Kedudukan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teosofi

Dosen Pembimbing :

Dr. H. ALI NASITHM. Si, M.Pd.I

Oleh Kelompok 9:
Anis Hartanti (17130094)
Luluk Mafula A M (17130024)

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2019/2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Islam.

Dalam penyusunan makalah, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun
kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dari dosen pengampu, dan kekompakan
tim/kelompok serta teman-teman yang telah ikut berpartisipasi. Sehingga kendala-
kendala yang kami hadapi teratasi. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih.

Terlepas dari semua itu harapan kami ialah semoga makalah ini bermanfaat
dapat menambah pengalaman dan pemahaman bagi para pembaca, kami akui makalah
ini masih banyak kekurangan oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk memperbaiki makalah ini.

Malang, 21 Februari 2019

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................2

C. Tujuan Pembahasan......................................................................................2

BAB II POKOK PEMBAHASAN...............................................................................3

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan & Agama Islam............................................3

B. Macam-macam Sifat Ilmu ...........................................................................8

C. Tujuan Pencarian Ilmu.................................................................................11

D. Ilmu dan Pandangan Dunia Islam................................................................12

E. Sumber dan Metode Perolehan Ilmu............................................................12

F. Kedudukan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam................................................13

G. Kedudukan Ilmuwan Dalam Al-Qur’an.......................................................21

H. Kontuinitas Keberadaan Ilmu Dalam Islam.................................................22

BAB III PENUTUP......................................................................................................23

A. Kesimpulan..................................................................................................23

B. Saran ...........................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................24

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat masyarakat di Indonesia
dengan mudah mendapatkan apa yang di inginkan. Selain mudahnya terpenuhi apa
yang diinginkan masyarakat, adalah mudahnya masyarakat mendapatkan sebuah
informasi. Informasi yang disajikan pun beragam yakni dari sumber yang
terpercaya ada pula dari sumber yang diragukan keabsahannya. Mudahnya
informasi yang diperoleh membuat masyarakat harus selektif dan waspada sebab
informasi dari sumber yang tidak dipercaya kadang membuat orang menjadi salah
arah.
Hal tersebuat membuat masyarakat harus memiliki dasar dan pondasi ilmu
pengetahuan yang absolut agar keyakinan yang semestinya di jaga tidak keluar dari
arah yang telah ditentukan. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam ruang lingkup
Islam sendiri, terbangun dari peradaban Islam dan tidak dapat dilepaskan dari peran
sejarah Islam itu sendiri. Kemunculan ilmu pengetahuan tersebut tidak mengalami
benturan yang sangat mendasar sehingga memisahkan antara ilmu pengetahuan dan
kepercayaan seperti terjadi dikalangan umat kristiani pada awal perkembangan ilmu
pengetahuan di Eropa. Peradaban yang dibangun dengan mengurung ilmu
pengetahuan tersebut tidak menempatkan ilmu pengetahuan berseberangan dengan
ajaran agama Islam. Pada ilmuwan muslim menjadikan Al-Qur’an dan hadis
sebagai rambu-rambu yang sangat penting bagi mempelajari fenomena alam
semesta. Ajaran Islam menuntut umatnya untuk menguasai ilmu pengetahuan,
antara lain pengetahuan tentang alam semesta. Alam semesta, merupakan “tanda”
bagi kebesaran Allah, maka pengembangan ilmu merupakan suatu keharusan bagi
umat muslim agar ia dapat memahami betapa besar keagungan Allah dalam
menciptakan dan memelihara alam ini.1
Pentingnya ilmu pengetahuan bagi seluruh umat Islam membuat kami tertarik
untuk mengangkat judul makalah yakni “Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam
Islam”. Kami berharap kajian makalah yang akan kami bahas dapat membuat para
pembaca lebih memahami dan mendalami ilmu pengetahuan sebab ilmu
pengetahuan sangat penting bagi kelangsungan hidp manusia.

1 Amilda, Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Membangun Peradaban Islam: Sebuah Tinjauan
Antropologi. Kedudukan Ilmu Pengetahuan. Vol. 12 No. 1, 2011, hlm. 1

1
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, kami mengambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian ilmu pengetahuan dan islam ?
2. Berapa macam-macam sifat ilmu ?
3. Bagaiman tujuan pencarian ilmu?
4. Bagaimana ilmu dan pandangan dunia islam?
5. Apa saja sumber dan metode perolehan ilmu?
6. Bagaimana kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam ?
7. Bagaimana kedudukan ilmuwan dalam Al-Qur’an ?
8. Bagaimana kontuinitas keberadaan ilmu dalam islam?

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dari pembuatan makalah tema pokok dan kemukjizatan Al-
Qur’an sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian ilmu pengetahuan dan islam.
2. Mengetahui macam-macam sifat ilmu.
3. Mengetahui tujuan pencarian ilmu
4. Mengetahui ilmu dan pandangan dunia islam.
5. Mengetahui sumber dan metode perolehan ilmu
6. Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan dalam islam
7. Mengetahui kedudukan ilmuwan dalam Al-Qur’an
8. Mengetahui kontuinitas keberadaan ilmu dalam islam

BAB II

POKOK PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Pengetahuan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Ilmu adalah pengetahuan
tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang
pengetahuan.2 Sedangkan menurut And English Reader’s Dictionary, Science is
knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of

2 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

2
fact yang artinya ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam sebuah sistem
khususnya didapat dari observasi dan pemeriksaan fakta,3 dan menurut Webster’s
Super New School and Office Dictionary, dikatakan bahwa Science is a
systematized knowledge obtained by study, observation, experiment yang memiliki
arti kurang lebih sama dengan pengertian ilmu yang dijabarkan di buku And
English Reader’s Dictionary.4
Pengertian Ilmu Pengetahuan dalam Al-Qur’an, ada dalam surat:
1. QS. Al-Mujadalah, 58: ayat 11:
‫ح اا‬
‫اا‬ ‫ساحفواْ يسفف س‬
‫س ح‬ ‫س سفاَ فف س‬‫ساحفواْ حفىِ اْفلسماجلح ح‬ ‫اياَ سييسهاَ اْلسحذفيسن ااْسمناوفواْ اْحسذاْ قحفيسل سلـَاكفم تسفس س‬
‫و‬

‫اا اْلسحذفيسن ااْسمنافواْ حمفناكفم ْ ۙ ۙسواْ لسحذفيسن‬‫شازفواْ يسفرفسحع ا ا‬‫شازفواْ سفاَ فن ا‬ ‫لسـَاكفم ْ ۙ ۙسواْحسذاْ قحفيسل اْفن ا‬
‫ت ٍ ۙ ۙسواْ ا الا بحسماَ تسفعسملافوسن سخبحفيرر‬‫اْافواتواْ اْفلحعفلسم سدسراج ت‬
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan
kepadamu, Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah,
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan,
Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat)
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kamu
kerjakan." (QS. Al-Mujadilah 58: Ayat 11)5

2. QS. Al-Fathir, 35: ayat 27-28:


‫سسماَحء سماَءء  ْ ۙ ۙفساَ سفخسرفجسناَ بحهه ثسسمار ت‬
‫ت يمفختسلحءفاَ اْسفلسواْ ناسهاَ ٍ ۙ ۙسوحمسن اْفلحجسباَ حل اجسدرد‬ ‫اس اْسفنسزسل حمسن اْل س‬ ‫اْسلسفم تسسر اْسسن ا ا‬
‫سفورد‬
‫ب ا‬ ‫ف اْسفلسواْ ناسهاَ سوسغسراْ بحفي ا‬
‫ض سواحفمرر يمفختسلح ر‬ ‫ببحفي ر‬
‫ف‬ ‫ا‬ ‫ا‬
ۙ ۙ ٍ ْ‫شىِ ا س حمفن حعسباَحدحه اْلاعلس مام اؤا‬ ‫ا‬ ‫ف‬
‫ف اْس لسواْ ناهه سكذلحسك ٍ ۙ ۙاْحنسسماَ يسفخ س‬
‫ب سواْ فلسفنسعاَ حم امفختسلح ر‬ ‫س سواْ لسدسواَ ب‬ ‫سوحمسن اْلسناَ ح‬
‫اس سعحزفيرز سغفافورر‬ ‫اْحسن ا ا‬
Artinya: "Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menurunkan air dari
langit lalu dengan air itu Kami hasilkan buah-buahan yang beraneka macam
jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah
yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. "Dan
demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan
hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di

3 Oxford And English Reader’s Dictionary

4 Webster’s Super New School and Office Dictionary

5 Al-Qur’an Indonesia

3
antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama.
Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun." (QS. Fatir 35: Ayat 27-28).
Kata ‘ilm yang dalam bahasa Arab biasa diterjemahkan sebagai
“pengetahuan atau ilmu”, merupakan derifasi dari kata kerja ‘Alima yang
berarti “mengetahui”. Jadi, ‘ilm adalah sebuah kata benda abstrak sebagai
lawan kata dari jahl atau ketidaktahuan. Menurut ensiklopedia Islam, kata
‘alima digunakan dalam Al-Qur’an secara perfek, imperfek maupun dalam
bentuk imperatif berarti “untuk mengetahui”. Tetapi penggunaan dalam
imperatif dan perfek mempunai arti “untuk belajar”, (tanpa upaya, bentuk
kelima ta’allama digunakan ketika nuansa upaya untuk mengetahui secara
sungguh-sungguh). Dengan demikian, ‘Ilm terkandung pula makna-makna
sebagai berikut: al-ma’rifah (pengertian), al-syu’ur (kesadaran), al-idrak
(persepsi), al-tazakkur (pengingat), al-fahm dan al-fiqh (pengertian dan
pemahaman, al-hikmah (kearifan), al-farasah (kecerdasan), al-nazar
(pengamatan). Tentu saja ide yang terkandung dalam istilah ‘Ilm adalah yang
paling dalam dan signifikan dalam pandangan dunia islam, seperti yang
diungkapkan oleh Wan Daud, ‘ilm dalam pandangan Islam adalah yang paling
penting, karena ia merupakan salah satu dari atribut Tuhan. Dengan demikian,
julukan-julukan yang sesuai bagi Tuhan adalah al-‘Aalim, al-‘Aliim, dan al-
Allam, semuanya berarti mahatahu, tetapi tuhan tidak pernah disebut Al-A’rif.
Bagaimanapun kata yang paling sering berkorelasi dengan ‘Ilm adalah
Ma’rifah. Walaupun keduanya dapat digunakan dalam makna yang sinonim,
tetapi juga memiliki perbedaan yang hampir tidak kentara. 6
Perbedaan dengan pengertian tentang kedua istilah, ma’rifah dan ‘ilm,
ini telah terlihat sejak awal perkembangan pemikiran umat Islam. Istilah
pertama cenderung digunakan utuk merujuk pada pengetahuan yang diperoleh
melalui refleksi atau pengalaman, dan masyarakat ketidak tahuan sebelumnya.
Kedua berarti penggetahuan dari Tuhan, berupa segala jenis pengetahuan yang
terkait dengan agama. 7
Adapun para Mutakallim dalam membuat perbedaan antara ‘ilm dan
ma’rifah adalah sebagai berikut. Istilah yang pertama mengacu kepada
gabungan dan Universal, sedang yang kedua dinisbatkan pada objek-objek
6 Hadi Masruri & Imron Rossidy, “Filsafat Sains Dalam Al-Qur’an” (Malang: UIN-Malang Press,
2007) hlm. 49-50

7 Ibid, hlm. 50

4
yang simpel. Menuut Al-Askari, sebagaimana dideskripsikan Rosenthal,
ma’rifah lebih terbatas dari pada ‘ilm, karena ma’rifah adalah pengetahuan
tentang beberapa aspek dari sesuatu. Sedangkan ‘ilm merupakan penggetahuan
yang komprehensif dan mendetail. Dengan demikian setiap ma’rifah adalah
‘ilm, tetapi tidak setiap ‘ilm itu mesti ma’rifat.8
Dari situ tentu saja pemahaman Islam tentang ‘ilm lebih koprehensif
dan canggih dari istilah yang biasa diterjemahkan sebagai “pengetahuan”.
Sebab istilah ‘ilm terkait erat dengan konsep-konsep, unsur-unsur tersebut
misalnya, ibadah, khalifah, keadilan, agama, hikmah, adab, dan akhirat, yang
semuanya itu terpadu menjadi satu kesatuan dalam tauhid. Kenyataannya, ‘ilm
menentukan dan membentuk karakteristik khusus peradaban umat islam dan
membawannya ke puncak peradaban ketika Eropa berada dalam zaman
kegelapan. 9
Ibnu al-A’rabi sangat menentang upaya-upaya seperti berikut ini: “ilmu
adalah konsep yang sangat jelas, tidak perlu penjelasan, tetapi ahli bid’ah
berhasrat untuk membuat pemahaman istilah “ilmu” serta konsep-kosep agama
dan intelektual yang lainnya menjadi rumit. Tujuan mereka adalah
meneysatkan dan memberi kesan yang salah bahwa tidak ada konsep atau
makna yang dapat diketahui. Bagaimana juga klaim tersebut tidak beralasan
dan merupakan cara berfikir yang menyesatkan. 10
Rosenthal teah mengkaji berbagai macam definisi tentang ‘ilm dari
kalangan ilmuwan dan ahli pikir muslim, dari para filosof hingga
mutakallimun dan dari ahli filologis hingga ahli mistis. Mereka
mengklasifikasikan ‘ilm berdasar pada elemen yang paling esensial, sebagai
berikut:
1. Pengetahuan adalah proses untuk mengetahui dan identik dengan orang
yang menegtahui dan yang diektahui, atau ia adalah atribut yang membuat
orang yang menjadi menegtahui.
2. Pengetahuan adalah kognisi.
3. Pengetahuan adaah proses menemukan melalui persepsi mental.
4. Pengetahuan adalah sebuah proses klarifikasi, asersi dan penetapan.
5. Pengetahuan adalah bentuk suatu konsep atau makna, suatu proses dari
bentukan mental dan imajinai.

8 Ibid, hlm. 50-51

9 Ibid, hlm. 51-52

10 Ibid, hlm. 52

5
6. Pengetahuan adalah kepercayaan.
7. Pengetahuan adalah ingatan, iamjinasi, gambaran, dan pandangan.
8. Pengetahuan adalah gerakan.
9. Pengetahuan adaah istilah yang relatif.
10.Pengetahuan difahami sebagai peniadaan, ketidaktahuan.11

Dunia tak selebar daun kelor. Kini, ungkapan itu sudah tidak
dibenarkan lagi. Kenyataanya sekarang bahwa dunia memnag selebar daun
kelor, atau lebih kecil dari itu. Kenyataannya ini diakibatkan oleh pesatnya
perkembangan imu pengetahuan dan teknologi. Persaingan global berlangsung
dengan sangat ketat, baik lapangan ekonomi, poitik ataupun budayannya.
Daam persaingan global ini, hanya bangsabangsa yang mampu menguasai
iptek yang dapat mengambil peran yang berarti dalam proses-proses ekonomi,
politik, dan kebudayaannya, serta dapat memelihara dan mempertahankan jiwa
kemandiriannnya. Untuk mengambil peran yang berarti itu, umat Islam dituntut
untuk melakukan langkah-langkah yang sistematis dan bersungguh-sungguh
dalam upaya penguasaan, pemanfaatan, serta pengemabngan ilmu pengetahuan
dan teknologi.12

Ilmu pengetahuan atau biasa juga disebut sains, secara singkat dan
sederhana didefinisikan sebagai”Himpunan pengetahuan manusia yang
dikumpulkan mealui suatu proses pengkajian secara empirik dan dapat diteriam
oleh rasio”. Adapun teknologi adalah “penerapan konsep ilmiah yang tidak
hanya bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan
pemahaman, namun lebih jauh lagi bertujuan memanipuasi faktor-faktor yang
terkait dalam gejala-gejaa tersebut, untuk mengonrol dan mengarahkan proses
yang trejadi. Jadi, teknologi disini berfungsi sebagai sarana memberikan
kemudahan bagi kehidupan manusia. Dengan kata lain, teknoogi adalah
penerapan sains disekeliling kita, daam suatu proses produktif ekonomis untuk
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.13

Kedua definisi tersebut menjelaskan bahwasannya antara ilmu


pengetahuan dan teknologi, ia disamping memiliki nisbah atau keterkaitan

11 Ibid, hlm. 53-54

12Ali Anwar Yusuf. Islam dan sains modern, (Jakarta Barat, CV Pustaka Setia, 2006,) hlm, 279

13 Ibid,hlm 279-280

6
yang sangat erat, juga memiliki peran an fungsi yang sama. Nisbah anatra ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah keberadaan di dalam ilmu pengetahuan.
Adapaun dalam peran dan fungsinya, imu pengetahuan aau teknologi sama-
sama merupakan jembatan yang menghubungkan seluruh kekayaan alam dan
sumber daya dengan kebutuhan manusia secara material.14

B. Pengertian Agama Islam


Religi berarkar kata religare berarti mengikat. Ahli psikologi Wulff pernah
memberikan penjelasan tentang istilah ini, yaitu sesuatu yang dirasakan sangat
dalam, yang bersentuhan dengan keinginan seseorang, membutuhkan ketaatan dan
memberikan imbalan atau mengikt seseorang dalam suatu masyarakat. Secara
komprehensif, ahli-ahli psikologi agama Glock & Stark menandaskan bahwa religi
adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sisitem perilaku yang
terlembagakan, yang semuanya berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati
sebagai sesuatu yang paling maknawi (ultimate meaning).15
Dari penjelasan diatas terungkap jelas bahwa ciri umum agama adalah adanya
keyakinan terhadap Tuhan dan adanya aturan tentang perilaku hidup manusia.
Dengan demikian pengertian religi di atas dapat di gunakan untuk konteks agama
apapun, seperti Islam, Katolik, Hindu, Budha, Yahudi dan ain-lain.16
Islam, menurut M. Dawam Rahardjo, dapat diartikan sebagai selamat, damai
sejahtera, menyerahkan diri untuk tunduk dan taat. Agama islam adalah petunujuk
dan pedoman hidup yang disampaikan melalui wahyu-wahyu dari Allah SWT
kepada para Nabi dan Rasul, khususnya kepada Rasullah SAW. Diungkapkan oleh
Sayid Sabiq bahwa islam adalah agama Allah Azza wa jalla yang diwakyukan
kepada Nabi Muhammad yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal).17
Sebagai sebuah agama, islam sangat mementingkan tindakan (amal). Islam,
sebagaimana diungkapkan oleh Sayid Quthb, adalah suatu sistem kehidupan
manusia yang praktis dalam berbagai aspeknya islam bukan sekedar penuntun ke

14 Ibid,hlm 280

15 Fuad Nashori & Rachmy Diana, Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami
(Jogjakarta: Menara Kudus, 2002) hlm. 69

16 Ibid, hlm. 70

17 Ibid, hlm. 71

7
arah kehidupan yang abadi, tetapi dalam islam juga ditemukan beraneka ragam
jalan menuju keabadian (surga) yang bersifat duniawi (kesejahteraan).18
C. Macam-macam Sifat Ilmu
Macam-macam sifat ilmu itu ada empat yaitu:
1. MU’TAZILAH
Aliran Mu’tazilah tidak mengingkari sifat “ilmu” tetapi terjadi
mempersamakannya dengan zat tuhan, seperti yang telah disebutkan di atas,
karena itu Abdul Hudzai Al-Allaf mengatakan. Tuhan mengetahui dengan
“ilmu” dan “ilmu” ini adaah dzat-nya. Penetapan sifat imu bagi tuhan artinya
meniadakan lawannya, yaitu tidak tahu kebodohan. Dengan demikian, maka
sifat ilmu adalah sifat “salbiyah” (sifat negatif) dan obyeknya adalah segala
sesuatu yang ada dan yanga tidak ada. Sifat “Ilmu” adalah qadim dan tidak
terkena peobahan. Kalau ada perobahan pada sifat tersebut, berarti Tuhan
menjadi tempat yang serba baru, dan kelanjutannya ialah yang ada yang tidak
lepas dari yang baru adalah baru. Ada yang bilang “apakah ilmu itu selalu
berobah-robah dan putus-putusnya seperti yang kita saksikan sendiri,apakah
ilmu Tuhan berobah-robah pula sesuai dengan perubahan obyeknya? “untuk ini
golongan Mu’tazilah mengatakan bahwa perobahan ilmu hanya terdapat pada
manusia. Karena sumber ilmu manusia adalah inderanya, sedang indera-indera
tergantung kepada obyek-obyeknya. Selain indera, juga faktor waktu
menimbukan perubahan.19
2. ASY’ARIYYAH
Asy’ariyah mengatakan bahwa kita tidak bisa mengetahui hakekat ilmu Tuhan,
sebagimana yang difirkan-nya sendiri yang dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 255:
‫ت سوسماَ حفىِ اْفلسفر ح‬
ۙ ۙ ٍ ‫ض‬ ‫ساماو ح‬ ‫اا س ول اْحالهس اْحسل اهسو اْفلسحـَيي اْفلقسييفوام ْ ۙ ۙسل تسأفاخاذهه ح‬
‫سنسةر سوسل نسفورم ٍ ۙ ۙلسهه سماَ حفىِ اْل س‬ ‫اا‬
‫شفيتء بمفن‬ ‫شفساع حعفنسد هوه اْحسل بحاَ حفذنحهه ٍ ۙ ۙيسفعلسام سماَ بسفيسن اْسفيحدفيحهفم سوسماَ سخفلفساهفم ْ ۙ ۙسوسل ياححفيطافوسن بح س‬ ‫سمفن سذاْ اْلسحذ ف‬
‫ي يس ف‬
‫ض ْ ۙ ۙسوسل يسـَـَئافوادهه ححففظااهسماَ ْ ۙ ۙسو اهسو اْفلسعلحيي‬
‫ت سواْ فلسفر س‬‫ساماو ح‬ ‫سييها اْل س‬ ‫سسع اكفر ح‬ ‫حعفلحم هوه اْحسل بحسماَ س‬
‫شاَسء ْ ۙ ۙسو ح‬
‫اْفلسعحظفيام‬
"Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Maha Hidup, yang terus-menerus
mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di
sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa

18 Ibid, hlm. 72

19 Ahmad Hanafi, Theology Islam ilmu kalam, (Jakarta, PT Bulan Bintang, 1991), hlm, 106

8
yang di belakang mereka dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang
ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan
bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Maha Tinggi,
Maha Besar." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 255)
Selanjutnya Asy’ari menyinggung pendapat tentang Mu’tazilah dan
mengeritiknya. Kritikan ini menyatakan, kalau ilmu Tuhan itu zat-nya sendiri,
tentulah ilmu itu sama dengan orang yang mempunyai imu. Karena itu sifat imu
haruslah mempunyai pengertian sendiri, lain dari zat. Disi Asy’ari menyamakan
kalau ilmu tuhan dan imu manusia itu sama. Menurut Asy’ariyyah mengapa
golongan Mu’tazilah menetapkan sifat “kalam” bagi tuhan, tetapi tidak
mengakui sifat “ilmu” sedang sifat kalam lebih khusus daripada sifat “ilmu”. 20

3. MATURIDIYYAH
Maturudy menetapkan juga sifat ilmu, didasarkan atas ayat –ayat Al-Qur’an dan
dikuatkan denga dalil akal-fikiran, yang didapatkan dari tanda-tanda
kebijakansanaan Tuhan, ketelitian-nya dan perhatia-nya terhadap alam ini. Sifat
ilmu itu Qodim, sama dengan pendapat Mu’tazilah dan Asy’ariyyah juga, yang
terjadi tanpa syarat-syarat pendahuluan, seperti penyelidikan pemikiran dan
sebagainnya. Ilmu adaah sifat kesempurnaan, karena artinya ialah meniadakan
kebodohan daripada-nya. Tuhan mengetahui zatnya dan segala sesuatu yang ada.
Menurut Maturidy sebab kesalahan tersebut iaah golongan Mu’tazilah tidak
mempersamakan alam gaib dengan alam lahir. Kalau mereka berbuat demikian,
tentulah akan mengatakan, tidak mungkin ada zat tanpa sifat-sifat yang berbeda
daripadanya. 21
4. IBNU RUSDY
Pendapatnya mirip dengan pendapat Asy’ary dan Maturidy, yaitu menetapkan
adanya sifat ilmu. Sifat ini dapat dibuktikan dengan adanya ketelitian susunan
alam ini. Tiap-tiap bagiannya sesuai untuk lainnya dan kesemuanya merupakan
persiapan ke arah tercapainya tujuan diadakannya. Qur’an sendiri menguatkan
adanya sifat ilmu tersebut antara lain:
a. Q.S Al-An’am 59.
‫سقاطا حمفن سوسرقستة‬ ‫ب سل يسفعلسامسهواَ اْحسل اهسو ٍ ۙ ۙسويسفعلسام سماَ حفىِ اْفلبسبر سواْ فلبسفححر ٍ ۙ ۙسوسماَ تس ف‬
‫سوحعفنسدهه سمسفاَ تحاح اْفلسغفي ح‬
‫ب يمبحفيتن‬‫س اْحسل فحفي حكات ت‬ ‫ب سوسل سياَ بح ت‬ ‫ط ت‬ ‫ض سوسل سر ف‬ ‫ت اْفلسفر ح‬ ‫اْحسل يسفعلسامسهاَ سوسل سحبستة فحفي ظالاام ح‬

20 Ibid,hlm, 107

21 Ibid,hlm, 108-109

9
"Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui
selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada
sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji
pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang
kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Al-
An'am 6: Ayat 59)
b. Q.S Mujadalah: 7
ْ‫ض ٍ ۙ ۙسماَ يساكفوان حمفن نسفجاوىٰ ثسالثستة اْحسل اهسو سرا‬ ‫ت سوسماَ حفىِ اْفلسفر ح‬ ‫ساماو ح‬ ‫اْسلسفم تسسر اْسسن ا ا‬
‫اس يسفعلسام سماَ حفىِ اْل س‬
‫ساهفم سو س ول اْسفدانىِ حمفن اذلحسك سو س ول اْسفكثسسر اْحسل اهسو سمسعاهفم اْسفيسن سماَ سكاَ نافواْ ْ ۙ ۙثاسم‬ ‫ستة اْحسل اهسو س‬
‫ساَحد ا‬ ‫بحاعاهفم سوسل سخفم س‬
‫يانسببئااهفم بحسماَ سعحملافواْ يسفوسم اْفلقحايسمحة ٍ ۙ ۙاْحسن ا ا‬
‫اس بحاكبل س‬
‫شفيتء سعلحفيرم‬

"Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di


langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga
orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tidak ada lima orang, melainkan
Dialah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang dari itu atau lebih banyak,
melainkan Dia pasti ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian
Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari Kiamat apa yang telah mereka
kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. Al-
Mujadilah 58: Ayat 7)
Menurut Ibnu Rusdy sifat ilmu adalah sifat yang qadim seperti pendapat
ulama-ulama kalam juga. Akan tetapi tidak perlu dikatakan bahwa. Ia
mengetahui yang baru (makhluk) dengan ilmu yang qadim. Sebab kelanjutan
perkataan tersebut. Ialah bahwa ilmu Tuhan terhadap makhluk, sesudah dan
sebelum wujudnya adaah satu. Syara’ hanya mengatakan bahwa Tuhan
mengetahui yang baru, karena itu cukup dikatakan bahwa Tuhan mengetahui
sesuatu sebelum wujudnya bahwa dia telah ada. Dasar dari Ulama kalam, bahwa
Ilmu yang beroboh-roboh menurut perobahan obyeknya adalah Ilmu yang baru.
Sedang zat, Tuhan tidak mungkin menjadi tempat hal-hal yang baru, sesuai
dengan hipotesa mereka yang terkenal, ialah bahwa “sesuatu” yang bertalian
dengan yang baru adalah baru pula. Hipotesis tersebut sebenarnya tidak bisa
diterima keseluruhan-keseluruhannya karenannya sifat Ilmu harus
dikonstruksikan menurut pernyataan Syara’.22
D. Tujuan pencarian ilmu

22 Ibid,hlm, 109-110

10
Tujuan pencarian ilmu dalam islam adalah untuk memperoleh kebaikan dan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu tujuan pencarian ilmu tidak
sekedar untu memeperoleh mnafaat materi atau memenuhi kebutuhan fisik saja,
tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan moral dan spiritual yang bersifat ruhani.
Tujuan dari pencarian imu selarasa dengan tujuan penciptaan manusai, yaitu untuk
mengetahui, ibadah, dan untuk mncapai ridah dan kedekatan dengan-nya. Seperti di
simpulkan oleh Ibnu Hazm, bahwa tujuan ilmu adalah untuk memeperoleh ridha
dan utuk mendekatkan diri kepada-nya, serta untuk mencapai kesejahteraan dunia
yang meiputi manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, tujuan dari pencarian
ilmu adalah untuk membawa manusia kepada fitrahnya yang asal, yakni menjadi
bahwa manusia yang baik. Seperti dinyatakan oelh Al-Attas, bahwa tujun dari
pencarian ilmu adalah untuk menananmkan kebaikan atau keadilan pada manusia
sebagai manusia dan diri pribadi, dan bukan hanya pada mansuai sebagai warga
negara atau bagian integral dari masyarakat.23
E. Ilmu dan Pandangan Dunia Islam
Konsep ilmu dalam islam terkait dan terjalin erat dengan pandangan dunia
Islam yang berporosakan pada konsep tauhid. Tauhid merupakan sumbu dimana
seluruh konsep-konsep islam yang alinnya berputar mengitarin. Dengan kata lain,
pandangan Islam tentang tuhan, nabi, alam semesta, manusia, tujuannya serta
unsur-unsur dan konsep-konsep kunci Islam tentang pengetahuan. Karena itu,
konsep ilmu dalam islam tidak dapat diapresiasi secara utuh tanpa lebih dahulu
memahami pandangan dinia Islam. Atas dasar itu, pembahsan singkat tentang
pandagan dunia Islam dan kaitannya dengan konsep ilmu dalam Isla akan
mengawali persoaan yang lainnya. Semua imu berasal dari tuhan, maka proses
pencarian, penerapan, dan penyebarannnya harus sesuia dengan kehendak-nya.
Itulah mengapa islam sangat menentang pencarian ilmu yang hanya untuk imu
saja. Sebaliknya, islam sangat setuju dengan pencarian ilmu untuk mencari
keridhahan Tuhan. Maka dari itu tidak dapat di cari dengan cara melanggar aturan
Tuhan, karena hal itu akan melanggar aspek ajaran Islam yang paling mendasar,
yakni Tauhid. Dan penyatuan ilmu berarti pemisahah antara imu agam dan ilmu
umum. 24
F. Sumber dan Metode Perolehan Ilmu.
23 Hadi Masruri &Imron Rossidy, Filsafat Sains Dalam Al-Qur’an, (Malang, UIN Malang Press, 2007)
hlm, 57

24 Ibid, hlm. 37-38

11
Sumber dari berbagai macam ilmu adalah Allah, karena dia membekali
manusia dengan wahyu dan intelek sebagai sumber pengetahuannya. Allah yang
memberi manusia akal budi sebagai sarana untuk memperoleh ilmu dari berbagai
macam sumber dan melalui berbagai jalan atau cara. Tetapi smeua ilmu pada
akhirnya berasal dari Allah yang maha mengetahui. Al-Qur’an dan sunnah
merekomendasiakn penggunaan berbagai sumber atau cara untuk mendapatkan
ilmu seperti, observasi dan eksepriman serta wahyu. Dalam buku, Arguments for
islamic science, zianuddin Sardar menyatakan bahwa konsep ilm mencakup
hampir semua bentuk pengetahuan yang dihasilkan dari observasi murni hingga
pengetahuan metafisika yang paling tinggi. Dengan demikian ilm dapat diperoeh
melalui wahyu maupun akal pikiran, observasi maupun istuisi, hingga melalui
hadis mapun teori spekulais. Rosnain Hasim menekankan pandangan tersebut
sebagai berikut “ecara singkat, Islam mengakui beberapa sumber ilmu. Pertama,
wahyu, adalah sumber yang tertinggio dan ilmu yang diperoleh melalui sumber ini
adalah pasti, tanpa sedikitpun keragu-raguan. Kedua, instuisi merupakan
keutamaan bagi mereka yang secara sungguh-sungguh mendalami suatu masalah
atau isu-isu. Ketiga, akal pikiran atau penalaran rasiona, dan yang terakhir adalah
pengalaman inderawi atau observasi empiris. 25
G. Kedudukan Ilmu pengetahuan dalam Islam
Salah satu ciri yang membedakan islam dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Qur’an dan As-Sunnah mengajak
kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta
menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi. Sebagian
dari ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang relevan akan disebutkan di dalam
pembahasan masalah ini. Di dalam Al-Qur’an, kata al-ilm dan kata-kata jadiannya
digunakan lebih dari 780 kali. Beberapa ayat pertama, yang diwahyukan kepada
Rasullah SAW menyebutkan pentingnya membaca, pena dan ajaran untuk
manusia.26 Dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 sebagai berikut:
‫ساَ سن حمفن سعلس ت‬
‫ق‬ ‫ق اْ ف حلفن س‬‫ق ْ ۙ سخلس س‬‫ي سخلس س‬ ‫سحم سرببسك اْلسحذ ف‬‫ ْ ۙاْحفقسرفأ حباَ ف‬
‫ي سعلسسم حباَ فلقسلسحم ْ ۙ سعلسسم اْ ف حلفن س‬
‫ساَ سن سماَ لسفم يسفعلسفم‬ ‫ ۙ ۙ ۙ ٍ ۙاْحفقسرفأ سوسريبسك اْفلسفكسرام ْ ۙ اْلسحذ ف‬

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah


menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha

25 Ibid, hlm. 55-56

26 Mahdi Ghilsyani, “Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an” (Bandung: Penerbit Mizan, 1986) hlm. 39

12
Mulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena, Dia mengajarkan manusia apa yang
tidak diketahuinya." (QS. Al-'Alaq 96: Ayat 5)
Al-Qur’an mengatakan bahwa tidak sama, antara mereka yang mengetahui
dengan mereka yang tidak mengetahui:
‫ساَحجءداْ سوسقاَئحءماَ يسفحسذار اْ ف الحخسرةس سويسفراجفواْ سرفحسمةس سرببهه ٍ ۙ ۙقافل سهفل‬ ‫ت ااْسناَسء اْلسفيحل س‬
‫اْسسمفن اهسو سقاَ نح ر‬
‫ستسحوىٰ اْلسحذفيسن يسفعلسامفوسن سواْ لسحذفيسن سل يسفعلسامفوسن ٍ ۙ ۙاْحنسسماَ يستسسذسكار ااْوالواْ اْفلس فلسباَ ح‬
‫ب‬ ‫يس ف‬
"(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah,
Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui? Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima
pelajaran." (QS. Az-Zumar 39: Ayat 9)
Dan hanya orang yang belajarlah yang memahami:
‫س ْ ۙ ۙسوسماَ يسفعقحلاسهواَ اْحسل اْفلاعلحامفوسن‬ ‫سوتحفلسك اْفلسفمسثاَ ال نس ف‬
‫ضحرباسهاَ حللسناَ ح‬
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan
tidak ada yang akan memahaminya kecuali mereka yang berilmu." (QS.
Al-'Ankabut 29: Ayat 43)
Dan hanya orang-orang yang berilmulah yang takut kepada Allah:
‫شىِ ا ا‬
‫اس حمفن‬ ‫ف اْس فلسواْ ناهه سكاذلحسك ٍ ۙ ۙاْحنسسماَ يسفخ س‬
‫ب سواْ فلسفنسعاَ حم امفختسلح ر‬
‫س سواْ لسدسواَ ب‬ ‫سوحمسن اْلسناَ ح‬
‫اس سعحزفيرز سغفافورر‬‫حعسباَحدحه اْفلعالس مام اؤاْ ٍ ۙ ۙاْحسن ا ا‬
"Dan demikian (pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang
bernyawa, dan hewan-hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya
(dan jenisnya). Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya,
hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun." (QS.
Fatir 35: Ayat 28)
Di dalam hadist juga ada pertanyaan-pertanyaan yang memuji ilmu dan
orang yang terdidik. Sejumlah hadis mengenai halini dinisbahkan kepada Nabi
SAW yang beberapa diantaranya kami kutip dibawah ini:27
‫سلحسمتة‬ ‫ضةر سعسلىِ اكبل ام ف‬
‫سلحتم سوام ف‬ ‫ب اْفلحعفلحم فسحرفي س‬ ‫س‬
‫طل س ا‬
Artinya:”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki
maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
Menuntut ilmu pengetahuan ini sudah diwajibkan sejak manusia pertama, yaitu
sejak Nabi Adam AS. Sebagaimana terkandung dalam firman Allah dalam surat Al-
Baqarah ayat 31:

‫سسماَحء اوهاؤسل حء اْحفن اكفنتافم ا‬


‫صحدقحفيسن‬ ‫ضاهفم سعسلىِ اْفلسمالمئحسكحة فسسقاَ سل اْسفن ببحـَئافونحفي بحاَ س ف‬ ‫سوسعلسسم ااْسدسم اْفلس ف‬
‫سسماَسء اكلسسهاَ ثاسم سعسر س‬

27 Ibid, hlm. 40

13
Artinya:"Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya,
kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman, Sebutkan
kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!" (QS. Al-Baqarah 2:
Ayat 31)
Manusia sebagai khalifah Allah di muka bimi ini, mempunyai tugas pokok
untuk dirinya. Salah satunya yang bertalian dengan kewajiban menuntut ilmu
pengetahuan ini ada beberapa hal harus disadari dan diperhatikan yaitu:28
1. Pentingnya menuntut ilmu pengetahuan
Adanya kesadaran manusia terhadap peningnya menuntut ilmu pengetahuan
mendorongnya untuk belajar. Tentang pentingnya menuntut ilmu ini banyak
dijumpai ayat Al-Qur’an dan hadist Nabi yang menjelaskan hal itu. 29
Diantaranya dalam surat An-Nahl ayat 43:
‫سـَـَئسلاوفواْ اْسفهسل اْلبذفكحر اْحفن اكفنتافم سل تسفعلسامفوسن‬ ‫ ۙ ْ ۙسوسمواَ اْسفر س‬
‫سفلسناَ حمفن قسفبلحسك اْحسل حرسجاَ ءل نيفوححوفي اْحلسفيحهفم فس ف‬
Artinya: "Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad),
melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui," (QS. An-Nahl 16: Ayat 43)
Juga di dalam surat At-Taubah ayat 122:
‫طاَئحفسةر لبيسـَتسفسقساهفواْ حفىِ اْلبدفيحن‬
‫سوسماَ سكاَ سن اْفلامفؤحمنافوسن لحيسفنفحارفواْ سكاَ فسةء ٍ ۙ ۙفسلسفوسل نسفسسر حمفن اكبل فحفرقستة بمفناهفم س‬
‫سو لحيافنحذارفواْ قسفوسماهفم اْحسذاْ سرسجاعوفواْ اْحلسفيحهفم لسسعلساهفم يسفحسذارفوسن‬
Artinya: "Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya
pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara
mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah kembali agar mereka
dapat menjaga dirinya." (QS. At-Taubah 9: Ayat 122)
Di antara hadist itu, terdapat hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Abu Hurairah, Rasullah SAW bersabda:
‫سسهسل اا بححه طسحرفيءقاَ إحسلىِ اْفلسجنسحة‬ ‫سلسسك طسحرفيءقاَ يسفلتسحم ا‬
‫س فحفيحه حعفلءماَ س‬ ‫سمفن س‬
Artinya:”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu.
Niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”.
Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘adiy dan Al Bayhaqiy
dari Anas, Rasullah SAW bersabda:

28 Abu Bakar Muhammad, Membangun Manusia Seutuhnya Menurut Al-Qur’an (Surabaya: Al- Ikhlas)
hlm. 203

29 Ibid, hlm. 204

14
‫اْا ف‬
‫طلابافواْ اْلحعفلسم سولسفو في اْل ب‬
‫صيحن‬

Artinya:“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.”

(‫ب اْفلحعفلسم حمسن اْفلسمفححد إحسلىِ اْللسفهحد )رواْه مسلم‬ ‫أا ف‬


‫طل ا ا‬

Artinya:”Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahat” (HR. Muslim)


Berdasarkan ayat dan hadist tersebut dapat diambil pengertian:30
1) Bahwa menuntut ilmu itu merupakan perintah Allah.
2) Bahwa menuntut ilmu sama pentingnya dengan berjihad
3) Bahwa dengan menuntu ilmu pengetahuan itu manusia dapat
memelihara diri dari kesesatan dan keterbelakangan.
4) Bahwa menuntut ilmu pengetahuan manusia dapat mencapai
kebahagiaan
5) Bahwa menuntut ilmu pengetahuan yang baik dan berguna itu, dapat
dicari atau atau dituntut dimana saja.
Jadi menuntut ilmu itu merupakan tugas suci yang termasuk amanat Allah
yang harus dilakukan oleh setiap orang. Melalaikan tugas itu berarti menyia-
nyiakan amanat Allah dan membiarkan diri terjerumus ke dalam kebinasaan.
Lebih-lebih bagi ummat islam yang hidup dalam abad tekhnologi modern ini.31
2. Keutamaan Mengajar
Mengajar berati menyampaikan ilmu pengetahuan kepada orang lain,
mengubah dari tidak tahu menjadi tahu. Jadi tugas mengajar itu dapat
diumpamakan dengan tugas menyelamatkan orang buta yang sedang dalam
kesesatan. Dalam Al-Qur’an dijumpai banyak ayat yang mendorong manusia
untuk mengemban tugas mengajar ini.32 Di antaranya dalam surat Ali Imran ayat
187:
‫س سوسل تسفكتاامفونسهه ٗ ۙ ۙفسنسبساذفوها سوسراَسء‬ ‫ق اْلسحذفيسن اْافوتافواْ اْفلحكات س‬
‫ب لستابسيبنانسهه حللسناَ ح‬ ‫اا حمفيسثاَ س‬ ‫سواْحفذ اْسسخسذ ا ا‬
‫شتسارفوسن‬
‫س سماَ يس ف‬ ‫شتسسرفواْ بحهه ثسسمءناَ قسلحفيءل ٍ ۙ ۙفسبحفئ س‬
‫ظااهفوحرحهفم سو اْ ف‬
Artinya:"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang
yang telah diberi Kitab (yaitu), Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya
(isi Kitab itu) kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya, lalu
mereka melemparkan (janji itu) ke belakang punggung mereka dan menjualnya

30 Ibid, hlm.206

31 Ibid, hlm. 206

32 Ibid, hlm. 206

15
dengan harga murah. Maka itu seburuk-buruk jual-beli yang mereka lakukan."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 187)
Dan dalam surat Al-An’am ayat 51:
‫شفحفيرع لسسعلساهفم‬ ‫شاروفواْ اْحالىِ سرببحهفم لسـَفي س‬
‫س لساهفم بمفن ادفونحهه سولحيي سوسل س‬ ‫سواْس فنحذفر بححه اْلسحذفيسن يسسخاَ فافوسن اْسفن ييفح س‬
‫يستسقافوسن‬

Artinya:"Peringatkanlah dengannya (Al-Qur'an) itu orang yang takut akan


dikumpulkan menghadap Tuhannya (pada hari Kiamat), tidak ada bagi mereka
pelindung dan pemberi syafaat (pertolongan) selain Allah, agar mereka
bertakwa." (QS. Al-An'am 6: Ayat 51)
Ayat-ayat tersebut mengandung pengertian perintah untuk mengajarkan
ummat manusia segala sesuatu yang telah diwahyukan. Di kalangan para Nabi
itu di wajibkan mempunyai sifat Tablig (kewajiban menyampaikan) dan tidak
boleh menyembunyikan sedikit pun. Di dalam hadist Nabi SAW dapat dijumpai
anjuran untuk mengajar. Di antaranya hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Nu’aim dari Ibnu Mas’ud:33
Yang artinya:”Allah memberikan suatu ilmu kepada orang yang berilmu
kecuali Dia mengambil sumpah atas-Nya, sebagaimana Dia mengambil sumpah
sumpah atas para Nabi, agar mereka menjelaskannya kepada manusia dan tidak
boleh menyembunyikannya”.
Berdasarkan ayat dan hadist tersebut, maka dapat diambil pengertian
bahwa tugas mengajar bukan sekedar menjadi tugas kemanusiaan semata-mata
tetapi pelaksanaan dari janji Allah dengan manusia. Karena itu orang yang tidak
mau menyadari tugas ini dianggap mengkhianati sumpah dan janji tersebut, yang
pantas mendapat hukuman setimpal dari Allah SWT. Inilah yang dimaksud di
dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu daud dan At Turmudzi dan Ibnu
Hibban dari Abu Hurairah bahwa Rasullah bersabda: yang arinya “Barang siapa
yang diajari suatu ilmu lalu dia menyembunyikannya, maka Allah
mengekangnya pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka.34
Adanya peringatan sekeras itu adalah wajar karena di samping dia
melanggar janjinya dengan Allah juga membiarkan generasi manuusia

33 Ibid, hlm. 207-208

34 Ibid, hlm. 208

16
selanjutnya hidup dalam kesesatan dan kebdohan. Akibat semacam inilah yang
dikhawatirkan oleh Rasullah SAW dalam sabdanya:
‫اْن ا لينزع اْلعلم اْنتزاْعاَمن اْلناَس بعداْنيؤتيهم اْباَه ولكنيذهببذهاَب‬
‫اْلعلماَءفكلماَذهبعاَلم ذهب بماَ من اْلعاَم حتىِ اْذاْلم يبق‬
‫اْلروءساَءجهاَاْلاْنسئلواْاْفتواْبغيرعلم فيضون‬
Artinya:”sesungguhnya Allah Yang Maha Agung tidak akan mencabut
sekaligus ilmu dari manusia, seteah Dia memberikan ilmu itu kepada mereka.
Akan tetapi ilmu-ilmu itu akan hilang dengan hilangnya oramg-orang yang
berilmu itu. Setiap hilangnya (matinya) seseorang yang berilmu maka hilang
pula ilmu yang ada padanya, seingga apabila tidak ada lagi orang-orang berilmu
selain pemimpin yang bodoh, yang bila mereka memberikan fatwa tanpa
pengetahuan maka mereka sesat dan menyesatkan orang lain”.
Sebaliknya orang yang senang dan sadar akan tanggung jawabnya dalam
tugas mengajar ini, akan selalu mendapat perlindungan dari Allah dan dicintai
manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh At
Tirmidzy dari Abu Umamah, Rasullah bersabda:
‫اْن ا سبحاَنه ومل ئكته واْهل سماَواْته واْرضه حتىِ اْلحوت في اْلبحرليصلون‬
‫علىِ معلمىِ اْلناَس اْلخير‬
Artinya:”Sesungguhnya Allah Yang Maha Suci, Malaikat-Nya, penghuni-
penghuni langit-Nya dan bumi-Nya termasuk semut dalam lubangnya dan
termasuk ikan dalam laut akan mendo’akan keselamatan bagi orang yang
mengajar manusia.
3. Tugas yang mengajar dan yang diajar
Dalam proses belajar dan mengajar pasti hubungan antara pengajar dengan
pelajar. Setiap terjadinya interaksi itu, sebaliknya dilakukan secara sadar sesuai
dengan status dan tugas masing-masing yang dituangkan dalam tata tertib agar
terwujudn rasa disiplin sehingga dapat menunjang keberhasilan dalam tugas
belajar mengajar itu. Aturan tata tertib itu harus dipatuhi oleh kedua belah
pihak.35

4. Macam-macam ilmu yang dipelajari

35 Ibid, hlm. 210-211

17
Ilmu yang dipelajari manusia itu pada pokoknya hanya terdiri dari dua
macam, yaitu:36
1) Ilmu yang bertalian dengan syari’at: Ilmu-ilmu syari’at itu dapat dibagi
dalam empat kelompok yaitu: pokok (ialah Al-Qur’an, Sunnah, ijmak
ulama dan atsarsahabat), cabang (ialah ilmu fiqh dan ilmu akhlaq), ilmu
alat (semua ilmu bahsa, seperti: ilmu nahwu, sharaf dan lain-lain) dan ilmu
pelengkap (ilmu yang bertalian dengan pemahaman Al-Qur’an seperti ilmu
tajwid, ilmu tafsir, ilmu usul fiqh dan lain-lain.
Adapun ilmu-ilmu yang bertalian dengan sunnatullah itu ada yang baik dan
terpuji untuk dipelajari dan ada pula yang tidak baik dan tercela untuk
dipelajari. Di antara yang baik dan terpuji untuk dipelajari ialah:
a. Ilmu-ilmu ekonomi dan segala ilmu yang diperlukan untuk
pengetahuan perekonomian.
b. Ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu yang berguna bagi kesehatan
manusia.
c. Ilmu pertanian dan ilmu-ilmu yang berguna bagi pengembangan
pertanian.
d. Ilmu pertukangan dan ilmu-ilmu lain yang berguna bagi
pengembangan industri.
e. Ilmu pertambangan dan ilmu-ilmu lain yang berguna bagi
peningkatan pertambanganitu.
f. Ilmu penerbangan dan ilmu-ilmu lain yang dapat dimanfaatkan
untuk mendaya gunakan ruang angkasa, serta ilmu-ilmu pengetahuan.
2) Ilmu yang bertalian dengan sunnatullah: diantara ilmu yang bertalian
dengan sunnatullah yang tidak baik dan tercela untuk dipelajari itu ialah:
a. Ilmu nujum (ilmu perbintangan) yang bertalian dengan
perdukunan. Karena ilmu tersebut akan dapat merusak akidah manusia
kepada Allah pencipta bintang itu dan mnyesatkannya.
b. Ilmu sihir dan semua ilmu yang membahayakan ummat
manusia, baik membahayakan dirinya maupun orang lain.
Dalam hal ilmu nujum yang bertalian dengan perdukungan ini Rasullah
pernah bersabda:
‫اْخاَف علىاَمتي بعدىٰ خيف اْلئمةاْليماَن باَ لنجوم واْلتكذيب باَلقدر‬
Artinya:”yang aku khawatirkan atas ummatku sesudah aku, ada
tiga, yaitu: kedhaliman para pemimpin, iman dengan bintang dan
mendustakan kadar.

36 Ibid, hlm. 213

18
Pada suatu waktu Rasullah SAW pernah melewati kerumunan
orang yang sedang berkumpul, lalu beliau bertanya: ada apa ini?
Mereka menjawab: ada seseorang yang sangat alim (ahli). Beliau
bertanya ahli dalam soal apa ? mereka menjawab : ahli syair dan
keturunan-keturuanan orang arab. Lalu beliau bersabda : itu ilmu yang
tidak bermanfaat dan kebodohan yang tidak membahanyakan (HR.
Ibnu ‘Abdull Barri dari Abu Hurairah).
Dalam kesempatan lain Rasullah SAW bersabda:
‫اْنماَاْلعم اْية محكمةاْوسنةقاَئمةاْوفريضةعاَدلة‬
Artinya:”Ilmu itu ayat yang muhkamah atau sunnah yang benar
atau kewajiban yang adil”.
Tercelanya mempelajari ilmu nujum (ilmu perbintangan) itu,
bukan karena ilmu itu sendiri tetapi karena penggunaannya yang dapat
merusak keyakinan manusia. Jadi semua ilmu yang merusak manusia
dan keyakinannya tidak baik untuk dipelajari, semua ilmu sihir, ilmu
tenung, dan ilmu lain.
Sedang ilmu perbintangan (ilmu nujum) yang ada hubungannya
dengan kemajuan teknologi tidak apa-apa untuk dipelajari. Inilah yang
dimaksudkan dalam kata-kata Sayyidina Umar RA:
Shadr Al-Din Syirazi dalam komentarnya terhadap Ushul Kafi
sehubungan dengan hadist:

‫ضةر سعسلىِ اكبل ام ف‬


‫سلحتم‬ ‫ب اْفلحعفلحم فسحرفي س‬ ‫س‬
‫طل س ا‬

“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim”. (HR. Ibnu Majah no. 224,
dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam
Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)
1. Kata “ilm” (pengetahuan/knowledge) atau sains/science, seperti juga
“eksistensi” (wujud) mempunyai rangkaian makna yang luas yang berbeda dari
sudut pandang kekuatan atau kelemahan, kesempurnaan atau kecacatan. Makna
generik kata ini mencakup keseluruhan spektrum arti yang telah digunakan
didalam sunnah Nabi. arti Luas kata “ilm” ini biasa digunakan dengan makna-
maknanya yang bervariasi. Sehubungan dengan itu, hadis ini bermaksud untuk
menetapkan bahwa pada tingkat ilmu apa pun seseorang harus berjuang untuk
mengembangkannya lebih jauh. Nabi bermaksud bahwa mencari ilmu itu wajib
bagi setiap muslim, bagi para ilmuwan juga bagi mereka yang bodoh, bagi

19
pemula juga bagi para sarjana terdidik. Apa pun tingkat ilmu yang dapat
dicapainya, ia seperti anak kecil yang berangkat dewasa, artinya ia harus
mempelajari hal-hal yang sebelumnya tak wajib baginya.37
2. Hadist itu menyiratkan arti bahwa seseorang muslim tidak akan pernah
keluar dari tanggung jawabnya mencari ilmu.
3. Tidak ada lapangan pengetahuan atau sains yang tercela atau jelek
dalam dirinya sendiri karena ilmu laksana cahaya, dengan demikian selalu
dibutuhkan. Alasan mengapa beberapa ilmu telah dianggap tercela adalah karena
akibat-akibat tercela yang dihasilkannya.
H. Kedudukan ilmuwan dalam Al-Qur’an.
Banyak istilah yang digunakan dalam Al-Qur’an untuk menyebut imjwan atau
cendekiawan antara lain:
a. Ulama’ yaitu orang yang berimu: Q.S Al-Fathir:28
b. Ulu al-Naba yaitu orang yang berfikir secara tertib dan sistematis
sehingga mampu mengambil kesimpulan Q.S Thaha:54
c. Ulu al-Ilmi identik dengan istilah ulama, yaitu orang yang memiliki dan
menguasai ilmu pengetahuan Q.S Al-Imron:18
d. Ulu al-Abshar yaitu orang yang tajam dan sermat dalam melihat realitas
objektif kehidupan Q.S An-nur:44
e. Ulu a-Albab yaitu orang yang aktif dalam emrankan rasa dan rasionya
secra seimbang Q.S Ali-Imron: 190-191.
Secara umum keberadaan mereka dalam Islam adalah sebagai orang yang memiliki
imu dan dapat berbuat atau beramal lebih daripada yang lainnya. 38

I. Kontuinitas keberadaan ilmu dalam islam.


Dalam kenyataannya bahwa umat Isam tidak pernah menjadi musuh bagi ilmu
pengetahuan, bagitu juga sebalikya, kecuali setelah mereka mulai melenceng dari
ajaran agama. Mereka mulai berpaling dari ilmu pengetahuan. Setiap kali mereka
menjauh terhadap ilmu agama, setiap kali itu pula mereka menjauh dari ilmu dunia
dan menghindari pemafaatan akal. Setiap kali mereka memperdaam imu alam dan
bersikap dengan sombong dan tinggi hati. Sedagkan sebagian lain, jika bertemu
dengan yang mendalami ilmuilmu agama mereka akan menampakkan muka masam
dan jika merka berada jauh dari urusan-urusan agama akan terlihat kegembiraan di
muka-muka mereka. Oleh karena itulah mereka berteriak lantang bahwa Ilmu
37 Mahdi Ghulsyani, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1986) hlm. 43

38 Ali Anwar Yusuf, Islam dan Sains Modern (Jakarta Barat, CV Pustaka Setia, 2006) hlm. 290

20
pengetahuan adalah buah dari aka. Akal tidak mempunyai taha pekerjaan di dalam
agama dan tidak akan berpengaruh sedikitpun terhadapnya. Sedangkan agama
terwujud dengan keyakinan hati dan tidak ada hubungan antara yang didapatkan
dari hati atau perasaan dengan yang dihasilkan oleh akal. Perbedaan antara akal
dengan agama sangat jelas dan tidak ada jalan untuk menyatukan keduannya. 39
Apakah penindasan umat Islam terhadap ilmu pengetahuan? Penindasan umat
Islam terhadap ilmu pengetahuan itu karena tidak menginginkan seorang Islam
seperti yang dilakuakn oleh orang kristen dalam pemberantasan habis dan
memberikan contoh untuk menakuti umatnya, menciptakan bentuk hukum-
hukuman baru, membuat alat-alat penyiksaan yang bervariasi, mengambil hukum
yang tidak jelas dan samar, dan menjatuhkan hukuman mati dengan hanya
didasarkan pada tuduhan. Semua itu belum pernah terjadi-jadi akan terjadi-pada
umat Islam, baik ketika ilmu pengetahuan menyinari Islam maupun ketika
kebodohan menggerogoti mereka. Agama adalah sarana perkenalan di antara
mereka dengan imu penggetahuan, jika agama sebagai perantarannya hiang maka
jiwa-jiwa manusia akan mengingkarinnya dan berubah menjadi jahat. 40

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu ciri yang membedakan islam dengan yang lainnya adalah
penekanannya terhadap masalah ilmu (sains). Al-Qur’an dan As-Sunnah mengajak
kaum Muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta
menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
Sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang relevan akan disebutkan
di dalam pembahasan masalah ini. Di dalam Al-Qur’an, kata al-ilm dan kata-kata
jadiannya digunakan lebih dari 780 kali.

39 Syekh Muhammad, Islam, Ilmu Pengetahuan,dan Masyarakat Madani, (Jakata, PT Rajagrafindo


Persada, 2004), hlm, 204

40 Ibid,hlm, 205

21
Jadi, kedudukan ilmu dalam islam sangat dijunjung tinggi keberadaannya.
Pandangan ‘Allamah Faydh Kasyani, sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Al-
Wafi: “ilmu yang diwajibkan kepada setiap muslim untuk mencarinya adalah ilmu
yang mengangkat posisi manusia pada hari akhirat, dan yang mengantarkan
kepada pengetahuan tentang dirinya, penciptaannya, para nabinya, utusan-utusan
Allah, pemimpin-pemimpin Islam, sifat-sifat Tuhan, hari akhir, dan hal-hal yang
menyebabkannya dekat kepada Allah. Tingkatan-tingkatan mencari ilmu berbeda
antara seseorang dengan lainnya sesuai dengan keahliannya masing-masing.
Bahkan untuk seseorang tahap pencapainnya berubah sejalan dengan
perkembangannya. Karena itu, tidak ada pembatasan dalam pencarian kelompok
ilmu ini, dan tahap apa pun yang telah dicapai seseorang masih wajib baginya
untuk meraih tingkat yang lebih tinggi (tentunya hal ini tergantung pada kapasitas
dan kesabarannya juga.
B. Saran
Sebagai umat muslim kita diwajibkan untuk menuntut ilmu sebgaimana di
terangkan dalam hadist:

‫ضةر سعسلىِ اكبل ام ف‬


‫سلحتم‬ ‫ب اْفلحعفلحم فسحرفي س‬
‫طسلس ا‬

“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap Muslim”. (HR. Ibnu Majah no. 224, dari
sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih
al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)

DAFTAR PUSTAKA

Amilda, “Kedudukan Ilmu Pengetahuan dalam Membangun Peradaban Islam:


Sebuah Tinjauan Antropologi”. Kedudukan Ilmu Pengetahuan. Vol. 12 No. 1, 2011.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Oxford And English Reader’s Dictionary

Webster’s Super New School and Office Dictionary

Hadi Masruri & Imron Rossidy, 2007, Filsafat Sains Dalam Al-Qur’an, Malang:
UIN-Malang Press

Abu Bakar Muhammad, Membangun Manusia Seutuhnya Menurut Al-Qur’an,


Surabaya: Al- Ikhlas

22
Ali Anwar Yusuf, 2006, Islam dan sains modern, Jakarta Barat: CV Pustaka
Setia

Mahdi Ghulsyani, 1986, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an Bandung: Mizan

Syekh Muhammad, 2004, Islam Ilmu Pengetahuan dan Masyarakat Madani,


Jakata, PT Rajagrafindo Persada

Fuad Nashori & Rachmy Diana, 2002, Mengembangkan Kreativitas dalam


Perspektif Psikologi Islami, Jogjakarta: Menara Kudus

Ahmad Hanafi, 1991, Theology Islam ilmu kalam, Jakarta: PT Bulan Bintang

23

Anda mungkin juga menyukai