POTENSI TPT
INDONESIA
TERHADAP
PERSAINGAN
EKONOMI DI ASIA
TENGGARA
AZHYMATUL ULLYA
DIRA FALA ROSDANIAGUMAWANG
SETYA AJI
KARYA
A ILMIAH PSNMHII XXV
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
The market share of Indonesian textile and textile products in the Asean region has
increased by about 10 percent in the last two years. “Indonesia’s textile performance also
increased significantly. Its exports increased from US$300 million to US$1.3 billion,”
Chairman of the Indonesian Textile Producers Association (API) Ade Sudrajat Usman said.
Global economic competition has growth, making Indonesia should be able to compete well
within the interests of the national economy. Textile is one of the leading commodities to the
challenge of global economic competition. Indonesia saw accomplishments achieved over
these textile commodities, does not make Indonesia satisfied enough. There are still
weaknesses in the textile industry of Indonesia. Seeing the condition factor that Indonesia
lacks the natural resources it needs an effort to boost the economy. Other than domestic
problems in the rules and policies, external factors are also a determinant of a country's
economic advantage. Textile competition in Southeast Asia is not only coming from China,
emerging new competitors like Vietnam are able to promote textile with their advantages.
Indonesia itself has a great opportunity with the potential to take advantage of integration
with Southeast Asian markets and reducing barriers to maximizing the potential foreign and
domestic. All the problems that exist not only being an obstacle, but it can be an opportunity
as well as challenges faced by increasing our national competitiveness to be able to master
the textile market and being a major economic force in the ASEAN.
Keywords : potency, threat, competitive, major power.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam kondisi ekonomi global yang sarat dengan persaingan di segala bidang,
merupakan dambaan setiap Negara di dunia untuk bisa menjadi pemenang
dalam
berkompetensi dengan Negara lain. Pasalnya, tanpa dukungan dari pemerintah yang kuat bisa
dipastikan bahwa produk yang akan dijual di pasaran akan mengalami kendala didalam
persaingan di dunia perdagangan. Beberapa komoditas unggulan Indonesia yang bisa
dikatakan sudah cukup untuk bersaing didalam dunia perdagangan Internasional, adalah
perkebunan, pertanian dan tekstil.
Salah satu sektor yang memiliki keunggulan bagi Indonesia di kawasan Asia
Tenggara adalah tekstil. Dimana tekstil adalah benang dan serat yang diolah untuk menjadi
bahan pakaian dan bahan olahan lainnya. Sedangkan produk tekstil adalah hasil pengolahan
lebih lanjut dari tekstil seperti pakaian jadi maupun setengah jadi dan keperluan industri
lainnya. Hasil industri tekstil dan produk tekstil Indonesia yang selanjutnya disebut TPT (
Tekstil Produk Tekstil ) merupakan komoditi ekspor unggulan Indonesia.
Indonesia adalah Negara yang sangat berkepentingan dalam mempertahankan industri
TPT nya, dimana industri TPT adalah salah satu industri perintis dan merupakan tulang
punggung manufaktur di Indonesia. Hal ini semakin tampak nyata jika ditinjau dari sisi
kontribusinya terhadap perekonomian, khususnya dalam bentuk pendapatan ekspor dan
penyerapan dibidang tenaga kerja. Bahkan jika dicermati pada periode sekitar 20 tahun yang
lalu perkembangan kinerja industry tekstil menunjukkan masa keemasannya dimana industry
tekstil pada saat itu mampu menyumbang lebih dari 35% dari total ekspor dan penciptaan
lapangan kerja terbesar di sektor manufaktur.(BKPM n.d.)
Pertumbuhan industry TPT Indonesia tentu menunjukan adanya kegiatan ekspor
kepada Negara lain khususnya Asia Tenggara . Asia Tenggara merupakan basis ekonomi
regional yang menjadi salah satu tempat bernaungnya produk – produk tekstil Indonesia.
Dibuktikan dengan adanya peningkatan nilai ekspor TPT Indonesia dikawasan Asia
Tenggara. TPT Indonesia mampu mencapai 10% senilai 1,3 milliyar US$ pada tahun 2011,
yang sebelumnya sudah mencapai 7% di tahun 2010 sebesar 300 juta US$. Tujuan utama dari
ekspor TPT Indonesia di Asia Tenggara adalah Malaysia, dengan konsumsi 32,8% dari total
ekspor TPT Indonesia.(BKPM n.d.)
Dengan kemampuan TPT Indonesia mensuplai kebutuhan tesktil di Asia Tenggara,
TPT Indonesia telah menunjukan adanya potensi besar yang dimiliki untuk menguasai pangsa
pasar di Asia Tenggara. Dibuktikan dengan kemampuan TPT Indonesia mengolah tekstil
dengan kualitas yang memumpuni dan memiliki varian – varian yang beragam seperti katun,
polister, denim dan varian – varian lain yang menjadi sasaran utama impor dari Negara lain,
khususnya Asia Tenggara. Berdasarkan keterangan ketua API Ade Sudrajat “Keunggulan
kualitas TPT Indonesia ditunjukkan pula dengan permintaan dari Timur Tengah untuk
mengimpor produk dari Indonesia dibanding pembeli produk dari Cina. Walaupun harganya
lebih murah.” (M.Pikiran Rakyat 2009)
Namun pertumbuhan sektor industri ini tidaklah luput dari berbagai kendala. Adanya
pengalaman krisis keuangan global yang terjadi dalam rentang periode 2008 – 2009 menjadi
pengalaman buruk yang mempengaruhi industri tekstil Indonesia. Hal ini menyebabkan
banyaknya industri tekstil yang bangkrut,
dikarenakan lesunya daya beli domestik dan
internasional. Selain itu, minimnya ketersediaan infrastruktur dan energi menjadi masalah
yang cukup serius terhadap pengembangan industri tekstil. Hal ini mengakibatkan tidak
efisiennya TPT Indonesia dalam operasionalisasi industri.
Permasalahan lain yang dirasakan TPT tidak hanya mencakup pengalaman krisis yang
pernah dirasakan. Kekurangan dalam bahan baku kapas merupakan salah satu kekurangan
yang dimiliki TPT Indonesia. sesuai dengan keterangan Dirjen Industri Basis Manufaktur
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto “Bahan baku kapas hingga saat
ini belum dapat ditumbuhkan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan ketergantungan industri
terhadap bahan baku kapas impor hingga 99,5 persen,"(Susanto 2011). Permasalahn ini
menambah daftar panjang pekerjaan rumah pemerintah maupun pengusaha setelah
diakumulasikan dengan kekurangan atas kualitas pekerjanya.
Dengan adanya kekurangan yang dimiliki, tidak menutup kemungkinan bagi TPT
Indonesia melihat peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan. Beberapa pembenahan yang
akan dilakukan akan meningkatkan daya saing yang dimiliki TPT Indonesia untuk merambah
pasar global maupun regional. Asia Tenggara merupakan salah satu pasar potensial bagi
pemasaran TPT Indonesia. Adanya kerjasama TPT Indonesia dengan perusahaan suplier
mesin pengolah tekstil ternama, juga memberikan kesempatan dalam peningkatan jumlah
produksi tekstilnya guna memenuhi permintaan pasar di Asia Tenggara.
Hal ini merupakan tantangan bagi Indonesia dalam menjawab persaingan global yang
semakin dinamis, melihat adanya bayang – bayang dari Cina, India dan Vietnam dalam dunia
tekstil yang semakin kompetitif. Persaingan kompetitif global dalam dunia tekstil haruslah
menjadikan Indonesia lebih menyadari bahwa pangsa pasar tekstil yang semakin berkurang
khususnya di Asia Tenggara. Disamping menghadapi persaingan global, hal yang juga harus
dicermati adalah persaingan di pasar domestik sendiri. Pasar dalam negeri telah dimasuki
produk tekstil asing, seperti Cina dan Vietnam. Masuknya produk tekstil ini menjadikan
ancaman tersendiri bagi TPT Indonesia.
Dengan pembahasan karya ilmiah ini diharapkan para pembaca dapat memahami
lebih jauh mengenai industri tekstil sebagai salah satu komoditas unggulan yang dapat
memberikan peluang bagi Indonesia untuk menguasai pasar tekstil dan menjadikan Indonesia
sebagai kekuatan ekonomi utama di Asia Tenggara.
Teori Keunggulan Kompetitif Negara
Berbicara mengenai persaingan ekonomi internasional, tentulah suatu negara harus memiliki
komoditas unggulan yang diperjuangkannya. Michael E. Porter melihat harus adanya pergerakan yang
dilakukan suatu negara dalam pemaksimalan komoditas unggulan tersebut. Pemaksimalan tersebut
dikarenakan perebutan keunggulan daya saing atau competitive advantage dalam persaingan ekonomi
dunia. Competitive advantage adalah sebuah keunggulan yang diperoleh suatu perusahaan apabila
perusahaan tersebut dapat memberikan nilai yang sama dengan harga yang lebih rendah, dengan kata
lain dengan modal yang sama dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar . Melalui Porter
diamonds, Michael E. Porter menjelaskan terdapat empat faktor penentu dalam competitive advantage
yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan industri pendukung, serta strategi
perusahaaan, struktur, dan persaingan. Menurut Porter, Teori Diamond ini menjadi dasar kerangka
penentu keungulan daya saing ekonomi suatu negara.
Kondisi faktor
Kondisi faktor adalah keadaan faktor-faktor produksi dalam suatu negara seperti
tenaga kerja , sumberdaya alam, modal dan infrastruktur. Porter berargumen faktor produksi
dapat diciptakan, dengan pemaksimalan di bidang-bidang lainnya.Kondisi Faktor termasuk
didalamnya faktor-faktor yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam usahanya untuk
menyumbang kepada negara. Kondisi Faktor dapat dilihat sebagai faktor yang
menguntungkan yang ditemukan dalam negara yang kemudian dibangun oleh perusahaan
agar menjadi faktor yang lebih maju dan dapat berkompetisi. Faktor tidak secara langsung
dilihat sebagai keuntungan, namun faktor juga bisa menghadirkan sebuah tantangan.(E.Porter
1990)
Kondisi Permintaan
Kondisi Permintaan adalah sebuah fenomena yang menunjukkan adanya tuntutan
pasar yang selalu berkembang, sehingga menjadikan tantangan bagi setiap perusahaan
domestic suatu negara untuk meningkatkan kemampuan dalam berkompetisi dengan inovasi
– inovasi terhadap produk sehingga memiliki kualitas ysang terbaik . (E.Porter 1990)
Industri terkait dan Industri pendukung
Ketika industri pendukung lokal dan pemasok adalah bersaing, rumah perusahaan
negara berpotensi akan mendapatkan biaya lebih efisien dan menerima bagian yang lebih
inovatif dan produk. Hal ini berpotensi akan menyebabkan daya saing yang lebih besar bagi
perusahaan-perusahaan nasional.(E.Porter 1990) Misalnya, manfaat industri Italia sepatu dari
kolam yang sangat kompeten usaha terkait dan industri, yang telah memperkuat daya saing
industri sepatu Italia di seluruh dunia.
Strategi Perusahaan, struktur, dan Rivalitas
Sistem struktur dan manajemen perusahaan di berbagai negara berpotensi dapat
mempengaruhi daya saing. (Businessmate 2005).Demikian juga, jika persaingan di pasar domestik
sangat sengit, perusahaan dapat membangun kemampuan yang dapat bertindak sebagai keunggulan
kompetitif dalam skala global. Pasar dalam negeri dengan kondisi persaingan yang rendah
mengakibatkan pasar yang kontraproduktif, dan menjadi penghalang dalam menghasilkan keunggulan
kompetitif global seperti inovasi dan pengembangan.
BAB III
PEMBAHASAN
Cina bukan lagi pesaing utama Tekstil di Asia Tenggara
Didukung dari terciptanya ASEAN Economic Community 2015 berdasarkan kesepakatan para
pemimpin di negara-negara di Asia Tenggara, menjadikan suatu tantangan baru bagi Indonesia
dalam menghadapi persaingan ekonomi di saudara regionalnya. Oleh karena itu, pergerakan
ekonomi yang dinamis harus lebih ditingkatkan Indonesia untuk menjawab tantangan – tantangan
tersebut. Hal ini harus dilakukan mengingat adanya persaingan yang kuat, dan akan berakibat
buruk apabila Indonesia tidak mampu meningkatkan daya saingnya.
Berbicara mengenai daya saing Indonesia terhadap konteks ekonomi di Asia Tenggara, tekstil
merupakan salah satu komoditas unggulan yang dianggap mampu menjawab tantangan tersebut.
Tekstil dianggap mampu dikarenakan potensi TPT Indonesia telah melakukan pengembangan
dalam peningkatan peoduktivitasnya dan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Penyerapan tenaga kerja dalam jumlah banyak adalah bukti bahwa tekstil mampu meningkatkan
perekonomian Indonesia.
Indonesia dapat bersenang hati dengan kontribusi yang didapatkan dari TPT, namun perlu
diingat bahwa Indonesia bukan satu – satunya negara yang memproduksi tekstil, khusunya Asia
Tenggara. Terdapat pesaing-pesaing tekstil Indonesia di kawasan Asia Tenggara seperti saingan
terbesarnya, Vietnam yang mampu menunjukkan peningkatan daya saing produktifitasnya seperti
yang dikatakan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Ade Sudrajat. "Kita lihat Vietnam pada
tahun 2000, ekspor mereka ke Amerika Serikat itu peringkat ke-82, sekarang ke-2. Ekspor mereka
US$ 17 miliar pada tahun kemarin, kita masih berkutat di US$ 12-13 miliar," (Suhendra 2013).
Vietnam menjadi sorotan utama dikarenakan pembuktian mereka atas produk-produknya yang
dikenal murah.
Produksi TPT Vietnam mampu menghadirkan produk-produk murah disebabkan masih
rendahnya upah tenaga kerja dan infrastruktur yang baik. Menjadi kredit untuk Vietnam yang
mampu mencari peluang dibalik kelemahan mereka dalam penyediaan bahan baku yang masih
mengandalkan Thailand dan China. (BKPM 2011) . Vietnam menjadikan dirinya sebagai salah
satu negara penghasil tekstil terbesar di Asia Tenggara. Hal ini mengubah peta persaingan tekstil
di dunia yang semakin berkembang.
Exports of textiles and garments ( 2000 - 6/2010)
Vietnam's exports of textiles and garments by 10 main exports markets (2009
(Source: General Department of Vietnam Customs)
Persaingan tekstil dunia menjadi lebih berkembang, adanya Vietnam menjadikan saingan
utama Indonesia di wilayah regionalnya. Munculnya Vietnam sebagai pesaing, tentu bukan
menjadi masalah yang biasa, mengingat kepentingan nasional Indonesia yang berharap
persaingan tidak terjadi di daerah regionalnya. Mengetahui adanya negara – negara pengimpor
tekstil Indonesia seperti Malasyia, akan selalu menjadi tujuan utama TPT Indonesia tanpa
adanya persaingan ketat di regionalnya. Namun dewasa ini,
SDA bukanlah satu factor penghambat TPT Indonesia
Sumber daya alam merupakan salah satu faktor penting dalam mengukur potensi komoditas
unggulan suatu Negara. Berbicara mengenai tesktil tentulah melihat kapas, polyester, dan serat
rayon sebagai salah satu entitas sumber daya alamnya. Kapas merupakan etintas yang di
favoritkan dalam pengolahan industri tekstil, dikarenakan kapas banyak digunakan untuk
pakaian karena sifatnya yang menyerap keringat sehingga nyaman dipakai dan stabilitas
dimensi yang baik. Oleh karena itu, kapas berperan penting sebagai bahan baku dalam industri
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia. Kebutuhan bahan baku industri TPT berupa kapas
alam diperoleh 95,5% melalui impor.Kapas merupakan salah satu sumber daya alam yang sulit
dibudidayakan di Indonesia, sesuai dengan keterangan
Dirjen Industri Basis Manufaktur
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto “Bahan baku kapas hingga saat ini
belum dapat ditumbuhkan di Indonesia. Hal ini mengakibatkan ketergantungan industri
terhadap bahan baku kapas impor hingga 99,5 persen," (Susanto 2011).
Melihat kapas sebagai entitas yang difavoritkan, menjadikan tantangan baru terhadap
perkebunan kapas di Indonesia. Tidak hanya para petani kapas, regulasi pemerintah sangatlah
dibutuhkan. Hal ini sangat diperlukan dalam menghemat biaya dalam pengelolaan industry
kapas, mengingat biaya impor yang sangat tinggi dibandingkan bila Indonesia mampu
memproduksi tanaman ini sendiri. Menyinggung regulasi pemberdayaan tanaman kapas,
Indonesia
pernah melakukan pemberdayaan benih kapas transgenic yang mampu
dibudidayakan secara baik di daerah Sulawesi Selatan. Namun bukanlah pemerintah yang
mengembangkan, tetapi hanya penerimaan modal asing yang dijalankan oleh pengusaha luar
negeri (ICW 2013). Sangat disayangkan melihat adanya kesempatan TPT Indonesia bergerak
lebih baik dalam pemenuhan sumber daya alamnya. Dengan mementingkan kepentingan
nasional, pemerintah haruslah lebih bijak dalam pengelolaan regulasi. Ini sangat diperlukan
mengingat TPT merupakan salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia.
Sebagai penunjang ekonomi Negara dalam skala besar, pemerintah harus lebih bijak
dalam menentukan langkah kebijakan ekonomi yang tepat. Mengusung kemandirian tanpa
mengusik aturan internasional haruslah diciptakan dengan instrument yang berkesinambungan.
Pengusahaan pemenuhan sumber daya alam terhadap suatu industri secara mandiri haruslah
dilaksanakan. Dengan mensingkronisasi kondisi sumber daya alam yang dimiliki dengan
kemampuan TPT Indonesia dalam pengelolaannya, bisa menjadikan TPT sebagai senjata
ekonomi utama dalam menghadapi persaingan tekstil dunia khususnya Asia Tenggara.
Dukungan terhadap pengembangan benih kapas transgenic sangatlah diperlukan, dengan
pemberian modal yang sesuai dalam pengembangan dan pengawasan keuangan secara teliti
akan menghadirkan sebuah masa depan yang baik terhadap potensi TPT Indonesia.
Pengusahaan pemenuhan sumber daya alam secara swasembada sangat diperlukan
dalam membangun TPT Indonesia, namun dewasa ini perusahaan-perusahaan TPT Indonesia
masih harus mengandalkan ketergantungan kebijakan impornya. Perusahaan – perusahaan ini
harus lebih bijak dalam pengelolaan keuangan dalam pengelolaan produksinya. Sebagai contoh
pengandalan impor kapas dari Amerika Serikat tidaklah selalu menguntungkan. Adanya
kemudahan dalam kredit impor tidaklah menjamin mutu dari kualitas kapas tersebut. Melihat
sejarah pada 1994/1995 Indonesia mengimpor kapas dari AS sebanyak 159,59 juta kg, atau
sekitar 35,11% dari kebutuhan nasional yan mencapai 440,18 juta kg. Dia menilai pengimpor
kapas nasional akan rugi besar bila tetap menerima kapas yang terjangkit jamur cavitoma
sebagai bahan baku, menurut keterangan Ade Sudrajat ( Sekretaris API Jawa Barat ) (BIRO
TOKYO-BISNIS INDONESIA 1996). Hal ini menunjukan adanya ketergantungan yang sangat
besar terhadap impor kapas dari Amerika Serikat, tanpa melihat dampak yang sangat
merugikan perusahaan – perusahaan TPT Indonesia.
Dalam mengontrol ketergantuangan TPT Indonesia, sudah menjadi keharusan adanya
hubungan yang bersinergi antara perusahaan dengan pemerintah Indonesia dalam
memperjuangkan kepentingan TPT Indonesia. Melindungi TPT Indonesia dalam membangun
kemajuan bersama, haruslah menjadi pondasi dasar
dalam hubungan pemerintah dengan
perusahaan- perusahaan. Pemerintah sebagai actor dominan, haruslah melindungi hak – hak
perusahaan nasional dengan memperjuangkan kepentingan nasional di kancah perdagangan
internasional. Sebuah modal besar apabila pemerintah bersikap cermat dalam memahami
kebutuhan pengusaha – pengusaha local terhadap kendala pengusaha di perdagangan
internasional. Perwujudan jalur alternatif impor, bisa menjadi salah satu alat menekan modal
para pengusaha. Berdasarkan keterangan Wakil Ketua Api, Mindtarjo Halim “Kapas asal
Amerika Serikat menjadi pengimpor kapas terbesar di Indonesia karena menguasai 22% dari
total impor kapas. Pada 2010, impor kapas berasal dari Amerika Serikat. "Namun, dalam
jangka panjang, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) akan menggeser porsi impor dari
kawasan tersebut dan menggantinya dengan impor komoditas dari Afrika,”(Sihombing 2011).
Keterangan ini memberikan gambaran potensi Afrika sebagai pasar yang ramah serta
menjanjikan dalam perdagangan kapas dengan Indonesia. Tentunya akan berjalan lancar
apabila pemerintah membuka jalur diplomasi yang baik antara pengusaha dengan Afirika.
Dengan pemenuhan kepentingan pengusaha berdasarkan hukum akan memberikan daya saing
lebih TPT Indonesia.
Adanya kekurangan pada sumber daya alam biji kapas,tidaklah menjadi penghambat
TPT Indonesia. Keberhasilan TPT Indonesia dalam pengolahan sumber daya lain selain kapas
haruslah diperhitungkan. Konsumsi benang polyester tahun 2011 mencapai 400 ribu ton dan
tahun ini diperkirakan bisa mencapai 520 ribu ton bahkan diprediksi hingga tahun 2015
konsumsi bisa mencapai 580 ribu ton. “IKM memang membutuhkan kain polyester lebih
banyak yang berarti membutuhkan benang polyester yang lebih banyak karena memang trend
dunia menuju kesana menyusul berkurangnya suplai kapas” jelas Redma(INDOTEXTILES
2012). Keterangan ini menjelaskaskan adanya keunggulan polyster TPT Indonesia yang
dapat dipertahankan sebagai pilihan baru dalam dunia pertekstilan. Polyster juga dikenal
sebagai alternative tekstil berbahan kapas. Keunggulan polyster adalah ketahanannya
terhadap pencucian kimia/ dry cleaning dan pelarut organik. Kain ini juga lebih tahan
terhadap jamur dan bakteri dibanding kain katun. Keunggulan polyster dapat menjadikan
TPT Indonesia lebih berpeluang dalam perkembangan industry tekstilnya, mengingat
permintaan dunia akan tekstil berbahan polyster.
Selain sumber daya alam, sebuah perusahaan tidak dapat bergerak tanpa adanya
sumber tenga kerja. Dalam eskalasi produksi TPT sudah menjadi keharusan adanya
penggalangan peningkatan kualitas dan kuantitas pekerjanya.
Produksi TPT yang kian
meningkat seiring permintaan pasar, menuntut produsen untuk memperbesar jumlah
produksinya. Jumlah produksi yang meningkat tentu diiringi adanya penambahan jumlah
pekerja. Menurut Ketua API, jika terjadi pertumbuhan bisnis 1% saja, berarti bakal ada
tambahan sekitar 10.000 pekerja. Berarti, dengan asumsi pertumbuhan bisnis tekstil sebesar
5% bakal butuh pekerja setidaknya sebanyak 50.000 pekerja. (Indotextiles 2012). Namun
disayangkan kualitas keterampilan kerja para pekerja industry TPT di Indonesia , masih
relative rendah. Disamping kualitasnya yang kurang memadai, jumlah tenaga ahli di sektor
ini terbilang masih minim, khususnya pada operator mesin, perawatan peralatan dan mesin,
penyelia, quality control hingga pemasaran. Minimnya tingkat pendidikan, dimana sebagian
besar pekerja adalah lulusan sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama
mengakibatkan berkurangnya daya saing TPT Indonesia.. Tercatat saat ini sekitar 81,1 juta
orang tenaga kerja kurang kompeten dan hanya ada 20,4 jutaan orang pekerja yang
kompeten. (Fitriana 2013)
Peningkatan keterampilan tenaga kerja sangat diperlukan untuk mendorong sektor
industri tekstil. Dan hal tersebut menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan
tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dengan tenaga asing, sehingga memperbesar
peluang tenaga terampil lokal. Semua ini dapat berjalan dengan adanya dukungan besar dari
pemerintah dan pengusaha. Kepedulian pemerintah terhadap industry TPT di Indonesia harus
terus digalakkan, agar mencapai hasil yang maksimal. Pelaksanaan pelatihan yang berlanjut
dan berkala akan membantu. “Upaya peningkatan skill tenaga kerja, bukan hanya sekedar
rencana dan wacana, tapi juga tindakan nyata. Salah satunya yaitu program pendidikan
formal (D1) dan pelatihan garmen yang kami gulirkan ini,” (Rosdiansyah 2012).Upaya
pengembangan kompetensi ini tidak saja menjadi kewajiban pemerintah, melainkan adanya
peran pengusaha dalam mengalokasikan dana untuk pelatihan pekerja. Peran yang dapat
dilakukan adalah bekerja sama dengan serikat pekerja dan serikat buruh dalam pengelolaan
pekerjanya. Disamping itu pemerintah juga harus berpihak pada industry nasional, baik untuk
infrastuktur, energy dan akses pasar.Menurut Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia
(OPSI) Timboel Siregar, para pengusaha juga harus memandang pelatihan kerja sebagai
investasi sumber daya manusia. (Galuh 2013)
Namun upaya yang sejauh ini telah dilakukan tidak terlepas dari kendala. Kendala
yang harus dihadapi pengusaha tekstil, garmen dan juga konveksi terletak pada mahalnya
biaya pelatihan untuk pekerja dan calon pekerja. Di Jawa Tengah ,biaya yang harus
dikeluarkan untuk tiap pekerja dalam kisaran dua setengah juta rupiah. Sementara masalah
yang dihadapi pemerintah adalah besarnya anggaran yang harus dikeluarkan untuk pegawai
negeri yang menyebabkan anggaran pekerja industry menjadi berkurang. Menurut peniliti
komite pemantauan pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD) Illiana Ayudhia, pemda dinilai
sibuk mengurusi PNS ketimbang menyelesaikan masalah yang muncul di perusahaan swasta.
Bayangkan saja, anggaran untuk masalah di sektor industri terlalu kecil dna jauh lebih banyak
untuk belanja birokrasi, “Komitmen Pemda masih rendah dalam meningkatkan produktivitas
buruh,” (neraca 2013). Tetapi di sisi lain, suatu hal yang membanggakan melihat di tengah
kesulitan mendapatkan pekerja bidang garmen dan konveksi yang baik, para pengusaha
tekstil, garmen dan konveksi Indonesia tetap dapat mensejajarkan kualitasnya dengan
produk-produk dari luar negeri. Disamping itu pemerintah juga harus berpihak pada industry
nasional, baik untuk infrastuktur, energy dan akses pasar.
Industri Terkait dan Industri Pendukung
TPT Indonesia yang menjadi salah tulang punggung perekonomian Indonesia haruslah
memiliki kredibilitas yang baik dalam pengelolaan produknya. Tetapi sangat disayangkan
tingkat kesadaran industri TPT nasional dalam memenuhi standar nasional Indonesia masih
sangat minim. Selama tiga tahun terakhir hanya 60 perusahaan tekstil, atau sekitar 3% dari
2.100 produsen yang menguji produknya guna mendapat SNI.Bahkan menurut Kepala Badan
Tekstil Indonesia seperti yang dikutip dalam investor daily, sebagian besar industri TPT
menganggap SNI hanya sebagai pelengkap, nasional belum sanggup bertarung dengan
kompetitor di pasar internasional. Padahal SNI mutlak diperlukan bagi industri TPT jika
produknya hendak diekspor, begitu juga ukuran produk tekstil, yang sulit diterima bila tidak
memenuhi standar. (Daily n.d.)Produsen tidak boleh mengandalkan harga murah tanpa
memikirkan kualitas dari TPT, sehingga
kualitas tekstil Indonesia tidak akan tergilas.
Keterangan ini didukung oleh isi pembangunan Industri Nasional sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri
Nasional adalah dengan Indonesia menjadi Negara Industri Tangguh pada tahun 2025,
menjadikan Indonesia menyusun upaya-upaya terstruktur dan terukur. (Kemenperin 2013)
Permasalahan lain yang dirasakan adalah. Industri TPT Indonesia dinilai belum
merata produksinya dilihat dari terkonsentrasinya distribusi geografis produksi di wilayah
Jawa dan Sumatera. Hampir 90% dari Industri Tekstil Indonesia berlokasi di Jawa, dan 55%
diantaranya berada Jawa Barat. Untuk produksi garmen, konsentrasi yang padat ditemukan di
daerah Jawa Barat, DKI Jakarta dan Pulau Batam. Perlunya pemerataan pabrik tekstil di
Indonesia, sebaiknya diimbangi pula denga kerjasama
industri pendukung TPT seperti
industri mesin, aksesori pakaian dan bahan kimia. Penurunan nilai ekspor TPT Indonesia
tahun 2007 akibat serbuan tekstil China, India dan Vietnam melatarbelakangi dilakukannya
revitalisasi dan restrukturisasi mesin tekstil dalam rangka meningkatkan investasi dibidang
permesinan industri, untuk meningkatkan kapasitas produksi, kualitas, dan efisiensi.
Program revitalisasi mesin industri tekstil dan produk tekstil dinilai berhasil memicu
adanya investasi di sektor tersebut, ditandai dengan adanya lonjakan penanaman modal dalam
negeri. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian yang dikompilasikan dengan data Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pertumbuhan penanaman modal dalam negeri
(PMDN) di sektor industri terutama disumbang oleh industri barang dari kulit dan alas kaki
376,5%, industri tekstil 363,6%, industri kimia dan farmasi 97,0%, serta mineral nonlogam
62,17%. (Kemenperin n.d.)
Pembenahan TPT harus dilakukan.
Sistem dan struktur yang diterapkan di tiap perusahaan mengakibatkan tingginya
persaingan dan menjadikan sektor TPT semakin kompetitif. Beberapa hal yang dapat
mempengaruhinya adalah stabilitas politik dan ekonomi. Perekonomian suatu negara tidak
terlepas dari kondisi politiknya. Situasi politik yang stabil dan cenderung positif berpengaruh
baik pada kondisi perekonomian negara. Adanya niat menyelaraskan kepentingan perusahaan
dengan kebijakan pemerintah akan menghasilkan keharmonisan dalam pencapaian suatu
tujuan. Keaktifan suatu perusahaan terhadap regulasi mengenai Hak Kekayaan Intelektual
menjadi salah satu cara penting untuk diterapkan. Dengan pendaftaran hak paten, pengusaha
TPT telah memperbesar nama dan produksinya sehingga mampu mempertahankan keaslian
produknya ketika memasuki pasar. Hak paten yang sudah dimiliki perusahaan, merupakan
modal utama dalam persaingan pasar. Tetapi sebuah perusahaan tidak dapat berhenti disitu
saja. Produk tersebut akan memiliki nilai tambah apabila perusahaanmelakukan inovasi
terhadap produk tersebut .Namun konsitensi mempertahankan keorisinilan dan keunikannya,
merupakan bentuk wajib dalam pengelolaan produk.
Dengan adanya inovasi, tentu tidak hanya TPT Indonesia yang melakukannya. Semakin
ketatnya persaingan yang ada di pasar Internasional, haruslah menjadi dorongan perusahaanperusahaan Indonesia dalam menyuarakan kepentingan kepada pemerintah. Perusahaan dapat
menekankan permasalahan terhadap MRA yang telah terjalin dengan negara lain, dalam
penerapan standarisasi produk yang berlaku di Indonesia. MRA (Mutual Recognition
Arrangement) merupakan suatu kesepakatan saling pengakuan terhadap produk-produk
tertentu antar dua atau beberapa negara untuk mempermudah kegiatan impor maupun ekspor
tanpa melalui dua atau beberapa kali pengujian. Dengan demikian, MRA mempunyai tujuan
untuk memfasilitasi perdagangan dan menstimulir aktivitas ekonomi antar berbagai pihak
melalui penerimaan dalam hal satu standar, satu pengujian, satu sertifikasi dan apabila sesuai,
satu penandaan. Dalam pelaksanaannya pemerintah haruslah melindungi kepentingan
perusahaan-perusahaan domestik, yang bertujuan mengawal TPT Indonesia dalam
perkembangannya dari serangan produk-produk impor. (Dephut 2001)
TPT Indonesia sebagai langkah menuju major power di Asia Tenggara.
Dengan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa selain memiliki banyak
kelebihan , TPT Indonesia juga memiliki banyak kekurangan. Kelebihan yang mencakup
banyaknya jumlah pekerja tekstil, dapat mendorong perekonomian Indonesia. Tetapi tanpa
adanya dukungan pemerintah dan keinginan pengusaha dalam pembenahannya, tentu TPT
Indonesia tidak akan mampu bersaing kedepannya. Kedua actor ini dapat melakukan
perubahan berupa pembenahan kualitas tenaga kerja. Pembenahan ini wajib dilakukan demi
menjaga keamanan TPT Indonesia dari para pesaingnya.
Berbicara mengenai pesaing, Indonesia dapat melihatnya dalam bentuk konkrit
terhadap pertumbuhan tekstil di Vietnam yang mengagumkan. Selain dapat mengancam
perdagangan tekstil Indonesia, pergerakan ini akan memberikan dampak yang besar kepada
para pekerja TPT Indonesia. Upah pekerja Vietnam yang rendah, menjadi salah satu alasan
mengapa produk Vietnam dikenal murah. Sebuah kredit langsung melihat keinginan Amerika
Serikat mengimpor tekstil mereka dalam jumlah besar.
Kesimpulan lain yang didapatkan adalah meninjau dari sumber daya TPT Indonesia
ke depannya. Sumber daya alam sebagai salah satu permasalahan sumber daya, bukanlah
suatu hambatan pembangunan daya saing TPT Indonesia. Kebijakan impor yang
diperhitungkan dengan baik serta pengusahaan bahan baku secara mandiri akan membuka
peluang TPT Indonesia dalam kekurangannya. Adanya hubungan yang bersinergi antara
pengusaha dengan pemerintah, akan menjadikan suatu power baru dalam menata kembali
pemecahan masalah.
Dengan terbentuknya power baru yang berasal dari adanya singkronisasi pemerintah
dan pengusaha, dapat menciptakan berbagai usulan. Seperti contoh adanya MRA (Mutual
Recognition Arrangement) atau pengakuan negara yang melakukan hubungan dagang, dapat
dimasak kembali demi mencapai tujuan TPT Indonesia. Mementingkan kepentingan
pengusaha domestic dibanding kepentingan negara lain, merupakan keharusan untuk
pemerintah. Tentu dalam pengaplikasiannya haruslah jauh dari kepentingan pribadi yang
bersifat merugikan TPT Indonesia. Pemerintah dan pengusaha harus lebih jujur dengan
menjadikan INDONESIA sebagai pedomannya, Indonesia yang mampu dengan ekonominya,
Indonesia dengan industrinya, Indonesia dengan TPT nya serta
Indonesia menuju mayor power di Asia Tenggara.
Daftar Pustaka
BKPM. n.d.
keyakinan membawa
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/userfiles/ppi/KAJIAN%20PENGE
MBANGAN%20INDUSTRI%20TEKSTIL%20DAN%20PRODUK%20TEKSTIL%
202011.pdf (accessed March 3, 2013).
—. Kajian Pengembangan Industri Tekstil Dan Produk Tekstil. Jakarta: BKPM, 2011.
Businessmate. Strategy & Structur. June 14, 2005.
http://www.bussinesmate.org/Article.php?artikelId=49 (accessed March 27, 2013).
Daily, Investor. INDUSTRI TEKSTIL MINIM PENUHI SNI. n.d.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/1959/INDUSTRI-TEKSTIL-MINIM-PENUHISNI (accessed April 3, 2013).
Dephut. Mengapa MRA perlu ditempuh? 2001.
http://www.dephut.go.id/Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUT
ANAN/INFO_III01/IX_III01.htm (accessed April 3, 2013).
E.Porter, Michael. Competitive Advantage of Nations. New York: The Free Press, 1990.
Fitriana, Rochmad. TENAGA KERJA: Buruh minta pengusaha beri kesempatan diklat .
February 20, 2013. http://archive.bisnis.com/articles/tenaga-kerja-buruh-mintapengusaha-beri-kesempatan-diklat (accessed April 1, 20).
Galuh, Iwan. Buruh Minta Pengusaha Beri Waktu & Pendanaan Lanjutkan
Pendidikan/Pelatihan. February 20, 2013.
http://suarapengusaha.com/2013/02/20/buruh-minta-pengusaha-beri-waktupendanaan-lanjutkan-pendidikanpelatihan/ (accessed April 3, 2013).
ICW. Indonesia Corruption Wacth. April 1, 2013.
http://www.antikorupsi.org/new/index.php?option=com_content&view=article&id=3
516:ketika-goliath-tersandung-suap&catid=42:rokstories&Itemid=106&lang=en
(accessed March 25, 2013).
INDOTEXTILES. Government Investment in the Manufacturing Sector Targets Up 18%.
May 2, 2012.
http://www.indotextiles.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2184&I
temid=72 (accessed April 3, 2013).
—. Indonesia Polyester Exports Will Still Continues. October 2012, 2012.
http://www.indotextiles.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2405&I
temid=1 (accessed March 29, 2013).
Kemenperin. Kebijakan Industri Nasional. April 3, 2013.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/19/Kebijakan-Industri-Nasional (accessed April
3, 2013).
—. Revitalisasi Mesin Pacu Investasi TPT. n.d.
http://www.kemenperin.go.id/artikel/5068/Revitalisasi-Mesin-Pacu-Investasi-TPT
(accessed April 3, 2013).
M.Pikiran Rakyat. Exportir IncarPasar Tekstil Timur Tengah. August 26, 2009.
http://m.pikiran-rakyat.com/node/95712 (accessed March 2013, 31).
neraca. Manjakan PNS, Pemda Pilih Telantarkan Pekerja Swasta. March 19, 2013.
http://www.neraca.co.id/harian/article/26329/Manjakan.PNS.Pemda.Pilih.Telantarkan
.Pekerja.Swasta#.UVv1gYbWuZQ (accessed April 3, 2013).
Rosdiansyah. API Jatim Tingkatkan Skill Pekerja Tekstil. May 10, 2012.
http://www.lensaindonesia.com/2012/05/10/api-jatim-tingkatkan-skill-pekerjatekstil.html (accessed April 1, 2013).
Sihombing, Martin. AS Pengimpor Kapas Terbesar. May 19, 2011.
http://archive.bisnis.com/articles/as-pengimpor-kapas-terbesar (accessed March 26,
2013).
Suhendra, Zulfi. Nilai Ekspor Tekstil Indonesia Kalah dengan Vietnam. March 24, 2013.
http://finance.detik.com/read/2013/03/24/113104/2202120/4/nilai-ekspor-tekstilindonesia-kalah-dengan-vietnam (accessed April 3, 2013).
Susanto, Panggah, interview by Sandra Karina- Okezone.com. Bahan Baku Kapas Belum
Bisa Tumbuh di Indonesia (January Kamis, 2011).