Nagaz
Nagaz
Nagaz
Cerita Daerah
Nusa Tenggara Timur
Oleh :
RISNANDA WAHYUDISTIRA NISSI
X.12
Menyetujui :
Kepala Sekolah
Anggelinus Seran,S.Ag
NIP : 195611151986031008
Wali Kelas
Aurelia Lengi,S.Pd
NIP :
Penyusun
KATA PENGANTAR
Mewujudkan masyarakat yang mengamalkan nilai-nilai luhuri adalah impian semua orang.
Penanaman nilai-nilai luhuri penting dan perlu dilaksanakan untuk mencapai perwujudan
tersebut. Penanaman nilai-nilai luhur dapat dilaksanakan melalui berbagai Cerita Rakyat
disesuaikan dengan Keinginan Generasi Muda yang merupakan salah satu aktor penting dalam
usaha mewujudkan generasi Muda yang Merupakan Tunas Bangsa . Generasi Muda tidak
hanya hidup di masa sekarang, tetapi mereka juga akan hidup di masa depan dan membimbing
generasi selanjutnya, oleh karena itu mereka perlu dibekali dengan nilai-nilai luhur dari Cerita
rakyat sedini mungkin.
Dalam project Pembuatan Makalah ini untuk Mengingat Asa-muasal Bangsa di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Berbagai Cerita Daerah yang Dirangkum dalam Kliping ini dibuat dengan
tujuan agar Para generasi Muda mampu
menanamkan nilai-nilai Luhur dalam diri dan sekaligus mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Mari kita bersama-sama bahu-membahu mewujudkan perdamaian
tersebut.
Salam Damai.
DAFTAR ISI
1. GUNUNG LAKAAN
2. KADAPU
3. TAHEBA
4. PENIWADAN UTAN LOLON - OLALAU HAYON
5. LOKE NGGERANG
6. CERITA RAKYAT ASAL USUL DAERAH
TUAPAKAS KECAMATAN KUALIN
KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
7. ASAL – USUL KUPANG KHUSUSNYA DI BELLO
8. MOA HITU
9. SANGGUANA DAN TO’O LUK
10. CERITA RAKYAT DONA PETRONELA DA COSTA
11. OEDAI
12. ASAL MULA NAMA AMARASI
13. INE WIO
14. FOE MBURA
15. ASAL MULA API DI LAKAMOLA
16. KISAH HIDUP KOPONG DAN BAREK
17. TANGGA LOI DAN OEMAU
18. PENEMUAN PADI
19. LOKO WEE RA’A
20. GOLO NGGOLING
21. LEGENDA LOK SI NAGA
22. ASAL MULA ORANG TTS
23. JAGUNG DAN KISAH SANG PUTRI
24. LEGENDA BUKIT FAFINESU
25. RAJA LAKU LEIK YANG BENGIS
KADAPU
Dahulu hidup seorang Ibu dengan dua orang anak, anak pertama bernama “Kadapu”
sedangkan yang kedua bernama Luwa. Suatu saat Ibu berpesan kepada Kadapu sebelum
pergi ke kebun untuk bekerja, katanya : “jika adikmu Luwa ingin makan, bakarlah
Luwa (ubi),”
Ternyata apa yang menjadi pesan Ibunya pada Kadapu benar, Luwa menangis sambil
berkata : “bakar Luwa(ubi), bakar Luwa(ubi).” Kadapu jadi bingung atas tangisan
adiknya.
Kebingungan bercampur dengan tangisan adiknya, Kadapu berkesimpulan bahwa
adiknya Luwa yang dibakar akhirnya Kadapu mengikat adiknya untuk diletakkan di atas
kayu, lalu dibakar seperti pesan Ibunya sebelum pergi bekerja dikebun.
Setelah pulang dari kebun Ibunya bertanya : “ Apakah adikmu sudah diberi Nginji-nginji
ngadu ari?” (bakar-bakar tubuh adik) mendengar pengakuan Kadapu Ibunya merasa
terpukul dalam duka yang mendalam sambil merangkul Kadapu dan menempatkan
sebagai binatang hutan.
Dengan mengambil tempurung pembersih kapas Sumba, lalu ditempelkan pada
pantatnya bersama sebatang tamiang (bambu pembuat suling).
Ibunya mengutuk Kadapu menjadi kera serta diusirlah ke hutan belantara atau kegua
sebagai hewan liar dan makanannya hanya buah-buahan. Setelah Kadapu merangkak
seperti kera dalam bahasa sebagaimana lasim binatang kera.
Melalui pengalaman inilah sampai saat ini kalangan orang Sumba Timur banyak yang
tidak makan daging kera, karena Kadapu yang dikutuk jadi kera merupakan bentuk atau
wujud dari kesalahan menterjemahkan pesan yang salah. Mereka beranggapan bahwa
manusia berasal dari kera dan masyarakat Sumba Timur menjadi trauma, walaupun
hanya dalam dongeng.
Demikian cerita rakyat ini, semoga dapat bermanfaat bagi generasi muda dan
masyarakat Matawai Amahu dan Pada Djara Hamu.
TAHEBA
Pada zaman dahulu,di kecamatan Amfoang Utara tinggallah seorang nenek di
pinggir sebuah kampung yang sangat jauh dari sungai. Nenek tersebut bernama bi Aba
Meni biasa dipanggil Abmeni ,ia bekerja sebagai seorang petani. Pada suatu hari,setelah
nenek Abmeni pulang dari kebun,ia pergi mengambil air ke sungai tersebut karena air di
rumahnya sudah habis. Sementara matahari sudah mulai tenggelam,langitpun sudah
tertutup awan gelap pertanda bahwa hujan akan turun. Walaupun keadaan yang tidak
memadai,nenek Abmeni tetap maju pantang menyerah demi menghidupi tubuhnya
karena ia hidup seoarang diri. Lalu ia pergi menelusuri arah sungai tersebut
namun,setelah ia tiba air sungai itu sudah kering. Apa yang harus ia lakukan untuk
mendapatkan air seguci. Sementara, waktu terus berjalan hari mulai malam hujanpun
semakin deras !
Dengan usaha dan niat untuk memenuhi kebutuhannya maka ia pergi ke sebuah kolam
yang merupakan salah satu sumber mata air dari air sungai yang sudah kering. Setelah
tiba,nenek Abmeni melihat sebuah gua batu yang mengeluakan air bersih lalu ia masuk
ke dalam gua itu untuk menimbah airnya. Melalui kesibukannya,ia tidak menyadari
bahwa hujan deras itu mendatangkan banjir yang sangat tinggi. Sehingga,dengan
perlahan-lahan nenek Abmeni mengayunkan tangannya yang memegang sebuah
tempurung penimbah untuk mengisi gucinya. Tiba-tiba ia mendengar sesuatu yang
mendatanginya berupa bunyi gumparan lalu ia menengok dan meminta pertolongan
namun tidak ada seorangpun yang dapat menolongnya karena gua itu sangat sempit
sehingga ia terjepit dan tidak dapat meloloskan dirinya. Akhirnya nenek Abmeni
tersebut meninggal di dalam gua tempat ia menimbah air.
LOKE NGGERANG
Dahulu kala di sebuah desa hiduplah seorang gadis yang bernama Rueng,dia seorang
anak yatim piatu,orang tuanya telah lama meninggal,untuk memenuhi kebutuhannya
setiap hari dia bekerja di kebun peninggalan orang tuanya,makin hari hidupnya tambah
sengsara. Pada suatu hari di desa itu ada tamu yang datang yaitu seorang raja yang
sangat kejam, tujuan kedatangan dari raja tersebut untuk mencari seorang gadis untuk
menjadi istrinya yang cocok menurutnyaa, maka dengan itu tua-tua adat di desa itu
menyuruh semua warga desa itu untuk berkumpul supaya sang raja dengan mudah
memilih calon istri yang cocok menurutnya, tapi hari itu Rueng tidak sempat hadir
,besok harinya sang gadis tadi yang bernama Rueng itu hadir maka pada gadis inilah
sang raja jatuh cinta, sang raja langsung memberitahukan hal ini kepada tua adat agar tua
adat yang omong langsung dengan Rueng, besok harinya sang raja melamar Rueng di
rumah gendang tapi sayangnya lamaran sang raja tersebut di tolak maka emosilah sang
raja dia menyuruh pengawalnya untuk menangkap dan membunuh sang gadis tersebut,
maka di bunuhlah sang gadis tersebut dan mati dan kulitnya di buat gendang, sampai
sekarang gendang tersebut masih ada di manggarai khususnya di manggarai barat.
Moa hitu
Dalam Bahasa dawan oli Timor “moa” artinya ruas dan “hitu” artinya tujuh
Menurut kisah ini, moa hitu adalah suatu makluk raksasa yang terdiri dari tujuh ruas dan
pernah hidup dibumi pada jaman dahulu kala. Moa hitu mempunyai kekuatan yang luar
biasa. Ia dapat menjunjung langit dan memangku bumi. Moa hitu juga memiliki
kesaksian yang sangat ajaib.
Apabila ia sedang memikul bumi lalu lela dan memindahkan bumi dari bahu
yang satu ke bahu yang lainnya, maka terjadilah bencana gempa bumi dimana-mana.
Dan jika ia marah lalu menjunjung langit, maka hujan dan embun tidak akan turunke
bumi, sehingga penduduk bumi terancam kelaparan.
Penyakit menular dan kematian akan terjadi mana-mana apabila moa hitu sedang
lapar ibu-ibu juga tidak akan bersalin jika moa hitu minta makan.
Sebaiknya apabila moa hitu kenyang dan hatinya sedanggirang, maka
kemakmuran melimpah dibumi. Semua orang akan panen raya, ternak-ternak akan
berbiak cepat, bahkan sapi jantan bisa berubah menjadi betina. Dan apabila moa hitu
member makan kepada binatang-binatang itu akan turun ke kampong dan berkeliaran di
sana. Pada waktu-waktu tabu fuan seperti itu semua pemburu akan berlangka kanan dan
lemba-lemba akan bersarang lopo (rumah). Tetapi bila moa hitu sedang bersedih maka
akan terjadi gerhana bulan.
Demikianlah kehidupan dibumi pada zaman moa hitu masih hidup sampai pada
suatu saat moa hitu hendak kembali ketempat asalnya entah dimana. Namun sebelum ia
pergi moa hitu meninggalkan bekas telapak kakinya diatas sebuah batu besar.
Bekas telapak kaki diatas batu besar itu terdapat dikampung mnela puilin, desa
manufui kecamatan amanatun selatan sekarang ini.
Bekas telapak kaki diatas batu nitu masih utuh dan dapat dilihat oleh setiap orang
yang lewat disana hingga hari ini.
CERITA RAKYAT
DONA PETRONELA DA COSTA
Horik uluk no nain ida naran Dona Petronella da Costa.Naikan Nain naran
Lidak,iha belu utara,Kabupaten belu.nain uma let Lidak mak Nain Naitimu.Nain
Naitimu naran Kau Besi.Ema renu sira kan susar no terus tan ba karian ktodan no bea
mak ktodan.
Tan ba susar dan terus renu sira nee Nain Dona Petronella da Costa buka
dalan ida atu hatuda ho Belanda sira.Nain Kau Besi mos hanesan.Nain rua nee mos
hamutuk lia fuan no hahalok hodi libur ema renu sira halo funu no Belanda sira.Funu
nee iha tinan 1913. Dona Petronella da Costa no Kau Besi mak nodi ulun iha funu
nia.Loron ba loron funu nia sira terus.Ema wain meta iha funu laran nee.Ema sira mak ia
hatene musu sira ia bela tahan serdadu Belanda naikan.Nain rua nee mos ikus sira monu
hatuda nee mais sira kan neon no laran tomak ia meta.
OEDAI
Dinamakan biasanya di setiap satu tahun,satu kk dalam itu membawa air tersebut.Ada
seorang tua adat biasanya turun latan masuk dalam sumur terebut dengan membawa
kelapa yang sudah di parut untuk menyenbah oedai sebab pada waktu itu ada satu
sumur,Cuma satu sumur saja di daerah oedai.sumur yg di namakan oedai itu seekor ular
yang berada di dalam sumur tersebut dan juga untuk membersikan sumur itu.Apa bila
tidak melakukan ritual tersebut maka suumur itu akan kering airnya Maka sampai saat
ini desa tersebut di namakan desa oedai sampai sekarang ini.
Nalan a oedai karena waktu na aka a oe esa biasa tiap-tiap to hai biasa mandi sisi,ia,no
ma aau hula esa.Dan hai bersama-sama menyembah oe na.tou lasi eta hata oli adat ana
biasaoe lala neu ana nendi no ana lalaneu,neu naliu mengge a.kalau tiap-tiap to ngga
mandi sisi aau maka oe a meti.Maka losa sekarang ia desa na nalan a desa oedai karna oe
a nalan a.
Klasifikasi menurut bentuk,isi,dan penguruh
Bentuk: Animisme (kepercayaan leluhur
Isi mengandung Animisme:karna menyenbah pada sebuah sumur tetapi menurut saya
termasuk mite karena bukan manusia
Pengaruh:kepercayaan kuno (Animisme)belum ada unsur moderen di dalamnya.
INE WIO
Pada zaman dahulu di kampung Watumanu, hidup seorang nenek yang bernama Ine
Wio. Dia hidup sendirian dan dia juga tergolong orang yang miskin. Hidupnya hanya
bergantung pada hasil kebunnya. Ine Wio sangat rajin,walaupun sudah tua tapi terus
bekerja. Pada pagi hari Ine Wio berangkat ke kebun. Tiba-tiba di tengah jalan,dia
teringat kalau ada sesuatu yang lupa, yaitu tempat sirih pinang dengan pisau. Akhirnya
Ine Wio kembali ke kampung, untuk mengambil barang yang dilupanya dan kembali
lagi ke kebun. Tetapi sesampainya di tengah jalan di tempat yang sama, dia mengingat
kalau ada sesuatu yang lupa lagi, yaitu anak ayam. Dia tidak pernah merasa lelah. Ine
Wio pun segera kembali ke kampung untuk mengambil anak ayam dan kembali lagi ke
kebun. Di kebunnya ada sebuah pondok yaitu tempat untuk beristirahat dan menyimpan
hasil panen.
Sesampainya di kebun, Ine Wio meletakkan barangnya di dalam pondok dan anak
ayamnya diikat di tiang para-para di bawah tanah. Sesudah itu Ine Wio mulai bekerja.
Dia sangat rajin. Panas terik tidak dia hiraukan. Ketika hari semakin panas dia kembali
ke pondok. Hari itu juga dia tidak mempunyai makanan. Sebagai makan siang, kebetulan
didalam pondok hanya ada jagung tua dan kastela. Dia menggoreng jagung sebagai
makan siangnya. Sesudah makan, dia pergi bekerja lagi. Kebunnya lumayan
besar,semuanya ada enam petak.
Hari sudah mulai sore, Ine wio istirahat bekerja dan bergegas untuk kembali ke
kampung. Hari itu Ine Wio dapat membersihkan kebunnya sebanyak empat petak.
Sesampainya di tengah jalan pada tempat yang sama seperti paginya dia berangkat, Ine
wio mengingat kalau anak ayamnya lupa di pondok dan dia pun kembali ke kebun.
Setibanya di kebun, Ine Wio membuka pintu dan masuk ke dalam. Namun, ketika Ine
Wio sedang membuka tali ayam, tiba-tiba masuk seekor babi hutan yang sangat besar.
Ine Wio sangat takut dan cepat-cepat nai ke atas para-para. Anak ayamnya di makan
habis oleh babi hutan. Tak lama kemudian muncul babi hutan yang kecil dan yang besar
dalam jumlah yang banyak. Ine Wio semakin takut dan dia pun mencari akal, agar babi
hutan tersebut dapat keluar dari dalam pondok. Langkah awalnya dia membuang semua
jagung yang ada di atas para-para dan semuanya di makan habis oleh babi hutan. Yang
tersisa di atas para-para hanya kastela dan Ine Wio pun membuang semua kastela itu dan
semuanya pun di makan habis oleh babi hutan. Ine Wio semakin takut dan dia hanya
berpasrah Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tiba-tiba saja semua babi hutan tersebut
menggoyang tiang para-para, karena terus digoyang,akhirnya para-para rubuh bersamaan
dengan Ine Wio. Dengan cepatnya babi hutan menyerbu dan mencabit-cabit tubuh Ine
Wio. Yang tersisa hanyalah rambut putih, gelang dan tulang-tulang. Sudah tiga hari
orang-orang di kampung tidak pernah melihat Ine Wio. Kebetulan ada seorang bapak
yang kebunnya berdekatan dengan Ine Wio. Hari itu dia berangkat ke kebun, ketika
lewat di kebunnya Ine Wio, dia melihat pintu pondok terbuka dan dia pun memanggil
Ine Wio, tetapi tidak ada yang menjawab. Tiba-tiba saja dia melihat babi hutan lari
keluar dari dalam pondok. Bapak tua itu bergegas masuk ke pondok. Dia sangat terkejut
karna tidak menemukan Ine Wio di dalamnya, tetapi yang dilihatnya hanya rambut
putih, gelang dan tulang-tulang berantakan di tanah. Dia akhirnya mengumpulkan
semuanya itu untuk di bawa pulang ke kampung dan dia menceritakan semua yang
dilihatnya kepada orang-orang di kampung Watumanu. Keesokan harinya mereka
bersama-sama menguburkan semua yang tersisa dari Ine Wio di suatu tempat yang
diberi nama RATE. Sejak itu warga masyarakat Watumanu dendam atau benci terhadap
babi hutan. Sehingga sampai sekarang dikampung Watumanu pada setiap bulan agustus
selalu mengadakan acara berburu b
FOE MBURA
Feo mbura adalah seorang manek di nusa thie kecamatan rote barat daya
sekarang. Ini ia memerinta di nusak thie pulau te, kabupaten kupang,sekitar permulaan
abad ke-17 pada waktu Feo Mbura suda mengadakan hubungan dagang dan
persahabatan dengan oranng-orang Portugal dan belanda.
Dalam pergaulanya dengan orang-orang asingitu, feo mbura melihat bahwa orang-orang
itu lebih pandai dan majudari pada orang rote pada umumnyamaka timbullah niat di hati
feo mburayang masih muda itu untuk pergi merantau mencari ilmu ke matabi sorgawi
dalam ejaan bahasa rote.ia lalu mengajak ketiga orang temanya manek atau raja dari
nusak lain untuk merantau mencari ilmu ke matabi ketiga orang itu adalah tou denga
lilo dari nusak baa,ndara naong dari nusak lelain,dan ndii hua dari nusak lole . meraka
lalu membuat sebuah perahu besar untuk di pakai berlayar ke matabi. Perahu itu di beri
nama ‘sangga ndolu’ yang artinya mencari ilmu poengetahuan.Di perkirakan pada tahun
1729 mereka berlayar dari rote menuju matabi.
Beberapa bulan kemudianmeraka tiba dibetawi.mereka memnemui pemerinta belanda di
betawi dan menyampaikan maksud mereka untuk menuntut ilmu pengetahuan. Atas
maksud baik ini makapemerintah belanda manyambut dan mendidik mereka sekitar 7
tahhun di betawi.
Mereka di didik dalam berbagai ilmu pengetahuan dasar seperti membaca, menullis,
berhitung, dan lain-lain. Disamping itu, di didik juga mengenai agama Kristen. Mereka
semua lalu dibaptis menjadi orang Kristen dan diberi nama baru. foE Mbura diberi
nama Benyamin Messakh.
Sekembalinya mereka dari Rote, Benyamin Messakh langsung mendirikan sebuah
sekolah dasar dan sebuah gereja dikampung Fiulain di Thie, kecamatan Rote Barat Daya
sekarrang ini. Itulah sekolah pertama dan jemaat Kristen dipulau Rote.
Dari situlah sekolah dan gereja berkembang ke seluruh pulau Rote hingga sekarang.
Puluhan tahun kemudian dari pulau rote yang mungil ini, banyak pendeta dan guru-guru
dikirim ke pulau timor, sumba, dan alor menjadi daerah Kristen protestan hingga hari
ini. Karena itu, FoE Mbura dan kawan-kawan sebagai pahlawan perintis dan pelopor
pembaharuan dan kemajuan diwilayah ini. Mereka patut dikenang dan dihormati sebagai
pelopor kemajuan.
PENEMUAN PADI
TAGGOBA adalah kampung pertama bagi orang wewewa sesudah turun dari gunung
YAWILA karena air laut yang pernah menggenangi pulau sumbah menurut cerita para
Datuk.
Dalam kampong ini hidup sebuah keluarga yang terdiri dari suami istri,dengan seorang
putra yang dimanjakan oleh mereka. Anak itu biasa di panggil “WADHA” oleh kawan-
kawannya.
Walaupun sudah menjadi pemudah tangguh,ia masih merengek manja meminta apa saja
yang di kehendaki hatinya. Pada suatu hari a meminta kepada orang tuanya sejenis ubi
yang biasa di sebut “LOLO ANA MESA”. Ubi sejenis ini sangat sulit ditemukan sebab
tumbuhan ini jarang tumbuh,kecuali dihutan belantara. Karena kecewa dia memukul
kedua orang tuanya malahan ia mengancam akan memukul mereka lebih hebat lagi
apabila permintaanya tidak di penuhi atau dikabulkan. Karena takut dan rasa
tersinggung,kedua orang tua itu melarikan diri menghilang menyembunyikan diri jauh
ketengah hutan yang tidak pernah di datangi manusia. Disanalah mereka tinggal lama.
Tempat itu mereka namakan “ BODA TILU” yang artinya bukit tengah.
Sepeninggal mereka,Tagobba ditimpah musim kemarau panjang yang lamanya tuju
tahun. Akan tetapi bagi kedua orang tua Wadha hujan turun teratur setiap tahun. Mereka
merambah hutan itu,membuka lading untuk menanm sayur dan ubi-ubian.
Pada suatu hari mereka menemukan sejenis tumbuhan asing yang tumbuh di atas
sebatang kayu yang terdiri dari dua butir. Mereka membawah pulang tumbuhan
itudengan hati senang bercampur takut. Mereka memperoleh petunjuk melalui mimpi
sehingga mereka mengetahui tumbuhan itu bernama padi yang harus di tanam di tanah
berlumpur (sawah). Nama lengkap padi itu “ PARE NE`E”,artinya padi yang dilumpur.
SEtelah panen mereka masak beberapa biji beras saja,ternyata bertambah banyak. Cukup
untuk di makan 2 orang sampai kenyang.
Pada suatu hari dari kampong Tagobba berburulah 2 orang yaitu bapak bersama anaknya
bernama Yogara dan Jandara. Karena seharian berburuh tanpa hasil,semakin jauhlah
mereka menjelajahi hutan itu. Tak di sangka,mereka bertemu dengan kedua suami istri
yang menghilang beberapa tahun yang silam. Mereka dilayani minuman yang mereka
sebut “WE`E KADU” yang artinya air tanduk.
Sekembalinya mereka di rumah sendiri,mereka menggaruk tanduk kerbau untuk
diminum karena ingin minum kembali air tanduk seperti yang didapat dari suami istri di
hutan. Ternyata air itu hitam dan berbauh tengik. Mereka kembali ke hutan untuk
memintah petunjuk lengkap. Mereka ditertawai penuh kelucuan. Diperlihatkanlah
kepada mereka segenggam padi sambil diberi tahukan bahwa inilah yang dimaksud
dengan nama tanduk.
Atas informasi dari Yogara dan Jandara, Wadha kembali memanggil kedua orangtuanya
berpesta merayakan perdamaian dengan orangtuanya. Dalam pesta inilah padi yang turut
dibawa itu diperkenalkan kepada keluarga dan hsandaitolan yang hadir. Padi itu
ditumbuk lalu dimasak dijadikan bububr dan nasi lalu dibagi-agikan. Sejak itu
masyarakat menanam padi. Karena selain dijadikan bubur yang mereka namakan
“bobora” ,juga dapat dijadika nasi yang digumpalkan ditangan lalu dimasukan kemulut
untuk dimakan, yang mereka namakan “Dopola”.
Sampai sekarang bagi orang sumba atau orang Wewewa masih menggunakan cara
makan seperti itu, yakni telapak tangan dibahasahi terlebih dahulu baru menggenggam
untuk membulatkan nasi tersebut supaya lengket ditelapak tangan.
GOLO NGGOLING
Konon pada zaman dahulu kalah ada cerita di sebuah kampong dimana hiduplah
sepasang suami istri atau juga disebut keluarga kecil, yang mana suaminya bernama
Lanur yang terkenal dengan orang yang gagah dan berani dan istrinya yang bernama
Timung Te’e yang terkenal dengan orang yang cantik dan anggun yang bermata
pencaharian dengan bercocok tanam. Pada suatu hari sepasang suami istri tersebut pergi
ke kebun mereka melihat ada seorang yang berbadan besar mirip dengan raksasa,
dimana warga di kapung tersebut sering menyebut makluk itu dengan “Empopotimese”
yang artinya “empopoti” setan dan “mese” besar : “setan besar”
Setiap hari yang dilalui oleh sepasang suami istri tersebut hanya dengan merawat
tanaman pertanian mereka. Hingga pada usim panen pun tiba mereka berdua bersama
kerabat sekapung untuk bergotong royong menunai hasil kebun mereka. Setelah semua
hasil kebun sudah enyimpang , maka si Timung Te’e dan si Lanur kekebun untuk
menyiang rumput karena sedah mendekati musim kerja / tabor benih llagi,
sessamppainya dikebun mereka berdua pun bertemu dengan “Empopotimese” dan pada
hari itu “empopotimese” tidak mengganggu istrinya. Pada hari kedua si Timung Te’e
(istrinya Lanur) bertemu dengan “Empopotimese” ketika tersebut melihatnya, Timung
Te’e pun mulai takuut hingga badanya menggetar setan tersebut menyapanya
Heeeeey…………… janganlah takut pada diriku……….kemidian setan tadi mulai
mendekati Timung Te’e, dan membelai rambutnya hingga bertanya satu persatu seluruh
organ tubuhnya si timung te,e. sambil menjerit ketakutan si Timung Te’e pun menjawab
pertanyaanya, setelah di jawab setan tersebut tertawa kegirangan karena bahagia dimana
semua pertanyaanya mengenai si Timung Te’e telah di jawab karena terlalu girangnya
Empopotimese diapun jatuh terguling ketepi jurang hingga tak bisa bangun, tetapi dia
tidak mati. Setelah itu, si Timung Te’e lari dan pulang kerumahnya, setibanya dirumah
dengan menangis ketakutan dia menceritaka semua yang terjadi dengan suaminya si
Lanur. Lanurpun tunduk sambil memikirkan balasan terhadap “Empopotimese”
keesokan harinya mereka pergibersama warga yang lain di kampong untuk memasang
jebakan (jebakan sejenis ranjau) dengan perasaanya yang sangat senang empootimese
pergi kekebunya si lanur untuk menculik Timung Te’e (istrinya Lanur) setibanya di
kebun dia melihat timung te,e duduk di atas batu, dengan semangatnya yang membara
‘”Empopotimese” hendak merangkulnya (si Timung Te’e) dengan cepat si timung te,e
menghindar hingga “Emopotimese jatuh tersungkur edalam jebakan yang dibuat silanur
bersama warga hingga empopoti mese terguling kedalam jebakan tersebut sape buah
pelirnya pecah. Orang tua dulu memberika nama tempat tersebut golo nggoling, yaitu
golo (gunung) dan nggoling (terguling). Sehingga kalau diartikan berdasarka
kosakatanya golo nggoling artinya gunung yang terguling, tetapi pengertian berdasarkan
isicerita diatas golo nggoling artinya gunung yang berjurang tempat terjatuhnya
empopotimese.
Dahulu, di daerah Belu, Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah
oleh seorang raja bernama Laku Leik. Ia adalah raja yang bengis dan kejam. Ia tidak
segan-segan menganiaya, bahkan menghabisi nyawa orang lain demi memenuhi semua
kemauannya. Ia juga gemar berjudi dan memiliki sifat serakah. Ia ingin menjadi raja
untuk selama-lamanya dan tidak mau mempunyai anak laki-laki.
Suatu hari, Raja Laku Leik hendak mengadakan perjalanan jauh bersama para
pengawalnya. Mereka akan pergi berburu ke hutan yang berada di wilayah kerajaannya.
Perjalanan itu tentu saja akan memakan waktu yang cukup lama. Sebelum berangka, raja
berpesan kepada permaisurinya, bernama Naifeto, yang sedang hamil tua.
“Hai, permaisuriku! Aku akan meninggalkan istana ini dalam beberapa hari. Jika kelak
kamu melahirkan seorang anak perempuan, rawatlah ia baik-baik. Tapi, jika bayi itu
laki-laki, maka habisilah nyawanya dan kuburkan mayatnya di bawah tangga istana ini,”
titah Raja Laku Leik. “Baik, Kanda,” jawab Naifeto.
Sebenarnya, Naifeto tidak setuju dengan permintaan suaminya itu, tentu ia tidak akan
sampai hati menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri. Namun karena takut kepada
suaminya yang kejam itu, ia terpaksa mengiyakan pesan tersebut.
Tidak lama setelah Raja pergi, Naifeto melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan
dan sehat. Bayi itu dinamainya Onu Muti. Betapa senang hatinya memiliki anak itu. Ia
ingin sekali merawat dan membesarkankannya. Namun, di sisi lain ia harus
melaksanakan pesan suaminya. Dalam keadaan bimbang, ia pun berdoa meminta
petunjuk kepada Tuhan.
“Ya Tuhan, berikanlah hamba petunjuk-Mu atas permasalahan ini,” pinta Naifeto.
Naifeto kemudian termenung sejenak. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan
jalan keluar. “Hmmm... aku tahu caranya. Sebaiknya, putraku kuganti dengan seekor
anjing yang akan kukubur di bawah tangga," pikirnya. Naifeto pun segera menangkap
seekor anjing, lalu menguburnya di bawah
tangga istana. Sementara Onu Muti ia serahkan kepada adik Raja Laku Leik yang
bernama Feto Ikun untuk diasuh.
“Tolong rawatlah Onu Muti, tapi jangan sampai Raja mengetahui rahasia ini! Jika Raja
tahu masalah ini, maka nyawa Onu Muti akan terancam,” ujar Naifeto.
“Baiklah. Aku berjanji akan menjaga rahasia ini,” ucap Feto Ikun. Sejak itulah, Onu
Muti tinggal di
rumah bibinya. Beberapa minggu kemudian, Raja Laku Leik telah kembali dari berburu.
Karena tahu
bahwa sang permaisuri telah melahirkan, ia pun langsung menanyakannya.
“Dimana anak kita, Permaisuriku?” tanya sang Raja.
“Maaf, Kanda. Anak kita laki-laki,” jawab Naifeto, “Sesuai dengan pesan Kanda, anak
itu sudah Dinda kuburkan di bawah tangga.” Mendengar keterangan itu, cepat-cepatlah
sang Raja pergi memeriksa ke bawah tangga. Tampaklah
olehnya sebuah tumpukan tanah yang ditandai dengan sebuah nisan di atasnya. Raja itu
pun percaya jika nisan itu adalah makam putranya. Demikian rahasia itu terus tersimpan
hingga Onu Muti beranjak remaja.
Suatu hari, Onu Muti bersama temannya, One Mea, sedang bermain gasing di dekat
istana. Tanpa disengaja, gasing Onu Muti terlempar jauh dan mengenai kepala seorang
nenek yang sedang menjemur kacang hijau. Nenek itu pun menjadi marah.
“Dasar kau anak terbuang!” hardik nenek itu seraya pergi.
Nenek itu ternyata pergi ke istana untuk mengadu kepada sang Raja. Setiba di istana, ia
pun membuka rahasia tentang kebohongan Naifeto selama ini.
“Ampun, Baginda Raja,” hormat nenek itu.
“Ada apa gerangan?” tanya Raja Laku Leik.
“Sebenarnya, Baginda telah dibohongi oleh Permaisuri,” lapor nenek itu.
“Apa maksud, Nenek?” Raja Laku Leik kembali bertanya dengan bingung.
Nenek itu pun menceritakan keberadaan Onu Muti kepada sang Raja. Mendengar cerita
itu, sang Raja pun menjadi murka. Namun, ia tidak berani langsung bertindak karena
segan terhadap adiknya, Feto Ikun. Maka itu, ia mengadakan sidang tertutup dengan
beberapa pengawal setianya untuk membuat siasat. Dalam sidang itu disepakati bahwa
mereka merencanakan suatu perburuan dengan mengajak Onu Muti dan One Mea.
Pada hari yang telah ditentukan, Onu Muti dan One Mea pun datang ke istana dengan
membawa peralatan berburu. Kedua anak itu juga masing-masing membawa seekor
ayam jantan. Setiba di istana, keduanya pun berbaur dengan rombongan sang Raja
menuju ke hutan. Setiba di hutan, mereka mulai berburu hingga sore hari. Hasil yang
mereka peroleh lumayan banyak. Saat hari mulai gelap, sang Raja menyuruh Onu Muti
untuk beristirahat di dalam sebuah pondok kecil
yang telah disiapkan oleh pengawal raja. Sementara itu, One Mea serta raja dan
rombongannya tidur di luar. Ketika semua sudah terlelap, Raja Laku Leik perlahan-lahan
merangkak masuk ke dalam pondok
lalu memenggal kepala Onu Muti. Kepala anak yang tidak berdosa itu pun terpisah dari
tubuhnya. Keesokan harinya, semua orang panik, terutama One Mea. Ia berteriak histeris
begitu melihat kepala temannya terpenggal. Setelah mayat Onu Muti dimakamkan,
rombongan sang Raja kembali melanjutkan perburuan. Sementara itu, One Mea secara
diam-diam mengikat ayam jantan milik Onu Muti di nisan
makam itu lalu cepat-cepat pulang untuk melapor kepada ibu angkat Onu Muti, Feto
Ikun. “Bibi..., Bibi... Bibi Feto!” teriaknya dengan tergopoh-gopoh, “Onu Muti telah
mati!” Alangkah terkejutnya Feto Ikun mendengan berita duka itu. Ia tahu bahwa
pastilah Raja Laku Leik
pelakunya. “Lalu, di mana mayatnya sekarang?” tanya Feto Ikun.
“Mayatnya sudah dimakamkan di dalam hutan,” ungkap One Mea, “Saya telah
mengikatkan seekor ayam pada nisan makam itu sebelum pulang ke sini, namun saya
lupa di mana tepatnya.” Mendengar keterangan itu, Feto Ikun segera berdoa kepada
Tuhan untuk memohon petunjuk
mengenai keberadaan makam itu. Berkat doanya yang khusyuk, petunjuk itu pun datang
melalui mimpi pada malam harinya. Maka, pada keesokan harinya, Feto Ikun mengajak
saudara-saudaranya untuk mencari makam Onu Muti di hutan. Setelah menemukan
makam itu, mereka kemudian berdoa kepada
Tuhan agar mayat Onu Muti dibangkitkan kembali.
Setelah mereka 4 kali berdoa, Onu Muti hidup kembali. Semua itu bisa terjadi berkat
kuasa Tuhan.
Feto Ikun pun merawat pangeran kecil itu dengan sangat hati-hati agar tidak ketahuan
sang Raja. Hingga beberapa tahun kemudian, Onu Muti pun tumbuh menjadi pemuda
yang tampan dan gagah. Sementara itu, Raja Laku Leik yang kian tua semakin lupa
daratan. Kelakuannya semakin menjadi-jadi. Kebiasaan berjudi dengan menyabung
ayam tak pernah berhenti. Ia selalu menantang lawan-lawannya
dengan taruhan yang tinggi.
Suatu hari, datanglah Onu Muti ke istana membawa ayam jagonya untuk menantang
sang Raja. Ia menyamar sebagai pangeran yang kaya-raya dari negeri seberang. Raja
Laku Leik pun menerima tantangan itu.
“Hai, Pangeran Muda. Berapa banyak harta yang engkau miliki? Berani-beraninya kau
menantangku!” tanya Raja Laku Leik dengan nada meremehkan.
“Ampun, Baginda. Harta yang hamba miliki saat ini sebanyak harta yang akan Baginda
pertaruhkan,” jawab Onu Muti.
Betapa terkejutnya Raja Laku Leik mendengar jawaban anak muda itu. Tidak mau
dipermalukan di hadapan rakyatnya, ia pun menerima tantangan itu. Sang Raja segera
memerintahkan prajuritnya untuk menyiapkan ayam jagonya untuk diadu dengan ayam
jago milik Onu Muti. Seluruh rakyat negeri itu pun
berbondong-bondong memadati halaman istana untuk menyaksikan pertandingan
tersebut. Setelah semuanya siap, pertandingan sabung ayam pun dimulai. Kedua ayam
jago segera dilepas di tengah arena. Tak berapa lama kemudian, keduanya saling
menyerang. Namun, baru saja pertarungan
itu berlangsung, ayam jago milik Raja Laku Leik sudah kalah. Tak mau dipermalukan,
Raja Laku Leik
kembali menantang dengan taruhan yang lebih besar lagi. Akan tetapi, selalu saja kalah.
Demikian seterusnya, selama pertarungan itu, kemenangan selalu ada di pihak Onu
Muti. Raja yang bengis itu pun bangkrut, hidupnya melarat, dan akhinya mati. Seluruh
wilayah kerajaan, termasuk istananya sudah habis dipertaruhkan. Sebaliknya, Onu Muti
menjadi kaya-raya. Kerajaan itu
pun sudah menjadi miliknya. Seluruh rakyat negeri itu menyambut gembira atas
kemenangan itu. Mereka pun menobatkan Onu Muti menjadi raja untuk menggantikan
ayahnya yang bengis. Berbeda dengan ayahnya, Onu Muti memimpin negeri itu dengan
arif dan bijaksana. Rakyatnya pun hidup
makmur dan sejahtera.