Characteristic of Biopellet Made of Solid Waste of Cajuput and Pine Resin
Characteristic of Biopellet Made of Solid Waste of Cajuput and Pine Resin
Characteristic of Biopellet Made of Solid Waste of Cajuput and Pine Resin
Jl. Tanjung Kampus IPB Dramaga, Bogor, 16680, Telp/Fax. (0251) 8624567,
2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610, Telp. (0251) 8633378; Fax. (0251) 86333413
E-mail : [email protected]
ABSTRACT
Biopelet is a solid fuel made of forging a cylindrical biomass and it could be used as an alternative energy. Cajuput
and pine resin wastes are two potential material for biopellet. Biomass fuel in the form of biopellet provide better heat
quality than direct biomass combustion. This paper studies the particle size and process temperature in producing
optimum and environmentally friendly biopellet. Raw materials of cajuput and pine resin wastes were mixed, powdered
and sieved into 20, 40, 60 and 80 mesh. Thirty grams of each powder was molded with the composition of 70%
cajuput solid waste and 30% of pine resin. Biopellet was compressed using compression hydraulic press machine of
526.48 kg/cm2 with a temperature of 120, 150, 180, 200, 230 and 260°C. The results showed that the biopellet
made of 40 mesh mixed powder and temperature process of 230°C produced the optimum quality of biopellets.
Thr physical properties of the biopellet made of 40 mesh powder and 230°C processing temperature were: 1.905%
moisture content; 3.955% ash content; 72.189% vollatile matter; 21.949% fixed carbon; 5,097.5 kcal/kg calorific
value and compression strength of 53.746 kgf/cm2.
ABSTRAK
Biopelet adalah bahan bakar padat yang dihasilkan dari pengempaan biomassa menjadi sumber
energi bakar alternatif. Limbah padatan kayu putih dan gondorukem berpotensi untuk biopelet.
Kualitas pembakaran biopelet lebih baik dari pembakaran biomassa secara langsung. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mempelajari ukuran serbuk dan suhu pengempaan yang optimal untuk menghasilkan
biopelet berkualitas terbaik dan ramah lingkungan. Limbah padat kayu putih dan gondorukem
dicampur dan dijadikan serbuk, dengan ukuran penyaringan 20 mesh, 40 mesh, 60 mesh, dan 80 mesh.
Dari masing-masing ukuran serbuk dilakukan pencampuran sebanyak 30 g untuk dicetak dengan
perbandingan 70% limbah padat kayu putih dan 30% gondorukem. Pencetakan biopelet dilakukan
dengan menggunakan mesin kempa hidrolik bertekanan 526,48 kg/cm2 dengan suhu pencetakan yang
diinginkan antara lain 120, 150, 180, 200, 230, dan 260°C. Hasil penelitian menunjukkan biopelet yang
dibuat dari serbuk berukuran 40 mesh dan suhu pengempaan 230°C menghasilkan biopelet dengan
kualitas terbaik. Sifat fisik biopelet yang dihasilkan dari ukuran serbuk 40 mesh dan suhu pencetakan
230°C yaitu kadar air 1,905% ; kadar abu 3,955%; kandungan zat terbang 72,189%; kadar karbon
terikat 21,949%; nilai kalor 5097,5 kkal/kg; dan keteguhan tekan 53,746 kgf/cm2.
193
Penelitian Hasil Hutan Vol. 36 No. 3, November 2018: 191-204
B–C ∆t × W
Kadar zat terbang (%) = × 100% . .......(3) Nilai Kalor (kkal/kg) = - B . ................(6)
W mbb
195
Penelitian Hasil Hutan Vol. 36 No. 3, November 2018: 191-204
semakin tinggi suhu pengempaan maka semakin mempengaruhi tingginya nilai kadar zat terbang
tinggi kadar abu biopelet. Menurut Kalyan dan yaitu tidak dilakukannya karbonisasi pada serbuk
Morey (2009) dan Carone et al. (2011) bahwa yang digunakan. Hal ini sesuai dengan penelitian
ukuran serbuk yang halus bila dikempa dengan Liliana (2010) yang menyatakan bahwa karbonisasi
suhu yang tinggi akan memudahkan penyerapan sekam padi bertujuan untuk mengurangi kadar
panas dan kelembapan. Muharyani et al. (2012) zat terbang penyebab asap dan meningkatkan
juga menyatakan kadar abu meningkat seiring nilai kalor pembakaran.
dengan peningkatan suhu karbonisasi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa
Kadar abu yang tinggi akan menyebabkan ukuran partikel dan suhu memberikan pengaruh
panas yang dihasilkan menurun karena adanya yang signifikan terhadap nilai zat terbang
penumpukan abu pada saat pembakaran biopelet (Lampiran 3). Hasil penelitian ini
berlangsung, sehingga dapat memberi dampak bertentangan dengan penelitian Hendra (2012)
negatif pada pelet, dan juga dapat mengakibatkan yang menyatakan bahwa perlakuan pemanasan
kerak pada boiler yang menyebabkan mudah dan besarnya partikel tidak banyak berpengaruh
korosi (Lehtikangas 2001; Poddar et al., 2014), terhadap nilai kadar zat terbang, karena
sebaliknya, semakin rendah kadar abu maka pembuatan pelet dengan perlakuan pemanasan
biopelet yang dihasilkan semakin baik (Prasetyo dan besarnya partikel serbuk kayu memiliki nilai
2004). kadar zat terbang relatif sama. Nilai kadar zat
terbang biopelet pada beberapa ukuran serbuk
C. Kadar Zat Terbang disajikan pada Gambar 3.
Kadar zat terbang adalah persentase berat D. Kadar Karbon Terikat
yang hilang bila biopelet dipanaskan tanpa udara
luar serta dikoreksi dari jumlah air per contoh Kadar karbon terikat didefinisikan sebagai
(SNI 8021, 2014). Hasil penelitian menunjukkan fraksi karbon dalam biomassa selain fraksi
nilai kadar zat terbang berkisar antara 64,533– air, zat terbang, dan abu. Kadar karbon terikat
78,351%, dimana kadar zat terbang tertinggi pada dipengaruhi oleh unsur penyusunnya seperti
biopelet ukuran serbuk 40 mesh suhu 200°C, karbon, hidrogen, dan oksigen (Basu, 2010).
sedangkan nilai kadar zat terbang terendah pada Kadar karbon terikat sebagai parameter kualitas
biopelet ukuran serbuk 80 mesh suhu 260°C. bahan bakar karena mempengaruhi besarnya
Nilai kadar zat terbang ini memenuhi standar nilai kalor. Nilai kadar karbon terikat merupakan
SNI 8021 (2014) yang mensyaratkan nilai penelitian ini berkisar antara 16,658–25,575%
kadar zat terbang maksimal 80%. Faktor yang dimana karbon terikat tertinggi terdapat pada
196
Karakteristik Biopelet dari Limbah Padat Kayu Putih dan Gondorukem
(Sofia Mustamu, Hermawan, & Gustan Pari)
biopelet yang dibentuk dari serbuk berukuran 40 biopelet dari serbuk berukuran 40 mesh dengan
mesh dan suhu 260°C, sedangkan kadar karbon suhu kempa 260°C memiliki nilai kadar karbon
terikat terendah tercatat pada biopelet dengan terikat yang tinggi. Hal tersebut dipengaruhi
ukuran serbuk 40 mesh, suhu 200°C. Nilai kadar oleh rendahnya nilai kadar abu dan kadar
karbon terikat ini memenuhi standar SNI 8021- zat terbang. Hal ini sejalan dengan penelitian
2014 yang mensyaratkan nilai kadar karbon Hendra dan Darmawan (2000) dan Pari (2004)
terikat biopelet minimal 14%. Nilai kadar karbon yang menyatakan bahwa kadar karbon terikat
terikat biopelet dari berbagai ukuran serbuk dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kadar zat
dilihat pada Gambar 4. terbang. Selain itu, Onu et al. (2010) dan Saputro
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa et al. (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi
ukuran serbuk dan suhu berpengaruh nyata kadar karbon terikat, semakin tinggi nilai
terhadap nilai kadar karbon terikat biopelet kalornya.
(Lampiran 4). Penelitian ini menunjukkan
197
Penelitian Hasil Hutan Vol. 36 No. 3, November 2018: 191-204
198
Karakteristik Biopelet dari Limbah Padat Kayu Putih dan Gondorukem
(Sofia Mustamu, Hermawan, & Gustan Pari)
bahan baku biopelet. Hal ini sesuai dengan hasil Carone, M.T., & Pantaleo, A. (2011). Influenca
penelitian Rusdianto (2013) yang menyatakan of process parameters and biomass
bahwa semakin tinggi nilai kalor bahan baku characteristics on the durability of pellets
akan berakibat semakin tinggi nilai kalor biopelet from the pruning residues of Olea europaea
yang dihasilkan. Dalam penelitian ini nilai kalor L. Biomass Bioenergy, 35(1), 402-410.
berbanding terbalik dengan nilai kadar air, kadar Chou, C. S., Lin, S. H., Peng, C. C., & Lu, W.
abu, dan kadar zat terbang (Yuniarti et al., 2011; C. (2009). The optimum conditions for
Fang et al., 2013). preparing solid fuel briquette of rice
straw by a piston-mold process using the
IV. KESIMPULAN Taguchi method. Fuel Processing Technology,
90(7-8), 1041–1046. doi.org: 10.1016/j.
Limbah padat pengolahan minyak kayu fuproc.2009.04.007
putih berupa ranting dan limbah gondorukem
dapat dimanfaatkan menjadi biopelet. Ukuran Fang, S., Tang, L.L., & Zhai, J. (2013). Clonal
serbuk dan suhu pengempaan terbaik yang dapat variation in growth, chemistry and caloric
digunakan untuk mencetak produk biopelet hasil valie of new polar hybrids at nursery stage.
dari limbah padat kayu putih dan gondorukem Biomass Bioenergy, 54, 303-311.
adalah serbuk dengan ukuran 40 mesh pada Hansen, M.T., Jein, A.R., Hayes, S., & Bateman,
suhu 230°C (berdasarkan SNI 8021-2014). Hasil P. (2009). English handbook for wood pellet
pengujian karakteristik biopelet yang diperoleh combustion. Europe: National Energy
yaitu kadar air sebesar 1,905%; kadar abu sebesar Foundation.
3,955%; kadar zat terbang sebesar 72,189%;
kadar karbon terikat sebesar 21,949%; keteguhan Hendra, D., & Darmawan, S. (2000). Pembuatan
tekan 53,746 kgf/cm2 dengan nilai kalor sebesar briket arang dari serbuk gergajian dengan
5097,5 kkal/kg. penambahan tempurung kelapa. Buletin
Penelitian Hasil Hutan, 18 (1), 1-9.
DAFTAR PUSTAKA Hendra, D. (2012). Rekayasa pembuatan mesin
pelet kayu dan pengujian hasilnya. Jurnal
Ali, A., & Restuhadi, F. (2010). Optimasi Penelitian Hasil Hutan, 30(2), 144–154.
pembuatan biopelet dari bungkil picung Kaliyan, N., & Morey, R.V. (2009). Factors
(Pangium edule Reinw.) dengan penambahan affecting strength an durability of densified
solar dan perekat tapioka. Sagu, 9(1), 1-7. biomass products. Biomass Bioenergy, 33(3),
Basu, P. (2010). Biomass gasification and pyrolisis, 337-359.
practical design and theory. US: Academic Kartikasari, D. (2007). Studi pengusahaan minyak
Press. kayu putih (cajuput oil) di PMKP Jatimunggul,
Bergman, R., & Zerbe, J. (2008). Primer on wood KPH Indramayu Perum Perhutani Unit III Jawa
biomass for energy. Diakses dari http:// Barat dan Banten. (Skripsi). Institut Pertanian
www.fpl.fs.fed.us/documnts/fpmu/ Bogor, Bogor.
biomass_energ y/primer_on_wood_ Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
biomass_for_energy.pdf pada tanggal 25 (2017). Statistik lingkungan hidup dan
Mei 2016. kehutanan tahun 2016. Jakarta.
Bridgwater, A. V. (2012). Review of fast pyrolysis Lamers, P., Junginger, M., Hamelinck, C., & Faaij,
of biomass and product upgrading. Biomass A. (2012). Developments in international
and Bioenergy, 38, 68–94. doi: 10.1016/j. solid biofuel trade ? An analysis of volumes,
biombioe.2011.01.048. policies, and market factors. Renewable and
Sustainable Energy Reviews, 16(5), 3176–3199.
doi: 10.1016/j.rser.2012.02.027.
199
Penelitian Hasil Hutan Vol. 36 No. 3, November 2018: 191-204
Lehtikangas, P. (2001). Quality properties of Qian, F.P., Chyang, C.S., Huang, K.S., & Tso, J.
pelletised sawdust, logging residues and (2011). Combustion and NO emission of
bark, Biomass and Bioenergy, 20, 351–360. high nitrogen content biomass in a pilot-
Liliana, W. (2010). Peningkatan kualitas biopelet scale vortexing fluidized bed combustor.
bungkil jarak pagar sebagai bahan bakar Bioresource Technology, 102 (2), 1892–1898.
melalui teknik karbonisasi. (Tesis). Program doi.org/10.1016/j.biortech.2010.08.008.
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Rusdianto, A.S. (2013). Kajian potensi
Bogor. penggunaan by product industri pertanian
Muharyani, R., Pratiwi, D., & Asip, F. (2012). di Kabupaten Jember sebagai bahan baku
Pengaruh suhu serta komposisi campuran pembuatan biopelet untuk bahan bakar
arang jerami padi dan batubara subbituminus alternatif. Fakultas Teknologi Pertanian,
pada pembuatan briket bioarang. Jurnal Universitas Jember, Jember.
Teknik Kimia, 18(1), 47–53. Rusdianto, A.S., Choiron, M., & Novijanto N.
Nilsson, D., Bernesson, S., & Hansson, P. (2010). (2014). Karakterisasi limbah industri tape
Pellet production from agricultural raw sebagai bahan baku pembuatan biopelet.
materials: A system study. Biomass and Jurnal Industrialisasi, 1(3), 27-32.
Bioenergy, 35(1), 679–689. doi: 10.1016/j. Samuelsson, R., Larsson, S. H., Thyrel, M., &
biombioe.2010.10.016. Lestander, T. A. (2012). Moisture content
Nurwigha, R. (2012). Pembuatan biopelet dari and storage time influence the binding
cangkang kelapa sawit dengan penambahan arang mechanisms in biofuel wood pellets.
cangkang sawit dan serabut sawit sebagai bahan Applied Energy, 99, 109–115. doi: 10.1016/j.
bakar alternatif terbarukan. (Skripsi). Institut apenergy.2012.05.004.
Pertanian Bogor, Bogor. Saputro, D.D., Widayat W., Rusiyanto, Saptoadi H.
Onu, F., Rahman, M.B.N., & Sudarja. (2010). & Fauzan. (2012). Karakterisasi briket dari
Pengukuran nilai kalor bahan bakar briket limbah pengolahan kayu sengon dengan
arang kombinasi cangkang pala (Myristica metode cetak panas. C. Kurniawan (Ed.)
fragan Houtt) dan limbah sawit (Elaeis Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains &
guineensis). Prosiding Seminar Nasional Teknologi (SNAST) 2012.
Teknik Mesin UMY. ISSN: 2087-1368 Setiawan. (2007). Memanfaatkan kotoran ternak,
Pari, G. (2004). Kajian struktur arang aktif dari solusi masalah lingkungan dan pemanfaatan
serbuk gergaji kayu sebagai adsorben emisi energi alternatif. Depok: Penebar Swadaya.
formaldehida kayu lapis. (Disertasi Doktor). Shen, D. K., Gu, S., Luo, K. H., Bridgwater, A.
Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian V, & Fang, M. X. (2009). Kinetic study
Bogor, Bogor. on thermal decomposition of woods in
Poddar, S., Kamruzzaman, M., Sujan, S.M.A., oxidative environment. Fuel, 88(6), 1024–
Hossain, M., Jamal, M.S., & Khanam, 1030. doi.org: 10.1016/j.fuel.2008.10.034.
M. (2014). Effect of compression pressure Standar Nasional Indonesia (SNI). (2014). Pelet
on lignocellulosic biomass pellet to improve fuel kayu. (SNI 8021-2014). Badan Standardisasi
properties: Higher heating value. Fuel 131, 43- Nasional.
48. doi:10.1016/j.fuel.2014.04.061. Sukmananto B. (2014). Perum Perhutani pelopor
Prasetyo, B. (2004). Pengaruh jumlah perekat bisnis hijau. Makalah disampaikan dalam
dan variasi besar tekanan kempa terhadap Seminar Nasional Silvikultur ke-2 di
kualitas briket arang dari sabutan kayu Yogyakarta, 28 Agustus 2014.
jati, sonokeling, dan kelapa. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada.
200
Karakteristik Biopelet dari Limbah Padat Kayu Putih dan Gondorukem
(Sofia Mustamu, Hermawan, & Gustan Pari)
Taylor, R. E., Butzelaar, P., Leeuwen, G. V., Yuniarti., Arhamsyah., Faisal, Y., & Theo, Y.P.
Palmer, A., Keyes, J., Gimenez, C. & (2011). Briket arang dari serbuk gergajian
MacDonald, B. (2013). Wood pellet market kayu meranti dan arang kayu galam. Jurnal
outlook. Wood Market International Monthly Riset Industri Hasil Hutan, 3(2), 37–42.
Report, 18(1), 1–3. Zulfian, Diba, F., Setyawaty, D., Nurhaida, &
Wibowo, T., Setyawati, D., Nurhaida, & Diba, Roslinda, E. (2015). Kualitas biopelet dari
F. (2016). Kualitas biopelet dari limbah limbah batang kelapa sawit pada berbagai
batang kelapa sawit dan limbah kayu ukuran serbuk dan jenis perekat. Jurnal
penggergajian. Jurnal Hutan Lestari, 4(4), Hutan Lestari, 3(2), 208-216.
409–417.
Yilmaz, S., & Selim, H. (2013). A review on the
methods for biomass to energy conversion
systems design. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 25(c), 420–430.
201
Penelitian Hasil Hutan Vol. 36 No. 3, November 2018: 191-204
202
Karakteristik Biopelet dari Limbah Padat Kayu Putih dan Gondorukem
(Sofia Mustamu, Hermawan, & Gustan Pari)
203
Penelitian Hasil Hutan Vol. 36 No. 3, November 2018: 191-204
204