Academia.eduAcademia.edu

Makalah Alfiyatu Romaniyah B01 019 004

MAKALAH DO NOT RESUSCITATE Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah”MANAJEMEN FORMULIR REKAM MEDIS” Dosen Pengempu : Ratih Kumala Dewi, M.Kes Disusun oleh Alfiyatu Romaniyah B01.019.004 PRODI S1 MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NASIONAL KARANGTURI SEMARANG 2021 i KATA PENGANTAR Puji syukur panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga berhasil menyelesaikan tugas dalam bentuk makalah yang berjudul “DO NOT RESUSCITATE” dengan tepat waktu.Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Formulir Rekam Medis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ratih Kumala Dewi, selaku Dosen pengampu Mata kuliah Manajemen Informasi Rekam Medis. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semarang,16 juni 2021 Penyusun ii DAFTAR ISI DAFTAR ISI COVER......................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1 1.3. Tujuan............................................................................................................. 2 BAB II. PEMBAHASAN 2.1. Pengertian DO NOT RESUSCITATE ........................................................... 3 2.2. Dasar Bioetika Dan Kaitannya Dengan CPR ................................................ 4 2.3. Kebijakan Dan Standar Prosedur Operasi ................................................... 6 BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 8 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 9 iii iv BAB I PENDAHULIAN 1.1. Latar Belakang DNR merupakan instruksi medis yang diberikan oleh dokter untuk tidak melakukan resusitasi jantung paru (RJP) pada pasien jika napasnya berhenti atau jantungnya berhenti berdenyut. Resusitasi merupakan tindakan yang invasif (melukai jaringan tubuh). Ketika prosedur resusitasi dilakukan, tidak memungkinkan bagi keluarga untuk bisa berada berada dekat dengan pasien di saat (mungkin) terakhirnya. Prosedur resusitasi sendiri meliputi tindakan kompresi dada, kejut listrik jantung, pemasangan selang bantu napas, dan obat-obatan emergensi. Wacana DNR mulai dimunculkan dan didiskusikan dengan pasien atau keluarganya ketika pasien tersebut dinilai memiliki risiko besar untuk terjadi henti napas dan henti jantung. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan DNR, seperti faktor agama, budaya, probabilitas keberhasilan dan harapan hidup, serta psikis pasien dan keluarga. Instruksi DNR dikeluarkan jika ada permintaan pasien, atau dokter menimbang bahwa tindakan RJP tidak akan membantu, atau kualitas hidup pasien akan tetap sangat rendah walaupun setelah dilakukan RJP ia dapat kembali bernapas dan jantung berdenyut. Prosedur DNR bukan berarti menyerah pada keadaan. Hal yang tidak dilakukan pada prosedur DNR hanya tindakan resusitasi, sementara nutrisi, obat-obatan anti nyeri, maupun pengobatan lain tetap diberikan pada pasien DNR. 1.2. Rumusan Masalah a. Apa yang dimaksud dengan DNR? b. Apa yang berkaitan bioethics dengan CPR? c. Bagaimana kebijakan dan standar prosedur operasi 1 1.3. Tujuan a. DNR adalah pertintah yang memberitahu tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. b. Berkaitan bioethics dengan CPR adalah Beneficence, non-maleficence, otonomi, keadilan c. Kebijakan adalah ketentuan-ketentuan yang memuat prinsip-prinsip yang menjadi pedoman cara bertindak yang terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Jika organisasi dan kebijakan manajemen tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan atau tidak mendukung, akan sulit untuk mengharapkan kesehatan yang berkualitas baik jasa. 2 BAB II PEMBAHASAN 2.1. Pengertian DO NOT RESUSCITATE DO NOT RESUSCITATE(DNR) adalah prtintah yang memberitahu tenaga medis untuk tidak melakukan CPR.ini berarti bahwa dakter, perawat, dan tenaga medis darurat tidak akan mencoba CPR darurat jika pasien bernafas atau jantung berhenti. Perintah DNR digunakan untuk sekitar dua dekade Argumen untuk penggunaan DNR termasuk meningkatkan otonomi pasien, menghindari tindakan medis yang siasiaintervensi, dan biaya rawat inap. Banyak sekali penelitian telah menunjukkan bahwa dalam situasi klinis tertentu, CPR hampir selalu sia-sia. Tugas dokter adalah mengomunikasikan keduanya pengetahuannya tentang kemungkinan apa yang terjadi, dan hasil yang dapat dicapai dari CPR ke pasien dan keluarga pasien dan kemudian membantu pasien atau keluarga dalam mengambil keputusan tentang resusitasi ini. Kunci untuk proses ini adalah tindakan awal, komunikasi yang efektif antara dokter, pasien dan keluarga pasien. Di Amerika Serikat Serikat, American Medical Association pertama kali merekomendasikan bahwa keputusan untuk melakukan resusitasi secara formal di dokumentasikan dan dikomunikasikan. Ditegaskan juga bahwa CPR dimaksudkan untuk pencegahan (mendadak / terminal) kematian, bahwa kebijakan DNR eksplisit segera diikuti, dan bahwa hak pasien untuk menentukan nasib sendiri adalah dipromosikan. Pada akar perdebatan, diasumsikan bahwa pasien akan selalu memilih resusitasi, dan apa pun itu sebaliknya membutuhkan persetujuan eksplisit mereka. Kritikus mempertanyakan pendekatan seperti itu dan berargumen bahwa CPR tidak pernah dimaksudkan dalam semua situasi, oleh karena itu CPR hanya ditawarkan untuk mereka yang terindikasi secara medis. Namun, pada tahun 1983, komisi presiden 3 untuk studi masalah etika di obat tidak setuju, upaya resusitasi dilakukan di hampir semua kasus, dan pasien dianggap telah persetujuan implisit untuk CPR. Dengan demikian, CPR menjadi standar peduli. Perintah DNR kemudian diterapkan di semua rumah sakit lingkungan. 2.2. Dasar Bioetika Dan Kaitannya Dengan CPR Secara umum ada 4 prinsip yang berkaitan dengan biotika yang selalu diperhitungkan dalam pertimbangan masalah terkait dengan bioetika medikolegal,yaitu: 1. Beneficence Yaitu prinsip yang harus dimiliki seorang dokter berbuat baik,menghormati martabat manusia, dan harus berusaha sebaik mungkin untuk menjaga pasiennya dalam keadaan sehat. Poin utama dari Prinsip beneficence sebenarnya menekankan bahwa seorang dokter harus mengambil langkah atau tindakan yang memiliki efek lebih baik daripada good buruk sehingga pasien mendapat kepuasan tertinggi. Prinsip kebaikan dalam CPR adalah memulihkan kesehatan dan fungsinya serta menghilangkan rasa sakit dan penderitaan. Meskipun dikatakan bahwa proses penuaan dikaitkan dengan akumulasi berbagai kelemahan dan penyakit dimana ada pengobatan jangka panjang dan penurunan fungsi tubuh, itu adalah masih salah satu prediktor hasil CPR yang buruk. 2. Non-Maleficence Yaitu prinsip dimana adokter tidak boleh melakukan tindakan atau tindakan yang dapat memperburuk keadaan kondisi pasien. Jadi, dokter harus mempertimbangkan dan memilih prosedur dengan risiko paling kecil. Konsep "jangan menyakiti" adalah di jantung prinsip non-maleficence dan ini prinsip juga dapat diterapkan pada keadaan darurat atau darurat situasi. Tingkat kerusakan otak yang terkait dengan CPR bervariasi antara 10-83%. Dalam satu penelitian, 55 dari 60 anak 4 meninggal karena CPR berkepanjangan; Kelima anak itu selamat dalam kegigihan kondisi koma atau status vegetatif pada saat rawat inap. Banyak pasien dengan disabilitas berat diikuti oleh kerusakan otak berada dalam kondisi yang sama dengan kematian. CPR berbahaya dan destruktif ketika risiko otak kerusakan relatif tinggi. Sejak gangguan aliran darah ke otak atau jantung dapat menyebabkan kerusakan serius, CPR dapat dianggap berhasil hanya jika dilakukan tepat waktu 3. Otonomi Merupakan prinsip yang dimiliki seorang dokter wajib menghormati martabat dan hak asasi manusia, khususnya hak untuk menentukan nasib sendiri. Terkait dengan ini, pasien harus mendapatkan hak untuk berpikir logis dan mengambil keputusan sesuai untuk keinginannya. Selain dihormati secara etis, otonomi adalah dihormati secara hukum. Dalam hal otonomi, pasien dirujuk ke sini ada pasien yang bisa berkomunikasi, dewasa, bisa pertimbangkan untuk menyetujui atau menolak rencana tindakan medis. Otonomi pasien harus dihormati secara etis dan dalam banyak hal negara yang dihormati secara hukum. Namun, ini membutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi untuk dapat menyetujui atau menolak medis prosedur, termasuk CPR. Di Amerika Serikat, pasien dewasa dianggap memiliki kapasitas pengambilan keputusan kecuali jika pengadilan telah memutuskan bahwa mereka tidak kompeten untuk keputusan tindakan medis sedangkan di pengadilan negara lain keputusan tidak diperlukan untuk pasien dengan ketidakmampuan seperti seperti mereka yang mengalami gangguan jiwa. 4. Keadailan Yaitu asas dimana seorang dokter berkewajiban untuk memperlakukan pasiennya secara adil, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, ras, agama, tingkat ekonomi, sosial posisi, dan sebagainya. Memikirkan asas keadilan meliputi: penciptaan hak 5 untuk menerima sesuatu, persaingan untuk keuntungan pribadi dan keseimbangan tujuan sosial. Masalahnya adalah nilai moral keadilan harus dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan peduli kepada mereka yang membutuhkannya dengan efek yang menguntungkan, karena keadilan diperlukan untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam perlakuan yang sering muncul di masyarakat. Dokter harus menyesuaikan diri dengan masyarakat sumber pendapatan untuk memperlakukan mereka berdasarkan pada umumnya disediakan sumber pendapatan seperti dari asuransi swasta, atau dukungan institusional langsung atau pemerintah. Namun, untuk menentukan apakah nilai keadilan moral adalah diperlukan untuk kelayakan minimum penyediaan medis layanan untuk tujuan ini, harus dinilai seberapa penting masalah yang dihadapi, oleh karena itu diusulkan bahwa dasar pelayanan kesehatan harus: (1) mencegah, mengobati, dan mengupayakan satu tahun kelangsungan hidup lebih dari 75 persen (2) menghasilkan lebih sedikit toksisitas atau kecacatan jangka panjang (3) bermanfaat dan (4) adalah jauh lebih menguntungkan daripada merusak. 2.3. Kebijakan Dan Standar Prosedur Operasi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti kepada informan di Rumah Sakit “PW”, belum ada kebijakan SOP mengenai kelengkapan pengisian formulir Informed DNR . SOP mengatur bagaimana proses pekerjaan dilakukan, siapa yang harus mengerjakan, siapa yang bertanggung jawab, siapa yang memberi persetujuan, kapan dilakukan, dokumen apa yang harus disiapkan, dan keterangan pendukung lainya . SOP pada dasarnya berisi prosedur operasi standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusa, langkah, atau tindakan, dan pengguna fasilitas pengolahan yang dilakukan orang-orang di suatu organisasi, telah berjalan efektif, konsisten, standar, dan sistematis. Kebijakan dalah 6 ketentuan-ketentuan yang memuat pribsip-prinsip sebagai pedoman cara bertindak yang terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu. Jika kebijakan organisasi dan manajemen tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan atau tidak mendukung, maka sulit mengharapkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Menurut Khan (2010), informed consent merupakan persetujuan tindakan medis atas sesuatu yang dapat dilakukan terhadaap pasien. Sedangkan Do Nit Resuscitate (DNR) adalah perintah untuk tidak melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika terjadi masalah kegawatdaruratan pada jantung pasien atau henti napas. DNR umumnya berarti bahwa pasien tidak menerima CPR pada saat henti jantung, sehingga tidak ada tindakan penyelamat medis di DNR (Amestiasih & Nekada, 2017). 7 BAB III PENUTUP 2.1. Kesimpulan DNR atau do-not-resuscitate adalah perintah yang memberitahu tenaga medis untuk tidak melakukan CPR. Ini berarti bahwa dokter, perawat, dan tenaga medis darurat tidak akan mencoba CPR darurat jika pasien bernafas atau jantung berhenti.menurut penelitian Kebijakan SOP mengenai kelengkapan pengisian formulir Informed DNR belum ada . SOP mengatur bagaimana proses pekerjaan dilakukan, siapa yang harus mengerjakan, siapa yang bertanggung jawab, siapa yang memberi persetujuan, kapan dilakukan, dokumen apa yang harus disiapkan, dan keterangan pendukung lainya . SOP pada dasarnya berisi prosedur operasi standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusa, langkah, atau tindakan, dan pengguna fasilitas pengolahan yang dilakukan orang-orang di suatu organisasi, telah berjalan efektif, konsisten, standar, dan sistematis. 8 DAFTAR PUSTAKA Medicolegal Bioethics Study Regarding Refusal of Cardio Pulmonary Resuscitation Stated in the DoNot-Resuscitate Form (Sudra & Mahawati, 2021) Analysis of Design Form “Do Not Resuscitate” (Resuscitate, 2020) 9