D. Muchtadi (Herni)
D. Muchtadi (Herni)
D. Muchtadi (Herni)
G~ZI
TEPUNG SAGA
PENDAHULUAN
Cukilan dari Tcsis Doctorat 3e Cycle dalam Ilmu Pangan, Universite des Sciences et Techniques
du Languedoc, Montpellier, Perancis. Beasiswa dari pemerintah Perancis dalam rangka kerjasama Pemerintah Indonesia Perancis.
Staf Pehgajar pada Fakultas Teknologi Pertanian - IPB, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi,
dan Staf FTDC IPB.
Bcrturut-turut Professeur dan Assistant pada Laboratoire de Physiologie de la Nutrition.
U.S.T.L., Montpellier, Perancis.
3,
protein adalah karena kadar proteinnya yang cukup tinggi, hampir menyamai
kedelai yaitu mencapai 34.4 persen, meskipun kandungan asam aminonya kekurangan asam amino belerang dan threonin (Muchtadi, 1982).
Meskipun demikian sampai sekarang masih belum ada kcsepalcatan
apakah biji saga pohon tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sumber
protein atau tidak, karena masih ada peneliti-peneliti yang menyimpulkan
bahwa biji saga tersebut mengandung racun yang membahayakan kesehatan.
Pada permulaan Lie et 41. (1980) dan Oey et al. (1981) menyimpulkan bahwa
biji saga mengandung suatu senyawa beracun. Oey et al. (1983) kemudian
menyimpulkan bahwa senyawa beracun dalam biji saga kemungkinan besar
berbeda dengan senyawa-senyawa antinutrisi yang telah diketahui seperti antitripsin, saponin atau hemaglutinin. Akhirnya Oey et al. (1984) menyimpulkan
bahwa senyawa beracun dalam biji saga tersebut terdapat dalam fraksi lemaknya.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Muchtadi (1982) tidak mendapatkan
adanya senyawa beracun seperti yang disinyalir oleh Oey et 41. (1983, 1984),
tetapi hanya menyimpulkan bahwa senyawa antinutrisi utama yang perlu dihilangkan sebelum biji saga dikonsumsi adalah saponin, karena senyawa ini
bersifat hemolitik dan kemungkinan besar dapat merusak hati. Demikian pula
Cuptapun (1984) dalam penelitiannya hanya menyimpulkan bahwa organ tikus
yang berubah secara histopatologis setelah mengkonsumsi biji saga adalah hati.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh ekstraksi lemak terhadap nilai gizi tepung biji saga. Dalam hal ini penelitian juga ditujukan untuk
menguji ada/tidaknya senyawa beracun dalam fraksi lemak biji saga.
Bahan Mentah
Bahan mentah yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji saga pohon
yang diperoleh dari daerah Pati - Jawa Tengah*. Setelah dikeringkan dengan
cara penjemuran *lama lebih kurang tiga hari, biji saga tersebut dipecahkan
kulitnya dengan alat pemecah biji kopi, selanjutnya kotiledon dan kulitnya
dipisahkan secara manual.
Pembaatan Tepung dan Pemasakan
Penghilangan lemak dilakukan dengan dua kali ekstraksi yaitu menggunakan heksan dan campuran heksan-etanol (82:18, V/V). Tepung biji saga utuh
mula-muIa disuspensikan dalam 5 volume heksan, lalu diaduk selama 6 jam
pada suhu kamar. Suspensi tersebut kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring kasar dan residu pelarut dalam tepung diuapkan pada suhu kamar
selama 24 jam. Selanjutnya tepung tersebut disuspensikan dalam 5 volume
campuran heksan-etanol dan diperlakukan seperti sebelumnya, sehingga
akhirnya diperoleh tepung biji saga mentah tanpa lemak.
Pemasakan kedua macam tepung tersebut dilakukan dalam alat pemasak
(merk SEB) pada suhu 110C selama 60 menit. Tepung masak inilah yang
digunakan sebagai contoh dalam penelitian ini.
Metode
Senyawa antinutrisi dalam tepung biji saga yang dianalisa adalah antitripsin (metode Smith et al., 1980), antikhimotripsin (Kakade et al., 1970) dan
saponin dengan metode spektrophotometri (Muchtadi, 1982).
Nilai gizi dan pengaruh fisiologis tepung biji saga dievaluasi dengan menggunakan tikus putih jantan (Sprague Dawley) berumur lebih kurang 6 minggu,
selama masa percobaan 10 hari (setelah melalui masa adaptasi selama 7 hari),
dirnana digunakan 5 ekor tikus untuk tiap contoh dan masing-masing tikus
ditempatkan pada kandang terpisah. Tikus-tikus tersebut diberi makanan a d
libitum.
Ransum yang diberikan berupa campuran semi-padat seperti dapat dilihat
pada Tabel 1, dimana tepung saga merupakan satu-satunya sumber protein.
Dalam penelitian ini dipelajari pula pengaruh kadar protein ransum (yang berasal dari biji saga: 10, 15 dan 20 persen) terhadap pertumbuhan tikus dengan
menimbang berat badannya 2 hari sekali sampai hari ke sembilan. Sebagai
kontrol digunakan kasein (Merck, alkali soluble).
Tabel 1.
Lot
1. Kontrol
2. Utuh, 10% Prot.
3. Utuh, 15% Prot.
4. Utuh, 20070 Prot.
5. Tanpa lemak, 10% Prot.
6. Tanpa lemak, 20% Prot.
I)
3,
Kasein
(g)
Tepung
Saga
(s)
5.00
12.90
19.35
25.81
9.52
19.05
~epung')
U.A.R.
(g)
40.00
31.63
24.98
18.31
35.46
25.97
~i?)
(9)
55.00
55.35
55.49
55.64
54.90
54.74
DL- MET^)
(9)
0.12
0.18
0.24
0.12
0.24
Tepung tanpa protein tetapi mengandung karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral lengkap yang
dperlukan oleh tikus.
Air demineralisasi.
DL-Metionin(Merck).
Antinutrisi
Antitripsin
(mg TPI/g Prot.)
Antikhimotripsin
(CUl/mg Prot.)
Saponin
(mg/g Bahan Kering)
Aktifitas hemolitik
saponin (% hholisa)
Tepung mentah
Utuh
Tanpa lemak
Tepung masak
Utuh
Tanpa lemak
255.6
268.7
0.6
4.7
610.8
622.1
1.6
11.8
10.2
100.0
6.6
6.1
58.8