarahan hebat pada

pembuluh darah di otak. Selain aterosklerosis, thrombosis dan embolisme

juga dapatmengakibatkan iskemia selebral (Ridwan, 2017).

Stroke adalah penyakit gangguan fungsional otak yang terjadi

akibat penyumbatan pembuluh arteri. Stroke terjadi akibat sumbatan

7
8

pembuluh darah, terutama arteri di otak. Sumbatan pembuluh darah arteri

ternyata tidak saja menyerang bagian otak manusia, namun juga dapat

menyerang kaki manusia (Ridwan, 2017).

Peripheral Arterial Disease (PAD) merupakan penyakit yang

menyerang pembuluh darah pada bagian kaki. Orang yan mengalami

obesitas, perokok, dan yang memiliki hipertensi kolesterol tinggi

merupakan orang yang berpotensi terserang PAD. Sebagaimana diketahui,

obesitas, perokok, dan orang yang memiliki hiprtensi dan kolesterol tinggi

juga berisiko stroke dengan kata lain, ketiga orang ini memiliki

kecenderungan terkena stroke (Ridwan, 2017).

Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) terjadi akibat

penyediaan darah ke bagian otak terganggu. Hal ini akan menyebabkan

kematian sel-sel otak. Apabila aliran darah ke otak terhenti maka oksigen

dan glukosa tidak bisa menutrisi sel-sel otak. Stroke dapat mengakibatkan

penderitanya mengalami pendarahan pada sel-sel otak (hemoragik) atau

dapat mengalami pendarahan (iskemik) (Ridwan, 2017).

8
8

2. Etiologi Stroke

(Wijaya & Putri, 2015), Penyebab stroke dapat dibagi tiga, yaitu:

a. Thrombosis serebri

Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral

adalah penyebab utama thrombosis serebral yang adalah penyebab

paling umum dari stroke (Smeltzer). Thrombosis ditemukan pada 40%

dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi.

Biasanya ada kaitnya dengan kerusakan local dinding pembuluh darah

akiat aterosklerosis.

b. Emboli serebri

Emboli serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab

utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan

dengan penderita thrombosis. Kebanyakan emboli seribri berasal dari

suatu thrombus dari jantung sehingga masalah yang dihadapi

sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.

c. Hemoragi

Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ekstra

dural atau epidural) dibawah durameter (hemoragi subdural), di ruang

sub arachnoid (hemoragi subarachnoid atau dalam subtansial otak)

(hemoragi intra serebral).

3. Patofisiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai

cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena
9

thrombus dan embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke

jaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejala

yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran. Selanjutnya kekurangan

oksigen dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nekrosisi

mikroskopik neiron-neiron. Area nekrotik kemudian disebut infark.

Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia umum (karena

henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena akibat pross animia dan

kesukaran bernafas (Wijaya & Putri, 2015).

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di

dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulasi willisi: arteria karotis

internal dan system vertebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara

umum, apabila aliran darah kejaringan otak terputus selama 15 sampai 20

menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan. Perlu dingat bahwa

oklusi suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark didaerah otak yang

pendarahan oleh arteri tersbut (Price, 2005). Alasannya adalah bahwa

mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai daerah tersebut

(Wijaya & Putri, 2015).

Komplikasi dari stroke diantaranya adalah konstipasi. Pada pasien

yang baru terkena stroke kan mengalami konstipasi akut yaitu perubahan

yang jelas pada pola eliminasi di usus. Perubahan dalam pola usus akan

menetap atau menjadi lebih parah dan berubah menjadi konstipasi kronik.

Pasien sring kali menggunakan laksatif dan enema untuk menstimulasi

pergerakkan usus ketika mengalami konstipasi. Penggunaan obat ini


10

secara berlebihan dapat menyebabkan masalah usus yang nyata dapat

memperburuk kondisi saat ini (LeMone et al., 2016).


9

Pathway Stroke Iskemik

Faktor pencetus/ Penimbnan lemak/ kolesterol yang Lemak yang Menjadi kapur/ mengandung
etiologi meningkat dalam darah sudah nekrotik kolesterol dengan infiltrasi
dan bergenerasi limfosit(trombus)

Kompresi jaringan otak Pembuluh darah menjadi Penyempitan


arterioskleoris
kaku dan pecah pembuluh darah

Thrombus/ emboli di herniasi peningkatan


celebral

Stroke non Proses metabolism Penurunan suplai Resiko ketidakefektifan


hemoragik dalam otak terganggu darah dan O2 keotak perfusi jaringan otak

Arteri karotis interna Arteri vertebra Arteri ceribri media


basinalis

Disfungsi N.III (optikus)


Kerusakan N.1,NII,N.IV Kerusakan neuro Disfungsi neuro XI
Penurunan aliran cerebros pinal
darah keretina N.VII.N.IX
Perubahan ketajaman sensori
Penurunan fungsi
penghidu, penglihatan dan
Penurunan kemampuan Control otot facial motorik dan
pengecap
retina untuk menangkap menjadi lemah muskuoskeletal
objek bayangan
10

kebutaan Ketidak mampuan Ketidak mampuan Kelemahan satu/


penghidu,pengecapdan penglihatan berbicara empat anggota gerak

Resiko jatuh

Kerusakan
Perubahan persepsi sensori Hemiperaseplegi
arterikulasi tidak
kanan dan kiri
dapat berbicara
Disfungsi
Deficit
saluran
neurologis kerusakan
pencernaan
komunikasi verbal

Kemampuan batuk konstipasi Deficit Hambatan Tirah baring


menurun, kurang perawatan diri mobilitas fisik lama
mobilitas fisik dan
produksi sekret
Arteri
vertabrabasilaris Luka dikubitus

Penurunan
Kerukasan
fungsiN,X,N,IX
integritas kulit

Prosen menelan tidak efektif

refluks
Ketidak seimbangan
disfagia anoreksia nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
11

4. Tanda dan Gejala Stroke

Tanda dan gejala umum mencakup kebas atau kelemahan pada wajah,

lengan, atau kali (terutama pada satu sisi tubuh); kebingungan/konfusi atau

perubahan status mental; sulit berbicara atau memahami pembicaraan;

gangguan visual; kehilangan keseimbangan, pening, kesulitan berjalan; atau

sakit kepala berat mendadak (Brunner & Suddarth, 2016).

5. Komplikasi

Menurut (Wijaya & Putri, 2015) komplikasi stroke adalah:

a. Berhubungan dengan immobilisasi

1) Infeksi pernafasan

2) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang ditekan

3) Konstipasi

4) Tromboflebitas

b. Berhubungan dengan mobilisasi

1) Nyeri pada daerah punggung

2) Dikolasi sendi

c. Berhubungan dengan kerusakan otak

1) Epilepsy

2) Sakit kepala

3) Kroniotomi

d. Hidrosefalus

e. Berhubungan dengan konstipasi


12

1) Infeksi saluran kemih

2) Dyspepsia

3) Divertikulosis

6. Penatalaksanaan Medis

Purwonto Hadi (2016) program pengobatan pasien adalah:

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah selebral (ADS) secara

percobaan, tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat

dibuktikan.

2. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra

arterial.

3. Anti agresi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat

reaksi pelepasan agregasi yang terjadi sesudah ulserasi afteroma.

4. Pengobatan pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis,

yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.

2) Revaskularisasi terutamamrupakan tindakan pembedahan dan

manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA

3) Evaluasi bakuan darah dilakukan pada struke akut.

4) Ulgasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada

aneurisma.
13

7. Penatalaksanaan Keperawatan

Menurut (Wijaya & Putri, 2015), penatalaksaan stroke iskemik adalah:

a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi leteral dekubitus bila

disertai muntah. Boleh imulai mobilisasi bertahap bila hemodinamik

stabil.

b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu beri

oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.

c. Kandung kemih dikosongkan dengan menggunakan kateter.

d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.

Kategori Tekanan Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah Diastol


Darah menurut JNC (mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
Pra-Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi
Tahap 1 140-159 90-99
Tahap 2 ≥160 ≥100
Tabel 2.1 Kategori tekanan darah menurut JNC (Joint National Committe)

e. Suhu tubuh harus dipertahankan.

Suhu normal pada orang dewasa:

1) 37,8˚C/38˚C jika diukur pada anus dan telinga

2) 37,5˚C/37,7˚C di ukur di dalam mulut

3) 37,2˚C/37,5˚C diukur melalui ketiak

f. Nutrisi per oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik,

bila terdapat gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun,

dianjurkan pipi NGT.

g. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jka tidak ada kontraindikasi.


14

h. Melakukan masase abdomen dan minum air hangat untuk mengurangi

konstipasi.

8. Konstipasi

Konstipasi adalah kelainan pada sistem pencernaan dimana seorang

mengalami pengerasan tinja yang berlebihan sehingga sulit untuk dibuang

atau dikeluarkan dan dapat menyebabkan kesakitan yang hebat pada

penderitanya (Wulandari, 2014).

Konstipasi atau sering kita sebut dengan sembelit adalah keadaan yang

dialami seseorang dengan gejala feses mengeras sehingga susah dikeluarkan

(Utami, 2014).

9. Penyebab Konstipasi

Menurut (Utami, 2014) penyebab terjadinya konstipasi adalah:

1) Kurang olahraga

2) Diet tinggi lemak dan rendah serat

3) Sering menahan BAB

4) Kurang mengosumsi cairan

5) Gangguan emosional

6) Ada ketidaknormalan usus

7) Ada penyakit tertentu misal stroke, wasir, tumor

8) Sering minum kopi atau teh


15

10. Gejala Konstipasi

Menurut (Wulandari, 2014) gejala konstipasi adalah:

1) Perut terasa begah, penuh dan bahkan terasa kaku karena

tumpukan tinja.

2) Tinja menjadi lebih keras, panas, bewarna lebih gelap, jumlah

lebih sedikit daripada biasanya.

3) Pada saat buang air besar tinja lebih sulit dikeluarkan atau di buang

4) Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai

sakit akibat bergesekan dengan tinja yang panas dank eras.

B. Sistem yang Berkaitan dengan Stroke dan Konstipasi

1. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf

Menurut (Joice, 2014) mengatakan anatomi fisiologi sistem saraf yaitu:

a. Sistem Saraf Pusat

1) Otak

Otak merupakan organ paling besar dan paling kompleks pada sistem

saraf. Otak terdiri atas lebih dari 100 miliar neuron dan serabut terkait.

Bagian-bagian otak terdiri dari:

a) Serebrum

Korteks serebri tersusun atas substansia grisea

(didominasi oleh badan sel saraf dan dendrite) yang terbentuk


16

dalam kelokan-kelokan atau girus. Lekukan dangkal diantara

girus (sulkus) membagi korteks serebri menjadi lima lobus:

frontalis, parietalis, oksipitalis, temporalis, dan sentral (insula).

Di lobus frontalis, girus presentalis (korteks motorik)

mengontrol aktivitas motorik volunteer. Lobus ini

mengkoordinasikan aktivitas muscular kompleks mulut, lidah

dan laring serta memungkinkan pembicaraan ekspresif

(motorik). Kerusakan pada area ini akan menyebabkan klien

tidak bisa berbicara dengan jelas.

Lobus parietalis merupakan area reseptif primer

(interpretasi) untuk sensasi taktil (seperti suhu, tekanan,

sentuhan). area parietal kanan juga dominan untuk orientasi

soasial dan kesadaran akan ukuran dan bentuk dan posisi

tubuh. Area parietal kiri membantu orientasi kanan-kiri dan

matematika. Lobus oksipitalis mengandung area reseptif visual

primer dan area asosiasi visual. Memori visual disimpan pada

area ini yang memberikan kontribusi pada kemampuan kita

mengenali secara visual dan memahami lingkungan kita.

Lobus temporalis mengandung area reseptif auditori

primer dan area asosiasi auditori. Kerusakan area ini akan

menyebabkan seseorang tidak dapat memahami bahasa yang

diucapkan atau mengenal suara di lingkungan.

b) Hipokampus
17

Hipokampus merupakan bagian dari daerah medial

pada lobus temporalis, berperan penting pada proses mengingat

(memori), suatu fenomena yang kompleks.

c) Ganglia basal

Ganglia basal berperan sebagai stasiun pemroses yang

menghubungkan korteks serebri ke nucleus thalamus. Ganglia

basal bersama dengan traktus kortikospinal penting untuk

mengontrol aktivitas motorik kompleks.

d) Diensefalon

Diensefalon terdiri atas thalamus dan hipotalamus.

Thalamus menyalkurkan semua informasi sensorik kecuali

penghidu menuju ke sel kortikal. Hipotalamus mengatur fungsi

sistem saraf autonom (SSA) seperti denyut jantung, tekanan

darah, keseimbangan air dan elektrolit, motilitas lambung dan

usus, suhu tubuh, lapar, berat badan dan siklus tidur-terjaga.

e) Sistem limbic

Sistem limbic terdiri dari atas banyak nuclei, termasuk

sebagian dari bagian medial lobus frontalis dan temporalis,

thalamus, hipotalamus, dan ganglia basal. Bagian ini berperan

sebagai pusat perasaan dan kontrol ekspresi emosional (rasa

takut, marah, senang, sedih).

f) Batang otak
18

Batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medulla

oblongata. Struktur ini terdiri atas jaras asendens, formasio

retikularis, dan jaras desendens motorik dan autonomic.

g) Formasio retikularis

Formasio retikularis membantu pengaturan gerakan

motorik skeletal dan reflex spinal. Struktur ini juga menyaring

informasi sensorik yang menuju ke korteks serebri. Sekitar

99% informasi sensorik dianggap tidak esensial. Satu

komponen formasio retikularis yaitu sistem aktivasi reticular

asendens mengontrol siklus tidur-terjaga dan kesadaran.

h) Serebelum

Serebelum mengintegrasikan informasi sensoris

berkaitan dengan posisi bagian tubuh, koordinasi gerakan otot

skelet dan mengatur kekuatan otot yang penting untuk

keseimbangan dan postur.

2) Medulla spinalis

Di dalam medulla spinalis, substansia grisea berbentuk kupu-

kupu dikelilingi oleh substansia alba yang sebagian besar mengalami

mielinisasi. Substansiaaalba mengandung traktus asenden dan

desenden yang menghantarkan impuls saraf antara otak dan sel di luar

SSP.

b. Struktur Protektif dan Nutrisional


19

1) Cranium dan koliumna vetrebralis

Delapan tulang yang menyatu pada awal masa anak-anak

menyusun cranium. Penyatuan ini disebut sutura. Cranium menutup

struktur otak dan berperan sebagai sumber perlindungan.

Kolumna vetebralis, merupakan suatu rangkaian vertebra yang

fleksibel, mengelilingi dan melindungi medulla spinalis.

2) Meningen

Meningen, tiga membrane yang membungkus otak dan

medulla spinalis, berfungsi sebagai pelindung. Tiap lapisan pia mater,

arakhnoid, dan dura mater yang merupakan membrane terpisah.

3) Mekanisme reflex

Alam bawah sadar memberi respon otomatis pada stimulus

interna dan eksterna yang disebut sebagai respon reflex, yang

memberikan banyak fungsi homeostasis. Walaupun medulla spinalis

sering disebut sebagai pusat reflex, struktur ini bukan satu-satunya

tempat pengaturan reflex. Banyak reflex kompleks yang mengatur

denyut jantung, pernapasan, tekanan darah, menelan, bersin, batuk,

dan muntah terletak di batang otak.

4) Cairan serebrospinal dan sistem ventrikel

CSS merupakan suatu cairan jernih dan tidak berwarna. Sekitar

100-160 ml CSS bersirkulasi melalui ventrikel dan di dalam ruangan


20

subaraknoid. Ketika seorang berbaring pada posisi horizontal, rerata

tekanan CSS mencapai 100-180 mmHg.

c. Konduksi Impuls

1) Potensial istirahat

Sebuah neuron yang tidak menghantarkan impuls saraf disebut

sedang dalam keadaan istirahat. Walaupun sel ini sedang istirahat, sel

ini tetap bermuatan dan siap untuk dibangkitkan. Potensial untuk

membangkitkan dihasilkan dari perbedaan muatan elektrik antara

cairan interstisial di luarneuron dan cairan intraselular di dalam sel.

2) Impuls saraf

Oleh karena neuron tersusun seperti rantai, impuls harus

berjalan dari satu sel ke sel yang lain. Pada sel saraf, impuls dimulai

pada akson. Saat potensial aksi mencapai prasinapsis knob pada

dendrite, permeabilitas membrane untuk kalsium menurun sehingga

terjadi infulks kalsium. Kalsium menyebabkan fusi vesikel ke

membrane dan melepaskan neurontransmitter.

3) Myelin

Myelin mengelilingi kebanyakan serabut saraf dan dipisahkan

oleh nodus ranvier. Potensial aksi dibangkitkan hanya pada nodus

sehinggaakan melewati di antara nodus dan tidak melakukan

depolarisasi pada seluruh membrane.

4) Reseptor
21

Reseptor merupakan tranduser biologis yang mengubah

stimulus dari suatu bentuk energy mekanis, elektrik, kimiawi, termal,

atau cahaya untuk menginisiasi energy listrik pada impuls saraf.

Walaupun reseptor sensorik dapat distimulasi oleh l;ebih dari satu

energy, tiga reseptor sensitive secara spesifik pada suatu bentuk

energy.

d. Sistem Saraf Tepi

Sistem saraf tepi atau perifer terdiri atas semua neuron selain yang

ada pada otak dan medulla spinalis. Sistem saraf tepi terdiri atas jaras

serabut saraf di antara sistem saraf tepi dan semua struktur yang jauh di

bagian-bagian tubuh. Termasuk di dalam sistem saraf tepi adalah 12

pasang saraf cranial dan 31 pasang saraf spinal.

e. Saraf Spinal

Saraf spinal berkembang dari serangkaian radiks saraf yang

berkumpul di lateral medulla spinalis. Tiap saraf spinal terdiri atas radiks

dorsalis (sensori) dan radiks ventralis (motorik) yang bergabung

membantu saraf spinal. Radiks dorsalis berasal dari posterolateral medulla

spinalis. Radiks ventralis berasal dari anterolateral medulla spinalis.

f. Saraf Kranial

Dua belas pasang saraf cranial berasal dari otak. Kebanyakan saraf

cranial tersusun atas neuron motorik dan sensorik, walaupun ada saraf
22

cranial yang hanya membawa impuls sensorik kecuali saraf olfaktorius

dan optikus, yang memiliki nuclei di bawah serebrum, semua nuclei saraf

cranial terletak di batang otak.

g. Saraf Autonom

Sistem saraf autonom (SSA) merupakan bagian dari sistem saraf

tepi (SST) yang mengkoordinasi gerakan involunter seperti fungsi fiseral,

perubahan otot polos dan jantung, dan respon kelenjar. Walaupun SSA

dapat berfungsi secara independen, kontrol primer SSA berasal dari otak

dan medulla spinalis. SSa memiliki 2 bagian, yaitub sistem saraf simpatis

dan parasimpatis.

2. Tipe dan Fungsi Saraf Kranial

Tipe dan fungsi saraf kranial menurut (Black Joyce M, 2014).

Saraf kranial nama Fungsi Tipe


I Olfaktorius Olfaksi (penghidu) Sensorik
II Optikus Penglihatan Sensorik
III Okulomotorius Gerakan mata ekstraokular Motorik
Pengangkatan kelopak mata
Konstriksi pupil Parasimpatis
IV Troklearis Gerakan mata ekstaoklar Motorik
V Trige minus
Bagian oftalmikus Sensasi somatik kornea, Sensorik
membran mukosa nasal,
wajah
Bagian maksilaris Sensasi somatik wajah, Sensorik
Bagian mandibularis rongga mulut, anterior lidah,
gigi
Sensasi somatik bagian Sensorik
bawah wajah
Mastigasi (mengunyah) Motorik
VI Abdusens Gerakan mata lateral Motorik
VII Fasialis Ekspresi wajah Motorik
VIII Vestibulokoklearis Sensorik
23

Vestibularis Keseimbangan Sensorik


Koklearis Pendengaran Sensorik
IX Glosofaringeus Pengecap ½ posterior lidah, Sensorik
sensasi faringeal menelan
X Vagus Sensasi faring, laring, telinga Sensorik
luar
Menelan Motorik
Aktivitas sistem saraf Parasimpatis
parasimpatis visera
abdomen dan toraks
XI Asesorius spinalis Gerakan leher dan bahu Motorik
XII Hipoglosus Gerakan lidah Motorik
24

Pengkajian neurologis menurut (Black Joyce M, 2014) yaitu:

Kategori Kategori Spesifik Daerah Pada Sistem Saraf Teknik Pengkajian Contoh Gangguan
Fungsional Yang Terlibat
1. Kesadaran Respon siaga pada Sistem aktivasi retikuler Apakah pasien sadar? Peningkatan: agitasi,
(kesadaran stimulus verbal, (reticuler activating system Apakah dapat memusatkan mania, insomnia,
pada diri dan taktil dan visual [RASI]) (mesensefalon, perhatian? delirium
lingkungan) diensefalon) kedua Apakah terdapat respons Penurunan: somnolen,
hemisfer normal pada stimulus visual letargi, semikoma,
dan auditori ? reaksi pada koma.
suara keras, goyangan,
tekanan dalam di atas tulang
orbita atau pada sternum?
Apakah tanda vital, pupil
dan refleks normal

2. Kejiwaan Berfikir Hemisfer serebri dengan Apakah klien berorientasi Disorientasi


fungsi regional spesifik dengan baik (orang, tempat,
waktu)

Menilik diri, Lobus frontalis, dengan Apakah klien menyadai Ketidak mampuan
pengambilan serabut asosiasi menuju pengaruh sakit ? mengambil keputusan,
keputusan, area serebrum lain Apakah tujuan kongruen tidak perhatian pada
perencanaan dengan kemampuan? pakaian, penampilan,
Bagaimana klien berespons dan kebiasaan personal
terhadap situasi (kebakaran
rumah)?

Sumber informasi Kecerdasan biologis dasar Kemampuan berhitung, Gangguan perfusi tidak
25

(lobus frontalis) teringrasi pengetahuan mengenai kongruen dengan


dengan area lain peristiwa sekarang konsisten tingkat pendidikan
dengan tingkat pendidikan?
Siapa presiden Amerika
Serikat?

Memori Lobus temporalis dan


serabut asosiasi ke area lain
di korteks

Baru saja Hipokampus Apa yang dinamakan saat Demensia


sarapan pagi?
Apa yang terjadi kemarin?

Masa lalu Lobus frontalis Mengingat kembali masa Perubahan pada memori
lalu selama melakukan peristiwa lampau dapat
wawancara terjadi bersama dengan
masalah SPP lama
(trauma, infeksi, trauma
psikis)

Perasaan (afek) Sistem limfik (biasanya Bandingkan reaksi yang Afek tumpul: hysteria,
(kongruen antara melibatkan kedua hemisfer) diamati dan yang diharapkan. skizofrenia, lesi lobus
rspon dan Apakah emosi labil? Tepat frontalis bilateral
stimulus)

Gangguan Area kortikal umum dan Amati perilaku yang Lesi iritatif pada korteks
persepesi (ilusi, spesifik pada halusisnasi mengidentifikasi masalah dapat menyebabkan
halusinasi) persepsi halusinasi (korteks
26

oksipitalis →visual,
girus post sntralis →
sensasi somatic, unkus
→ pembauan)

3. Bahasa dan Disatria (defek Gangguan otot lidah Minta klien frase sulit Bergumam, kelambatan,
Pembicaraan pada artikulasi, pataum, faring, atau bibir bicara tidak jelas,
pengecap, ritme (dapat dikarenakan impuls sengau, ritme
pembicaraan) atau inkoordinasi) pembicaraan normal
Batang otak, serebrum, yang terganggu
penyebab ekstraneural, (intoksikasi
saraf kranial V, VII, IX, X, pembicaraan); sklerosis
XII lateral amiotrofik;
pseudobulbar palsy,
myasthenia gravis,
stroke

Disfonia (produksi Banyak penyebab Apakah suara klien serak, Pakinsonisme, distonia
suara abnormal ekstraneural keras atau lembuut?
dari laring)
Masalah saraf laryngeal Suara brbisik Kompresi saraf
berulang (bagian saraf Gunakan temuan laringoskop laringeus berulang oleh
vagus atau saraf kranial X) indirek karsinoma bronkgenik
pada bronkus utama kiri
Medulla (area nucleus saraf
kranial X) Hipertrofi atrium kanan
Tumor batang otak,
oklusi arteri vertebralis
27

atau arteri serebral


posterior inferior

Afasia (tidak Lancar (reseptif): lobus Amati ekspresi vocal, Stroke pada arteri
mampu temporalis dan parietalis ekspresi yang tertulis atau serebralis media trauma,
menggunakan, kiri (area Wernik) terucap, komunikasi gesture tumor, abses pada area
memahami kata- lobus temporalis dan
kata yang terucap parietalis
atau dituliskan)
Kerusakan area brocca
Tidak lancar atau serabut asosiasi
(ekspresif):area Brocca (stroke, tumor)
(lateral) bagian inferior
lobus frontalis sisi yang
dominan
Global (kombinasi)

Agnosia Trauma di lobus oksipitalis, Organ indra utuh? Dapatkah Stroke


(ketidakmampuan temporalis, dan parietalis. klien mengenali objek
mengenali objek dengan penglihatan, rabaan,
atau symbol pendengaran?
dengan indra)

4. Fungsi Ekspresi (wajah) Saraf kranial VII Simetrisitas senyum, Klemahan wajah
motorik berkerut, menaikkan alis sentral; kelemahan
separuh wajah bagian
bawah
Penyebab stroke traktus
28

kortikobulbar
Kelemahan wajah
perifer

Makan Saraf kranial V, VII, IX, X, Kekuatan otot masticator Tetanus, spasme otot
(mengunyah, XII (pengunyah), refleks muntah, perifer, sklerosis lateral
menelan) kemampuan menelan amiotropik, tumor
medulla, kelumpuhan
pseudobulbar dapat
disertai dengan disatria

Gerak mata Saraf kranial III, IV, VI Gerakan ekstraokuler, Tekanan pendukulus
ukuran pupil, reaktivitas, serebralis →disfungsi
pupil bereaksi serasi dengan saraf kranial III,
akomodasi, diplopia, thrombus sinus
nistagmus kavernosus → masalah
saraf kranial III, IV, VI
Masalah otot (miastenia
gravis, hipertiroid)
Sindrom horner (ptosis,
pupil konstriksi)
anisokoria

Bergerak Gyrus presentral motorik Gaya berjalan, berjalan Saraf motorik atas:
(piramidal) dan sistem dengan ujung tumit ke ujung Otak dan sel kornu
serebral , ganglia basal, kaki, ada atau tidaknya anterior yang bersama
saraf kranial basal, saraf gerakan involunter, medulla
kranial XI, medulla koordinasi, tonus otot, Tonus ↑↑ (spastik)
spinalis. Saraf motorik atas massa, kekuatan, tes Massa ↓ karena atrofi
29

atas (otak→medula spinalis Romberg, kemampuan atau keadaan tidak


melalui traktu mengangkat bahu dan digunakan
kortiskopinal) bangun dari kursi Refleks ↑↑ karena
hilangnya inhibisi
sentral
Tidak ada fasikulasi
Klonus yang sering

Saraf motorik bawah (sel Saraf motorik bawah:


motorik saraf kranial dan Saraf tepi sel kornu
spinal dan sel anterior segmen anterior
kornuanterior→ otot Tonus ↓↓ (flaksid)
perifer) Massa ↓ karena
kehilangan tonus
Refleks ↓ atau hilang
karena hilangnya sel
kornu anterior
Fasikulasi
Klonus (-)

Melibatkan selebrum Masalah serebelum →


hilangnya koordinasi
dan keseimbangan

5. Fungsi Melihat Saraf kranial II: optikus, Tajam penglihatan, lapang Lapang padang:
sensorik lobus oksipitalis pandang, funduskopi lepasnya retina atau
saraf optic →hilangnya
keterlibatan mata,
kiasma optikum
30

→hemianopsia
homonym
Traktus optikus
→hemianopsia
homonym
Lobus parietalis
→masalah kuadran
(inferior)
Lobus temporalis
→masalah kuadran
superior
Tekanan intra kranial
→papiledema
(penigkatan
diskus→perdarahan)

Menghidu/membau Saraf kranial I, lobus Kemampuan mendeteksi bau Biasanya pembauan


temporalis (unkus) yang familiar karena sebab
ekstraneural (infeksi
saluran nafas atas,
alergi, merokok) sulkus
olfaktorius,
meningioma, halusinasi,
olfaktorik

Mendengar Saraf kranial VIII: bagian Tajam pendengaran, ada tau Dapat memiliki tuli
koklear, lobus temporalis tidaknya saraf yang tidak konduksi (saraf OK)
biasa, tes weber dan rinne atau neural ; sindrom
meniere (tintinus,
31

kehilangan pendengaran
nistagmus) fraktur dasar
tengkorak →oterea
Disfungsi vascular
batang otak atau tumor
→pendengaran

Mengecap Saraf kranial VII, Ix, lobus Kemampuan untuk Lesi batang otak atau
insular membedakan manis, asin, insula → pengecap,
asam, dan pahit penyebab ekstra neural,
merokok, higienis mulut
yang jelek

Merasa (sensorik) Saraf tepi Nyeri: tes tusuk jarum Polineuropati (diabetes
 Dermatom Sentuhan: kapas yang mellitus, anemia)
 Medulla spinalis disentuhan ke kulit Lesi medulla spinalis
 Traktus (menuju ke) Proprioseptif: mengecek jari →gangguan dermaton
Nyeri-suhu-taktil, sistem yang berada di udara Pons bagian atas →
nterolateral proprioseptif, Vibrasi: menempatakan thalamus, kehilangan
steregnosis, radiks dorsalis garpu tala yang bergetar pada kontralateral
→talamus menuju area tonjolan tulang Thalamus →kehilangan
somastetik (girus post – Suhu: tes tabung berisi air kontralatral dan
sentralis, lobus parietlis) hangat dan dingin pada kulit; parestesia
klien mengidentifikasi Thalamus
apakah hangat atau dingin →korteks→kehilangan
sensorik kartikal

6. Fungsi usus Fungsi usus Aferen Cek adakah impaksi feses Inkontinensia feses
dan kandung Saraf spinal S3-5 atau inkontinensia dengan lesi S3-5
32

kemih Sfingter eksternal (control Cek tonus otot Anesthesia anal konus
volunter) medularis dan tabs
Sfingter internal dorsalis
Sistem saraf otonom Kehilangan control
Korteks serebralis inhibisi (stroke)

Fungsi kandung Sistem saraf otonom Rasakan jika kandung kemih Inkontinesia urine
kemih penuh, pengosongan lengkap
Apakah klien mengalami
urgensi dan frekuensi?

Aferen Kandung kemih flaksid


Saraf spinal T0-L2, S2-4
Saraf pundedus

Eferen Kandung kemih spantik


Saraf spinal T11-L2
Sfingter eksternal
(volunter)
Saraf spinal S2-4

Korteks serebral Kehilangan control


inhibisi (stroke)
Mungkin disebabkan
ekstraneura

L, Lumbal ; S, Sakral, ; T, Torakal;, ↑ Meningkat , ↑↑Meningkat signifikan ;, ↓ Menurun signifikan ;, ↓↓Dapat berdampak
33

3. Saluran Pencernaan

Menurut Tarwoto dkk (2009), saluran pencernaan terdiri dari:

a. Mulut

Mulut merupakan jalan masuk yang di lalui makanan pertama kali

untuk sistem pencernaan. Rongga mulut, di lengkapi dengan alat

pencernaan ( gigi dan lidah ) serta kelenjar pencernaan untuk membantu

pencernaan makanan. secara umum, mulut terdiri dari 2 bagian atas dan

bagian luar (vestibulla) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi dan

rongga mulut bagian dalam yaitu rongga yang di batasi sisinya oleh

tukang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang

bersambung dengan faring. Palatum terdiri atas palatum durum ( palatum

keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang

maksilaris dan palatum mole (palatum lunak) terletak di belakang yang

merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, teridir dari

jaringan fibrosa dan selaput lendir.

b. Faring dan Esofagus

Faring menrupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dan

esofagus. Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu

kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan

merupakan pertahanan terhadap infeksi. Disini juga terletak


34

persimpangan antara jalan nafas dan makanan, letaknya di belakang

rongga mulut, di depan ruas tulang belakang. Ke atas bagian depan

berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang di

sebut ismus fausium.

Bagian-bagian faring adalah :

1) Superior (nasofaring) : setinggi dengan hidung, bermuara tuba

yang menghubungkan faring dengan gendang telinga.

2) Media (orofaring) : setinggi dengan lutut, berbatas ke depan

sampai di akar lidah.

3) Inferior (Laringofaring): Setinggi dengan laring, menghubungkan

orofaring dengan laring

Esofagus merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang ± 25

cm dan berdiameter 2 cm. Esofagus berbentuk seperti tabung berotot

yang menghubungkan rongga mulut dengan lambung dengan bagian

posterior berbatasan dengan faring setinggi cartilage Cricoidea dan

sebelah anterior berbatasan dengan corpus vertebrae. Ketika seseorang

menelan, maka spingter akan relaksasi secara otomatis dan akan

membiarkan makanan dan minuman masuk ke dalam lambung. Fungsi

esofagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat

berjalan sepanjang esofagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga

makanan dapat berjalan menuju lambung.


35

c. Lambung

Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel

karena dapat menampung makanan sebanyak 1-2 liter. Bentuknya seperti

huruf J atau kubah dan terletak di kuadran kiri bawah abdomen.

Lambung merupakan kelanjutan dari esophagus bagian superior dan

bersambungan dengan usus kecil bagian duodenum. Fungsi utama dari

lambung adalah menyimpan makanan yang sudah bercampur dengan

cairan yang di hasilkan lambung (getah lambung).

d. Usus halus

Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak di

antara spingter pilorus lambung dengan valve ileosekal yang merupakan

bagian awal usu besar, posisnya terletak di sentral bawah abdomen yang

di support dengan lapisan mesenterika (berbentuk seperti kipas) yang

memungkinkan usus halus ini mengalami perubahan bentuk ( seperti

berkelok-kelok). Menserika ini di lapisi pembuluh darah, persyarafan dan

saluran limfe yang mensuplai kebutuhan dinding usus. Usus halus

memiliki saluran paling panjang dari saluran pencernaa dengan panjang

sekitar 3 meter dengan lebar 2,5 cm, walaupun tiap orang memiliki

ukuran yang berbeda-beda. Usus halus sering di sebut dengan usus kecil

karena ukuran diameternya lebih kecil jika dibandingkan dengan usus

besar. Usus halus ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (± 25

cm), jejunum (±2,5 cm), serta ileum (± 3,6 cm).


36

e. Usus besar

Kolon merupakan usus yang memiliki diameter lebih besar dari

usus halus. Ia memiliki panjang 1,5 meter, dan berbentuk seperti huruf U

terbalik. Usus besar di bagi menjadi 3 daerah, yaitu : Kolon asenden,

kolon transversum, dan Kolon desenden.

Fungsi Kolon adalah :

a) Menyerap air selama proses pencernaan

b) Tempat di hasilkannya vitamin K, dan vitamin H (Biotin)

sebagai hasil simbiosis denganbakteri usus, misalnya E.coli

c) Membentuk massa feses

d) Mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari

tubuh.

C. Teknik Massage Abdomen

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi konstipasi yaitu dengan

cara masase abdomen dan minum air hangat. Masase abdomen membantu untuk

merangsang peristaltik usus dan memperkuat otot-otot abdomen serta membantu

sistem pencernaan sehingga dapat berlangsung dengan lancar. Masase abdomen

telah dibuktikan efektif mengatasi konstipasi terhadap beberapa penelitian.

Menurut Liu, et al., (2005).

Mengonsumsi air putih yang hangat dalam jumlah yang cukup dapat

menyebabkan pen-cernaan bekerja dengan kapasitas yang maksimal. Air hangat


37

dapat bekerja dengan melembabkan feses dalam usus dan mendorongnya keluar

sehingga memudahkan untuk defekasi. Membe-rikan pasien minum air putih

hangat yang cukup merupakan intervensi keperawatan yang mandiri. Dalam

penelitian ini memberikan pasien minum air putih hangat yang dimaksud adalah

memberikan minum air hangat setelah dilakukan masase abdomen sebanyak 500

ml secara rutin untuk mengatasi konstipasi (Ginting et al., 2015).

Cara masase abdomen adalah:

1. Oleskan minyak pijat di sekitar abdomen, buka hanya bagian tubuh yang akan

dilakukan pemijatan. Klien posisi tidur terlentang

2. Kemudian perawat menggososkkan kedua tangan sampai hangat, mulailah

memijat perut klien dengan pelan-pelan. Gunakan jri-jari dan telapak tangan

untuk menggosok dengan putaran berlawanan dengan arah jarum jam

disekitar daerah perut, mengikuti jalur kolonnya itu mulai dari kanan ke kiri.

Berikan tekanan secara wajar dengan sedikit tegas ketika memberikan terapi

abdominal massage (pastikan bahwa klien merasa nyaman)

3. Remas seluruh pemijatan tidak hanya pada otot perut tetapi juga menstimulasi

organ perut

4. Untuk memijat usus besr scara keseluruhan, lakukan Cicular friction untuk

watu lama. Dimulai dari area bawah kuadran kiri abdomen sekitar

100x/menit. Gerakan ini mendorongi isi kolon menuju rectum

5. Genggam sebanyak mungkin jaringan abdomen dengan cara mengangkatnya

dan menggetarkannya (gerkan mencubit)


38

6. Lakukan gerakan meluncur. Dimulai dari satu sisi klien dan raih sisi yang lain

(berlwanan). Tarik bagian tubuh (abdomen) klien kea rah pemijat. Ketika satu

tangan sudah selesai memijat, tangan yang lain memulainya.

7. Pindah ke sisi lain dn ulangi langkah ke 7 di sisi lain tubuh klien.

8. Setelah selesai auskultasi kembali bising usus klien.

Prosedur pelaksaan massase abdomen yang akan diberikan pada pasien

(Rantesigi & Agusrianto, 2019)yaitu:

a. Masasage akan diberikan selama 6 hari.

b. Sebelum dilakukan masase abdomen pasien diminta untuk minum 500 cc air

hangat pada pagi hari, sebelum pasien sarapan pagi. Alasan masase abdomen

tidak dapat diberikan pada saat keadaan perut terisi karena akan

mengakibatkan pasien muntah dan memang sebaiknya masase dilakukan saat

perut dalam keadaan kosong.

c. Masase dilakukan selama 10-20 menit, dengan menggunakan beby oil sebagai

pelumas.

d. Posisi saat dilakukan masase yaitu fowler atau terlentang.

e. Masase dilakukan menggunakan tangan dengan tehnik effleurage yaitu

gerakan menggusap pada daerah abdomen untuk merangsang peristaltic usus.


39

D. Konsep Asuhan Keperawatan Konstipasi pada pasien stroke

1. Pengkajian

a. Identifikasi pasien
Identifikasi pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor
resgister, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Identitas penanggung jawab

Identitas penanggung jawab berisikan data umum dari penanggung jawab

yang bisa dihubungi selama menjalani masa rawatan di rumah sakit.

c. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Pasien dengan stroke iskmik biasanya masuk dengan keluhan

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

komunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Serangan stroke berlangsung sangat mendadak, saat klien

melakukan aktivitas maupun sedang istirahat. Biasanya terjadi nyeri

kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala

kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak lain.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes

militus, penyakit jantung, animia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral


40

yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat

adiktif, dan kegemukan.

4) Riwayat Kesehatan keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

mellitus, atau ada riwayat penyakit stroke dari generasi terdahulu.

d. Pola aktivitas sehari hari (ADL)

1) Pola nutrisi

Sebelum sakit tanyakan kepada klien apakah sering makan yang

mengandung lemak, makan apa yang sering dikosumsi oleh pasien,

misal: masakan yang banyak mengandung garam, santan, goring-

gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu klien.

2) Pola eliminasi

a) Buang Air Kecil

Apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena

pada pasien stroke mungkin mengalami inkontenensia urine

sementara karena konfusi.

b) Buang Air Besar

Pada pasien stroke terdapat konstipasi karena adanya

gangguan saraf pencernaan.

3) Pola tidur dan istirahat

Pada penderita stroke biasanya tidur susah, gelisah karena

kelumpuhan sebagian tubuh.


41

4) Pola aktivitas dan latihan

Pasien stroke biasanya latihan ringan terlebih dahulu seperti

duduk sendiri tampat dibantu serta menggerakkan ekstreminitas atas

dan ektremnitas bawah dengan perlahan .

5) Pemeriksaan fisik pada abdomen

Tabel 2.1 Pemeriksaan Fisik Abdomen

No Prosedur Temuan Normal Temuan Abnormal


I. Inspeksi Tidak ada perubahan Tampak iritasi, lesi, massa
Inspeksi integritas kulit warna kulit, tidak abnormal pada abdomen.
pasien, persebaran ditemukn bekas luka, Kulit abdomen tampak
warna kulit integritas kulit baik. mengkilat, menunjukkan
Ditemukan stretch- adanya asites.
mark yang bewarna Ditemukan stretch-mark
putih keabu-abuan yang bewarna gelap
(menunjukkan penurunan
atau peningkatan berat
badan dengan cepat, atau
adanya Cashing syndrome
)
1 Inspeksi kesimetrisan
dan kontur abdomen:
a. Perhatikan
kontur abdomn Bentuk abdomen Ditemukan distensi
pada pasien saat datar, skafoid abdomen
pasien dalam (cekung), atau bundar
posisi berdiri (kunkaf) tidak ampak
(jika pembesaran hepar
memungkinkan)
b. Minta pasien Tampak pembesaran
untuk menarik hepar
nafas dalam dan
tahan sejenak
(prosedur ini
membantu untuk
melihat
pembesaran
hepar dari luar)
c. Perhatikan
42

kesimetrisan Bentuk abdomen tidak


kontur abdomen simetris (ada massa,
hernia)
2 Jika ditemukan distensi Tidak ada distensi Ditemukan distensi
pada abdomen, ukur abdomen abdomen
lingkar perut pasien. Asites
Pasang pengukur lingkar
perutuntuk
mengopsevasi diameter
secara rutn
3 Perhatikan gerakan
Gerakan dinding Gerakan abdmen terbatas
dinding abdomen saat abdomen seirama karena nyeri atau massa
proses pernapasan
dengan irama Tampak pulsasi aorta
berlangsung. Adanya
pernapasan pulsasi yang jelas
palpasi aorta, dan
aorta normalnya tidak Tampak peristaltic usus
peristaltic usus tampak, namun bisa yang mungkin disebabkan
terlihat pada orang oleh obstruksi usus (dorm
kurus contour)
Peristaltik usus
normalnya tidak
tampak dari luar, tapi
bisa bisa diliha pada
orang kurus
4 Perhhatikan adanya pola Tidak ada pola vena Tampak spider neavi
vena pada abdomen pada permukaan (mengidentifikasi
(spider naevi) abdomen penyakit hepar, asites, dan
obstruksi vena cava) atau
kaput medusa
5 Perhatikan umbilicus Posisi umbilicus teat Umbilicus menonjol
pasien, lihat bentuk dan ditengah, berbenuk kedepan, warna kehijauan
posisinya cekung disekitar umbilicus
menunjukkan kebocoran
kantong empedu
II Auskultasi Normalnya bising usus Buni usus menurun atau
Sebelum auskultasi, akan terdengar di meningkat. Bunyi usus
hangatkan tangan keempat kuadran yng hipoaktif terdengar
terlebih dahulu dan abdomen. Bunyi sangat halus dan jarang.
stetoskop yang akan bising usus merupakan Kondisi ini
digunakan supaya pasien rangkaian bunyi yang mengidikasikan
tidak terkejut. iriguler. Dalam penurunan motilitas usus
Dengarkan bunyi kondisi setelah makan, yang dapat disebabkan olh
peristalik usus pada secara normal proses operatif, atau
keempat kuadran peristaltic usus akan optruksi usus kronis.
abdomen meningkat. Durasi
43

bunyi bising usus tidak


akan sama pada setiap
rangkaian sehingga
perlu didengarkan
dengan seksama.
Frekuensi peristaltic
usus normal adalah 5-
30 x/menit
2 Dengarkan bunyi bising Normalnya tidak Bising pada area aorta
aorta pada abdomen terdegar bising pada (mengidentikasikan
pembuluh darah terjadi aneurisma)
abdomen Bising pada area iliaka
dan renalis
III Perkusi Bunyi timpani Bunyi pekak yang luas
Perkusi pada abdomen terdengar pada area (menandakan adanya
adalah prosedur untuk yang berisi usus, tumor, atau cairan dlam
mencri organ yang berisi sedangkan buyi pekak jumlah yang cukup besar).
udara atau padat. Organ terdengar pada area Bunyi hipertimpani akan
berongga yang berisi hepar dan pancreas terdengar pada perut yang
udara akan terdengar terisi terlalu banyak gas
timpani saat diperkusi,
sedangkan organ padat
akan terdengar padat
1 Jika dicurgai ada asites,
lakukan salah satu
perkusi berikut (Rusari.
2005).
a) Pemeriksaan Jika ada perubahan bunyi
shifting dullness dari timpani ke pekak,
Akan terdengar maka hasil shfting
jika asites > dullness (+) klien asites
1.500 cc. minta
pasien miring
salah satu posisi,
perkusi mulai
dari sisi atas
hingga bawah.
Dengarkan baik-
baik perlihan
bunyi timpani ke
bunyi pekak, lalu
minta pasien
untuk miring
kesisi yang lain
44

dan lakukan
prosedur yang
sama
b) Undulating Fluit Jika ada asites, gelombang
Wafe cairan akan terasa
Minta pasien memantul di tangan yang
berbaring tidak dominan
terlentang.
Letakkan tangan
yang tidak
dominan kesisi
terdekat dengan
pemeriksa.
Tangan dominan
memberi
goncangan kesisi
yang lain.
3 Lakukan perkusi pada Pasien tidak mengeluh Pasien mengeluh nyeri,
ginjal: nyeri. bisa muncul keluhan
Minta klien untuk tersebut pada pasien yang
berbaring miring, cari menderita penyakit ginjal,
batas akhir kosta, ikuti dehidrasi, kurang minum.
alurnya kebelakang, lalu
berhenti pada ujung
vertebra (sudut costo-
vertebrae).
Letakkan punggung
tangan kiri pada area
tersebut, pukulkan
kepala tangan kanan
anda pada punggung
tangan anda
IV Palpasi Pasien tidak merasa Pasien mengeluh nyeri
Sebelum melakukan nyeri, tidak teraba ada pada salah satu region,
palpasi dalam, lakukan massa atau nodul teraba ada massa atau
palpasi ringan pada nodul superficial,
seluru permukaan ketegangan pada
abdomen. Gunakan permukaan
seluruh telaak tangan perutmeningkat. Lakukan
anda dan hangatkan palpasi dalam yang terasa
terlebi dahulu telapak nyeri pada akhir
tangan sebelum pemeriksaan
melakukan prosedur.
Papasi ringan adalah
45

memberi tekanan yang


ringan (kedalaman 1cm)
pada permukaan
abdomen. Berikan posisi
yang nyaman agar
pasien tidak merasa
kesakitan saat dilakukan
prosedur
1 Palpasi hepar Hepar tidak Hepar teraba membesar,
Berdiri di samping membesar. seperti ada tahan pada
kanan pasien, letakkan tangan kanan anda.
tangan kiri di bawah
tulang rusuk kanan dan
tangan kanan pada
dinding toraks posterior
kira-kira pada kosta 11
dan12. Tangan kiri agak
mengangkat dinding
dada. Minta klien untuk
menarik napas dalam
sebanyak 2-3 kali, saat
klien menghebuskan
nafas tekan dengan
tangan kanan ke rah atas
sedalam 4-5 cm. rasakan
batas hepar begerak
menantang tangan anda.
2 Palpasi Rebound Pasien tidak mengeluh Jika klien mengeluh
Tenderness nyeri. intensitas nyeri yang leb
Palpasi ini dilakukan tinggi pada saat palpasi
pada titik McBurney dilepaska.
untuk mencari nyeri Rebound Tenderness
lepas yang biasanya dapat ditemukan pada
penderita apendisitis pasien yang mengalami
iritasi peritoneu, misalnya
pada kondisi apendiksitis
(radang pada umbai
cacing/ usus buntu)
Sumber: (Debora, 2017)

6) Sistem kardiovaskuler
46

Pada pasien stroke biasanya terjadi penurunan perfusi jaringan,

nadi perifer menguat atau bertambah, takikardi/bradikardi,

hipertensi/hipotensi, aritmia, atau terjadi kardiomegali.

7) Sistem gastrointestinal

Pasien stroke biasanya ditemukan tidak ada pembesaran

abdomen, tidak ada nyeri tekan di abdomen, jika di perkusi terdengar

timpani dan peristaltik di usus meningkat ditandai jika di auskultasi bunyi

bising usus terdengar kuat dan cepat.

8) Sistem urinary

Pada pasien stroke mungkin mengalami inkotinensia urine karena

komfusi.

9) Sistem muskuloskletal

Pasien stroke biasanya pasien mengalami penyebaran lemak,

penyebaran masa otot, peubahan tinggi badan, kekuatan otot melemah.

10) Sistem integumen

Pasien stroke biasanya pasien mengalami turgor kulit menurun,

kulit pucat dan kering.

11) Sistem neurologis

Pasien stroke biasanya terjadi penurunan sensoris, parathesia,

anastesia, letargi, mengantuk, refleks lambat, kacau mental, disorientasi.


47

e. Data Psikologis

Pada pasien stroke biasanya mengalami cemas atau ansietas selama

berada di rumah sakit karena tidak bisa beraktifitas dan takut penyakit

mengancam nyawanya.

f. Data sosial dan ekonomi

Pada pasien stroke biasanya mengalami penurunan fungsi dalam sosial,

pasien biasanya masih bisa bersosialisai dengan orang lain, namun mengalami

kesusahan. Pasien biasanya mengalami penurunan produktivitas bekerja

sehari-hari.

g. Data spiritual

Pada pasien stroke biasanya meyakini bahwa penyakit yang diderita

merupakan takdir dari tuhan dan berharap kepada tuhan akan kesembuhan

penyakitnya.

h. Ekstreminitas

Pada pasien dengan stroke biasanya ditemukan hemiplegic paralisa atau

hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan pengukuran

kekuatan otot, normal: 5

1) Nilai 0 : bila tidak terlihat kontraksi sama sekali .

2) Nilai 1 : bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada

sendi.

3) Nilai 2 : bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan

grafitasi.
48

4) Nilai 3 : bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan

tekanan pemeriksaan.

5) Nilai 4 : bila data melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatannya

berkurang.

6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan

penuh.

2. Diagnosis keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul dengan konstipasi pada

pasien stroke iskemik berdasarkan Nanda Internasional (2015) dan Standar

Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016), yaitu:

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan tidak sebanding antara

ventilasi dengan aliran darah.

2. Intoleransi aktifitas berhubunga dengan tirah baring lama dan

imobilisasi.

3. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdominal.

3. Rencana Keperawatan

Tabel 2.2
Perencanaan Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Perencanaan
kepeawatan
Kode SLKI Kode SIKI

1 Perfusi perifer L.02011 Perfusi Perifer I.02079 Perawatan Sirkulasi


tidak efektif Defenisi: Definisi:
Keadekutan aliran Mengidentifikasi dan
Defenisi: darah pembuluh merawat area local
Penurunan sirkulasi darah distal untuk dengan keterbatasan area
darah pada level menunjang fungsi sirkulasi perifer
49

kapiler yang dapat jaringan.


mengganggu Tindakan:
metabolisme tubuh. kriteria hasil:
1. Denyut nadi Observasi:
Penyebab: perifer 1. Periksa sirkulasi
1. Hiperglikem penyembuh perifer (mis, nadi
ia luka sensasi perifer, edema,
2. Penurunan meningkat pengisian kapiler,
konsentrasi 2. Warna kulit warna, suhu,
hemoglobin pucat ankle-brachial
3. Peningkatan menurun index)
tekanan 3. Edema 2. Identifikasi faktor
darah perifer resiko gangguan
4. Kekurangan menurun sirkulasi (mis,
volume 4. Parastesia diabetes,
cairan menurun perokok, orang
5. Penurunan 5. Kelemahan tua, hipertensi
aliran arteri otot dan kadar
dan/ vena menurun kolesterol tinggi)
6. Kurang 6. Kam otot 3. Monitor pnas,
terpapar menurun kemerahan, nyeri
informasi 7. Bruit atau bengkak
tentang femoralis pada
faktor menurun ekstreminitas
pemberat 8. Nekrosis
(mis. menurun Terapeutik:
Meroko 9. Pengisian 1. Hindari
gaya hidup kapiler akral pemasangan
menonton, membaik infus atau
trauma, 10. Turgor kulit pengambilan
obesitas, membaik darah di area
aspan 11. Tekanan keterbatasan
garam, darah perfusi
imobilitas) sistolik 2. Hindari
7. Kurang membaik pengukuran
terpapar 12. Tekanan tekanan darah
informasi darah ektreminitas
tentang diastolic dengan
proses membaik keterbatasan
penyakit 13. Tekanan perfusi
(mis. arteri rata- 3. Hindari
Diabetes rata penekanan dan
mellitus, membaik pemasangan
hiperlipidem 14. Indeks tourniquet pada
ia) ankle- area yang cidera
8. Kurang bracial 4. Lakukan
aktifitas membaik pencegahan
fisik infeksi
5. Lakukan
50

Gejala mayor: perawatan kaki


1. Pengisian dan kuku
kapiler > 3 6. Lakukan hidrasi
detik
2. Nadi perifer Edukasi:
menurun 1. Anjurkan
atau tidak berhenti merokok
teraba 2. Anjurkan olah
3. Akral teraba raga rutin
dingin 3. Anjurkan untuk
4. Warna kulit mengcek air
pucat mandi untuk kulit
5. Turgor kulit terbakar
menurun 4. Anjurkan minum
Gejala minor: obat untuk
1. Nyeri penurunan
ekstremitas tekanandarah,
(klauindikas antikoagulan, dan
i intermiten) penurunan
2. Edema koolesterol jika
3. Penyembuh perlu
an luka 5. Anjurkan minum
lambat obat pengontrol
4. Indeks tekanan darah
ankle- secara teratur
brachial 6. Anjurkan
<0.90 menghindari
5. Bruit penggunaanobat
femoral peyekat beta
7. Anjurkan
perawatan kulit
yang tepat
8. Anjurkan diet
untuk
memperbaiki
sirkulasi
9. Informasikan
tanda dan gejala
darurat yang
harus dilaporkan
51

2 Intoleransi L.05047 Toleransi aktifitas I.05178 Manajemen Energi


Aktifitas
Definisi: Definisi:
Definisi: Respon fisiologis Mengindentifikasi dan
Ketidak cukupan terhadap aktivitas mengolala energi untuk
energy untuk yang membutuhkan mengatasi dan mencegah
melakukan aktivitas tenaga. kelelahan dan
sehari-hari kriteria hasil: mengoptimalkan proses
1. Frekuensi pemulihan
Penyebab: nadi
1. ketikdak menigkat Tindakan
seimbangan 2. Saturasi Observasi:
antara suplai oksigen 1. Identifikasi fungsi
dan meningkat tubuh yang
kebuuhan 3. Kemudahan membuat kelelahan
oksigen dalam 2. Monitor kelelahan
2. tirah barng melakukan fisik dan emosional
3. kelemahan aktivitas 3. Monitor pola dan
4. imobilitas sehari-hari jam tidur
5. gaya hidup meningkat 4. Monitor lokasi
menonton 4. Kecepatan ketidaknyamanan
gejala mayor: berjalan selama melakukan
1. mengeluh meningkat aktivitas
lelah 5. Jarak
2. frekuensi berjalan Terapeutik:
jantung meningkat 1. Sediakan lingkungan
meningkat 6. Kekuatan yang nyaman dan
>20% dari tubuh rendah stimulus
kondisi bagian atas 2. Lakukan latihan
istirahat meningkat gerak pasif dan/atau
gejala minor: 7. Kekuatan aktif
1. dispnea tubuh 3. Berikan aktivitas
saat/setelah bagian distraksi yang
aktivitas bawah menyenangkan
2. merasa tidak meningkat 4. Fasilitasi duduk di
nyaman 8. Toleransi sisi tempat tidur,
setelah dalam jika tidak dapat
aktivitas menaiki berpindah atau
3. merasa lelah tangga berjalan
4. tekanan meningkat
darah 9. Keluhan Edukasi:
berubah lelah 1. Ajarkan tirah baring
20% dari menurun 2. Ajarkan melakukan
kondisi 10. Dispnea saat aktivitas secara
istirahat aktivitas bertahap
5. gambaran menurun 3. Ajarkan
EKG 11. Dispnea menghubungi
menunjukka setelah perawat jika tanda
n aritmia aktivitas dan gejala kelelahan
52

saat/setelah menurun tidak berkurang


aktivitas 12. Perasaan 4. Ajarkan strategi
6. gambaran lemah koping untuk
EKG menurun mengurangi
menunjukka 13. Aritmia saat kelelahan
n iskemia aktivitas
7. sianosis menurun Kolaborasi:
14. Aritmia Kalaborasi dengan ahli gizi
setelah untuk meningkatkan asupan
aktivitas makanan
menurun
15. Sianosis
menurun
16. Warna kulit
membaik
17. Tekanan
darh
membaik
18. Frekuensi
nafas
membaik
19. EKG
Iskemia
membaik
3 Konstipasi L.04033 Eliminasi Fekal I.041513 Manajemen konstipasi
Definisi Definisi: Definisi:
Penurunan defekasi Proses defekasi Mengidentifikasi dan
normal yang disertai normal yang disertai mengelola pencegahan dan
pengeluaran feses dengan pengeluaran mengatasi sembelit
sulit dan tidak tuntas feses mudah dan
serta feses kering konsistensi, serta Tindakan:
dan banyak. bentuk feses normal Observasi
Ekspetasi: Mebaik 1. Periksa tanda dan
Penyebab: Criteria Hasil: gejala konstipasi
Biologis 1. Control 2. Periksa pergerakan
1. Penurunan pengeluaran usus karakteristik
motilitas feses feses
gastrointesti meningkat 3. Identifikasi faktor
nal 2. Keluhan resiko konstipasi
2. Ketidak defekasi 4. Monitor tanda dan
cakupan diet lama dan gelaja ruptur usus
3. Ketidak sulit dan peritonitis
cukupan menurun
asuapan 3. Mengejan
serat saat defekasi Terapeutik:
4. Ketidak menurun 1. Anjurkan diet tinggi
cukupan 4. Nyeri serat
asuapan abdomen 2. Lakukan masase
cairan menurun abdomen
53

5. Kelemahan 5. Kram 3. Lakukan evakuasi


otot abdomen feses secara manual
abdomen menurun 4. Berikan enema atau
6. Konsitensi irigasi jika perlu
feses
Fisokologis membaik Edukasi:
1. Konfusi 7. Frekuensi 1. Jelaskan etiologi
2. Depresi defekasi masalah dan alas an
3. Gangguan membaik tindakan
emosional 8. Peristaltic 2. Anjurkan
Rasional: usus peningkatan asupan
1. Perubahan membaik cairan, jika tidak
kebiasaan ada kontraindikasi
makan 3. Latih buang air
2. Ketidak besar secara rutin
adekuatan 4. Ajarkan cara
toileting mengatasi konstipasi
3. Aktivitas fisik
kurang dari
yang di
anjurkan
4. Efek agen
farmakologis
5. Ketidak
teraturan
kebiasaan
defekasi

Gejaka dan Tanda


Mayor
1. Defekasi
kurang dari
2 kali
seminggu
2. Pengeluaran
fess lama
dan sulit
3. Feses keras
4. Peristaltik
usus
menurun
Gejala dan Tanda
Minor
1. Mengejan
saat defekasi
2. Distensi
54

abdomen
3. Kelemahan
umum
4. Teraba
massa pada
rektal

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi

merupakan tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa

berkurangnya atau hilangnya masalah yang sedang dihadapi (Potter & Perry,

2012).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses keperawatan.

Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah

implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan

(Bararah & Jauha, 2013).


BAB III
METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan pendekatan studi

kasus. Pada studi kasus ini dilakukan penerapan masase abdomen dan minum air

putih hangat pada pasien stroke iskemik yang ngalami konstipasi.

B. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian ini akan dilakukan di ruang rawat inap Neurologi RSUD M. Natsir

Kota Solok pada tanggal 27 April 2019. Lama waktu penelitian yang

diperhitungkan yaitu dimulai sejak pasien pertama masuk RS sampai pasien

pulang atau pasien yang dikelola/dirawat minimal selama 3 hari. Jika sebelum 3

hari pasien sudah pulang maka perlu penggantian pasien lainnya yang sejenis.

C. SUBJEK STUDI

Subjek studi kasus pada penelitian ini adalah pada pasien Stroke Iskemik yang

dirawat di ruang rawat inap Neurologi RSUD M. Natsir Kota Solok.

D. FOKUS STUDI

Fokus studi ini adalah penerapan pada pasien Stroke Iskemik dengan

konstipasi yang dirawat di ruang rawat inap Neurologi RSUD M. Natsir Kota

Solok Tahun 2020.

54
55

Kriteria insklusi :

1) Pasien dengan diagnosis stroke iskemik di ruang Neurologi RSUD

M. Natsir Kota Solok yang mengalami konstipasi.

2) Pasien stroke iskemik yang memiliki kesadaran penuh

(composmentis).

3) Pasien dan keluarga bersedia menjadi responden.

4) Pasien dan keluarga bersedia diberikan asuhan keperawatan.

Kriteria ekslusi:

1) Pasien pasca operasi abdomen atau trauma abdomen

2) Pasien atau keluarga tidak setuju sebagai peserta penelitian

3) Data medis yang tidak lengkap

E. DEFINISI OPERASIONAL FOKUS STUDI

Tabel 3.1 Definisi Operasional Fokus Studi

NO FOKUS STUDI DEFINISI OPERASIONAL


1. Penerapan latihan Teknik Masase Abdomen ini dilakukan 2x sehari
masase abdomen dan
minum air putih hangat yaitu pada pagi dan sore hari selama 15-30

menit. Masase abdomen dilakukan menggunakan

minyak pijat dan dilakukan pemijatan pada

pasien dalam posisi terlentang. Kemudian

perawata memijat perut pasien seara perlahan

menggunakan jari-jari dan telapak tangan dengan


56

putaran berlawanan arah jarum jam. Intervensi

ini dilakukan selama pasien masih mengalami

konstipasi dan di rawat di rumah sakit.


2. Pasien Stroke Iskemik
dengan Konstipasi Pasien dengan stroke iskemik akan
mengalami penurunan motilitas
gastrointestinal, ketidakcukupan diet, asupan
serat, asupan cairan dan kelemahan otot
abdomen sehingga pasien akan mengalami
konstipasi.

F. METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

1. Wawancara

Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan informasi

secara lisan dari sasaran penelitian (responden), atau bercakap cakap

berhadapan muka dengan orang tersebut (Notoatmodjo, 2010). Pada

penelitian ini metode wawancara yang digunakan adalah format pengkajian.

2. Dengan melakukan pengukuran langsung

Pada penelitian ini dilakukan dengan pengukuran tekanan darah, nadi

dan pernapasan.

G. ANALISA DATA
57

Analisa dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan dengan cara

kualitatif, salah satunya adalah dengan metode studi kasus (Case Study). Proses

penyusunan Study kasus ini yaitu pengumpulan data mentah individu, data hasil

pengkajian tersebut dikelompokkan berdasarkan data subjektif dan data objektif

yang akan dianalisis. Setelah itu dirumuskan diagnosa keperawatan dengan

memprioritaskan untuk menentukan diagnosis pertama. Selanjutnya disusun

intervensi keperawatan untuk diimplementasikan kepada pasien. Implementasi

yang telah dilakukan dievaluasi kembali. Analisis selanjutnya peneliti

membandingkan asuhan keperawatan keluarga yang telah dilakukan pada kedua

partisipan apakah sesuai dengan teori dan literatur atau tidak.

H. ETIK PENELITIAN

Menurut Pada etik keperawatan ini memiliki delapan prinsip yaitu:

1. Otonomi (Autonomy)

Prinsip yang didasarkan pada keyakinan individu mampu berpikir

logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Etik dalam penelitian ini

dilakukan dengan memberikan informed consent terlebih dahulu kepada

pasien yang mengalami stroke iskemik.

2. Berbuat baik (Beneficience)

Berbuat baik berarti melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan ,

memerlukan pencegahan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan

oleh diri dan orang lain. Sebelum informed consent diberikan, peneliti
58

menjelaskan tujuan penelitian dan permohonan kesediaan pasien berperan

dalam penelitian ini.

3. Keadilan (Justice)

Prinsip keadilan dibutuhkan demi tercapainya kesamaan derajat dan

keadilan terhadap orang lain yang menjunjung prinsip moral, legal dan

kemanusiaan. Jelaskan data data yang telah didapat untuk dijaga

kerahasiaannya karena penelitian ini tidak bertentangan dengan hukum dan

etika penelitian.

4. Tidak merugikan (nun maleficience)

Prinsip tidak merugikan ini mengandung arti tidak menimbulkan

bahaya/cedera fisik dan psikologis penelitian.

5. Kejujuran (veracity)

Nilai yang diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk

menyampaikan kebenaran pada semua pasien dan untuk meyakinkan pasien.

6. Menepati janji (fidelity)

Prinsip menepati janji dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan

komitmennya terhadap pasien.

7. Kerahasiaan (confidentiality)

Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang

pasien harus dijaga sungguh sungguh karena merupakan sesuatu yang sangat

privasi.

8. Akuntabilitas (accountability)
59

Akuntabilitas merupakan standar pasti bahwa tindakan seseorang yang

profesional harus dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa

kecuali.
60

DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T., & Jauha, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Mnjadi Perawat
Profesional Jilid 2. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapore: Elsevier.
Brunner, & Suddarth. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.
Debora, O. (2017). Proses Keperawatan Dan Pemeriksaan Fisik Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika.

Ginting, D. B., Waluyo, A., & Sukmarini, L. (2015). Mengatasi Konstipasi Pasien Stroke
Dengan Masase Abdomen Dan Minum Air Putih Hangat. Jurnal Keperawatan Indonesia,
18(1), 23–30. https://doi.org/pISSN 1410-4490: eISSN 2354-9203

LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 5
Vol. 2. Jakarta: EGC.

Pailungan, F. Y., Kaelan, C., & Rachmawaty, R. (2017). Pengaruh Pemberian Massage
Abdomen Terhadap Penurunan Konstipasi Pada Pasien Stroke Iskemik Di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo. Patria Artha Journal of Nursing Science, 1(1), 25–35.
https://doi.org/Issn: 2549 5674: e-issn: 2549 7545

PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Rantesigi, N., & Agusrianto. (2019). Penerapan Massage Abdomen Dan Minum Air Putih
Hangat Untuk Mencegah Konstipasi Pada Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Stroke Di
RSUD Poso. Jurnal Ilmu Kesehatan, 13(2), 91–95. https://doi.org/p-ISSN: 1907-459x e-
ISSN: 2527-7170

Ridwan, M. (2017). Mengenal, Mencegah, & Mengatasi Silent Killer Stroke. Yogyakarta:
Romawi Press.

Setiadi. (2013). Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2015). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori Dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
61

Anda mungkin juga menyukai