Pembangunan Berkelanjutan

This research aims to analyze appropriate
alternative of sustainable transportation system
to support activity in Kasongan City for present
and also in the future. It consider to the sustainable development balancing aspect: social, economic andenvironmental aspects.
this rersearch using AHP, deep interview and study literature

Disrupsi teknologi, khususnya revolusi industri 4.0 merupakan fenomena global era modern yang berdampak pada perubahan kondisi masyarakat. Akan tetapi, perkembangan hukum mengalami hambatan untuk merespons terhadap disrupsi teknologi. Pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu mengenai peran Mahkamah Konstitusi menstimulasi perkembangan relasi hukum dengan disrupsi teknologi pada revolusi industri 4.0 dan tafsir konstitusional pada disrupsi teknologi mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan yakni penelitian hukum normatif dengan pendekatan pengaturan, doktrin, dan putusan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Mahkamah Konstitusi berperan strategis untuk melakukan rekoneksi secara cepat dan tepat agar norma undang-undang dapat konsisten selaras dengan perkembangan masyarakat khususnya akibat perkembangan teknologi (harmonizer norm and community development). Lalu, tafsir konstitusional yang paling ideal dan relevan terhadap disrupsi teknologi yaitu: (1) Konsesualisme (perkembangan terkini); (2) Prudensial(cost and benefits); (3) Futuristis (kondisi kedepan) dengan penekanan pada dampak ekonomi yang singnifikan terhadap kesejahteraan umum. Saran kedepannya, meskipun Mahkamah Konstitusi memiliki kebebasan memilih metode penafsiran konstitusional yang digunakan, tapi untuk menjamin agar respons hukum terhadap disrupsi teknologi dapat mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan secara optimal, maka Penulis sangat merekomendasikan Mahkamah Konstitusi menggunakan metode penafsiran Konsesualisme, Prudensial, dan Futuristis.

Untuk melaksanakan tugas pemerintahan, PNS perlu mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan. Namun dalam pelaksanaannya sistem diklat PIM ini dinilai kurang efektif, seperti dalam tahap rekrutmen yang tidak sesuai aturan sampai dengan dampak diklat yang kurang signifikan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur efektivitas sistem diklat dan untuk menghimpun data dan informasi yang diperlukan terkait dengan faktor yang mempengaruhi efektivitas sistem diklat. Teknik penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling. Lokasi penelitian dilakukan pada Perangkat Daerah lingkup Pemerintah Kota Kupang. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitiannya adalah studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas sistem diklat pada pendekatan tujuan bervariasi tergantung karakteristik PNS pasca diklat, gaya kepemimpinan, dan iklim kerja. Pada pendekatan sistem, efektivitas sistem diklat juga masih bervariasi. Hal ini disebabkan oleh faktor politik lokal, like and dislike, kolusi dan nepotisme. Belum efektifnya sistem diklat dalam pendekatan konstituensi strategis disebabkan oleh harapan konstituensi kepada PNS pasca diklat, perlakuan yang adil, dan politik lokal.

Kata Kunci: Diklat; Efektivitas; Sumber Daya Aparatur.

Timbal merupakan logam berat yang bersifat toksik. Unsur ini tersedia di alam secara alami, akan tetapi lebih mobile ketersediaanya akibat kegiatan-kegiatan antropogenik dan sangat mudah terpapar pada makhluk hidup. Walaupun dikenal bersifat toksik, timbal banyak digunakan untuk beragam produk seperti: pipa, baterai, pewarna dan cat, pendingin, pemberat, senapan dan amunisi, kabel, dan perisai radiasi. Semakin meningkatnya kebutuhan manusia, sebagai akibat dinamika sosial ekonomi, maka potensi peningkatan paparan timbal pada organisme hidup, termasuk manusia, juga akan semakin meningkat.
Ancaman paparan timbal pada manusia dimulai sejak tahap perkembangan embrio dan janin yang dapat mempengaruhi perkembangan organ, termasuk otak. Paparannya dapat terjadi melalui plasma dan darah ibu hamil yang terpapar dengan timbal dan asupan makanan ibu yang mengandung timbal. Melalui kehamilan, timbal menyeberang dari sirkulasi ibu ke sirkulasi janin sehingga konsentrasi timbal pada darah bayi sangat identik dengan konsentrasi timbal pada darah ibu. Bayi yang terpapar timbal, bahkan dengan tingkat paparan yang sangat rendah sekalipun sejak dalam kandungan, dikhawatirkan akan lahir dengan keterbelakangan mental, disfungsi organ, cacat morfologi, dan gangguan sistem kekebalan tubuh, bahkan rawan kanker di masa yang akan datang.
Mengingat ancaman tersebut, selain pengendalian limbah/sedimentasi logam berat, kita perlu mengembangkan sistem deteksi dini terhadap bahaya paparan timbal, menjamin keamanan pangan (terutama pada wanita dan anak-anak), penerapan teknologi biomonitoring, dan pengenaan pajak polutan sebagai instrumen pengendali perilaku. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, perilaku konsumsi, produksi, dan distribusi sumber daya harus mampu menjamin efektifitas dan efisiensi minimalisasi potensi paparan timbal serta menciptakan keadilan lingkungan bagi generasi saat ini dan generasi yang akan datang.

KATA PENGANTAR

Dalam satu dekade terakhir kejadian bencana mengalami kenaikan yang cukup signifikan di Indonesia. Indeks Rawan Bencana Indonesia (IRBI) Tahun 2011: sebanyak 386 Kabupaten (>80%) dari total 494 Kabupaten termasuk daerah Risiko. Sedangkan DIBI mencatat 4 bencana yang sering terjadi sejak 200 tahun terakhir adalah; Banjir (37,8%), angin kencang (17,8%), tanah longsor (17,8%) dan kekeringan (12,8%).

Melihat kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, bangsa Indonesia jelas merupkan wilayah yang rawan bencana hidrologi. Sejak diberlakukannya UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, memang sudah ada perubahan paradigma dalam upaya penanganan bencana. Dan meskipun dalam UU tersebut sudah mengamanatkan sinergitas antara pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, lembaga usaha, dan lembaga internasional dalam menghadapi ancaman bencana, tetapi pada prakteknya belum menunjukan hasil yang optimal.

Melalui Diskusi/ Simposium Nasional ini diharapkan muncul pemikiran dan pendapat para pihak yang hadir untuk merumuskan visi, misi dalam menghadapi ancaman bencana hidrologi di Indonesia. Dengan adanya kesamaan visi, misi, dan kerja-kerja yang sinergis dan terpadu dari semua pihak, mulai dari perencanaan, penganggaran, implementasi, monitoring sampai evaluasi, niscaya kita akan mampu mengurangi bahkan menghilangakan ancaman bencana hidrologi.

Dalam prosiding ini, meskipun materi-materi yang dipresentasikan oleh para narasumber kami tampilkan hanya poin-poin pentingnya saja, tetapi semoga ini tetap bisa di pahami oleh pembaca. Pembahasan dalam FGD (Fokus Group Discussion) di akhir acara memfokuskan pada tiga hal, yaitu; kebijakan, mitigasi dan kemitraan.  Tiga hal inilah yang akan terus kami dorong, dan kami rekomendasikan kepada para pihak terkait.

Diskusi/ Simposium Nasional ini dihadiri oleh peserta dari Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Asisten Teritorial-Mabes TNI, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Unaited Nations Development Program, INGO (International Non Goverment Organization), Perguruan Tinggi, Badan Usaha Milik Negara, Lembaga Penelitian, dan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat serta Komunitas Masyarakat/ CBO.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada OXFAM dan Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana yang telah mendukung secara penuh penyelenggaraan kegiatan ini. Kepada para Narasumber dan Peserta kami juga memberikan apreasi yang tinggi atas ide dan pemikirannya sehingga kegiatan tersebut berlangsung dengan dinamika yang kontrukstif,  serta kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya sehingga Diskusi/ Simposium Nasional ini terselenggara dengan lancar dan sukses.

Jakarta, Juni  2014
(Tim Penyusun)

Tantangan terbesar dalam implementasi kebijakan multi-jenjang yang diformulasikan oleh tim atau lembaga yang berbeda adalah memastikan bahwa setiap program dan kegiatan yang dilahirkan berada dalam koridor yang tepat sehingga diyakini akan efektif menuju pada sasaran yang sama, sinergis satu dengan lainnya dan tidak tumpang-tindih sehingga efisien dalam pengelolaan sumberdaya.