Referat Osteomyelitis Febianne Pujihu Koas Bedah
Referat Osteomyelitis Febianne Pujihu Koas Bedah
Referat Osteomyelitis Febianne Pujihu Koas Bedah
OSTEOMYELITIS
DISUSUN OLEH :
FEBIANNE PUJIHU PANJI MOETAR
NIM: 196100802037
Pembimbing :
dr. PERWIRA BINTANG HARI, Sp. OT (K) Spine
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
“Ostemyelitis”
Disusun oleh:
196100802037
2
PERNYATAAN KEASLIAN
3
KATA PENGANTAR
Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti ujian
akhir di bagian/SMF Ilmu Bedah pada tahun 2020. Dalam proses pendalaman
materi ini, tentunya penyusun mendapatkan bimbingan, koreksi, saran dan
arahan, untuk itu rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penyusun sampaikan
kepada: dr. Perwira Bintang Hari, Sp. OT (K) Spine, selaku pembimbing
dalam referat ini. Demikian referat ini penyusun buat semoga memberikan
manfaat pengetahuan untuk kita semua.
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN................................................................... iii
KATA PENGANTAR............................................................................... iv
DAFTAR ISI............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...............................................................
2.1 Struktur Tulang......................................................................... 3
2.2 Anatomi Humerus..................................................................... 4
2.3 Anatomi Antebrachii................................................................. 5
2.3.1 Tulang Ulna...................................................................... 6
2.3.2 Tulang Radius.................................................................. 7
2.4 Anatomi Femur.......................................................................... 7
2.5 Anatomi Regio Cruris................................................................ 7
2.5.1 Tulang Tibia..................................................................... 7
2.5.2 Tulang Fibula................................................................... 8
2.6 Anatomi Vertebral...................................................................... 8
2.7 Osteomyelitis.............................................................................. 11
2.7.1 Definisi............................................................................. 11
2.7.2 Epidemiologi.................................................................... 12
2.7.3 Etiologi............................................................................. 12
2.7.4 Klasifikasi........................................................................ 13
2.7.5 Manifestasi Klinis............................................................ 14
2.7.6 Diagnosis.......................................................................... 18
2.7.7 Patofisiologi..................................................................... 20
2.7.8 Tata Laksana.................................................................... 23
2.7.9 Sequestrectomy dan Saucerization................................... 19
2.7.10 Komplikasi..................................................................... 29
BAB III PENUTUP................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan......................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 31
5
BAB I
LATAR BELAKANG
Osteomyelitis adalah suatu penyakit infeksi pada tulang. Berasal dari kata
osteon yang berarti tulang, myelo atau sum sum tulang dan itis yang berarti
inflamasi untuk menggambarkan suatu kondisi klinis dimana tulang terinfeksi
oleh mikroorganisme yaitu bakteri, mycobacterium, atau jamur.1
Osteomyelitis dapat timbul secara akut maupun kronis. Bentuk akut dapat
dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manisfestasi lokal yang
berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronis adalah akibat dari osteomyelitis akut
yang tidak ditangani dengan baik.1
Osteomyelitis sering ditemukan pada usia dekade I sampai II, tetapi dapat
pula ditemukan pada anak dan bayi. Anak laki-laki lebih sering dibandingkan
anak perempuan dengan perbandingan 4:1. Lokasi tersering ialah tulang panjang
seperti femur, tibia, fibula, radius, ulna, dan humerus. Osteomyelitis juga dapat
ditemukan di tulang vertebrae yang disebut dengan Pott Disease atau tuberculosis
spondylitis.2
Penyebab osteomyelitis tersering adalah Staphylococcus aureus (70-80%).
Organisme penyebab yang lain adalah Salmonela, Streptococcus, dan
Pneumococcus.3
Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal
sekitar 1 kasus per 1.000. kejadian tahunan pada pasien dnegan anemia sel sabit
adalah sekitar 0,36%. Insiden osteomyelitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per
100.000 penduduk. Kejadian tertinggi pada Negara yang berkembang. Tingkat
mortalitas osteomyelitis rendah, kecuali jika telah terdapat sepsis atau kondisi
medis berat yang mendasari.4
Infeksi tulang seperti osteomyelitis dapat menyebabkan destruksi tulang,
jika terus berlanjut diikuti terbentuknya pus, dan penyebaran infeksi ke jaringan
sekitar menyebabkan kerusakan luas yang membutuhkan tindakan bedah agresif
untuk membuang tulang mati dan jaringan lunak yang terinfeksi.5
6
Kegagalan tatalaksana dapat mengakibatkan cacat permanen bahkan
amputasi. Deteksi dini, identifikasi mikroorganisme spesifik penyebab, dan
pemberian antibiotik jangka panjang merupakan tatalaksana prinsip untuk
keberhasilan pengobatan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
2.2 ANATOMI HUMERUS5,6
Tulang pada orang dewasa dan anak-anak terdapat perbedaan yang
mendasar. Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis
sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang
pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti.
Tulang panjang terdiri dari femur, tibia, ulna dan humerus. Pada tulang
panjang terdapat susunan yaitu epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis merupakan
bagian paling atas dari tulang panjang dan metafisis merupakan bagian yang
paling lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus epifisialis,
sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang dibentuk dari pusat
osifikasi primer.
Pada tulang humerus bagian distal terdiri dari dua kondilus tebal (lateralis
dan medialis) yang tersusun oleh tulang konselous. Pada anak, ujung distal
humerus terdiri dari kartilago. Batas massa kartilago dengan batas tulang
merupakan tempat yang lemah, dimana sering terjadi pemisahan epifise.
Kondilus lateralis ditumpangi oleh kapitulum yang merupakan tonjolan
yang berbentuk kubah yang nantinya akan bersendi dengan cekungan kaput radii.
Di kranial kapitulum pada pada permukaan anterior humerus, terdapat cekungan
(fossa) yang akan menampung ujung kaput radii.
Seluruh permukaan troklea dilapisi kartilago sampai fossa olekranon.
Troklea humerus menipis untuk membentuk fossa koronoidea di anterior dan
fossa olekranon di posterior. Fossa tersebut akan menampung prosessus
koronoideus ulna pada gerakan fleksi dan ujung prossesus olekranon pada gerakan
ekstensi. Di bagian lateral dan medial humerus terdapat epikondilus tempat
melekatnya tendon-tendno otot. Tendon merupakan tempat asal dari kelompok
fleksor pronator terutama dari epikondilus medialis dan dari “medial
suprakondiler ridge”. Demikian juga kelompok otot ekstensor supinator berasal
dari epikondilus lateralis dan “lateral suprakondiler ridge”.
9
Gambar 2.2 Humerus6
10
styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut memiliki
kepentingan klinis ketika ulna dan atau radius mengalami fraktur.7,8
11
Gambar 2.4 Tulang Femur6
2.5.2 Fibula
Fibula merupakan tulang tungkai bawah yang letaknya lebih lateral
dibandingkan dengan tibia. Di bagian proksimal, fibula berartikulasi dengan tibia.
Sedangkan di bagian distal, fibula membentuk malleolus lateral dan facies untuk
artikulasi dengan tulang-tulang tarsal.5
12
Gambar 2.5 Tulang Tibia dan Fibula6
13
tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua
jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif).9
14
transversus atau taju sayap berlubang-lubang karena banyak foramina
untuk lewatnya arteri vertebralis.
b. Vertebra Torakalis
Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang atau ruas tulang
punggung yang lebih besar daripada servikal. Ciri khasnya adalah
badannya berbentuk lebar lonjong dengan faset atau lekukan kecil disetiap
sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, taju duri panjang dan
mengarah ke bawah. Sedangkan taju sayap yang membantu mendukung
iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga.
c. Vertebra Lumbalis
Vertebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya
adalah tulang pinggang, luas tulang pinggang adalah yang tebesar. Taju
durinya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya panjang
dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dan sakrum pada sendi
lumbosacral.
d. Vertebra Sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya
adalah tulang kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segitiga dan
terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit di antara kedua
tulang inominata. Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan
vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas.
Tetapi anterior dari basis sacrum membentuk promotorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis vertebra. Dinding kanalis
sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Taju duri dapat dilihat
pada pandangan posterior dan sakrum.
e. Vertebra Kosigeus
Vertebra kosigeus nama lainnya adalah tulang tungging. Tulang ini
terdiri dari empat atau lima vertebra yang rundimenter yang tergabung
menjadi satu.
Fungsi dari kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang
adalah bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh sekaligus juga
15
bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram
intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan
memungkinkan membengkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk
menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakan berat seperti waktu
berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum tulang
belakang terlindung dari goncangan. Gelang panggul adalah penghubung
antara badan anggota bawah. Sebagian dari kerangka aksial atau tulang
sakrum dan tulang koksigeus yang letaknya terjepit antara dua tulang
koxa, turut membentuk tulang ini. Dua tulang koxa itu bersendi satu
dengan lainnya di tempat simfisis pubis
2.7 OSTEOMYELITIS
2.7.1 Definisi1,2
Osteomyelitis didefinisikan sebagai infeksi yang memperngaruhi tulang,
menyebabkan kerusakan dan pembentukan tulang baru. Ada beberapa mekanisme
infeksi yang dapat menyebabkan osteomyelitis: 1) fokus infeksi yang berdekatan.
Misalnya setelah trauma, pembedahan, atau pemasangan sendi prostetik; 2)
insufisiensi vaskular, misalkan pada diabetes mellitus atau gangguan vascular
perifer; dan 3) penyebaran infeksi secara hematogen, misalkan pada osteomyelitis
vertebra pada anak-anak.
Secara umum osteomyelitis dapat dibedakan berdasarkan lamanya
penyakit, yaitu osteomyelitis akut dan kronis. Osteomyelitis akut biasanya akan
sembuh dalam beberapa hari hingga minggu, walaupun mungkin juga
berkembang menjadi osteomyelitis kronis. Tidak ada definisi yang tepat untuk
kapan osteomyelitis menjadi kronis, tetapi didefinisikan sebagai kronis jika
infeksi berlanjut selama berminggu-minggu atau bertahun-tahun.
16
2.7.2 Epidemiologi3,4
Insidensi osteomyielitis pada anak adalah 13 per 100.000 per tahun, 8
untuk kasus akut dan 5 untuk kasus subakut. Insidensi osteomyelitis lebih tinggi
pada anak di bawah usia 3 tahun dibandingkan dengan anak usia lebih tua.
Osteomyelitis non-vertebral (10 per 100.000 kasus) juga memliki insidensi yang
lebih tinggi dibandingkan osteomyelitis vertebral (3 per 100.000 kasus) pada
anak-anak. Osteomyelitis lebih sering terjadi pada anak perempuan.
Osteomyelitis pada orang dewasa memiliki insidensi 21,8 per 100.000 per
tahun, lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita dan meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Insidensi ini juga dilaporkan meningkat, pada tahun
1969-1979 insidensi osteomyelitis hanya 11,4 per 100.000 per tahun, dan pada
tahun 2000-2009 insidensi meningkat menjadi 24,4 per 100.000 per tahun.
2.7.3 Etiologi1,9
Penyebab tersering osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus. Pada bayi
baru lahir dan infant, selain S.aureus, penyebab lainnya adalah S.epidermidis,
Streptococcus b hemoliticus, dan E.coli. sumber infeksi biasanya adalah
pemasangan central venous catheters. Infeksi dapat terjadi multifokal, dan
setengah dari kasus menyebabkan septic arthritis sendi di dekatnya.
Pada anak, penyebab tersering adalah S.aureus, diikuti oleh Streptococcus
pneuomonia, Haemophilus influenza type B dan Kinsella kingae. Anak dengan
penyakit sickle cell memiliki resiko lebih tinggi mengalami osteomyelitis, dengan
penyebab utama Salmonela species, S.aureus, Serratia species, dan Proteus
mirabilis.
Sedangkan pada orang tua, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri gram
negatif seperti E.coli, Proteus mirabilis, dan lainnya. Pada pasien yang
terindentifikasi salmonella sebagai penyebabnya, perlu dideteksi adanya
kemungkinan sickle cell disease, sedangkan pada infeksi gangguan neurovaskular,
kemungkinan terdapat infeksi campuran (polimikrobial), aerob dan anaerob.
Keberhasilan pengobatan osteomyelitis adalah dengan mengidentifikasi
17
mirkoorganisme spesifik penyebab infeksi, baik melalui kultur darah maupun
biopsi tulang.
2.7.4 Klasifikasi1,10,11
Klasifikasi oleh Cierny-Mader berdasarkan pada karakteristik anatomi dari
tulang dan fisiologi dari tulang. Debridemen osteomyelitis ditentukan dari
evaluasi karakteristik anatomi. Dengan memerhatikan karakteristik fisiologi baik
lokal maupun sistemik, dapat membantu mengidentifikasi potensi masalah.
18
lunak. Osteomyelitis lokal (tipe III) melibatkan seluruh tebal korteks dan
menyebar ke kanal intramedula, namun pengeluaran sequestrum dengan
pembedahan tidak mempengaruhi stabilitas tulang. Osteomyelitis difus (tipe IV)
melibatkan tulang secara melingkar, membutuhkan reseksi tulang dan stabilisasi.
Instabilitas pada osteomyelitis difus, dapat terjadi baik sebelum maupun sesudah
debridemen.
Status fisiologi dari pasien dibagi menjadi tipe A, B atau C berdasarkan
faktor lokal dan sistemik, yang memberikan peran besar pada hasil akibat dari
interaksi mikroorganisme dan inang. Tipe A mempunyai sistem pertahanan yang
baik, vaskularisasi lokal yang baik dan respon fisiologi yang normal terhadap
infeksi dan pembedahan. Tipe B dibagi menjadi masalah sistemik lokal dan
kombinasi dalam penyembuhan luka dan respon terhadap infeksi. Faktor sistemik
seperti penyakit ginjal stadium akhir, keganasan, diabetes mellitus, penggunaan
alkohol, malnutrisi, penyakit reumatologi, atau status immunocompromised
(infeksi HIV, terapi imunosupresif) dapat mengurangi kemampuan sistem imun.
Defisiensi lokal dapat disebabkan oleh penyakit arteri, statis vena, radiasi, bekas
luka, atau merokok dapat mengurangi vaskularisasi. Cedera awal dan pembedahan
yang menyertai sering berakhir dengan fragmen tulang yang avaskuler dan bekas
luka pada jaringan di atasnya. Pada inang tipe C, faktor lokal dan sistemik begitu
beratnya sehingga bahaya terapi melebihi penyakit itu sendiri.
19
jaringan sekitar sendi. Tanda-tanda lokal tersebut biasanya mereda setelah lima
sampai tujuh hari, sehingga terkadang disangka infeksi sudah membaik.
20
pemeriksaan fisik bisa didapatkan terlihat lemas, bengkak minimal, atrofi otot,
dan nyeri tekan lokal. Suhu tubuh biasanya didapatkan normal.
Pada kasus yang mendekati kronis didapatkan pus yang keluar dari kulit
melalui sinus. Sejalan dengan progresivitas menjadi kronis, terjadi perubahan
bentuk tulang, hiperpigmentasi kulit, jaringan parut pada sinus yang menutup.
Draining sinus berulang merupakan konfirmasi telah terjadi proses kronis infeksi.
Limfadenopati juga sering ditemukan walaupun bersifat tidak spesifik. Gambaran
klinis dapat berubah jika pasien telah mendapatkan antibiotik.
21
Osteomyelitis Fungal Pada Tibis Distal (Frontal)19
22
Osteomyelitis Fungal Pada Tibis Distal (Lateral)19
2.7.6 Diagnosis11,12
Pada anamnesis osteomyelitis akut didapatkan pasien akan mengeluh nyeri
tumpul pada tulang yang terlibat, disertai dengan gejala lokal seperti nyeri,
kemerahan, bengkak, hangat dan gejala sistemik seperti demam, menggigil dan
malaise. Dalam beberapa kasus yang mempengaruhi pinggul, tulang belakang,
atau panggul rasa sakit mungkin merupakan satu-satunya gejala. Osteomyelitis
akut juga dapat disertai dengan artritis septik, karena infeksi dari metafisis dapat
meluas ke sendi setelah kerusakan korteks yang disebabkan oleh inlamasi
intramedula. Pasien dengan osteomyelitis kronis biasa mengeluh nyeri dan
didapatkan eritema, edem dan terkadang sudah terdapat pembentukan sinus
dikulit.
23
Standar diagnostik untuk osteomyelitis adalah isolasi patogen dari biopsy
tulang dan gambaran histopatologi dari inflamasi dan osteonekrosis. Tes
diagnostik secara radiografi memiliki peranan penting dalam diagnosis
osteomyelitis. Namun, hasil dari radiografi harus ditafsirkan dengan hati-hati
karena memiliki sensitivitas yang spesifik. Temuan pencitraan radiografi pada
osteomyelitis kronis didapatkan erosi kortikal, reaksi periosteal, dan campuran
lucency dan sklerosis. CT-scan dan MRI dapat digunakan untuk mendiagnosis
osteomyelitis dengan lebih detail. Gambaran pada MRI lebih jelas untuk
mendiagnosis pasien yang disertai dengan penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus dan pada pasien osteomyelitis vertebral.
24
Hasil Pemeriksaan X-Ray Pada Pasien Osteomyelitis 11
Saat ini belum ada tes laboratorium yang spesifik untuk osteomyelitis.
Biasa akan didapatkan leukositosis, terutama pada fase infeksi akut, dan
peningkatan laju endap darah (LED) dan atau protein C reaktif (CRP). Kultur
darah positif pada 50% kasus dan lebih umum pada kasus dengan penyebaran
hematogen.
2.7.7 Patofisiologi5,14
Proses mikroorganisme unutk menempel dan membentuk koloni dalam
tulang dipengaruhi virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, dan kondisi lokal
jaringan. Virulensi mikroorganisme ditentukan oleh kemampuan untuk melekat
pada matriks tulang, bertahan terhadap mekanisme fagositosis pertahanan tubuh
dan kemampuan untuk menembus jaringan. Kemampuan melekat dbentuk oleh
polisakarida yang diproduksi oleh mikroorganisme. Penghindaran terhadap
mekanisme pertahanan tubuh dilakukan melalui produksi protein, sedangkan
kemampuan invasi kuman dilakukan melalui enzim hydrolase. Staphylococcus
aureus, juga memiliki kemampuan untuk hidup intrasel, dan membentuk biofilm
sehingga mempersulit mekanisme pertahanan tubuh alami untuk membunuh
mikroorganisme tersebut.
25
Diagram yang menunjukkan tiga kategori osteomielitis.
(A dan B) Penyebaran bakteri hematogen primer (ditularkan melalui darah)
terutama menyerang tubuh vertebral di segala usia atau metafisis pasien yang
belum matang secara kerangka.(C dan D) Infeksi tulang yang berdekatan paling
sering terlihat dengan kontaminasi langsung dari bakteri pada fraktur terbuka atau
operasi penggantian sendi dengan implan prostetik. (E) Penyakit vaskular atau
neurologis yang berhubungan dengan osteomielitis paling sering menyerang
ekstremitas bawah.14
26
akibat melambatnya liran darah yang disebabkan lengkung (looping) pembuluh
darah saat mendekati dan menjauhi lempeng epifisis, serta tidak adanya lapisan
membranosa dibagian tersebut.
Proliferasi kuman pada fokus infeksi menyebabkan meningginya tekanan
intraoseus lokal melebihi tekanan kapiler darah sehingga terjadi kondisi iskemis
jaringan. Proses pertahanan tubuh selular maupun humoral untuk mengeliminasi
infeksi, dikombinasi dengan enzim dari mikroorganisme dan kondisi iskemia
jaringan menyebabkan destruksi trabekula tulang. Pada area sekitar fokus infeksi
terjadi proses penyerapan tulang oleh osteoklas, yang akhirnya membuat fokus
infeksi terpisah dari tulang sekitarnya. Tulang nekrotik yang terpisah dari jaringan
sekitarnya terputus dari aliran darah tubuh dinamakan sequester. Sequester
menjadi tempat bersarangnya koloni mikroorganisme yang tidak terjangkau
mekanisme pertahanan tubuh maupun antibiotik, dan merupakan penyebab
kegagalan terapi medika mentosa.
Selanjutnya terjadi ekspansi dari infeksi ke arah medulla dan ke arah
korteks. Penyebaran kea rah luar mendestruksi korteks sendi, dan pus yang
terbentuk mengangkat periosteum dari korteks, merangsang pembentukan tulang
baru di bawah periosteum yang terangkat, yang dinamakan involukrum. Infeksi
kemudian bergerak menuju permukaan kulit, dan pus keluar dari kulit melalu
sinus. Infeksi juga dapat merambat melalui periosteum menuju epifisis dan sendi
didekatnya dan mengakibatkan artritis septik. Terkadang dapat terjadi kerusakan
korteks yang luas pada tulang panjang yang memungkinkan serpihan tulang mati
terdorong keluar tubuh. Lubang di korteks tulang tersebut dinamakan kloaka.
Selama proses tersebut, tulang melakukan reaksi untuk melokalisir proses
infeksi dengan melakukan pembentukan tulang baru di sekitar fokus infeksi. Bila
berhasil, fokus infeksi akan terlokalisir dan dormant di dalam bungkusan
penebalan tulang yang disebut abses Brodie, dengan manisfestasi klinis minimal.
Bila ekspansi dan virulensi kuman melebihi kemampuan daya tahan tubuh, tulang
hanya mampu membuat involukrum, untuk mencegah kerusakan tulang yang
lebih luas dan fraktur patologis.
27
Pada anak-anak, proses infeksi kea rah epifisis dan sendi tertahan di
lempeng epifisis yang bersifat avaskular. Eksistensi infeksi dari osteomyelitis
pada metafisis dapat mencapai jaringan lunak di sekitar sendi dan membentuk
infeksi sendi sekunder (septic arthritis). Infeksi sendi sekunder lebih mudah
terjadi pada sendi-sendi dengan metafisis yang secara anatomis berada di dalam
sendi, seperti hip joint dan radiocapitular joint.
Pada orang dewasa, penyebaran osteomyelitis dapat terjadi pada dua
korpus yang berdekatan karena diperdarahi oleh satu segmental arteri yang sama.
Proses destruksi tlang, diawali di daerah end plate dari korpus vertebrae,
menyerupai proses ekstensi infeksi yang terjadi pada metafisis anak. Ekstensi kea
rah diskus mengakibatkan kerusakan dan kolaps dari diskus antara dua vertebra
yang terinfeksi. Keterlibatan diskus ini penting untuk membedakan dengan proses
neoplasma yang biasanya tidak melibatkan diskus intervertebralis.
Proses osteomyelitis pada pemasangan prosteis dan implantasi
mikroorganisme langsung pada tulang melalui implant. Mikroorganisme terutama
Staphylococcus aureus memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm pada
permukaan implant yang relatif resisten terhadap sistem imunitas tubuh dan
antibiotik.
28
Algoritma Tata Laksana Osteomyelitis14
a) Drainase14
Faktor terpenting utuk keberhasilan pengobatan pasien dengan infeksi
tulang adalah kualitas debridemen. Pada infeksi akut, pembedahan drainase dan
pembilasan rongga secara signifikan mengurangi bacterial-load di daerah yang
terinfeksi. Pembilasan harus dilakukan dengan larutan saline, dengan volume total
3-9 liter.
Dalam situasi di mana ada dead space seelah pengangkatan jaringan yang
rusak, penggunaan polymethil-methacrylate cement yang dikombinasi dengan
antibiotik adalah pilihan yang baik.
b) Debridemen16,17
Debridemen adalah memotong jaringan yang kontraktur disekitar luka.
Istilah ini digunakan untuk prosedur yang lebih ekstensif dari insisi dan eksisi
jaringan yang rusak. Untuk menentukan jaringan yang akan di eksisi, ahli bedah
mengidentifikasi otot yang masih hidup dengan 4C, yaitu: contraction (kontraksi
saat dijepit), consistency (tidak lunak), capillary bleeding saat dipotong, dan color
(warna merah, tidak pucat atau gelap).
Tahap pertama dimulai dengan debridemen radikal terhadap semua
jaringan mati dan terinfeksi, termasuk kulit, jaringan lunak dan tulang. Untuk
memastikan semua fokus infeksi sudah dibuang, debridemen dilakukan hingga
berdarah, jaringan yang hidup harus terdapat pada batas reseksi. Tulang yang
29
hidup ditandai dengan titik-titik perdarahan (paprika sign). Debridemen harus
radikal dan tidak dibatasi oleh kekhawatiran membuat defek tulang atau jaringan
lunak. Selama melakukan proses debridemen, seseorang harus memantau tulang
yang bersangkutan dan mencari lokasi-lokasi yang tersebar dari perdarahan tulang
yang mengindikasikan aliran vaskuler yang adekuat.
30
Debridemen agresif menggunakan high-speed, saline-cooled burr
diperlukan untuk membuang jaringan tulang yang nekrotik. Osseous laser Doppler
flowmetry dengan nilai lebih dari 100 mV digunakan untuk meyakinkan tulang
yang tersisa masih viabel, level normal pada tulang kortikal adalah 100 mV
c) Antibiotik15,16,17
Dalam manajemen osteomyelitis baik dengan dengan intervensi bedah
maupun pengobatan antibiotik, keduanya berguna untuk membuang patogen yang
menginfeksi. Pengobatan menggunakan antiobiotik seharusnya diberikan setelah
dilakukan uji kultur dan sensitivitas. Jika uji kultur belum selesai, antiobiotik
empiris harus segera diberikan.
Osteomyelitis yang disebabkan oleh gram negatif dapat diobati dengan
kuinolon setelah konfirmasi dengan uji sensitivitas, karena penetrasi yang baik ke
tulang, bahkan dengan pemberian oral. Kombinasi rifampisin dengan antibiotik
lain dapat diberikan karena ada tingkat resistensi jika digunakan tanpa
kombinasi.antibiotik diberikan selama enam minggu setelah debridemen terakhir.
Tabel Antibiotik untuk Pengobatan Osteomyelitis15,16
Onset Pathogen Pengobatan IV Alternatif IV Pengobatan
Peroral
Akut S. aureus Linezolid 600mg (iv) Linezolid 600mg (iv) Linezolid 600mg
(MRSA) setiap 12j selama 4-6 setiap 12j selama 4- (po) setiap 12j
mg 6mgg selama 4-6mgg
Quinupristin/Dalfopris Quinupristin/Dalfopris Minocyclin
tin 7,5mg/kgBB (iv) tin 7,5mg/kgBB (iv) 100mg (po)
setiap 8j selama 4- setiap 8j selama 4- selama 4-6mgg
6mgg 6mgg
Vancomycin 2g setiap Vancomycin 2g setiap
12j selama 4-6mgg 12j selama 4-6mgg
S. aureus Ceftriaxone 1g setiap Cefotaxime 2g (iv) Clindamycin
(MRSA) 24j selama 4-6mgg setiap 6 jam selama 4- 300mg (po) setiap
Meropenem 1g (iv) 6mgg 8j selama 4-6mgg
setiap 8j selama 4- Ceftizoxime 2mg (iv) Cephalexine 1g
6mgg setiap 8j selama 4- (po) setiap 6j
6mgg selama 4-6mgg
Quinolones
(ciprofloxacin
500mg,
levofloxacin
750mg,
moxifloxacin
400mg, gtifloxacin
400mg) setiap 24j
31
selama 4-6mgg
Entero Ceftriaxone 1g setiap Cefotaxime 2g (iv) Quinolones
Bacteriacea 24j selama 4-6mgg setiap 6 jam selama 4- (ciprofloxacin
e Quinolones 6mgg 500mg,
(ciprofloxacin 500mg, Ceftizoxime 2mg (iv) levofloxacin
levofloxacin 750mg, setiap 8j selama 4- 750mg,
moxifloxacin 400mg, 6mgg moxifloxacin
gtifloxacin 400mg) 400mg, gtifloxacin
setiap 24j selama 4- 400mg) setiap 24j
6mgg selama 4-6mgg
Kronik Grup A/B Meropenem 1g (iv) Moxifloxacin 400mg Clindamycin
(DM) streptococc setiap 8j (iv) setiap 24j 300mg (po) setiap
us, S. Piperacilin/tazobactam Ceftizoxime 2g (iv) 8j dengan
aureus 3,375mg (iv) setiap 6j setiap 8j quinolones (iv)
(MSSA), E. Ertapenem 1g (iv) Ampicilin/sullbactam Monoterapi
coli, P. setiap 8j 3g (iv) setiap 6j Moxifloxacin
mirabilis, Kombinasi Ceftriaxone Kombinasi 400mg (po) setiap
K. 1g (iv) setiap 24j Clindamycin 600mg 24j
pneumonia, dengan metrodinazole (iv) setiap 8j dengan
B. fragillis, 1g (iv) setiap 24j quinolones (iv)
S. aureus
(MRSA)
Kronik S. aureus, Ceftriaxone 1g (iv) Clindamycin 600mg Clindamycin
(penyakit grup A/B setiap 24j selama 2- (iv) setiap 8j selama 300mg (po) setiap
pembuluh streptococc 4mgg 2-4mgg dengan 8j selama 2-4mgg
darah us, Ceftizoxime 2g (iv) quinolones (iv) dengan quinolones
perfifer, enterobacte setiap 8j selama 2- (iv) setiap 24j
non riaceae 4mgg selama 2-4mgg
diabetik)
TB M. tuber Pengobatan sama Pengobatan sama Pengobatan sama
osteomyeli culosis seperti TB paru selama seperti TB paru seperti TB paru
tis 6-9 bulan selama 6-9 bulan selama 6-9 bulan
d) Antifungi20,21
Antifungi yang digunakan dalam pengelolaan osteomyelitis jamur
biasanya disuntikkan dan / atau dikonsumsi secara oral (untuk menekan infeksi
jangka panjang). Obat yang tertelan secara oral harus terlebih dahulu diserap
melalui saluran pencernaan, sebelum dapat mencapai plasma, tidak seperti obat
yang disuntikkan yang langsung masuk ke sirkulasi. Distribusi ke jaringan dari
32
plasma tergantung pada pengikatan protein plasma, aliran darah ke jaringan, dan
interaksi dengan jaringan adiposa dan penghalang membran. Amfoterisin larut
dalam lemak dan mengikat plasma manusia dan albumin plasma (lipoprotein) saat
disuntikkan. Flukonazol bersifat soluble dan bersirkulasi dalam plasma terutama
sebagai obat bebas, dengan 14% terikat pada protein plasma. Mikafungin larut
dalam air dan sangat mengikat (99,5%) ke plasma. Obat-obatan antifungi yang
biasa digunakan antara lain Fluconazole dikombinasikan dengan Cyclosporine
didapatkan hasil yang efektif. Voriconazole efektif pada pasien dengan
immunodefisiensi.
33
diberikan salep antibiotik dengan jahitan yang longgar. Balutan harus diganti
setiap 3-7 hari sampai permukaan tulang mengalami epitelisasi. Jahitan dipasang
jika diperlukan atau luka dapat dibiarkan sendiri hanya dengan balutan kain kassa
sampai supurasi mereda.
2.7.10 Komplikasi17
Pada kasus akut, komplikasi yang sering ditemukan berupa suppurative
arthritis, sepsis, Pada anak, dapat terjadi gangguan pertumbuhan tulang bila
infeksi mengenai lempeng epifise dan fraktur patologis. Dapat terjadi abses
paravertebral yang menekan persarafan pada osteomielitis vertebral, dan dapat
terjadi loosening implant.
Penanganan yang tepat merupakan kunci dalam pencegahan terjadinya
komplikasi, sedangkan keterlambatan penanganan dari osteomielitis kronis juga
meningkatkan risiko meluasnya kerusakan tulang dan merupakan sumber dari
septikemia berulang yang dapat menyebabkan infeksi ke bagian tubuh lain.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Osteomielitis adalah peradangan pada tulang oleh infeksi mikroorganisme
berupa bakteri, mycobacterium, maupun jamur. Terbentuknya sequester, dan
kemampuan mikroorganisme untuk membentuk biofilm dan hidup secara
intraselular memberi tantangan dalam eradikasi infeksi. Deteksi dini dan
pemberian antibiotika adekuat pada osteomielitis hematogenik akut dapat
memberi kesembuhan komplit tanpa tindakan pembedahan.
Tindakan pemberian antibiotika dini di emergensi, pembersihan dan irigasi
luka adekuat, dan stabilisasi tulang dapat menurunkan kejadian osteomielitis
pasca trauma. Pada osteomielitis kronis, sequester harus dieliminasi dengan
tindakan bedah agresif. Defek tulang yang terjadi dapat dilakukan implantasi
dengan spacer antibiotic atau diisi dengan osteo myocutaneous flap. Osteomelitis
akibat pemasangan prostesis atau implan membutuhkan pelepasan implan,
pembersihan jaringan infeksi, temporary spacer, dan pemasangan implant
kembali pada operasi berikutnya.
Proses infeksi yang terus berlanjut dapat menyebabkan kerusakan tulang
yang semakin luas mengakibatkan morbiditas dan sepsis yang dapat berujung
pada kematian. Pada fase lanjut ini, tatalaksana membutuhkan biaya tinggi, dan
defek tulang luas, cacat permanen bahkan dapat berakhir pada amputasi. Oleh
karenanya, deteksi dini, identifikasi mikroorganisme penyebab, eradikasi jaringan
tulang nekrotik, dan pemberian antibiotika jangka panjang merupakan tatalaksana
prinsip untuk keberhasilan pengobatan
35
DAFTAR PUSTAKA
36
18. Leonard P. Connolly, MD et al. Acute Hematogenous Osteomyelitis of
Children: Assessment of Skeletal Scintigraphy–Based Diagnosis in the Era
of MRI. J Nucl Med October 1, 2002 vol. 43 no. 10 1310-1316
19. Bariteau, Jason T. MD; Waryasz, Gregory R. MD; McDonnell, Matthew
MD; Fischer, Staci A. MD; Hayda, COL Roman A. MD, (Ret); Born,
Christopher T. MD Fungal Osteomyelitis and Septic Arthritis, Journal of
the American Academy of Orthopaedic Surgeons: June 2014 - Volume 22
- Issue 6 - p 390-401 doi: 10.5435/JAAOS-22-06-390
20. Sealy, Patricia. (2015). FUNGAL OSTEOMYELITIS. European
International Journal of Science and Technology. 4. 17-22.
21. Mohammadpour, M., Mamishi, S., Oaji, M., Pourpak, Z., & Parvaneh, N.
(2010). Successful treatment of fungal osteomyelitis with voriconazole in
a patient with chronic granulomatous disease. Iranian journal of
pediatrics, 20(4), 487–490.
22. Bakutra G, Manohar B, Mathur L. 2015. Tuberculous Osteomyelitis
Affecting Periodontium: A rare case report. J Indian Soc Periodontol.
19:578-81
37