Contoh Proposal Bahasa Indonesia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BENTUK DAN FUNGSI SIKSIKAR DALAM UPACARA PENGUKUHAN RAJA DI

OHOI RUMAAT KECAMATAN KEI KECIL TIMUR KABUPATEN MALUKU

TENGGARA

PROPOSAL

OLEH

ANJELA ESTI LABETUBUN

NIM : 2011-35-032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dilepaspisahkan.Sastra

merupakan aktivitas manusia yang diwujudkan dalam media tertentu dan memiliki ciri

estetika yang tertentu pula. Kebudayaan adalah seluruh aktivitas manusia,termasuk

pengetahuan, sejarah, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kebiasan-

kebiasaan lain (Ratna dalam Latupapua 2012 : 1 ). Dengan demikian, sastra merupakan

suatu kebudayaan yang sekaligus merupakan mimesis atau mencerminkan kebudayaan itu

sendiri, dengan kata lain teks sastra memiliki kemampuan untuk mempersentasikan

kebudayaan manusia. Oleh sebab itu, sasra menjadi salah satu jalan untuk mempelajari

kebudayaan. Membaca dan membicarakan sastra berarti pula membaca dan

membicarakan kebudayaan suatu kelompok masyarakat.

Sastra terbagi atas sastra tulis dan sastra lisan (Teeuw, 2003:33). Secara esensial,

perbedaan antar keduanya terletak pada media pengucapan yang sekaligus menentukan

proses transformasinya dalam masyrakat. Sastra lisan adalah bentuk kesusastraan yang

paling awal dipraktikan dalam peradaban manusia. Sastra lisan mnggunakan tuturan atau

bahasa verbal sebagai media pengucapannya dengan demikian, komunikasi yang terjadi

antara pencipta atau pelaku sastra lisan dan khalayak penikmat merupakan komunikasi

yang bersifat langsung. Disisi lain, sastra tulis menggunakan media tulisan. Sastra tulis

muncul ketika manusia mulai mengenal dan menggunakan simbol-simbol aksara dalam
komunikasinya, sehingga tulisan menjadi wahana dalam komunikasi sastra antara

pencipata dan penikmat sastra (Teeuw,2003: 229 ).

Di Indonesia pada masa kini, kedua bentuk sastra tersebut masih hidup

berdampingan dalam kerterpaduan satu sama lain. Salah satu sumber informasi

kebudayaan daerah yang sangat penting adalah sastra lisan yang masih mengakar di

masyarakat. Sastra lisan tersebut merupakan arsip kebudayaan daerah, karena di

dalamnya terdapat berbagi ilmu pengetahuan, ajaran-ajaran, adat istiadat yang banyak

mengandung nilai-nilai luhur masyarakat pendukungnya.

Sastra lisan dalam tataran kebudayaan di Maluku dapat diidentifikasi melalui

keberlangsunganya dalam ritual adat yang dilaksanakan oleh negeri-negeri adat seperti ;

panas pela, panas gandong, pamoi, dan cuci negeri dan sebagainya. Hampir semua jenis

tradisi lisan selalu terintegrasi dalam ritual adat orang Maluku : nyanyian rakyat,

ungkapan tradisional, puisi rakyat dan bahasa rakyat (Latupapua, dkk 2012 : 3-4)

Salah satu jenis sastra lisan yang menarik untuk dibicarakan adalah siksikar atau

nyanyianrakyat dalam upacara adat pengukuhan raja Maluku Tenggara.siksikar

Merupakan aset kebudayaan yang harus dilestariakn serta di kembangkan.usaha

pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah tidak dapa di lepaskan dari upaya

penggalian sumber-sumber kebudayaan daerah.dalam rangka memberikan corak dan

karakteristik kepribadiaan daera sebagai gambaran yang berlangsung dan terseleksi

secara turun-temurun mesti dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menjalani

otonomisasi daerah.
Siksikar/nyanyian rakyat merupakan sastra lisan yang berbentuk syair, yang

digunakaan pada upacara dalam pemerintahan maupun upacara ritual adat.nyanyian

rakyat (folkosong) adalah salah satu ganre atau bentuk foklor yang terdiri dari kata kata

dan lagu- lagu yang beredar secara lisan diantara kolektif tertentu, berbentuk tradisional

serta banyak mempunyai varian(danadjaja,2002 : 141)

Siksikar sebagai bentuk sastra Lisan di desa Rumaat kecamatan kei_kecil

kabupaten maluku tengara sebagai berikut :

a) Sik-sikar ngel ngel


b) Sik-sikar war war
c) Siks-sikar tenanit
d) Sik-sikar baat
e) Sik-sikar moroin

Kelima bentuk sik-sikar (nyanyian rakyat) Yang diuraikan diatas merupakan

keseluruhan bentuk sik-sikar di desa Rumaat. Dan yang menjadi bahan kajian peneliti

adalah sik-sikar war-war dan siksikar tenanit, dimana kedua sik-sikar tersebut yang

biasanya dipakai pada saat ritual adat pengukuhan raja di desa Rumaat.

Siksikar merupakan bentuk sastra lisan yang berisikan tentang nasehat, adat dan

pujian terhadap Tuhan dan juga leluhur,yang mana dalam melantunkan nyanyian ini

menggunakan alat musik tradisional tiva.

Pada umumnya , siksikar merupakan nyanyian naratif.sifat naratif itu ditunjukan

oleh adanya aspek penceritaan atau penuturan tentang suatu peristiwa yang berkaitan

langung dengan individu atau kolektif pemilik kebudayaan itu.


Sastra lisan adalah warisan leluhur yang mengandung nilai-nilai sosial, budaya,

falsafa, religius, etni, moral, tata krama di sepanjang kehidupan kita.sejalan dengan

pekembangan ilmu pengetahuan dan teknoloi moderen berdampak pula pada bergesernya

tata nilai dan struktur budaya dalam masyarakat.sehubungan dengan kurangnya lembaga

pembinaan dan pembangunaan serta penguasaaan bahasa dan minat belajar para kalangan

muda maka, apabilah ancaman tersebut tidak segera diatasi siksikar lambat laun akan

punah.

Siksikar dalam pengukuhan raja yang digunakan di ohoi rumat Kecamataan Kei-

Kecil Timur kabupaten maluku tenggara mengandung nilai-nilai budaya ,moral, dan nilai

religius. Siksikar tidak jauh dari keberadaan sastra lisan lainya yang hampir punah.

Masyarakat Rumat terlebih kaum muda mudi tidak lagi menguasai dan memahami

siksikar.hal tersebut disebapkan karna faktor globalisasi yang mana mereka cendrung

tertarik pada lagu lagu moder dan menganggap sisikar adalah kuno,serta faktor

pengusaan bahasa yang tidak lagi diketahui oleh generasi muda maka menjadi sebuah

alasan mengapa mereka tidak ingin mengetahui sisksikar serta melestariakan sastra lisan

tersebut. Sisksiksar diketahui oleh sebagian kalangan orang tua berusia 40-90 tahun

dimana mereka yang biasa terlibat dalam ritual adat dan sebagai pelantun siksikar itu

sendiri.

Hal lain yang juga terkait dengan itu adalah belum adanya sarana pembangunaan

atau lembagaa pembinaan khusus untuk pelestarian sastra lisan siksikar di kabupaten

maluku tenggara.
Kendala dalam proses pewarisan siksikar turut di tentukan perkembangaan

teknologi informasi dan komonikasi global yang menyita hampir seluru perhatian, ruang

dan waktu masyarakat yang jauh berkembang ke arah moderen sehingga kepedulian

terhadap tradisi lisan tidak lagi menjadi hal yang penting dan esensial untuk di

pertahankan serta ditumbuh kembangkan.

Penelitian sebagai generasi muda dan merupakan anak negri pewaris budaya yang

merasa bertanggung jawab untuk melestarikan siksikar .sampai saat ini siksikar masih

digunakaan oleh masyarakat Rumaat, sehingga penelitiaan ini dianggap penting.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk dan fungsi siksikar

dalam upacara pengukuhan raja di Ohoi Rumaat Kecamatan Kei-Kecil Timur Kabupaten

Maluku Tenggara.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mendeskripsikan bentuk dan fungsi siksikar dalam upacara

pengukuhan raja di ohoi Rumat Kecamatan Kei-Kecil Timur Kabupaten Maluku Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat :

a. Memperkaya teori sastra lisan, khususnya mengenai bentuk dan fungsi siksikar

dalam upacara pengukuhan Raja


b. Memperkaya khazanah sastra Indonesia

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis antara lain:

a. Bagi guru menjadi sarana/media pengajaran sastra di setiap jenjang pendidikan.


b. Bagi masyarakat ohoi rumat agar dapat mengembangkan pengetahuan tentang

siksikar
c. Bagi penelti dijadikan seebagai bahan kajian yang relevan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang nyanyian rakyat pada aspek yang lain.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Folklor Lisan dan Tradisi Lisan

Istilah folklore adalah pengindonesian kata bahasa Ingris folklore. Kata tersebut

merupakan gabungan dari folk, yang artinya sama dengan kata koletif (collectivity) artinya,

folk adalah sekelompok orang yang memiliki cirri-ciri pengenal fisik, social, dan kebudyaan,

sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah tradisi

dari folk itu, yaitu sebagian kebudayaan yang diwariskan turun-temurun secara lisan atau

melalui suatu contoh yang di sertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengigat

(mnemonicdevice) (Danandjaja, 2002:2:2). Folklor biasanya mempunyai bentuk yang

berpola sebagaimana dalam cerita rakyat atau permainan rakayat pada umumnya.

Folklor pada umumnya mepunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama

suatu kolektif misalnya cerita rakayat sebagai alat pendidik,hiburan,protes social dan

proyeksi suatu keinginan yang terpendam. Sebagai bentuk kebudayaan milik bersama

(kolektif), falklor bersifat pralogif yaitu memiliki logika umum. Falklor mengungkapkan

secara sadar atau tidak sadar bagaimana suatu kolektif masyarakat berpikir, bertindak,

berprilaku dan memanifestasikan sebagai siakap mental, pola piki, tata nilai dan

mengabdikan hal-hal yang dirasa penting oleh folk kolektif pendukungnya. Misalnya

bagaimana norma-norma hidup dan prilaku serta manifestasi pola pikir batinia masyarakat

melalui pepata, pantun dan peribahasa. Demikian juga bagaimana norma-norma hidup dan

prilaku serta manifestasi pola pikir batinia masyarakat jawa melalui permainan masyarakat

(dolanan,tembang), bahasa rakyat (parikan tembung, senja,sengkalan,dsb), puisi rakyat,


ragam seni pertunjukan, lelucon bahkan manifestasi dalam fisik kebudayaan seperti batik,

wayang,tarian, dan sebagainya.

Lebih lanjut, Bascom (dalam dananjaja, 2002 : 19) mengemukakan bahwa ada empat

fungsi uama foklor,yaitu : (a) sebagai sebuah sistem proyeksi,yakni alat pencermin angan-

angan suatu kolektif, (b) sebagai alat pengesahaanpranata dan lembaga kebudayaan, (c)

sebagai alat pendidikan anak dan (d) sebagai alat pengawas atau kontrol agar norma-noma

masyarakat dipauhi olenh anggota kolekifnya.

B. Hakikat Nyanyian Rakyat


1. Pengertian nyanyian rakyat

Menurut Jan Harold Brunvand, nyayian rakyat adalah salah genre atau bentuk

foklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, beredar secara lisan diantara anggota kolektif

tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian. Nyayian rakyat berbeda

dari bentuk-bentuk foklor lainnya, karena nyayian rakyat berasal dari bermacam-macam

sumber dan timbul dari berbagai macam media. Seringkali juga nyayian rakyat ini

kemudian dipinjam oleh pengguna nyayian profesional untuk diolah lebih lanjut menjadi

nyayian pop atau klasik (seriosa). Walau demikian, identitas foklornya masi dapat kita

kenali karena masih ada varian foklornya yang berbeda dalam peredaran lisan (oral

transmision) (Dananjaja,2002 : 141).

2. jenis-jenis nyanyian rakyat


Menurut jan harold Brunvand, nyanyian rakyat digolongkan menjadi tiga bagian

(dananjaja, 2002 :146-152)yaitu :

1. Nyanyian rakyat yang berfungsi (functional song)

Jenis nyanyian rakyat ini terbagi atas beberapa jenis yaitu :

a. Nyanyian kelonan
b. Nyanyian kerja
c. Nyanyian permainan
2. Nyanyian rakyat yang bersifat liris (play song)

Jenis nyanyian rakyat ini terbagi atas beberapa jenis yaitu :

a. Nyanyian rakyat liris yang sesunggunya (ue folk lyric)


b. Nyanyian rakyat yan bukan sesunggunya (conherent)
3. Nyanyian rakyat yang bersifat kisah (narrative folksong)

3 .Sik-sikar dalam pelantikan Raja di Desa Rumaat Kecamatan Kei-kecil Timur

kabupaten Maluku Tenggara

Sik-sikar merupakaan sastra lisan yang berbentuk syair, yang digunakaan pada upacara

pengukuhan raja di keseluruhan masyarakat di kabupaten Maluku tenggara dan pada khususnya

di desa Rumaat kecamatan timur kabupaten Maluku tenggara. Siksikar berisikan pesan dan

nasihat yang lebih dikhususkan kepada Raja yang menerima tugas dan tanggung jawab baru

sebagai penguasa tertinggi pada ohoi rumat

C. Bentuk-Bentuk Sastra Lisan

Sastra merupakan bagian dari folklor. Folklor adalah sebagian budaya suatu kolektif

yang tersebar dari warisan turun temurun diantara kolektif macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai

gerak isyarat atau pembantu pengikat (Dananjaya,1994:2);

Brunvad (dalam Dananjaya, 1994;21-22), membagi folklore dalam tiga tipe yaitu

( 1 ) folklor lisan ; ( verbal folklore ) , yaitu yang murni lisan ; ( 2 ) folklore yang sebagian

lisan ( party folklor ) adalah bentuk campuran lisan dan bukan lisan; dan ( 3 ) folklor bukan

lisan; yang bentuknya memang bukan lisan walaupun cara pembuatnya diajarkan secara

lisan.

Selanjutnya menurut Brunvand (dalam Dananjaya, 1994:21-22), folklor lisan dapat

dibagi dalam enam kelompok , antara lain :

1. Bahasa rakyat.
2. Ungkapan tradisional.
3. Pertanyaan tradisional atau teka-teki.
4. Puisi rakyat.
5. Prosa rakayat.
6. Nyanyian tradisional.

Berikut ini akan dikutip beberapa pendapat para ahli sastra tentang defenisi bentuk-

bentuk sastra lisan sebagai berikut :

1) Bahasa rakyat ( dananjaya, 1994;22-26)


a) Logat daerah
b) Bahasa julukan
c) Bahasa sindiran
d) Title kebangsawan
2) Ungkapan tradisional
a) Peri bahasa
b) Pepatah
c) Pameo
3) Pertanyaan tradisional (teka-teki)
4) Puisi tradisional
a) Pantun
b) Syair
c) Gurindam
5) Prosa rakyat
a) Mite
b) Legenda
c) Dongeng

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kulitatif karena disusun berdasarkan cirri atau

karakteristik penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor ada 11 ciri

karakteristik( dalam Moeleong, 2000201 : 9-12) penelitian kualitatif pada hakekatnya

merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang merupakan kata-kata baik

sumber tertulis maupun lisan, dan perilaku yang dapat diamati. Sesuai penelitian ini peneliti

hanya menggunakan 6 ciri karakteristik saja, karena disesuaiakan dengan data penelitian

tentang

Penelitian kualitatif setidak-tidaknya mempunyai karakteristik sebagai berikut :


1. Data bersifat alamiah ( Natural setting). Dalam hal ini data alamiah tetap terkait dengan

konteks, dengan sendirinya unsur-unsur yang berhubungan dengan konteks, misalnya

tindakan,ucapan,gerak isyarat tidak dapat diselesaikan dalam penelitian ini.


2. Manusia sebagai instrmen kunci penelitian. Dalam konteks ini manusia bermanfaat

untuk menangkap makna dari nilai local yang berbeda.


3. Penelitianya bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata,

gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode

kualitatif. Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap

apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-

kutipan data untuk member gambaran penyajian laporan tersebut.


4. Metode kualitatif. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu

pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Metode ini digunakan karena

beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila

berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua , metode ini menyajikan secara langsung

hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga , metode ini lebih peka dan

lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap

pola-pola nilai yang dihadapi. Di dalam penelitian ini pula, terhadap hubungan intern

antara peneliti dengan informan didalam upaya memperoleh pemahaman yang utuh

tentang suatu permasalahan yang sedang dikaji.


5. Analisis datanaya cenderung bersifat induktif. Analisis data secara induktif ini

dugunakan karena beberapa alasan. Pertama, proses induktif lebih dapat menemukan

kenyataan-kenyataan jamak sebagai yang terdapat dalam data. Kedua , analisis induktif

lebih dapat membuat hubungan peneliti-responden menjadi eksplisit, dapat dikenal, dan

akuntabel. Ketiga , analisis demikian lebih dapat menguraikan latar secara penuh dan

dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar
lainya. Keempat , analisis indukatif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang

memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagain dari struktur analitik.

B. Data dan Sumber Data

Data penelitian ini berupa Teks siksikar yang dilantunkan diohoi rumat. Sumber data

penelitian ini adalah masyarakat setempat, unsur pemerintah diohoi rumat Kecamatan Kei-

Kecil Timur Selatan Kabupaten Maluku Tenggara.

Sumber data ini ditentukan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Umur antara 40-80 tahun


2. Sehat jasmani dan rohani
3. Mengetahui atau menguasahi dan dapat melantunkan siksikar
4. Memahami atau menguasahi bahasa setempat dalam hal ini (veve)baik secara aktif.

(Latutupupua dkk, 2012 : 21).

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah ohoi Rumaat, Kecamatan Kei-kecil Timur Kabupaten

Maluku Tenggara.
D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan peneliti dalam proses pengumpulan data adalah sebagai berikut :

1. Teknik observasi
2. Teknik wawancara
3. Teknik pencatatan
4. Tenik dokumentasi

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data

interaktif. Milles dan Humberman (1992 : 16-20) menyatakan bahwa model analisis ini

memiliki dua cirri yang menonjol yaitu analisis selama pengumupulan data dan analisis

setelah pengumpulan data.

Analisis ini mencangkup empat kegiatan, yakni :

1. pengumpulan data
2. mereduksi data
3. penyajian data
4. penarikan kesimpulan

F. Pengecekan Kebahasan Data


Temuan-temuan atau data yang diperoleh pada saat penelitian perlu dicek atau

diperiksa kebahasannya. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengecek kebahasan data

adalah triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan kebahasan data yang memanfaatkan seuatu dari

luar data itu untuk kepentingan pengecekan, atau sebagai pembanding terhadap data itu

(moeleomg, 2000 :178). Ada empat macam triangulasi sebagai tenik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Denzin (dalam

Moeleomg,2000:178).

Dalam penelitian ini digunakan triangulasi dengan sumber dan triangulasi dengan

teori. Langkah yang penulis lakukan dalam triangulasi sumber yaitu peneliti membanding-

bandingkan data yang diperoleh dari informan yang satu dengan informan yang lain,

sehingga menemukan data yang benar-benar akurat, sedangkan triangulasi dengan teori yaitu,

dengan menyesuaikan data dengan teori-teori yang digunakan sehingga menemukan teori

yang cocok atau sesuai dengan data yang ditemukan dilapangan, dan triangulasi dengan teori,

menurut Lincoln dan Guba(1981 :307), berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak

dapat diperiksa derajat kepercaannya dengan satu atau lebih teori. Patton (1987:327)

berpendapat lain,yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan dinamakannya penjelasan

banding (rival explanation).


DAFTAR PUSTAKA

Dananjaja, james. 2002. Folklor Indonesia: Ilmu gossip, dongeng dan lain lain.

Jakarta

http://boungines-bentukmaknadanfungsimoanggo.blogspot.com/2010/05/bentuk-makna-dan-

fungsimoanggo-dalam.html. akses : 11 april 2016; pukul 16.00 WIT

http://formuna.wordrepss.com/artikelanalaisfungsi-dan-makna-tradisi-lisan-kahbanti-kusapi/.

Akses: 11 april 2016; pukul 11.35 WIT

Koentjaranigrat. 2000. Pengantar ilmu antropologi II, pokok pokok Etnografi .

Jakarta: Rineka Cipta

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1998. Penerbit Apollo Lestari

Latupapua, Falentino Eryk dkk.2012. Kapata, Sastra Lisan di Maluku Tengah.

Balai Pengkajian Nilai Budaya Propinsi Maluku dan Maluku Utara, Ambon.

Moleong, Lexy 2008. Metodologi penelitiaan kualitatif edis Revisi.Bandung :

PT.Rosdakarya Rmaja.
Teeuw, A2003. Sastra dan Ilmu sastera :(cet. Ke-3). Jakarta Jaya

Anda mungkin juga menyukai