Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia
http://egismy.wordpress.com/2008/04/18/bagian-ii-industri-tekstil-dan-produk-tekstil-tpt-indonesia/
Bagian II: Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia
Posted on April 18, 2008 by egismy| 52 Komentar
INDUSTRI TESKTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) INDONESIA secara teknis dan struktur terbagi dalam tiga sektor industri yang lengkap, vertikal dan terintegrasi dari hulu sampai hilir, yaitu:
Sektor Industri Hulu (upstream), adalah industri yang memproduksi serat/fiber (natural fiber dan man-made fiber atau synthetic) dan proses pemintalan (spinning) menjadi produk benang (unblended dan blended yarn). Industrinya bersifat padat modal, full automatic, berskala besar, jumlah tenaga kerja realtif kecil dan out put pertenagakerjanya besar.
Sektor Industri Menengah (midstream), meliputi proses penganyaman (interlacing) benang enjadi kain mentah lembaran (grey fabric) melalui proses pertenunan (weaving) dan rajut (knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut melalui proses pengolahan pencelupan (dyeing), penyempurnaan (finishing) dan pencapan (printing) menjadi kain-jadi. Sifat dari industrinya semi padat modal, teknologi madya dan modern – berkembang terus, dan jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari sektor industri hulu.
Sektor Industri Hilir (downstream), adalah industri manufaktur pakaian jadi (garment) termasuk proses cutting, sewing, washing dan finishing yang menghasilkan ready-made garment. Pada sektor inilah yang paling banyak menyerap tenaga kerja sehingga sifat industrinya adalah padat karya.
KOMODITI INDUSTRI TPT INDONESIA berdasarkan ekspor dengan harmonize system (HS) 6 digit adalah sebagai berikut:
Serat (fibres), yaitu serat alami (silk, wool, cotton) dan serat buatan (man-made fiber).
Benang (yarn), yaitu silk, wool, cotton, filament, dan staple fiber.
Kain (fabric), yaitu woven (silk, wool, cotton, filament, staple), felt, non-woven, woven file fabric, terry towelling fabric, gauze, tulle and others net fabric, lace, narrow woven fabric, woven badges and similar, braids in the piece, woven fabric of metal thread, embroidery, quilted textile product, impregnated, coated covered or laminated textile fabric, knitted fabric.
Pakaian jadi (garment) dari knitted and non-knitted.
Lainnya (others), yaitu carpet (floor covering, tapestry), wedding, thread cord, label, badges, braid & similar, house/tube textile, conveyor belt, textile product of technical uses, others made up textile articles.
SEJARAH PERTEKSTILAN INDONESIA secara pasti sejak kapan awal keberadaan industri TPT di indonesia tidak dapat dipastikan, namun kemampuan masyarakat Indonesia dalam hal menenun dan merajut pakaiannya sendiri sudah dimulai sejak adanya kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia dalam bentuk kerajinan, yaitu tenun-menenun dan membatik yang hanya berkembang disekitar lingkungan istana dan juga ditujukan hanya untuk kepentingan seni dan budaya serta dikonsumsi/digunakan sendiri.
Sejarah pertekstilan Indonesia dapat dikatakan dimulai dari industri rumahan tahun 1929 dimulai dari sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan nama Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926 dengan produknya berupa tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk), dan selendang. Penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan pada tahun 1939 di Majalaya-Jawa Barat, dimana di daerah tersebut mendapat pasokan listrik pada tahun 1935. Dan sejak itu industri TPT Indonesia mulai memasuki era teknologi dengan menggunakan ATM.
Tahun 1960-an, sesuai dengan iklim ekonomi terpimpin, pemerintah Indonesia membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) yang antara lain seperti OPS Tenun Mesin; OPS Tenun Tangan; OPS Perajutan; OPS Batik; dan lain sebagainya yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil dimana pengurus GPS Tekstil tersebut ditetapkan dan diangkat oleh Menteri Perindustrian Rakyat dengan perkembangannya sebagai berikut:
Pertengahan tahun 1965-an, OPS dan GPS dilebur menjadi satu dengan nama OPS Tekstil dengan beberapa bagian menurut jenisnya atau sub-sektornya, yaitu pemintalan (spinning); pertenunan (weaving); perajutan (knitting); dan penyempurnaan (finishing).
Menjelang tahun 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti Perteksi; Printer’s Club (kemudian menjadi Textile Club); perusahaan milik pemerintah (Industri Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim), dan Koperasi (GKBI, Inkopteksi).
Tanggal 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan Kongres yang hasilnya menyepakati mendirikan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan sekaligus menjadi anggota API.
FASE PERKEMBANGAN INDUSTRI TEKSTIL INDONESIA diawali pada tahun 1970-an industri TPT Indonesia mulai berkembang dengan masuknya investasi dari Jepang di sub-sektor industri hulu (spinning dan man-made fiber making). Adapun fase perkembangannya sebagai berikut:
Periode 1970 – 1985, industri tekstil Indonesia tumbuh lamban serta terbatas dan hanya mampu memenuhi pasar domestik (substitusi impor) dengan segment pasar menengah-rendah.
Tahun 1986, industri TPT Indonesia mulai tumbuh pesat dengan faktor utamannya adalah: (1) iklim usaha kondusif, seperti regulasi pemerintah yang efektif yang difokuskan pada ekspor non-migas, dan (2) industrinya mampu memenuhi standard kualitas tinggi untuk memasuki pasar ekspor di segment pasar atas-fashion.
Periode 1986 – 1997 kinerja ekspor industri TPT Indonesia terus meningkat dan membuktikan sebagai industri yang strategis dan sekaligus sebagai andalan penghasil devisa negara sektor non-migas. Pada periode ini pakaian jadi sebagai komoditi primadona.
Periode 1998 – 2002 merupakan masa paling sulit. Kinerja ekspor tekstil nasional fluktuatif. Pada periode ini dapat dikatakan periode cheos, rescue, dan survival.
Periode 2003 – 2006 merupakan outstanding rehabilitation, normalization, dan expansion (quo vadis?). Upaya revitalisasi stagnant yang disebabkan multi-kendala, yang antara lain dan merupakan yang utama: (1) sulitnya sumber pembiayaan, dan (2) iklim usaha yang tidak kondusif.
Periode 2007 pertengahan – onward dimulainya restrukturisasi permesinan industri TPT Indonesia.
Sumber dan Bahan Bacaan.
Chamroel Djafri, “Gagasan Seputar Pengembangan Industri Dan Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)”, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo, Jakarta, 2003.
Gunadi, “Pengetahuan Dasar Tentang Kain-kain Tekstil dan Pakaian Jadi”, Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran, Jakarta, 1984.
Benny Soetrisno, ”Perspektik & Tantangan Industri Tekstil Nasional Pasca Kuota, Implikasi & Urgensinya Terhadap Perbankan”, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jakarta, 2004.
Direktorat Jenderal Industri Tekstil Departemen Perindustrian Republik Indonesia, “Buku Petunjuk Industri Tekstil”, Jakarta, 1976.
Badudu-Zain, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.
Like this:
Suka
Be the first to like this post.
This entry was posted in Tekstil dan Produk Tekstil. Bookmark the permalink.
← Bagian I: Tekstil dan Produk Tekstil
Pasar Domestik Sebagai Guaranteed Market Industri Garment Kecil dan Menengah →
52 Responses to Bagian II: Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) Indonesia
ipuT | Juni 29, 2008 pukul 4:11 pm | Balas
iput ngutip ini dikit Buat skripsi yah …
Semoga di Izinkan … hehehe…
egismy | Juni 30, 2008 pukul 1:06 pm | Balas
boleh…..
ipuT | Juli 15, 2008 pukul 11:57 pm | Balas
hehe… makasih
misni | Juli 27, 2008 pukul 6:35 am | Balas
saya mengambil skripsi tentang nonwoven geotekstil sistem needle punch, yang ingin saya tanyakan bagaimana perkembangan pembuatan nonwoven metode needle punch di Indonesia? situs apa yang dapat memberi saya info tentang bahan skripsi? karena referensi textbook tentang itu minim.
terima kasih,
egismy | Agustus 27, 2008 pukul 1:22 pm | Balas
kalau tidak salah pembuatan nonwoven metode sistem needle di Indonesia belum berkembang, karena ini merupakan hightech yang tentunya padat modal, dan juga (mungkin) baru ada 1 atau 2 perusahaan saja dengan produknya (seperti jaring/jala/net) baru hanya dipergunakan untuk pengamanan di gedung-gedung bertingkat, sedangkan untuk lapisan bawah jalan sebelum diaspal sepertinya belum…..
arsyid | September 3, 2008 pukul 2:06 pm | Balas
ingin tau lebih banyak tentang pertekstilan mulai dipakainya kain blacu sampai dengan kain impor dari jepang
trimakasih
egismy | September 4, 2008 pukul 6:50 pm | Balas
saya belum ada referensinya mas……
rany | September 9, 2008 pukul 10:03 am | Balas
hummm…maaf paK…
saYa mau buat skripsi teNtang koNdisi reaL buRuh Industri teKstil…
aDa baHan yang bisa di share???
terimakasih…
egismy | September 27, 2008 pukul 4:53 pm | Balas
mbak, kami sudah sering kok didatangi mahasiswa/i yang akan buat skripsi seputar pertekstilan Indonesia. untuk itu silahkan saja ke Sekretariat BPN API (telp 021-5272171) yang tentunya dengan surat pengantar dari universitasnya disertai dengan bahan2 yang dibutuhkan….
ichwan | Februari 2, 2009 pukul 9:50 am | Balas
Salam kenal Pak Egismy,
Menarik juga membaca artikel dari bapak.Mengenai perkembangan industri tekstil di Indonesia ada hal yg mungkin terlewatkan yaitu perkembangan pendidikan tekstil yang dimulai sejak berdirinya Textile Inrichting Bandung pada tahun 1922 yang berkembang jadi ITT dan sekarang menjadi STTTekstil Bandung(http://www.stttekstil.ac.id/).
Sekedar info untuk bbrp informasi terbaru mengenai teknologi tekstil silahkan kunjungi http://thinktextiles.blogspot.com
egismy | Februari 3, 2009 pukul 6:19 pm | Balas
salam kenal juga pak……..terimakasih sekali pak dan saya akan kunjungi situs tersebut……
erna chotim | April 7, 2009 pukul 8:42 am | Balas
saya senang dapat support secara tidak langsung dari informasi yang terakumulasi di Pak Egi..Mudah-mudahan ada banyak egi2 yang lain sehingga informasi seperti ini terdistribusi kembali ke publik…dan dapat memperbaiki kondisi industri kita dan negara kita secara umum ya….
egismy | April 8, 2009 pukul 6:00 pm | Balas
terimakasih bu erna…..
Reza | Juni 1, 2009 pukul 5:43 pm | Balas
maaf pak saya mau buat skripsi tentang industri tekstil di indonesia khususnya berhubungan dengan kebijakan moneter, saya mau tanya keterkaitan antara kebijakan moneter dan TPT apa? dan proxy perkembangan industri dilihat dari apa??
terima kasih
egismy | Juni 6, 2009 pukul 11:20 am | Balas
pak, hubungannya dengan kebijakan moneter yg paling sangat mendasar adalah finance sbg salah satu penentu utk daya saing produk dan yang lainnya adalah energi (listrik, bbm, batubara, gas), man power (skill, produktivitas) dan infrastruktur (port, transportasi darat). sedangkan utk perkembangannya sangat mudah dilihat dari kontribusinya, baik secara ekonomi (penghasil devisa), sosial (penyerap tenaga kerja), politik (sebagai power utk negosiasi dng negara lain) dan lainnya yg tidak langsung seperti perbankan, perpajakan, lingkungan masyarakat setempat…..
yulz | Juni 19, 2009 pukul 1:36 pm | Balas
pak, menurut bapak prospek industri garmen skrg gmn?
msh prospek untuk investasi atau pembiayaan kredit bank atau tidak??
trimakasih ^^v
egismy | Juni 19, 2009 pukul 4:37 pm | Balas
- berdasarkan data ekspor industri TPT nasional th 2004 s/d 2008, rata-rata utk nilai ekspornya sekitar 60% didominasi oleh produk garment. dan ini akan tetap berkembang, karena didukung oleh industri tekstil lokal sebagai penyedia bahan bakunya, bukan bahan baku yg berasal dari import (selain mahal krn biayanya dan juga tdk efisien utk waktu, cost, tenaga, pikiran). sedangkan prospeknya, diproyeksikan konsumsi akan produk garment tetap tumbuh seiring dng pertumbuhan jumlah penduduk (baik di Indonesia maupun dunia) dan juga perubahan yg cepat untuk trend fashion dunia, khususnya pasar AS, UE, Jepang.
- kalau prospeknya untuk investasi/pembiayaan kredit bank, sebaiknya perbankan nasional lakukan research & development terhadap industri TPT nasional, sehingga dunia perbankan nasional tersebut dapat menilai secara jelas dan pasti. tapi utk gambarannya saja, lima tahun kebelakang, kontribusi industri TPT nasional untuk negara (devisa maksudnya) rata-rata selalu diatas USD 5 miliar dengan penyerapan tenaga kerja langsung sebanyyak 1,2 juta pekerja.
intan | Agustus 31, 2009 pukul 8:55 am | Balas
Pak, kalo menurut penelitian Bapak, kinerja industri TPT sampai 2009 ini semakin baik/ buruk?Adakah data yang bisa membuktikan hal tersebut?Tks
egismy | September 1, 2009 pukul 4:34 pm | Balas
bu intan…berdasarkan estimasi API utk akhir tahun ini, kinerja industri TPT nasional hanya tumbuh 2,18% atau dng nilai USD 10,63 miliar (2008 sebesar USD 10,40 miliar) yang didasarkan atas:
1. konsumsi dari pertumbuhan jumlah penduduk dunia (sekitar 3% per tahun) maupun di indonesia (sekitar 3,6% per tahun) serta perubahan yg cepat atas trend fashion dan life style.
2. pasar TPT terus tumbuh termasuk pasar dalam negeri yang merupakan potensi besar dan dekat.
3. struktur industri TPT nasional yang terintegrasi (dari hulu s/d hilir) dan ini sudah lebih dari 10 tahun.
4. ini yg paling penting, yaitu full support dari pemerintah atas iklim usaha dalam negeri, seperti financing, energy, tenaga kerja, infrastruktur pelabuhan & transportasi. karena di era globalisasi utk persaingan bukan hanya industrinya tetapi juga pemerintahnya, utk saat ini pemerintah indonesia kalah bersaing dengan pemerintah negara lain, khusunya kebijakan-kebijakan di financing, energy, tenaga kerja, infrastruktur pelabuhan & transportasi, yang akhirnya berimbas ke industrinya…..
ihsan | September 8, 2009 pukul 1:25 pm | Balas
mohon bantuannnya 190 perusahaan TPT itu ada di mas ya….
egismy | September 8, 2009 pukul 4:50 pm | Balas
mas…utk itu dapat dilihat ke http://www.indonesiatextile.com & tentunya daftar dulu….
buchin | September 9, 2009 pukul 12:54 pm | Balas
Pak, ada g data kinerja industri tekstil 5 tahun terakhir?terima kasih sebelumnya
egismy | September 10, 2009 pukul 8:56 am | Balas
pak, dapat dilihat di http://www.indonesiatextile.com ….
winda | Oktober 20, 2009 pukul 11:14 pm | Balas
menurut bapak era pasar bebas merupakan suatu ancaman bagi industri tekstil atau justru menjadi peluang pasar?????
egismy | Oktober 21, 2009 pukul 11:41 am | Balas
dua-duanya, peluang sekaligus ancaman dan kata kuncinya adalah peningkatan daya saing (faktor2nya ada di internal dalam negeri, yaitu: perpaduan fiskal & moneter, energi, tenaga kerja, infrastruktur pelabuhan & transportasi) dalam usaha untuk memenuhi tuntutan pasar dimanapun juga sama permintaannya, yaitu: competitive price, high quality, on-time delivery…..
Heru | Februari 4, 2010 pukul 2:47 pm | Balas
salam kenal Pak. Menurut data yg saya dapat (BPS), neraca perdagangan TPT kita dengan China negatif. apa pendapat Bapak untuk bisa mengimbangi produk China?
egismy | Februari 4, 2010 pukul 3:26 pm | Balas
pak, kalau untuk mengimbangi berarti kita harus melihat apa saja yg telah di support pemerintahnya utk industrinya yg antara lain seperti suku bunga komersiilnya, perpajakan utk ekspornya, produktivitas tenaga kerjanya, infrastruktur pelabuhannya, dan lainnya yang pada intinya adalah faktor2 utk meningkatkan dayasaing…
Nessa | Februari 5, 2010 pukul 2:06 pm | Balas
Salam kenal Pak Egismy
Pak, kita tahu CAFTA telah berlaku sejak 1 Januari 2010 kemarin. Melihat ketimpangan yang begitu besar antara produktivitas industri tekstil Cina dengan industri tekstil Indonesia, maka timbul keraguan mengenai kemampuan Indonesia dalam bersaing di dalam CAFTA ini. Menurut Bapak, mampukah kita bersaing menghadapi serbuan produk Cina? lalu melihat ketimpangan yang begitu besar antara kondisi industri tekstil kita dengan cina, sebenarnya apa sih yang sudah kita lakukan, khusunya pemerintah Indonesia, dalam menghadapi CAFTA, dimana CAFTA itu sendiri kan bukanlah suatu hal yang dadakan. CAFTA sudah dibentuk beberapa tahun yang lalu. Sejak 2003-2004, kita sudah mengetahui bahwa 2010 akan terjadi free trade, namun kenapa masih banyak argumen2 ketidaksiapan industri kita simpang siur di media? Apakah selama 5-6 tahun itu kita tidak melakukan persiapan apapun, sehingga giliran sudah tiba waktunya barulah semua pihak ribut membenahi industri domestik? Memang kita harus menunggu berapa lama sampai industri kita siap? Saya rasa 5-6tahun itu seharusnya cukup untuk membenahi diri untuk menghadapi tantangan global tsb.
Menurut Bapak bagaimana?
egismy | Februari 5, 2010 pukul 8:11 pm | Balas
salam kenal,
1) kalau ditanyakan apakah produk textile & garment Indonesia mampu atau tidak utk bersaing di pasaran, tentunya kita melihat kembali faktor-faktor apa yang dapat membuat produk kita berdayasaing. kan yang jadi masalah adalah industri textile & garment China ini di full support oleh pemerintahnya, baik itu dalam suku bunga kemersiil, produktivitas & skill pekerjanya, sistem perpajakannya, transportasi pelabuhannya utk export, dan lainnya yang pada intinya membuat produk mereka menjadi berdayasaing tinggi.
2) sebenarnya dukungan penuh dari pemerintahnya tsb, sah-sah saja…pertanyaannya???…kenapa kita (baca: pemerintah Indonesia) tidak melakukan hal serupa???, kenyataannya, saat ini kita malah panik sendiri kan???
3) ACFTA ini sudah ditandatangani sejak th 2004 & Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) sebenarnya sudah mengantisipasi hal tersebut, yaitu sejak th 2003 dari API sudah memberikan gambaran kepada pemerintah kita apa-apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah China untuk industri textile & garment-nya, seperti mereka telah melakukan peremajaan mesin sejak tahun 2002 (kita di Indonesia baru melakukan hal serupa th 2007, padahal API mengusulkan th 2005), peningkatan produktivitas & skill pekerjanya dilakukan oleh pemerintahnya (kita di Indonesia, sejak th 1997 sudah tidak ada lagi program tsb, tapi hingga saat ini yg dibicarakan selalu kenaikan upah sementara produkvitas & skill nya tdk pernah dibahas), kebutuhan energi (listrik, bahan bakar minyak, batubara, gas) untuk dalam negeri lebih diutamakan, sisanya baru di export (di kita, kecuali listrik yg tarifnya tdk jelas, utk kebutuhan dalam negeri hanya 20% & selebihnya di export, padahal API sejak th 2006 sudah minta bahwa utk kebutuhan dalam negeri itu minimal 60%), suku bunga komersiil, disana antara 5% – 6% (di kita, 14% & API sejak th 2006 sudah membicarakan hal tsb dgn BI sampai lebih dari 60 kali pertemuan & hasilnya…tdk ada perubahan), perlindungan pasar dalam negeri dari produk-produk impor, API sudah membicarakannya sejak th 2005, tp ditanggapinya th 2008 yaitu keluarnya peraturan ttg mengatur masuknya barang-barng impor di 5 pelabuhan di Indonesia…..jadi sebenarnya kita ini sudah mengetahui & sudah pula menginventarisir (dapat dilihat pada Inpres No. 3 Tahun 2006…kalau tdk salah dilanjuti dng Inpres No. 6 Tahun 2007), yg jadi masalah bagaimana mengkoordinasikan para pihak yg bertanggungjawab atas faktor-faktor utk meningkatkan dayasaing tsb…di Republik yg kita cintai ini, koordinasi sangat mahal…..
4) jadi, untuk ACFTA ini (termasuk juga FTA ASEAN dengan India, Korea, Jepang, Australia & New Zealand) yg harus bersaing & mempunyai dayasaing bukan hanya industri textile & garment nasional tapi juga pemerintah Indonesia…..dan selama tidak ada koordinasi antar departemen ditambah lagi masalah-masalah yg nomor di 3) belum bisa terwujud…sangat sulit kita bicara persaingan yang fair…..
Heru | Februari 10, 2010 pukul 8:29 am | Balas
terima kasih atas jawaban pak Egy, ada hal lagi, 1). bagaimana supaya masyarakat kita tetap menggunakan produk dalam negeri? 2).spesisifikasi teknis apa yg menjadi kelebihan produk kita sehingga produk kita lebih aman/tidak membahayakan, nyaman, atau sesuai dengan pola perilaku dan budaya masyarakat kita, dan ini yang mungkin dapat dijadikan ‘technical barrier’ terhadap produk China? 3). banyak produk China yg juga merupakan bahan baku industri garment/produk tekstil, seberapa dampaknya bila kita menghalangi produk China masuk ke Indonesia? Mohon pendapat Bapak.
Deny Fiskal Univ Indonesia | Maret 19, 2010 pukul 3:36 am | Balas
Kan CAFTA sudah Berlaku mulai 2010 ini untuk produk tekstil, apa sudah mulai ada pengaruhnya ke Industri tekstil dan produk tekstil indonesia?
Dalam Mengantisipasi dampak CAFTA, Sebaiknya apa tindakan nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah?
Terima Kasih Pak dan Salam Kenal
egismy | Maret 20, 2010 pukul 11:15 am | Balas
…pengaruhnya pada produk sejenis dan dirasakan oleh industri yang pasarnya domestik, dan itu kasat mata, lihat saja di pusat2 perbelanjaan utk produk TPT seperti mall, factory outlet, dep.store, dan lainnya…dan pengaruh ini juga dapat dikatakan tidak saja krn CAFTA, sebelumnya juga sudah ada…
…yg wajib dilakukan pemerintah, pembenahan internal iklim usaha dalam negeri seperti: pembiayaan, energi, tenaga kerja, infrastruktur pelabuhan, perlindungan pasar dalam negeri…
Deny Fiskal Univ Indonesia | Maret 21, 2010 pukul 11:55 am | Balas
Kalau dr segi Perpajakannya Apa Pak? kebetulan permasalahan ini mau saya angkat menjadi judul skripsi saya..izin pak bwat ambil data dr blog Bapak.tks
dee_candle | Juni 3, 2010 pukul 7:26 pm | Balas
salam kenal pak, saya dian
kira2 menurut Pak Egy, yg menjadi karakteristik dari industri textile apa ya? terutama untuk industri kecil,,,
terima kasih sebelumnya.
egismy | Juni 3, 2010 pukul 9:06 pm | Balas
UKM TPT umumnya:
- skala usahanya kecil, struktur permodalannya sangat bergantung pada modal tetap, orientasi pasar hanya domestik dengan aktivitas pokoknya adalah memenuhi kebutuhan dasar golongan ekonomi lemah.
- status usahanya sebagian besar bersifat pribadi atau kekeluargaan, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan setempat, sangat sederhana dalam mengadopsi teknologi termasuk penerapan manajemen dan administrasi.
Etsha Sarnie | Juni 21, 2010 pukul 8:58 pm | Balas
Pak, izin mengutip sedikit. Terimakasih sebelumnya.
egismy | Juni 22, 2010 pukul 4:50 pm | Balas
silahkan bu etsha…
memey | Juni 28, 2010 pukul 4:48 am | Balas
Assalamu’alaikum…lam kenal Pak, mau tanya…
1. Apa saja sih yang mempengaruhi naik turunnya penyerapan tenaga kerja untuk industri tekstil (di DKI Jakarta khusunya)?
2. Belum begitu tau tentang CAFTA, cara membedakan yang mana punya cina yang mana punya Indonesia kaya gimana Pak?
makasih untuk jawabannya nanti…
Assalamu’alaikum…
egismy | Juli 5, 2010 pukul 12:14 pm | Balas
wa’alaikumsalam…
1. iklim usaha yg positif, yaitu yang mendukung industri/perusahaan utk melakukan perluasan usaha maupun investasi baru…
2. info CAFTA, coba dilihat di websitenya ASEAN Secretariat atau website2nya media cetak nasional…
3. utk membedakan mana produk Indonesia, mana produk China…harus langsung ke pasar…
shofwan | Oktober 2, 2010 pukul 6:41 am | Balas
salam kenal,
mohon izin untuk mengutip beberapa bagian dari tulisan Bapak.
terima kasih.
egismy | Oktober 2, 2010 pukul 2:48 pm | Balas
silahkan pak…
terimakasih kembali…
Optom Tekstil | Desember 8, 2010 pukul 10:42 pm | Balas
silahkan bu etsha…
rahadian | Januari 18, 2011 pukul 8:01 pm | Balas
salam kenal
semakin mencintai dunia pertekstilan Indonesia,beruntung saya lahir di kota Jepara yang terkenal penghasil tenun, Tenun Troso
Ini kabar yang sangat menarik,terima kasih
egismy | Januari 20, 2011 pukul 1:13 pm | Balas
salam kenal…
aya | Februari 28, 2011 pukul 12:27 pm | Balas
salam kenal pak,
Mohon bantuannya untuk keperluan penyusunan skripsi sy..
bagaimanakah perkembangan industri tekstil di tengah kondisi yg semakin tdk menentu saat ini? adakah info data perhitungannya, khususnya di wilayah bandung? sy mencoba untuk membuka link http://www.indonesiatextile.com/ tapi tidak bisa, apakah alamatnya sudah berubah?
atas perhatiannya sy ucapkan terima kasih banyak
egismy | Maret 1, 2011 pukul 5:21 pm | Balas
salam kenal,
untuk propinsi jawa barat maupun propinsi lainnya, sepengetahuan saya data statistik yang ada hanya pada perdagangannya tekstil dan produk tekstil (TPT) saja. sebaiknya kalau untuk skripsi data statistik yang dipakai atau dijadikan acuan adalah TPT secara nasional
demikian dan terimakasih
yunita | Maret 14, 2011 pukul 9:13 am | Balas
salam kenal bapak..
saya mau tanya apakah resesi di as mempengaruhi ekspor tekstil dan produk tekstil indonesia ke as.. apakah ekspornya menurun atau semangin melonjak atau biasa2 ajah.. mohon bantuan datanya pak..sebelumnya terimakasih pakk…
egismy | Maret 14, 2011 pukul 6:56 pm | Balas
salam kenal juga…
pasti terpengaruh dan yang terpengaruh bukan hanya Indonesia tetapi juga produsen2 textile & clothing (t&c) dari negara lain, karena hingga kini pasar AS merupakan pasar utama. untuk pengaruhnya bagi produk t&c Indonesia pada tahun 2008 nilai ekspor Indonesia ke AS sebesar USD 4,2 miliar dan tahun 2009 turun menjadi sebesar USD 4,0 miliar. pada tahun 2010 nilainya naik jika dibandingkan tahun 2009, data statistik yang ada baru bulan jan-oct 2010 nilainya USD 3,9 miliar atau naik sebesar 14,6% dibanding tahun 2009 (jan-oct) nilainya USD 3,4 miliar…
Jack | Mei 22, 2011 pukul 5:58 pm | Balas
Salam kenal Pak Egismy,
Suya numpang mengutip yah untuk bahan skripsi saya.
Skripsi saya tentang “Pengembangan Industri Sarung Tangan Rajut di JawaTimur/Indonesia”.
Sekalian apabila bapak punya referensi tentang industri sarung tangan rajut di jawa timur/indonesia, saya sudah cari di BPS tapi masih kurang lengkap.
Mohon bantuannya untuk dikirim email jika ada yah pak.
Terima kasih
egismy | Mei 24, 2011 pukul 12:54 pm | Balas
silahkan pak…
pak, perusahaannya yang menjadi anggota API jawa timur hanya 2 perusahaan, dan itupun bahan bakunya adalah dari recycle textile waste…sedangkan perusahaan yang lainnya di wilayah bandung (1 perusahaan), di jawa tengah (2 perusahaan)…
riana | Mei 24, 2011 pukul 6:34 am | Balas
salam kenal pak,
saat ini saya sedang menyelesaikan TA mengenai perusahaan garment..
mohon diijinkan untuk mengutip sedikit tulisan bapak..
tetapi saya membutuhkan nama lengkap bapak..terimakasih sebelumnya..
egismy | Mei 24, 2011 pukul 12:56 pm | Balas
silahkan bu…
nama saya ernovian.g. ismy…