Academia.eduAcademia.edu

Wawan & Wiwin

This articles aims to find out how Al-Maududi's Islamic political thought is in contemporary political dynamics and to find out how the concept of Al-Maududi's Islamic political thought is. In this study, the author uses a qualitative descriptive research method that explains the facts by utilizing secondary data, namely data obtained from journals, articles, and websites. Al-Maududi is a Muslim thinker from Pakistan. From a young age, Al-Maududi was very interested in political issues in his country. Due to the current political situation and temperature in his country, it directly or indirectly influences and steals his attention. Therefore, Al-Maududi's Islamic political thought emerged. Al-Maududi's political thought aspires to the realization of an Islamic state based on the Qur'an and Hadith. Therefore, he formulated a regulatory framework regarding the Islamic state. It cannot accept other forms and models of countries. But the most important thing according to him is that the sovereignty embraced is the sovereignty of God (Theo-Demochracy) as a feature of an Islamic state. Unlike the Republican model in general, which uses a people's sovereignty system or democracy

IMPLEMENTASI PEMIKIRAN POLITIK AL MAUDUDI DALAM DINAMIKA POLITIK KONTEMPORER Ikrima Amira Ahadiya, Widinda Arum Rahmaningtias Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya [email protected], [email protected] Abstract This articles aims to find out how Al-Maududi's Islamic political thought is in contemporary political dynamics and to find out how the concept of AlMaududi's Islamic political thought is. In this study, the author uses a qualitative descriptive research method that explains the facts by utilizing secondary data, namely data obtained from journals, articles, and websites. Al-Maududi is a Muslim thinker from Pakistan. From a young age, Al-Maududi was very interested in political issues in his country. Due to the current political situation and temperature in his country, it directly or indirectly influences and steals his attention. Therefore, Al-Maududi's Islamic political thought emerged. AlMaududi's political thought aspires to the realization of an Islamic state based on the Qur'an and Hadith. Therefore, he formulated a regulatory framework regarding the Islamic state. It cannot accept other forms and models of countries. But the most important thing according to him is that the sovereignty embraced is the sovereignty of God (Theo-Demochracy) as a feature of an Islamic state. Unlike the Republican model in general, which uses a people's sovereignty system or democracy Key word: Pemikiran, Politik, Al-Maududi, Kontemporer A. Pendahuluan Politik dan agama adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam Islam, tetapi terdapat keterkaitan diantaranya keduanya. Didalam kitab suci Alquran serta perkataan nabi mengenai bagaimana bentuk dan pemerintahan yang tepat untuk agama Islam tidak dijelaskan secara rinci namun kedua memberi ajaran tata nilai serta etika bagaimana mengatur sebuah kehidupan bernegara maupun masyarakat. Nabi Muhammad menjadikan negara sebuah instrumen untuk umat islam mengembangkan serta menyebarkan agama.1 Opini serupa bahkan lebih tegas mengenai hubungan antara Islam serta negara dinyatakan oleh al- Maududi ia mengungkapkan secara lebih tegas bahwa Islam bersama Al-quran tak hanya berisikan ibadah,moral,serta etika saja. Chindy Ayu Shonia, Pemikiran Politik Abu A‟la Al-Maududi, Jurnal ISTIGHNA, Vol. 3, No 1, Januari 2020, h. 13 1 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |17 Tetapi didalamnya juga terdapat tuntunan dalam bidang sosial, politik,serta ekonomi bahkan mengenai hukum negara serta institusi kenegaraan. Berbagai macam aturan yang ada dalam al-Quran diwujudkan dalam kenyataan salah satu caranya yaitu dengan mendirikan agama islam yang berbasis hukum islam secara utuh. Keunikan atau kekhasan teori politik Al-Maududi terletak pada konsep dasarnya, yaitu kedaulatan ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi dalam sistem politik modern,secara umum kedaulatan ada di tangan rakyat. Kenyataannya, istilah “kedaulatan rakyat” sering kali menjadi omong kosong, karena partisipasi rakyat di sebagian besar negara demokrasi hanya diadakan setiap empat atau lima tahun sekali dalam bentuk pemilihan umum, dan kendali pemerintah sebenarnya ada di tangan sekelompok kecil rakyat. Penguasa yang memutuskan semua kebijakan bangsa. Kelompok penguasa ini bertindak atas nama rakyat, meskipun sebagian ide dan tenaga yang mereka kemukakan bukan untuk melayani rakyat, melainkan hanya untuk mempertahankan kekuasaan yang mereka pegang dan kepentingan pribadi mereka. Al-Maududi tampaknya memahami praktik "kedaulatan rakyat" yang dikemukakan oleh teori demokrasi. Siapa pun yang sedikit praktik demokrasi mengerti bahwa hukum oligarki paling umum diterapkan, yaitu sekelompok penguasa saling bekerja sama untuk menentukan berbagai kebijakan politik, sosial, dan ekonomi negara tanpa harus meminta pendapat rakyat. Kita tidak boleh lupa bahwa oligarki yang memerintah atas nama rakyat ini juga menganiaya setiap oposisi yang menentang legitimasi pemerintah mereka dengan tuduhan menumbangkan negara. Selain itu, Al-Maududi juga sangat jelas menjelaskan bahwa mayoritas yang biasanya menentukan dalam sistem demokrasi dapat menyebabkan kesalahan fatal, karena mesin propaganda yang digerakkan pemerintah dapat memberi tahu mayoritas hal yang telah diatur.2 2 Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam, penerjemah Muhammad al Baqir, cet. ke- I. (Bandung: Mizan: 1984), h.20 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |18 Menurut Al-Maududi, situasi saat ini adalah bahwa masyarakat Muslim secara bertahap bergerak menjauh dari tatanan ideal yang didirikan oleh Nabi Muhammad, yang terus berkembang di sepanjang rute yang sama selama periode Khulafaur Rasyidin. Perubahan penting pertama dalam institusi politik Islam adalah perubahan dari Khilafah menjadi monarki, yang konsekuensinya adalah perubahan besar dalam peran agama dalam kehidupan sosial dan politik. Lambat laun gagasan yang sangat penting tentang kesatuan kehidupan melemah, dan pemisahan agama dan politik, secara sadar atau tidak sadar, mengikuti satu demi satu. Al-Maududi dengan yakinmembuktikan kelemahan teori kedaulatan rakyat yang dipraktikkan di negara-negara demokrasi sekuler Barat. Sebagaimana dijelaskan di atas, kebanyakan orang tidak berpartisipasi dalam proses pemerintahan dan legislatif, karena secara teori mereka mendelegasikan kekuasaan kepada perwakilan rakyat melalui sistem pemilihan umum. Wakil rakyat merumuskan dan melaksanakan undang-undang atas nama rakyat. Namun, karena pemisahan total antara politik dan agama akibat sekularisasi, seluruh masyarakat, terutama orang-orang yang aktif secara politik, tidak lagi mementingkan moralitas dan etika. Selain itu, mereka yang dapat mencapai puncak kekuasaan negara biasanya adalah mereka yang berhasil mempengaruhi massa rakyat melalui tekanan kekuasaan, propaganda palsu, atau uang. Pendekatan Al-Maududi mengenai perubahan dalam tatanan masyarakat Islam bisa diperoleh dengan perantaraan tajdid. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari tekad yang kuat, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Jiwanya adalah kreativitas. Ia memperoleh inspirasi dari cita-cita yang tinggi, sekalipun usaha itu sendiri harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan penuh realisme, dan disertai dengan persiapan moral dan material yang penuh.3 Pada titik ini, kita dapat melihat bahwa Al-Maududi berhasil menempatkan studi Islam dalam dimensi epistemologis dan ideologisnya. 3 Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h. 18. ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |19 Keduanya erat kaitannya dengan gaya fundamentalis sebagai faktor pembentuknya. Menurut penulis, hal ini memang perlu dibahas bersama dengan model dan rumusan pemikiran politik Islam yang dikemukakan alMaududi, yang dapat menambah ruang lingkup pertimbangan sistem politik saat ini. Namun, Al-Maududi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap munculnya studi kritis Islam, terutama melalui penemuan-penemuan metodisnya. Oleh karena itu, para pemikir Muslim setelahnya dapat mengambil pelajaran dan menempatkan “simbiosis timbal balik” antara Islam dan budaya masing-masing dalam konteksnya. B. Metodologi Penelitian Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai kondisi politik Islam pada masa Al-Maududi hingga terciptanya pemikiran Al-Maududi di Pakistan melalui organisasi yang dipimpinnya yaitu Jama‟atal Islami. Selain itu, dengan pendekatan kualitatif diharapkan dapat diungkapkan bagaimana pemikiran politik Abu A‟la Al-Maududi dalam dinamika politik kontemporer. C. Pembahasan 1. Biografi Al-Maududi Sayyid Abu A‟la Al-Maududi merupakah seorang ahli filsafat, sastrawan, dan aktivis yang aktif dalam pergerakan dan perjuangan Islam di seluruh dunia. Beliau dilahirkan pada tanggal 25 September 1903 di Aurangabad, suatu kota terkenal di India. Ia dilahirkan dari keluarga yang terhormat, dan memiliki garis keturunan kepada Nabi Muhammad SAW. Inilah sebabnya beliau memakai nama Sayyid. Keluarga Al-Maududi adalah keturunan langsung dari Khawajah Maunuddin Ajmeri.Beliau merupakan salah seorang ulama‟ abad ke-20 dan penggagas Jamaat e-Islami (Partai Islam).Al-Maududi mendapat ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |20 ilham dari perjuangan Sayyid Qutb di Mesir yaitu Jama’ah al-Ikhwan alMuslimun. Sebagaimana Sayyid Qutb, Al-Maududi merupakan tokoh perjuangan Islam seluruh dunia.4 Nama Al-Maududi memang dikenal luas baik dikalangan orangorang Islam maupun kalangan orang-orang di luar Islam. Di antara mereka ada yang memuji dan tidak sedikit pula yang mencibir keilmuan beliau. Guru pertama beliau adalah ayahnya sendiri yang pernah berprofesi sebagai pengacara yangtaatberagama. Ayahnya, Ahmad Hasan, sendiri pernah belajar di Universitas Aligarhtetapi hal itu tidak berlangsung lama karena pola pendidikan di Universitas tersebut sangat kebarat-baratan. Ketika dia menjalankan profesinya sebagai pegacara, dia sangat teliti dalam memilih pelanggannya. Dia tidak mau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akhlak Islami dan hati nuraninya sehingga dia ditinggalkan oleh para pelanggannya. Dengan demikian berhentilah dia dari profesitersebut.Setelahitu beliau hanya memusatkan pada pengajarandan pendidikanya di pendidikan rumah sampai anaknya. tamat Al-Maududi tingkat dasar. memulai Setelah menyelesaikan pendidikan dasar tersebut, dia melanjutkan studinya di madrasah Fauqaniyah yang memadukan pendidikan modern barat dengan pendidikan Islam tradisional.Dia dikenal sebagai seorang anak yang cerdas, dan menyelesaikanpendidikannyatepatpada waktunya dengan mendapatkan ijazahMaulawi.5 Sejak mudanya, Al-Maududi telah mempunyai kecenderungan pada bidang jurnalistik, pernah menjadi editor beberapa massa. Dalam usia 17 tahun, ia menjadi pemimpin harian Taj di Jabalpur (India). Kemudian menjadi pimpinan editor di dua surat kabar: Muslim (19211923) dan al-Jam’iyati ‘Ulama-i hind (1921-1928). Di tangan Al-Maududi surat kabar yang kedua ini menjadi surat kabar Islam yang cukup berpengaruh di India pada tahun 1920-an. Empat tahun berikutnya, 1932 4 Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung : Mizan, 1990),h.6 5 Munawir Sadjzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UIPress, 1993), h.159 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |21 ia memimpin penerbitan majalah yang berorientasikan kebangkitan Islam, Tarjuman al-Quran di Hyderbad.6 Minatnya pada politik tumbuh pada usia sekitar 20 tahun, ketertarikannya belakangan ini menjadi sekular dan terfokus hanya kepada nasionalisme. Pada tahun 1918 dan 1919, dia menulis beberapa esai yang memuji para pemimpin partai kongres, terutama Mahatma Gandhi dan Madan Muhan Malavia.Pada tahun 1918 al-Maududi bergabung dengan saudara laki-lakinya, Abul Khair, di Bijnor dan memulai karir dibidang jurnalistik dan politik. Tidak lama kemudian, kedua bersaudara ini pindah ke Delhi. Di sini al-Maududi berhadapan dengan berbagai arus intelektual dalam komunitas Muslim. Pada tahun 1919 dia pindah ke Jabalpur untuk bekerja pada mingguan Taj yang prokongres khilafat dan memobilisasi kaum Muslim untuk mendudukng partai Kongres. Maududi menolak faham demokrasi dan sekuler yang dinyatakannya sebagai faham yang bertentangan denganagama. Dia menyerukan kaum Muslimin untuk tidak berjuang atas faham-faham tersebut karena akan merugikan kelompok Muslim yang minoritas. Dia mendesak kaum Muslimin untuk tidak ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan yang dipimpin Kongres Nasional India pendukung nasionalisme. Karena hal memulai usaha itulah, akhirnya dan para Maududi pembaharuan Islam dengan mendirikan suatu organisasi, yaitu Jama'at al-Islami di Lahore pada bulan Agustus 1941, dan dia terpilih sebagai Amir (pemimpin) sampai tahun 1972.7 Pada tanggal 28 dipenjarakan sehubungan Qadiani Maret dengan 1953, Maududi tulisannya yang ditangkap dan berjudul “The Problems". Akan tetapi, pada tanggal 25 Mei 1955, Maududi dinyatakanbebas olehPengadilan Tinggi karena undang-undang yang menyebabkannya itu ditahan telah dibatalkan.Meskipun sering dipenjara, Agustina Damanik, Konsep Negara Menurut Abu A’la AL-Maududi, Jurnal Al-Maqasid, Vol. 5 No. 1 Edisi Januari-Juni 2019,h. 98 7 CharlesJAdams,“Maududi dan Negara Islam”,dalam John L Esposito (ed.), Dinamika Kebangunan Islam, terjemahan Bakri Siregar dari buku aslinya yang berjudul “Voiceofresurgent Islam, h. 119 6 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |22 perjuangannya tidak pernah terhenti demi tercapainya cita-citanya, yaitu tegaknya tatanan Islam di negara Pakistan.8 Dalam usianya yang semakin lanjut, Maududi selalu aktif dalam berbagai kegiatan untuk mewujudkan negara Pakistan yang bedasarkan al-Qur'an danal-Sunnah. Sebagaimana diketahui, perjuangan Al- Maududi selama 60 tahun berhenti ketika ayahnya tiba pada tanggal 23 September 1979, yaitu setelah dirawat beberapa hari di sebuah rumah sakit di kota New York.9 Akhirnya umat Islam telah kehilangan salah seorang pejuang gigih yang terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam di muka bumi ini. Kegigihan dan ketekunannya dalam menegakkan ajaran Islam ini telah menimbulkan semangat kepada orang-orang yang ditinggalkannya untuk terus berusaha dalam menegakkan ajaran Islam. 2. Karya-Karya Al-Maududi Selama mengarungi perjalanan intelektual, Al-Maududi membuat karya-karya keilmuan hasil karya dari pemikirannya yang sangat mengagumkan banyak pemikir dan kaum intelektual di dunia. Di antara karya-karya beliau yaitu : - Birth Control, Delhi, Markazy Maktaba Islami, 1980 - Islamic Way of Life, Pakistan: Islamic Publishing, 1987 - Islam Today, Kuwait: Dar al-Qolam, 1968 - Islam and Nationalism: an Analysies of the Views of Azad, Iqbal and Maududi, Kuala Lumpur, 1994 - Introduction to the Study of the Qur’an, Delhi: Markazy Maktabah Islami, tth - Toward Understanding Islam, Lahore: Islamic Foundation, 1966 - Al-Riba, Jedah: Dar al-Su‟udiyah, 1987 - The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic Publication, 1975 - Unity of the Muslim World, Lahore: Islamic Publication, 1967 Anwar Sanusi, Pemikiran Politik Abu A’la Al-Maududi, Jurnal Inspirasi: Fakultas Adab, Dakwah, dan Ushuluddin, IAIN Syekh Nur Jati Cirebon, Vol. 8 No. 2 Juni Tahun 2011, h. 19 9 Ibid.,h. 20 8 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |23 - Purdah and Status of Women in Islam, Delhy, Markazy Maktabah islami, 1995 - A Short History of the Revitalism Movement in Islam, Lahore: Islamic Publication, 1972 - Usus al-Iqtishad Baina al-islam wa al-nuzum al-Mu’ashirah wa Manzilat al-Iqtishad wa Huluha fi al-Islam, Lahore: Islamic Publication, 1971 - Our Message, Lahore: Islamic Publication, 1988 - The Qodiani Problem, Lahore: Islamic Publication, 1979 3. Pemikiran Politik Islam Al-Maududi Dasar Pemikiran Politik Al-Maududi: Elemen dasar dari pola pikir Al Maududi adalah konsepnya tentang ketauhidan yang sangat kental yang mendarah daging. Memang konsepsinya tentang Tuhan inilah yang ia tekankan dan ia menganggap bahwa konsepsi itu merupakan konsepsi tentang Tuhan yang genuine, sebagaimana diterangkan oleh semua Nabi dan Rasul Allah. Gagasan tentang Tuhan ini sangat prinsipil dan menjadi otoritas pertama yangmenjadi dasar dalam mengarungi hidup di dunia. Semuaprinsip, hukum,adat kebiasaan, yang berbeda dengan petunjuk Tuhan harus dijauhi. Semua teori atau ajaran yang tidak mengacu kepada petunjuk Tuhan diangggap sebagai menolak kedaulatan Tuhan dan membuat tuhan-tuhan selain dari pada Tuhan yang Maha Esa yang sebenarnya. Tunduk dan patuh kepada Tuhan berarti membawa seantero hidup manusia ini sesuai dengan kemauan Tuhan yang diwahyukan.10 Tuhan telah memilih manusia sebagai wakil Tuhan di bumi. Setiap manusiadiberi tanggung jawab sebagai wakil Tuhan dan ia bertanggung jawab kepada-Nya. Petunjuk Tuhan itu meliputi pengetahuan, kebijaksanaan, dan kemurahan Allah yang tidak terbatas, maka prinsipprinsip yang menjadi dasar dalam kehidupan Islam adalah baik dan sehat dan juga tidak bisa dibandingkan ketinggiannya dengan sistem10 Mukti ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, (Bandung : Mizan, 1998 ), h.244 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |24 sistem lain yang dibuat manusia. Pemikiran dan akal manusia mempunyai kesanggupan yang besar dalam bidang-bidangtertentu, umpamanyadalambidang ilmu alam dan teknologi. Tetapi akal manusia tanpa dibantu oleh petunjuk Tuhan sama sekali tidak cukup untuk meletakkan prinsip-prinsip yang adil dan jujur terhadap segala macam aspek yang beraneka ragam dari kodrat manusia dan yang membawa kepada kebahagiaan yang sebenarnya. Terkadang hasil pengetahuan dan kebijaksanaan yang ada pada manusia demikian sedikitnya untuk bisa menunjukkan jalan yang sebenarnya bagi kehidupan manusia.11 Karena alasan inilah, kerangka dasar pemikiran Maududi selalu diwarnai dengan cara hidup Islami sebagaimana ditetapkan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah karena lebih baik dan lebih sesuai untuk dapat membawa kepada kebahagiaan manusia dan usaha untuk mencapai kebutuhannya apalagi keselamatannya di hari kiamat, lebih daripada sistem-sistem kehidupan yang dibuat oleh manusia baik dulu maupun sekarang. Ada tiga dasar pokok yang melandasi pikiran Maududi tentang kenegaraan menurut Islam : a. Islam adalah suatu agama yang paripurna, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua segi kehidupan manusia, termasuk kehidupan politik. Dengan arti di dalam Islam terdapat sistem politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam tidak perlu atau bahkan dilarang meniru sistem Barat. Cukup kembali kepada sistem Islam dengan menunjuk pada politik semasa Al-Khulafa al-Rasyidin sebagai model sistem kenegaraan menurutIslam. b. Kekuasaan tertinggi yang ada dalam istilah politik disebut kedaulatan, adalah pada Allah, ummat manusia hanyalah sebagai pelaksana dari kedaulatan Allah tersebut sebagai khalifah-khalifah Allah di Bumi, dengan demikian maka tidak dapat dibenarkan kedaulatan rakyat, sebagai pelaksana dari kedaulatan Allah ummat manusia atau negara harus patuh kepada hukum- hukum 11 Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta : Bulan Bintang, 1967), h.157 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |25 sebagaimana yang tercantum di dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi. Sedangkan yang dimaksud dengan khalifah- khalifah Allah yang berwenang melaksanakan kedaulatan Allah itu adalah orang lakilaki dan perempuanIslam. c. Sistem politik Islam adalah sistem universal, tidak mengenal batas dan ikatan-ikatan geografis, bahasa, dan kebangsaan. Pemikiran Politik Islam Al-Maududi Keunikan teori politik Al-Maududi terletak pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan (souverenitas) ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia.Oleh karena itu, teori politi Al-Maududi berbeda dengan teori demokrasi dari Barat pada umumnya yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat.Ia melihat dalam kenyataan yang tampak dari praktek demokrasi Barat adalah kegagalan menciptakan sosio-ekonomi, sosio-politik, serta keadilan hukum.12 Status atau kedudukan manusia adalah sederajat dalam masyarakat. Seseorang yang terpilih menjadi penguasa, kemudian ia berkuasa secara mutlak dan semena-mena, berarti ia telah merampas hak-hak orang lain sebagai khalifah Allah, dan tindakan ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam.13 Negara Islam adalah negara yang berdasarkan syari‟ah atau agama.Dan hanya mereka yang menerima ideologi Islam yang berhak mengatur negara. Sedangkan Negara Nasional mengutamakan serta mendahulukan bangsanya sendiri daripada bangsa-bangsa lain. Hal ini berpeluang menimbulkan ketegangangan dan permusuhan diantara mereka.Sedangkan kewarganegaraan Islam didasarkan atas ideologi atau agama, mereka yang menerima prinsip-prinsip Islam tidak dibedabedakan, baik perbedaan ras, kelas maupun negaranya.14 Adapun teori yang dikembangkan oleh Abu A‟la Al-Maududi, yaitu: 12 Fahal Muktafi, Falsafah al-Tarbiyat al-Islam, diterjemahkan oleh Hasan Langulung dengan judul Falsafah Pendidikan Islam, Cet. I: (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 98 13 Al-Maududi, The Islamic Law and Constitution, diterjemahkan oleh Asek Hikmah, dengan judull hukum dan konstitusi Sistem Politik Islam, (Bandung: Mizan, 1993), h. 171 14 Al-Maududi, Nasionalisme dan Islam, dalam John J. Donohue dan John L. Eposito, Islam dan Pembaharuan; Ensiklopedi Masalah-Masalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 160-164 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |26 a. Teo-Demokrasi Konsep teo-demokrasi merupakan konsep system politik Islam yang digagas oleh Abu A‟la Al-Maududi. Konsep itu dituangkan dalam bukunya yang terkenal AL-Khilafah wa Al-Mulk (Khilafah dan Kerajaan) yang terbit di Kuwait pada tahun 1978. Konsep teo-demokrasi adalah akomodasi ide teokrasi dengan ide demokrasi.Namun, ini tak berarti bagi al-Maududi menerima secara mutlak konsep teokrasi dan demokrasi ala Barat.Al-Maududi dengan tegas menolak teori kedaulatan rakyat, berdasakan dua alasan.Pertama, karena menurutnya kedaulatan tertinggi adalah di tangan Tuhan.Tuhan sajalah yang berhak menjadi pembuat hukum.Manusia tidak berhak membuat hukum. Kedua, praktik “kedaulatan rakyat” seringkali justru menjadi omong kosong, karena partisipasi politik rakyat dalam kenyataannya hanya dilakukan setiap empat atau lima tahun sekali saat pemilu. Sedangkan pemerintahan sehari-hari sesungguhnya berada di tangan segelintir penguasa, yang sekalipun mengatasnamakan rakyat, seringkali malah menindas rakyat demi kepentingan pribadi.15 Namun demikian, ada satu aspek demokrasi yang diterima ALMaududi, yakni dalam arti, bahwa kekuasaan (Khilafah) ada di tangan setiap individu kaum mukminin.Khilafah tidak dikhususkan bagi kelompok atau kelas tertentu.Inilah, yang menurut Al-Maududi yang membedakan system Khilafah dengan system kerajaan. Dengan demikian, menurut Al-Maududi, rakyat mengakui kedaulatan tertinggi ada di tangan Allah, dan kemudian dengan sukarela san atas keinginan rakyat sendiri, menjadikan kekuasaannya dibatasi oleh batasan-batasan perundang-undangan Allah SWT.Alhasil, secara esensial konsep teo-demokrasi berarti bahwa Islam memberikan kekuasaan kepada rakyat, akan tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. 15 Amien Rais, Kata Pengantar: Khilafah dan Kerajaam (Al-Khilafah wa Al-Mulk), Alih Bahasa Muhammad al-Baqir, (Bandung: Mizan, 1988), h. 19-21 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |27 b. Khilafah „Ala Minhaj al-Nubuwwah Hal ini dilakukan untuk membina kehidupan manusia secara utuh menuju berdirinya disebutkan oleh suatumasyarakat Al-Maududi sebagai dan negara baru, “Khilafah„ala yang Minhaj Al- Nubuwah” yakni kekhilafahan atas pola ke-Nabi-an, yang menjadi pola idealdari orde sosial politik, di mana umat muslim harus berusaha untuk menciptakan proyek komprehensif tersebut dalam konteks kekinian dan kedisinian. Pola Implementasi ini bermaksud mengadakan perubahan total menuju tatanan Islam yangidealdalam koridor“ khilafah„ alamin hajalNubuwah”, maka dar iitu terdapat elemen-elemen yang dibutuhkan di antaranya adalah : Tujuan dan prinsip-prinsip Islam harus dijabarkan kembali dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh rakyat pada waktunya. Ini mengharuskan bahwa konsep-konsep Jahiliyah yang berkembang pada suatu waktu tertentu harus dipelajari secara berhati-hati, dianalis dan teliti. Prinsip-prinsip Islam harus disampaikan sedemikian rupa sehingga relevansinya dan superioritasnya di atas prinsip-prinsip lain yang disampaikan oleh ideologi yang dibuat oleh manusia yang palsu menjadi jelas. Rangkaian moral dari kehidupan rakyat harus dibina kembali untuk mengembangkan melibatkannya dalam ciri usaha Islam untuk yang sebenarnya membawa reformasi dan dan pembinaan kembali. Kebiasaan sosial, adat istiadat, pendidikan, lembaga sosio-ekonomi dan kekuatan politik, semua itu harus berada dibawah usaha ini. Kehidupan sosial harus pelbagai macam bid‟ah yang dibebaskan dari bertentangan dengan jiwa Islam, dan harus dibina kembali supaya sesuai dengan Sunnah. Seluruh usaha ini mengharuskan adanya ijtihad fi al-din. Ini berarti bahwa cita, nilai, dan prinsip Islam harus dilaksanakan kembali dalam konteks perubahan. Pengertian yang jelas tentang cita Islam dan skema prioritas Islam, dan pembedaan yang teliti antara elemen-elemen yang esensial dan insidental ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |28 yang terdapat dalam kehidupan nyata dari umat Muslim adalah soal yang sulit, yang harus dihadapi.16 D. Pembahasan Al-Maududi menegaskan, bahwa pembentukan suatu negara merupakan sebagian dari misi Islam yang agung sebab membangun negara merupakan salah satu kewajiban agama. Oleh karenanyanegara yang dibangun harus dipeliharaeksistensinya, tetapi tidak boleh negara itu didewa-dewakan. Islam menolak Utopia Marx yang ingin melenyapkan negara, sehingga dapat dijadikan acuan dalam memahami konsep negara menurut al-Maududi. Pemikiran al-Maududi tentang teori politik Islam atau dalam hal ini kensep konsep negara,yang landasan filosofinya adalah kedaulatan rakyat. 17 Dengan demikian, teori politik Islam yang dikemukakan al-Maududi terletak pada konsep dasar yang menegaskan bahwa kedaulatan ada di tangan Tuhan, bukan seperti konsep dasar demokrasi Barat yang menegaskan bahwa kedaulatan ditangan rakyat. Dalam formula pemikiran Al Maududi, secara singkat tipe dari negara yang ditegakkan atas dasar-dasar tauhid (Kemaha Esaan Tuhan) risalah (Kerasulan Muhammad) dan khalifah seperti tersebut di atas. Al Qur-an pada hakikatnya dengan jelas mengatakan bahwa maksud dan tujuan dari negara ini ialah menegakkan, memelihara dan memperkembangkan ma‟rufat yang dikehendaki oleh Pencipta Alam agar menghiasi kehidupan manusia di dunia ini dan mencegah serta membasmi segala munkarat, yaitu kejahatan-kejahatan yang ada dalam kehidupan manusia. Negara dalam Islam bukanlah dimaksudkan untuk administrasi politik belaka, juga bukan buat dengannya memenuhi kehendak kolektif dari sesuatu golongan rakyat.18 Dari dasarutama tauhid ini, maka lembaga negara atau konsep negara yang dikemukakan al-Maududi dikenal dengan nama theokrasi, namun teokrasi bukan seperti yang pernah jaya di Eropa, di mana sekelompok masyarakat 16 MuktiAli, AlamPikiranIslamModerndiIndiadanPakistan, (Bandung:Mizan,1992),h.256 Abu al-A‟la Maududi, al-Khilafah wa al-mulk, h. 45 juga terdapat pada Muhammad Iqbal,Pemikiran Politik Islam dari Klasik Hingga Indonesia dan Kontemporer, h. 174. 18 Al Maududi, Pokok-pokok Pandangan Hidup Muslim, Terjemahan Osman Raliby, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967 ), h.42 17 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |29 khusus yaitu kelompok pendeta, mendominasi dalam penegakan hukumnya sendiri atas nama Tuhan, yang pada akhirnya memaksakan keilahian dan ketuhanan mereka sendiri di atas rakyat. Sedangkan teokrasi yang dibangun Islam tidaklah dikuasai oleh kelompok keagamaan manapun melaikan seluruh masyarakat Islam. Seluruh masyarakat Islam menyelenggarakan pemerintahan sejalan dengan kitabullah dan praktek Rasulullah SAW. Namun disini alMaududi memakai istilah konsep negara dengan teodemokrasi yaitu suatu sistem pemerintahan demokrasi ilahi, karenanya kaum Muslim diberi kedaulatan yang terbatas dibawah pengawasan hukum dan norma Tuhan. Dalam penggertian ini, politik Islam disebut juga sebuah demokrasi. Negara Islam dan konsep negara dalam Islam merupakan negara ideologis. Negara yang berlandaskan suatu ideologi yang bertujuan untuk menegakan ideologi tersebut.Negara merupakan ideologis. Ketentuan inilah yang menyebabkan instrument reformasi negara tersebut wajib diselenggarakan oleh orang-orang yang meyakini ideologi Islam danhukum ilahi.19 Hukum disini mengandung arti norma-norma dasarbagi penciptaan masyaraka tadil sejahtera, bukan hukum-hukum administratif atau hukum yang lainnya, karena dalampengertian ini manusia diperbolehkan untuk membuat peraturan. Negara Islam yang berlandaskan syari‟ah tersebut, menurut alMaududi harus berdasarkan kepada empat prinsip dasar yaitu; mengakui kedaulatan Tuhan, menerima otoritas nabi Muhammad, memiliki status wakil Tuhan, dan menerapkan prinsip syura‟ (musyawarah). Untuk menjalankan sebuah negara, al-Maududi membagi kekuasaan penyelenggaranegara kedalam tiga wilayah kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif yangbelakangan disebut trias politica. Kekuasaan legislatif merupakan lembaga yang mempunyai wewenang untuk membentuk undang-undang. Undang-undang tertinggi dalam negara Islamadalah al-Qur‟an dan Sunnah, sehingga Allah SWT merupakan pemegang legislasi yangmutlak. Undang-undang Allah SWT ini memuat pokok-pokok ajaran yang mencangkup seluruh kehidupan masyarakat secara umum, oleh karena itu dalam penerapannya secara khusus dan spesifik diperlukan sebuah lembaga pemberi 19 Muhammad Iqbal dan Amin husein Nasution, Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Kencana, 2003), hlml.,174 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |30 fatwa berdasarkan al-Qur‟an dan sunnah. Lembaga ini oleh al-Maududi disebut dengan ahlul hal wal aqd.20 Kekuasaan eksekutif sebagai penyelenggara undang-undang. Menurut al-Maududi lembaga ini dalam al-Qur‟an disebut dengan ulul-amri dan umara yang harus ditaati olehsegenap penduduk di negara tersebut.21 Lembaga eksekutif mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan dan menerapkan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh lembagalegislatif pada kehidupan bermasyarakat. Lembaga legislatif membuat undang-undang, lembaga eksekutif menyelenggarakan undang-undang tersebut, sementara untuk menjaga agar undang-undang tersebut terlaksana adalah lembaga yudikatif. Lembaga ini diisi oleh paraqada yang betugas sebagai hakim dengan mendasarkan keputusan mereka kepada undangundang yang berlaku. Lembagaini bertugas untuk menegakkan syari‟at Islam pada kehidupan masyarakat, dan mempunyai kewenangan untuk memberikan hukuman bagi parapelanggarnya. Sistem kekuasaan politik menurut al-Maududi, harus ada lembagalembagayang berfungsi khusus sebagai pengukur dan pemutus perkara yang senantiasa selalu berpedoman kepada kitab Allah SWT dan Rasulullah SAW secara ketat. Selanjutnya al-Maududi mengemukakan tiga lembaga penting yang rakyat harus memberikan ketaatan terhadap negara melaui peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh tiga lembaga tersebut, yaitu lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. a. Lembaga Legislatif Lembaga legislatif, menurut al-Maududi merupakan lembaga yang berdasarkan terminologi fikih disebut dengan lembaga penengah dan pemberi fatwa atau sama denganahl al-hilal wa al-aqd.Dalam memformulasikan hukum, lembaga ini harus dibatasi dengan batasanbatasan Allah SWT dan Rasulullah SAW dan tidak boleh bertolak belakang dengan legislasi yang ditetapkan Allah SWT dan Rasulullah SAW walaupun konsensus rakyat menghendakinya, begitu juga tidak Agustina Damanik, Konsep Negara Menurut Abu A’la AL-Maududi, Jurnal Al-Maqasid, Vol. 5 No. 1 Edisi Januari-Juni 2019,h. 102 21 Muhammad Iqbal dan Amin husein Nasution, h.183 20 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |31 seorang Muslim pun memberi dan memutuskan persoalan sesuai dengan pendapatnya sendiri yang tidak sejalan denganketentuan Allah SWT dan Rasulullah SAW. Lebih tegas lagi ia menyatakan bahwa orangorang yang membuat keputusan bukan berdasarkan al-Qur‟an termasuk orang-orang yang membuat keputusan bukan berdasarkan al-Qur‟an termasuk orang-orang kafir. Dengankata lain, semua bentuk legislasi harus mencerminkan semangat atau jiwa dari undang-undang dasar dari al-Qur‟an dan hadis.22 b. Lembaga Eksekutif Lembaga eksekutif bertujuan untuk menegakkan pedoman-pedoman serta menyiapkan masyarakat agar meyakini dan menganut pedomanpedoman ini untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam alQur‟an, terminologi ulil al-amr pada dasarnya menunjukkan lembaga ini dan kaum Muslimin diperintahkan untuk patuh kepadanya,dengan syarat bahwa lembaga eksekutif ini menaati Allah SWT dan Rasulullah SAW serta selalu menghindari dosa yakni tidak melakukan hal-hal yang dilarang syarat, lembaga inidipimpin oleh kepala negara sebagai pemegang tertinggi kekuasaan eksekutif. Adapun fungsi dari lembaga eksekutif di antaranya : Pertama, menegakkan syari'at sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur'an dan Sunnah dalam Nabi serta menyiapkan masyarakat agar menjalankannya kehidupan mereka sehari-hari. Kedua, mensejahterakan kehidupan rakyat.23 c. Lembaga Yudikatif Dalam terminologi Islam, yudikatif sama dengan qadha (lembaga peradilan). Lembaga peradilan berfungsi sebagai penegak hukum ilahi, menyelesaikan dan memutuskan dengan adil perkara yang terjadi di antara warganya. Lembaga hukum ini harus mandiri dan bebas dari pengaruh dan tekanan agar dapat menjatuhkan putusan secara adil dan memiliki kekuasaan tidak terbatas untuk mengumpulkan semua jenis 22 Al-Maududi, The Law and Constitution, h.245. Agustina Damanik, Konsep Negara Menurut Abu A’la AL-Maududi, Jurnal Al-Maqasid, Vol. 5 No. 1 Edisi Januari-Juni 2019,h. 105 23 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |32 pembuktian yang keadilantersebut. dipandang perlu demi terselenggaranya 24 Lembaga ini memperoleh wewenang langsung dari syari'at dan bertanggung jawab hanya kepada Allah. Hakim-hakimnya ditunjuk oleh eksekutif atau pemerintah dan bertugas melaksanakan pengadilan dan sesuai dengan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya, serta memiliki kekuasaan untuk membatalkan hukum-hukum dan perundang-undangan yang ditetapkan oleh lembaga legislatif atau Ahl al-hall wa al- aqdi, jika ketetapan itu bertentangan dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.25 Mengenai bagaimana hubungan antara lembaga eksekutif dan legislatif. Al-Maududi menyatakan bahwa kedua lembaga tersebut berfungsi secara terpisah dan mandiri satu dengan yang lain. Lembaga legislatif atau Ahl al-Halli wa al-Aqd berfungsi sebagai badanpenasihat kepala negara yang menyangkut dalam berbagai hal. Di samping itu, kepala negara harus mengadakan konsultasi atau bermusyawarah dengan lembaga legislatif. Namun dalam berbagai hal, kepala negara boleh menerima atau menolak suara mayoritasdan mengambil pendapatnya sendiri sesuai dengan pertimbangannya. Di sini kepala negaramenurut al-Maududi mempunyai hak veto.26 Dalam hal ini, al-Maududi melihat Presiden khulafarasyidin yang selalu bebas dan tidak terikat dengan keputusan mayoritas.27 Independensi kepala negara terhadap keputusan lembaga legislatif menunjukkan bahwa iabebas untuk menimbang-nimbang pendapat legislatif yang sesuai dengan kebutuhan dankepentingan negara. Di sini, al-Maududi melihat bahwa kepala negara dalam Islammempunyai pandangan dan hikmah Islam yang luas serta memahami sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Dengan demikian, walaupun suara mayoritas mengatakan ketidaksetujuan mereka kepada kepala negara, mereka selalu menerima 24 Ibid, Al-Maududi, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam, Terjemahan Asep Hikmat, (Bandung: Mizan 1995) 26 Al-Maududi, Sistem Politik Islam,. h. 253. 27 Muhammad Iqbal.,Pemikiran politik Islam,. h. 182 25 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |33 keputusan akhir kepala negara tanpa tekanan mental dan menaatinya dengan lapang dada. Sejauh ini belum terlihat uraian al-Maududi mengenaimekanisme pelaksanaan sistem tersebut dan cara apa yang harus ditempuh untuk memilih kepala negara dan anggota majelis syura. Al-Maududi sendiri tidak mengetahuinya, dalam pembahasan terdahulu mengenai siapa yang akan terpilih menjadi anggota eksekutif danlegislatif, al-Maududi hanya menyadarkan teorinya berdasarkan sekleksi alamiah disamping beberapa persarastan lain yang harus dipenuhi oleh kepala negara, seperti Muslim, pria, berusia dewasa dan berakal sehat, warga negara Islam dan mempunyai wawasan luas tentang sistem Islam. Menurut penulis, ini adalah konsep yang rapuh dana pologetis, karena sepanjang yang menyangkut prasyarat sebagai kepala negara dan anggota majelis Syura, masyarakat Muslim telah mengetahuinya. Namun yang sangat disayangkan adalah ketidakjelasan konsep al-Maududi tentang siapa yang mengangkat danmenunjuk kepala negara dan anggota Majelis Syura apabila mereka telah terpilih, dan bagaimana pula kalu senadainya masyarakat Muslim mencopot jabatannya dengan cara bagaimana dan lembaga mana yang akan melakukannya. Al-Maududi menyerahkan urusan tersebut kepada umat Islam untuk menempuh jalan yang mereka anggap terbaik untuk situasi dan kondisi mereka. Menurutnya, Islam tidak mencontohkan cara tertentu untuk itu. Al-Maududi seolah-olah kembali pasrah dengansituasi politik yang berkembang dengan tidak memberikan tuntunan ke arah penyelesaian masalah. Hal ini juga menjadi tradisi politik Islam dari beberapa aliran, termasuk kalangan sunni. Ahmad Syafii Maarif mengomentari masalah ini dengan mengatakan “Sekalipun para Yusris Sunni dengan gigih mempertahankan teori pemilihan, mekanismenya tetaptidak jelas”.28 Memang ketegasan masa jabatan tidak disinggung oleh kebanyakan pemikirIslam baik klasik, pertengahan maupun modern kontemporer. Termasuk oleh al-Maududi. Tentang gagasan al-Maududi sendiri. 28 Ahmad Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, h. 30 ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |34 Munawir Sadjali menyindirnya dengan mengatakan,Suatu sikap yang ganjil dari seorang pemikir politik Islam akhir abad XX.29 E. Penutup Politik dan agama adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam Islam, tetapi terdapat keterkaitan diantaranya keduanya. Tetapi didalamnya juga terdapat tuntunan dala bidang sosial, politik,serta ekonomi bahkan mengai hukum negara serta institusi kenegaraan. Berbagai macam aturan yang ada dalam al-Quran mestilah diwujudkan dalam kenyataan salah satu caranya yaitu dengan mendirikan agama islam yang berbasis hukum islam secara utuh. Keunikan atau kekhasan teori politik Al-Maududi terletak pada konsep dasarnya, yaitu kedaulatan ada di tangan Tuhan, bukan di tangan manusia. Jadi berbeda dengan teori demokrasi dalam sistem politik modern, secara umum kedaulatan ada di tangan rakyat. Penguasa yang memutuskan semua kebijakan bangsa. Al-Maududi tampaknya memahami praktik "kedaulatan rakyat" yang dikemukakan oleh teori demokrasi. Perubahan penting pertama dalam institusi politik Islam adalah perubahan dari Khilafah menjadi monarki, yang konsekuensinya adalah perubahan besar dalam peran agama dalam kehidupan sosial dan politik. Lambat laun, gagasan yang sangat penting tentang kesatuan kehidupan melemah, dan pemisahan agama dan politik, secara sadar atau tidak sadar, mengikuti satu demi satu. Al-Maududi dengan yakin membuktikan kelemahan teori kedaulatan rakyat yang dipraktikkan di negara-negara demokrasi sekuler Barat. Tajdid menunjukkan kesinambungan misi dari para nabi untuk melaksanakan Islam. Ia tumbuh dari keyakinan yang kukuh, dari tekad yang membaja, untuk melaksanakan kamauan Tuhan. Menurut penulis, hal ini memang perlu dibahas bersama dengan model dan rumusan pemikiran politik Islam yang dikemukakan al-Maududi, yang dapat menambah ruang lingkup pertimbangan sistem politik saat ini. . References 29 Munawir Sadjali, Islam dan Tata Negara, h. 175. ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |35 Al-Maududi. 1984. Khilafah dan Kerajaan, Evaluasi Kritis atas Sejarah Pemerintahan Islam (Terjemahan Muhammad Al-Baqir). Bandung: Mizan Al-Maududi. 1967. Pokok-Pokok Pandangan Hidup Muslim (Terjemahan Osman Raliby). Jakarta: Bulan Bintang Al-Maududi. 1990. Hukum dan Konstitusi (Terjemahan Asep Hikmat). Bandung: Mizan Al-Maududi. 1993. The Islamic Law and Constitution (Terjemahan Asek Hikmah). Bandung: Mizan Sadjzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press Sanusi, Anwar. 2011. Pemikiran Politik Abu A‟la Al-Maududi. Jurnal Inspirasi, Vol. 8 No. 2 Ali, Mukti. 1998. Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan. Bandung: Mizan Muktafi, Fahal. 1979. Falsafah al-Tarbiyat al-Islam (Terjemahan Hasan Langulung). Jakarta: Bulan Bintang Rais, Amien. 1988. Kata Pengantar: Khilafah dan Kerajaan (Al-Khilafah wa AlMulk), Alih Bahasa Muhammad Al-Baqir. Bandung: Mizan Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution.2003. Pemikiran Politik Islam; Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer. Jakarta: Kencana Asshidiqie, Jimly. 1995. Islam dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta: Gema Insani Press Ma‟arif, Bambang Saiful. 2003. Demokrasi dalam Islam Pandangan Al-Maududi. Vol. XIX No. 2 April-Juni Shonia, Chindy Ayu. 2020. Pemikiran Politik Abu A‟la Al-Maududi. Jurnal ISTIGHNA, Vol. 3 No. 1 Damanik, Agustina. 2019. Konsep Negara Menurut Abu A‟la Al-Maududi. Jurnal Al-Maqasid, Vol. 5 No. 1 Edisi Januari-Juni ____________________________________________________________________________________ POLITEA: Jurnal Politik Islam Ikrima & Widinda Vol. 5 No. 1 Januari – Juni 2022 Perang Rusia... |36