Academia.eduAcademia.edu

Analisis struktur pasar tekstil di Indonesia

Paper ini bertujuan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri tekstil di Indonesia. Metode yang digunakan lebih bersifat deskriptif dengan menghitung indikator struktur dan kinerja sektor industri tekstil dari tahun 2005 sampai 2009. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan publikasi Bank Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri tekstil cenderung oligopoli ketat. Adapun kinerja industri cenderung efisien secara alokatif. Hal ini mengindikasikan bahwa persaingan harga di antara perusahaan tekstil cukup tinggi.

Analisis Kinerja Industri Tekstil di Indonesia Ulufun Na’imah Mahasiswa FEBI, UIN SUNAN KALIJAGA Email : [email protected] Abstraksi Paper ini bertujuan untuk menganalisis struktur dan kinerja industri tekstil di Indonesia. Metode yang digunakan lebih bersifat deskriptif dengan menghitung indikator struktur dan kinerja sektor industri tekstil dari tahun 2005 sampai 2009. Data yang digunakan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan publikasi Bank Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur industri tekstil cenderung oligopoli ketat. Adapun kinerja industri cenderung efisien secara alokatif. Hal ini mengindikasikan bahwa persaingan harga di antara perusahaan tekstil cukup tinggi. Kata kunci : industri tekstil, struktur, kinerja. Latar Belakang Industri adalah kumpulan produsen yang menjual produk sejenis atau hampir homogen. Industri merupakan sektor yang penting dalam perekonomian nasional suatu negara. Pada negara maju, industri adalah sektor yang dominan. Sedangkan di Indonesia sendiri, sektor industri terus dikembangkan oleh pemerintah. Penyerapan tenaga kerja Indonesia di sektor industri masih rendah, di bawah pertanian, perdagangan, pengangkutan dan jasa. Berdasarkan Outlook Ekonomi Indonesia 2008 – 2013, pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 41 persen, perdagangan sebesar 21 persen, pengangkutan sebesar 6 persen dan jasa-jasa lain sebesar 12 persen. Di antara berbagai macam industri, industri tekstil termasuk yang menyerap tenaga kerja yang besar. Dilihat dari komposisinya, industri tekstil termasuk industri yang mendominasi di Indonesia. Lebih dari 50% dari industri besar dan sedang adalah industri yang bergerak di Industri Makanan dan Minuman, Tekstil, Pakaian Jadi, dan Furnitur. Jumlah industri tekstil sebesar 2.809 pada tahun 2006 dan menurun menjadi 2.601 pada tahun 2009. Dengan peningkatan jumlah industri tersebut, maka secara otomatis jumlah tenaga kerja yang diserap pun juga semakin menurun. Jumlah tenaga kerja menurun dari 544.142 orang pada tahun 2006 menjadi 498.005 pada tahun 2009. (Kemenperin.go.id.) Penurunan di sektor industri dapat dipengaruhi atau mungkin berpengaruh pada struktur dan kinerja pasar di sektor tersebut. Oleh karena itu, paper ini dibuat untuk menganalisis struktur dan kinerja pasar dalam industri tekstil. Struktur suatu sektor dapat ditunjukkan oleh Concentration Ratio (CR), dalam karya ilmiah ini, yang dipakai adalah CR2, CR4, dan CR 8. Sedangkan untuk mengetahui kinerjanya, dapat dilihat dari PCM-nya(Price Cost Margin). TINJAUAN PUSTAKA Aliran SCP (Structure-Conduct-Performance) dikemukakan oleh Mason (1939) dan Joe S. Bain (1943). Bain melakukan penelitian tentang struktur dan kinerja pasar pada tahun 1956 dan menuangkan hasil penelitiannya dalam bukunya yang berjudul “Barriers to New Competition”. Penelitiannya bertujuan menguji hipotesis teori oligopoli. Hasil penelitiannya adalah kekuatan pasar meningkat saat konsentrasi pasar meningkat dan hambatan masuk tinggi. Karena penelitiannya ini, Bain dianggap sebagai Bapak Aliran SCP, namun Bain sendiri menganggap bahwa Mason-lah yang pantas dianggap sebagai Bapak Aliran SCP karena pemikiran-pemikirannya banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Mason. Gambar 1 menjelaskan bahwa struktur mempengaruhi perilaku pasar. Struktur pasar sendiri dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli, diferensiasi produk, hambatan keluar-masuk, integrai vertikal, diversifikasi, dan struktur biaya. sedangkan perilaku pasar dapat dilihat dari strategi harga, kolusi, merger, advertising, investasi pabrik, strategi produk, strategi hukum, dan R&D. Kemudian perilaku pasar mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja pasar dapat dilihat dari efisiensi alokatif, efisiensi produksi, tingkat pengembangan teknologi, kualitas dan pelayanan, serta keadilan. Sedangkan kebijakan pemerintah mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja dalam pasar. Gambar 1 Pola Struktur-Perilaku-Kinerja Sumber : Diana Yoseva, 2009. “Peranan Pesaing Asing dalam Persaingan pada Pasar Industri Manufaktur Domestik”. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009. Indonesia Saat ini, hubungan struktur-perilaku-kinerja tidak hanya sebatas hubungan linier. Yang terjadi adalah struktur dan perilaku saling mempengaruhi. Struktur dan perilaku akan berpengaruh pada kinerja yang kemudian akan mempengaruhi laba yang diperoleh. Gambar 2 Hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja yang Saling Mempengaruhi Perkembangan Teknologi Permintaan Usaha Penjualan Struktur Strategi Perilaku Kinerja Laba Sumber : Martin(1999) Struktur Pasar Pengertian struktur adalah susunan bagian-bagian suatu bangunan. Dalam kajian ekonomi, struktur diartikan sebagai sifat permintaan dan penawaran barang dan jasa. Pengertian struktur pasar menurut Mason dalam paper Dicky Ade Alfarisi (2009), Market structure is relatively permanent strategic element for the environment of a firm that influence and are influenced by the conduct and performance of the firm in the market in which it operates. Jadi, struktur pasar adalah susunan bagian-bagian dalam suatu pasar yang dapat mempengaruhi perilaku pasar dan kinerja pasar. Struktur pasar merupakan elemen strategis yang relatif permanen dari lingkungan perusahaan yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja di dalam pasar (Koch, 1997). Elemen struktur pasar adalah pangsa pasar (market share), konsentrasi (concentration), dan hambatan (barrier) (Jaya,2001). Struktur pasar secara umum dibagi menjadi empat yaitu : Struktur Pasar Persaingan Sempurna Pasar persaingan sempurna adalah pasar di mana produsen dan penjualnya banyak serta barang yang dijual homogen. Karakteristik pasar persaingan sempurna yaitu (Permono, 1990; Baye, 2000; Blair dan Kaserman,1985) : Produknya homogen. Hal itu disebabkan tidak adanya preferensi oleh konsumen terhadap produk di persaingan sempurna. Jumlah penjual dan pembeli banyak. Pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga karena barang yang dijual merupakan bagian kecil keseluruhan komoditas yang diperjualbelikan. Informasi sempurna. Informasi sempurna menyebabkan pelaku ekonomi tidak perlu melakukan pengorbanan untuk mendapat informasi sehingga harga tunggal di suatu pasar dapat terjadi. Tidak ada halangan masuk pasar. Semua sumber daya dapat dengan mudah keluar-masuk pasar. Harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar sehingga untuk mendapatkan laba maksimum, digunakan rumus MR=MC. Tidak adanya hambatan masuk mengakibatkan tidak ada tingkat konsentrasi pada pasar persaingan sempurna. Hal itu karena setiap perusahaan pada persaingan sempurna tidak memiliki peluang untuk menguasai pasar. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik Pasar persaingan monopolistik adalah pasar yang sebagian besar perusahaan menjual produk yang terdeferensiasi. Hal itu menyebabkan perusahaan dapat mengendalikan harga. Struktur pasar ini sedikit berbeda dengan pasar persaingan sempurna. Perbedaannya terletak pada diferensiasi produk. Struktur pasar monopolistik di dalamnya terdapat banyak penjual dan konsentrasinya rendah. Syarat-syarat struktur pasar monopolistik (Baye, 2000) : Ada banyak penjual dan pembeli. Setiap perusahaan di industri menghasilkan produk yang terdiferensiasi. Adanya kebebasan keluar-masuk industri. Struktur Pasar Oligopoli Pasar oligopoli adalah struktur pasar yang hanya ada beberapa perusahaan yang menguasai pasar. Joe S Bain membagi oligopoli menjadi beberapa tipe, yaitu : Tipe I atau tipe oligopoli penuh , karakteristiknya yaitu tingkat konsentrasi yang sangat tinggi. Tiga perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi sekitar 87% atau 8 perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi 99% . Tipe II. Tipe ini juga memiliki tingkat konsentrasi tinggi. Empat perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi 65%-75%, delapan perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi 85%-90% atau 20 perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi 95%. Tipe III, atau tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat tinggi. Empat perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi sekitar 50%-65% atau 20 perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi 95%. Tipe IV. Tipe ini memiliki tingkat konsentrasi moderat rendah. Empat perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi sekitar 38%-50%, delapan perusahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi sekitar 65% atau 20 perusaahaan terbesar memiliki tingkat konsentrasi sekitar 70%. Menurut McAfee, oligopoli dibagi menjadi dua, oligopoli ketat dan oligopoli longgar. Karakteristik oligopoli ketat adalah perusahaan yang ada di pasar memiliki kemiripan yang sangat kecil. Struktur ini memungkinkan terjadinya persaingan yang sehat di antara perusahaan, mereka melakukan iklan yang mengunggulkan produk mereka dan tidak mengurangi perang harga. Sedangkan strategi yang dilakukan dalam oligopoli longgar yaitu diferensiasi produk dan membuat inovasi. Tabel 1 Tipe-tipe Struktur Pasar Oligopoli No. CR (%) Tipe Struktur Pasar 1. > 85 Oligopoli Konsentrasi Tinggi 2. 84-70 Oligopoli Konsentrasi Sedang 3. 69-45 Oligopoli Konsentrasi Rendah 4. 44-30 Oligopoli Rendah 5. < 30 Poli-poli/Atomistik Sumber: Nurimansjah Hasibuan, 1994 Struktur poli-poli masih dibagi lagi menjadi : Rasio konsentrasi antara 17%-29%: polipoli konsentrasi tinggi Rasio konsentrasi antara 4%-16%: polipoli konsentrasi sedang Rasio konsentrasi kurang dari 3%: polipoli konsentrasi rendah Struktur Pasar Monopoli Pasar monopoli adalah suatu pasar yang hanya ada perusahaan tunggal yang menjual suatu produk dan tidak ada barang substitusi yang dekat. Karakteristiknya yaitu hanya ada satu penjual, adanya hambatan yang besar,dan tingkat konsentrasi tinggi,. Menurut Hasibuan (1993), penyebab terjadinya pasar monopoli yaitu : Terjadinya merjer. Skala ekonomi yang besar dan ditunjang efisiensi. Efisiensi dan inovasi. Fasilitas pemerintah. Persaingan yang tidak sehat. Perusahaan mendapat hak-hak istimewa dalam mengelola input yang sulit didapat perusahaan lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi struktur pasar diantaranya yaitu tingkat penguasaan teknologi, elastisitas permintaan terhadap suatu produk, lokasi, ada tidaknya hambatan masuk pasar (entry barrier), tingkat efisiensi dan lainnya.Variabel yang digunakan untuk mengukur struktur pasar diantaranya yaitu konsentrasi rasio(Concentration Raiio-CR) dan MES (Minimum Efficient Scale). Konsentrasi rasio(Concentration Ratio-CR) Rasio konsentrasi (Concentration Ratio - CR) adalah jumlah pangsa pasar (market share) yang dikuasai oleh sejumlah perusahaan terbesar. Konsentrasi rasio diukur minimal dari 2 perusahaan dan maksimal 8 perusahaan terbesar (CR2, CR4, CR8). Konsentrasi yang tinggi menunjukkan bahwa persaingan dalam pasar tersebut mengarah ke monopoli atau oligopoli. Menurut Endy Dwi Tjahjono, konsentrasi di atas 75% sudah menunjukkan pasar yang bersifat monopoli atau oligopoli. MES (Minimum Efficient Scale) MES (Minimum Efficient Scale) merupakan indikator yang digunakan untuk menggambarkan hambatan masuk pasar (entry barriers). MES didapatkan dari rata-rata output perusahaan terbesar (yang menghasilkan 50% output industri) dibagi output industri. MES ini adalah interval tingkat produksi di mana penambahan output akan menurunkan biaya produksi jangka panjang per unit. Dalam penelitian Maioli, MES didekati dengan rasio antara rata-rata nilai tambah 4 perusahaan terbesar (yang menghasilkan 50% atau lebih output industri) dengan nilai tambah industri tersebut.( Diana Yoseva,2009) Hubungan MES dan PCM adalah berbanding lurus. Jika MES meningkat, maka PCM juga meningkat. MES ini memungkinkan perusahaan berproduksi dengan struktur biaya yang rendah. Hal itu menjadikan penghalang bagi masuknya saingan baru di pasar sehingga PCM pun ikut meningkat. Terdapat beberapa ukuran yang dapat digunakan sebagai proksi dari MES yaitu: Output dari pabrik terbesar Ukuran rata-rata dari seluruh pabrik yang berada pada kelas distribusi tertinggi Ukuran rata-rata dari seluruh pabrik yang ada di suatu industri Titik tengah dari industri pabrik-pabrik yang ada di pasar Ukuran rata-rata dari pabrik-pabrik terbesar yang menguasai 50% output industri. (Alfarisi, 2009) Perilaku Pasar Menurut Hasibuan (1993), perilaku didefinisikan sebagai pola tanggapan dan penyesuaian suatu industri dalam pasar untuk mencapai tujuannya. Perilaku perusahaan dalam suatu industri akan menarik diamati apabila perusahaan berada dalam suatu industri yang mempunyai struktur tidak sempurna. Struktur persaingan sempurna menyebabkan perusahaan tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan harga pasar (Martin,1994). Struktur pasar dapat mempengaruhi perilaku pasar dalam hal mempengaruhi organisasi internal perusahaan (kebijakan-kebijakan tenaga kerja, kondisi kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi sumber daya perusahaan dan produk yang diproduksi untuk kemudian ditawarkan oleh perusahaan). Perilaku pasar dapat dilihat dari desain dan diferensiasi produk yang dimiliki, cara menentukan harga, dan strategi-strategi. Kinerja Pasar Kinerja dipengaruhi oleh struktur dan perilaku dalam pasar. Kinerja cnderung identik dengan seberapa besar perusahaan menguasai pasar dan jumlah keuntungan yang didapatkan. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar yaitu PCM (Price Cost Margin). Semakin besar PCM menunjukkan harga jual yang lebih tinggi dari biaya sehingga kinerjanya semakin buruk. Variabel-variabel dalam PCM yaitu tingkat kompetisi perusahaan domestik, barriers to entry, dan kelangkaan input (input scarcity). Kinerja pasar mengukur kepuasan ekonomi terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai perusahaan. Diantaranya yaitu tingkat keuntungan, tingkat efisiensi dan tingkat progesivitas pasar. Tingkat keuntungan (profitability) Perusahaan hanya akan memperoleh keuntungan normal dalam pasar yang bersifat kompetitif. Tujuan perusahaan adalah memperoleh keuntungan di atas keuntungan normal sehingga mereka berusaha mendapatkan dan mempertahankan kekuatan pasarnya. Efisiensi Efisiensi adalah perbandingan besaarnya manfaat suatu variabel yang diambil untuk menghasilkan produk yang sebesar-besarnya. Efisiensi mengacu pada penggunaan teknologi pada tingkat tertentu agar dapat mengefisienkan alokasi sumber daya dalam proses produksi. Efisiensi didapat dari input per output. Efisiensi berbanding lurus dengan kinerja dan berbanding terbalik dengan PCM (Price Cost Margin). Progesivitas Berkaitan dengan tingkat perubahan teknologi. Hubungan progresivitas dengan kinerja adalah berbanding lurus, jika progresivitas naik, maka kinerjanya pun membaik. METODOLOGI Ruang lingkup penelitian dibatasi dari tahun 2005 hingga 2009. Data mengenai tingkat konsentrasi dan efisiensi industri tekstil berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan data mengenai tingkat Minimum Efficient Scale (MES) diambil dari Outlook Ekonomi Indonesia 2008 – 2013 (2008). Untuk mengukur kinerja pasar, digunakan indikator PCM. PCM dihitung dari selisih output dan biaya marginal dibagi output. Kemudian diperoleh persamaan satu dikurangi hasil dari input dibagi output . Atau bisa ditulis sebagai berikut : (1) c = input, p = output Analisis Struktur Pasar di Sektor Industri Untuk mengetahui struktur pasar di sektor industri tekstil, indikator yang digunakan adalah konsentrasi rasio (Concentration Ratio-CR) dan Minimum Efficiency Scale (MES). Dalam kajian ini, digunakan 3 macam CR, yaitu CR2, CR4, dan CR8. CR2 menunjukkan nilai konsentrasi penjualan pada 2 perusahaan terbesar. CR4 menunjukkan nilai konsentrasi penjualan 4 perusahaan terbesar. CR 8 menunjukkan nilai konsentrasi penjualan 8 perusahaan terbesar. Berikut adalah tabel konsentrasi rasio di Indonesia : Tabel 2 Tingkat Konsentrasi Industri Tekstil Indonesia Jenis Industri CR 2 CR4 CR8 2008 2009 2008 2009 2008 2009 Benang pintal 0,22 0,20 0,37 0,27 0,48 0,39 Benang jahit 0,50 0,75 0,66 0,89 0,86 0,97 Kain cetak 0,27 0,51 0,46 0,64 0,66 0,82 Batik 0,46 0,29 0,55 0,33 0,63 0,40 Tekstil selain pakaian jadi 0,30 0,09 0,36 0,16 0,45 0,29 Tekstil untuk kesehatan 0,82 0,70 0,85 0,85 0,90 0,93 Tekstil untuk kosmetika 0,52 0,74 0,81 0,95 1,00 1,00 Bordir 0,18 0,23 0,31 0,28 0,43 0,35 Non women 0,77 0,61 0,91 0,84 1,00 1,00 Rata-rata CR 0,449 0,458 0,587 0,579 0,712 0,683 Sumber : Data BPS Secara umum, struktur industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia diwarnai oleh tingkat konsentrasi yang cukup tinggi. Terdapat sekitar 55 persen dari kelompok industri yang memiliki CR8 tahun 2009 di atas 75%, bahkan ada yang CR8-nya mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar hanya dikuasai oleh 8 perusahaan. Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa konsentrasi rasio tiap-tiap sektor ada yang mengalami peningkatan, penurunan, dan ada pula yang berfluktuasi. Sektor yang mengalami peningkatan baik itu CR2, CR4, maupun CR8 yaitu benang jahit, kain cetak, tekstil untuk kesehatan,tekstil untuk kosmetika. Peningkatan tingkat konsentrasi ini mengindikasikan bahwa struktur pasarnya semakin bersifat oligopoli. Sedangkan sektor yang tingkat konsentrasinya mengalami penurunan yaitu benang pintal, batik, tekstil selain pakaian jadi, non women. Sisanya adalah kelompok industri yang mengalami fluktuasi. Penurunan tingkat konsentrasi ini mengindikasikan bahwa struktur pasarnya semakin bersifat persaingan sempurna. Walaupun semakin bersifat persaingan sempurna, ada beberapa kelompok industri yang tingkat konsentrasinya tetap tinggi , seperti non women. Berdasarkan penggolongan Joe S. Bain, sektor industri tekstil Indonesia tahun 2008-2009 termasuk oligopoli tipe III atau tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat tinggi, di mana rata-rata CR industri tekstil sekitar 50%-65%. Berdasarkan penggolongan dalam Hasibuan (1994), sektor industri tekstil termasuk jenis oligopoli konsentrasi rendah, yaitu memiliki rata-rata CR sekitar 45-69%. Selain dengan mengukur tingkat konsentrasinya, struktur pasar juga dilihat dari hambatan masuknya (entry barrier). Indikator hambatan masuk suatu pasar adalah Nilai Minimum Efficiency Scale (MES). MES dihitung dari ouput perusahaan terbesar / output Total Industri tersebut. Berikut ini adalah tabel nilai MES industri tekstil di Indonesia. Tabel 3 Nilai MES Industri Tekstil Indonesia Kode Produksi Industri 2001 2006 171 Benang dan kain 0,04 0,92 172 Permadani 0,17 0,39 173 Perajutan 0,37 0,00 174 Kapuk 0,15 0,08 Sumber : Endy Dwi Tjahjono dkk, 2008 Grafik 1 Grafik MES Industri Tekstil Hambatan masuk ke industri (entry barrier) untuk industri tekstil di Indonesia cukup tinggi. Hal itu terlihat dari 50% kelompok industri yang MES-nya lebih dari 10%, bahkan untuk industri benang dan kain mencapai 92%. Menurut Alistair dalam karya ilmiah Endy Dwi Tjahjono dkk, MES yang lebih besar dari 10% menggambarkan hambatan masuk yang tinggi pada suatu industri, di mana pada skala ekonomi yang semakin besar akan semakin sulit bagi perusahaan baru untuk masuk ke industri tersebut. ANALISIS KINERJA PASAR INDUSTRI TEKSTIL Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pasar yaitu Price Cost Magin (PCM). Untuk menghitung PCM, diperlukan data efisiensi (input/output). Di bawah ini adalah data efisiensi di industri tekstil tahun 2005 hingga 2009 Tabel 4 Efisiensi (Input/output) Industri Tekstil Indonesia Kode Industri Uraian Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 171 Benang dan kain 0,74 0,65 0,61 0,70 0,63 172 Permadani 0,70 0,62 0,66 0,63 0,62 173 Perajutan 0,59 0,52 0,77 0,70 0,72 174 Kapuk 0,78 0,70 0,60 0,71 0,68 Sumber : Data BPS Dari rumus (1) dapat diketahui PCM-nya sebagai berikut : Tabel 5 PCM Industri Tekstil Indonesia GKode Industri Uraian Tahun PCM Rata-rata 2005 2006 2007 2008 2009 171 Benang dan kain 0,26 0,35 0,39 0,30 0,37 0,33 172 Permadani 0,30 0,38 0,34 0,37 0,38 0,35 173 Perajutan 0,41 0,48 0,23 0,30 0,28 0,34 174 Kapuk 0,22 0,30 0,40 0,29 0,32 0,31 Grafik 2 Tingkat PCM Industri Tekstil di Indonesia Dari tabel di atas, terlihat bahwa PCM rata-rata (dari tahun 2005-2009)untuk keempat kelompok industri tekstil menunjukkan perkembangan yang berfluktuasi. PCM rata-rata periode 2005-2009 untuk keempat industri manufaktur berada dalam kisaran 30%, dengan PCM tertinggi terdapat di industri permadani dan terendah terdapat di industri kapuk. Kelompok dalam industri tekstil memiliki PCM rata-rata yang cenderung rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kinerjanya cenderung efisien secara alokatif. Kesimpulan Struktur pasar industri tekstil semakin bersifat oligopoly ketat, hal itu dilihat dari tingkat konsentrasi dan nilai MES yang tinggi. Kinerjanya cenderung baik, hal itu dilihat dari sebagian kelompok industri yang memiliki PCM rata-rata yang rendah, yaitu sebesar 30%. Kemungkinan yang masuk akal terhadap kedua pernyataan di atas yaitu terjadinya persaingan harga yang cukup tinggi di antara perusahaan-perusahaan dalam industri tekstil sehingga dengan struktur pasar yang cenderung oligopoli, harga jualnya masih cenderung rendah. Adapun kinerja industri cenderung efisien secara alokatif. Referensi Alfarisi, Dicky Ade, 2009. “Analisa Struktur Dan Kinerja Industri Pulp Dan Kertas Indonesia”. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009, hal 61-92 Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia, beberapa tahun penerbitan Hasibuan, N., 1993. Ekonomi Industri : Persaingan, Monopoli dan Regulasi. LP3ES. Jakarta. Kemenperin.go.id. Dilihat pada tanggal 3 April 2013. Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030? Yogyakarta : Penerbit Andi Martin, S., 1994. Industrial Ecoomics : Economic Analysis and Public Policy. Edisi Kedua. Prentice-Hall. New Jersey. Naylah, Maal, 2010. Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Kinerja Industri Perbankan Indonesia. Tjahjono, Endy Dwi Dkk, 2008. Outlook Ekonomi Indonesia 2008 – 2013 : Organisasi Industri dan Pembentukan Harga di Tingkat Produsen , Juli 2008. Yoseva, Diana, 2009. “Peranan Pesaing Asing dalam Persaingan pada Pasar Industri Manufaktur Domestik”. Jurnal Persaingan Usaha : Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Edisi 1 Tahun 2009, hal 39-60.