Implementasi Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) Dalam Mewujudkan "Kabupaten Tegal Open Defecation Free 2019"

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334470684

IMPLEMENTASI PROGRAM DAERAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PDPM)


DALAM MEWUJUDKAN ”KABUPATEN TEGAL OPEN DEFECATION FREE 2019”

Article  in  Jurnal Dakwah Tabligh · June 2019


DOI: 10.24252/jdt.v20i1.9604

CITATIONS READS

0 390

2 authors:

Yuva Naelana Bekti Istiyanto

3 PUBLICATIONS   1 CITATION   
Universitas Jenderal Soedirman
27 PUBLICATIONS   30 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

literasi media View project

All content following this page was uploaded by Bekti Istiyanto on 02 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

IMPLEMENTASI PROGRAM DAERAH PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT (PDPM) DALAM MEWUJUDKAN
”KABUPATEN TEGAL OPEN DEFECATION FREE 2019”

YUVA NAELANA, S. BEKTI ISTIYANTO


Ilmu Komunikasi, Universitas Jenderal Soedirman
Email: [email protected]
Email: [email protected]

Abstract:
The Community Based Total Sanitation Program (STBM) is a program
launched by the Ministry of Health of the Republic of Indonesia. One of the
pillars of the STBM, Open Defecation Free (ODF), is one of the homeworks
of the local government. In contrast to other districts, in Tegal Regency the
implementation of this program was regulated directly in the Regent's
Regulation on the Regional Program for Community Empowerment. The
purpose of this study is to explore further how PDPM will be implemented
in an effort to realize Tegal Open Defecation Free District in 2019. The
method used in the preparation of this study is descriptive qualitative. The
author uses two data sources namely primary and secondary through in-
depth interviews with three informants and documentation. The results show
that so far the Jambanisasi PDPM has been considered successful in
building public awareness of the importance of healthy sanitation. The
implementation of ODF through the three main components of STBM and
triggering techniques to meet the three expectations, namely right target,
quality and benefits. PDPM Jambanisasi has succeeded in empowering
communities in the health and economic fields through the community of
sanitation entrepreneurs.

Keywords: Open Defecation Free, STBM, Community Empowerment

PENDAHULUAN
Kesehatan masih menjadi topik yang menarik di kalangan pemerintah.
Soekidjo (2005) menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia yang
bersifat universal baik sebagai individu, kelompok, masyarakat maupun bangsa.
Kesehatan menjadi sumber penting dalam kehidupan manusia, oleh karena itu
pemerintah turut bertanggung jawab atas terwujudnya hidup sehat pada
masyarakat. Masalah kesehatan yang diakibatkan dari lingkungan tidak sehat
masih menjadi masalah besar yang belum terpecahkan. Beberapa masalah
kesehatan di sekitar lingkungan kita adalah pembuangan sampah, kebersihan air,
dan sanitasi. Masalah tersebut masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi
pemerintah daerah.

106
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

Memasuki era milenial pun, ternyata masih banyak ditemukan masyarakat


yang belum menyadari pentingnya kesehatan lingkungan. Masyarakat desa yang
tinggal berdekatan dengan aliran sungai masih enggan untuk memiliki jamban
mandiri di rumah. Mereka memilih untuk tetap melakukan perilaku BABS di
sungai maupun di pekarangan. Tanpa disadari perilaku tidak sehat tersebut akan
berakibat buruk bagi lingkungan. Perilaku BABS juga akan berdampak buruk
bagi kesehatan dan menyebabkan berbagai macam penyakit seperti diare,
cacingan, dan kolera.
Menurut hasil Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian
nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan
semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%). Data
Kementerian Kesehatan RI hingga tahun 2010 masih ada 45 juta penduduk
Indonesia yang masih melakukan BABS. Data tahun 2010 menyatakan sebanyak
162.000 balita meninggal setiap tahun akibat diare, artinya 460 balita meninggal
setiap hari. Melihat data tersebut, sebenarnya dari tahun ke tahun telah dilakukan
upaya untuk menekan angka penderita diare yang disebabkan perilaku BABS.
Masalah sanitasi bukan hanya perilaku BABS saja, terdapat perilaku
masyarakat lainnya yang dapat memicu permasalahan sanitasi. Merujuk pada
pengertian sanitasi yang disampaikan Achmadi (2008) bahwa Sanitasi
Lingkungan Masyarakat merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan
melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Secara teknis sanitasi dijadikan
sebagai usaha yang dilakukan untuk mencegah penularan penyakit melalui
penyediaan jamban dan air sehat serta pengelolaan limbah rumah tangga dan
sampah.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi penyebaran penyakit diatur oleh
Pemerintah dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Pengertian STBM menurut
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu:
STBM adalah pendekatan dengan menggunakan metode pemicuan untuk
mengubah perilaku masyarakat menuju perilaku yang higienis dan saniter
melalui pemberdayaan masyarakat. Pemicuan dilakukan untuk mendorong
perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas
kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan
kebiasaan individu atau masyarakat menuju perilaku Stop BABS sampai
menuju perilaku sanitasi total yakni 5 Pilar STBM (Buku Panduan
Pelaksanaan Verifikasi 5 Pilar STBM Kemenkes : 2015.)

STBM dilakukan dengan mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui


pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Langkah untuk melakukan
penilaian atas kondisi perubahan perilaku yang telah terjadi di masyarakat terkait
dengan 5 pilar STBM yaitu :

107
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

1. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)


2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM RT)
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS RT)
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC RT)
Dengan dikeluarkannya regulasi berupa Permenkes yang langsung
mengatur pelaksanaan STBM ini, pemerintah mulai menggalakan beberapa upaya
untuk menyukseskan program tersebut. Sebenarnya STBM ini dijadikan sebagai
strategi nasional dengan harapan dapat berdampak pada tingkat kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan program STBM ini dikerahkan oleh
tenaga kesehatan, sanitarian, kader, relawan, masyarakat, dan tentu pemerintah
daerah sebagai fasilitator.
Berbagai strategi, program, dan kebijakan dari pemerintah daerah mulai
bermunculan untuk menyukseskan program STBM ini. Salah satu yang sering
didengar adalah istilah ODF. Beberapa tahun belakangan ini, istilah ODF memang
tidak asing lagi didengar. Open Defecation Free atau yang lebih dikenal oleh
masyarakat Indonesia sebagai perilaku buang air besar sembarangan (BABS).
Open Defecation Free yang selanjutnya disebut ODF merupakan salah satu pilar
dari STBM yakni Stop BABS. Pengertian dari Open Defecation Free atau Stop
BABS (Stop Buang Air Besar Sembarangan) adalah suatu kondisi ketika setiap
individu dalam suatu komunitas, telah berperilaku dan memiliki akses ke jamban
sehat dan tidak lagi melakukan praktek buang air besar sembarangan. Kondisi
tersebut dapat terwujud dengan teknik pemicuan STBM total.
Sebagai bentuk strategi advokasi dalam pelaksanaan STBM, pemerintah
berperan untuk mengeluarkan regulasi agar mendorong penganggaran dan
perencanaan program. Salah satu pemerintah daerah yang berkomitmen penuh
untuk mewujudkan Kabupaten ODF adalah Pemeritah Daerah Kabupaten Tegal.
Komitmen yang telah dibangun melalui regulasi langsung dari Bupati yang diatur
dalam Peraturan Bupati Tegal Nomor 2 Tahun 2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM). Tidak hanya itu, PDPM
Jambanisasi juga tercantum langsung dalam rencana strategis Dinas Kesehatan
Kabupaten Tegal.
STBM dilakukan dengan upaya menumbuhkan kemandirian masyarakat
melalui pemicuan dan pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan lingkungan
yang bersih dan sehat. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tegal
untuk mewujudkan pilar pertama STBM ini dilakukan secara bertahap. Di
lingkungan pemerintah, program ini lebih dikenal dengan istilah PDPM
Jambanisasi. Jambanisasi di Kabupaten Tegal telah dilaksanakan sejak tahun 2017
dan ditargetkan selesai 100% pada tahun 2019 sebagai Program Daerah
Pemberdayaan Masyarakat.

108
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

Program jambanisasi ini tepat dijadikan salah satu program pemberdayaan,


karena dilaksanakan dengan upaya meningkatkan pengetahuan dan sikap yang
dapat merubah perilaku masyarakat. Pernyataan tersebut didukung oleh Undang-
undang pasal 1 butir 12 yang menyebutkan bahwa “Pemberdayaan masyarakat
desa dilaksanakan melalui upaya pengembangan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan
kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi
masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.”
Pemerintah Kabupaten Tegal melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal
telah menjalankan program ini dengan baik. Diawali dengan komunikasi langsung
dengan masyarakat desa yang kemudian ditindaklanjuti dengan pemicuan. Unsur
komunikasi yang intensif dan efektif dari pihak yang berperan penting akan
berpengaruh langsung terhadap kesuksesan program ini. Disini lah peran serta
pemerintah penting dilakukan untuk menciptakan hubungan yang harmonis
dengan masyarakat. Hubungan yang harmonis akan membawa kesadaran
masyarakat untuk bekerjasama dengan pemerintah mendukung program
terwujudnya Kabupaten Tegal ODF 2019.
Hal-hal di atas menggugah ketertarikan penulis untuk mengeksplor lebih
jauh bagaimana implementasi PDPM dalam mewujudkan Kabupaten Tegal ODF
Tahun 2019. Inilah yang menjadi urgensi pada penelitan ini karena akan
mengungkap upaya apa saja yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal
dalam pelaksanaan PDPM jambanisasi agar Kabupaten Tegal 100% ODF pada
tahun 2019.

TINJAUAN TEORITIS
Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat
Mengutip pernyataan Payne (1997) tentang pemberdayaan atau
empowerment yang pada hakekatnya bertujuan untuk membantu klien
mendapatkan kekuatan (daya) untuk mengambil keputusan dan tindakan yang
akan dilakukan dan berhubungan dengan diri klien tersebut, termasuk mengurangi
kendala pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Pemberdayaan menunjukkan adanya keberpihakan serta kepedulian untuk
mengurangi keterbelakangan pada masyarakat dengan menciptakansemangat
bekerja sehingga mereka berdaya. Pemberdayaan(empowerment) sendiri menurut
konseptual berasal dari kata power, yaitu kekuasaanatau kekuatan. Meminjam
istilah Ife (1995), bahwa pemberdayaan atau empowerment secara sederhana
dapat dinyatakan sebagai “to increase the power of the disadvantaged” artinya
adalah untuk meningkatkan kekuatan atau kemampuan dari yang tidak beruntung.
Pemberdayaan ini wujud upaya untuk memberikan kekuatan,
meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh individu maupun

109
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

kelompok yang lemah (miskin) hingga menyadari potensi yang dimiliki dan
berupaya untuk meninggalkan keadaan keterbelakangan sebelumnya. Penerapan
pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah dilaksanakan pada beberapa bidang
seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan dan sosial budaya. Sebenarnya
pemberdayaan sendiri merupakan cara pandang baru pada komunikasi
pembangunan.
Proses pemberdayaan dapat diwujudkan bila adanya partisipasi masyarakat
dalam proses-proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah (Widjajanti :
2011). Semangat partisipasi masyarakat sangat dikedepankan. Untuk menarik
ketersediaan masyarakat dalam berpartisipasi tentu ada langkah komunikasi yang
harus dilakukan terlebih dahulu. Oleh sebab itu, sebenarnya pemberdayaan
merupakan konsep dari komunikasi pembangunan. Pengertian dari komunikasi
pemberdayaan masyarakat yakni proses penyampaian pesan yang terjadi dalam
proses atau pun kegiatan pembangunan yang pendekatannya menggunakan
pemberdayaan masyarakat.
Merujuk pada pengertian yang disampaikan oleh Ginanjar Kartasasmita
(Indarji: 2010) terlihat bahwa komunikasi pemberdayaan masyarakat merupakan
kajian yang lebih fokus dari komunikasi pembangunan. Komunikasi
pemberdayaan masyarakat merupakan kajian komunikasi dalam kegiatan
pembangunan yang menekankan pada pentingnya pelibatan masyarakat atau
partisipasi masyarakat. Sehingga proses-proses komunikasi dalam pemberdayaan
masyarakat lebih menekankan pada proses yang bersifat transaksionl dan
interaktif dari pada linear.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan adopsi dari keberhasilan
pembangunan sanitasi total dengan menerapkan model CLTS (Community-Led
Total Sanitation). Dalam upaya menanggulangi masalah sanitasi dan perilaku
buang air besar sembarangan, pemerintah melaksanakan program yang diberi
nama CLTS. Program CLTS kemudian berganti nama menjadi Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).
STBM adalah pendekatan dengan menggunakan metode pemicuan untuk
mengubah perilaku masyarakat menuju perilaku yang higienis dan saniter melalui
pemberdayaan masyarakat. Pemicuan dilakukan untuk mendorong perubahan
perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri
dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau
masyarakat. Penilaian atas kondisi perubahan perilaku yang telah terjadi di
masyarakat diukur dengan 5 pilar STBM yaitu :
1. Stop BABS
2. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

110
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM RT)


4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PS RT)
5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC RT)

Kunci dalam pelaksanaan STBM ini adalah metode pemicuan yang


diberikan langsung oleh kader atau fasilitator kepada masyarakat. STBM
dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat dimana masyarakat sadar, mau
dan mampu untuk melaksanakan sanitasi total yang timbul dari dirinya sendiri,
bukan melalui paksaan. Melalui cara ini diharapkan perubahan perilaku tidak
terjadi pada saat pelaksanaan program melainkan berlangsung seterusnya (Depkes
RI: 2008). Terjadi untuk memudahkan para kader atau fasilitator merancang
strategi pemicuan, terdapat tiga komponen penting dalam pelaksanaan STBM.
Pelaksanaan program STBM ini berfokus pada tiga komponen yang saling
mendukung yaitu :
1. Enabling environmentyakni menciptakan lingkungan yang kondusif
melalui kebijakan, anggaran dan sumber daya serta monitoring dan
evaluasi
2. Demand yakni peningkatan kebutuhan sanitasi di masyarakat
3. Supply yakni pemenuhan kebutuhan dan penyediaan akan produk-
produk sanitasi yang terjangkau

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan agar dapat mengeksplorasi upaya yang dilakukan
dalam implementasi program PDPM dalam mewujudkan Kabupaten Tegal Open
Defecation Free 2019.

METODEPENELITIAN
Penelitian ini disusun dengan metode deskriptif kualitatif dengan tujuan
agar penulis dapat mengekplorasi lebih jauh implementasi Program Daerah
Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) dalam mewujudkan Kabupaten Tegal Open
Defecation Free tahun 2019. Merujuk pada pendapat Moleong (2004) bahwa
metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pengertian lain penelitian kualitatif menurut Mulyana (2018) adalah
penelitian yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan
banyak metode, dalam menelaah masalah penelitiannya. Penggunaan berbagai
metode ini sering disebut triangulasi yang dimaksudkan agar peneliti memperoleh
pemahaman yang komprehensif (holistic) mengenai fenomena yang ia teliti. Jadi
penelitian ini berupaya menjelaskan dengan menjawab inti permasalahan dengan
mencari unsur penting. Sumber data diperoleh langsung dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Tegal serta Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten

111
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

Tegal. Merujuk pendapat Moleong (2006) menyatakan bahwa penetapan fokus


yang jelas dan mantap, seorang peneliti dapat membuat keputusan yang tepat
tentang data mana yang dikumpulkan dan mana yang tidak perlu dijamah maupun
mana yang akan dibuang.
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yakni data primer dan
sekunder. Menurut Kriyantono (2012) data primer merupakan data yang diperoleh
dari sumber data pertama di lapangan. Teknik yang digunakan penulis untuk
memperoleh data primer yakni wawancara mendalam (indepth interview) bersama
3 informan. Ketiga informan yang dipilih berdasarkan purposive sampling.
Menurut Kriyantono (2006) teknik purposive sampling mencakup orang-orang
yang diseleksi atas dasar kriteria tertentu berdasarkan tujuan penelitian. Data
sekunder diperoleh melalui media perantara seperti bukti, catatan, atau laporan
dalam bentuk arsip atau dokumen (Sugiyono: 2013). Adapun data sekunder
penulis peroleh dengan teknik telaah dokumen/dokumen tertulis. Data yang
dimaksud dapat berupa undang-undang, peraturan, foto dokumentasi program,
hasil studi/riset, pernyataan, teori yang relevan, laporan serta bahan lain yang
berkaitan dengan program ini. Adapun cara untuk mengetahui keabsahan data
tersebut adalah dengan menguji hasil yang telah didapat dengan menggunakan
triangulasi sumber.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pemerintah akhir-akhir ini mengarahkan perhatiannya terhadap kesehatan
masyarakat. Kebijakan-kebijakan yang dirancang oleh pemerintah akan
berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Saat ini pemerintah kerap
mengeluarkan kebijakan yang pro terhadap masyarakat miskin. Termasuk
diantaranya Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Seperti yang kita tahu
bahwa kemiskinan dan kesehatan merupakan permasalahan yang belum kunjung
terpecahkan di negeri ini. Kedua masalah tersebut bukan hanya menjadi masalah
bagi pemerintah saja, namun menjadi masalah kita bersama.
Penyebaran penyakit karena lingkungan tidak sehat menjadi permasalahan
di tengah masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah perilaku BABS. Untuk
mengantisipasi peningkatan penyebaran penyakit, pada tahun 2010 terbentuk
Community Led Total Sanitation Project atau disebut Proyek CLTS. Seperti yang
disampaikan oleh Bapak Nuryadi dalam wawancara :
“Pemicuan itu menjadi bagian yang paling teknis dalam STBM, nama
sebenarnya dulu adalah CLTS atau Community Led Total Sanitation yang
kemudian masyarakat sederhanakan dalam Bahasa Indonesia dengan
sebutan pemicuan yang ada pada STBM. Nah CLTS atau STBM ini adalah
salah satu upaya menyadarkan masyarakat agar masyarakat tahu dan
faham secara mandiri untuk hidup dengan lingkungan yang sehat.”

112
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

CLTS merupakan sanitasi total atas prakarsa masyarakat dengan


menitikberatkan pada penyadaran masyarakat akan pentingnya sarana
pembuangan untuk kesehatan pribadi serta lingkungan. CLTS kemudian
mengalami perubahan nama sejak disahkannya Peraturan Menteri Kesehatan No.
3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Pengertian
STBM menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yaitu pendekatan
dengan menggunakan metode pemicuan untuk mengubah perilaku masyarakat
menuju perilaku yang higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat.
Program STBM dilaksanakan dengan metode pemberdayaan yakni
pemicuan. Sama halnya dengan program pemberdayaan lainnya, implementasi
program ini juga bersifat partisipatif. Pemerintah sebagai fasilitator dan pelaksana
program berupaya mengajak masyarakat berpartisipasi secara sadar untuk
meningkatkan askes sanitasi. Oleh karena itu, Pemerintah kabupaten maupun kota
mulai merancang berbagai program dan kebijakan yang berkaitan dengan
peningkatan kebutuhan sanitasi. Salah satunya adalah Pemerintah Daerah
Kabupaten Tegal. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Thaufiq :
“Program jambanisasi itu kan dilaksankan melalui PDPM kalau start-nya
kita dari tahun 2015. Kemudian tahun 2017 Pemerintah Kabupaten Tegal
periode Pak Enthus dan Bu Umi mencanangkan program PDPM untuk
pembangunan jamban bagi masyarakat miskin karena sesuai dengan basis
data terpadu itu ada sekitar 47.642 kk miskin yang belum mempunyai
jamban. Kita punya target di tahun 2019 itu Kabupaten Tegal bebas buang
air besar sembarangan atau ODF.”

Menuju Kabupaten Tegal ODF 2019, Pemerintah Kabupaten Tegal


menerapkan pelaksanaan program STBM yang berfokus pada tiga komponen
yang saling mendukung yaitu :
1. Enabling environmentyakni menciptakan lingkungan kondusif melalui
kebijakan, anggaran dan sumber daya serta monitoring dan evaluasi
2. Demand yakni peningkatan kebutuhan sanitasi di masyarakat
3. Supply yakni pemenuhan kebutuhan dan penyediaan akan produk-produk
sanitasi yang terjangkau
Komponen-komponen STBM tersebut juga dijadikan sebagai strategi
implementasi Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat guna mewujudkan
Kabupaten tegal ODF pada tahun 2019. Berikut adalah penjelasan implementasi 3
komponen utama STBM yang diterapkan dalam PDPM guna mewujudkan
Kabupaten Tegal ODF 2019.
Enabling Environment
Pada masa kepemimpinan Bapak Enthus dan Ibu Umi tepatnya mulai
tahun 2017, Kabupaten Tegal berkomitmen untuk menekan kenaikan angka

113
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

penyakit akibat lingkungan tidak sehat dengan program jambanisasi. Komitmen


tersebut ditunjukkan dengan Instruksi Bupati Tegal No. 440/2500 Tahun 2014 dan
Perbup No 2 Tahun 2018 Tentang Juklak PDPM. Program Daerah Pemberdayaan
Masyarakat (PDPM) adalah program peningkatan kapasitas pemerintah desa dan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk percepatan penanggulangan
kemiskinan. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Dessy selaku Kabid Aset
Pemerintahan Desa, sbb:
“PDPM ini kami persembahkan untuk masyarakat. Sesuai dengan Perbup
juklak pelaksanaan PDPM, program ini tujuannya untuk mendorong
percepatan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan di desa-desa
yang ada di Kabupaten Tegal, untuk mewujudkan kebutuhan dasar
masyarakat demi mencapai standar hidup dan penghidupan yang layak dan
produktif menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat”

Hasil akhir dari implementasi PDPM Jambanisasi adalah terbangunnya


jamban sehat di rumah masyarakat miskin yang tercantum dalam PBDT. Bantuan
tersebut tidak hanya membangun jamban baru, termasuk juga memperbaiki
jamban yang rusak maupun jamban tidak aktif. Melalui PDPM ini, pemerintah
memfasilitasi masyarakat miskin untuk belajar menerapkan program STBM
dimulai dari pilar pertama.
Pelaksanaan program jambanisasi tersebut diatur langsung dalam Program
Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) pada Perbup Nomor 2 Tahun 2018
Tentang Petunjuk Pelaksanaan PDPM. Dikeluarkannya Perbup sebagai naungan
hukum yang kuat dalam pelaksanaan STBM, tidak terlepas dari PERMENKES
Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Perlu
ditekankan bahwa jamban yang baik adalah jamban sehat sesuai dengan definisi
operasioanal Kemenkes yaitu terdiri dari kloset, septictank dan resapan.
Perbup tersebut juga berfungsi sebagai penetapan sasaran program dan
penerima manfaat. Penerima manfaat jambanisasi berasal dari masyarakat miskin
yang telah terdaftar pada Pemutakhiran Basic Data Terpadu (PBDT) Kabupaten
Tegal tahun 2015 yang dapat diakses di aplikasi simas.kabtegal.go.id Bappeda dan
Litbang Kabupaten Tegal. Perbup ini juga menjadi payung hukum dalam
pembentukan dasar anggaran pelaksanaan program. Pembangunan Jamban sehat
serentak dilaksanakan setelah dana masuk ke rekening desa, untuk kemudian
dikelola dan ditindaklanjuti oleh Timlak di desa dengan mengacu pada RAB dan
DED yang sudah di tetapkan di Peraturan Bupati Tentang Petunjuk Pelaksanaan
PDPM.
Pemerintah Kabupaten Tegal menggelontorkan anggaran sebesar Rp.
21,75 miliar yang difokuskan untuk penataan dan penyehatan lingkungan,

114
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

khususnya peningkatan akses sanitasi dengan pembuatan jamban sehat bagi


masyarakat miskin. Program ini berlaku di 281 desa se- Kabupaten Tegal dengan
alokasi proporsional, memperhatikan jumlah penduduk miskin yang tidak
memiliki jamban sesuai dengan data Pemutakhiran Basic Data Terpadu (PBDT)
tahun 2015.
Berdasarkan data PBDT, saat ini di wilayah Kabupaten Tegal masih ada
47.642 rumah tangga miskin yang masih belum memiliki akses jamban sehat.
Pemerintah Kabupaten Tegal berkomitmen untuk tetap mengalokasikan dana
PDPM untuk program jamban sehat dari tahun 2017 – 2019 dengan total anggaran
sekitar 65,25 milyar untuk dapat membangun 30.330 jamban sehat baru. Hasilnya
cukup signifikan, dengan gerakan program ini Pemerintah Kabupaten Tegal
berhasil memperbaiki rangkingnya di Provinsi Jawa Tengah, sebagai berikut :

Tabel 1. Progres Akses Jamban Sehat Kabupaten Tegal di Peringkat 23

Sampai saat ini akses jamban sehat Kabupaten Tegal mencapai 83,51%
atau urutan 23 dari 35 Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah dan diharapkan
bisa 100% di akhir tahun 2019. Perlu diketahui sebelumnya, Kabupaten Tegal
berada pada peringkat ke 32 dari 35 Kabupaten/ Kota. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Bapak Taufik dalam wawancara :
“Makanya untuk desa yang ada di pinggiran sungai menjadi permasalahan
yang kompleks itu. Jadi memang komitmen Ibu Bupati telah
menyampaikan pokoknya 2019 harus ODF Kabupaten Tegal, karena di
Jawa Tengah itu baru 7. Kalau tahun kemarin 2017 kita masih rangking 32
sekarang sudah rangking 23 pada tahun 2018. Dulu sebelum ada PDPM
kita rangking 32 dari 35 kabupaten berdasarkan akses sanitasinya.
Sekarang kita sudah di posisi 85% akses sanitasinya. Jadi sanitasi yang
diperbaiki itu ada dua yaitu sarana sama aksesnya. Dan kita tetap menjalin
dengan pihak-pihak lain agar dapat mempercepat target”

115
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

Menuju angka 100% ODF, Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal sebagai


pelaksana program kerja ini tetap menggandeng pihak lain. Bentuk dukungan lain
yang diberikan yakni membentuk kerja sama dan koordinasi dengan pihak lain
yang terkait dalam pelaksanaan program ini. Adapun pihak lain yang tekait
dengan pelaksanaan program PDPM pembangunan jamban sehat seperti :
a. Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Tata Ruang dan
Pertanahan Kabupaten Tegal
b. Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan
Daerah Kabupaten Tegal
c. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
d. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah;
e. Inspektorat Kabupaten Tegal
f. Kecamatan dan Puskesmas di Kabupaten Tegal
g. Pemerintahan Desa
Implementasi PDPM ini semakin didukung dengan dirancangnya Renstra
sebagai penetapan implementasi strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal.
Renstra memuat referensi indikator outcome bagi pimpinan dalam jangka waktu
lima tahun. Rencana strategis ini dirancang agar dapat mempercepat pemenuhan
target capaian. Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Tegal, kasus diare yang
ditemukan dan ditangani di Kabupaten Tegal tahun 2015 mencapai 195,3%.
Angka ini sudah memenuhi target SPM dan Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten
Tegal yaitu 100% Incidence Rate diare Kabupaten Tegal tahun 2014 sebesar 214
per 1000 penduduk.
KASUS DIARE YANG DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN,
KECAMATAN, DAN PUSKESMAS KABUPATEN TEGAL TAHUN 2015

Tabel 2. Profil Kesehatan Kab. Tegal tahun 2015

116
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

Berdasarkan Tabel 2 di atas penderita diare di setiap kecamatan tergolong


masih cukup tinggi. Pemerintah Kabupaten Tegal yakin dan berkomitmen penuh
untuk dapat menyukseskan program pemerintah dalam meningkatkan peningatan
kebutuhan sanitasi dengan melaksanakan program STBM. Diawali dengan
implementasi pilar pertama STBM yakni Stop BABS atau ODF. Program ini
menjadi pekerjaan rumah yang harus benar-benar dibenahi oleh Pemerintah
Kabupaten Tegal. Hingga tahun 2017, diketahui banyak masyarakat yang tinggal
dekat dengan aliran sungai dan masih belum memiliki jamban. Mirisnya di
Kecamatan Slawi yang merupakan ibu kota Kabupaten Tegal masih ditemukan
banyak warga yang belum memiliki jamban sehat seperti pada tabel di bawah:

JUMLAH KK PENERIMA PDPM DI KEC. SLAWI TAHUN 2017


JUMLAH
NO NAMA DESA
PENERIMA
1. SLAWI KULON 34 KK
2. TRAYEMAN 21 KK
3. DUKUHSALAM 40 KK
4. DK. WRINGIN 42 KK
5. KALISAPU 47 KK
JUMLAH 184 KK
Tabel 3 Sumber : Laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal

Terdapat kurang lebih 184 KK yang belum memiliki jamban sehat di


Kecamatan Slawi yang tersebar di lima desa. Agar lebih mudah diingat
masyarakat, program ini diperkenalkan dengan istilah “Jambanisasi”. Peran,
dukungan serta kerja sama dari pemerintah daerah sangat penting dalam
pelaksanaan pemicuan STBM.
Demand
Program Jambanisasi dijadikan salah satu program pemberdayaan agar
dapat melibatkan berbagai pihak, termasuk partisipasi masyarakat itu sendiri.
Indikator keberhasilan Kabupaten Tegal dinyatakan open defecation free, ketika
tidak ditemukan lagi data masyarakat yang masih BABS. Permasalahan yang
ditemukan ternyata bukan sekedar itu, terdapat beberapa masalah lain seperti yang
diungkapkan pada wawancara oleh Bapak Tofiq:
“Terus permasalahan lain untuk desa desa yang ada aliran sungai itu
menjadi permasalahan yang rumit juga kalau sekedar tidak punya
kemudian membangunkan kan itu mudah. Tapi kalau rumah-rumah yang
pinggiran bantaran sungai rata-rata tidak punya septic tank dialirkan ke
sungai baik dari kamar mandi, satu paralon kamar mandi, wc langsung ke
sungai itu kan sama saja BABS di sungai tapi ditutupin. Makanya untuk

117
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

desa yang ada di pinggiran sungai ya permasalahan yang kompleks itu”

Di beberapa wilayah terdapat masyarakat yang tergolong mampu dan


sudah memiliki jamban, namun tidak memiliki septictank sehingga kotoran
langsung mengalir ke sungai. Masalah tersebut menjadi tantangan bagi pelaksana
program untuk mencari solusi dalam penuntasannya. Memasuki komponen STBM
kedua yakni demand atau peningkatan kebutuhan sanitasi di masyarakat. Demand
dapat diimplementasikan dengan metode pemicuan yang ada pada STBM.
Pemicuan merupakan metode pemberdayaan masyarakat dengan tujuan agar
masyarakat secara sadar memahami konsep sanitasi sehat dan terpicu untuk
memiliki jamban secara mandiri. Pemicuan dilakukan oleh para fasilitator di
masing-masing wilayah kerjanya. Fasilitator ini termasuk para sanitarian yang ada
di puskesmas. Mereka melakukan sosialisasi, penyuluhan, pelatihan, diskusi
hingga simulasi secara terus menerus hingga pada akhirnya masyarakat terpicu
membutuhkan jamban sehat.
PDPM juga mengimplementasikan metode pemicuan karena memang
program ini dirancang untuk mendukung keberhasilan STBM. Bisa disimpulkan
bahwa pemicuan termasuk dalam teknik komunikasi pemberdayaan. Dalam
melaksanakan suatu program pemberdayaan masyarakat, tentu tidak terlepas dari
peran komunikasi. Komunikasi dinilai sangat penting untuk keberlangsungan
program. Untuk itu, didalam pelaksanaan komunikasi pemberdayaan dikenal
dengan istilah saluran komunikasi. Saluran komunikasi pada pelaksanaan program
PDPM Jambanisasi adalah komunikasi interpersonal, sosialisasi lintas sektor
tingkat kabupaten dan kecamatan, event khusus seperti deklarasi desa ODF,
pamflet dan poster, media massa seperti radio dan surat kabar.
Upaya-upaya ini dikerahkan langsung dengan komunikasi pemberdayaan
agar tujuan program tersebut dapat tercapai. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak
Nuryadi bahwasannya :
“Nah PDPM menjadi pendukung di tingkat daerah khusunya Kabupaten
Tegal untuk mendukung salah satu pilar STBM yakni stop BABS. PDPM
itu kebijakan daerah hanya ada di Kabupaten Tegal, sedangkan
pelaksanaan STBM tetap berlaku nasional. Pemicuan itu menjadi bagian
yang paling teknis dalam STBM. Pemicuan bisa dilakukan dengan
berbagai media komunikasi. Pemicuan adalah metode pemberdayaan
masyarakat sebenarnya. Nah pemicuan ini adalah salah satu upaya
menyadarkan masyarakat agar masyarakat tahu dan faham secara mandiri.
Konsep dasarnya STBM itu tidak boleh memberikan bantuan maka dari itu
disebut mandiri. Rohnya STBM adalah pemicuan, bagaiamana kita
menggerakan masyarakat secara mandiri, memberdayakan masyarakat
agar mandiri agar sadar kalau kita ngomong pilar satu bahwa jamban sehat

118
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

itu mutlak dibutuhkan bagi masyarakat dan dibutuhkan untuk saya. “

Metode pemicuan yang disampaikan di atas, tidak hanya digerakkan


dengan komunikasi tatap muka baik interpersonal maupun antar kelompok.
Penggunaan media sebagai alat komunikasi juga melengkapi proses pemicuan
guna menciptakan kebutuhan sanitasi masyarakat. Berikut contoh media poster
yang digunakan dalam rangka pemicuan kepada masyarakat :

Gambar 1 Media Kampanye PDPM dan Pemicuan STBM


Supply
Komponen ketiga adalah supply atau pemenuhan kebutuhan dan
penyediaan akan produk-produk sanitasi yang terjangkau. Komponen ini adalah
finishing dalam STBM yakni masyarakat yang terpicu membangun jamban sehat
dan meninggalkan perilaku BABS. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa tujuan program pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat agar dapat mandiri dan dapat mengatasi
persoalan kehidupannya. Kondisi semacam ini akan memberikan peluang besar
kepada masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitasnya dalam
bidang ekonomi, pendidikan, sosbud, dan politik dalam kehidupan bersama. Hal
tersebut merupakan pertimbangan Pemkab. Tegal dalam mengusung PDPM
Jambanisasi melihat kondisi masyarakat dan tuntutan Kabupaten ODF.
Kondisi yang penulis maksud adalah kebiasaan masyarakat yang masih
menganggap wajar perilaku BABS. Kondisi memprihatinkan masih terlihat di
wilayah Kecamatan Adiwerna. Budaya Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
hingga kini masih dilakukan sebagian warga yang berdiam di 21 desa dan total
keluarga yang belum memiliki jamban sehat mencapai 3.849. Kecamatan
Adiwerna merupakan kecamatan yang paling berdekatan dengan Ibukota
Kabupaten Tegal, bisa disebut sebagai serambinya Kabupaten Tegal. Berikut data
penerima manfaat jamban sehat per kecamatan di Kabupaten Tegal :

119
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

JML DES
JUML DESA PENERI JAMBAN KEKU A PERS
DESA
NO PUSKESMAS KECAMATAN AH (SILP MA TERBANG RANG BLM ENTA
SELESAI
DESA A) MANFAA UN AN SEL SI
T ESAI
1 Bumijawa Bumijawa 18 18 649 649 0 0 0,00
2 Bojong Bojong 9 9 262 262 0 0 0,00
3 Danasari Bojong 8 8 189 189 0 0 0,00
4 Jatine gara Jatine gara 17 17 574 615 0 0 0,00
5 Ke dungbante ngKe dungbante ng 10 8 2 433 399 34 2 20,00
6 Pangkah Pangkah 14 13 1 466 449 17 1 7,14
7 Pe nusupan Pangkah 9 8 1 314 308 6 1 11,11
8 Tarub Tarub 12 12 476 476 0 0 0,00
9 Ke samiran Tarub 8 8 268 268 0 0 0,00
10 Kramat Kramat 10 8 1 351 334 17 2 20,00
11 Bangungalih Kramat 9 9 339 339 0 0 0,00
12 Suradadi Suradadi 5 5 223 223 0 0 0,00
13 Jatibogor Suradadi 6 6 243 243 0 0 0,00
14 Warure ja Warure ja 12 12 561 563 0 0 0,00
15 Dukuhturi Dukuhturi 11 11 179 179 0 0 0,00
16 Kupu Dukuhturi 7 6 170 147 23 1 14,29
17 Talang Talang 10 10 290 280 10 0 0,00
18 Kaladawa Talang 9 9 322 322 0 0 0,00
19 Adiwe rna Adiwe rna 10 9 1 369 322 47 1 10,00
20 Pagiyante n Adiwe rna 11 8 3 390 306 84 3 27,27
21 Dukuhwaru Dukuhwaru 10 10 401 444 0 0 0,00
22 Page rbarang Page rbarang 13 11 1 543 479 64 2 15,38
23 Le baksiu Le baksiu 8 8 342 342 0 0 0,00
24 Kambangan Le baksiu 7 7 346 347 0 0 0,00
25 Balapulang Balapulang 9 8 385 377 8 1 11,11
26 Kalibakung Balapulang 11 11 460 460 0 0 0,00
27 Margasari Margasari 7 7 307 314 0 0 0,00
28 Ke sambi Margasari 6 6 234 240 0 0 0,00
29 Slawi Slawi 5 5 176 176 0 0 0,00
T O T A L 281 267 10 10262 10052 310 14 4,98
95,02 3,56 97,95

Tabel 4 Data Penerima Jamban Sehat di Setiap Kecamatan di Kabupaten Tegal


Terlihat pada tabel 4 wilayah Adiwerna memiliki penerima manfaat
terbanyak. Di Kecamatan Adiwerna, desa yang masyarakatnya paling banyak
melakukan budaya BABS hingga saat ini tercatat Harjosari Kidul dengan jumlah
KK tidak memiliki jamban sebanyak 1.875 KK. Demi keberhasilan implementasi
PDPM Jambanisasi, Camat Adiwerna berupaya untuk mengucurkan dana desa
100% untuk percepatan mewujudkan desa open defecation free. Tercatat wilayah
dengan progres pembangunan jamban sehat yang baik yakni Kecamatan
Pagerbarang. Di mana dari target 646 penerima manfaatnya sudah terealisasi 476,
Artinya sudah mencapai 73,68 %.
Target 100% akan dicapai pada tahun 2019, dengan rincian pada tahun
2017 yakni 16.787 paket pekerjaan jamban sehat untuk mencapai 80 persen, tahun
2018 berlanjut untuk 18.392 paket pekerjaan jambanisasi menuju persentase 89%,
dan di tahun 2019 pekerjaan paket mencapai 21.795 untuk mencapai 100 % desa
bebas dari budaya BABS. Meskipun pelaksanaan PDPM jambanisasi masih belum
optimal, namun progres yang ditunjukkan sangat baik. Dibuktikan dengan prestasi
yang berhasil diraih oleh Kabupaten Tegal dalam mewujudkan Kabupaten ODF.
Implementasi PDPM menuju Kabupaten Tegal ODF 2019 tidak hanya dilakukan
dengan menerapkan tiga komponen STBM saja. Melalui PDPM, Kabupaten Tegal
berhasil menciptakan Paguyuban Wirausaha Sanitasi. Program Pemberdayaan ini
bukan hanya membuat masyarakat berdaya dalam bidang kesehatan tetapi
sekaligus berupaya membangun ekonomi masyarakat. Seperti yang disampaikan
oleh Bapak Thaufiq dalam wawancara :
“Kalau pelatihan bentuknya teknik cara membuat jamban sudah sejak
tahun 2015 kita adakan di seluruh seluruh desa jumlahnya 281 kita undang
kesini, kemudian kita latih bagaiamana cara membuat jamban kemudian

120
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

kita praktek ke lapangan proses pembuatannya. Dulu sebelum adanya


PDPM beberapa desa mereka biasanya menggunakan arisan jamban
sebesar 1,2 juta yang dikelola oleh desa. Sekarang dengan adanya PDPM
akhirnya mendapatkan bantuan ini. Hanya desa tertentu yang ada arisan
tergantung keaktifan sanitarian puskesmas”
Proses pemberdayaan dengan membentuk paguyuban sanitasi ini
dilakukan setelah melakukan sosialisasi dan membentuk tim koordinasi baik di
tingkat kabupaten maupun kecamatan, selanjutnya dibentuklah tim koordinasi di
tingkat desa dengan nama paguyuban wirausaha sanitasi. Paguyuban ini terbentuk
dengan cara memberikan sosialisasi dan pelatihan bagi tukang batu desa setempat,
tentang keuntungan serta pembuatan jamban sehat dengan teknik yang benar.
Leading sector dalam pemberdayan ini adalah Dinas Kesehatan. Pelatihan
ini diikuti oleh tukang batu, tenaga sanitarian puskesmas, tokoh masyarakat, dan
pengelola Pamsimas. Wirausaha sanitasi merupakan upaya yang menitikberatkan
program sanitasi berbasis masyarakat seperti pembuatan kloset sederhana dan
jamban sehat. Proses pembelajarannya dimulai dengan konsep dasar wirausaha
sanitasi, jejaring sanitasi, pengenalan produk/jasa sanitasi hingga praktek
langsung di lapangan. Jadi PDPM ini selain mengajak masyarakat untuk ODF,
sekaligus berusaha mengajak masyarakat memperbaiki kondisi ekonomi dengan
menjadi wirausaha sanitasi. PDPM ini terlaksana dengan memberdayakan tukang
batu setempat yang sudah terlatih. Menurut pengakuan Bapak Nuryadi selaku
programmer PDPM, dalam implementasi program ini masih banyak ditemukan
kendala. Berikut pernyataan beliau :
“Fokus program ini untuk 281 Desa dan enam kelurahan. Kalau dari
tingkat kecamatan kurang aktifnya tim koordinasi dalam melakukan
monitoring dan evaluasi sehingga pelaksanaannya kadang banyak kendala.
Kemudian data PBDT tidak update kadang menjadi sulit untuk memenuhi
tiga harapan utama dalam PDPM ini yakni tepat mutu, sasaran dan
manfaat. Kesadaran masyarakat masih sulit kita bangun harus pemicuan
secara terus tanpa lelah baik kepada masyarakat yang belum punya jamban
maupun sudah punya tanpa septic tank.”
Implementasi PDPM masih menemui permasalahan yang berkaitan
dengan pemicuan, kemutakhiran data penerima manfaat, bahkan pasca pembuatan
jamban. Ke depannya Pemerintah Kabupaten Tegal melalui dinas terkait selalu
berupaya untuk melakukan perbaikan dalam implementasi program kerja ini.
Kabupaten Tegal tengah berupaya semaksimal mungkin untuk
mewujudkan pilar pertama STBM yakni stop buang air besar sembarangan atau
STOP BABS. Stop BABS ini dilakukan dengan pembangunan jamban sehat di
281 desa dan enam kelurahan di 18 kecamatan se-Kabupaten Tegal. Bukan tidak
mungkin luasnya wilayah, jumlah masyarakat, dan kebiasaan BABS masyarakat
menimbulkan masalah yang menjadi hambatan pelaksanaan program jambanisasi

121
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

ini. Kemudian muncul pertanyaan bagaimana proses pelaksanaan tersebut, serta


apa yang dilakukan pemerintah agar kebijakan dan jambanisasi ini dapat diterima
oleh masyarakat. Secara regulasi, kemudian pelaksanaan STBM diatur dalam
Perbup tentang Petunjuk Pelaksanaan PDPM.
Pemberdayaan sebagai wujud upaya untuk memberikan kekuatan,
meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh individu maupun
kelompok yang lemah (miskin) hingga menyadari potensi yang dimiliki dan
berupaya untuk meninggalkan keadaan keterbelakangan sebelumnya. Ini sesuai
dengan pendapat dari Istiyanto (2017) yang menyebutkan pemberdayaan sebagai
usaha untuk menjadikan keadaan masyarakat lebih baik dari sebelum
diberdayakan. Tepat apabila program STBM ini menjadi salah satu program
pemberdayaan. Tujuan utama dari STBM adalah menjadikan masyarakat sadar
akan pentingnya kesehatan sanitasi dan meninggalkan perilaku BABS. Melalui
implementasi PDPM ini berupaya menunjukkan perannya untuk memberikan
kekuatan agar masyarakat mau dan mampu meninggalkan keterbelakangan. Oleh
sebab itu, dalam proses pemberdayaan sangat penting adanya partisipasi
masyarakat guna mengidentifikasi masalah dan potensi yang ada di masyarakat
sesuai dengan pendapat Adi (2007). Senada dengan itu bahwa keterlibatan
partisipasi masyarakat dapat menjadikan program pemberdayaan masyarakat
berjalan dengan lebih baik karena, akan menimbulkan rasa kepemilikan atas
program pemberdayaan tersebut (Istiyanto, 2017 : 47)
Metode pemicuan dalam STBM tidak dapat berjalan jika tidak ada
partisipasi masyarakat. Implementasi PDPM Jambanisasi di Kabupaten Tegal
berjalan tanpa menghilangkan metode pemicuan dan tiga komponen utama yang
ada pada STBM. Apabila ditarik garis merah, sebenarnya antara PDPM dan
STBM memiliki konsep yang berbeda. Konsep pemikiran dan penerapan
pelaksanaan dua program tersebut justru bertolak belakang. Implementasi PDPM
dilakukan dengan wujud pemberian bantuan berupa pembangunan jamban sehat
untuk masyarakat miskin. Jauh berbeda dengan konsep pemikiran pada
pelaksanaan STBM yang sebenarnya melarang pemerintah untuk memberikan
bantuan dalam bentuk apa pun.
Dalam STBM prinsip pelaksanaannya adalah membangun kesadaran
masyarakat agar terpicu untuk meningkatkan akses sanitasi sehat secara mandiri.
Teknik pemicuan yang dibahas di atas adalah salah satu metode yang digunakan
dalam memberdayakan masyarakat. Mengikuti pendapat Widjajanti (2011) proses
pemberdayaan dapat diwujudkan bila adanya partisipasi masyarakat dalam proses-
proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang menjadi faktor
pemicu. Pemicuan ini menarik ketersediaan masyarakat dalam berpartisipasi
dengan mengkomunikasikannya terlebih dahulu kepada masyarakat.
Hal ini dapat dianalisis pemicuan yang dilakukan tanpa memberikan

122
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

bantuan merupakan wujud pemicuan STBM total. Sejauh ini hanya Pemerintah
Kabupaten Grobogan yang menerapkan pemicuan STBM total. Sejak
dikeluarkanya Instruksi Bupati Tegal No. 440/2500 Tahun 2014, kemudian disusul
dengan Perbup No. 2 Tahun 2018 Tentang Juklak PDPM. Implementasi PDPM
Pemerintah Kabupaten Tegal sudah baik dari proses tahapan yang dijalankan.
Pelaksanaan PDPM menjanjikan hasil yang signifikan. Dibuktikan dengan
kenaikan peringkat akses sanitasi yang berhasil diraih Kabupaten Tegal dalam dua
tahun.
Terwujudnya program pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat
dengan sistem swakelola pada PDPM Jambanisasi. Pemerintah juga memberikan
pelatihan bagi tukang batu desa setempat. Hal ini bertujuan agar PDPM
Jambanisasi bukan hanya mempercepat target Kabupaten ODF, tetapi juga dapat
memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat di desa. Pemberdayaan masyarakat ini
dapat memenuhi harapan pelaksanaan PDPM Jambanisasi agar dapat memenuhi 3
aspek tepat yaitu : tepat mutu, tepat sasaran, dan tepat manfaat. Meskipun begitu
kenyataan di lapangan tetap ditemukan adanya hambatan. Hambatan dalam
implementasi program ini, terjadi baik pada penetapan sasaran, pencairan
anggaran, bahkan pasca pembangunan jamban. Penetapan sasaran dan anggaran
terkendala karena PBDT sebagai acuan data terkadang tidak valid. Pemicuan tetap
dilakukan pasca pembangunan jamban dengan teknik monitoring dan evaluasi
(monev) setiap bulan oleh sanitarian. Mengoptimalkan peran pemerintah dalam
implementasi PDPM Jambanisasi agar tahun 2019 Kabupaten Tegal berhasil
meraih predikat sebagai Kabupaten ODF.

SIMPULAN
Program Daerah Pemberdayaan Masyarakat (PDPM) sebagai salah satu
program unggulan Kabupaten Tegal. Program ini difokuskan untuk penataan dan
penyehatan lingkungan khususnya peningkatan akses sanitasi dengan pembuatan
jamban sehat bagi masyarakat miskin. Melalui PDPM Jambanisasi ini diharapkan
mampu mewujudkan Kabupaten Tegal Open Defecation Free di tahun 2019.
Kabupaten Tegal berhasil memadukan dua program dengan dua konsep yang
berbeda yakni STBM dan PDPM. Impelemtasi PDPM Jambanisasi dilakukan dengan
tetap menggunakan teknik pemicuan, menggunakan tiga komponen utama STBM
yakni enabling environment, demand, dan supply agar dapat memenuhi harapan
pelaksanaan PDPM yakni tepat sasaran, mutu dan manfaat. Perilaku BABS yang sulit
dirubah karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan sanitasi
menjadi penghambat utama. Meskipun telah berhasil memperbaiki peringkat akses
jamban sehat, masih ditemukan banyak kendala saat pelaksanaan program ini. Untuk
membantu percepatan pencapaian target sekaligus memberdayakan masyarakat di
bidang ekonomi, Pemerintah membentuk Paguyuban Wirausaha Sanitasi.
Dalam penulisan ini, sebagai penutup penulis ingin memberikan saran

123
Jurnal Tabligh Volume 20 No 1, Juni 2019 :106-125

kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal selaku leading sector. Untuk


memaksimalkan implementasi program, perlu adanya monitoring dan evaluasi
pasca pembangunan jamban secara simultan dan berkelanjutan. Prestasi
pencapaian ODF tidak lepas dari komposisi peran komunikasi pemberdayaan
yang dilakukan oleh para sanitarian. Perlu ditekankan peran penting komunikasi
dalam pelaksanaan pemicuan. Komunikasi yang intensif, aktif dan efektif kepada
masyarakat agar dapat berhasil merubah perilaku BABS masyarakat. Fasilitator
harus lebih merangkul masyarakat dalam rangka menyadarkan mereka tentang
akibat-akibat yang muncul dari buruknya sanitasi. Tidak seperti penyuluhan dan
pelatihan pada umumnya, para fasilitator lebih banyak duduk bersama masyarakat
dan menyelenggarakan diskusi serta mengadakan simulasi-simulasi yang menarik
tentang perbaikan kualitas sanitasi. Hal tersebut tentu akan menyentuh jiwa dan
harga diri masyarakat untuk meninggalkan keadaan keterbelekangan. Sehingga
menghasilkan komitmen yang kuat untuk segera mengubah perilaku BABS. Saran
bagi pemerintah desa, segera melaporkan data terbaru kaitannya dengan
kemutakhiran PBDT dan segera membuat peraturan desa terkait penerapan Stop
BABS.

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2008. Horison Baru, Kesehatan Masyarakat Di
Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
Adi, Isbandi Rukminto. 2007. Perencaan Partisiparotis Berbasis Aset Komunitas:
dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok : FISIP UI Press
Arifianty, Della Putri. 2017. “Peran Pemerintah Lokal Dalam Peningkatan
Sanitasi Lingkungan Masyarakat : Studi Tentang Keberhasilan Program
Open Defecation Free (ODF) Di Kabupaten Bojonegoro”. Jurnal
Kebijakan dan Manajemen Publik. Volume 5, Nomor 3. Universitas
Airlangga
Davik, Farouk Ilmid. 2016. “Evaluasi Program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat Pilar Stop BABS di Puskesmas Kabupaten
Probolinggo”.Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia. Vol 4. Universitas
Airlangga
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. 2017. Panduan Praktis 5 Pilar STBM Untuk Masyarakat. Jakarta
: Kementerian Kesehatan RI
Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Modul Pelatihan Stop Buang Air Besar
Sembarang (Stop BABS). Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Ditjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2015. Panduan Pelaksanaan Verifikasi 5 Pilar
STBM. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Istiyanto, S. Bekti. 2017. Komunikasi Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta :
Pustaka Ilmu
Kriyantono, Rachmat.2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Kriyantono, Rachmat. (2012). “Teknik Praktis Riset Komunikasi Cetakan ke-6”.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

124
Impelementasi Program Daerah Pemberdayaan…(Yuva, S.Bekti)

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM).
Peraturan Bupati Tegal Nomor 2 TAHUN 2018 tentang Juklak Program Daerah
Pemberdayaan Masyarakat (PDPM)
Profil Kesehatan Kabupaten Tegal Tahun 2015. Pemerintah Daerah
Kabupaten Tegal Dinas Kesehatan. 2016
Sholikhah, Siti. 2014. “Hubungan Pelaksanaan Program ODF (Open Defecation
Free) dengan Perubahan Perilaku Masyarakat dalam Buang Air Besar di
Luar Jamban di Desa Kemiri Kecamatan Malo Kabupaten Bojonegoro
Tahun 2012”. Jurnal Surya. Vol 02. Stikes Muhammadiyah Lamongan
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

125

View publication stats

You might also like