Pengaruh Variasi Kadar Perekat Tapioka Terhadap Karakteristik BRIKET ARANG LIMBAH KAYU SENGON (Falcataria Moluccana)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Perennial, 2021 Tersedia Online:

Vol. 17 No. 1: 5-11 http://dx.doi.org/10.24259/perennial.v17i1.13504


p-ISSN: 1412-7784 e-ISSN: 2685-6859

PENGARUH VARIASI KADAR PEREKAT TAPIOKA TERHADAP KARAKTERISTIK


BRIKET ARANG LIMBAH KAYU SENGON (Falcataria moluccana)
The Influence of Adhesive Content Variation on the Characteristics of Sengon (Falcatataria moluccana) Wood
Charcoal Briquettes

Siti Mutiara Ridjayanti1, Rahmi Adi Bazenet1, Wahyu Hidayat1, Irwan Sukri Banuwa1, Melya Riniarti1
1Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung
corresponding author: [email protected]

ABSTRACT

Biomass waste that has not been utilized properly is wood waste from Sengon (Falcataria moluccana). There is a high potential for
these wastes to be used as solid fuel. The quality can be further improved by converting them into charcoal briquettes. This study
aimed to determine the effects of adhesive content on the bioenergetic properties of charcoal briquette from sengon wood wastes.
Sengon wood waste charcoal was produced with a pyrolysis method at a temperature of > 500 ℃. The charcoal briquettes were
produced by mixing charcoal powders with tapioca starch with 5%, 10%, and 15%. The mixed charcoal powders and adhesives
were then put into a metal cast and pressed using a Universal Testing Machine (UTM) Testometric M500-50AT under compression
of 2,59-5,17 N/mm2 and a target density of 0,5 g/cm3. Biomass briquettes from sengon wood particles were also produced for
comparison. The results showed oven-dry density of 0,23-0,25 g/cm3 and 0,18-0,20 g/cm3, for charcoal briquettes and biomass
briquettes, respectively. Higher adhesive content increased the density of briquettes. Charcoal briquettes were more hydrophobic
than biomass briquettes (control), showing a lower moisture content than control samples. The results of proximate analysis o f
charcoal briquettes showed volatile matter of 24,96–31,80%; ash content of 3,16–3,24%; and fixed carbon of 58,68–66.40%. Higher
adhesive content increased the volatile matter, moisture content, and ash content of the charcoal briquettes and decreased th e
fixed carbon. The charcoal briquettes have a calorific value of 25,68-27,35 MJ/kg (6.137,67- 6.536,80 cal/g), which is remarkably
higher than the control. Higher adhesive content tended to decrease the calorific value of the charcoal briquettes. Lower adhesive
content will produce briquettes with good bioenergy characteristics. Sengon wood waste charcoal briquettes with 5% adhesive
content have great potential to be developed as an alternative energy source.

Keywords: adhesive content, charcoal briquettes, pyrolysis, sengon (Falcataria moluccana); tapioca starch

A. PENDAHULUAN Contoh biomassa yang dapat dimanfaatkan sebagai


sumber energi alternatif adalah kayu sengon (Falcataria
Penyediaan energi adalah salah satu persoalan yang moluccana). Sengon merupakan jenis pohon yang banyak
berdampak besar bagi kehidupan manusia. Hal ini dipicu ditanam masyarakat (Siadari, 2013). Data Badan Pusat
oleh peningkatan jumlah populasi dan biaya eksplorasi, Statistik 2018 menunjukkan total produksi kayu bulat
sumber cadangan minyak yang sulit dicari, serta tuntutan sengon sebesar 3.651.479,49 m3 dari total produksi kayu
masyarakat mengenai emisi limbah gas karbon (Mahdie et Indonesia. Sengon umumnya digunakan sebagai bahan
al., 2016). Indonesia mulai berorientasi pada penggunaan baku pada industri penggergajian (Utama et al., 2019),
alternatif energi terbarukan sebagai upaya penghematan kayu lapis, serta pulp kertas. Industri penggergajian kayu
energi. Sumber energi alternatif yang dapat diperbarui sengon menghadapi masalah berupa banyaknya limbah
salah satunya adalah biomassa (Sunardi et al., 2019). sebetan, potongan kayu (dahan dan ranting) serta serbuk
Biomassa dapat berupa tanaman, pepohonan, rumput, kayu yang dihasilkan (Haryanto et al., 2021). Uar (2016)
ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran menyebutkan bahwa, rerata limbah kayu sengon berupa
ternak (Arhamsyah, 2010). Keuntungan penggunaan logging waste dan processing waste yang dapat
energi biomassa adalah dapat menyediakan sumber dimanfaatkan sejak tahun 2014 – 2016 mencapai 44,86%.
energi secara berkesinambungan, ramah lingkungan, dan Oleh karena itu, diperlukan pemanfaatan yang efektif dan
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan efisien guna meningkatkan nilai tambah terhadap industri
dan pertanian (Haryanti et al., 2019; Rubiyanti et al., 2019; (Uar, 2016). Salah satunya dengan mengolah limbah kayu
Qistina et al., 2016). sengon menjadi briket arang yang pembuatannya diawali
dengan proses pirolisis.

Diterima: 06 April 2021; Disetujui: 30 April 2021


6 Siti Mutiara Ridjayanti, Rahmi Adi Bazenet, Wahyu Hidayat, Irwan Sukri Banuwa, Melya Riniarti

Upaya peningkatan mutu limbah kayu sengon dapat Prosedur Penelitian


dilakukan dengan metode pirolisis dan pembriketan.
Pirolisis menghasilkan produk berupa arang, tar dan zat 1. Produksi Arang
lainnya (Arhamsyah, 2010). Arang adalah hasil Tungku untuk produksi arang yang digunakan adalah
penguraian kayu oleh panas yang sebagian besar double-drum retort kiln. Limbah kayu sengon dipotong
komponennya adalah karbon (Salim, 2016), biasa berukuran 40-50 cm dan dimasukkan ke dalam drum yang
digunakan sebagai alternatif batu bara, amelioran tanah, lebih kecil sampai penuh, lalu ditutup rapat. Selanjutnya,
serta bahan bakar (The Japan Institute of Energy, 2008). drum kecil dimasukkan ke dalam drum yang lebih besar
Arang memiliki kerapatan rendah, serta ukuran dan bentuk (Gambar 1). Bagian pinggir drum besar dipenuhi dengan
beragam. Oleh karena itu, diperlukan proses densifikasi bahan bakar (limbah biomassa. Kemudian, api dinyalakan
untuk meningkatkan kerapatan, menghasilkan produk pada bagian atas drum. Setelah api dinyalakan tungku
dengan bentuk dan ukuran yang sama, serta besar ditutup rapat. Waktu yang digunakan untuk
memudahkan penyimpanan dan transportasi (Karunanithy pembakaran sekitar 5-6 jam. Proses pendinginan arang
et al., 2012). Keunggulan briket arang kayu adalah memerlukan waktu 4-5 jam.
memiliki nilai kalor dan densitas tinggi; harganya relatif
murah serta terjangkau oleh masyarakat; mudah dalam
pembuatan, pengemasan, dan distribusi; serta
mempunyai kualitas dan ukuran yang beragam (Arifin et
al., 2018; Sunardi et al., 2019).
Pembriketan memiliki dua komponen utama, yaitu
bahan baku dan perekat. Kedua komponen tersebut
berpengaruh terhadap mutu briket. Perekat yang
digunakan adalah tapioka, karena memiliki viskositas
puncak paling tinggi dibandingkan dengan tepung beras,
beras ketan, dan terigu (Imanningsih, 2012; Muharyani et
al., 2012). Tapioka memiliki daya rekat kering tinggi,
murah, dan mudah didapat (Anizar et al., 2020). Penelitian
ini menggunakan kadar perekat sebesar 5%, 10%, dan
15% didasarkan pada pendapat Triono (2006) yang Gambar 1. Double-drum retort kiln
menyebutkan bahwa kadar perekat dalam briket arang
tidak boleh terlalu tinggi karena dapat menyebabkan 2. Pembuatan Briket
penurunan mutu briket serta menimbulkan banyak asap. Arang limbah kayu sengon digiling hingga halus lalu
Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa, briket arang diayak dengan ukuran 3 mm × 3 mm. Kemudian serbuk
sengon dengan kadar perekat 20% (Rosyadi, 2019) arang dicampur dengan tepung tapioka di dalam panci.
memiliki nilai kalor lebih tinggi dibandingkan dengan briket Komposisi berat arang limbah kayu sengon dan tepung
berkadar perekat 30% (Arifin et al., 2018). Oleh karena itu, tapioka sebagai berikut 95% : 5%, 90% : 10%, dan 85% :
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik 15% dengan berat total 12,5 g. Campuran tapioka dan
briket arang kayu sengon dengan tiga variasi kadar serbuk arang dipanaskan dengan api sedang sambil diberi
perekat. air sedikit demi sedikit hingga menjadi adonan yang kalis.
Kemudian, adonan dimasukan ke dalam cetakan besi dan
B. METODE ditekan menggunakan mesin Universal Testing Machine
(UTM) Testometric M500-50AT dengan kisaran tekanan
Alat dan Bahan antara 2,59-5,17 N/mm2 dan target kerapatan 0,5 g/cm3.
Alat yang digunakan adalah cetakkan briket, double- Target ukuran semua briket sama yaitu sebesar 5 cm × 5
drum retort kiln, furnace, saringan berukuran 3 mm × 3 cm × 1 cm. Briket selanjutnya dikeringkan dalam oven
mm, stopwatch, Universal Testing Machine (UTM) dengan suhu 100 ℃ selama 24 jam. Sedangkan untuk
Testometric M500-50AT, sarung tangan, kaliper digital, briket biomassa limbah kayu sengon dibuat dengan
alat penggiling sampel, mangkuk, sendok pengaduk, tahapan serupa, hanya saja bahan yang digunakan
timbangan digital, oven, cawan porselen, kompor, panci, berupa serbuk kayu sengon.
alat tulis, tallysheet, kamera dan laptop. Bahan yang
digunakan adalah arang kayu limbah sengon, serbuk kayu 3. Pengujian Briket
sengon, tepung tapioka, dan air. Karakteristik yang diuji yaitu kerapatan, kadar air, kadar
zat terbang, kadar abu, kadar karbon terikat, dan. nilai
kalor.

Perennial, 17(1): 5-11, 2021


Pengaruh variasi kadar perekat tapioka … 7

a. Kerapatan Kadar abu (%) =


D
×100% (4)
Kerapatan menyatakan perbandingan berat dan B

volume dan dapat diketahui dengan cara menimbang


Di mana, D adalah bobot abu dan B adalah berat setelah
berat dan mengukur volume briket. Standar kerapatan
dipanaskan dengan suhu 105 ℃ (g).
yang diacu adalah SNI 01-6235-2000 (Darvina dan Asma,
2011). Kerapatan dihitung dengan persamaan (1).
Karbon terikat dapat dihitung dengan cara
g m mengurangi nilai 100% dengan nilai kadar abu dan kadar
Kerapatan ( ⁄ 3 ) = (1) zat terbang.
cm V
d. Nilai Kalor
Di mana, m adalah berat briket (g), dan V adalah volume Nilai kalor briket dapat diketahui berdasarkan
briket (cm3). perhitungan estimasi dengan menggunakan nilai dari
karbon terikat briket . Perhitungan nilai kalor briket adalah
b. Kadar Air
(Parikh et al. 2005).
Pengujian kadar air dilakukan dengan cara
menimbang cawan terlebih dahulu, lalu 1 g sampel
Nilai Kalor = 0,3536(FC)+0,1559(VM)+0,0078ASH (5)
ditambahkan ke dalam cawan. Sampel diratakan sebelum
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu (115 ± 5 ℃) Di mana, nilai kalor dalam MJ/Kg, FC adalah nilai karbon
selama tiga jam. Kemudian, sampel didinginkan dalam terikat, VM adalah nilai kadar zat terbang, dan ASH adalah
desikator. Setelah dingin, cawan ditimbang sampai bobot nilai kadar abu.
tetap. Perhitungan kadar air briket arang kayu
berdasarkan SNI 01-6235-2000 dilakukan dengan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan persamaan (2).
A−B
Kerapatan
KA(%) = ×100% (2)
A Kerapatan pada umumnya menyatakan
perbandingan antara berat dan volume. Kerapatan dapat
Di mana, KA adalah kadar air, A adalah berat sebelum mempengaruhi keteguhan tekan, durasi pembakaran,
dipanaskan (g), dan B adalah berat setelah dipanaskan serta mudah tidaknya briket dinyalakan (Sunardi et al.
dengan suhu 105 ℃ (g). 2019). Semakin tinggi kerapatan maka briket akan
memiliki keteguhan tekan yang baik dan durasi
c. Analisis Proksimat pembakaran yang lama, namun menjadi lebih sulit
Uji proksimat briket arang limbah kayu sengon dinyalakan. Briket memiliki kerapatan berkisar antara
berdasarkan pada SNI 01-6235-2000. Penetapan kadar 0,18-0,25 g/cm3. Briket dengan kerapatan paling tinggi
zat terbang dilakukan dengan menimbang cawan porselen adalah briket arang dengan perekat 15%, yaitu sebesar
bertutup, kemudian sampel seberat 1 g ditambahkan pada 0,25 g/cm3, sedangkan yang terendah adalah briket
cawan. Lalu, masukkan cawan ke dalam tanur dengan
biomassa sengon berkadar perekat 5%, yaitu sebesar
suhu 950 ±2 ℃ selama 7 menit. Cawan kemudian 0,18 g/cm3.
didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang.
Perhitungan kadar zat terbang briket arang limbah kayu
sengon berdasarkan SNI 01-6235-2000, yakni seperti
pada persamaan (3).
(B−C)
Kadar zat menguap (%) = ×100% (3)
B

Di mana, C adalah berat setelah dipanaskan dengan suhu


950 ℃ (g), dan B adalah berat setelah dipanaskan dengan Gambar 2. Kerapatan kering tanur briket biomassa dan arang
suhu 105 ℃ (g). limbah kayu sengon.

Kadar abu dihitung dengan cara membagi bobot abu


Kerapatan briket arang dan biomassa sengon dapat
dengan cawan untuk pengujian kadar abu ditimbah
dilihat pada Gambar 2. Rerata kerapatan dari semua
terlebih dahulu, kemudian ditambahkan sampel seberat 1
perlakuan adalah 0,21 g/cm3. Walaupun dicetak dengan
g ke dalamnya. Cawan diletakkan ke dalam tanur dengan
target kerapatan yang sama, terjadi perubahan dimensi
suhu 800-900 ℃ selama 2 jam. Bila seluruh sampel telah
briket akibat efek springback selama proses penekanan.
menjadi abu cawan didinginkan dalam desikator, lalu
Springback adalah perubahan bentuk yang terjadi secara
ditimbang kembali sampai bobot tetap. Perhitungan kadar
elastis akibat deformasi pelepasan beban eksternal
abu briket arang limbah kayu sengon dilakukan dengan
(Suyuti et al., 2019). Terlihat adanya perbedaan
menggunakan persamaan (4).

Perennial, 17(1): 5-11, 2021


8 Siti Mutiara Ridjayanti, Rahmi Adi Bazenet, Wahyu Hidayat, Irwan Sukri Banuwa, Melya Riniarti

kerapatan berdasarkan dua jenis bahan yang digunakan. berperekat 5%). Berdasarkan SNI 01-6235-2000, briket
Briket arang sengon memiliki kerapatan lebih tinggi arang sengon yang memenuhi standar adalah briket
dibandingkan dengan briket biomassa sengon. Terdapat berperekat 5% dan 10%, sedangkan berperekat 15%
kenaikan kerapatan hingga 32,27% untuk briket berkadar melebihi standar sebesar 0,07%. Nilai tersebut cukup
perekat 5%; 28,48% pada briket berperekat 10%; dan rendah jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya
untuk briket berkadar perekat 15% sebanyak 21,37%. Hal yang menyebutkan bahwa kadar air briket arang sengon
ini menunjukkan adanya pengaruh kadar perekat terhadap berkisar antara 6,6-11,67% (Arifin et al., 2018; Pambudi et
kerapatan briket. Semakin tinggi kadar perekat yang al., 2018; Rindayatno & Lewar, 2017; Rosyadi, 2019).
digunakan maka, semakin tinggi nilai kerapatan briket. Hal Perbedaan nilai kadar air ini diakibatkan oleh kadar
ini sejalan dengan pendapat Jahiding et al (2019) bahwa perekat. Pada briket arang sengon, kadar perekat yang
penambahan kadar perekat akan meningkatkan daya lebih tinggi akan meningkatkan kadar air.
rekat dan ikatan antar molekul penyusun briket. Arifin et
al. (2018) menyebutkan bahwa, briket arang sengon Analisis Proksimat
dengan kadar perekat 30% memiliki kerapatan lebih besar, Kadar zat terbang merupakan komponen C, H, dan
yaitu 0,53 g/cm3. O di dalam biomassa, dimana ketika dipanaskan akan
berubah menjadi uap (H2, O2, dan lain-lain), biasanya
Kadar Air
merupakan campuran senyawa hidrokarbon (Sunardi et
Kadar air adalah jumlah fraksi air yang terdapat al., 2019; Ajimotokan et al., 2019). Umumnya, tingginya
dalam briket (Haryanti et al., 2019; Salim, 2016; Sunardi et persentase kadar zat terbang mengindikasikan tingginya
al., 2019). Kadar air merupakan salah satu indikator mutu tingkat penyalaan (Ajimotokan et al., 2019; Iskandar dan
briket. Briket berkadar air tinggi akan sulit dinyalakan, Rofiatin, 2017; Sunardi et al., 2019). Selain itu, kadar zat
menghasilkan asap, memiliki nilai kalor yang rendah, terbang yang tinggi akan menghasilkan banyak asap
meningkatkan berat briket, serta menyebabkan (Kongprasert et al., 2019). Kadar zat terbang dipengaruhi
banyaknya energi yang terpakai untuk proses pengeringan oleh komponen kimia arang dalam bentuk zat ekstraktif
(Ajimotokan et al., 2019; Haryanti et al., 2019; Kongprasert dari bahan baku briket. Oleh karena itu, tingginya kadar
et al., 2019; Sunardi et al., 2019). Selain itu, kadar air juga zat terbang juga menunjukkan proporsi dari bahan organik
berpengaruh terhadap kerapatan, ketahanan, serta lama dalam briket (Onchieku et al., 2012). Kadar zat terbang
penyimpanan briket (Karunanithy et al., 2012). briket biomassa dan briket arang limbah kayu sengon
berkisar antara 24,96–80,49%. Kadar zat terbang tertinggi
adalah briket biomassa berkadar perekat 15% sebesar
80,49, sedangkan yang terendah adalah briket arang
limbah kayu sengon berperekat 5% sebesar 24,96%.

Gambar 3. Kadar air briket biomassa dan arang limbah kayu


sengon ( - - - : SNI 01-6235-2000)

Gambar 3 menunjukkan persentase kadar air pada


briket biomassa dan arang limbah kayu sengon. Terlihat Gambar 4. Kadar zat terbang briket biomassa dan arang limbah
adanya perbedaan antara briket biomassa dan briket kayu sengon ( - - - : SNI 01-6235-2000)
arang sengon. Briket arang sengon memiliki nilai kadar air
lebih rendah. Hal ini disebabkan, bahan baku briket arang Kadar zat terbang briket biomassa dan arang sengon
telah melalui proses pirolisis. Pirolisis adalah pemanasan dapat dilihat pada Gambar 4. Terlihat adanya perbedaan
kisaran suhu 200-600 ℃ dengan sedikit udara atau tanpa kadar zat terbang antara briket arang dan biomassa
udara (Saparudin et al., 2015). Proses tersebut sengon. Briket arang memiliki kadar zat terbang jauh lebih
menyebabkan kadar air bahan baku (arang) briket arang rendah dibandingkan dengan briket briket biomassa.
menjadi lebih lebih rendah. Terjadi penurunan kadar air Terdapat penurunan kadar zat terbang sebanyak 66,51%;
hingga 73,09% untuk briket berperekat 5%; 53,72% untuk 68,22%; dan 60,49% untuk briket berkadar perekat 5%,
briket berperekat 10%; dan 36,47 untuk briket dengan 10%, dan 15. Semakin tinggi kadar perekat yang
kadar perekat 15%. digunakan, maka kadar zat terbang briket akan semakin
Kadar air tertinggi adalah 9,47% (briket biomassa besar. Berdasarkan SNI 01-6235-2000, baik briket
berperekat 5%) dan terendah adalah 5,74% (briket arang biomassa maupun briket arang tidak memenuhi standar.

Perennial, 17(1): 5-11, 2021


Pengaruh variasi kadar perekat tapioka … 9

Walau begitu, nilai kadar zat terbang briket arang limbah dapat meningkatkan FC suatu biomassa. Nilai FC akan
kayu sengon tersebut lebih rendah dibandingkan dengan mempengaruhi kualitas briket arang yang dihasilkan. FC
penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa briket yang tinggi akan meningkatkan nilai kalor (Sunardi et al.,
arang sengon yang diproduksi menggunakan drum 2019).
dengan metode fast pyrolysis (suhu pirolisis > 500 ℃) Berdasarkan SNI 01-6235-2000, briket yang baik
memiliki kadar zat terbang sebesar 31,10% (Rindayatno & adalah briket dengan nilai FC >77%. Kisaran nilai FC pada
Lewar, 2017). penelitian ini adalah antara 9,45-66,40%. FC terbesar
Abu adalah komponen yang tidak terbakar dalam dimiliki oleh briket arang limbah kayu sengon berkadar
biomassa (Ajimotokan et al., 2019; Sunardi et al., 2019). perekat 5%, sedangkan yang terendah adalah miliki briket
Kadar abu yang tinggi akan menyebabkan rendahnya nilai biomassa berperekat 10%. Terlihat adanya pengaruh
kalor, sulitnya penyalaan briket, serta banyaknya sisa kadar perekat terhadap FC yang dihasilkan. Semakin
pembakaran (Ajimotokan et al., 2019; Haryanti et al., 2019; tinggi kadar perekat yang digunakan, maka nilai FC akan
Sunardi et al., 2019). Kadar abu dipengaruhi oleh kualitas semakin rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Shobar
serta komposisi kimia dari bahan baku yang digunakan et al., (2020), briket arang dengan bahan tambahan
(Haryanti et al., 2019; Sunardi et al., 2019). Selain itu, berkadar tinggi akan menaikkan kadar abu dan kadar zat
besarnya nilai kadar abu juga dipengaruhi oleh jenis terbang briket, sehingga menurunkan kadar karbon terikat.
perekat yang digunakan. Kadar abu tepung tapioka lebih
rendah dari pati tepung sagu (Shobar et al., 2020).

Gambar 6. Karbon terikat briket biomassa dan arang limbah


kayu sengon ( - - - : SNI 01-6235-2000)

Gambar 5. Kadar abu briket biomassa dan arang limbah kayu


Nilai Kalor
sengon ( - - - : SNI 01-6235-2000)
Nilai kalor adalah perhitungan standar dari
Kadar abu briket dapat dilihat pada Gambar 5. Briket kandungan energi. Nilai kalor juga dapat didefinisikan
arang dan biomassa sengon memiliki kadar abu yang telah sebagai jumlah panas yang dikeluarkan ketika bahan
memenuhi SNI 01-6235-2000. Kadar abu berkisar antara bakar terbakar sempurna (Kongprasert et al., 2019;
0,61-3,24%. Kadar abu terendah adalah miliki briket Haryanti et al., 2019). Nilai kalor sangat diperlukan dalam
biomassa berperekat 5% sebesar 0,61%. Sedangkan, menentukan karakteristik bioenergi (Hidayat et al., 2017).
briket arang limbah kayu sengon berperekat 15% memiliki Nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air dan kadar abu, dan
kadar abu tertinggi yaitu, sebesar 3,24%. Terlihat semakin berkaitan erat dengan karbon terikat dari suatu material.
tinggi kadar perekat yang digunakan, maka kadar abu Kadar air dan kadar abu yang rendah akan meningkatkan
semakin bertambah. Kenaikan ini diduga pula akibat nilai kalor. Sebaliknya, tingginya karbon terikat akan
proses pirolisis yang dilakukan pada bahan baku briket meningkatkan nilai kalor (Qi et al., 2016). Briket arang
arang. Proses pirolisis melibatkan panas yang akan dengan nilai kalor yang tinggi menunjukkan tingginya
meningkatkan nilai kadar abu. Peningkatan suhu pirolisis kualitas briket tersebut. Pada penggunaannya sebagai
akan meningkatkan konsentrasi zat anorganik/abu energi, briket dengan kalor yang tinggi akan menghasilkan
(Pratiwi, 2020). panas yang tinggi, sehingga membantu agar masakan
Nilai karbon terikat (FC) dipengaruhi oleh nilai kadar menjadi cepat matang (Kongprasert et al., 2019).
air, kadar zat terbang, dan kadar abu. Pada dasarnya, Berdasarkan SNI 01-6235-2000, nilai kalor pada penelitian
karbon terikat dari bahan bakar adalah persentase karbon ini telah memenuhi standar. Nilai kalor briket berkisar
yang tersedia untuk pembakaran setelah semua kadar zat antara 25,68-27,35 MJ/kg (6.137,67-6.536,80 kal/g) Briket
terbang hilang (Sunardi et al., 2019). Kandungan utama arang limbah kayu sengon berperekat 5% memiliki nilai
dari FC adalah karbon dan bahan lainnya yang kalor tertinggi, sedangkan yang terendah adalah briket
mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang biomassa sengon dengan kadar perekat 10%. Besar
tidak terbawa gas (Iskandar dan Rofiatun, 2017). Gambar energi tersebut dapat menghasilkan panas yang dapat
6 menunjukkan bahwa nilai FC briket arang limbah kayu digunakan untuk keperluan memasak rumah tangga dan
sengon lebih tinggi dibandingkan dengan briket serbuk industri skala kecil (Akowuah et al., 2012).
kayu sengon. Hal ini disebabkan oleh proses pirolisis yang

Perennial, 17(1): 5-11, 2021


10 Siti Mutiara Ridjayanti, Rahmi Adi Bazenet, Wahyu Hidayat, Irwan Sukri Banuwa, Melya Riniarti

Badan Pusat Statistik. (2018). Statistik Produksi Kehutanan 2018.


Publikasi. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 72 hlm.
Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Indonesia 2019. Publikasi.
Jakarta. Badan Pusat Statistik. 738 hlm.
Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01- 6235- 2000. Briket Arang
Kayu. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional.
Darvina, Yenni dan Nur Asma. (2011). “Upaya Peningkatan Kualitas
Briket Dari Arang Cangkang Dan Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) Melalui Varlasl Tekanan Pengepresan”. Laporan
Penelitian Jurusan Fisika UNP. Padang.
Gambar 7. Nilai kalor briket biomassa dan arang limbah kayu Haryanti, N. H., Wardhana, H., Husain, S., Anggraini, Y., & Sofi, N.
sengon ( - - - : SNI 01-6235-2000) (2018). Characterization of briquette from halaban charcoal
and coal combustion ashes. In Journal of Physics: Conference
Series, 1120: 012046). IOP Publishing.
Gambar 7 menunjukkan data hasil analisis nilai kalor.
Haryanto, A., Hidayat, W., Hasanudin, U., Iryani, D. A., Kim, S., Lee, S.,
Terlihat adanya kenaikan nilai kalor dari kedua jenis briket. & Yoo, J. (2021). Valorization of Indonesian Wood Wastes
Persentase kenaikan nilai kalor mencapai 60,34%; through Pyrolysis: A Review. Energies, 14(5), 1407.
69,46%; dan 59,51% untuk briket arang sengon berkadar
Hidayat, W., Qi, Y., Jang, J., Febrianto, F., Lee, S., Chae, H., ... & Kim,
perekat 5%, 10%, dan 15%. Terdapat pengaruh dari kadar N. (2017). Carbonization characteristics of juvenile woods from
perekat yang digunakan. Terlihat, semakin rendah kadar some tropical trees planted in Indonesia. Journal of the Faculty
perekat yang digunakan, nilai kalor semakin tinggi . Hal of Agriculture, Kyushu University, 62(1), 145-152.
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Imanningsih, N. (2012). Profil gelatinisasi beberapa formulasi tepung-
Zanella et al. (2016) yang menyebutkan bahwa kadar tepungan untuk pendugaan sifat pemasakan (Gelatinisation
perekat yang rendah akan menghasilkan briket dengan profile of several flour formulations for estimating cooking
kalor yang tinggi. behaviour). Nutrition and Food Research, 35(1), 13-22.
Iskandar, T., & Rofiatin, U. (2017). Karakteristik biochar berdasarkan
D. KESIMPULAN jenis biomassa dan parameter proses pyrolisis. Jurnal Teknik
Kimia, 12(1), 28-35.
Karakteristik bioenergi briket arang dipengaruhi oleh Jahiding, M., Mashumi, E.S., Hasan., Gangganora, A.S. 2014.
kadar perekat yang digunakan. Berdasarkan hasil Pengaruh Jenis dan Komposisi Perekat Terhadap Kualitas
Briket Batubara Muda. Jurnal Aplikasi Fisika. 10(20): 67-76.
analisis, kadar perekat 5% menghasilkan briket dengan
karakteristik bioenergi paling baik. Briket arang limbah Karunanithy, C., Wang, Y., Muthukumarappan, K., & Pugalendhi, S.
kayu sengon dengan perekat 5% sangat potensial untuk (2012). Physicochemical characterization of briquettes made
from different feedstocks. Biotechnology research
dikembangkan sebagai sumber energi alternatif. Briket international, 2012.
tersebut memiliki kerapatan 0,24 g/cm3, kadar air 5,47%,
Kongprasert, N., Wangphanich, P., & Jutilarptavorn, A. (2019).
kadar zat terbang 24,96%, abu 3,16%, karbon terikat
Charcoal briquettes from madan wood waste as an alternative
66,40%, serta nilai kalor 27,35 MJ/kg (6.536,80 kal/g). energy in Thailand. Procedia Manufacturing, 30, 128-135.
Mahdie, M.F., Subari, D., Sunardi., dan Ulfah. (2016). Pengaruh
DAFTAR PUSTAKA campuran limbah kayu rambai dan api-api terhadap kualitas
biopelet sebagai energi alternatif dari lahan basah. Jurnal
Ajimotokan, H. A., Ehindero, A. O., Ajao, K. S., Adeleke, A. A., Ikubanni, Hutan Tropis. 4(3): 246-253.
P. P., & Shuaib-Babata, Y. L. (2019). Combustion
characteristics of fuel briquettes made from charcoal particles Muharyani. R, Pratiwi. D, Asip. F. (2012). Pengaruh Suhu serta
and sawdust agglomerates. Scientific African, 6, e00202. Komposisi Campuran Arang Jerami Padi dan Batubara
Subbituminus pada Pembuatan Briket Bioarang. Jurnal Teknik
Akowuah, J. O., Kemausuor, F., & Mitchual, S. J. (2012). Physico- Kimia. 18 (2) : 47-53.
chemical characteristics and market potential of sawdust
charcoal briquette. International Journal of Energy and Onchieku, J. M., Chikamai, B. N., & Rao, M. S. (2012). Optimum
Environmental Engineering, 3(1), 1-6. parameters for the formulation of charcoal briquettes using
bagasse and clay as binder. European Journal of Sustainable
Anizar, H., Sribudiani, E. dan Somadona, S. (2020). Pengaruh Bahan Development, 1(3), 477-477.
Perekat Tapioka Dan Sagu Terhadap Kualitas Briket Arang
Kulit Buah Nipah. Perennial. 16 (1) : 11-17. Pambudi, F.K., Nuriana, W. dan Hantarum. (2018). Penurunan Nilai
Kadar Air dan Laju Pembakaran pada Biobriket Limbah Kayu
Arhamsyah. (2010). Pemanfaatan Biomassa Kayu Sebagai Sumber Sengon dengan Variasi Tekanan. Agritek. 19 (2) : 92 – 95.
Energi Terbarukan. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. 2 (1) :
42– 48. Papilo, P., Kunaifi, Hambali, E., Nurmiati, Pari, R.F. (2015). Penilaian
potensi biomassa sebagai alternatif energi kelistrikan. J.
Arifin Z, Hantarum, dan Nuriana W. (2018). Nilai Kalor Briket Limbah PASTI. IX(2) : 164 – 176.
Kayu Sengon Dengan Perekat Maizena Lebih Tinggi
diBandingkan Tapioka, Sagu Dan Tepung Singkong. Jurnal Parikh, J., Channiwala, S. A., & Ghosal, G. K. (2005). A correlation for
Pilar Teknologi. 3 (2) : 37 – 41. calculating HHV from proximate analysis of solid
fuels. Fuel, 84(5), 487-494.

Perennial, 17(1): 5-11, 2021


Pengaruh variasi kadar perekat tapioka … 11

Pratiwi, V. D. (2020). Effect of Burning Temperature on The Quality of Siadari, T. P., Hilmanto, R., & Hidayat, W. (2014). Potensi Kayu Rakyat
Alternative Bio-energy from Coffee Waste. ELKOMIKA: Jurnal dan Strategi Pengembangannya (Studi Kasus) di Hutan
Teknik Energi Elektrik, Teknik Telekomunikasi, & Teknik Rakyat Desa Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten
Elektronika, 8(3), 615. Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari, 1(1), 75-84.
Qi, Y., Jang, J. H., Hidayat, W., Lee, A. H., Lee, S. H., Chae, H. M., & Standar Nasional Indonesia. (2000). SNI 01-6235-2000 Briket Arang
Kim, N. H. (2016). Carbonization of reaction wood from Kayu. Badan Standarisasi Nasional.
Paulownia tomentosa and Pinus densiflora branch
woods. Wood Science and Technology, 50(5), 973-987. Sunardi, S., Djuanda, D., & Mandra, M. A. S. (2019). Characteristics of
charcoal briquettes from agricultural waste with compaction
Qistina, I., Sukandar, D., dan Trilaksono. (2016). Kajian kualitas briket pressure and particle size variation as alternative
biomassa dari sekam padi dan tempurung kelapa. Jurnal fuel. International Energy Journal, 19(3), 139-148.
Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia. 2(2): 136-142.
The Japan Institute of Energy. (2008). Asian Biomass Handbook
Rindayatno dan Lewar, D.O. (2017). Kualitas Briket Arang Berdasarkan Pandungan untuk Produksi dan Pemanfaatan Biomassa.
Komposisi Campuran Arang Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang.
Teijsm dan Binn) dan Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria Buku. 351 hlm.
(L). Nielsen). Jurnal Hutan Tropika. 1 (1) : 39-48.
Triono, A. (2006). Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk
Rosyadi, I.O.S. (2019). Pengaruh Variasi Bahan Perekat Briket Gergajian Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl). Dan Sengon
terhadap Nilai Kalor, Kadar Air, Kadar Abu dan Waktu (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan
Penyalaan. Skripsi. Jember. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Tempurung Kelapa ( Cocos nucifera L). Bogor. Institut
Teknik Universitas Jember. 58 hlm. Pertanian Bogor.
Rubiyanti, T., Hidayat, W., Febryano, I. G., & Bakri, S. (2019). Uar, N.I. (2016). Produktivitas dan Rendemen Kayu Gergajian pada
Characterization of rubberwood (Hevea brasiliensis) pellets Perusahaan IUPHHK PT. Katingan Timber Cebeles. Agrikan
torrefied with Counter-Flow Multi Baffle (COMB) reactor. Jurnal Jurnal Agribisnis Perikanan. 9 (1) : 16 – 22.
Sylva Lestari, 7(3), 321-331.
Utama, R. C., Febryano, I. G., Herwanti, S., & Hidayat, W. (2019).
Salim, R. (2016). Karakteristik dan mutu arang kayu jati (Tectona Saluran Pemasaran Kayu Gergajian Sengon (Falcataria
grandis) dengan Sistem pengarangan campuran pada metode moluccana) pada Industri Penggergajian Kayu Rakyat di Desa
tungku drum. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 8(2), 53-64. Sukamarga, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten Lampung
Utara. Jurnal Sylva Lestari, 7(2), 195-203.
Saparudin, Syahrul, dan Nurchayati. (2015). Pengaruh Variasi
Temperatur Pirolisis Terhadap Kadar Hasil dan Nilai Kalor Zanella, K., Gonçalves, J. L., & Taranto, O. (2016). Charcoal briquette
Briket Campuran Sekam Padi-Kotoran Ayam. Dinamika Teknik production using orange bagasse and corn starch. Chemical
Mesin. 5 (1): 16 – 24. Engineering Transactions, 49, 313-318.
Shobar, S., Sribudiani, E., & Somadona, S. (2020). Characteristics of
charcoal briquette from the skin waste of areca catechu fruit
with various compositions of adhesive types. Jurnal Sylva
Lestari, 8(2), 189-196.

Perennial, 17(1): 5-11, 2021

You might also like