Kandungan Gizi Dan Mutu Protein Tepung Biji Kelor Terfermentasi
Kandungan Gizi Dan Mutu Protein Tepung Biji Kelor Terfermentasi
Kandungan Gizi Dan Mutu Protein Tepung Biji Kelor Terfermentasi
ABSTRACT
Moringa oleifera seed has the potential as a source of new food ingredients having high nutritional
content, especially protein. The objective of this study was to evaluate the effect of fermentation toward
biochemical composition and in vitro protein digestibility (IVPD) of Moringa seed flour. Fermentation was
carried out by soaking the seeds at room temperature (30±2°C) for 24 and 48 h, either naturally (without
starter addition) and with starter addition (i.e. commercial starter containing lactic acid bacteria/LAB).
Unfermented and fermented seeds were processed into flour and their proximate composition, antitrypsin,
tannin and IVPD were analyzed. The statistical methods used were ANOVA and Duncan's test at confi-
dence level of 95%. The best treated flour was chosen using the De Garmo method and the amino acid
profile was then analyzed. Protein digestibility-corrected amino acids (PDCAAS) were calculated to deter-
mine the biological quality of proteins. The results showed that fermentation affected the changes in bio-
chemical composition of the flour. Longer fermentation time could reduce the crude protein and antitrypsin
content in both types of fermentation. On the other hand, there was an increase in tannin content during
fermentation. The IVPD also increased by 75% at 48 h fermentation from the initial digestibility of raw
seeds of 71%, thus increase in tannin content did not affect the IVPD. Natural fermentation of moringa
seeds for 48-hour resulted in the best flour with IVPD and PDCAAS values of 75.33% and 0.18 (18.31%)
respectively.
ABSTRAK 1
Biji kelor (Moringa oleifera) berpotensi sebagai sumber bahan pangan baru dengan kandungan gizi-
nya yang tinggi terutama protein. Tujuan penelitian menganalisis pengaruh fermentasi terhadap komposisi
biokimia dan daya cerna protein in vitro tepung biji kelor untuk menentukan mutu proteinnya. Fermentasi
dilakukan dengan merendam biji pada suhu ruang (30±2°C) selama 24 dan 48 jam, dengan metode fer-
mentasi alami dan penambahan starter komersial yang mengandung BAL. Biji mentah serta hasil tiap per-
lakuan fermentasi diolah menjadi tepung dan dilakukan analisis (proksimat, antitripsin, tanin, daya cerna
protein in vitro). Perlakuan terbaik dipilih menggunakan metode De Garmo dan dilanjutkan analisis profil
asam amino. Penentuan mutu biologis protein dilakukan menggunakan protein digestibility-corrected
amino acid (PDCAAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi memberikan pengaruh pada peru-
bahan komposisi biokimia tepung biji kelor. Waktu fermentasi lebih lama menurunkan kandungan protein
kasar dan antitripsin pada kedua jenis fermentasi. Di sisi lain, terjadi peningkatan kandungan tanin selama
fermentasi. Namun daya cerna protein in vitro juga mengalami peningkatan hingga 75% pada waktu fer-
mentasi 48 jam dari daya cerna awal biji mentah sebesar 71%. Hal ini menunjukkan kenaikan kandungan
tanin tidak berdampak signifikan terhadap daya cerna protein. Tepung biji kelor fermentasi alami 48 jam
terpilih sebagai tepung perlakuan terbaik dengan nilai daya cerna protein in vitro sebesar 75,33% dan
PDCAAS 0,18 (18,31%).
*Penulis Korspondensi:
Email: prangdimurti@gmail.com
152
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
153
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
peptidase, 40 unit/mg powder, SIGMA). Kadar pro- amino tersebut. Mutu protein ditentukan dengan
tein dikonversi dengan faktor konversi 6,25 untuk metode perhitungan protein digestibility-corrected
mendapatkan total protein yang didasarkan pada amino acid (PDCAAS) (Almeida et al., 2015).
kandungan total nitrogen. Nilai pH suspensi pada
tepat menit ke-10 dicatat sebagai nilai X dan daya Pengolahan data
cerna protein ditentukan dengan persamaan Y= Penelitian menggunakan rancangan acak leng-
210.464-18.103 X (Y= nilai daya cerna protein, X= kap dengan 2 kali ulangan perlakuan. Analisis statis-
nilai pH suspensi menit ke-10). Persamaan tersebut tik dilakukan dengan ANOVA dan uji lanjut dengan
diperoleh dari hasil percobaan oleh Hsu et al. (1977) Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf
yang menggambarkan hubungan signifikan antara nyata 5%.
nilai pH pada menit ke-10 dengan nilai true digestibi-
lity dari pengujian in vivo. Penentuan kandungan
antitripsin dilakukan menggunakan metode dari HASIL DAN PEMBAHASAN
Kakade et al. (1974) dan total tanin metode Amorim
et al. (2008). Kadar air
Hasil uji komposisi proksimat tepung biji kelor
Penentuan tepung perlakuan terbaik disajikan pada Tabel 1. Kadar air tepung fermentasi
Tepung perlakuan terbaik dipilih menggunakan mengalami peningkatan dibandingkan dengan te-
uji efektivitas pada keempat perlakuan fermentasi pung biji mentah. Peningkatan ini berbeda nyata
tanpa memasukkan perlakuan mentah (De Garmo et (P<0,05) pada NF24 dan SF24 yang ditunjukkan de-
al., 1984). Parameter terpilih yang dianggap berpe- ngan adanya notasi yang sama namun tidak berbe-
ngaruh pada mutu protein diberikan bobot variabel da nyata pada NF48 dan SF48. Kadar air tepung
dengan angka 0-1. Besar bobot ditentukan berda- fermentasi alami dan penambahan starter yang
sarkan tingkat kepentingan parameter. Parameter sama menunjukkan perbedaan jenis perlakuan fer-
yang dipilih adalah daya cerna protein (nilai 1); kan- mentasi tidak berpengaruh.
dungan antitripsin dan tanin dengan nilai masing-
masing 0,9; dan protein kasar (b.k) (nilai 0,85). Daya Protein kasar
cerna dipilih sebagai parameter paling penting da- Protein kasar tepung UF adalah 44,23% (b.k),
lam menentukan mutu protein. Hal ini karena suatu lebih tinggi dibandingkan beberapa penelitian yang
bahan dapat menjadi sumber protein apabila mam- menyebutkan kisaran protein biji kelor dengan kadar
pu dihidrolisis oleh enzim pencernaan sehingga da- air 2-9% adalah sekitar 29-38% (b.b) (Anwar dan
pat diserap dan dimanfaatkan tubuh dengan baik. Rashid, 2007; Compaore et al., 2011; Olagbemide
Kandungan antigizi menjadi parameter terpenting dan Philip, 2014; Mune et al., 2016). Perbedaan
kedua setelah daya cerna karena adanya antigizi kandungan gizi karena kondisi lingkungan tumbuh
dapat memengaruhi nilai daya cerna protein. Hasil yang tidak sama. Pada biji kelor varietas lokal
yang diinginkan adalah produk dengan kandungan Indonesia ini protein menjadi makromolekul domi-
antigizi yang rendah. Oleh sebab itu, kadar protein nan. Olagbemide dan Philip (2014) juga menyebut-
diberikan bobot paling kecil. Nilai total efektivitas kan bahwa kandungan tertinggi biji kelor Nigeria
dihitung dengan menjumlahkan semua nilai hasil adalah protein sebesar 35,97% (b.b).
masing-masing parameter. Nilai terbesar dipilih se- Protein tepung fermentasi mengalami penurun-
bagai hasil perlakuan terbaik. an yang signifikan (P<0,05) dibandingkan protein te-
pung UF. Penelitian fermentasi sorgum (Pranoto et
Evaluasi mutu biologis protein al., 2013) dan fermentasi tepung campuran (Simwa-
Tepung terpilih dilanjutkan analisis profil asam ka et al., 2017) juga menunjukkan adanya penurun-
amino. Skor asam amino (SAA) dihitung dengan an protein. Jenis perlakuan fermentasi tidak berpe-
membagi masing-masing nilai kandungan asam ngaruh pada terjadinya penurunan kadar protein ka-
amino sampel dengan nilai referen dari Joint sar biji kelor.
WHO/FAO/UNU Expert Consultation 2007 asam
154
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
Terlihat bahwa kandungan protein kasar fer- banya, terjadi sintesis vitamin seperti tiamin dan
mentasi alami dan starter memiliki besar yang sama. riboflavin serta beberapa asam lemak esensial
Hal ini diduga karena ketidaktepatan pemilihan me- (Olasupo et al., 2016). Enzim lipase dapat secara
tode fermentasi dan penggunaan starter yang digu- alami terdapat dalam biji ataupun lipase yang dipro-
nakan sehingga fermentasi yang terjadi belum berja- duksi oleh mikroorganisme yang terlibat selama fer-
lan secara optimal. mentasi. Kenaikan total lemak juga diduga disebab-
Metode fermentasi dengan perendaman diduga kan aktivitas pemecahan karbohidrat oleh mikro-
dapat menyebabkan kehilangan protein, terutama organisme menjadi asam-asam lemak (Dakare et
golongan larut air ke media fermentasi, sehingga ka- al., 2011; Mehdizadeh et al., 2015). Hasil serupa
dar protein kasar akan terukur lebih rendah. Ren- juga dinyatakan penelitian fermentasi African locust
dahnya total protein pada fermentasi cair disebab- bean oleh Iheke et al. (2017). Pada fermentasi de-
kan adanya beberapa jenis protein sitosol yang ter- ngan penambahan kultur starter, kenaikan kadar le-
lepas ke medium ekstraselular (Li et al., 2013). mak lebih tinggi daripada fermentasi alami tanpa pe-
Starter cair pada penelitian ini kurang tepat diguna- nambahan inoculum, diduga karena adanya mikro-
kan karena akan terlarut ke media fermentasi se- organisme yang memiliki kemampuan dalam mem-
hingga penetrasi mikroba ke dalam biji kelor tidak produksi microbial oil seperti asam oleat, palmitat,
maksimal. linoleat dan stearat (Adegbehingbe et al., 2014). Pe-
Penyebab lain terjadinya penurunan protein rendaman menyebabkan terlepasnya ikatan antara
adalah aktivitas proteolitik mikroba (Simwaka et al., komplek protein-lemak ataupun karbohidrat-lemak
2017). Mikroba memecah protein menjadi asam karena adanya aktivitas lipolitik, sehingga lemak
amino yang kemudian dipecah kembali menjadi akan mudah terekstrak dan terukur lebih tinggi
amonia dan komponen flavor, sehingga kandungan (Effiong dan Umoren, 2011; Okorie dan Olasupo,
protein terukur lebih rendah (Pranoto et al., 2013). 2013).
Namun aktivitas proteolitik juga membantu mening-
katkan daya cerna protein karena pemecahan oleh Kadar karbohidrat
enzim protease mendegradasi beberapa senyawa Karbohidrat terukur sebesar 14,98% (b.k). Ber-
antigizi yang terikat dengan protein sehingga bio- dasarkan hasil uji (Tabel 1), karbohidrat total pada
availabilitas protein meningkat (Thierry et al., 2013). kedua metode fermentasi mengalami penurunan.
Antitripsin merupakan salah satu golongan anti- Fermentasi menurunkan karbohidrat karena adanya
gizi yang memiliki bentuk alami sebagai bagian dari peningkatan aktivitas enzim α-amilase yang meng-
protein (Simwaka et al., 2017). Penurunan kandung- hidrolisis pati menjadi golongan gula sederhana. Gu-
an protein diduga juga disebabkan penurunan anti- la sederhana ini kemudian dimanfaatkan oleh mikro-
tripsin dalam sampel selama fermentasi. Hal ini di- organisme sebagai sumber energi (Simwaka et al.,
dukung oleh analisis koefisien korelasi Pearson 2017). Pada perlakuan fermentasi jam ke-24, karbo-
yang menyatakan adanya hubungan linier antara hidrat total yang terkandung tidak berbeda nyata de-
penurunan kandungan protein dan antitripsin (r= ngan biji mentah maupun perlakuan jam ke-48, hal
0,99). ini karena adanya asam-asam organik yang dihasil-
kan selama fermentasi merupakan komponen non-
Kadar lemak volatil sehingga akan tetap termasuk dalam fraksi
Hasil analisis untuk kadar lemak biji mentah karbohidrat dan terhitung sebagai total karbohidrat
adalah 36,54% (b.k). Kandungan lemak pada bebe- pada perhitungan by difference.
rapa varietas biji kelor berbeda daerah memang di-
laporkan cukup tinggi. Compaore et al. (2011) pada Kadar abu
biji kelor wilayah Burkina Faso melaporkan kan- Kadar abu menurun karena adanya perubahan
dungan lemak biji kelor dengan kadar air 2,14% komposisi kandungan mineral yang terjadi selama
mencapai 43,56% (b.b). Kandungan lemak mening- fermentasi. Hasil serupa juga dilaporkan pada fer-
kat secara signifikan (P<0,05) dengan semakin la- mentasi dan common bean bulgur (Ertaş dan
manya waktu fermentasi pada kedua metode. Hasil Türker, 2012). Mineral menurun selama fermentasi
kedua perlakuan fermentasi tidak berbeda nyata karena mengalami leaching dari matriks biji melalui
ditunjukkan dengan penotasian yang sama (Tabel proses difusi maupun karena telah digunakan oleh
1). mikroorganisme selama fermentasi. Kehilangan mi-
Peningkatan kandungan total lemak selama fer- neral menurunkan kadar abu total (Adegbehingbe et
mentasi juga dilaporkan beberapa penelitian sebe- al., 2014).
lumnya. Total lemak meningkat diduga karena ada-
nya kenaikan aktivitas lipase menghidrolisis lemak Kandungan antitripsin
menjadi gliserol dan asam lemak yang selanjutnya Biji kelor varietas lokal Indonesia mengandung
digunakan sebagai sintesis lemak baru. Pada fer- antitripsin sebesar 0,52±0,07 TI mg/g (Tabel 2), le-
mentasi dengan Bacillus sebagai salah satu mikro- bih tinggi dibanding biji kelor Mesir (Rayan dan Em-
155
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
baby, 2016) sebesar 0,155±0,02 TI mg/g. Perlakuan (Pranoto et al., 2013). Peningkatan daya cerna juga
NF24 mengalami penurunan kandungan antitripsin terjadi akibat penurunan beberapa senyawa antigizi
yang signifikan dibandingkan perlakuan UF yang terkandung (Simwaka et al., 2017).
(P<0,05), namun tidak berbeda nyata (P>0,05) de- Pada penelitian ini, antigizi yang mengalami pe-
ngan tepung NF48, SF24 dan SF48. Ertaş dan nurunan adalah golongan protease inhibitor yaitu
Türker (2012) melaporkan perendaman biji common antitripsin. Analisis koefisien korelasi Pearson me-
bean bulgur selama 12 jam mampu menurunkan nyatakan adanya hubungan antara penurunan kan-
antitripsin hingga jumlah yang tidak terdeteksi. Pe- dungan antitripsin dengan meningkatnya daya cerna
rendaman membantu menginaktivasi senyawa anti- protein (r= -0,98). Thierry et al. (2013) juga melapor-
tripsin karena terjadinya leaching. Perendaman biji kan penurunan antitripsin yang cukup signifikan pa-
kedelai selama 96 jam dapat menurunkan kandung- da perendaman biji common bean bulgur mening-
an antitripsin hingga 35%, namun di sisi lain terjadi katkan daya cerna protein in vitro dari biji mentah.
penurunan protein karena kehilangan protein larut Hal ini berbeda dengan keterkaitan antigizi go-
airnya selama perendaman (Avilés-Gaxiola et al., longan tanin dengan nilai daya cerna protein. Tanin
2017). merupakan salah satu komponen biokimia dengan
karakteristik yang komplek (Osman dan Gassem,
Total tanin 2013). Tanin memiliki sifat reaktif yang tinggi terha-
Fermentasi menyebabkan peningkatan total ta- dap gugus sulfohidril dan gugus amino dari protein
nin (Tabel 2). Total tanin biji mentah terukur sebesar yang menyebabkan terbentuknya ikatan tanin dan
131,97 mg/100 g, hampir sama dengan biji kelor protein. Namun interaksi ini bersifat spesifik dan ber-
Nigeria sebesar 131,67 mg/100 g (Olagbemide dan gantung pada kondisi lingkungan seperti suhu, pH,
Philip, 2014) dan lebih rendah dibanding penelitian polaritas, kekuatan ion, ukuran protein, jenis protein,
Ijarotimi et al. (2013) yang sebesar 241,67 mg/100 serta jenis, berat molekul dan struktur komponen ta-
g. Peningkatan terjadi secara signifikan (P<0,05) pa- nin yang terkandung (Perez-Gregorio et al., 2014).
da tepung SF48 dengan total tanin sebesar 258,71 Spesifikasi yang berbeda terkait afinitas dan kekuat-
mg/100 g. Çabuk et al. (2018) juga menyebutkan an ikatan interaksi antara protein dengan tanin ber-
adanya peningkatan kadar tanin dengan semakin pengaruh pada perubahan daya cerna protein
lamanya waktu fermentasi. Solubilisasi tanin selama (Naumann et al., 2017).
biji direndam menyebabkan migrasi tanin ke lapisan Beberapa penelitian menghasilkan data berbe-
lebih luar (Osman dan Gassem 2013). Selama fer- da dan tidak konsisten terkait hubungan penurunan
mentasi mikroba menghasilkan enzim pemecah daya cerna dengan besarnya kandungan tanin.
komponen fenolik menjadi bentuk sederhana. Depo- Theodoridou et al. (2010) mengamati terjadinya pe-
limerisasi komponen fenol menghasilkan senyawa nurunan daya cerna protein pada hewan uji yang di-
tanin berada dalam bentuk bebasnya sehingga lebih beri pakan mengandung tanin. Hasil berbeda ditun-
mudah terekstrak dan terukur lebih tinggi (Nazarni et jukkan penelitian Jin et al. (2012) bahwa tanin dalam
al., 2016). Dalia purpurea tidak memberikan efek negatif pada
pengujian daya cerna in vivo-nya. Adapun Osman
Daya cerna protein in-vitro dan Gassem (2013) menyebutkan peningkatan kan-
Daya cerna protein tepung meningkat secara dungan tanin diduga menyebabkan penurunan daya
signifikan (P<0,05) dibandingkan tepung perlakuan cerna protein pada sorgum germinasi. Hal ini dapat
UF (Tabel 2). Aktivitas proteolisis mikroba yang menjadi dasar bahwa kandungan tanin tidak selalu
menghidrolisis protein menjadi senyawa lebih seder- berkaitan erat dengan nilai daya cerna protein dan
hana seperti peptida dan asam-asam amino me- masih perlu dilakukan penelitian yang lebih luas
ningkatkan ketersediaan dan kelarutan protein karena karakteristik tanin yang komplek.
Tabel 2. Kandungan antitripsin, total tanin dan daya cerna protein in vitro tepung biji kelor
Sampel Antitripsin (TI mg/g) Total Tanin (mg/100 g) Daya Cerna Protein In-vitro (%)
b a a
UF 0,52±0,07 131,97±31,45 71,21±0,59
a ab b
NF24 0,42±0,03 159,30±85,14 74,19±0,96
a ab bc
NF48 0,36±0,03 213,36±85,94 75,33±1,13
a ab bc
SF24 0,42±0,10 182,55±80,34 74,47±0,87
a b c
SF48 0,38±0,06 258,71±44,18 75,73±0,40
Keterangan: UF= Unfermented (Biji kelor mentah); NF= Natural fermentation (fermentasi alami 24, 48 jam); SF= Starter
fermentation (fermentasi starter 24, 48 jam); Notasi (a) untuk nilai paling kecil, (b) lebih besar dan seterusnya. Notasi
yang sama menunjukkan tidak adanya beda nyata dengan perlakuan lain dan sebaliknya
156
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
Tepung perlakuan terbaik Ceara, Brazil lebih tinggi daripada kandungan asam
Metode De Garmo et al. (1984) digunakan da- amino lisinnya yakni sebesar 1,63 g/16 g N atau se-
lam pemilihan tepung perlakuan terbaik. dan diper- tara dengan 16,3 mg/g protein b.b. Perbedaan profil
oleh nilai total paling tinggi adalah tepung NF48 kandungan asam amino ini dapat terjadi karena per-
yang dilanjutkan dengan analisis profil asam amino bedaan lingkungan tumbuh tanaman kelor yang ber-
untuk menentukan mutu biologis proteinnya yang di- kaitan dengan ketersediaan nutrisi yang diserap.
bandingkan dengan tepung UF dan NF24. Pemban- Berdasarkan perhitungan skor kimia asam ami-
dingan dengan NF24 dilakukan dengan tujuan me- no diperoleh asam amino pembatasnya adalah lisin.
lihat perbedaan komposisi asam amino dan nilai Oliveira et al. (1999), Ijarotimi et al. (2013) dan
PDCAAS (%) pada waktu fermentasi berbeda. Mune et al. (2016) melaporkan lisin sebagai asam
amino pembatas dalam biji kelor mentah. Penentuan
Mutu biologis protein mutu biologis protein dilakukan dengan mengalikan
Komposisi asam amino tepung UF, NF24 dan skor kimia asam amino esensial pembatas dengan
NF48 disajikan pada Tabel 3. Asam amino esensial nilai daya cerna protein. Nilai PDCAAS biji kelor
paling tinggi dalam tepung biji kelor mentah varietas Indonesia lebih rendah (14,44%) dibandingkan pe-
Indonesia adalah leusin dan fenilalanin (49,4 dan nelitian Mune et al. (2016) yakni sebesar 17,28%.
48,4 mg/g protein b.b) dengan asam amino yang pa- Nilai PDCAAS NF24 adalah 17,72% dan NF48
ling rendah adalah triptofan sebesar 7,3 mg/g pro- 18,31%. Dalam nilai mutlak, PDCAAS tepung perla-
tein b.b. Oliveira (1999), Ijarotimi et al. (2013) dan kuan UF, NF24 dan NF48 berturut-turut adalah se-
Mune et al. (2016) melaporkan hasil berbeda de- besar 10,14, 0,17 dan 0,18. Meskipun mutu biologis
ngan lisin sebagai asam amino terendah dari biji ke- protein tepung biji kelor mengalami peningkatan se-
lor mentah. Pada biji kelor Indonesia ini ditemukan telah diberikan perlakuan fermentasi, namun nilai-
adanya kandungan asam amino triptofan yang tidak nya masih tergolong rendah karena kisaran nilai
terdeteksi pada penelitian biji kelor dari Makurdi, mutlak PDCAAS adalah 0-1 atau 0-100 jika dinyata-
Nigeria (Ijarotimi et al., 2013) dan Kamerun, Afrika kan dalam persen (%), sehingga perlu dilakukan pe-
Tengah (Mune et al., 2016), sedangkan Oliveira ngembangan metode fermentasi maupun pengolah-
(1999) melaporkan kandungan triptofan biji kelor an lainnya terhadap biji kelor Indonesia ini.
157
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
158
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
Hsu HW, Sutton NE, Banjo MO, Satterlee LD, 929-949. DOI: 10.1590/s1806-9290201700120
Kendrick JG. 1977. The C-PER and T-PER 0009.
assays for protein quality. Food Technol 32: 69- Nazarni R, Purnama D, Umar S, Eni H. 2016. The
73. effect of fermentation on total phenolic, flavo-
Iheke E, Oshodi A, Omoboye A, Ogunlalu O. 2017. noid and tannin content and its relation to anti-
Effect of fermentation on the physicochemical bacterial activity in jaruk tigarun (Crataeva
properties and nutritionally valuable minerals of nurvala, Buch HAM). Int Food Res J 23: 309-
locust bean (Parkia biglobosa). Am J Food 315.
Technol 12: 379-384. DOI: 10.3923/ajft.2017.37 Okorie CP, Olasupo NA. 2013. Controlled fermenta-
9.384. tion and preservation of UGBA an indigenous
Ijarotimi OS, Adeoti OA, Ariyo O. 2013. A compara- Nigerian fermented food. SpringerPlus 2:1-9.
tive study on nutrient composition, phytochemi- DOI: 10.1186/2193-1801-2-470.
cal and functional characteristic of raw, germi- Olagbemide PT, Philip CNA. 2014. Proximate analy-
nated and fermented Moringa Oleifera seed sis and chemical composition of raw and de-
flour. Food Sci Nutr 1: 452-463. DOI: 10.1002/f fatted Moringa oleifera kernel. Adv in Life Sci
sn3.70. Technol 24: 92-98.
Jin L, Wang Y, Iwaasa AD, Xu Z, Schellenberg MP, Olasupo NA, Okorie CP, Oguntoyinbo FA. 2016.
Zhang YG, Liu XL, McAllister TA. 2012. Effect The biotechnology of ugba, a Nigerian tradition-
of condensed tannins on ruminal degradability nal fermented food condiment. Front Microbiol
of purple prairie clover (Dalea purpurea Vent.) 7: 1-10. DOI: 10.3389/fmicb.2016.01153.
harvested at two growth stages. Anim Feed Sci Oliveira JTA, Silveira SB, Vasconcelos IM, Cavada
Tech 176: 17-25. DOI: 10.1016/j.anifeedsci.201 BS, Moreira RA. 1999. Compositional and nutri-
2.07.003. tional attributes of seeds from the multiple pur-
Kakade ML, Rackis JJ, McGhee JE, Puski G. 1974. pose tree Moringa oleifera Lamarck. J Sci Food
Determination of trypsin inhibitor activity of soy Agr 79: 815-820. DOI: 10.1002/(SICI)1097-
products: a collaborative analysis of an impro- 0010(19990501)79:6<815::AID-JSFA290>3.0.C
ved procedure. Cereal Chem 51: 377-382. O;2-P.
Li Y, Peng X, Chen H. 2013. Comparative charac- Oloyede OO, James S, Ocheme OB, Chinma CE,
terization of proteins secreted by Neurospora Akpa VE. 2016. Effects of fermentation time on
sitophila in solid-state and submerged ferment- the functional and pasting properties of defatted
ation. J Biosci Bioeng 116: 493-498. DOI: 10.10 Moringa oleifera seed flour. Food Sci and Nutr
16/j.jbiosc.2013.04.001. 4: 89-95. DOI: 10.1002/fsn3.262.
Mehdidazeh S, Lasekan O, Muhammad K, Baharin Osman MA, Gassem M. 2013. Effects of domestic
B. 2015. Variability in the fermentation index, processing on trypsin inhibitor, phytic acid, ta-
polyphenols and amino acids of 4 seeds of ram- nins and in vitro protein digestibility of three sor-
butan (Nephelium lappaceum L.) during ferme- ghum varieties. Int J Agric Technol 9: 1189-
ntation. J Food Compos Anal 37: 128-135. DOI: 1198.
10.1016/j.jfca.2014.06.017. Perez-Gregorio MR, Mateus N de Freitas V. 2014.
Mune MAM, Nyobe EC, Bassogog CB dan Minka Rapid screening and identification of new so-
SR. 2016. A comparison on the nutritional quali- luble tannin-salivary protein aggregates in Sali-
ty of proteins from Moringa oleifera leaves and va by mass spectrometry (MALDI-TOF-TOF
seeds. Cogent Food Agric 2: 1-8. DOI: 10.1080/ and FIA-ESI-MS). Langmuir 30: 8528-8537.
23311932.2016.1213618. DOI: 10.1021/la502184f.
Naumann HD, Tedeschi LO, Zeller WE dan Huntley Pranoto Y, Anggrahini S, Efendi Z. 2013. Effect of
NF. 2017. The role of condensed tannins in ru- natural and Lactobcillus plantarum fermentation
minant animal prooduction: advanced, limita- on in vitro protein and starch digestibilities of
tions and future directions. R Bras Zootec 46: sorghum flour. Food Biosci 2: 46-52. DOI: 10.10
16/j.fbio.2013.04.001.
159
DOI: 10.6066/jtip.2019.30.2.152 J. Teknol. dan Industri Pangan Vol. 30(2): 152-160 Th. 2019
Rayan AM, Embaby HE. 2016. Effects of dehulling, Theodoridou K, Aufrère J, Andueza D, Pourrat J,
soaking, and cooking on the nutritional quality Le Morvan A, Stringano E, Mueller-Harvey I,
of Moringa oleifera seeds. J Agroaliment Pro- Baumont R. 2010. Effects of condensed tannins
cess Technol 22: 156-165. in fresh sainfoin (Onobrychis viciifolia) on in
Simwaka JE, Chamba MVM, Huiming Z, Masamba vivo and in situ digestion in sheep. Anim Feed
KG dan Luo Y. 2017. Effect of fermentation on Sci Technol 160: 23-38. DOI: 10.1016/j.anifeed
physicochemical and antinutritional factors of sci.2010.06.007.
complementary foods from millet, sorghum, Thierry NN, Leopold TN, Didier M, Moses FMC.
pumpkin and amaranth seed flours. Int Food 2013. Effect of pure culture fermentation on bio-
Res J 24: 1869-1879. chemical composition of Moringa oleifera lam
leaves powders. Food Nutr Sci 4: 851-859.
DOI: 10.4236/fns.2013.48111.
160