BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sejarah tekstil merupakan sejarah peradaban manusia sejak jaman dahulu. Tekstil atau kain merupakan kebutuhan pokok manusia, di samping makanan dan perumahan. Bahkan, setelah manusia berhasil menggantikan kulit binatang sebagai busana, tekstil menjadi salah satu unsur penting dalam dunia ekonomi dan kebudayaan. Industri tekstil dan produk tekstil bermula dari industri rumahan di tahun 1929 yang kemudian terus mengalami pertumbuhan terutama di tahun 1970-an semenjak masuk investasi dari Jepang pada sub-sektor industri hulu. Pada awal perkembangannya industri ini hanya memanfaatkan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) sebagai alat produksi kemudian dengan masuknya teknologi pada industri ini, alat tersebut tergantikan dengan penggunaan Alat Tenun Mesin (ATM). Sejak saat itulah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus mengalami perkembangan bahkan hingga saat ini. Perkembangan industri TPT di Indonesia merupakan satu dari sepuluh klaster industri inti yang menjadi prioritas perkembangan dalam jangka panjang. Hal tersebut tertuang dalam peraturan presiden No. 7 tahun 2005 mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009. Perkambangan kesepuluh klaster industri inti tersebut, secara komperhensif dan integrative, akan didukung oleh industri tekait (relate industries) dan industri penunjang (supporting industries). Untuk kindustri TPT sendiri, dengan adanya strategi berdasarkan RPJMN tersebut, diharapkan industri ini akan tumbuh sebesar 6,65 persen per tahun serta dapat menyerap tambahan tenaga kerja sebanyak 485.955 pkerja per tahunnya.
Pada saat ini kontribusi Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) terhadap perekonomian nasional cukup segnifikan, sebab merupakan penghasil devisa terbesar pada sektor non-migas. Industri Tekstil merupakan salah satu dari 10 komoditas produk unggulan industri yang berada di Indonesia karena sebagai salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia (lebih dari 1,3 juta orang secara langsung) dari jumlah tenaga kerja tersebut, lebih dari setengah (600 ribu orang) bekerja di industri tekstil garmen yang juga merupakan industri padat karya dan kontribusi produk tekstil terhadap PDB Nasional cukup signifikan, yaitu sebesar IDR 90 Triliun pada tahun 2007, walaupun sempat turun karena krisis di tahun 2009 (MP3EI, 2011).
Isu penurunan daya saing yang dialami oleh industri Tekstil dan Produk Tekstil yang berada di Indonesia mengemuka sejak terdapat adanya persaingan global dengan negara-negara lain penghasil tekstil dan produk tekstil seperti Cina dan India sehingga nilai ekspor Indonesia cenderung stagnan (berkisar USD 7-8 M/ tahun) dengan pangsa pasar baru mencapai sekitar 2% dari pangsa pasar dunia. Hal tersebut berbeda dengan Cina yang telah memiliki pangsa ekspor 30% dari pasar dunia (BKPM, 2011).
World Bank telah mengidentifikasi negara-negara pengekspor pakaian di dunia yang terbagi ke dalam empat jenis, yaitu Negara Cina, Bangladesh, India, Vietnam dan Kamboja sebagai negara penyedia pakaian (ekspor) dengan pertumbuhan yang kokoh sedangkan Indonesia merupakan sebagai negara penyedia pakaian (ekspor) yang pasarnya terpecah karena terdapat peningkatan hasil ekspor pakaian dari Indonesia ke Amerika Serikat dan Jepang sedangkan terdapat penurunan hasil ekspor pakaian dari Indonesia ke Uni Eropa pun hal tersebut terjadi kepada Srilanka yang terdapat peningkatan hasil ekspor pakaian dari Srilanka ke Islandia dan penurunan hasil ekspor ke Amerika Serikat.
Berdasarkan data tersebut, industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang berada di Indonesia sedang terancam oleh persaingan global karena selain menghadapi Cina, Indonesia juga akan menghadapi Vietnam dan Kamboja dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, diberlakukan penghapusan tarif bea masuk sehingga terjadi perdagangan bebas antar negara ASEAN.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat diangkat dan diulas dalam penulisan makalah ini, yaitu :
Bagaimanakah posisi dan nilai ekspor produk tekstil Indonesia dalam 3 tahun terkhir ini?
Sejauh mana perkembangan nilai produk tekstil indonesia di perdagangan internasional?
Apa yang menjadi kendala dalam perkembangan produk tekstil Indonesia?
Negara atau produk manakah yang menjadi kompetitor produk tekstil Indonesia di perdagangan internasional?
Kebijakan apa yang dikeluarkan pemerintah terhadap perkembangan produk tekstil Indonesia dan bagaimana dampaknya?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, terdapat beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah “Perdagangan Internasional” yang diberikan oleh dosen pengampu
Untuk mengetahui posisi dan nilai ekspor produk tekstil Indonesia di perdagangan internasional
Untuk mengetahui dan memahami sejauh mana perkembangan nilai produk tekstil indonesia di perdagangan internasional dan apa yang menjadi kendala dalam perkembangan produk tekstil Indonesia
Untuk mengetahui Negara atau produk manakah yang menjadi kompetitor produk tekstil Indonesia di perdagangan internasional
Untuk mengetahui dampak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pada perdagangan internasional
1.4 Manfaat
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah serta tujuan yang telah diuraikan diatas, dalam penulisan makalah ini diharapkan mendapat beberapa manfaat, yaitu :
Teman-teman mahasiswa dapat memenuhi tugas mata kuliah “Perdagangan Internasional yang diberikan oleh dosen pengampu
Teman-teman mahasiswa dapat mengetahui dan memahami posisi dan nilai ekspor serta keunggulan dab kelemahan tekstil Indonesia
Teman-teman mahasiswa dapat mengetahui dan memahami sejauh mana sejauh mana nperkemba gan nilai produk tekstil indonesia di perdagangan internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Industri Tekstil Indonesia
Tekstil dan produk tekstil (TPT) adalah salah satu produk ekspor andalan Indonesia. Sejarah pertekstilan Indonesia sudah berkembang pesat sejak tahun 80-an. Jumlah penduduk di dunia yang terus tumbuh menjadikan tingkat konsumsi atau permintaan pasar dunia untuk produk tekstil meningkat. Hal ini dapat dijadikan peluang bagi para penghasil dan pengolah produk tekstil untuk terus meningkatkan pangsa pasarnya, baik di dalam maupun luar negeri. Secara teknis, struktur industri tekstil dan produk tekstil nasional dibagi menjadi tiga yaitu: sektor hulu (upstream), sektor menengah (midstream), dan sektor hilir (downstream). Di sektor hulu adalah pembuatan serat (fiber) dan pemintal (spinning), seperti serat kapas, serat sintetik, serat selulosa, dan bahan baku serat sintetik. Kebanyakan industri sektor hulu bersifat padat modal, full automatic, berskala besar, jumlah tenaga kerja kecil/ sedikit, dan output per tenaga kerja besar. Untuk sektor menengah, meliputi bidang pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), dan pencelupan/ penyempurnaan (dyeing/ finishing).
Sebuah produk tekstil ialah produk mentah, produk setengah diolah atau yang telah diolah, produk semi manufaktur atau manufaktur, produk setengah jadi atau produk jadi apapun, yang khusus terdiri dari serat tekstil, terlepas dari pencampuran atau proses perakitan yang digunakan. Sektor perdagangan tekstil mencakup pada Harmonisasi Sistem (HS) 50 sampai 60, dan 63, sedangkan pakaian mencakup HS 61 dan 62. Produk tekstil bervariasi dari benang sampai kain yang dibuat oleh manusia, tekstil rumah tangga dan bahan karpet yang digunakan untuk aplikasi industri.
Pengembangan pasar juga perlu dilakukan. Tekstil Indonesia jangan hanya fokus pada pasar terbesar di Amerika Serikat dan Eropa saja. Ketidakikutsertaan Indonesia dalam Trans-Pacific Partnership (TPP) dipelopori oleh Amerika Serikat yang mengurangi bea masuk bagi anggotanya, jangan dijadikan sebagai langkah mundur dalam meningkatkan daya saing dan pemasaran produk tekstil Indonesia. Indonesia tidak bergabung dalam TPP tersebut dengan pertimbangan matang untuk menjaga pasar domestik. Karena perjanjian free trade agreement sebelumnya seperti ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) terbukti tidak mampu untuk meningkatkan ekspor dan penguatan pasar domestik Indonesia, tapi malah sebaliknya produk China yang banyak masuk ke Indonesia yang mengakibatkan pasar domestik mengalami tekanan yang sangat kuat. Dengan membidik pasar Afrika Tengah yang ekonomi masyarakatnya saat ini mulai berkembang bisa menjadi salah satu pilihan. Meskipun belum memberikan kontribusi perdagangan yang cukup besar, tapi secara perlahan dengan daya saing yang dimiliki maka produk tekstil Indonesia akan mampu menjadi pemain utama dipasar-pasar baru tersebut. Negara tetangga Timor Timor bisa menjadi pasar yang potensial, meskipun nilai ekspor non migas ke negara tersebut hanya 0,14%. Dengan keuntungan sebagai negara yang lepas dari Indonesia, bukan tidak mungkin terdapat perputaran arus barang di perbatasan karena masih ada nilai satu leluhur yang bisa dijadikan nilai tambah dalam memasarkan produk tekstil Indonesia.
Gambar 2.1 http://www.antaranews.com/berita/437116/industri-tekstil
Produk tekstil, selain memang dipergunakan untuk pakaian jadi umumnya, dapat diaplikasikan juga pada berbagai industri kreatif, seperti produk kerajinan tekstil. Produk kerajinan merupakan produk yang mempunyai prospek cukup baik untuk pasar lokal maupun pasar internasional. Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai produsen kerajinan selain dari China dan India. Beberapa jenis produk kerajinan dari Indonesia yang cukup popular di pasar internasional, meliputi kerajinan berbahan dasar serat/tekstil, kayu, bambu, keramik dan batuan alam. Produk yang banyak diminatinya meliputi produk aksesoris serta cindera mata, seperti tas, taplak, hiasan dinding dan lain sebagainya.
Keberagaman motif yang dipadukan dengan unsur seni dan budaya nusantara menjadikan kedua produk tersebut primadona di pasar internasional. Produk tekstil yang umumnya diaplikasikan dalam kerajinan dapat berupa batik, songket, tenun, sarung dan lain sebagainya. Kerajinan tekstil seperti batik merupakan bagian dari komoditi ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang dapat menjadi ujung tombak ekspor TPT nasional, mengingat batik memiliki corak yang khas sebagai cerminan dari kekayaan budaya nasional Indonesia dan telah lama dikenal dikalangan pembeli internasional. Batik juga harus memiliki daya saing terhadap produk tekstil lainnya. Hingga kini, motif batik Indonesia yang khas berkembang baik dan banyak peminatnya baik itu konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Batik yang banyak diminati di pasaran adalah batik dengan nilai komersial, corak bagus, harga bersaing, dan produknya memuaskan. Di masa lalu, pola di dalam kain akan menunjukkan peringkat si pemakai dalam masyarakat. Semakin tebal garis dan pola, semakin tinggi peringkat dalam masyarakat. Karena nilai art craft yang tinggi, orang-orang asing dari belahan dunia manapun berlomba-lomba ingin memiliki batik. Batik pun kini merambah pada benda benda kria lain, seperti vas bunga, sepatu, tas, dsb. Selama ini batik Indonesia banyak menerima permintaan dari negara-negara di Eropa, Amerika Serikat, Filipina, Thailand, Afrika, dan negara-negara lainnya. Dari total ekspor produk tekstil tahun 2013, sebanyak 20% didominasi produk kain batik dan kain tenun.
Di tengah perbaikan ekonomi yang terjadi pada pasar Amerika Serikat dan Eropa, Jepang menjadi salah satu negara alternatif tujuan utama ekspor TPT. Negosiasi yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dengan Jepang, yakni Indonesia Japan Partnership Agreement (IJEPA), telah membuahkan hasil. Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), setelah negosiasi yang dilakukan, ekspor TPT ke Jepang meningkat. Untuk ekspor produk kerajinan tekstil ke negara tersebut, dinilai juga sangat berpotensi karena banyak diantaranya produk kerajinan Indonesia selalu dinilai alami.
Kerajinan tekstil yang merupakan salah satu bentuk perwujudan dari industri kreatif di Indonesia. Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, kerajinan tekstil yang diminati pasar luar negeri yaitu produk jenis lifestyle (gaya hidup). Hal itu disebabkan kerajinan kreatif, seperti kain Indonesia, tidak hanya digunakan untuk busana atau pakaian, melainkan dapat dipergunakan untuk dekorasi rumah, seperti sarung bantal, hiasan dinding, dan sebagainya. Dukungan yang diberikan oleh Pemerintah juga dapat dipergunakan oleh para eksportir Indonesia mengenai kerajinan tekstil, seperti pameranpameran yang berhubungan dengan kerajinan. Pameran merupakan salah satu cara dalam mengembangkan produk buatan Indonesia, khususnya kerajinan. Seperti yang ada pada Indonesia Fashion Week, Inacraft dan Pameran Produk Kerajinan lainnya. Kegiatan tersebut mendorong tumbuhnya inovasi dan kreativitas produsen kerajinan nasional.
Hal lain, produsen tekstil mulai membidik cara-cara jitu agar keberlangsungan tekstil tetap terjaga. Sangat mungkin terjadi, dengan kuatnya produksi tekstil dalam negeri, produk ini dipasarkan secara online dengan tetap memperhatikan kualitas dan kesesuaian produk yang ditampilkan. Selain besarnya produk kerajinan tektil yang dihasilkan, pengaplikasian produk tekstil juga telah berkembang seperti pada bidang pertanian, pembangunan konstruksi, pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya.
2.2 Nilai Ekspor Tekstil
Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor strategis yang diprioritaskan pengembangannya karena memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Pada Januari-Februari tahun 2017, ekspor industri TPT mencapai USD 2 miliar atau mengalami kenaikan sebesar tiga persen bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya (year on year).
Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Industri TPT yang juga sektor padat karya berorientasi ekspor ini dapat menjadi jaring pengaman sosial karena banyak menyerap tenaga kerja yang diperkirakan mencapai tiga juta orang. Kemenperin mencatat, pada tahun 2016, nilai investasi industri TPT mencapai Rp7,54 triliun dengan perolehan devisa yang signifikan dari nilai ekspor sebesar USD11,87 miliar dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 17,03 persen dari total tenaga kerja industri manufaktur .Menurut Airlangga, industri TPT nasional selama tiga tahun terakhir ini mengalami kontraksi dalam pertumbuhannya. Hal ini salah satunya didorong oleh investasi baru maupun perluasan pabrik dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi, yang salah satunya dilakukan oleh PT. Sritex.
PT. Sritex yang telah menambah investasinya sebesar Rp2,6 triliun guna meningkatakan kapasitas produksi di pabrik pemintalan (spinning) dan penyempurnaan kain (finishing), yang akan menyerap tenaga kerja baru sebanyak 3.500 orang yang berdampak positif pada penerimaan pajak bagi negara serta sekaligus dapat memenuhi sebagian kebutuhan bahan baku kain dalam negeri yang saat ini masih diimpor. Direktur Utama PT. Sritex Iwan Setiawan Lukminto mengungkapkan, perluasan pabrik memberikan peningkatan kapasitas produksi perusahaan. Diamana saat ini Sritex Grup memiliki 24 pabrik spinning, tujuh pabrik weaving, 5 pabrik finishing dan 11 garmen, dengan total karyawan lebih dari 50.000 orang. Oleh karena itu, pengembangan dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas perusahaan karena merupakan aset unggulan perusahaan yang dibentuk dengan pelatihan-pelatihan terstruktur dan menerapkan budaya perusahaan dengan terintegrasi dan inovatif sehingga mendapatkan SDM yang tangguh, terampil, berkompeten serta berkarakter.
Gambar 2.2 http://semarang.bisnis.com/read/20161024/12/90305/industri
Agar industri TPT nasional dapat meningkatkan daya saingnya,yang diperlukan tidak hanya aspek modal dan teknologi, namun SDM yang kompeten mutlak dibutuhkan. Oleh karena itu, Kemenperin sedang melakukan upaya dengan memfasilitasi peningkatan kemampuan SDM melalui program kerjasama yang link and match antara perusahaan industry dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kemenperin mampu menggandeng sebanyak 117 perusahaan untuk menandatangani perjanjian kerja sama dengan 389 SMK dalam upaya menjalankan program pendidikan vokasi industri di wilayah Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Program ini merupakan kelanjutan dari yang telah diluncurkan di Mojokerto, pada 28 Februari 2017 dengan melibatkan sebanyak 50 perusahaan dan 234 SMK di Jawa Timur.
2.1.1 Potensi Pasar
Potensi pasar domestik maupun global untuk industri TPT masih terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan semakin tingginya permintaan akan kebutuhan tekstil non sandang. Misalnya untuk kebutuhan rumah tangga, furniture dan non woven. Tetapi industri ini masih mengalami berbagai tantangan, salah satunya adalah kondisi permesinan yang mayoritas usianya sudah tua,terutama pada industri pertenunan dan perajutan, maka diperlukan program akselerasi peningkatan daya saing yang lebih efektif dan terintegras. Tetapi industri ini masih mengalami berbagai tantangan, salah satunya adalah kondisi permesinan yang mayoritas usianya sudah tua,terutama pada industri pertenunan dan perajutan, maka diperlukan program akselerasi peningkatan daya saing yang lebih efektif dan terintegras.
Di samping itu, paket-paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sebaiknya bisa dimanfaatkan oleh dunia usaha terutama industri TPT, karena saat inilah situasi yang tepat untuk meningkatkan investasi. Apabila hal tersebut tidak dilakukan dalam waktu lima tahun ke depan, industri tekstil nasional akan sulit bersaing dengan negara kompetitor utama seperti India, Cina, Vietnam dan Bangladesh. Apalagi, saat ini Pemerintah tengah menggodok regulasi khusus untuk industri padat karya berorientasi ekspor, di mana akan mengatur tentang pemberian insentif fiskal berupa investment allowance. Dimana pelaku usaha akan mendapatkan diskon PPh yang harus dialokasikan untuk ekspansi usaha.
Terkait perluasan pasar ekspor, Kemenperin tengah mendorong untuk membangun perjanjian kerja sama yang komprehensif dengan Eropa dan Amerika Serikat agar bisa mendapat keringanan tarif yang lebih baik, termasuk juga dengan industri kecil, kami akan fasilitasi untuk meningkatkan ekspor.
2.1.2 Kendala Ekspor Tekstil
Naiknya biaya produksi akibat bahan baku sebagian besar masih impor (imbas kenaikan nilai tukar dolar AS).
Menurunnya permintaan pasar dalam negeri karena turunnya daya beli masyarakat.
Banyaknya produk bekas yang masuk ke Indonesia dari luar negeri baik legal maupun ilegal, dan
Permasalahan hubungan industrial sehingga mengurangi produktivitas perusahaan
2.3 Kompetitor Indonesia dalam Industri Tekstil
a. Vietnam menjadi tetangga pesaing industri tekstil Indonesia
Menteri Perdagangan Thomas T. Lembong pada kasus tahun 2015 beliau menilai Vietnam ancaman dan pesaing terbesar Indonesia pada sektor industri sepatu dan tekstil, terutama setelah negara ini bergabung dalam Trans-Pacific Partnership (TPP). Di Asia Tenggara, yang yang menjadi kompetitor Indonesia dalam industri tekstil adalah Vietnam, Singapura dan Malaysia, akan tetapi yang paling jadi ancaman terbesar untuk Indonesia adalah Vietnam. Bisa dibilang Vietnam itu saingan Indonesia langsung. Melalui TPP, keduabelas negara yang dipimpin oleh Amerika Serikat itu bisa menguasai 40 persen pasar dunia.
Persaingan dengan Vietnam, semakin berat karena negara itu kini telah menyelesaikan negosiasi untuk perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) dengan Uni Eropa. "Jadi Vietnam ini akan bisa akses ke pasar Eropa lebih besar dari Amerika Serikat karena ke lebih dari 20 negara. Dengan perjanjian pertama saja hampir 20 triliun dolar AS. Kita ketinggalan sekali," langkah Vietnam tentu menguntung bagi negara ini karena bisa mengakses Eropa dan AS yang memiliki daya beli tinggi dengan nol tarif.
Presiden Joko Widodo sendiri berharap Indonesia bisa ikut menandatangani perjanjian itu dalam waktu dua tahun ke depan. Setelah meluncurkan Program Investasi Padat Karya Menciptakan Lapangan Kerja di di PT Adis Dimension Footwear Jln. Raya Serang Km 24 Balaraja Barat, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Senin (5 Oktober 2015), Jokowi mengatakan problem berat industri Indonesia yang berhasil diidentifikasinya adalah soal upah dan perdagangan bebas. Ia berjanji paling lama dua tahun hambatan dalam FTA akan diatasi. "Kita terlambat tapi paling lambat dua tahun produk-produk kita bisa berkompetisi di Eropa dan Amerika," kata Jokowi.
b. Amerika Serikat ingin kerjasama dengan industri tekstil Indonesia
Duta Besar AS untuk Indonesia, Joseph R Donovan, JR ingin mendorong kerja sama industri AS-Indonesia. Fokus yang diutamakan adalah industri tekstil dimana AS merupakan pemasok utama kapas. Hal tersebut dikatakan Joseph dalam pertemuan dengan sejumlah pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) "Pertemuan kali ini akan ada masukan-masukan dari kalangan pengusaha tekstil di Indonesia untuk nantinya dituangkan melalui perjanjian kerja sama antara pemerintah kedua negara," ujar Joseph, Rabu (22/3/2017).
Nilai ekspor kapas AS ke Indonesia sebesar 350 juta dolar AS di 2016. Angka tersebut merupakan terbesar dibanding negara lain. "Hal ini tentunya memberikan dampak positif bagi Indonesia dengan terciptanya lapangan kerja lebih luas," kata Joseph.
Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan pemerintah berencana mempercepat adanya kesepakatan kedua negara. Pasalnya Indonesia memiliki penyedia bahan baku produk industri. "Rujuannya untuk mempermudah pelaku industri kecil dan menengah (IKM) mendapatkan bahan baku dengan harga yang terjangkau," kata Sigit.
Sedangkan dari Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat mengatakan industri tekstil saat ini menghadapi persoalan di sisi eksternal. Dalam hal ini dari segi geografis Indonesia lokasinya paling jauh dibandingkan negara-negara pesaing, membuat biaya logistik menjadi lebih tinggi."Solusinya harus ada perbaikan di sisi internal dalam hal ini asosiasi telah meminta agar biaya energi dapat ditekan seperti harga gas di bawah 6 dolar AS serta listrik di bawah harga pesaing," ungkap Ade. Ade juga mengungkapkan salah satu yang menjadi kendala untuk efisiensi adalah masih 87 persen mesin industri tekstil belum direstrukturisasi.
2.4 Kebijakan Pemerintah dalam Industri Tekstil
Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur, Harjanto mengatakan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah satu sektor strategis yang terus memberikan kontribusi cukup besar terhadap perekonomian nasional, diantaranya sebagai penyumbang devisa ekspor non migas, penyerapan tenaga kerja, dan pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Peningkatan nilai ekspor merupakan hasil kerja keras dan inovasi para pengusaha industri TPT nasional yang terus bertahan dalam menghadapi persaingan global yang semakin tajam akibat munculnya negara-negara pesaing baru. Oleh karena itu, adanya perjanjian kerjasama perdagangan dan perjanjian kerjasama lainnya dengan negara lain membuat persaingan dagang menjadi ketat, hal ini diharapkan menjadi tantangan yang harus disikapi secara cermat oleh para pelaku usaha nasional yang menuntut adanya kemampuan untuk melakukan efisiensi di bidang produksi dan pemasaran, serta memberi nilai positif berupa akses pasar, akses teknologi, investasi, dan peningkatan sumber daya manusia,"papar Harjanto.
Menurutnya salah satu sarana untuk memperluas akses pasar pada perdagangan dalam negeri. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah yaitu, Fasilitasi pemberian insentif fiskal yang diharapkan dapat menarik investasi di sektor TPT nasional. Program Restrukturisasi Mesin dan Peralatan Industri TPT yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007. Upaya peningkatan kemampuan SDM Industri TPT melalui pelatihan. Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Peningkatan upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri melalui kebijakan nontarif measures. Optimalisasi pemanfaatan pasar serta mencari pasar tujuan ekspor baru dengan cara mendorong kerjasama perdagangan dengan negara-negara pasar ekspor industri TPT nasional.
PT. PLN (Persero) memberikan keringanan biaya listrik sebesar 30% bagi pelaku industri tekstil yang menambah penggunaanlistrik pada malam hari. PLN akan memberi kepastian bagi perusahaan yang berencana untuk menambah investasi pada sektor alat produksi dengan memanfaatkan insentif tarif listrik malam hari. Keringanan tarif listrik malam hari ini akan berlaku selama 3 tahun mendatang untuk memberi ruang bagi perusahaan untuk berinvestasi pada sektor alat produksi. PT. PLN (Persero) memberikan diskon bagi perusahaan skala menengah dan besar yang menggunakan daya listrik diatas 200 kVA yang menambah penggunaan listrik pada pukul 23.00 - 09.00. Kebijakan insentif tarif listrik merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi tahap ke 3 yang dirilis oleh lembaga pemerintah melalui Kementerian Perekonomian.
Kebijakan ini mempengaruhi kebijakan rencana produksi pelaku industri tekstil hingga dapat menghemat biaya listrik sebesar 11 persen dari pemakaian listrik pada pukul 23.00 - 09.00. Ditambah dengan penurunan tarif listrik sebesar 3 persen, menurut Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), walau total biaya listrik yang dapat dihemat sebesar 2% tidak signifikan, namun kalangan pengusaha tetap menyambut baik.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia mengungkapkan bahwa diskon tarif listrik ini memberikan optimisme di kalangan pelaku industri tekstil untuk dapat bersaing secara fair dengan para kompetitor, dan menghentikan proses merumahkan atau PHK. Paket kebijakan jilid 4 oleh lembaga pemerintah ini banyak dinantikan untuk lebih menentramkan pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional. Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia, juga mengungkapkan bahwa ada kemungkinan jumlah shift malam akan ditambah, sejalan dengan diskon listrik 30% yang berjalan pada pukul 23.00 hingga 09.00.
PT. PLN (Persero) juga akan memberikan penundaan waktu pembayaran tagihan listrik bagi perusahaan yang dinilai cukup sehat dan sulit bersaing dengan produk impor untuk mendapat keringanan berupa penundaan waktu pembayaran tagihan listrik. Dengan skema kebijakan yang tengah digodok ini, pelaku industri tekstil hanya perlu membayar sebesar 60% dari biaya penggunaan listrik mereka selama 6 bulan,atau 10 bulan. Ditambah dengan masa tenggang selama 2 bulan, perusahaan baru mulai mengangsur pembayaran listrik pada bulan ke 9 atau ke 13.
Kewajiban angsurannya pun sebesar 50% per bulannya, sehingga biaya listrik selama 6 bulan dapat dicicil selama 12 bulan terhitung sejak bulan ke 9. Begitupun dengan cicilan 10 bulan, dapat dibayarkan secara dicicil selama 20 bulan, terhitung sejak bulan ke 13. Kebijakan penundaan ini tidak akan dikenai biaya tambahan, namun PT. PLN (Persero) akan lebih selektif dalam memilihperusahaan yang berhak menerima keringanan ini.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Industri tekstil merupakan industri yang luas dan beragam yang mencakup berbagai aktivitas, mulai dari transformasi bahan baku menjadi serat, benang dan kain hingga produksi berbagai jenis barang seperti tekstil sintesis berteknologi tinggi, benang wol, sprei, saringan untuk industri, geotekstil, serta pakaian jadi. Kain digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, termasuk untuk garmen, peralatan olah raga, perabotan rumah tangga, mebel, teknik sipil (konstruksi, otomotif, dan penerbangan) serta tekstil untuk keperluan medis.
Peningkatan daya saing menjadi kunci untuk bisa meningkatkan penetrasi produk Indonesia di pasar ekspor tetapi tetap mempertahankan pangsa produk dalam negeri di pasar domestik. Karena pasar domestik Indonesia memegang nilai yang sangat besar bagi keberlangsungan pertumbuhan ekonomi nasional. Promosi dan peningkatan kesadaran konsumen untuk mencintai dan menggunakan produk tekstil lokal tetap terus dilakukan. Sumber daya yang ada di Indonesia masih cukup untuk mempertahankan pasar Indonesia dalam menopang perekonomian. Penggunaan teknologi yang lebih canggih dalam menunjang produksi TPT perlu menjadi pertimbangan. Pameran industri manufaktur garmen untuk permesinan, peralatan, material dan aksesoris untuk produk garmen dan tekstil menawarkan kreativitas dan desain melalui teknologi digital dengan menghadirkan digital printing, sehingga dapat meningkatkan nilai bagi pengusaha.
Agar industri TPT nasional dapat meningkatkan daya saingnya,yang diperlukan tidak hanya aspek modal dan teknologi, namun SDM yang kompeten mutlak dibutuhkan. Di samping itu, paket-paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan pemerintah sebaiknya bisa dimanfaatkan oleh dunia usaha terutama industri TPT, karena saat inilah situasi yang tepat untuk meningkatkan investasi. Dengan adanya globalisasi perdagangan dunia, dampak yang sangat dirasakan adalah tantangan pada kemampuan daya saing industri nasional pada pasar global
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah yaitu, Fasilitasi pemberian insentif fiskal yang diharapkan dapat menarik investasi di sektor TPT nasional. Program Restrukturisasi Mesin dan Peralatan Industri TPT yang telah dilaksanakan sejak tahun 2007. Upaya peningkatan kemampuan SDM Industri TPT melalui pelatihan. Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Peningkatan upaya pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri melalui kebijakan nontarif measures. Optimalisasi pemanfaatan pasar serta mencari pasar tujuan ekspor baru dengan cara mendorong kerjasama perdagangan dengan negara-negara pasar ekspor industri TPT nasional. Dari semua kebijakan-kebijakan pemerintah tersebut diharapkan industri tekstil Indonesia semakin berkembang dan mampu bersaing dengan produk-produk tekstil Negara lain di perdagangan internasional.
3.2 Saran
Dari semua pembahasan pada makalah ini diharapkan baik penulis maupun pembaca dapat menambah dan memahami pengetahuan mengenai produk tekstil Indonesia di perdagangan internasional. Kita semua berharap pemerintah terus memberikan kebijakan-kebijakan yang efektif untuk mendorong pasar produk tekstil di perdagangan internasional. Tujuan pada penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan memenuhi tugas mata kuliah Perdagangan Internasional. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI
https://m.tempo.co/read/news/2015/10/09/090708203/ini-tetangga-yang-jadi-pesaing-industri-tekstil-indonesia (Diakses tanggal 27 april 2017 14:22)
http://www.tribunnews.com/internasional/2017/03/22/amerika-ingin-kerjasama-dengan-industri-tekstil-indonesia (Diakses tanggal 27 April 2017 14:57)
http://www.kemenperin.go.id/artikel/9346/Industri-Tekstil-Harus-Tingkatkan-Daya-Saing (diakses tanggal 28 April 2017)
http://www.bkpm.go.id/id/artikel/readmore/kebijakan-energi-dalam-mendorong-industri-tekstil (diakses tanggal 28 April 2017)
http://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1291/content.pdf?sequence=1 (diakses tanggal 28 April 2017)
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/626/jbptitbpp-gdl-erminamira-31285-1-tekstil.pdf (diakses tanggal 28 April 2017)
15