1 Kel 2 SPI - Konsep Ilmu Pengetahuan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSEP ILMU PENGETAHUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen pengampu : Dr. Asep Ganjar Sukarelawan S.Sos., S.Pd.I., M.Pd.I

Disusun oleh :

Maman Abdul Rahman (20220110014)

Kamila Syifaul Wafa (20220110088)

Indah Dwi Sakinah (20220110007)

Muhammad Zaenudin Farid

(20220110030) Nauval Fakhruddin

(20220110059)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA

ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

SEBELAS APRIL

SUMEDANG 2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang MahaEsa atas
perlindungan dan bimbingan kasih-NYA, sehingga pembuatan makalah tentang
“Konsep Ilmu pengetahuan dalam Pendidikan Islam“ dapat terselesaikan dengan baik,
penuh dengan campur tangan Tuhan.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Sejarah
Peraaban Islam. Dalam pelaksanaan pembelajaran maupun saat pembuatan makalah ini,
penulis menyadari masih banyak masalah dan kendala yang penulis hadapi. Sehingga
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
Bapak Dosen, selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, dan
semua pihak yang turut membantu, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demikian makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, penulis menyadari


masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Dan tak lepas dari keterbatasan
ilmu pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari itu, penulis tetap menerima kritik dan
saran dari berbagai pihak. Guna kesempurnaan laporan ini. Semoga bermanfaat bagi
penulis kedepannya dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Sumedang, September 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………. I
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1
A. Latar belakang ……………………………………………………………. 1
B. Rumusan masalah ………………………………………………………… 1
C. Tujuan pembahasan ………………………………………………………. 1
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………. 2
A. Pengertian ilmu dalam islam ……………………………………………… 2
B. Dalil-dalil perintah menurut ilmu dalam islam …………………………… 2
C. Konsep ilmu menurut al-farabi …………………………………………… 2
D. Konsep ilmu menurut al-gazzali ………………………………………….. 4
E. Tentang ilmu fardu ain dan fardu kifayah ……………………………….... 5
BAB III PENUTUP …………………………………………………. 8
Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 8
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 9

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencari kebenaran
ilmiah yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Dengan ilmu pengetahuan
maka setiap manusia akan bisa mendapatkan sebuah kebenaran melalui proses-
proses tertentu baik dengan melakukan penelitian ilmiah maupun dengan
bebagai cara lainnya.
Ilmu pengetahuan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan manusia
dalam mencapai kesejahteraan hidup didunia dan memberi kemudahan dalam
mengenal Tuhan. Oleh karena itu Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan
merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban manusia sebagai mahluk Allah
SWT. yang berakal.
Islam adalah agama universal yang berlaku sepanjang zaman, Islam
bukan hanya terbuka terhadap pembaharuan yang dilakukan ilmu pengetahuan,
tetapi juga mendorong dicapainya kemajuan tersebut. Dengan demikian melalui
penelitian ilmiah manusia dapat menyusun teori-teori yang merupakan deskripsi
dari fenomena alam.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian ilmu dalam islam?
2. Bagaimana dalil-dalil perintah menurut ilmu dalam islam?
3. Bagaimana konsep ilmu menurut al-farabi?
4. Bagaimana konsep ilmu menurut al-gazzali?
5. Bagaimana sumber sumber ilmu pengetahuan?
C. Tujuan pembahasan
1. Pengertian ilmu dalam islam.
2. Dalil-dalil perintah menurut ilmu dalam islam.
3. Konsep ilmu menurut al-farabi.
4. Konsep ilmu menurut al-gazzali.
5. Sumber-sumber ilmu pengetahuan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ilmu dalam islam


Ilmu berakar kata dari bahasa arab yaitu alim atau ilm yang berarti
mengetahui. Secara istilah, ilmu ini bisa diartikan sebagai suatu atau sebuah
pengetahuan yang diberikan Allah Ta’ala kepada manusia. Ilmu ini dapat
diperoleh dari proses pembelajaran, seperti membaca, menulis, dan memahami
sesuatu.
B. Dalil-dalil perintah menurut ilmu dalam islam
Dalam Islam, menuntut ilmu adalah suatu kewajiban, bahkan harus dari
sejak usia sedini mungkin. Untuk mengenalkan ilmu-ilmu dasar dan tauhid,
yang selanjutnya hingga dewasa akan terus belajar ilmu-ilmu pengetahuan yang
lain dalam kehidupan ini.
Al-Mujadalah ayat 11
Perintah menuntut ilmu ini juga dijelaskan di dalam Al-Qur’an yang berbunyi :

‫خ ِبي‬ ‫ْ رف هلالُ الَّ ِذين ءا من والَّ ن أُ وتُ وا ا ْل ِع ْل َم ت وهلالُ ِ ب َما تَ ْع‬


‫ُُر‬
‫َمُلون‬ ‫َد َرجا‬ ‫َمنُوا ُك ْم ِذي‬

Artinya : “Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu


dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Thaha’ ayat 114

Dan juga dalam surah Thaha’ ayat 114 :


‫ر ِ ب ع ْل ًما‬ ‫وُق ْ ل‬
‫زدْ نِ ي‬
Artinya : “Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad) tambahkanlah ilmu
kepadaku.” [QS. Thaha’ : 114].
Itulah beberapa dalil yang menunjukkan bahwa menuntut ilmu dalam
Islam wajib dan sangatlah dianjurkan sebagai bekal hidup didunia dan di
akhirat.
C. Konsep ilmu menurut al-farabi

2
Dalam al-Qur'an Allah berfirman dalam suroh al-Nahl (16) 78 yang
artinya: " Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.

3
Dalam ayat diatas menunjukan bahwa manusia dibekali tools sebagai
sarana untuk mengenal, mengelola dan memanfaatkannya dunia yang ultimate
goalnya adalah agar bersyukur kepada Allah Swt.
Perangkatnya sudah dibekali oleh Allah Swt tinggal manusia
memprosesnya dan mengaktifkanya untuk kemaslahatan diri, keluarga,
masyarakat dan alam.
Intrumen elementer dalam meraih Ilmu Pengetahuan adalah Panca Indra.
Dalam rentang waktu tertentu, sejak bayi hingga hingga akhir masa kanak-
kanak, kita hanya mampu memperoleh pengetahuan tentang diri dan obyek-
obyek pengetahuan disekitar kita melalui panca indra (Empirism).
Kemudian Instrumen kedua dalam meraih Ilmu pengetahuan adalah
akal. Dengan pendayagunaan akal, kita akhirnya mampu memahami berbagai
hal mengenai diri dan alam semesta raya dan mengembangkan berbagai disiplin
ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan kebersihan dan kejernihanya, akal kita
bahkan mampu memahami hakekat atau esensi dari berbagai obyek
pengetahuan yang kita pikirkan. Pada kalangan tertentu, khususnya kalangan
dan proponen Rationalism, akal bahkan diyakini mampu menyelesaikan seluruh
persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan.
Kajian tentang emprims dan rationalism sebagai instumen mendapatkan
ilmu pengetahuan sudah pernah ada dalam kajian filsafat barat pada masa awal.
Pada gilirannya melahirkan dua aliran filsafat yang sangat bertentangan, yakni
rasionalisme dan empirisme. Kelompok aliran pertama yang dipelopori oleh
Plato, Rene Descartes & George Berkeley, berpendapat bahwa manusia dengan
akalnya dan ketrampilan proses berpikir saja, dapat mengungkapkan prinsip-
prinsip pokok dari alam atau lingkungan kita. Adapun kelompok aliran
empirisme yang dipelopori oleh John Locke dan David Hume, berpendapat
bahwa semua jenis pengetahuan hanya dapat diperoleh dari pengalaman melalui
panca indra kita. Jadi yang memegang peranan dalam memperoleh pengetahuan
adalah pengalaman yang langsung dialami oleh seseorang.
Pertentangan yang hebat antara rasionalisme dan empirisme dapat
diselesaikan oleh faham kritisisme yang menerima rasio dan pengalaman.
Kritisisme dipelopori oleh Imanuel Kant (1724-1084 ). Faham ini menyatakan

4
bahwa hasil rasio akan dijelaskan atau dibuktikan melalui pengalaman,
sedangkan pengalaman akan dapat dimengerti karena ada akal. Padangan ini
dianggap sesuai dan dijadikan pijakan dalam dunia ilmu pengetahuan dan
dijalankan pada sekolah- sekolah formal khususnya pada masalah-masalah
science.
Namun bila kita melihat fisafat barat mencapai ilmu pengetahuan hanya
dalam wilayah horizontal saja tidak sampai pada kajian vertikal ini yang
membedakan antara filsafat Barat dengan Filsafat Pendidikan Islam. Dalam
Islam ada satu lagi instrumen penting yaitu (fu'ad) hati menurut bahasa al-
Qur'an, menurut Jalaluddin Rahmat dengan istilah qalbu sarananya riyadhah.
Menurut Al-Rasyidin penggunaan daya-daya ruhiyah, yakni al-nafs dan al-qalb.
Targetnya merasakan kehadiran dan kedekatan dengan Tuhan.
Imam al-Ghazali pernah bercerita." Saya menemukan sering kali indra
saya itu menipu saya. Misalnya satu batang kayu itu bengkok. Indra saya
menipu saya. Tapi karena saya mempunyai akal, saya yakin tidak mungkin air
membengkokkan batang kayu itu. Boleh jadi satu saat akal saya itu salah. Mesti
ada cara lain untuk membetulkan apa yang salah menurut akal ini." Imam
Ghazali mencoba mencari cara yang ketiga ini, sampai beliau jatuh sakit malah
hampir gila. Tapi kemudian dia sembuh dan menemukan cara lain, yaitu yang
disebut qalbu lewat riyadhah dan latihan-latihan ruhaniah Pengetahuan ini
disebut pengetahuan ladunny.
D. Konsep ilmu menurut al-gazzali
Al-Ghazzali menilai bahwa ilmu harus diletakkan kembali pada
tempatnya yang sesuai. Agar bisa meletakkan ilmu pada tempatnya, tentu perlu
diketahui dimana letak ilmu itu masing-masing sehingga al-Ghazzali membuat
banyak penggolongan ilmu di dalam kitab Ihya' 'Ulumuddin. Secara umum ilmu
itu dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu ilmu syariah dan
bukan syariah:
1. Ilmu syariah, yaitu ilmu yang berasal dari para Nabi dan Rasul yang tidak
diperoleh melalui perantaraan akal (seperti berhitung), atau melalui
percobaan (seperti kedokteran), atau juga melalui pendengaran (seperti
bahasa). Semua ilmu syariah merupakan ilmu terpuji. Terpuji di sini dapat

5
diartikan sebagai ilmu yang dapat memberikan kebaikan (bermanfaat) baik
bagi yang mempelajarinya maupun orang lain. Ilmu syariah dibagi lagi
dalam dua kelompok:
 Fardhu ain, yaitu ilmu yang wajib bagi setiap muslim
 Fardhu kifayah, yaitu ilmu yang wajib bagi sebagian Muslim
2. Ilmu bukan. -syariah, yaitu semua ilmu yang diluar pengertian ilmu syariah.
Ilmu ini dapat digolongkan lagi menjadi
Terpuji Ilmu ini terbagi lagi dalam dua kelompok yaitu
 ilmu fardhu kifayah
 ilmu utama, yaitu ilmu yang bukan fardhu tetapi bermanfaat untuk
melengkapi atau menyempurnakan ilmu-ilmu fardhu. Contohnya,
detail-detail ilmu kedokteran atau matematika.

Mubah, yaitu ilmu yang dalam tinjauan agama tidak membawa kebaikan
maupun keburukan bagi yang mempelajarinya atau orang lain. Contohnya ilmu puisi
atau ilmu sejarah. Tercela, yaitu ilmu yang membawa keburukan bagi yang
mempelajarinya atau orang lain. Contohnya adalah ilmu sihir.

E. Tentang ilmu fardu ain dan fardu kifayah


Pada dasarnya ilmu itu sangat luas atau tidak terbatas, sedangkan
kemampuan manusia sangat terbatas. Oleh karena itu dengan keterbatasan akal
dan usianya, manusia tidak mungkin bisa menguasai semua ilmu yang ada.
Sementara itu, di sisi lain Nabi Muhammad SAW memerintahkan umat Islam
untuk menuntut ilmu. Dengan demikian berarti perintah Nabi Muhammad SAW
untuk menuntut ilmu bukanlah untuk menuntut semua ilmu, melainkan terbatas
pada ilmu-ilmu yang penting saja.
Para ulama umumnya sepakat bahwa ada ilmu yang fardhu bagi setiap
muslim (fardhu ain) dan ada yang fardhu bagi sebagian muslim (fardhu
kifayah). Disebut fardhu karena jika ilmu ini tidak diketahui maka individu
muslim (di dalam fardhu ain) atau segolongan muslim (di dalam fardhu kifayah)
terancam mendapat dosa dan murka Allah. Inilah yang dimaksud dengan ilmu
yang penting dipelajari itu. Namun yang menjadi masalah adalah bagaimana
menentukan ilmu mana yang termasuk fardhu 'ain dan ilmu mana yang
termasuk fardhu kifayah.
6
Al-Ghazzali menyimak perdebatan masyarakat mengenai hal ini di masa itu
dimana umumnya pandangan mereka sangat terkait dengan kecenderungan
masing-masing orang. Misalnya, bagi para ahli fiqih, ilmu fiqihlah yang
merupakan ilmu fardhu ain, sedangkan ahli tafsir Quran dan Hadits menyebut
ilmu-ilmu al-Qur'an dan Hadits yang merupakan fardhu ain. Demikian juga para
ahli tasawuf akan menyebutkan ilmu tasawuflah yang fardhu ain. Demikian
seterusnya.
Menurut al-Ghazzali ilmu fardhu 'ain sangat tergantung dengan keadaan
hidup seseorang sehingga ia tidak sepakat dengan pengertian yang kaku seperti
di atas. Kewajiban menuntut ilmu ini berubah dari waktu ke waktu sesuai
dengan perubahan yang terjadi pada orang tersebut. Hal ini didasarkan bahwa
keadaan yang berbeda akan menuntut kewajiban yang berbeda pula. Demikian
juga hal ini ditegaskan al-Qur'an dalam surat al-Baqarah (2): 286
Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya.”
Ayat di atas menunjukkan kewajiban yang Allah bebankan kepada
setiap orang tidaklah sama. Itu berarti kewajiban orang kaya tidak sama dengan
kewajiban bagi orang miskin, kewajiban penguasa tidak sama dengan kewajiban
rakyat jelata, kewajiban orang dewasa tidak sama dengan anak-anak, kewajiban
orang sakit tidak sama dengan kewajiban orang sehat, dan kewajiban wanita
tidak sama dengan kewajiban laki-laki. Demikian seternya
Kemudian, seperti telah disampaikan di atas bahwa kehidupan manusia
itu berkembang maka tuntutan kewajibannya pun juga mengalami perubahan.
Dengan demikian ilmu fardhu ain bersifat dinamis dan berubah menurut
perkembangan kehidupan masing-masing individu. Misalnya, seorang yang
miskin tidak wajib mengetahui ilmu tentang zakat, namun ketika ia dianugerahi
kekayaan maka ilmu tersebut menjadi wajib baginya. Ilmu yang wajib diketahui
itu hanya sebatas dengan kewajiban yang harus ia penuhi. Artinya, ia tidak
wajib mengetahui detail ilmu zakat, kecuali dengan kadar yang ia butuhkan
yang sesuai dengan keadaannya pada saat itu.
Al-Ghazzali membagi lagi ilmu fardhu ain ini dalam dua kelompok,
yaitu ilmu mukasyafah dan mu'amalah. Ilmu mukasyafah adalah ilmu yang
wajib
7
diketahui saja dan ilmu ini hanya dicapai ketika hati telah bersih dari berbagai
sifat tercela. Sedangkan ilmu mu'amalah adalah ilmu yang wajib diketahui dan
diamalkan. Al Ghazzali hanya membahas ilmu mu'amalah tapi tidak membahas
ilmu mukasyafah karena ilmu ini sangat sulit dipahami dan diuraikan. Namun
demikian, menurut al-Ghazzali ilmu mukasyafah dapat dicapai dengan
mengamalkan ilmu mu'amalah.
Ilmu muamalah mencakup tiga hal, yaitu yang berkait dengan keyakinan
(i'tiqad), perintah, dan larangan. Dalam hal keyakinan, misalnya seseorang yang
sampai pada usia baligh, wajib mengetahui ilmu tentang Allah, sekurang-
kurangnya ia mempelajari dan mengetahui dua kalimat syahadah. Ia wajib
meyakini hal ini tanpa keraguan sedikit pun. Bila ini telah ditunaikan, berarti ia
telah melaksanakan kewajibannya kepada Tuhan.
Keyakinan kepada dua kalimah syahadah ini menimbulkan kewajiban
baru yaitu melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah sehingga
muncul cabang baru ilmu mu'amalah yaitu pengetahuan tentang perintah dan
larangan. Namun, pengetahuan mengenai perintah dan larangan tidak cukup
hanya diketahui saja tetapi juga harus diamalkan dalam kehidupan. Dalam
pengertian ini Al-Ghazzali menegaskan keterkaitan antara ilmu dengan amal
dan kesempurnaan ilmu terwujud dalam kesempurnaan amal.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan manusia
dalam mencapai kesejahteraan hidup didunia dan memberi kemudahan dalam
mengenal Tuhan. Oleh karena itu Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan
merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban manusia sebagai mahluk Allah
SWT yang berakal.

9
DAFTAR PUSTAKA

https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-ilmu/

http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ansiru/article/download/10747/4981

http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/tadris/article/download/232/223/

Anda mungkin juga menyukai