2733 6583 1 SM
2733 6583 1 SM
2733 6583 1 SM
Effect of Diet Contains Bean Sprouts Fermented Against Crude Fiber Digestibility, Crude Protein
Digestibility and Energy Metabolic on Local Duck Starter Phase
ABSTRACT
This research aimed to reviewing level of bean sprout fermented used in duck diet against crude
fiber digestibility, crude protein digestibility and metabolic energy of diet. The research was proccessed
using Complete Random Design (CRD) with four treatments and four replications. The parameters
observed were crude fiber digestibility, crude protein digestibility and metabolic energy. The research
material used was 48 male ducks with starter phase, treatment diet, flock cage, battery cage, feed tray,
water tube, HCl, plasctic tray, scales, hygrometer, a set of proximate and gross energy analysis
equipment. The research method consits two stages, the first stage was fermented of bean sprouts using
6% of Trichoderma harzianum for six days. The second phase was in vivo method with addition of bean
sprout fermented in diet respectively T0 0%, T1 5%, T2 10% and T3 15%. The result data was tested by F
test based on analysis of varians and if there was significant effect of treatment (P<0.05) followed by the
test of least significance defferent (LSD). The result of effect of diet containing bean sprouts fermented
were no affected (P>0.05) the crude fiber digestibility, crude protein digestibility and metabolic energy
for starter phase of local ducks.
Berdasarkan latar belakang tersebut, cm lebar 30 cm dan tinggi 40 cm. Peralatan total
perlu dilakukan penelitian mengenai koleksi yang terdiri dari nampan plastik, tempat
penggunaan limbah tauge fermentasi dalam pakan, tempat minum sebanyak 32 buah dan
ransum itik terhadap kecernaan serat kasar, sprayer 1 buah. Seperangkat peralatan analisis
protein kasar dan energi metabolis. Tujuan proksimat dan gross energi. Bahan yang
penelitian adalah untuk mengkaji level digunakan terdiri dari Trichoderma harzianum,
penggunaan limbah tauge fermentasi dalam molases, aquades dan HCl.
ransum itik terhadap kecernaan serat kasar,
kecernaan protein kasar dan energi metabolis Metode
ransum. Hipotesis penelitian ini yaitu Penelitian terdiri dari dua tahap yaitu
penggunaan level limbah tauge fermentasi tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
dalam ransum itik lokal fase starter Penelitian tahap persiapan meliputi proses
meningkatkan kecernaan serat kasar, kecernaan fermentasi, yang diawali dengan limbah tauge
protein kasar dan energi metabolis ransum. dikumpulkan sebanyak 22 kg. Limbah tauge
ditimbang, kebutuhnan air dihitung agar bahan
MATERI DAN METODE yang difermentasi mengandung 60-70% air.
Kemudian Trichoderma harzianum dilarutkan
Penelitian dilaksanakan di kandang dengan air sebanyak 6% dari bahan kering,
percobaan Desa Kuripan, Kecamatan Purwodadi dalam larutan Trichoderma harzianum
Kabupaten Grobogan serta di Laboratorium ditambahkan molases sebanyak 5% dari bahan
Teknologi Pakan dan Ilmu Nutrisi Pakan kering kemudian dicampur dengan limbah tauge
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas dan diaduk hingga homogen . Setelah homogen
Diponegoro, Semarang pada bulan November dimasukkan kedalam plastik yang telah
2016 - Februari 2017. dilubangi, diperam selama 6 hari. Setelah 6 hari,
kemudian diangin-anginkan untuk
Materi menghentikan proses fermentasi. Kemudian
Materi yang digunakan dalam penelitian bahan pakan yang telah tersedia disusun sesuai
ini adalah ternak itik tegal jantan dengan umur 7 dengan formulasi yang telah dihitung
hari sebanyak 48 ekor. Ransum perlakuan dapat sebelumnya.
dilihat pada Tabel 1. dengan kandungan nutrisi Penelitian tahap pelaksanaan meliputi
terdiri dari PK 18%, SK 12-13%, Ca 0,90%, P perlakuan pakan ransum yang mengandung
0,70% dan EM 2800 Kkal/kg. Kandang yang limbah tauge fermentasi terhadap ternak
terdiri dari kandang flok terbuat dari bambu dan kemudian total koleksi untuk pengukuran
alas semen cor dengan ukuran panjang 80 cm kecernaan. Penimbangan bobot badan dilakukan
lebar 80 cm dan tinggi 50 cm serta kandang saat itik datang dan setiap seminggu sekali
baterai yang terbuat dari besi dengan panjang 40 selama pemeliharan.
78
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 6(1): 77-82, Maret 2018 Galuh Arum Pangestu et. al.
Tabel 2. Rataan Kecernaan Serat Kasar Ransum yang Mengandung Limbah Tauge pada Itik
Lokal Fase Starter
Ulangan Kecernaan Serat Kasar
To T1 T2 T3
….....................................................%.........................................................
1 25,85 22,92 28,48 34,66
2 20,55 28,06 46,12 38,62
3 23,02 14,31 16,15 23,18
4 22,78 27,35 11,70 21,12
Rerata 23,05 23,16 25,61 29,40
79
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 6(1): 77-82, Maret 2018 Galuh Arum Pangestu et. al.
Tingkat konsumsi pakan menentukan tauge baik difermentasi atau tidak dalam ransum
kandungan serat kasar yang dikonsumsi dimana tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
kandungan serat kasar dalam ransum juga kecernaan protein kasar dapat dilihat pada
menentukan banyak sedikitnya serat kasar yang Tabel 3 karena komponen serat kasar berupa
dicerna oleh itik. Konsumsi pakan menunjukkan selulosa dalam limbah tauge yang sulit untuk
hasil yang relatif sama sehingga konsumsi serat dicerna. Kandungan serat kasar berupa selulosa
kasar yang dihasilkan juga relatif sama, hal ini dalam ransum perlakuan T0, T1, T2 dan T3
menyebabkan tidak terdapat pengaruh nyata memang semakin sedikit seiring dengan
(P>0,05) terhadap kecernaan serat kasar. penggunaan limbah tauge fermentasi dalam
Kandungan serat kasar limbah tauge ransum perlakuan yang semakin banyak namun
fermentasi mengalami penurunan namun masih terlalu tinggi untuk ransum itik.
ransum perlakuan yang mengandung limbah Komponen serat kasar berupa selulosa yang
tauge fermentasi tidak berpengaruh nyata sulit dicerna menyebabkan kandungan nutrisi
(P>0,05) terhadap kecernaan serat kasar. lain yang seharusnya dapat dicerna tetapi
Fermentasi limbah tauge menggunakan berikatan dengan selulosa kemudian terbuang
Trichoderma harzianum sebanyak 6% dengan bersama ekskreta. Hal ini sesuai pendapat
lama pemeraman 6 hari mampu menurunkan Mangisah et al. (2009) semakin rendah
kandungan serat kasar limbah tauge sebanyak kecernaan serat kasar akan menyebabkan
8,90% yang semula 50,89% menjadi 46,36%. kecernaan dari zat nutrisi lain juga akan rendah
Kandungan serat kasar limbah tauge fermentasi karena zat nutrisi yang seharusnya dapat
lebih rendah dari limbah tauge yang tidak tercerna ikut terbuang bersama ekskreta, serta
difermentasi karena fermentasi merupakan suatu kasar dapat menghambat kerja dari enzim
proses yang menghasilkan produk baru yang pencernaan.
terjadi secara aerob ataupun anaerob dengan Kandungan protein kasar dan konsumsi
melibatkan mikroba atau substratnya secara protein dalam ransum yang relatif sama
terkontrol. Hasil kecernaan serat kasar pada mempengaruhi kecernaan protein kasar. Tingkat
penelitian sama karena kandungan serat kasar konsumsi pakan yang sama menyebabkan
berupa selulosa yang sulit dicerna. Pencernaan tingkat konsumsi protein kasar yang relatif sama
serat kasar pada unggas terjadi disekum dengan sehingga kecernaan protein kasar juga relatif
bantuan mikroorganisme karena unggas tidak sama sehingga tidak terdapat pengaruh nyata
memiliki selulase. Hal ini sesuai pendapat (P>0,05) terhadap kecernaan protein kasar.
Wahju (2004) unggas tidak memiliki enzim Semakin sedikit jumlah protein kasar yang
selulase yang dapat memecah komponen serat terbuang bersama ekskreta maka kecernaan
kasar berupa selulosa. protein kasar akan semakin tinggi. Hal ini sesuai
pendapat Winedar et al. (2006) banyaknya
Kecernaan Protein Kasar protein kasar yang dikonsumsi akan
Kandungan protein kasar limbah tauge mempengaruhi kecernaan protein kasar. Faktor
fermentasi mengalami kenaikan sekitar 11,23% pengaruh kecernaan protein kasar terdiri dari
yang semula 12,09% menjadi 13,62% hal ini kandungan protein di dalam ransum, banyaknya
dikarenakan selama proses fermentasi jumlah protein yang masuk dalam saluran pencernaan,
koloni mikroba yang semakin meningkat suhu lingkungan dan kondisi fisiologis ternak.
dimana koloni tersebut merupakan protein sel Menurut Prawitasari et al. (2012) semakin
tunggal secara tidak langsung akan rendah kandungan protein kasar dalam ransum
meningkatkan kandungan protein kasar substrat. maka kecernaannya juga akan semakin rendah
Ransum perlakuan yang mengandung limbah dan begitu juga sebaliknya.
Tabel 3. Rataan Kecernaan Protein Kasar Ransum yang Mengandung Limbah Tauge pada Itik
Lokal Fase Starter
Ulangan Kecernaan Protein Kasar
To T1 T2 T3
….....................................................%.........................................................
1 73,26 75,36 73,63 77,60
2 73,50 74,70 77,85 77,33
3 71,34 71,32 67,32 74,11
4 73,30 73,21 71,06 69,93
Rerata 72,85 73,65 72,46 74,74
80
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu Vol. 6(1): 77-82, Maret 2018 Galuh Arum Pangestu et. al.
Tabel 4. Rataan Energi Metabolis Murni Ransum yang Mengandung Limbah Tauge pada Itik
Lokal Fase Starter
Ulangan Perlakuan
To T1 T2 T3
.....................................................kkal/ kg.....................................................
1 2634,57 2550,36 2594,40 2541,86
2 2582,45 2466,43 2340,55 2390,22
3 2415,56 2577,38 2159,01 2246,24
4 2496,56 2498,40 2530,00 2381,48
Rerata 2580,30 2444,91 2349,55 2476,61
Kecernaan protein yang diperoleh yaitu kandungan energi ransum perlakuan dan
berkisar antara 69,36 – 71,94%, termasuk dalam konsumsi energi yang relatif sama. Tingkat
kecernaan protein sedang. Hal ini sesuai konsumsi pakan yang sama menyebabkan
pendapat Abun, Saefulhadjar, and Haetami tingkat konsumsi energi yang relatif sama,
(1995) kecernaan protein kasar terbagi menjadi energi metabolis murni juga relatif sama
3 yaitu tingkat kecernaan rendah berkisar antara sehingga tidak terdapat pengaruh nyata (P>0,05)
50-60%, tingkat kecernaan sedang berkisar terhadap energi metabolis murni. Menurut
antara 60-70% dan kecernaan tinggi lebih dari Hapsari (2006) faktor yang mempengaruhi
70%. Konsumsi protein harus sesuai dengan energi metabolis terdiri dari kandungan energi
kebutuhan itik agar dapat dimanfaatkan dengan ransum, konsumsi pakan, jenis ternak dan umur
baik dan tidak terbuang percuma bersama serta kemampuan ternak untuk melakukan
ekskreta. Protein kasar berfungsi untuk metabolisme didalam tubuh. Bahri dan Rusdi
kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan (2008) menyatakan bahwa energi metabolis
produksi. Menurut Prawitasari et al. (2012) merupakan energi yang digunakan ternak untuk
protein kasar akan dimanfaatkan ternak untuk menjalankan aktivitas berupa mempertahankan
kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan suhu tubuh, metabolisme, aktifitas fisik,
produksi. produksi, reproduksi dan pembentukan jaringan.
Darmiwati dan Muslim. 2012. Studi potensi dan kasar dan serat kasar serta laju digesta
kandungan nutrisi limbah kepala tauge pada ayam arab yang diberi ransum
sebagai pakan ternak alternatif di dengan berbagai level Azolla
Kabupaten Kuantan Singingi. Jurnal microphylla. Animal Agricultur Journal.
Ilmiah Peternakan. 1 (1) : 1-7. 1 (1) : 471- 478.
Hapsari, R. P. 2006. Energi metabolis dan Rahayu, S., D. Diapari., D. S. Wandito dan W.
Efisiensi Penggunaan Energi Ransum W. Ifafah. 2010. Survei potensi
Ayam Broiler yang Mengandung Limbah ketersediaan limbah tauge sebagai pakan
Restoran sebagai Pengganti Dedak Padi. ternak alternatif di kotamadya Bogor.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan.
Bogor, Bogor. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hidanah, S., E. M. Tamrin., D. S. Nazar dan E. Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan
Safitri. 2013. Limbah tempe dan limbah ke lima. Gadjah Mada University Press,
tempe fermentasi sebagai substitusi Yogyakarta.
jagung terhadap daya cerna serat kasar Winedar, H., S. Listyawati dan Sutarno. 2006.
dan bahan organik pada itik petelur. Daya cerna protein pakan, kandungan
Jurnal Agroveteriner. 2 (1) : 71-79. protein daging, dan pertambahan berat
Mangisah, I., B. Sukamto dan M. H. Nasution. badan ayam broiler setelah pemberian
2009. Implementasi daun eceng gondok pakan yang difermentasi dengan
fermentasi dalam ransum itik. J. Indon. Effective Microorganisms-4 (EM-4). J.
Trop. Anim. Agric. 34 (2) : 127-133. Bioteknologi. 3 (1) : 14 -19.
Mirwandhono, E., I. Bachari dan D. Wulandari, K. Y, V. D. Y. B. Ismadi., dan
Situmorang. 2006. Uji nilai nutrisi kulit Tristiarti. 2013. Kecernaan serat kasar
ubi kayu yang difermentasi dengan dan energi metabolis pada ayam Kedu
Aspergillus niger (nutrient value test of umur 24 minggu yang diberi ransum
cassava tuber skin fermented by dengan berbagai level protein kasar dan
Aspergillus niger). Jurnal Agribisnis serat kasar. Journal Animal Agriculture.
Peternakan. 2 (3) : 91 – 95. 2 (1) : 9 - 17.
Prawitasari, R. H., V. D. Y. B. Ismdi dan I.
Estiningdriati. 2012. Kecernaan protein
82