Academia.eduAcademia.edu

Tranformasi Kultural Elemen

Hingga akhir dekade 1990-an, masih terdapat jarak yang nyata antara praktik klinis kedokteran dengan praktik jasa perawatan kecantikan. Praktik klinis kedokteran hanya dihubung-hubungkan dengan praktik perawatan kesehatan. Sementara praktik jasa perawatan kecantikan hanya terdengar sebagai bisnis yang dihubung-hubungkan dengan budaya perawatan kecantikan. Kalaupun praktik klinis kedokteran menyentuh domain kecantikan, ia selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan tubuh seseorang. Namun mulai dekade 2000-an, terjadi pergeseran mencolok dalam praktik jasa perawatan kecantikan. Elemen-elemen budaya dari praktik klinis (kedokteran) mulai digunakan dan semakin mendominasi bisnis perawatan kecantikan. Layanan jasa perawatan kecantikan menjadi nampak mirip dengan praktik pengobatan yang berlangsung di rumah sakit. Tulisan ini akan menyajikan ringkasan penelitian tentang bagaimana tranformasi elemen-elemen disiplin klinis dalam praktik klinik kecantikan. Tulisan akan membahas bagaimana elemen-elemen disiplin klinis digunakan dan menempati posisi sebagai modal-modal simbolik yang mendiskualifikasikan modus praktik jasa kecantikan sebelumnya. Penelitian dilakukan pada sebuah klinik kecantikan terkenal di Indonesia, Natasha Skin Care. Rumus praktik Bourdieu digunakan untuk menginterpretasikan penelitian dengan menggunakan metode etnografi modern.

Tranformasi Kultural Elemen-Elemen Budaya Disiplin Klinis ke dalam Praktik Jasa Perawatan Kecantikan Oleh : Sri Murlianti Abstrak Hingga akhir dekade 1990-an, masih terdapat jarak yang nyata antara praktik klinis kedokteran dengan praktik jasa perawatan kecantikan. Praktik klinis kedokteran hanya dihubung-hubungkan dengan praktik perawatan kesehatan. Sementara praktik jasa perawatan kecantikan hanya terdengar sebagai bisnis yang dihubung-hubungkan dengan budaya perawatan kecantikan. Kalaupun praktik klinis kedokteran menyentuh domain kecantikan, ia selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan tubuh seseorang. Namun mulai dekade 2000-an, terjadi pergeseran mencolok dalam praktik jasa perawatan kecantikan. Elemen-elemen budaya dari praktik klinis (kedokteran) mulai digunakan dan semakin mendominasi bisnis perawatan kecantikan. Layanan jasa perawatan kecantikan menjadi nampak mirip dengan praktik pengobatan yang berlangsung di rumah sakit. Tulisan ini akan menyajikan ringkasan penelitian tentang bagaimana tranformasi elemen-elemen disiplin klinis dalam praktik klinik kecantikan. Tulisan akan membahas bagaimana elemen-elemen disiplin klinis digunakan dan menempati posisi sebagai modal-modal simbolik yang mendiskualifikasikan modus praktik jasa kecantikan sebelumnya. Penelitian dilakukan pada sebuah klinik kecantikan terkenal di Indonesia, Natasha Skin Care. Rumus praktik Bourdieu digunakan untuk menginterpretasikan penelitian dengan menggunakan metode etnografi modern. Kata Kunci: Tranformasi Kultural, Pierrre Bourdieu, Praktik, Modal Simbolik, Kecantikan Pengantar Sekarang ini bisa dikatakan tidak ada pembicaraan tentang klinik kecantikan di Indonesia tanpa menyebutkan nama Natasha Skin Care (Biasa disebutkan dengan ’Natasha’ saja). Natasha adalah cermin sukses perjuangan dan strategi pasangan dokter-dokter gigi (Fredy-Onny) dalam memenangkan ranah perjuangan industri kecantikan di Indonesia. Mereka menempuh jalan panjang berliku hingga berhasil memenangkan arena pertarungan bisnis klinik kecantikan ini. Pada dasarnya Natasha hanyalah satu dari sekian banyak bisnis yang menjual jasa perawatan meraih kecantikan. Namun ia memiliki nilai kultural khas dibanding praktik-praktik industri kecantikan yang lain. Di dalamnya, terkumpul sejumlah modal yang belum digunakan oleh permainan-permainan bisnis kecantikan sebelumnya. Simbol-simbol kultural dari ranah praktik kedokteran Barat digunakan menjadi bagian dari praktik jasa klinik kecantikan ini. Mereka dipasang di permukaan tempat praktik jasa perawatan kecantikan untuk memberikan   Dimuat pada Publikasi Ikatan Sosiologi Indonesia, 2013 Pengajar Jurusan Sosiologi Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia penampakan wajah sebagai praktik jasa kecantikan yang sehat. Melalui perjuangan yang sangat panjang, kini Natasha menjadi klinik kecantikan terpopuler di Indonesia. Ia memiliki beragam modal simbolik yang tak dimiliki para pesaingnya. Hingga akhir penelitian ini, Natasha telah memiliki setidaknya 56 cabang klinik di wilayah-wilayah perkotaan di Indonesia. Jutaan orang dari beragam kalangan menjadi pelanggan Natasha. Metodologi Proyek penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan bagaimana penggunaan elemenelemen kultural praktik kedokteran ke dalam praktik jasa kecantikan. Analisis akan menggunakan abstraksi richardJohnson tentang tranformasi kultural (cultural tranformacy) dan teori Pierre Boourdieu tenntang praktik. Abstraksi Johson saya gunakan untuk menggambarkan bagaimana eemen-elemen lultural disiplin kedokteran digunakan sebagai modal-modal simbolik dari praktik jasa klinik kecantikan. Sedangkan teori Bourdieu tentang praktik akan saya gunakan untuk melihat bagaimana strategi dan perjuangan pemilik Natasha mengumpulkan dan menggunakan modal-modal dari praktik kedokteran dan menngkonversikannya menjadi modalmodal simbolik dari praktik jasa kecantikan. Istilah ‘Tranformasi Kultural’ (Cultural Tranformacy) digunakan Richard Johnson1 untuk merujuk pada perubahan karakter elemen-elemen budaya tertentu dalam praktik-praktik budaya modern. Ia menggambarkan bagaimana para pelaku bisnis industri budaya menciptakan ‘budaya baru’ dengan mentranformasikan elemen-elemen budaya dari beragam konteks kebudayaan. Menurutnya apa yang disebut sebagai ‘budaya baru’ adalah bricollage budaya yang sengaja ditata kembali dengan teknik ‘tranformasi cultural.’ Elemen-elemen budaya dari beragam konteks kebudayaan diambil dan digunakan untuk membangun praktik budaya baru yang berbeda makna lama dari mana sebuah elemen budaya itu berasal. Di sini sebuah elemen budaya mengalami ‘tranformasi kultural’ menjadi bagian dari pembentuk makna baru yang ingin ditonjolkan dalam ‘budaya baru’ yang ingin dikreasikan. Istilah ‘tranformasi kultural’ ini saya gunakan untuk memahami bagaimana elemen-elemen budaya medis digunakan oleh bisnis klinik kecantikan untuk menonjolkan citra sebagai jasa perawatan kecantikan ‘yang sehat’ 1 Lihat artikel lengkapnya dalam buku berjudul ‘What’s Cultural Studies?’ editor John Storey (1996), University of Sunderland, A Member of the Hodder headline Group, London. New York. Sydney. Aukland. Hal: 75-114. Pierre Bourdieu2 menyediakan beberapa konsep dan penjelasan yang bisa digunakan untuk memahami praktik-praktik sosial yang tidak dijelaskan Johnson. Ranah kehidupan (field), modal, habitus dan praktik; adalah beberapa konsep kuncinya dalam menjelaskan kehidupan sosial. Konsep-konsep Bordieu tentang distingsi dan modal-modal itu akan berguna untuk melihat strategi komodifikasi klinik kecantikan untuk membedakan diri dengan para pesaingnya. Konsep-konsep ini berguna untuk melihat kelihaian para pebisnis klinik membangun keunggulan produk-produknya dengan mengkonversikan jenis-jenis modal ini. Bourdieu memandang sistem sosial terdiri dari ranah-ranah. Setiap ranah memiliki praktik-praktik otonom. Praktik digambarkannya dengan rumus: ’Praktik = (habitus x modal) + Ranah.’ Indisvidu-individu terlibat dalam permainan beragam ranah kehidupan. Praktik-praktik yang kelihatan alami itu mengandung permainan dominasi antara orang-orang yang memiliki kekuasaan simbolik dan kaya modal; dengan orang-orang yang miskin modal. Setiap ranah kehidupan menuntut modal-modal tertentu agar bisa memenangkan permainan di dalamnya. Kedudukan seseorang dalam sebuah ranah kehidupan bergantung dari kesanggupannya melakukan akumulasi modal-modal di sepanjang hidupnya. Setiap ranah kehidupan menuntut modal-modal tertentu agar bisa memenangkan permainan di dalamnya.3 Kemenangan yang diperoleh dalam permainan ranah kehidupan tertentu, bisa digunakan dan diakumulasikan untuk perjuangan individual dalam memenangkan permainan di ranah kehidupan yang lain. Kemenangan yang diperoleh dalam permainan ranah kehidupan tertentu, bisa digunakan dan diakumulasikan untuk perjuangan individual dalam memenangkan permainan di ranah kehidupan yang lain. Konsep modal dipinjam Bordieu dari khasanah ilmu ekonomi, tetapi tidak semata-mata mengacu pada determinasi uang dan sarana-prasarana dalam ilmu ekonomi murni. Modal ekonomi jelas. Modal budaya meliputi ijasah, pengetahuan yang sudah diperoleh, cara bicara, kemampuan menulis, cara pembawaan, sopan santun, cara bergaul dan sebagainya. 2 Dalam Pierre Bordieu, 1979. Distinction, A Social Critic of The Judment Of Taste. Routlegde. 3 Penjelasan konsep ‘modal’ Bordieu ini dikutib dari catatan kaki Haryatmoko di artikel berjudul Landasan Teoritis Gerakan Sosial Menurut Pierre Bordieu; Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa , di Majalah Basis Edisi November-Desember 2003, Hal : 4-23 Modal sosial ialah hubungan-hubungan dan jaringannya yang merupakan sumberdaya untuk mereproduksi kedudukan-kedudukan sosial. Modal simbolik tidak lepas dari kekuasaan simbolik, yaitu kekuasaan yang memungkinkan untuk mendapatkan setara dengan apa yang diperoleh melalui kekuasaan fisik dan ekonomi. Contohnya adalah gelar pendidikan, kantor mewah di kawasan strategis dst. Habitus adalah Disposisi: kapasitas, tendensi, kemampuan untuk mengenali dan melakukan aktivitas yang secara sosial telah terbentuk dalam eksistensi material beerkaitan dengan kelompok sosial tertentu. Konsep ranah dan habitus, mengatasi jarak ntara konsep/teori dengan praktik kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Dengan demikian, kedua konsep itu juga mengatasi kesenjangan antara pikiran dan tindakan, serta antara ide dan realitas konkret. Walaupun ranah itu dibentuk oleh agen-egen sosial (didalam habitus), sebuah habitus -sebagai dampaknya- merepresentasikan tranformasi struktur-struktur obyektif dari ranah tersebut ke dalam struktur subyektif tindakan dan pikiran agen. Distingsi atau Distinction secara sederhana bisa dikatakan sebagai sebuah perbedaan yang digunakan untuk menunjukan posisi status kelas tertentu. Bordieu mendiskusikan panjang lebar betapa selera itu sama sekali tidak netral. Dari pengamatannya, ia menggambarkan bahwa selera diorganisasikan sesuai dengan posisi di dalam masyarakat. Selera selalu merupakan representasi khas dari suatu kelompok kelas. Ia adalah representasi dari hasrat membedakan diri (distingsi) dengan kelompok sosial yang lain, terutama yang lebih bawah. Distingsi kurang lebih bisa disederhanakan sebagai perbedaan yang merujuk pada pengelompokan suatu kelas sosial tertentu. Metode etnografi membantu untuk menghimpun dan mengintepretasikan data-data praktik jasa klinik kecantikan ini. Pengamatan mendalam, Fotografi dan pencatatan terstruktur membantu saya merekonstruksikan kembali bagaimana obyek-obyek material dari konteks budaya kecantikan yang berbeda digunakan bersama-sama untuk membangubaru praktik budaya baru bernama klinik kecantikan. Dengan teknik ini, saya bisa memahami bagaimana praktik budaya ini menata obyek-obyek disiplin klinis di sepanjang permukaan permainan untuk menonjolkan penampakan praktik klinis. Melalui metode partisipatori, dengan menyamar sebagai konsumen saya bisa menginterpretasikan bagaimana elemen-elemen acana kedokteran dipadukan dengan elemen-elemen acana kecantikan dari beragam konteks kebudayaan. Di sini elemen-elemen wacana kedokteran menjadipenjelasan dan pembenaran akan produk-produk yang ditawarkan. Distingsi Baru Dalam Praktik Budaya Perawatan Kecantikan Klinik kecantikan sebenarnya bukanlah praktik baru dalam budaya perawatan kecantikan. Budaya perawatan kecantikan sudah ada sama tuanya dengan sejarah manusia. Sebelumnya, budaya ini telah dikomodifikasikan dengan cara-cara yang berbeda. Setidaknya ada dua model komodifikasi perawatan kecantikan sebelum klinik kecantikan, yakni industri kosmetik dan salon kecantikan. Industri kosmetik mengkomodifikasikannya dengan menjual produk-produk kosmetik untuk dipakai dirumah. Salon kecantikan membuat distingsi lain berupa pesona perawatan bak para priyayi jaman kerajaan tradisional. Konsumen dilayani dan dirawat di tempat yang bersih dan terawat ala para putri keraton jaman dulu. Klinik kecantikan menjual distingsi baru dalam perawatan kecantikan. Distingsinya berupa penampakan disiplin klinis dalam prosedur pelayanannya. Penampakan ini membuatnya tampak syah mendefinisikan diri sebagai jasa perawatan kecantikan ’yang sehat’. Habitus baru dalam praktik jasa klinik kecantikan dibangun dari artikulasi gabungan elemen-elemen budaya dari beragam konteks kebudayaan. Elemen-elemen budaya ini sebelumnya juga telah diartikulasikan dengan cara berbeda oleh praktik industri kosmetik dan salon kecantikan. Gambaran distingsi praktik klinik kecantikan ini bisa digambarkan dalam tabel berikut: Distingsi Industri kosmetik Salon kecantikan Klinik kecantikan Elemen Budaya Ramuan tradisional Dilayani seperti priyayi di Dilayani seperti priyayi di Tradisional dengan kemasan tempat yg bersih dan terawat, tempat yg bersih dan terawat modern menejemen tradisional Alibi Halal Salon Muslimah, Salon khusus Undian naik haji/umroh, buka Perempuan puasa bersama, Elemen Budaya Spiritual/Agama pengajian/kebaktian bersama Elemen Budaya Zat kimia, sintetis, Plus menejemen modern dan Plus menejemen modern dan Modern diolah dan dikemas teknologi salon: Ozonisasi, teknologi medis BPOM Dokter dan Penampakan secara modern Elemen Budaya Medis BPOM sempurna prosedur perawatan klinis Baik industri kosmetik, salon kecantikan maupun klinik kecantikan sama-sama mengartikulasikan beragam elemen-elemen budaya. Namun klinik kecantikan memiliki sekumpulan distingsi baru yang membuat komoditas industri kosmetik dan salon kecantikan itu terdiskualifikasi dengan sendirinya. Distingsi baru itu terpusat pada hadirnya dokter dan diterapkan disiplin klinis dalam paket layanannya. Modal-modal yang telah digunakan oleh praktik industri kosmetik dan salon kecantikan tetap digunakan sebagai modal-modal dalam praktik klinik kecantikan. Produk-produk kosmetik (dari praktik industri kosmetik) tetap digunakan sebagai bagian dari modal material klinik kecantikan. Prosedur pelayanan penuh hormat ala para abdi dalem atau pelayan jaman keraton juga masih digunakan sebagai bagian dari modal-modal budya. Elemen-elemen budaya industri kosmetik dan salon kecantikan ini digtabungkan bersama-sama elemen-elemen budaya klinis membentuk penampakan sempurna displin klinis dalam praktik jasa kecantikan bernama klinik kecantikan. Di klinik kecantikan, elemen-elemen budaya klinis menempati posisi utama sebagai modal-modal simbolik yang mendiskkualifikasikan model-model praktik jasa kecantikan yang telah ada sebelumnya. Dokter, konsultasi dokter, resep dokter, pasien, kartu kontrol pasien, perawat, obat, apotek, apoteker, ruang perawatan, teknologi kedokteran, ruang sterilisai alat; semuanya tampak ada dan menjadi bagian dari prosedur perawatan. Modal-modal material dan budaya dari praktik klinis kedokteran ini menjadi modal-modal simbolik praktik klinik kecantikan. Mereka disusun sedemikian rupa hingga menampakkan dengan sempurna prosedur perawatan klinis. Sedangkan kosmetik dan layanan ala priyayi digunakan sebagai bagian dari modal-modal material dan modal-modal budaya. Memasuki klinik kecantikan, konsumen akan diperlakukan dengan penuh hormat ala para priyayi keraton. Prosedur tampak seperti prosedur perawatan klinis. Namun ’obat’ yang ditawarkan untuk dibeli gabungan antara produk-produk kosmtik dengan produk-produk kosmetik medis. Masalah-masalah penampilan tampak menjadi masalah kesehatan yang syah melalui sentuhan prosedur medis yang disokong oleh penampakan penggunaan intrumen-instrumen medis. Di Natasha, distingsi penampakan prosedur medis ini disempurnakan dengan nama pemiliknya, dr Fredi Setiaan yang sukses dicitrakan sebagai ikon pakar dermatologi estetik Indonesia. Pengalamannya menjadi seorang dokter pertama yang belajar praktik dermatologi estetik ke sebuah lembaga pendidikan terkait yang ternama di Singapura menjadi puncak modal simbolik praktik Natasha. Fredi belajar praktik kecantikan medis ke Singapura. Pengalaman ini lantas digembar-gemborkan melalui berbagai cara untuk membangun citra Fredi sebagai pakar dermatologi estetik utama di Indonesia, walaupun ia hanya memiliki gelar akademik sebagai dokter umum. Strategi ini menjadi amat sempurna karena pada saat itu dokter-dokter spesialis kulit (pakar dermatologi) masih berkutat pada problema-problema kesehatan kulit murni. Akumulasi modal-modal simbolik terus-menerus dilakukan Natasha agar tetap menjadi klinik kecantikan terdepan. Mulai dari rutin membeli teknologi dermatologi estetik keluaran terbaru, merekrut para dokter muda, modifikasi kemasan krem-krem perawatan, penataan gedung yang elegan, hingga diskon-diskon perawatan. Kesemuanya ini menjadikan Natasha senantiasa berada di puncak citra sebagai praktik jasa perawatan kecantikan Tabel 1.2: Perbandingan Praktik Salon Kecantikan dan Klinik Kecantikan SALON KECANTIKAN KLINIK KECANTIKAN Prosedur penjual-pembeli Prosedur dokter-pasien Memakai bahan alami atau produk pasaran Memiliki produk racikan sendiri berijin Depkes Ditangani beautician dan staf Ditangani dokter, beautician dan staf Perawatan dari luar kulit Perawatan dari luar dan dalam kulit Problema: jerawat, flek, kulit kusam Plus kantong mata, keriput, kutil, tanda lahir, pori-pori membesar, pipi tembem, kegemukan, warna kulit dst Dekoratif ”Alami” Sumber: Diolah dari brosur-brosur salon kecantikan dan klinik kecantikan Perbedaan pertama terletak pada hadirnya dokter dalam paket layanan klinik kecantikan. Industri kosmetik dan salon sebenarnya juga sudah menggunakan legitimasi medis. Produkproduk kosmetik baik yang dijual di pasaran ataupun yang digunakan di salon-salon kecantikan banyak mencantumkan tulisan ’Hasil riset medis’ atau ’Terdaftar di POM RI.’ Paling tidak dengan cara-cara itu ingin ditekankan bahwa produk-produk yang dijual aman secara medis. Di klinik kecantikan dokter hadir, ada secara fisik dihadapan konsumen, konsumen bisa berkonsultasi langsung. Profesionalitas dokter jelas melampaui para beautician yang sudah terlebih dulu menandai citra profesional di salon-salon kecantikan. Para beautician, mendapatkan predikatnya hanya dari sekolah setingkat SMKK (sekolah Menengah Kejuruan Kecantikan, kursus-kursus atau D3 Kecantikan. Sedang gelar dokter jelas didapat melalui prosedur sekolah yang jauh lebih lama dan lebih rumit dari sekedar profesi beautician. Hadirnya dokter sebagai bagian dari prosedur layanan menimbulkan kesan seolah-olah apa yang disajikan di klinik kecantikan lebih aman secara medis. Pengetahuan konsumen tentang tubuhnya melalui indranya, hanyalah referensi kecil bagi sang dokter untuk mendiaknosa penyakit konsumen. Referensi utamanya adalah ilmu pengetahuan kedokteran yang didapat dari prosedur sekolah yang ketat. Dokter mampu mengenali permasalahan kecantikan kulit wajah dan tubuh jauh lebih detail dibanding apa yang dirasakan konsumen. Termasuk dalam paket kekuasaan dokter adalah penguasaan terhadap teknologi penunjangnya yang memungkinkannya mengamati dan menganalisa problema tubuh yang diwacanakan. Dokter dan kecanggihan teknologi dermatologi estetik mampu menjangkau permasalahan yang lebih rumit; seperti kantung mata, pipi tembem, bopeng selulit, pori-pori membesar, bulu badan, tanda lahir, tumor jinak (kutil), perut buncit, lengan atau paha besar dan seterusnya. Salon kecantikan hanya mampu menangani problem-problem kecantikan klasik seperti jerawat, kulit kusam dan flek dengan perawatan dari luar kulit. Masuknya dokter dalam praktik ini tidak meniadakan berbagai bangunan pengetahuan pada praktik sebelumnya. Seluruh pekerjaan teknis kecuali injeksi dan pemakaian teknologi canggih; masih dikerjakan oleh para beautician berkualitas sama seperti para karyawan salon kecantikan. Dokter hanya menggenapi praktik-praktik itu dengan pengetahuan medis. Namun khadiran dokter di klinik kecantikan juga merubah secara keseluruhan prosedur layanan. Di salon kecantikan yang berlaku adalah modus layanan penjual-pembeli, konsumen datang memilih menu layanan yang disajikan dan para beautician langsung melayaninya. Di klinik kecantikan yang berlaku adalah modus disiplin klinis (hubungan dokter-pasien). Keputusan tentang layanan seperti apa yang tepat, produk apa yang harus diberikan dan bagaimana detail disiplin perawatan sehari-hari sepenuhnya berada dalam keputusan para dokter. Pegunjung klinik kecantikan tidak bisa serta merta memilih satu layanan sesuai dengan keinginannya. Distingsi klinik kecantikan yang lain terletak pada klaim hasil akhir yang dicapai. Istilah dekoratif diberikan oleh hasil capaian salon kecantikan yang hanya mampu menangani problem kecantikan agar ketika didandani (dengan kosmetik) hasilnya maksimal. Artinya, salon kecantikan hanya mampu merawat wajah agar lebih mudah didandani (didekorasi). Dikotomi ’dekoratif-alami’4 membedakan hasil perawatan salon kecantikan dengan perawatan di klinik kecantikan. Masalah flek misalnya, ditangani dari luar dengan menggunakan produk-produk krim (tradisional ataupun modern) dan Facial. Selebihnya, jika flek masih ada akan ditutupi dengan Foundation (alas bedak) sebelum memakai bedak. Hidung kurang mancung, pipi tembem atau rahang lebar diatasi dengan teknik make-up. Beautician mendekorasi bentuk-bentuk yang tidak ideal dengan tipuan warna-warna Make-up mulai dari Foundation, Blush On, bedak, Eye Shadow, sampai dengan maskara dan pensil alis. Konsep dekorasi wajah ini saya pahami lebih jelas dari supervisor La Tullipe Cosmetic untuk cabang Boyolali bernama Andri: “Kalau Krisdayanti itu di TV jadi kelihatan cantik sekali, itu karena seri make-up khusus buat dia foundation-nya saja sampai sembilan macam warna, untuk menutupi kekurangan bentuk wajah…..misalnya untuk rahang yang berbentuk persegi, perlu foundation dengan warna lebih gelap di bawah garis rahang, blush on disapukan sedikit di bawahnya…”5 Industri kosmetik dan salon kecantikan menyajikan teknik-teknik dekorasi wajah agar dalam kesempatan-kesempatan tertentu (pesta, seminar dll) wajah tampil sempurna. Beginilah cara Mbak Andri menjelaskan pembentukan alis yang simetris: “Perhatikan ibu-ibu, jika menggambar alis, pandang cermin dengan lurus ke depan, posisi garis lurus ke atas dari lingkar luar bola mata yang hitam adalah puncak alis. Dari pangkal alis pensil diangkat sampai puncak alis, mulai dari situ pensil alis mulai agak tipis dan tarik pensil alis turun” Penjelasan di atas adalah salah satu contoh bagaimana industri kosmetik mengajari para konsumennya mendekorasi bentuk wajah agar tampak ideal. Cara-cara seperti di atas oleh opini kedokteran dianggap sebagai cara yang ”tidak sehat.” Menutupi flek dengan foundation dan bedak akan menyumbat pori-pori dan tidak menyehatkan kulit. Cara yang lebih sehat adalah menghilangkan flek secara permanen dengan prosedur medis yang benar. Bebas flek bukan 4 Dikotomi dekoratif-alami (salon kecantikan-klinik kecantikan) saya pahami dari Mbak Laksmi, beautician Golden Skin Care. 5 Penjelasan ini disampaikan pada sebuah acara pelatihan facial dan make-up bagi para pegawai perempuan Dinas Pariwisata Kabupaten Boyolali. berarti menipiskan flek dan kemudian ditutupi dengan teknik make-up yang sempurna. Bebas flek, artinya menghilangkan flek itu sebersih-bersihnya dengan penanganan medis murni ditunjang teknologi dermatologi canggih. Di klinik kecantikan, dokter ditunjang teknologi medis menyajikan teknik mengatasi flek dari dalam ataupun dari luar kulit. Mulai dari chemical peeling, microdemabrasi, tindakan laser hingga krem yang harus dipakai di rumah. Chemical peeling adalah teknik membersihkan kulit. Malampaui facial yang biasa disajikan di salon-salon. Chemical peeling membersihkan kotorankotoran penyumbat pori-pori yang tidak sanggup dibersihkan dengan facial-facial biasa (physical peeling) andalan salon-salon kecantikan. Bahan kimia dioleskan ke wajah untuk menghilangkan sel-sel kulit mati, meningkatkan produksi kolagen dan meningkatkan peremajaan kulit. Cara ini dianggap jauh lebih efektif dibanding physical peeling yang hanya berfungsi menghilangkan sel-sel kulit mati dengan cara paksa. Bahan-bahan yang digunakan untuk chemical peeling beragam, mulai dari Alpha Hidroxy Acid Peel (AHA), Salicylic Acid Peel, Jessner Peel, Phenol Peel dsb. Alpha Hidroxy Acid juga masih beragam jenisnya seperti Glycolic Acid, Lastic Acid citric Acid dan Malic Acid. Zat-zat ini bisa digunakan sendiri-sendiri ataupun diracik bersama-sama. Bahan-bahan itu mampu dengan sendirinya merontokkan kotoran yang menyumbat pori-pori kulit tanpa ada gesekan fisik yang merusak kulit (tidak digosok-gosokkan). 6 Microdermabrasi juga merupakan tindakan peeling, bedanya peeling ini dilakukan secara mekanis dengan teknologi canggih Microdermabration (MCD). Alat ini bisa dikatakan sebagai ’mesin amplas’ wajah yang dirancang untuk mengatasi problem flek, bopeng dan permukaan kulit kasar. Peeling biasa yang hanya dilakukan dengan menggunakan tangan atau Fremator (mesin perata peeling) yang hanya menjangkau kotoran permukaan kulit paling luar. Mikrodermabrasi melakukan tindakan pengamplasan dengan daya jangkau lebih dalam dari physical peeling. Mesotherapy memberikan jenis perawatan yang lain lagi. Dengan bantuan teknologi Mesogun, zat-zat tertentu (vitamin, ekstrak tumbuhan dsb) ditembakkan ke jaringan mesodermis 6 Lihat artikel berjudul ‘Kulit Cantik dengan Chemical Peeling,’ tulisan Fredi Setiawan di Majalah Natasha Edisi Mei-Juni, Hal: 30 (bawah kulit), memberi vitamin tepat pada tempat yang dibutuhkan.7 Tidak seperti facial di mana vitamin-vitamin hanya menyentuh permukan kulit luar, mesotherapy menyuntikkan zat-zat itu ke bawah permukaan kulit. Pada kasus flek misalnya, obat langsung disuntikan ke lapisan kulit dermis (dalam) sehingga diharapkan mampu memberi vitamin tepat pada sasaran kulit yang mengalami pigmentasi. Harapannya dengan cara ini flek memudar dengan sendirinya. Konsultasi dokter tampak nyata menjadi bagian dari prosedur pelayanan para konsumen. Kewajiban menggunakan konsultasi dokter ini sebenarnya semata karena alasan medis. Beberapa krim perawatan yang dijual di klinik kecantikan menggunakan bahan berkategori obat. Daya invansinya lebih dalam ketimbang bahan kosmetik yang di jual bebas dan digunakan di salonsalon kecantikan. Efek samping yang mungkin timbul dari bahan obat lebih besar dari bahan kosmetik. Obat tidak dirancang untuk dikonsumsi secara permanen dalam jangka waktu lama. Sedangkan kosmetik diperbolehkan dijual bebas di pasaran karena memang dirancang hanya untuk bekerja di lapisan luar kulit dan bisa digunakan dalam jangka waktu lama. Fungsi dokter di klinik kecantikan sebenarnya untuk memberikan konsultasi medis detail atas penggunaan obat dalam perawatan kecantikan ini. Prosedur konsultasi wajib untuk mengantisipasi dan meminimalisir berbagai dampak buruk jika krem perawatan digunakan tanpa petunjuk dokter. Dokter wajib menjelaskan sedetail mungkin prosedur pemakaian hingga berbagai kemungkinan dampak yang mungkin saja timbul dari pemakaian obat ini. Kehadiran dokter dan prosedur klinis menjadi distingsi yang mendiskualifikasikan bisnis-bisnis kecantikan sebelumnya. Paket distingsi salon kecantikan ini adalah gabungan praktik klinis kedoteran, layanan ala para abdi dalem keraton tradisional dan budaya kaum intelek. Sekumpulan elemen-elemen kultural yang berasal dari konteks budaya disiplin klinis tertata rapi di permukaan, digunakan sebagai distingsi baru yang mendiskualifikasikan praktik-praktik jasa kecantikan yang ada sebelumnya. Penataaan ini memberikan penampakan prosedur klinis . Para pengunjung didikte untuk berperilaku layaknya para pasien di rumah sakit, seperti mendaftar, malakukan konsultasi dokter, perawatan, membeli ’obat’ dan membayar semua layanan itu. Namun bukan sembarang pasien yang diharapkan mnjadi para pelanggan praktik jasa kecantikan ini. Mereka dituntut menggabungkan perilaku sebagai ’pasien’ di rumah sakit dengan perilaku ala ’para priyayi.’ 7 Penjelasan tentang Mesotherapy dan Mikrodermabrasi disalin dari brosur London Beauty Centre, Yogyakarta 2008 Tiruan Kreatif Disiplin Klinis Paket distingsi ini membentuk sebuah kode perilaku mirip dengan perilaku para pasien di rumah sakit, namun tidak bisa dikatakan sepenuhnya sebagai aplikasi disiplin klinis. Prosedur ini lebih tepat dikatakan sebagai tiruan kreatif disiplin klinis. Ada begitu banyak campuran aroma yang tidak selalu sejalan dengan kaidah-kaidah disiplin klinis di sepanjang jalannya pelayanan di Natasha. Mulai dari mekanisme pendataan pasien, diagnosa, penentuan treatment, hingga penulisan dan penggunaan resep dokter. Perbandingan prosedur dermatologi klinis dengan prosedur dermatologi estetik yang ditampilkan di Natasha bisa saya gambarkan sebagai berikut: Tabel 2: Perbandingan Prosedur Disiplin Klinis dan Disiplin Natasha Disiplin dermatologi klinis ketat Disiplin dermatologi estetik luwes Diagnosa dengan alat dermatologi Diagnosa dengan kamera digital Penyembuhan penyakit Perawatan penampilan Yang sakit yang bermasalah Semua orang bermasalah Prosedur ketat demi kesehatan pasien Prosedur elastis demi penampilan Sumber: Diolah dari beberapa sumber Mekanisme pendataan pasien saat pertama datang, lebih mencerminkan logika narsis, ketimbang identifikasi problema medis. Indentifikasi pasien melampaui apa yang selama ini ada di rumah sakit. Data identitas pasien meliputi foto close-up yang diambil dari jarak dekat. Foto diambil dengan menggunakan kamera digital yang terhubung langsung dengan monitor komputer di ruang konsultasi dokter. Prosedur ini seolah menunjukkan betapa Natasha benarbenar memperhatikan para pengunjung secara individual. Seolah setiap pengunjung benar-benar diperhatikan secara seksama problematika kulitnya dari sejak pendataan pasien. Namun di sisi lain mekanisme ini merupakan strategi untuk melebih-lebihkan persoalan penampilan kulit pengunjung. Alat deteksi dermatologi biasa hanya menampilkan jaringan kulit, tidak akan terlihat tampilan cantik atau jeleknya wajah pasien dari layar monitor. Dengan teknik ini, semua orang akan terlihat bermasalah dan menjadi seolah membutuhkan perawatan di Natasha. Sementara kecepatan kamera digital yang sekitar 80 MB, mampu memperlihatkan potret wajah beserta noda-noda sekecil apapun di permukaan wajah, bahkan yang tidak tertangkap mata telanjang dari jarak pandang yang wajar. Noda, kotoran sekecil apapun bahkan kerinngat diwajah terekam jelas oleh jepretan kamera jenis ini, apalagi jika pemotretan dari jarak dekat. Jarak pemotretan di Natasha kurang lebih 0,5 meter. Jarak ini terlalu dekat hingga akan sulit mendapatkan hasil penampakan gambar yang maksimal. Siapapun yang dipotret dengan jarak sedekat itu, akan terlihat jelek. Foto ini seolah menunjukkan dengan sempurna masalah yang diderita semua orang. Saat di hadapan dokter, foto ini diperbesar hingga selebar layar monitor komputer 14 inc. Kotoran, pori-pori kulit yang membesar dan flek sekecil apapun akan diperlihatkan dengan sangat nyata. Foto ini melebih-lebihkan kekurangsempurnaan wajah pasien. Foto akan memperlihatkan dengan sempurna efek buruknya noda, kerutan atau jerawat itu bagi keseluruhan penampakan wajah pasien. Hasil gambarnya menampakkan dengan jelas beberapa masalah kulit wajah, bahkan yang tidak tertangkap oleh mata telanjang dengan jarak yang sama. Dengan begitu, akan menjadi jelas penyakit yang harus diobati. Saat pasien dipanggil konsultasi satu persatu, foto pasien sudah tampak di layar monitor komputer meja dokter. Dokter akan menerangkan semua penyakit pasien dengan penjelasan kaidah-kaidah ilmu kedokteran, bahkan menyangkut hal-hal yang tidak disaari pasien sebelumnya. Bukan penjelasan umum, tetapi penjelasan khusus yang telah disesuaikan dengan problema kulit seperti yang tampak pada foto pasien. Penjelasan akan menekankan logika medis atas masalah yang membuat pasien merasa jelek. Seolah ia benar-benar memeriksa dengan amat teliti keluhan yang disampaikan pasien. Seolah-olah dokter dan ilmu medisnya itu benar-benar mengutamakan kesehatan konsumennya. Tetapi ketika konsultasi ini berpindah pada solusi permasalahan, dokter akan berperan sebagai seller handal. Ia akan dengan sempurna menjelaskan beragam tawaran produk-produk Natasha yang sesuai dengan masalah yang dihadapi pasien. Pembeberan meliputi produk krem perawatan di rumah dan jenis-jenis layanan di klinik. Di sini juga tidak berlaku rumus displin medis makin serius penyakitnya, makin canggih teknologi yang digunakan dan makin mahal biayanya. Yang berlaku adalah setiap masalah ditawarkan beragam solusi dari yang termurah sampai yang termahal. Mahalnya harga suatu jenis layanan tidak selalu mencerminkan keseriusan penyakit yang ditangani. Seperti teknologi hair removal (laser) berharga milyaran yang digunakan untuk menghilangkan bulu badan. Penulisan resep dokter juga tidak seperti pada disiplin medis. Penentuan treatment bukan berdasarkan tingkat keseriusan penyakit pasien tetapi lebih pada kesanggupan keuangannya. Dokter menawarkan semua jenis layanan, pasienlah yang memilih jenis sesuai kemampuannya. Tak jarang seseorang yang memiliki permasalahan lebih serius hanya memillih perawatan yang murah. Sementara beberapa pasien kaya membeli perawatan laser berharga jutaan hanya untuk mengecilkan pori-pori, membuang tahi lalat atau menghilangkan bulu badan. Apotek dan dan para apotekernya benar-benar ada di dalam gedung Natasha. Letaknya di bagian kiri depan, berseberangan dengan jajaran meja front office. Beragam obat-obatan ditata rapi. Namun penerimaan resep dokter, pembayaran dan penyerahan obat; seluruhnya dilaksanakan oleh para petugas costumer service di meja front office. Walaupun pengunjung berjubel, aktivitas di apotek tampak selalu sepi. Sebaliknya meja costumer service diwarnai hiruk pikuk pelayanan para pasien; mulai dari pendaftaran, pemanggilan konsultasi, penerimaan resep dokter, pembayaran hingga penyerahan obat Dokter sebagai rezim signifikansi praktek klinis ini, menerapkan disiplin karet bagi para pasien. Sebagai konsultan medis, mereka memang menentukan prinsip-prinsip perawatan klinis ini. Penentuan jenis-jenis obat ditentukan oleh dokter berdasarkan jenis kulit dan problema yang dialami. Pemakaiannya tidak boleh dicampur dengan produk kosmetik atau produk apapun di luar produk Natasha. Pemakaian bedak transparan, agar pori-pori kulit bisa mendapatkan sirkulasi udara lebih baik. Prinsip-prinsip ini selalu ditekankan kepada para pasien terutama saat pertama kali berkunjung ke Natasha. Tetapi prosedur ganjaran-hukuman bersifat sangat elastis, sangat tak terduga. Hukuman atau ganjaran diberikan bukan dari tingkat kepatuhan atau pembangkangan para pasien dalam melaksanakan prinsip-prinsip perawatan klinis narsis ini. Nasib para pasien di hadapan dokter lebih ditentukan apakah perilakunya itu memberi efek bagi rusaknya citra Natasha ataukah tidak. Kepatuhan, pembangkangan atau kreativitas para konsumen dalam menyeleksi, menggunakan dan menggabungkan produk-produk perawatan menghasilkan reward beragam dari para dokter. Ia akan mendapat ganjaran berupa pujian atau persetujuan dari dokter; jika ia berdampak baik bagi kulit wajahnya dan menaikkan citra Natasha. Sebaliknya, perilaku yang sama akan mendapat hukuman berupa kemarahan dokter; jika itu menimbulkan dampak buruk di wajah yanng merusak citra Natasha. Tranformasi Kultural Elemen-Elemen Budaya Klinis Istilah ‘tranformasi kultural’ (cultural tranformacy)digunakan Johnsonuntuk menggambarkan peralihan simbol-simbol kultural yang terjadi dalam sirkuit komoditas industri budaya. Bisnis klinik kecantikan menggambarkan dengan sempurna permainan ekspresi gabungan antara elemen-elemen kultural dari beragam ranah perjuangan kehidupan. Simbol-simbol budaya dari ranah budaya klinis diekspresikan secara bersama-sama dengan elemen-elemen cultural dari beragam praktik kebudayaan untuk membentuk distingsi baru bagi sebuah praktik jasa peraatan kecantikan. Elemen-elemen cultural dari praktik klinis mengalami tranformasi cultural yang mencolok. Dari yang semula menjadi penanda bagi sebuah praktik budaya yang dihubung-hubungkan dengan problema kesehatan manusia menjadi penanda bagi praktik budaya pemujaan penampilan tubuh luar. Ada begitu banyak penampakan simbol-simbol cultural dari praktik klinis, seperti dokter, resep dokter, teknologi dermatologi dan prosedur klinis. Namun semuanya itu tidak selalu bisa dimaknai sebagai disiplin ketat yang harus ditempuh demi kesehatan para pengunjungnya. Semuanya itu pertamatama lebih tampak digunakan sebagai pesona untuk menonjolkan perbedaan dengan praktik-praktik jasa kecantikan yang ada sebelumnya. Ada begitu banyak dokter lengkap dengan kostum jas putih, pengetahuan medis, teknologi dermatologi dan ijin praktiknya. Namun mereka tidak lagi memerankan diri sebagai paramedic yang mengurusi tugas utamanya mengurusi kesehatan para pasiennya. Mereka pertama-tama dibayar untuk mengenalkan produk-produk dan membujuk para pengunjung agar membeli. Para dokter bertugas sebagai konsultan kecantikan yang bertugas menunjukkan masalah-masalah penampilan hingga ke hal-hal kecil yang kadang bahkan tak dipermasalahkan para pengunjung sebelumnya. Pengetahuan kedokterab digunakan bukan untuk menjelaskan hakekat penyakit pasiennya, tetapi untuk mendikte pengunjung tentang ancaman problema kesempurnaan penampilan hingga pada hal-hal yang tak tertangkap mata telanjang. Tujuannya adalah agar setiap oranng tampak memiliki persoalan penampilan dan memerlukan perawatan. Perawatan atau treatment tidak lagi dilakukan dalam rangka menyembuhkan penyakit atau gangguan kesehatan, tetapi untuk menyempurnakan penampilan. Keberhasilan para dokter disini tidak ditandai oleh penyembuhan para pasiennya, tetapi oleh seberapa bisa mereka membujuk para pengunjung agar membeli koleksi produk perawatan yang disajikan. Ada begitu banyak ‘para perawat’ berseragam yang membantu tugas para dokter. Tetapi mereka ini bukanlah paramedic yang dibekali pengetahuan medic yang mumpuni layaknya para peraat di rumah sakit. Mereka adalah para beautician yang memiliki latar belakang pengetahuan perawatan kecantikan yang sama dengan para beautician yang bekerja di praktik-praktik jasa salon kecantikan. Bedanya mereka ini dibekali dengan pengetahuan penggunaan teknologi dermatologi. Mereka ini bertugas membantu para dokter melakukan peraatan, bahkan untuk peraatan-peraatan standar salon kecantikan, mereka bisa melakukan peraatan tanpa dokter. ‘Obat’ dan teknologi medis digunakan untuk melakukan perawatan atas problema-problema yang tidak selalul ada hubungannya dengan kesehatan pengunjung. Keduanya digunakan untuk problema-problema penampilan hingga yang tak tampak oleh mata telanjang. Keduanya digunakan untuk mencari sekecil apapun problema penampilan untuk ditangani, hingga sampai ke hal-hal yang sebelumnya tidak disadari oleh para pengunjung. Ada banyak pengunjung yang tampak menjadi ‘pasien’ di klinik kecantikan. Mereka mempraktikkan kode-kode perilaku yang tampak menjadi bagian dari prosedur perawatan kesehatan layaknya para pasien di rumah sakit. Namun mereka ini tidak selalu mencerminkan orang-orang yang menderita gangguan-gangguan kesehatan serius yang membutuhkan peraatan medis. Mereka adalah orang-orang yang menderita kekuasaan pengetahuan akan kecantikan yang ‘sehat.’ Mereka rela meniru gerak-gerik para pasien di rumah sakit untuk mendapatkan kepastian akan pengetahuaan, peraatan dan penggunaan produk-produk demi kecantikan yang ‘sehat.’ Di rumah sakit, yang dianggap sebagai pasien yang perlu dirawat adalah yang menderita gangguan kesehatan serius. Di klinik kecantikan, semua yang dating dianggap memiliki problema penampilan yang serius. Problema penampilan ini bukan semata-mata hal-hal yang lazim dianggap sebagai perusak penampilan seperti jeraat, bopeng atau flek. Problema penampilan meliputi hal-hal yang tak terlihat oleh mata telanjang seperti ukuran pori-pori kulit, kantung mata dan tingkat kelembaban kulit. Tatapan kamera digital membuat semua orang bermasalah karena tampilan pembesaraanya mendramatisir kekurangan kecil penampilan yang bahkan tak tampak oleh mata telanjang. Di Klinik kecantikan, elemen-elemen cultural dari kontek budaya praktik klinis ditranformasikan menjadi bagian dari praktik jasa peraatan kecantikan. Dokter, resep dokter, pengetahuan medis, teknologi dermatologi, prosedur medis, apotek, perawat, apotek dan apoteker; semuanya ada nyata dan tampak menjadi bagian dari pelayanan. Namun semuanya itu tidak lagi memiliki keterkaitan atau merepresentasikan upaya kesehatan pengunjungnya. Di sini elemen-elemen cultural praktik medis ini terlepas dari makna awalnya sebagai bagian dari praktik keshatan. Mereka dihadirkan untuk menandai praktik budaya baru yang tidak selalu berhubungan dengan problema kesehatan, yaitu pemujaan kesempurnaan penampilan tubuh luar. Praktik klinik kecantikan ini menghadirkan bahasa baru dalam dunia jasa perawatan kecantikan yaitu ‘perawatan kecantikan yang sehat’ dan elemen-elemen cultural dari praktik klinis ini digunakan sengai penanda, seakan-akan sebagai bukti yang tak terbantahkan akan kesehatan praktik yang berlangsung di dalamnya. Daftar Bacaan Bordieu, Pierre. 1979. Distinction, A Social Critic of The Judment Of Taste. Routlugde. Setiawan, Fredi, 2008. ‘Kulit Cantik dengan Chemical Peeling,’ tulisan di Majalah Natasha Edisi Mei-Juni 2008, Hal: 30 Haryatmoko. 2003. Landasan Teoritis Gerakan Sosial Menurut Pierre Bordieu; Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa. Majalah “Basis” Edisi November-Desember 2003, Hal : 423 Haryatmoko.2002. Kekuasaan Melahirkan Anti Kekuasaan, Menelanjangi Mekanisme dan Teknik Kekuasaan Bersama Michel Foucault. Majalah Basis, edisi Januari-Februari 2002, hal 8-21. Johnson, Richard. Dalam John Storey (ed) 1996. ‘What’s Cultural Studies?’ editor John Storey (1996), University of Sunderland,