Laporan Kasus Iufd ISI
Laporan Kasus Iufd ISI
Laporan Kasus Iufd ISI
I. 1 Latar belakang Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana 57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98% dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang.
1,2
merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5 WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih. 3 Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan 20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28 minggu. Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan sebagai ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan. Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal, plasenta maupun iatrogenik dengan 25 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra uterin.
Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan yang dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Ada beberapa metode terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan pervaginam dan persalinan perabdominam (Sectio Caesaria ). Dalam laporan kasus ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari faktor risiko, etiologi hingga upaya penatalaksanaannya.
II. 2 Tujuan 1. Tujuan umum Mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya IUFD serta mengetahui penatalaksanaan gejala dan keluhan yang timbul pada wanita dengan IUFD
2. Tujuan Khusus a. Menjelaskan tentang IUFD pada kasus b. Mengetahui terapi pada pasien dengan keluhan dan gejala IUFD
II. 1 Definisi Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada usia gestasional 22 minggu.
2.
WHO dan
American College of Obstetricians and Gynecologist (menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau infeksi
II. 2 Etiologi Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal atau kelainan patologik plasenta. Faktor Maternal : Post term (>42 minggu), diabetes melitus tidak terkontrol, seistemik lupus erimatosus, infeksi, hipertensi, preeklampsia, eklampsia,
hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus, ruptura uteri, antifosfolippid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu. Faktor Fetal : Hamil kembar, hamil tubuh terhambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, infeksi Faktor plasental : Kelainan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa Sedangkan faktor risiko terjadinya kematian janin intra uterine meningkat pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu (ureplasma uretikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
II.3 Klasifikasi Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal death) 2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death) 3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death) 4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahanperubahan sebagai berikut : 1. Rigor mortis (tegang mati) Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali. 2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) : kulit kemerahan setengah matang 3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) : Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi merah dan mulai mengelupas. 4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat.
.
5. Maserasi grade III (durasi >8 hari) Hepar kuning kecoklatan, efusi cairan keruh, mungkin terjadi mumifikasi. Badan janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.
II. 4 Manifestasi klinis & Diagnosis 1) Anamnesis : Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya. Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil Penurunan berat badan
2) Pemeriksaan Fisik : Tinggi fundus uteri menurun, atau lebih rendah dari usia kehamilan Tidak terlihat gerakan-gerakan janin yang biasanya dapat terlihat pada ibu yang kurus Tidak teraba gerakan-gerakan janin Berat badan ibu menurun Dengan Doppler tidak dapat didengar adanya bunyi jantung janin.
3) Pemeriksaan penunjang: a. USG Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasound, dimana tidak tampak adanya gerakan jantung janin b. Foto radiologik Tampak Tulang-tulang tengkorak tutup menutupi (tanda Spalding) yaitu tumpang tindih (overlapping) secara akibat likuefaksi
massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 5 hari
setelah
Spaldings sign.
Tulang punggung janin sangat melengkung (tanda Naujokes) Hiperekstensi kepala tulang leher janin (tanda Gerhard) Ada gelembung-gelembung gas pada badan janin (tanda Robert) Femur length yang tidak sesuai dengan usia kehamilan. Digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan adanya kelainan dari system skelet
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin, pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk mengantisipasi kehamilan selanjutnya
Protokol Pemeriksaan pada janin dengan IUFD menurut Cunningham dan Hollier (1997)1: 1. Deskripsi bayi malformasi bercak/ noda warna kulit pucat, pletorik derajat maserasi
2. Tali pusat prolaps pembengkakan - leher, lengan, kaki hematoma atau striktur jumlah pembuluh darah panjang tali pusat warna mekoneum, darah konsistensi volume
3. Cairan Amnion
4. Plasenta berat plasenta bekuan darah dan perlengketan malformasi struktur sirkumvalata, lobus aksesorius edema perubahan hidropik
5. Membran amnion bercak/noda ketebalan Tabel . Diagnosis dan Diagnosis Banding IUFD Gejala dan Tanda yang Selalu Ada Gerakan janin berkurang atau hilang, nyeri perut hilang timbul atau menetap, perdarahan pervaginam sesudah hamil 22 minggu Gejala dan Tanda yang Kadang- Kadang Ada Syok, uterus tegang/kaku, gawat janin atau DJJ tidak terdengar Kemungkinan Diagnosis Solusio Plasenta
Gerakan janin dan DJJ tidak ada, perdarahan, nyeri perut hebat
Syok, perut kembung/ cairan bebas intra abdominal, kontur uterus abnormal, abdomen nyeri, bagian-bagian janin teraba, denyut nadi ibu cepat
Ruptur Uteri
Gerakan janin/DJJ hilang Tanda-tanda kehamilan berhenti, TFU berkurang, pembesaran uterus berkurang II.5 Komplikasi 1
IUFD
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu. II. 6 Penantalaksanaan 1,2,4 Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan bawaan atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis sebelumnya sehingga tidak diobati. 6 1. USG merupakan sarana penunjang diagnostik pasti untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban berkurang. 2. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien. Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya. Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam. 3. Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya sebelum keputusan diambil.
4. Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90 % persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi 5. Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan, lakukan penanganan aktif. 6. Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu a. Jika servik matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin. b. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan prostaglandin atau kateter foley, dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena berisiko infeksi c. Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir 7. Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan misoprostol: a. Tempatkan misoprostol 25 mcg dipuncak vagina, dapat diulang sesudah 6 jam b. Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol, naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Jangan berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan melebihi 4 dosis. 8. 9. Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada koagulopati 10. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang meninggal tersebut. 11. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan infeksi .
Kasus refrakter atau kasus dimana terminasi kehamilan diindikasikan Psikologis Infeksi Penurunan kadar fibrinogen Retensi janin lebih dari 2 minggu Rawat di RS, Induksi persalinan
Servik matang
Infus Oksitosin
Misoprostol
Gagal
gagal
10
II.6.1 METODE-METODE TERMINASI 1. Terminasi dilakukan dengan induksi, yaitu : Infus Oksitosin Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi pematangan serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan dalam waktu yang bersamaan. Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5% dengan kecepatan 30 tetes per menit. Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan menjadi 40 unit. Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama. Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko tersebut. Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang tetap gagal menginduksi persalinan. Misoprostol Pemberian misoprostol per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan, misoprostol secara vaginal (50-100 g tiap 4-6 jam) dan induksi oksitosin. Pada kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol 25 g pervaginam / 6jam Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian oksitosin. 2. Operasi Sectio Caesaria (SC) Pada kasus IUFD jarang dilakukan. Operasi ini hanya dilakukan pada kasus yang dinilai dengan plasenta praevia, bekas SC ( dua atau lebih) dan letak lintang.
11
II.7. Pencegahan 1,2,3 Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis. Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obat-obatan. Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan nonstress test fetal elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.
12
III.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat : Ny. F : 25 tahun : Perempuan : Kliwonan, RT/RW 02/07, Desa Jogomulyo, Tempuran Pekerjaan Agama Pendidikan Suku Asuransi Tgl Masuk RS : Ibu rumah tangga : Islam : SD : Jawa : Jampersal : 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB)
III.2 ANAMNESIS Autoanamnesis dilakukan tanggal 3 Oktober 2012 (pukul 19.45 WIB) A. Keluhan Utama : G3P1A0 Janin tidak bergerak sejak 3 hari yang lalu (1 Oktober 2012) B. Keluhan tambahan : Darah (-), cairan (-), kenceng-kenceng (-) C. Riwayat Penyakit Sekarang :
13
Pasien datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan utama janin tidak bergerak sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan hal tersebut. Tidak terdapat kenceng-kenceng darah, cairan yang keluar dari jalan lahir, Pasien melakukan ANC di Puskesmas > 5x selama kehamilan, tidak teratur tiap bulannya. Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat keputihan disangkal, Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal. D. Riwayat Penyakit Dahulu : Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien E. Riwayat Penyakit Keluarga : Hipertensi, DM, alergi dan asma disangkal oleh pasien. F. Riwayat Menstruasi : Menarche Siklus Lama haid Banyak Dismenorrhea HPHT HPL : 17 tahun : 28 hari : 7 hari : 2-3x ganti pembalut : (-) : 4 / 03 / 2012 : 11 / 12 / 2012
G. Riwayat Perkawinan : Menikah satu kali, usia perkawinan 5 tahun, status masih menikah H. Riwayat Persalinan : 1. Keguguran 2. Laki-laki, usia 1 tahun, spontan, bidan, 3100 gr 3. Hamil ini
I. Riwayat KB
: tidak memakai KB
14
J. Riwayat Operasi
K. Riwayat ANC : Kontrol ke puskesmas >5x selama kehamilan, tidak rutin. Hamil saat ini mual (-), muntah (-), perdarahan (-), riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-) L. Kebiasaan Hidup : Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)
III.3 PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS GENERALIS Keadaan umum Kesadaran TB : 150cm Tanda Vital : Tampak sakit ringan : Compos mentis BB : 54kg : TD N RR : 120 / 80 mmHg : 100 x / menit : 18 x / menit
Suhu : 36,5 C Kepala Mata : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra -/THT : Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil tidak hiperemis, T1 T1 Leher : KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba membesar.
15
Thorax
Pulmo Cor
: Suara nafas vesikuler, ronki - / -, wheezing - / : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
B. STATUS OBSTETRIK Inspeksi : Perut tampak buncit, letak, striae gravidarum (+), linea nigra (+), luka bekas SC (-) Palpasi : : TFU 24 cm, teraba satu bagian besar,bulat, keras, kepala Leopold II : Kanan : teraba bagian kecil janin Kiri His Leopold III Leopold IV : (-) : teraba bagian keras melebar seperti papan
Leopold I
Auskultasi : DJJ (-) Kesan : TFU 24 cm tidak sesuai dengan hamil 30 minggu, presentasi bokong, pu-ki, DJJ (-), Janin intrauterine, tunggal, mati.
16
ANOGENITAL o Inspeksi :
vulva : hematome (-), oedema (-), hiperemis (-) Uretra : hematome (-), oedema (-) o Vaginal Touche :
Hematologi tanggal 04-10-12 Pemeriksaaan Hb Ht Eritrosit MCV MCH MCHC Trombosit Leukosit Hasil 11,9g/dL 31,1 % 3.61 86.4 32.9 38.2 362.000/ uL 14,2 ribu/uL Range 11.0-15.0 36.0-48.0 3.50-5.50 80.0-99.0 26.0-32.0 32.0-36.0 150.000-390.000 4.0-10.0
USG Tampak janin tunggal, intra uterin, presenatasi bokong, gerakan janin (-), BPD sesuai umur kehamilan 27 minggu, IUFD
17
III. 6 PENATALAKSANAAN Observasi Tanda-tanda Observasi tanda-tanda inpartu Induksi cytotex tab pervaginam
O Ku / Kes : Sakit Ringan / CM St. Generalis : T : 110 / 70 mmHg N : 80 x/mnt S : 36,4 P : 24 x/mnt
06.00 WIB
18
Tanggal 04-10-12 pkl 10.15 WIB telah lahir spontan, mati, jenis kelamin laki-laki, BB : 1300gr, Pb : 40cm, maserasi derajat 2, plasenta lahir spontan, perdarahan kurang lebih 100cc, perineum utuh
Tgl 5/10/2012 Pkl 06.00 WIB S Nyeri perut bagian bawah (+) perdarahan pervaginam O Ku / kes : TSS / CM St. Generalis : T : 100 / 70 N : 72 x/mnt S : 36,2 C P : 22 x/mnt P3A1 Post partus pervaginam dengan IUFD A P Observasi TTV Pengawasan post partum
Perut tampak datar, TFU 2 JBP, NT (-) Tympani, Perdarahan pervaginam (+)
Tgl 5-10-12 pkl 09.00 dilakukan tindakan kuretase Laporan tindakan kuretase : Desinfeksi Stadium Narkose Posisi pasien Litotomi Dilakukan kuretase Hasil : o Jaringan sisa plasenta kurang lebih 25 cc o Perdarahan 25 cc Operasi selesai
19
KU pasien baik
Instruksi post operasi : Observasi KU+TTV Amoxcicilin 3 x 500mg Metilergo 3x1 tab Asam mefenamat 3x500mg
S Keluhan (-) O Ku / kes : TSR / CM St. Generalis : T : 130/90 N : 84 x/mnt S : 36,2 C P : 22 x/mnt P3A1 Post partus pervaginam dengan IUFD, post kuretase A P
Amoxcicilin 3 x 500mg Metilergo 3x1 tab Asam mefenamat 3x500mg Pasien boleh pulang
20
Pada kasus ini wanita, 25 tahun dengan diagnosa kematian janin intra uterin. Dalam kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G3P2A1 lahir hidup 2. Hamil 30 minggu datang ke IGD RST dr Soedjono Magelang dengan keluhan utama janin tidak bergerak sejak 3 hari SMRS. Sebelumnya pasien tidak pernah merasakan hal tersebut. Tidak terdapat kenceng-kenceng darah, cairan yang keluar dari jalan lahir, Pasien melakukan ANC di Puskesmas > 5x selama kehamilan, tidak teratur tiap bulannya. Pasien tidak mengalami trauma dalam kehamilannya, pasien juga tidak ada riwayat demam tinggi dan alergi selama hamil, riwayat keputihan disangkal, Riwayat minum obat-obatan lama juga disangkal. Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda kehamilan pada pasien ini tidak sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran tinggi fundus uteri yang berkurang dari usia kehamilan ditemukan. Pada palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi dengan pemeriksaan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan adanya kematian janin intra uterin. Pada pemeriksaan laboratorium, hanya didapatkan pemeriksaan darah rutin dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan. Seharusnya dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap yaitu fibrinogen untuk mengetahui ada tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah dari faktor janin terhadap maternal. Pada pemeriksaan USG, ditemukan Janin Tunggal, Intra uterine, letak presentasi bokong, DJJ (-). Didapatkan kesan janin IUFD disertai dengan deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin dan DJJ ( - ), sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti. Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Berdasarkan anamnesis, pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum
21
alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama. Namun melihat usia ibu 48 tahun, dapat merupakan faktor ibu yang terlalu tua saat kehamilan. Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Pasien tidak memiliki binatang peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut literatur dapat menyebabkan infeksi toksoplasmosis pada janin. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil kemungkinannya mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama. Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan dengan penanganan aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui induksi persalinan pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan dan mengurangi gangguan psikologis pada ibu dan keluarganya. Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Pada kasus ini dilakukan terminasi kehamilan, induksi persalinan dilakukan dengan pemebrian cytotex (misoprostol) tab pervaginam karena serviks belum matang. Tindakan kuretase dilakukan karena terdapat perdarahan pervaginam post partum yang disebabkan karena adanya retensi sisa plasenta. Setelah kuretase pasien diberikan amoxcicilin 500 mg 3x1 tab untuk mengatasi infeksi dimana amoxcicilin nti bakteri spektrum luas yang bersifat bakterisid. efektif terhadap sebagian bakteri gram-positif dan beberapa gram-negatif yang patogen. Bakteri patogen yang sensitif terhadap amoksisilina adalah Staphylococci, Streptococci, Enterococci, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzae, E. coli dan P. mirabilis. Diberikan juga metil ergometrin 3x1 tab untuk Pencegahan dan pengobatan perdarahan. Dan juga diberikan Asam Mefenamat 500mg 3x 1 tab untuk mengurangi rasa nyeri diamana mekanisme kerja asam mefenanmat adalah dengan menghambat enzim COX. Komplikasi IUFD lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan pembekuan darah, infeksi dan berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa ibu
22
Edukasi pada pasien ini ialah memberikan dukungan psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang dialaminya saat ini, dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang besar untuk ibu.
23
BAB V PENUTUP
V.1 KESIMPULAN Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD) berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk mendeteksi penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari. Penatalaksanaan IUFD dibagi menjadi penanganan ekspektatif dan aktif. Penanganan aktif lebih baik untuk mencegah komplikasi lebih lanjut pada ibu dan mengurangi gangguan psikologis keluarga, terutama ibu. Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat berperan penting pada kasus IUFD. Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal atau fetal . Namun, penyebab pasti hanya dapat ditegakkan bila pada bayi yang dilahirkan dilakukan autopsi.
V.2 SARAN Pemeriksaan Laboratorium TORCH dan Antifosfolipid yang merupakan faktor resiko IUFD sebaiknya sebelum kehamilan. Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal Care secara teratur di RS atau Bidan. Pemeriksaan USG selama kehamilan, untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada kehamilannya dan untuk pemantauan kesejahteraan janin. Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan pemantauan kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana,
24
misalnya menghitung gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga bila terjadi penurunan kesejahteraan janin dapat di deteksi dini. Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian dengan pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak keluarga.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi IV,cetakan lima. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 357-8, 732-35.
st
3. De Cherney, Alan. Nathan,Lauren. Current. Obstetry & Gynecology.LANGE. Diagnosis and Treatment. Page 173-4, 201
4. Scott, James. Disaia, Philip. Hammond, B. charles, Danforth Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Cetakan pertama, Jakarta ; Widya Medika, 2002.
5. Ultrasonography in Obstetry and Gynecology. Fifth Edition. Saunders Elsevier. Page 747.
26