1
MAKNA BUDAYA PADA JILBAB MODIS
(Study Pada Anggota Hijab Style Community Malang)
Anilatin Naira
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
2014
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang makna budaya pada jilbab yang terjadi
pada anggota komunitas HSC Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menganalisis dan mendeskripsikan makna budaya pada jilbab yang dikenakan
anggota komunitas HSC Malang. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan
kajian fenomenologi makna budaya pada jilbab yang terjadi pada anggota
komunitas HSC Malang.
Penelitian menggunakan teori budaya dan budaya populer dari Raymonds
Williams yang akan menjelaskan apa makna budaya jilbab pada anggota
komunitas HSC Malang. metode dalam penelitian ini ada kualitatif , tipe
deskriptif dengan pendekatan fenomenologi. Peneliti menganalisis hasil
wawancara langsung dengan subjek penelitian. Pengambilan data dalam
penelitian ini adalah dengan observasi partisipan, dan wawancara mendalam.
Penelitian ini mengambil empat informan penelitian.
Hasil ini menunjukkan, dalam fenomena jilbab modis yang dimunculkan
dari komunitas menjadikan fenomena ini menarik. Ketika anggota mulai
memberikan gambaran mengenai pandangan mereka mengenai jilbab hingga
bentuk jilbab mereka yang mengarah pada faktor yang lebih besar mempengaruhi
perkembangan mereka berjilbab. Dalam budaya jilbab, keempat informan tersebut
dipengaruhi perkembangan Intelektual, spiritual dan estetika. Perkembangan
jilbab yang terjadi pada diri mereka mengalami perbedaan budaya. Jilbab menjadi
sebuah budaya populer dan sering disebut sebagai jilbab modis ketika
perkembangan jilbab yang dialami lebih dipengaruhi oleh faktor tren. Tren
mampu merubah pemahaman jilbab dari syar’i menjadi jilbab yang nyaman
digunakan muslimah. Hal ini dikarenakan tren dan fesyen menjadikan faktor
utama agar mereka diterima dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini terjadi
kepada ketiga informan dari anggota komunitas HSC Malang. Berbeda dengan
infoman keempat yang tidak terpengaruh dengan tren dalam penggunaan
jilbabnya. Pengetahuan agama dalam mengenakan jilbab merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi perubahan bentuk jilbab mereka. Salah satu informan, lebih
mengarah pada budaya religi, karena ia menyadari dan memahami dengan baik
makna jilbab sesuai dengan syari’at islam.
Kata Kunci:
Jilbab Modis, Makna Budaya, Intelektual, Spiritual, Estetika,
Budaya Populer dan Budaya Religi
2
ABSTRACT
This study discusses the cultural significance of the veil which occurred in
the HSC community members of Malang. The purpose of this study is to analyze
and describe the meaning of culture on headscarves worn by members of the HSC
community of Malang. The benefits of this research is the study of
Phenomenology as a cultural significance in hijab who happened to members of
the community of HSC Malang.
This study using theories of culture and popular culture from Raymonds
Williams that would clarify what the cultural meaning of hijab in the HSC
community members of Malang. The method in this study is qualitative,
descriptive phenomenology of approach with the type. The researchers analyzed
the results of the interview directly with the subject of the research. Data retrieval
in this study is the observation and in-depth interview participants. This research
study took four informants.
This result indicates, in the phenomena veil fashionable which is raised
from the make this phenomenon interesting. When members of started giving an
idea of their view on the veil until form the veil those which lead upon the greater
affect their development to use veil. In the culture of veil, the informant’s fourth
influenced the development of the intellectual, spiritual and aesthetic.
Development veil happened to themselves had cultural difference. The veil into a
popular culture and often called as veil fashionable when the development of a
headscarf experienced more affected by rising trend. The trend could change
understanding the veil from syar’i into a headscarf save to use muslimah. It was
because and fashion trends make major factor so they received in the social life. It
happens to third informer of community members hsc from malang. Different with
infoman fourth not affected with trends in the use of her veil. Knowledge religion
in wearing veil a factor very affect change of form the veil them. One informer,
focused in culture religious, because he realize and well understand meaning veil
according to syari’at islam.
Keywords:
Hijab Style, the meaning of Cultural, intellectual, Spiritual,
aesthetic, Religious Culture and popular culture.
Pendahuluan
Berbicara
tentang
pakaian
seseungguhnya berbicara sesuatu yang
erat kaitannya dengan diri kita
(Barnard, 1996: vi). Ini menunjukkan
bahwa apa yang kita pakai dalam
keseharian kita dapat menggambarkan
kepribadian dalam diri kita. Pakaian
yang
kita
gunakan
membuat
pernyataan tentang diri kita. Bahkan
jika kita merupakan orang yang tidak
peduli soal pakaian, orang yang berada
di
lingkungan
kita
tentunya
menafsirkan bahwa kita sedang ingin
menunjukkan sebuah pesan dari
pakaian yang sedang kita kenakan.
Cara berpakaian seseorang tentu
mencirikan penampilan fisik. Nilainilai agama, kebiasaan, tuntutan
lingkungan (tertulis atau tidak), nilai
kenyamanan, semua itu mempengaruhi
cara kita berdandan (Mulyana, 2008:
29).
Salah satu cara berpakaian yang
berkaitan dengan nilai agama dan yang
sering menjadi pusat perhatian adalah
mengenakan jilbab. Jilbab adalah
pakaian yang wajib hukumnya bagi
3
perempuan muslim. Agamalah yang
mewajibkan mereka untuk menutup
aurat mereka dengan jilbab. Tentu saja
dengan larangan seperti ini menjadikan
alasan mereka mengenakan jilbab
karena agama. Berjilbab adalah sebuah
hukuman dan syariat agama islam yang
berakar kuat dalam Al-qur’an dan
Sunnah Nabi saw., bukan kultur arab
atau cara berpakain masyarakat Timut
Tengah. Memakai jilbab sesuai dengan
ajaran agama termasuk kategori ibadah
kita kepada Allah Swt. Dalam ajaran
agama Islam, perempuan muslim
dianjurkan mengenakan jilbab untuk
menutupi seluruh badan, kecuali
telapak tangan, kaki, dan wajah.
Tujuannya
untuk
menghindari
pandangan yang mengundang syahwat.
Jadi busana demikian biasanya dibuat
longgar dan berwarna gelap. Unsur
religius tersebut sangatlah penting dan
harus dinomorsatukan, sebab jika benar
kenyataan religius itu bermakna dalam
hidup ini maka haruslah dilihat pula
bagaimana agama itu terpancar dalam
penghayatan kultural dan kenyataan
sosial (Hamid, 1983: vi)
Pakaian
berkaitan
dengan
budaya dan perkembangan masyarakat
(Shihab, 2004: 37) begitu pun dengan
jilbab. Banyak perempuan yang beralih
memakai jilbab dan menjadikan jilbab
sebagai busana kesehariannya. Bagi
perempuan karir, kini tidak takut lagi
untuk mengenakan jilbab sebagai
busana kerja. Anak–anak SMA atau
remaja putri tidak merasa terkungkung
dalam berekspresi, bahkan ibu–ibu kini
bisa lebih berkreasi dalam memilih
jilbab untuk keseharian dan menghadiri
acara–acara tertentu. Jilbab modern
dinilai lebih fleksibel dan dapat
dikombinasikan
dengan
berbagai
busana lain. Para perempuan misalnya,
mengkombinasikan jilbab dengan
celana jins dan kemeja atau kaos biasa.
Menurut Malcolm Barnard, busana
muslimah menjadi trendi dan memakai
jilbab mulai mencapai prestise tertentu,
ini dikarenakan busana muslimah atau
jilbab mampu mengkomunikasikan
hasrat menjadi orang modern yang
saleh dan sekaligus menjadi muslim
yang modern (Barnard, 1996: 11).
Gaya memakai jilbab saat ini
menjadi lebih kreatif dan variatif.
Memakai jilbab sekarang tidak hanya
sekedar menggunakan kain besar yang
menutupi semua bagian tubuh, tetapi
para
hijabers
(sebutan
untuk
perempuan berjilbab) dapat berkreasi
dengan menutup bagian kepala
kemudian memasukan sisa kain
kedalam baju dan dipadu pakaian press
body sehingga terlihat lebih praktis.
Jilbab jenis ini bagi kalangan remaja
atau perempuan biasa disebut jilbab
modis. Disebut jilbab modis karena
konsep
jilbab
ini
sangat
memperhatikan mix and macth dengan
gaya atau model busana lain, sehingga
terlihat maching. Pakaian dapat
memberikan dampak psikologis bagi
pemakainya (Shihab, 2004: 35).
Maraknya model jilbab modis yang
sesuai dengan kondisi lingkungan dan
psikologis anak muda saat ini semakin
mendorong perempuan memilih jilbab
dalam
berbusana
kesehariannya.
Apalagi ukuran cantik kini tidak hanya
ketika menggunakan pakaian serba
mini dan terbuka tetapi dengan jilbab
pun bisa tampil cantik dan anggun.
Tidak berbeda jauh dengan
komunitas hijabers yang berada di
Jakarta, di Malang juga terbentuk
beberapa komunitas jilbab yakni
Hijabers Malang dan HSC Malang
(Hijab Style Community Malang).
Komunitas ini hampir memiliki tujuan
yang sama dalam memaknai sebuah
jilbab, namun dalam kenyataannya
segala kegiatan yang dilakukan
4
komunitas-komunitas tersebut berbeda.
Hijabers malang lebih menekankan
dengan penggunaan jilbab yang stylish
dan memperlihatkan tren baru dalam
menggunakan jilbab. Ini terlihat pada
kegiatan yang sering dilakukan
komunitas tersebut seperti mengadakan
event yang bertemakan fashion
penggunaan jilbab yang modern.
Dalam kegiatan rutinitas lainya sama
halnya dengan komunitas HSC Malang
yakni melakukan kegiatan tausiyah
yang biasanya diadakan di masjidmasjid yang sudah ditentukan.
Komunitas PAYPAL (Peduli
Anak Yatim dan Peduli Anak Jalanan).
Kegiatan ini selalu bertemakan bakti
sosial.
Peduli
terhadap sesama
merupakan salah satu dari tujuan
mereka dalam membentuk sebuah
komunitas.
Penggunaan
jilbab
pada
komunitas HSC Malang merupakan
wadah bagi komunitas ini untuk
mengajak mereka (muslimah) agar bisa
berbagi ilmu seputar jilbab yang
fashionable. Tentunya juga sebagai
wadah dalam menjalin silaturahmi
antar
muslimah.
HSC
Malang
memberikan pengentahuan dalam
penggunaan jilbab sesuai dengan
syari’at islam namun lebih memberikan
nuansa modern. Dengan menggunakan
jilbab yang modis, komunitas ini
memberikan gambaran bahwa jilbab
merupakan
kewajiban
berpakain
menurut islam dan harus dijaga dalam
penggunaannya. Bagi HSC Malang
Jilbab modis merupakan nilai plus bagi
para muslimah dalam penampilannya.
Sehingga
menunjang
muslimahmuslimah di kota malang untuk ikut
tergabung dalam komunitas HSC
Malang tersebut. Komunitas ini ingin
memberikan gambaran bahwa jilbab
tidak hanya dipandang sebagai sesuatu
hal yang bersifat kolot dan keras,
namun jilbab juga dapat mengikuti tren
berpakaian yang baik dalam setiap
tahunnya namun masih sesuai dengan
syari’at islam.
Dalam komunitas HSC Malang
tersebut bisa dijelaskan bahwa jilbab
saat ini tidak hanya senantiasa
diidentikkan dengan aspek religius dan
pemaknaan jilbab yang bersifat
konvensional , jilbab juga berkaitan
dengan eksistensi sosial maupun
individu dalam kelompoknya serta juga
telah mengarah pada pemaknaan yang
global, sejalan dengan perkembangan
sistem kemasyarakatannya. Hal ini
menyebabkan perluasan makna jilbab
pada perkembangannya. Washburn
(2005: 110) menyatakan bahwa
muslimah dapat melakukan negosiasi
atas peran gender (gender role) dalam
kehidupan mereka melalui pemaknaan
secara aktif (active meaning-making)
atas penggunaan jilbab dan busana
muslimah.
Kemunculan komunitas HSC
Malang memberikan budaya jilbab
baru dalam gambaran seputar makna
jilbab bagi masyarakat Indonesia
khususnya di kota Malang
yang
dulunya jilbab bersifat pasif menjadi
jilbab yang tidak membatasi kegiatan
perempuan dalam kehidupan sosial.
Tidak berbeda jauh dengan komunitas
hijabers yang berada di Jakarta, di
Malang juga terbentuk beberapa
komunitas jilbab yakni Hijabers
Malang dan HSC Malang (Hijab Style
Community Malang). Komunitas ini
hampir memiliki tujuan yang sama
dalam memaknai sebuah jilbab, namun
dalam kenyataannya segala kegiatan
yang dilakukan komunitas-komunitas
tersebut berbeda. Hijabers malang lebih
menekankan dengan penggunaan jilbab
yang stylish dan memperlihatkan tren
baru dalam menggunakan jilbab. Ini
terlihat pada kegiatan yang sering
5
dilakukan komunitas tersebut seperti
mengadakan event yang bertemakan
fashion penggunaan jilbab yang
modern. Dalam kegiatan rutinitas
lainya sama halnya dengan komunitas
HSC Malang
yakni melakukan
kegiatan tausiyah yang biasanya
diadakan di masjid-masjid yang sudah
ditentukan.
Berbeda
dengan
Hijabers
Malang, HSC Malang (Hijab Style
Community Malang) tidak hanya
berpatok pada penggunaan jilbab yang
modis. Menurut Maria Ulfa, salah satu
anggota dari HSC Malang, komunitas
ini lebih bertujuan untuk menjalin
silaturahmi antara sesama muslimah.
Mereka menyandang tiga slogan dalam
setiap kegiatannya diantaranya friends
(bersahabat), faith (beriman) dan
fashion (gaya).
Penggunaan jilbab
yang fashionable juga merupakan salah
satu yang menginspirasi terbentuknya
komunitas ini. Terbukti dengan
kegiatan atau event yang sering
dilakukan komunitas ini yaitu bekerja
sama dengan komunitas PAYPAL
(Peduli Anak Yatim dan Peduli Anak
Jalanan).
Kegiatan
ini
selalu
bertemakan bakti sosial. Peduli
terhadap sesama merupakan salah satu
dari tujuan mereka dalam membentuk
sebuah komunitas.
Penggunaan
jilbab
pada
komunitas HSC Malang merupakan
wadah bagi komunitas ini untuk
mengajak mereka (muslimah) agar bisa
berbagi ilmu seputar jilbab yang
fashionable. Tentunya juga sebagai
wadah dalam menjalin silaturahmi
antar
muslimah.
HSC
Malang
memberikan pengentahuan dalam
penggunaan jilbab sesuai dengan
syari’at islam namun lebih memberikan
nuansa modern. Dengan menggunakan
jilbab yang modis, komunitas ini
memberikan gambaran bahwa jilbab
merupakan
kewajiban
berpakain
menurut islam dan harus dijaga dalam
penggunaannya. Bagi HSC Malang
Jilbab modis merupakan nilai plus bagi
para muslimah dalam penampilannya.
Sehingga
menunjang
muslimahmuslimah di kota malang untuk ikut
tergabung dalam komunitas HSC
Malang tersebut. Komunitas ini ingin
memberikan gambaran bahwa jilbab
tidak hanya dipandang sebagai sesuatu
hal yang bersifat kolot dan keras,
namun jilbab juga dapat mengikuti tren
berpakaian yang baik dalam setiap
tahunnya namun masih sesuai dengan
syari’at islam.
Kajian Teori
Pengertian Umum Mengeni Jilbab
Jilbab berasal dari kata kerja
jalba yang dalam bahasa arabnya yang
bermakna “menutup sesuatu dengan
sesuatu yang lain sehingga tidak dapat
dilihat”. Dari pengertian tersebut,
secara
spesifik
masih
banyak
perbedaan
pendapat
mengenai
pengertian jilbab. Ada beberapa
pendapat yang menyatakan jilbab itu
mirip “Rida’” (sorban), sebagian lagi
mendefinisikannya dengan kerudung
yang lebih besar dari “Khimar”.
“Khimar” adalah isitilah umum untuk
pakaian penutup kepala dan leher.
Sebagian lagi mengartikannya dengan
“Qina” yaitu penutup muka atau
kerudung lebar (Muhith, 2002: 1). Ada
pun karakteristik dari jilbab yang
sesuai dengan syariat Islam menurut
Al-Qur’an dan As-Sunnah, diantaranya
(Al-Ghifari, 2002: 52):
1. Menutup seluruh badan
Hal diatas dimaksudkan agar
pakaian yang dipakai dapat
menutupi seluruh badan kecuali
telapak tangan dan wajah.
6
2. Bukan berfungsi sebagai
perhiasan
Dijelaskan dalam Al-Qur’an
surat An-Nur ayat 31 menyatakan
bahwa Allah melarang kaum
wanita menampakkan perhiasan
mereka.
3. Kainnya harus tebal, tidak
tipis
Sebagai pelindung wanita,
secara otomatis jilbab harus tebal
atau
tidak
transparan
atau
membayang (tipis) karena jika
demikian
akan
semakin
memancing fitnah godaan dari
pihak laki-laki.
4. Harus longgar, tidak ketat
sehingga
tidak
menggambarkan sesuatu dari
tubuhnya.
Pakaian yang ketat akan
membentuk postur tubuh wanita
ataupun sebagainya.
5. Tidak diberi wewangian atau
parfum
Wangi-wangian
merupakan
diantara dua hati yang kotor, yang
bertentangan dengan etika islam.
6. Tidak menyerupai laki-laki
Syarat keenam ini didasarkan
pada hadist Rasulullah SAW
dalam As-Sunnah H.R Abu Dawud
yang melaknat wanita menyerupai
laki-laki, baik dalam bertingkah
laku atau berpakaian.
7. Tidak menyerupai pakaian
wanita kafir
Syarat ini didasarkan pada
haramnya
kaum
muslimin
termasuk
wanita
menyerupai
orang-orang kafir baik dalam
berpakaian yang khas pakaian
mereka,
ibadah,
makanan,
perhiasan, adat istiadat, maupun
dalam berkata atau memuji
seseorang yang berlebihan.
8. Bukan libas syuhrah (pakaian
untuk mencari popularitas)
Pakaian populer adalah pakaian
drama dimana orang yang memakainya
berbeda dengan pakaian orang lain dari
sisi warna, corak atau bentuk dimana ia
dapat menarik perhatik dan pandangan
orang lain kepadanya.
Makna Jilbab
Dapat dikatakan bahwa jilbab
yang tidak sesuai dengan kriteria AlQur’an dan As-Sunnah adalah jilbab
yang sudah mengalami perkembangan
dalam pengunaannya. Jilbab yang
sudah tercampur dengan mode-model
yang menunjang dalam kehidupan
sehari-hari
seiring
dengan
perkembangan jaman. Jilbab tersebut
dapat dikatakan sebagai jilbab modis.
Masyarakat saat ini mampu menerima
perubahan-perubahan
bahkan
perubahan yang mereka tunjukkan
lebih mengarah pada penggunaan
pakaian. Penggunaan pakaian saat ini
seperti penggunaan jilbab juga
mengalami perkembangan. Sehingga
penggunaan jilbab yang sesungguhnya
sudah
berubah
dari
pengertian
sesungguhnya.
Mode (Fashion)
Mode atau fesyen (fashion)
adalah gaya berpakaian yang populer
dalam suatu budaya. Secara umum,
fesyen termasuk masakan, bahasa, seni
dan arsitektur. Dikarenakan fesyen
belum
terdaftar
dalam
bahasa
indonesia, maka mode adalah kata
untuk bahasa resminya. Secara
etimologi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, mode merupakan
bentuk nomina yang bermakna ragam
cara atau bentuk terbaru pada waktu
tertentu (tata pakaian, potongan,
7
rambut,corak hiasan, dan sebagainya).
Gaya dapat berubah dengan cepat.
Mode yang digunakan seseorang
mampu mencerminkan siapa pengguna
tersebut. Perempuan mengenakan
jilbab menjadi mode yang sedang
berkembangan tiap jamannya. Tidak
lagi menjadi sebuah ketaatan terhadap
agama namun telah menjadi budaya
mode yang melekat pada perempuanperempuan modern saat ini.
penandaan” (signifying practices).
Mengacu pada sarana dari prosesproses yang dalam artian, orang
menunjuk seni dan karya intelektual.
Dengan menggunakan definisi ini kita
mungkin bisa memikirkan beberapa
contoh budaya pop. Sebut saja
misalnya: puisi, fashion, novel, balet,
opera dan lukisan.
Budaya
Frawley
(1992:
59-60)
memberikan lima rumusan pendekatan
tentang makna. Kelima pendekatan itu
adalah
1. Meaning as Reference (makna
sebagai referensi)
2. Meaning as Logical Form
(makna sebagai bentuk logika)
3. Meaning as Context and Use
(makna
sebagai
dan
penggunaan)
4. Meaning as Culture (makna
sebagai budaya)
5. Meaning
as
Conceptual
Strukture
(makna
sebagai
struktur konseptual)
Dari kelima pendekatan makna
yang dikemukakan tersebut yang
terkait dengan penelitian ini adalah
pendekatan ketiga meaning as context
and use (makna sebagai konteks dan
penggunaan) dan keempat meanng as
culture (makna sebagai budaya).
Berdasarkan paparan tersebut
dapat dinyatakan bahwa konsep makna
merupakan hasil interaksi antara
konsep bentuk dan konsep fungsi yang
telah disebutkan. Artinya, hubungan
antara bentuk (jilbab modis) dan fungsi
(penggunaanya) menimbulkan makna
lingual maupun makna kultural
(Pastika, 2005: 108). Dalam pandangan
semiotik sosial, makna lingual identik
dengan makna tersirat, sedangkan
makna kultural identik dengan makna
Williams berpendapat bahwa
perubahan-perubahan historis tersebut
bisa direfleksikan ke dalam tiga arus
penggunaan istilah budaya, yaitu: yang
pertama budaya dapat digunakan untuk
mengacu pada suatu proses umum
perkembangan intelektual, spiritual,
dan estetis. Mungkin rumusan ini
merupakan rumusan budaya yang
paling mudah untuk dipahami. Saat
orang
menyatakan
“orang
berbudaya”yang
mengacu
pada
pemikiran yang berkembang.
Kedua,
budaya
berarti
“pandangan hidup tertentu dari
masyarakat, periode, atau kelompok
tertentu (Williams, 1983: 90). Saat
orang berbicara budaya yang artinya
kegiatan atau minat kultural.
Ketiga, selain itu Williams juga
menjelaskan bahwa budaya pun bisa
mengacu pada “karya dan praktikpraktik intelektual, terutama aktivitas
artistik” (Williams, 1983: 90). Dengan
kata lain, teks-teks dan praktik-praktik
itu diandaikan memiliki fungsi utama
untuk menunjukkan, menandakan (to
signify), memproduksi, atau kadang
menjadi peristiwa yang menciptakan
makna tertentu. Budaya dalam definisi
ketiga ini sinonim dengan apa yang
disebut
kaum
strukturalis
dan
postrukturalis sebagai “praktik-praktik
Makna
8
tersirat. Makna tersurat adalah makna
bahasa yang dapat dilihat dalam
kamus, sedangkan makna tersirat
adalah makna bahasa yang tidak
terdapat dalam kamus, tetapi dapat
ditelusuri dengan melihat konteksnya
(Riana, 2003: 10).
Metode Penelitian
Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode
penelitian
ini
menggunakan
metode
penelitian
kualitatif deskriptif dengan pendekatan
penelitian
yakni
pendeketan
fenomenologi.
Fokus Penelitian
1. Mendeskripsikan jilbab sebagai
budaya bagi anggota HSC Malang.
a. Jilbab dalam perkembangan
intelektual
b. Jilbab dalam perkembangan
spiritual
c. Jilbab dalam perkembangan
estetika
2. Mendeskripsikan makna budaya
pada budaya berjilbab komunitas HSC
Malang
a. Budaya jilbab komunitas HSC
Malang
dimaknai
sebagai
budaya populer
b. Budaya jilbab komunitas HSC
Malang
dimaknai
sebagai
budaya religi
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dipilih pada
anggota komunitas hijabers Hijab Style
Communitiy Malang (HSC Malang) di
Kota Malang.
Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan
dalam
penelitian
ini
adalah
menggunakan teknik
purposive.
Pengambilan sampel didasarkan pada
pilihan penelitian tentang aspek apa
dan siapa yang dijadikan fokus pada
saat situasi tertentu dan saat ini terus
menerus
sepanjang
penelitian,
sampling bersifat purposive yaitu
tergantung pada tujuan fokus. Tujuan
pemilihan secara purposive adalah
untuk mendapatkan data yang valid.
Teknik ini biasanya dilakukan karena
beberapa pertimbangan yang sesuai
dengan topik penelitian.
Metode Analisi Data
Metode analisis data khusus
pada penelitian Fenomenologi terdiri
dari beberapa tahapan. Langkahlangkah analisis data Fenomenologi
menurut Moustakas (Creswell, 1998:
176-178)
1. Peneliti mengorganisasikan semua
data atau gambaran menyeluruh
mengenai fenomena yang telah
dikumpulkan di lapangan dengan
cara
membuat
teks
tulisan
(transkrip) pada semua hasil
wawancara yang didapat di
lapangan dalam dua transkrip, yaitu
transkrip dalam bahasa asli dan
transkrip dalam Bahasa Indonesia.
Dalam penelitian
ini, peneliti
membuat transkrip wawancara
yang kemudian peneliti memilahmilah transkrip tersebut untuk
dibuat horisonalisasi.
2. Proses Decoding, yakni membuat
catatan penting mengenai data yang
dianggap penting
proses
pemberian kode-kode pada tiap
baris wawancara yang peneliti
lakukan pada subjek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan referensi dengan
format footnote untuk menandai
9
3.
4.
5.
6.
7.
catatan-catatan yang dianggap
penting.
Membaca berulang-ulang hasil
wawancara agar dapat memahami
dengan benar hasil wawancara.
Setelah dibaca dengan cermat dan
teliti,
kemudiaan
melakukan
reduksi data atau pemotongan halhal yang tidak berhubungan dengan
masalah penelitian dengan cara
melakukan
horisonalisasi.
Horisonalisasi
yaitu
mengelompokan pernyataan yang
memiliki nilai yang sama dan
pernyataan yang tidak relevan
dengan topik masalah atau tumpang
tindih dihilangkan sehingga tidak
terjadi
penyimpangan.
Dalam
penelitian ini, peneliti juga
menggunakan teknik horisonalisasi
untuk mengklarifikasikan data yang
diperoleh dari hasil transkrip
wawancara (lihat lampiran).
Pernyataan tersebut kemudian
dikumpulkan ke dalam unit makna
dan ditulis gambaran mengenai
bagaimana pengalaman tersebut
terjadi
dengan
menggunakan
bahasa yang mudah diketahui.
Dalam
membuat makna dari
pernyataan informan, gunakan
bahasa yang jelas agar esensi atau
makna terdalam dari pernyataan
tersebut mudah diketahui.
Pada kolom keempat dari tabel
horisonalisasi
berisi
makna
terdalam
dari
makna-makna
pernyataan
informan
untuk
kemudian
disintesakan
dan
diintergrasikan
dalam
sebuah
harmoni makna.
8. Makna terdalam dalam bentuk
harmoni, makna inilah yang akan
menjadi fokus bahasan penelitian,
serta menjadi hasil penelitian dalam
bab pembahasan.
Pembahasan
Jilbab sebagai budaya bagi anggota
HSC Malang.
Sesuai dengan teori Williams
maka pada analisis ini peneliti melihat
budaya dari tiga rumusan seperti yang
disampaikan Williams yaitu, pertama,
budaya berjilbab merupakan sebuah
proses pengembangan intelektual dan
spiritual, kedua, budaya berjilbab
merupakan pandangan hidup tertentu
dari
masyarakat,
periode,
atau
kelompok tertentu, dan yang ketiga
adalah budaya berjilbab merujuk pada
karya dan praktik intelektual terutama
aktivitas artistic.
a. Jilbab
dalam
perkembangan
intelektual
Dari pernyataan yang telah
dijelaskan
keempat
informan
tersebut,
peneliti
dapat
menyimpulkan
bahwa
pengentahuan
agama
yang
diperoleh oleh anggota berbedabeda, dan juga awal mula mereka
memperoleh
pengentahuan
tersebut juga berbeda. Dalam hal
pengetahuan keempat informan
juga mengetahuai bahwa jilbab
merupakan sebuah kewajiban
dalam beragama. Namun dalam
prakteknya hanya beberapa yang
mampu
merenapkan
dalam
kehidupan sehari-hari. Aprilia
mengetahui pengetahuan agama
namun belum berusaha untuk
menerapkan
pengetahuan
itu
dengan baik. Tentunya dalam
menggunakan
jilbab.
Justru
10
pengetahuan agama yang ia dapat
ia
kembangkan
dengan
pemahaman ia mengenai jilbab
modis. Merunut Aprilia untuk bisa
diterima dalam masyarakat, dalam
menggunakan jilbab ia juga harus
mengikuti trend yang ada
b. Jilbab dalam perkembangan
spiritual
Dari keempat informan tersebut,
sangat berbeda perkembangan
spiritual yang mereka alami.
Namun
motivasi
mereka
menggunakan jilbab bisa dikatakan
sama. Mereka mengetahui jilbab
merupakan
kewajiban
bagi
muslimah. Dengan pemahaman
tersebut,
mewakili
perasaan
mereka sebagai muslimah dalam
mentaati segala perintah-Nya.
Namun motivasi tersebut tentunya
merubah cara pandang mereka
dalam memaknai sebuah jilbab.
Keempat
informan
tersebut
mengalami perubahan penggunaan
jilbab yang berbeda, tiga dari
keempat tersebut bisa dikatakan
mereka
lebih
nyaman
menggunakan jilbab yang sesuai
dengan keinginan mereka tanpa
melihat pengertian jilbab yang
sebenarnya.
Berbeda
dengan
Maria,
salah
satu
anggota
komunitas itu juga mengalami
perubahan penggunaan jilbab, dan
perbedaanya
terletak
pada
perubahan perasaan yang mereka
alami. Maria lebih nyaman dari
segi agamanya, yaitu segala bentuk
penggunaan jilbab yang ia
kenakan, ia sesuaikan dengan
pengertian jilbab pada umumnya.
Dengan kata lain., segi agama
lebih mendominasinya.
c. Jilbab
dalam
perkembangan
estetika
Dari keempat informan tersebut,
semua informan pengenalami
perkembangan estetika, namun
perkembangan mereka didasari
dari penggunaan jilbab yang
berbeda. Ada beberapa anggota
yang mengikuti tren dalam
menggunakan jilbab dan ada
beberapa
anggota
tetap
menyesuaikan dengan syari’at
Islam. Perbedaan itulah yang
memberikan makna tersendiri bagi
masing-masing anggota.
Makna budaya pada budaya berjilbab
komunitas HSC Malang
Berbicara soal fashion Williams
berusaha mengkaji budaya pada jilbab
yang sedang berkembang saat ini.
Jilbab merupakan produksi budaya
yang semakin lama kedudukannya
semakin berkembang di Indonesia.
Dalam pandangan budaya, melihat
fashion pada jilbab dapat dijelaskan
bahwa produksi jilbab merupakan hasil
karya intelektual atau imajinatif.
Williams
(Barnard,
2006:
51)
menjelaskan budaya merupakan suatu
deskripsi atas suatu cara hidup tertentu,
yang mengekspresikan nilai-nilai dan
makna-makna tertentu, bukan hanya
dalam seni dan belajar melainkan juga
dalam institusi dan perilaku biasa. Bagi
sebagaian besar masyarakat Indonesia,
Jilbab dinilai sebagai acuan mereka
dalam melakukan sesuatu, jilbab tidak
hanya dipandang sebagai penutup
kepala
saja
melainkan
dengan
menggunakan
jilbab,
mereka
mengekspresikan
nilai-nilai
dan
makna-makna tertentu dari diri mereka
dengan jilbab.
Seperti halnya dengan apa yang
sedang berkembangan dalam muslimah
di Indonesia. Penggunaan jilbab sudah
menjadi budaya yang lekat dan
11
berkembang. Terkadang masih banyak
muslimah
Indonesia
yang
menggunakan jilbab namun tidak
didasari dari faktor religi, melainkan
banyak faktor yang mempengaruhi
muslimah dalam mengenakan jilbab.
Makna jilbab itu sendiri kemudian
bergeser dari arti yang sesungguhnya.
Bahkan
budaya
jilbab
yang
dikembangkan atas dasar agama sudah
berubah fungsinya dalam kehidupan
fashion. Budaya jilbab yang awalnya
merupakan cara hidup seseorang dalam
mendekatkan diri dengan Tuhannya,
beralih menjadi budaya dari hasil
intelektual dan imajinatif. dimana
jilbab akan berkembang dengan
sendirinya tergantung dengan makna
atau tujuan yang akan dicapai dalan
penggunaan jilbab.
a. Budaya jilbab komunitas HSC
Malang dimaknai sebagai budaya
populer
Dari penyataan yang dikemukakan
tersebut dapat dikatakan bahwa
tren banyak disukai orang,
khususnya bagi anggota komuntias
HSC Malang. Ini terlihat pada
jumlah anggota yang selalu
bertambah di setiap kegiatan yang
diadakan. Tren mampu merubah
nilai-nilai agama yang tertanam
pada diri muslimah. Terbentuknya
komunitas HSC Malang tidak
hanya memberikan pengetahuan
soal agama, namun tren berbusana
juga merupakan faktor yang
menginspirasi
terbentuknya
komunitas HSC Malang.
b. Budaya jilbab komunitas HSC
Malang dimaknai sebagai budaya
religi
Dari
pernyataan
keempat
informan, beberapa informan
dalam perkembangan sisi spiritual
tidak tertanam nilai-nilai agama
yang ada pada diri mereka, namun
hanya sekedar perkembangan
inteleklual (pengatahuan). Pada
dasarnya sisi spiritual harus lebih
bisa
tertanam
dibandingkan
dengan sisi intelektual. Penulis
melihat fenomena tersebut lebih
mengarah kepada perkembangan
estetika budaya populer yang
berkembang dari inteletual yang ia
dapat. Sehingga mayoritas anggota
komunitas
lebih
terpengaruh
budaya popular daripada budaya
religi.
Kesimpulan
Dalam perkembangan jilbab
saat ini, makna jilbab lebih mengarah
pada perubahan penggunaan jilbab
yang lebih mengarah pada budaya
populer, yakni penggunaan jilbab yang
dipengaruhi
tren
yang
sedang
berkembang. Perkembangan jilbab saat
belum sesuai dengan syariat Islam
menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah,
diantaranya (Al-Ghifari, 2002: 52),
yakni kriteria-kriteria penggunaan
jilbab yang benar.
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, maka penulis
mencoba menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Dalam budaya jilbab, keempat
informan tersebut dipengaruhi
perkembangan
Intelektual,
spiritual dan estetika. Dari
keempat informan tersebut,
terdapat
perbedaan
dalam
penggunaan jilbab yang mereka
kenakan,
tentunya
setelah
peneliti amati dalam proses
perkembangannya.
2. Berdasarkan
pernyataan
informan yang disesuaikan
dengan pembahasan mengenai
budaya jilbab pada komunitas
HSC Malang dimaknai sebagai
12
budaya
popular
dapat
disimpulkan, tren merupakan
salah satu yang dominan
mempengaruhi perkembangan
jilbab,
mulai
dari
perkembangan
intelektual,
spiritual dan estetika yang
dimunculkan dalam komunitas
tersebut.
Dapat
dikatakan
bahwa trens banyak disukai
orang khususnya anggota HSC
Malang,
namun
dari
perkembangan spiritual yang
informan dapat, salah satu
informan
tidak
begitu
mengikuti budaya popular
jilbab atau tren yang ada,
melainkan
perkembangan
spiritual yang ia dapat justru
mendominasi
ia
dalam
menggunakan jilbab
3. Berdasarkan
pernyataan
informan yang disesuaikan
dengan pembahasan budaya
jilbab pada komunitas HSC
Malang
dimaknai
sebagai
budaya
religi
dapat
disimpulkan,
beberapa
informan dalam perkembangan
sisi spiritual tidak tertanam
nilai-nilai agama yang ada pada
diri mereka, namun hanya
sekedar
perkembangan
inteleklual (pengatahuan). Pada
dasarnya sisi spiritual harus
lebih
bisa
tertanam
dibandingkan
dengan
sisi
intelektual. Penulis melihat
fenomena
tersebut
lebih
mengarah
kepada
perkembangan estetika budaya
populer yang berkembang dari
inteletual yang ia dapat.
Sehingga mayoritas anggota
komunitas lebih terpengaruh
budaya
popular
daripada
budaya religi.
Saran
Dalam penelitian ini, peneliti
diharapkan
memberikan
suatu
masukan berupa saran-saran yang
bermanfaat bagi semua pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
Saran Praktis
Bagi muslimah yang belum
memahami mengenai syari’at Islam
dalam
menggunakan
jilbab,
diharapkan mampu mengembangkan
spiritual dalam diri mereka. Sehingga
apa yang dilakukan anggota dalam
menggunakan jilbab yang didasarkan
dengan nilai agama dapat dilakukan
sesuai syari’at Islam.Bagi anggota
komunitas yang telah menjadi anggota
diharapkan lebih menanamkan sisi
spiritual dalam penggunaan jilbab dan
mampu menyaring budaya popular
seperti tren, mode dan fesyen mana
yang sesuai dengan syari’at Islam.
Saran Akademis
Peneliti yang akan melakukan
penelitian selanjutnya, diharapkan agar
lebih
cermat
dalam
pemilihan
pendekatan
dan
metode
yang
digunakan karena teknologi kini
semakin berkembangan dari waktu ke
waktu. Rekomendasi lebih lanjut dari
peneliti bagi penelitian selanjutnya bisa
meneliti fenomena dalam memaknai
budaya jilbab modis bagi masyarakat
luas. Menjadi referensi bagi peneliti
selanjutnya yakni dalam program studi
ilmu social dan ilmu politik terkait
dengan sosiologi lebih diarahkan pada
aspek simbolik, khususnya yang terkait
dengan teori interaksi simbolik dan
teori perilaku sosial.
13
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Adlin, Alfathri. 2006. Resistensi Gaya Hidup. Jakarta: Jalasutra
Al-Ghifari, Abu. 2002. Kudung Gaul: Berjilbab tapi Telanjang. Bandung:
Mujahid
Aminuddin. 2001. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Malang: Sinar
Baru Alegresindo
Arfa, Faisar Ananda. 2004. Wanita dalam Konsep Islam Modernis. Jakarta:
Pustaka Firdaus
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
Baidan, Nashruddin. 1999. Tafsir bin Al-Ra’yi: Upaya Menggali Konsep Wanita
dalam Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Basuki, Sulistyo. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Utama
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bintang
Pustaka
Barnard, M. 1996. Fashion sebagai Komunikasi. Cara Mengkomunikasikan
Identitas Sosisal, Seksual, Kelas, gender (Idy Subandy Ibrahim dan
Yosal Iriantara, Penerjemah). Yogyakarta: Jalasutra
Blanke, Gustav. 1973. Einfuhrung in Die Semantische Analyse. Munchen: Max
Hueber
Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among
Five Tradition. London: Sage Publication
El Guindi, Fadwa. 2003. Jilbab: Antara Kesalehan, Kesopanan dan Perlawanan.
Cet. III. Jakarta Selatan: Serambi Ilmu Semesta
Frawley, William. 1992. Linguistic Smeantic. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates
Hamdani, Deny. 2011. Anatomy of Muslim Veils: Practice, Discourse and
Changing Appearance of Indonesia Women. Canberra: LAMBERT
Academic Publishing
14
Hamid, A. 1983. Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu
Sosial
Ibrahim, Idy Subandy. 2007. Lifestyle Ecstasy: Kebudayaan Pop dalam
Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung: Jalasutra
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Universitas Indonesia
Press
Mulyana, D. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Muslih, Mohammad. 2008. Filsafat Ilmu (Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma
dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan). Yogyakarta: Belukar
Riana, I Ketut. 2003. Linguistik Budaya: Kedudukan dan Ranah Pengkajiannya.
Orasi Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Linguistik Budaya Fakultas
Sastra, Universitas Udayana. Denpasar: Universitas Udayana
Shihab, M. Quraish. 2004. Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah (Pandangan Ulama
Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer). Jakarta: Lentera Hati
Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendar. 2005. Teori-teori Kebudayaan.
Yogayakarta: Kanisius
Storey, John. 2003. Teori Budaya dan Budaya Pop. Yogyakarta: Qalam
Washburn, Karen W. 2005. Jilbab, Kesadaran Identitas Post-Kolonial dan Aksi
Tiga Perempuan (Jawa). (terjemahan Eviandaru Monika). Yogyakarta:
Kanisius
Williams, Raymond. 1973. Keywords. London: Fontana
________________. 1983. Keywords. London: Fontana
Jurnal:
Pastika, I Wayan. 2005. Linguistik Kebudayaan: Konsep dan Model. Dalam
Linguistika Vol. 12. April 2013. Denpasar: Program Megister (S2)
Universitas Udayana
Prasetia, Heru. 2009. Pakaian, Gaya dan Identitas Perempuan Islam. Srinthil
Kajian Perempuan Multikultural edisi 017. Depok: Desantara Foundation
15
Raf, Nufida. 2005. My Veil A Spiritual Journey.
Flinders University
(Tesis) Australia Selatan:
Saluz, Claudia Nef. 2007. Islamic Pop Culture in Indonesia. (Tesis) An
Anthropological
Field Study on Veiling Practices among Students
of Gajah Mada University
Susiana, Sali. 2005. Pemakaian Jilbab sebagai Identitas Kelompok (Studi Kasus
pada Mahasiswa Perempuan Fakultas X Universitas Y di Jakarta).
(Tesis) Pasca sarjana
UI: Program Kajian Wanita
Skripsi:
Budiastuti. 2012. Jilbab dalam Perspektif Sosiologi. Depok: FISIP UI
Hardiyanti, Rima. 2012. Komunitas Jilbab Kontemporer “Hijabers” di Kota
Makassar. Makasar: Universitas Hasanuddin
Yogasaputra, Andi. 2012. Tranformasi Busana Muslim Oleh Komunitas Hijabers
Makassar Dalam Pengungkapan Identitas Diri. Makasar: Universitas
Hasanuddin
Sumber lain:
Arimbi, Dian Ariani. 2002. Image and The Veil: A Barthesian Reading of Veiled
Muslim Women. Trial Course Paper
Muhith, Nur Faizin. 2002. Definisi Jilbab Dalam Al-Qur'an dan Jilbab Zaman
Sekarang. Online. Available at http://www.indojilbab.com/content/42definisi-jilbab-dalam-al-quran-dan-jilbab-zaman-sekarang. Diakses pada
tanggal 29 April 2013
Novriyadi. 2012. Jilbab-jilbab Trendi Hijabers Community. Online. Available:
http://www.tnol.co.id/mode-kecantikan/13009-jilbab-jilbab-trendyhijabers-community.html. Diakses pada tanggal 29 April 2013
Raleigh, Elizabeth. 2004. Busana Muslimah dan Kebudayaan Populer di
Indonesia (Pengaruh dan Persepsi). Skripsi Universitas Muhammadiyah
Malang.
Online.
Available
at
www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/lizraleigh.doc. Diakses pada
tanggal 29 April 2013