BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa perlu terus dilestariakan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Produksi, dan penggunaan obat tradisional di Indonesia memperlihatkan kecendrungan terus meningkat, baik jenis maupun volumenya. Perkembangan ini telah mendorong pertumbuhan usaha di bidang obat tradisional, mulai dari usaha budidaya tanaman obat, usaha industri obat tradisional, penjaja dan penyeduh obat tradisional atau jamu. Bersamaan itu upaya pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan kesehatan formal juga terus digalakkan melalui berbagai kegiatan uji klinik kearah pengembangan fito farmaka (Ditjen POM, 1999).
Pada dasarnya pembuatan obat tradisional memiliki prinsip yang sama dengan pembuatan obat sintetik pada umumnya. Hanya saja pada pembuatan obat tradisonal bahan baku (raw material) yang berupa simplisia ataupun ekstrak perlu mendapatkan perhatian yang lebih dalam prosesnya. Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia atau ekstrak yang digunakan sebagai bahan bakunya harus telah memenuhi persyaratan mutunya, baik parameter standar umum (kadar air, kadar abu, susut pengeringan dan bobot jenis) maupun parameter standar spesifik (organoleptik, senyawa pelarut dalam pelarut tertentu, uji kandungan kimia dalam ekstrak dan penetapan kadar). Standarisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Salah satu parameter penting dalam standarisasi adalah profil profil metabolomic (metabolic profiling). Plant metabolomic adalah parameter standarisasi yang digunakan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder tanaman. Kandungan metabolit sekunder ini mempengaruhi efek farmakologi dari suatu tanaman, dimana kandungan kimia ini sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan, panen. Banyaknya faktor yang mempengaruhi kandungan kimia mengakibatkan masing-masing tanaman memiliki profil plant metabolomic yang berberda (Hanani, 2000).
Rumusan Masalah
Ada beberapa hal yang akan di bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Apa pengertian dari Obat Tradisional ?
Apa pengertian dari Standarisasi Obat Tradisional ?
Apa tujuan dari Standarisasi Obat Tradisional ?
Apa saja parameter-parameter Standarisasi Obat Tradisional ?
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari Obat Tradisional
Untuk mengetahui pengertian dari Standarisasi Obat Tradisional
Untuk mengetahui tujuan dari Standarisasi Obat Tradisional
Untuk mengetahui parameter-parameter dalam Standarisasi Obat Tradisional
BAB II
STANDARISASI OBAT TRADISIONAL
Definisi
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit (Ditjen POM, 1994).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Dirjen POM, 1994).
Obat tradisional sudah sangat pesat perkembangannya di Indonesia. Peredaran obat tradisional di Indonesia harus memenuhi persyaratan dan aturan yang telah ditetapkan dalam KEPMENKES No. 661/MENKES/SK/VII/1994. Berdasarkan aturan tersebut, Maka sangat penting untuk melakukan suatu prosedur yaitu Standarisasi Obat Tradisional.
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu persyaratan yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. Pada pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial). Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti. Standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif, kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif belum diketahui dengan pasti). Bila digunakan senyawa karakter pada upaya standardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan secara fisika, kimia, maupun biologi (Made, 2017).
Standarisasi adalah sebuah alat untuk melakukan kontrol kualitas terhadap seluruh proses pembuatan obat tradisional dari tahap penyiapan raw material, bahan jadi (ekstrak), proses produksi obat tradisional, dan obat tradisional itu sendiri. Kualitas obat tradisional sangat dipengaruhi oleh metode harvesting, drying, storage, transportation, processing (Kunle, et al., 2012).
Tujuan Strandarisasi Obat Tradisional
Menurut Suradi 2003, tujuan dari standarisasi obat tradisional sebagai berikut :
Keseragaman (agar tidak merusak formula dan khasiat dari obat tradisional itu sendiri) dan yang perlu keseragaman ialah bahan baku dan produk jadinya.
Keberadaan senyawa aktif, sehingga dapat dipercaya efek farmakologinya. Dan efek farmakologi ditentukan oleh penelitian dan pengujian, baik praklinik maupun linik.
Kesamaan dosis, dimaksudkan agar efek farmakologi yang ditimbulkan seragam dan mempermudah pemberian obat tradisional pada masyarakat.
Mencegah pemalsuan, dengan adanya standarisasi masyarakat dapat membedakan produk yang asli ataupun palsu dan meyakinkan adanya keamanan dan khasiat dari obat tradisional tersebut.
Parameter-parameter Standarisasi Obat Tradisional
Dalam standarisasi ada beberapa parameter yang harus diukur atau dianalisis agar bahan obat atau sediaan obat dapat dijamin keamanannya bagi konsumen atau masyarakat pengguna. Adapun parameter- parameter tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu (Made, 2017) :
Parameter non spesifik : berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi : kadar air, cemaran logam berat, aflatoksin, dan lain-lain.
Parameter spesifik : berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa aktif.
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga akan terwujud suatu homogenoitas bahan baku). Berdasarkan hal inilah standarisasi obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
Standarisasi bahan/sediaan (simplisia atau ekstrak terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya).
Standardisasi bahan atau sediaan obat tradisional (simplisia atau ekstrak) adalah stuatu persyaratan dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun terapetik. Pada upaya standardisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan standard yang diharuskan. Pada pelaksanaan standardisasi tersebut perlu pula dilakukan dengan berbagai macam metode (pengujian multifaktorial). Adapun persyaratan yang harus dikontrol dalam standarisasi ini diantaranya adalah :
Sifat sediaan obat
Penggunaan simplisia atau ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan kelarutannya, hal ini dipengaruhi oleh derajat kehalusan partikel. Hal ini dapat dilakukan dengan metoda uji mempergunakan berbagai macam ayakan atau banyaknya partikel persatuan luas secara mikroskopis). Secara organoleptis tentang warna dan bau (uji rasa dilakukan bila telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik). Pengujian warna sediaan didasari atas warna pembanding ekstrak standard atau suatu zat pembanding tertentu. Pada pengujian warna tersebut dapat dipergunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang tertentu.
Pengujian identitas.
Pengujian identitas sangat penting dilakukan untuk mengetahui zat atau senyawa yang mempunyai efek bioaktivitas farmakologis dari sediaan atau bahan obat. Penentuan atau pengujian secara kualitatif dapat dilakukan dengan screening fitokimia terhadap senyawa metabolit sekundernya (golongan senyawa aktif tanaman) dengan mempergunakan reaksi-reaksi pengendapan maupun reaksi-reaksi warna dengan pereaksi-pereaksi tertentu atau menggunakan metode kromatografi. Metodekromatografi (KLT/KLT-densitometri) merupakan salah satu metode yang mempunyai arti yang penting karena dapat mendeteksi senyawa-senyawa atas dasar kromatogram secara keseluruhan (fingerprint) sebelum dipisahkan lebih lanjut. . Disamping kromatografi lapis tipis dapat pula dilakukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT/HPLC) dan kromatografi gas (GC). Secara kuantitatif yaitu penentuan kadar kandungan aktif tanaman obat dapat dilakukan dengan spektroskopi atau KLT-densitometri. Secara garis besarnya kandungan kimia tanaman obat ada 2 yaitu :
Senyawa aktif : senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologis seperti senyawa fenol,flavonoid, terpen,saponin, alkaloid dan Steroid.
Senyawa inert : senyawa-senyawa /zat tambahan yang baik dalam formulasi obat seperti : selulosa, lignin, pati,albumin dan pewarna.
Pengujian kemurnian ekstrak/sediaan.
Uji kemurnian dilakukan untuk melihat cemaran-cemaran atau senyawa-senyawa ikutan yang diakibatkan dari proses pembuatan dari tahap awal sampai tahap akhir. Adanya cemaran atau senyawa ikutan ini dapat disebabkan karena kadar air yang melebihi standar yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi enzimatis atau reaksi hidrolisis terhadap metabolit sekunder sehingga nantinya dapat mempengaruhi efek farmakologis dari metabolit sekunder tersebut.
Kadar air
Salah satu prasyarat kemurnian dan kontaminasi dari sediaan obat adalah penetapan kadar airnya. Kadar air yang tidak sesuai dengan standar dapat mempengaruhi kualitas herbal karena air merupakan salah satu media tumbuhnya mikroorganisme. Adanya mikroorganisme (seperti : jamur ataupun bakteri) dapat mengakibatkan terjadinya perubahan metabolit sekunder aktif dari sediaan obat tersebut karena terjadinya reaksi enzimatis atau reaksi hidrolisis terhadap metabolit sekunder sehingga nantinya dapat mempengaruhi efek farmakologis dari metabolit sekunder tersebut. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa metode tergantung pada senyawa kimia didalamnya seperti misalnya dengan oven biasa, piknometer, titrasi dan destilasi. Kalau dalam sediaan diduga ada minyak atsiri, penentuan kadar air biasanya dapat dilakukan dengan metoda destilasi.
Logam berat
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek yang tidak diinginkan. Untuk keperluan ini dapat digunakan kadar logam berat secara total maupun secara individual (Spektrofotometer Serapan Atom).
Senyawa logam
Sediaan simplisia atau ekstrak tanaman obat dapat tercemar dengan senyawa-senyawa logam (anorganik) pada saat budidaya atau selama proses penyiapannya. Adanya senyawa-senyawa logam ini dapat dilakukan pengujian tentang kadar abu atau kadar abu sulfat.
Kontaminan alkali dan asam
Pengujian terhadap kontaminan tersebut penting, bila berpengaruh terhadap stabilitas ekstrak. Prosedur yang sederhana adalah dengan mengukur pH sediaan dalam bentuk larutan dalam air atau suspensi. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan kertas indikator maupun pH meter (pH meter merupakan alat yang lebih cocok bila dibanding dengan kertas indikator, karena warna kertas indikator dapat terpengaruh dengan warna dari sediaan).
Susut pengeringan
Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal tertentu (jika simplisia atau ekstrak tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap) maka hasil pengukuran identik dengan kadar air.
Kadar residu pestisida.
Kandungan sisa pestisida baik itu organo klor atau organo fosfat atau karbaril atau pestisida lain kemungkinan ada dalam sediaan. Hal ini diduga akibat pencemaran pada saat budidaya, panen atau pasca panen dari tanaman obat tersebut. Kandungan cemaran pestisida dapat diukur dengan spektroskopi, GC, HPLC dan GC-MS.
Cemaran mikroba
Adanya cemaran mikroba diduga terjadi pada saat penyiapan bahan (pengeringan) atau pada saat pembuatan. Identifikasi adanya mikroba yang patogen dilakukan secara analisis mikrobiologis seperti misalnya dengan metoda difusi agar.
Cemaran Kapang, khamir, dan aflatoksin
Adanya cemaran mikroba diduga terjadi pada saat budidaya, panen, proses pengeringan atau selama proses pembuatan. Analisis adanya cemaran jamur secara mikrobiologis dan adanya aflatoksin dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis atau metoda difusi agar.
Parameter sepsifik
Parameter ini meliputi :
Identitas ekstrak (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan, nama Indonesia, dan senyawa aktif yang bertanggung jawab dalam aktivitas dalam ekstrak tersebut).
Uji toksisitas dan organoleptik (bentuk, warna, bau, dan rasa).
Kelarutan senyawa aktif dalam pelarut tertentu.
Standarisasi produk Obat tradisional biasanya dilakukan dalam pengembangan obat tradisional mulai dari jamu, OHT sampai menjadi sediaan fitofarmaka.
Standarisasi produk (kandungan bahan aktif stabil atau tetap)
Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif dapat berupa :
Bahan mentah atau simplisia yang dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasi
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar atau serbik kering yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan fitofarmaka. Kebanyakan simplisia yang beredar saat ini berasal dari tumbuhan. Penamaan dari simplisia menggunakan bahasa Latin. Penamaan Latin secara umum menandai atau menunjukkan salah satu ciri dari simplisia yaitu dari bagian tanaman yang dipakai seperti misalnya radix merupakan bagian akar dari suatu tanaman obat, nama latin lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
No.
Nama latin
Keterangan
1.
Radix
Akar, suatu simplisia disebut radix kadang-kadang berisi rhizoma.
2.
Rhizoma
Merupakan batang yang berada di bawah tanah, tumbuh
mendatar, secara umum membawa akar lateral/cabang
samping.
3.
Tuber
Suatu umbi atau badan yang tebal di dalam tanah,
meupkana jaringan penyimpanan parenkhimalous dan
sedikit ada unsur kayu.
4.
Bulbus
Bawang, seperti batang di dalam tanah yang dikelilingi oleh nutrisi daun.
5.
Lignum
Kayu, termasuk pula di sini selaput kayu yang tipis, yang jumlah kayunya sangat kecil.
6.
Cortex
Kulit kayu
7.
Folium
Daun
8.
Flos
Bunga
9.
Fructus
Buah
10.
Pericarpium
Kulit buah
11.
Semen
Benih atau biji
12.
Herba
Semua bagian tanaman meliputi batang, daun, bunga, dan buah, bila ada.
Tabel 1. Terminologi Penamaan Simplisia
Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasi. Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering dipengaruhi oleh beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk. Karena hal ini akan mempengaruhi kandungan kimia aktif dari simplisia tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang berupa glikosida, alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin dan tanin, mudah terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar matahari, kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme pengganggu. Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat diperlukan agar produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu. Bentuk atau bagian bahan baku yang dipergunakan akan mempengaruhi proses atau tahap-tahap pembuatan serbuk kering (kehalusan) dari simplisia yang nantinya akan mempengaruhi proses ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya keras, cara pengerjannya lain dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah yang lunak.
Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk kasar, tergantung cara masing-masing industri. Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan mempengaruhi proses pembuatan ekstrak, karena semakin halus serbuk akan memperluas permukaan dan semakin banyak bahan aktif tanaman tertarik pada pelarut pengekstraksi. Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai dan derajat kehalusan tertentu karena alat yang dipergunakan dalam pembuatan serbuk juga dapat mempengaruhi mutu ekstrak atau mutu kandungan kimia aktif. Selama penggunaan peralatan pembuatan serbuk akan ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam) yang dapat menimbulkan panas (kalori) yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa aktifnya, sebagai akibat proses hidrolisis akibat panas tersebut. Ukuran partikel atau kehalusan serbuk harus disesuaikan dengan bahannya, proses ekstraksi,cairan penyari, dan lain-lain. Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan bahan baku obat perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau pedoman pemanenan bahan baku. Aturan yang ditetapkan dalam pemanenan dan pengumpulan tanaman obat, bertujuan untuk mendapatkan kadar zat aktif yang maksimal. Pemanenan dilakukan pada dasarnya saat kadar zat aktif paling tinggi diproduksi paling banyak pada tanaman.
Metode pengambilan atau pengumpulan saat pemanenan disesuaikan dengan sifat zat aktif tanaman karena ada yang bisa dipanen dengan mesin dan ada yang harus menggunakan tangan. Sifat-sifat kandungan senyawa aktif tanaman obat dipengaruhi oleh faktor luar maupun dalam diri dari tanaman atau tumbuhan tersebut. Faktor luar antara lain tempat tumbuh, iklim, ketinggian tanah, pupuk, pestisida, dan lain-lain. Faktor dalam meliputi genetik yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Hal ini mengakibatkan variasi kandungan kimia yang cukup tinggi. Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi pedoman dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat yaitu :
Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung). Caranya : buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan dicuci, selanjutnya dikeringkan lagi.
Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan parameter yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan (misal Cucurbitamoschata), perubahan warna (misal melinjo, asam, dll), perubahan bentuk (misal pare, mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saat berbunga.
Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di bagian cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga asimilasi sempurna.
Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah berhenti.
Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas tanah mongering.
Kulit batang dipanen menjelang kemarau. Kandungan kimia juga berbeda-beda jika dipanen pada saat yang berbeda.
Berbagai cara dapat ditempuh dalam mengembangbiakkan tanaman sebagai sumber simplisia diantaranya adalah dengan cara :
Pembibitan tanaman dilakukan dengan benih yang berkualitas dan terstandar.
Bagian tanaman yang bersifat tumbuh seperti batang, seperti misalnya Rheum palmatum dan Qentiana lulea.
Pengembangan pembuahan silang dan mutasi, dengan tujuannya untuk mendapatkan bibit unggul dan berkualitas.
Ekstrak yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup.
Ekstrak dapat cairan segar, ekstrak atau rebusan, tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup, keduanya seperti obat-obat tradisional dan modern. Sediaan obat dalam bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung camapuran senyawa kimia yang kompleks. Masing-masing komponen senyawa mempunyai efek farmakologis yang berbeda-beda dengan efek yang ditimbulkan secara keseluruhan. Komponen senyawa aktif yang terkandung dalam suatu sediaan ekstrak tanaman obat dapat dibedakan atas :
Senyawa aktif utama
Senyawa akti sampingan
Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein, lemak).
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga menimbulkan efek farmakologis secara keseluruhan baik secra sinergis maupun antagonis. Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan disebut senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan; terutama pada senyawa-senyawa aktif yang sudah benar-benar diketahui). Pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain dapat memperkuat atau memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan. Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai :
Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi lebih mahal.
Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui proses pengeringan menjadi tidak berefek.
Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.
Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.
Indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila dibanding dengan indeks terapi dalam bentuk murni.
Penggunaan ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan kelarutannya. Secara sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau (bila telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik, dapt dilakukan uji rasa). Pada ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan kelarutan; untuk ini derajad halus partikel memegang peranan penting (diuji dengan berbagai macam ayakan dan diuji pula banyaknya partikel per satuan luas di bawah mikroskop). Sediaan ekstrak dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu :
Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri
Destilasi fraksional minyak atsiri
Ekstraksi dengan metode maserasi
Ekstraksi dengan metode Perkolasi
Ekstraksi dengan metode Soxhlet
Ekstraksi dengan metode refluks
Ekstrak cair yang diperoleh selanjutnya dipekatkan dengan rotari epavourator sehingga diperoleh ekstrak kental atau kering yang dengan teknologi farmasi atau formulasi dapat dibuat bentuk-bentuk sediaan ekstrak seperti misalnya tablet, kapsul dan lain-lain.
Beberapa Tanaman obat yang dipergunakan untuk produksi ekstrak total atau murni yang terstandarisasi sebagai sediaan fitofarmaka dan dikembangkan menjadi obat modern seprti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2. Tanaman untuk produksi ekstrak total atau murni yang terstandarisasi dan dapat dikembangkan sebagai sediaan fitofarmaka atau obat modern
No.
Tanaman
Ekstrak terstandar
1.
Aloe sp
Ekstrak mengandung 20% hidroksi antrakinon dihitung sebagai aloin.
2.
Atropa belladonna
Ekstrak mengandung 1% alkaloid dihitung sebagai hyoscyamin.
3.
Cassia angustifolia
Ekstrak mengandung 45% senosida dihitung sebagai senosid B.
4.
Capsicum annum
Olearesin mengandung 8-10% capsiccin.
5.
Centella asiatica
Ekstrak mengandung 70% asam triterpen.
6.
Cephaelis ipecacuanhua
Ekstrak mengandung 6% alkaloid dihitung sebagai emetine.
7.
Commiphora mukul resin
Distandardisasi dengan ekstrak etil asetat
mengandung 5-7 % gugulsteron.
8.
Digitalis spp
Ekstrak total digitalis.
9.
Glycyrrhiza glabra
Ekstrak, total atau murni.
10.
Ginco biloba
Teborin untuk problem kardiovaskuler.
11.
Hyoscyamus niger
Ekstrak mengandung 1% alkaloid ditetapkan sebagai hyoscyamine.
12.
Panax ginseng
Ekstrak mengandung 10% saponin dihitung sebagai ginsenosida Rg 1 (kode senyawa).
13.
Valleriana officinalis
Valleriana wallichii
Ekstrak mengandung 1,3% dan 0,75 %
Valepotriats.
14.
Zingiber officinalis
Ekstrak total / oleorisin.
Standarisasi proses
Produksi dan peralatan dalam pembuatan sesuai dengan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik).
Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur tervalidasi yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOTB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Untuk bahan mentah - baik yang dibudidayakan maupun yang hidup secara liar, dan yang digunakan baik dalam bentuk bahan mentah maupun sudah melalui tehnik pengolahan sederhana (misal perajangan atau penghalusan). Tahap kritis pertama dalam proses produksi, dalam hal ini di mana persyaratan teknis ini mulai diterapkan, hendaklah ditentukan dengan jelas. Penjelasan tentang hal tersebut hendaklah dinyatakan dan didokumentasikan. Petunjuk diberikan seperti berikut. Namun untuk proses seperti ekstraksi, fermentasi dan pemurnian, penentuannya hendaklah ditetapkan berdasarkan kasus per-kasus.
Pengumpulan/pembudidayaan dan /atau pemanenan, proses pasca panen termasuk pemotongan pertama dari bahan alamiah hendaklah dijelaskan secara rinci.
Jika diperlukan penghalusan lebih lanjut dalam proses pembuatannya, hendaklah hal tersebut dilakukan sesuai CPOTB.
Dalam hal bahan aktif, sesuai definisi dalam Glosarium, terdiri hanya dari rajangan atau serbuk, aplikasi dari persyaratan teknis ini dimulai pada proses fisik yang mengikuti pemotongan awal dan perajangan, dan termasuk pengemasan.
Jika ekstraks digunakan, prinsip-prinsip dari persyaratan teknis ini hendaklah diberlakukan pada setiap tahap produksi mengikuti proses pasca panen / pasca pengumpulan.
Dalam hal produk jadi diolah secara fermentasi, penerapan CPOTB hendaklah meliputi seluruh tahap produksi sejak pemotongan awal dan penghalusan.
Berikut prosedur produksi Obat Tradisional secara umum :
Bahan hendaklah ditangani dengan cara yang tidak mengubah produk. Pada saat bahan alamiah tiba di pabrik hendaklah langsung diturunkan dan dibongkar. Selama proses ini berlangsung hendaklah bahan alamiah dihindarkan kontak langsung dengan tanah. Lebih lanjut, hendaklah juga dihindarkan dari sinar matahari langsung (kecuali hal tersebut merupakan kebutuhan spesifik, misal pengeringan dengan sinar matahari) dan hendaklah terlindung dari hujan serta kontaminasi mikroba.
Hendaklah diperhatikan “klasifikasi“ atas kebutuhan area terkendali dengan mempertimbangkan kemungkinan kontaminasi mikroba. yang tinggi dari bahan alam. Klasifikasi bangunan yang berlaku untuk area produksi bahan obat kemungkinan tidak bisa digunakan untuk pengolahan bahan alam. Persyaratan yang detil dan spesifik hendaklah dibuat untuk menghindari kontaminasi mikroba atas peralatan, udara, permukaan dan personil, dan juga toilet, utilitas, sarana dan sistem penunjang (misal air dan udara bertekanan).
Hendaklah diperhatikan pemilihan metode pembersihan yang sesuai dengan karakteristik bahan yang diproses. Apabila perendaman bahan dengan air atau bahan lain yang sesuai (misal disinfektan) tidak bisa dihindarkan (misal untuk menghilangkan bakteri coliform), hendaklah digunakan dengan dosis yang sesuai.
Keberadaan bahan dari spesies dan varietas yang berbeda, atau bagian tanaman/binatang yang berbeda hendaklah dikendalikan selama proses produksi untuk mencegah kontaminasi, kecuali telah dijamin bahwa bahan tersebut ekivalen.
Jika dalam Prosedur Produksi Induk disebutkan batas waktu, untuk memastikan kualitas produk antara dan produk jadi, hendaklah batas tersebut tidak dilampaui. Makin sedikit diketahui komponen yang menghasilkan aktifitas terapeutik, hendaklah semakin ketat ketentuan ini ditaati. Meskipun demikian, batas waktu tersebut kemungkinan tidak sesuai ketika proses berjalan untuk mencapai target parameter tertentu (misal pengeringan sampai mencapai spesifikasi yang ditetapkan) karena penyelesaian tahap proses ditentukan oleh pengambilan sampel selama-proses dan pengujian.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila perlu dicatat.
Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada bagian pengawasan mutu.
Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau administratif segera setelah diterima atau diolah, sampai dinyatakan lulus untuk pemakaian atau distribusi.
Semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara teratur pada kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya dan diatur sedemikian agar ada pemisahan antar bets dan memudahkan rotasi stok.
Pemeriksaan jumlah hasil nyata dan rekonsiliasinya hendaklah dilakukan sedemikian untuk memastikan tidak ada penyimpangan dari batas yang telah ditetapkan.
Pengolahan produk yang berbeda hendaklah tidak dilakukan secara bersamaan atau bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya campur baur ataupun kontaminasi silang.
Tiap tahap pengolahan, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap kontaminasi mikroba atau kontaminasi lain.
Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah dan nomor bets. Bila perlu penandaan ini hendaklah juga menyebut-kan tahap proses produksi.
Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna sering kali sangat membantu untuk menunjukkan status (misalnya: karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).
Pemeriksaan perlu dilakukan untuk memastikan pipa penyalur dan alat lain untuk transfer produk dari satu ke tempat lain yang telah terhubung dengan benar.
Penyimpangan terhadap instruksi atau prosedur sedapat mungkin dihindarkan. Bila terjadi penyimpangan maka hendaklah ditangani sesuai prosedur penanganan penyimpangan yang disetujui secara tertulis oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan, bila perlu, melibatkan bagian Pengawasan Mutu.
Akses ke bangunan dan fasilitas produksi hendaklah dibatasi hanya untuk personil yang berwenang.
Pada umumnya pembuatan produk non-medisinal hendaklah dihindarkan dibuat di area dan dengan peralatan yang dikhususkan untuk obat tradisional.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk hendaklah memiliki rancang bangun konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk terjamin secara seragam dari bets ke bets, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya.
Rancang Bangun dan Konstruksi
Peralatan yang digunakan tidak menimbulkan serpihan dan atau akibat yang merugikan terhadap produk.
Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditera menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
Penyaring yang mengandung asbes tidak boleh digunakan.
Bilamana ada ban mekanis terbuka atau kerekan/katrol hendaklah dilengkapi dengan pengaman.
Bahan-bahan yang diperlukan untuk tujuan khusus, seperti bahan pelumas, bahan penyerap kelembaban, air kondensor dan sejenisnya tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah.
Peralatan yang digunakan untuk proses pengemasan hendaklah sesuai dengan sediaan yang dibuat.
Pemasangan dan Penempatan
Peralatan hendaklah ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan pencemaran silang dan untuk memberikan keleluasaan kerja, serta mudah dibersihkan.
Bilamana ada saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang sedemikian rupa sehingga mudah ditangani selama kegiatan berlangsung. Saluran ini hendaklah diberi tanda yang jelas agar mudah dikenal.
Bilamana ada tangki, pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran dan memperkecil kehilangan energi.
Bilamana ada pipa yang menggunakan uap bertekanan hendaklah dilengkapi dengan perangkap uap dan saluran pembuangan yang berfungsi dengan baik.
Jenis Perlatan
Sarana pengolahan produk hendaklah dilengkapi dengan peralatan sesuai dengan proses pembuatan dan bentuk sediaan yang akan dibuat, seperti :
Alat atau mesin yang memadai yang diperlukan untuk pencucian dan penyortiran.
Alat atau mesin pengering yang dapat mengeringkan simplisia, produk antara atau produk ruahan sehingga kadar airnya sesuai yang dipersyaratkan.
Alat atau mesin pembuat serbuk yang dapat merubah simplisia menjadi serbuk dengan derajat kehalusan yang dikehendaki.
Alat atau mesin pengaduk yang dapat mencampur simplisia atau produk antara menjadi campuran yang homogen.
Alat atau mesin pengayak yang dapat mengayak serbuk dengan derajat kehalusan yang dikehendaki.
Alat penimbang atau pengukur yang memenuhi ketentuan yang hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta ditera menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
Peralatan pengolahan bentuk rajangan, seperti alat atau mesin perajang yang dapat merubah simplisia menjadi rajangan dengan ukuran yang dikehendaki.
Peralatan bentuk sediaan serbuk, seperti alat atau mesin pengisi/penakar serbuk yang dapat menjamin keseragaman bobot serbuk. Perbedaan atau selisih bobot serbuk tiap wadah yang dihasilkan terhadap bobot rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 8%.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan pil, seperti :
Alat atau mesin pembuat masa / adonan pil yang homogen dan higienis;
Alat atau mesin pembuat pil yang bulat dengan bobot seragam;
Alat atau mesin penyalut pil;
Alat atau mesin pengering;
Alat atau mesin pengemas primer.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan cair, seperti :
Alat ekstraksi atau alat pengolah bahan atau campuran bahan menjadi sediaan cair;
Alat atau mesin pengaduk campuran bahan menjadi sediaan cair yang homogen;
Alat atau mesin penyaring untuk mendapatkan cairan tanpa partikel atau endapan;
Alat atau mesin pengisi cairan untuk menghasilkan volume sediaan cair yang seragam tiap kemasan yang dikehendaki. Perbedaan atau selisih volume cairan tiap wadah terhadap volume rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5%;
Alat pembuatan sediaan cairan obat dalam hendaklah terpisah denganalat pembuatan sediaan cairan obat luar.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan padat, bentuk parem, pilis dan sejenisnya, seperti :
Alat atau mesin pembuat masa / adonan sediaan yang homogen dan higienis;
Alat pencetak atau pemotong sediaan menjadi bentuk sediaan padat yang seragam;
Alat atau mesin pengering sediaan padat;
Alat atau mesin pengemas primer.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan tablet/kaplet, seperti :
Alat ekstraksi bahan sampai mendapatkan ekstrak yang memenuhi syarat yang ditetapkan;
Alat atau mesin pencampur yang dapat menghasilkan campuran yang homogen;
Alat atau mesin granulasi bahan untuk sediaan tablet;
Alat atau mesin pengering granul;
Mesin pencetak tablet yang dapat menghasilkan tablet atau kaplet yang seragam bentuk dan bobotnya;
Alat atau mesin pengemas primer.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan kapsul, seperti :
Alat ekstraksi bahan sampai mendapatkan ekstrak yang memenuhi syarat yang ditetapkan;
Alat atau mesin pencampur yang dapat menghasilkan campuran yang homogen;
Alat atau mesin granulasi bahan untuk sediaan kapsul, bila diperlukan;
Alat atau mesin pengering granul, bila diperlukan;
Alat atau mesin pengisi kapsul yang dapat mengisikan campuran bahan ke dalam kapsul dengan bobot yang seragam;
Alat atau mesin pengemas primer.
Peralatan pengolahan bentuk sediaan setengah padat (dodol), seperti :
Alat pembuat adonan dodol atau sediaan setengah padat yang homogen dan higienis;
Alat pencetak atau pemotong yang dapat menghasilkan sediaan setengah padat yang seragam secara higienis;
Alat atau mesin pengemas primer.
Peralatan pengolahan sediaan salep atau krim, seperti :
Alat atau mesin pencampur bahan atau campuran bahan menjadi sediaan salep atau krim yang homogen;
Alat atau mesin pengisi salep atau krim yang menjamin keseragaman bobot sediaan tiap wadah secara higienis. Perbedaan atau selisih bobot salep/krim tiap wadah terhadap bobot rata-rata 10 isi wadah tidak lebih dari 5%.
Peralatan Laboratorium
Peralatan serta instrumen laboratorium pengujian hendaklah sesuai untuk menguji tiap bentuk sediaan produk yang dibuat.
Dalam laboratorium hendaklah tersedia sekurang-kurangnya:
Timbangan gram dan miligram;
Mikroskop dan perlengkapannya;
Alat-alat gelas sesuai keperluan;
Lampu spiritus;
Disamping peralatan tersebut, perlu dilengkapi :
Zat atau bahan kimia dan larutan pereaksi sesuai kebutuhan
Buku-buku persyaratan antara lain :
i. Materia Medika Indonesia
ii. Farmakope Indonesia
iii. Ekstra Farmakope Indonesia dan buku-buku resmi lainnya.
Bila memiliki laboratorium mikrobiologi hendaklah sekurang-kurangnya memiliki otoklav, oven, lemari pendingin, Laminar Air Flow (LAF), inkubator, peralatan gelas dan media yang diperlukan.
Hendaklah tersedia prosedur kerja standar untuk setiap instrumen atau peralatan, dan diletakkan di dekat instrumen atau peralatan yang bersangkutan.
Untuk menjamin ketepatan dan ketelitian pengukuran instrumen yang digunakan hendaklah dikalibrasi secara berkala sesuai jadwal yang ditetapkan.
Tanggal pelaksanaan kalibrasi untuk masing-masing instrumen dan jadwal kalibrasi berikutnya hendaklah tertera pada masing-masing instrumen atau dengan cara lain yang sesuai.
Bagi instrumen yang memerlukan persyaratan, penanganan, atau perawatan khusus hendaklah disediakan ruangan tersendiri.
Dalam laboratorium hendaklah tersedia pancuran air pengaman dan pencuci anggota badan dekat tempat kerja.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan bentuk sediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat/sediaan fitofarmaka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Standarisasi adalah sebuah alat untuk melakukan kontrol kualitas terhadap seluruh proses pembuatan obat tradisional dari tahap penyiapan raw material, bahan jadi (ekstrak), proses produksi obat tradisional, dan obat tradisional itu sendiri.
Tujuan dari standarisasi obat tradisional yaitu keseragama, keberadaan senyawa aktif, kesamaan dosis, dan mencegah pemalsuan.
Parameter-parameter dari standarisasi obat tradisional dikelompokkan menjadi dua yaitu parameter non spesifik dan parameter spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Suryadi. (2003). Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Semarang: Balai Besar POM.
BPOM RI. (2005). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Ditjen POM. (1999). Pengujian Bahan Kimia Sintetik Dalam Obat Tradisional. Jakarta: DEPKES RI.
Hanani. (2000). Standarisasi Obat Tradisional. Jakarta.
Kunle, O.F., Egharevba, H.O., Ahmadu, P. O. (2012). Standardization of Herbal Medicine-A review, International Journal of Biodiversity and Conservation.
Oka Made. (2017). Obat Tradisional. Bali: Universitas Udayana.